Post on 03-Feb-2017
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komite Audit (Audit Committee)
2.1.1 Pengertian Komite Audit
Berdasarkan kerangka dasar hukum di Indonesia perusahaan-perusahaan
publik diwajibkan untuk membentuk komite audit. Komite audit tersebut dibentuk
oleh dewan komisaris. Oleh karena itu, semua perusahaan manufaktur publik
merupakan perusahaan milik masyarakat luas. Bahkan, perusahaan-perusahaan yang
terlibat dalam aktivitas sehari-hari di luar bursa efek juga terkena kewajiban untuk
membentuk komite audit yang salah satu tugasnya berkaitan dengan audit eksternal
berhubungan dengan audit internal dan pengendalian internal.
Ketentuan dan peraturan mengenai Komite Audit diantaranya :
1. Surat Edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000, tentang pelaksanaan
pembentukan Komite Audit bagi perusahaan yang go public.
2. Keputusan Direksi BEJ No.Kep-339/BEJ/07-2001, mengatur mengenai
Komite Audit dalam jumlah dan kualifikasi keanggotaan.
3. Surat Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-412/PM/2003, tentang pedoman
Pembentukan Komite Audit.
4. Kep-117/M-MBU/2002 yang mengharuskan BUMN mempunyai Komite
Audit.
10
5. Peraturan No.IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.29/PM/2004.
Menurut Hiro Tugiman (1995), pengertian komite audit adalah:
“Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota Dewan Komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa komite audit dibentuk oleh dewan
komisaris dan bertanggungjawab langsung kepada dewan komisaris. Selain itu,
fungsi komite audit sendiri yaitu mambantu dewan komisaris dalam melaksanakan
tugasnya.
Menurut Arens at al (2010), menjelaskan pengertian komite audit adalah:
“Audit committees is a selected number of members of a company's board of directors whose responsibilities include helping auditors remain independent of management. most audit committees are made up of three to five or sometimes as many as seven directors who are not a part of company management.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa umumnya komite audit itu terdiri dari
tiga atau lima kadang tujuh orang yang bukan bagian dari manajemen perusahaan.
Tujuan dibentuknya komite audit yaitu untuk menjadi penengah antara auditor dan
manajemen perusahaan apabila terjadi perselisihan.
Sedangkan menurut Peraturan Nomor IX.1.5 dalam lampiran Keputusan Ketua
Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004 mengemukakan bahwa:
“Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam
rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya”.
11
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat dijelaskan bahwa komite audit
dibentuk oleh dewan komisaris yang bekerjasama dalam melaksanakan tugas dan
fungsi dewan komisaris. Salah satu tugasnya yaitu memastikan efektivitas sistem
pengendalian intern. Selain itu, komite audit juga bertanggungjawab kepada dewan
komisaris.
2.1.2 Pembentukan Komite Audit
Perusahaan publik maupun BUMN membentuk Komite Audit karena ingin
membangun perusahaan yang Akuntabilitas dan Transparan. Berdasarkan Surat
Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-41/PM/2003, menyatakan:
1. Emiten atau perusahaan publik wajib memiliki komite audit; 2. Emiten atau perusahaan publik wajib memiliki pedoman kerja komite audit
(audit committee charter); 3. Komite audit bertanggung jawab kepada dewan komisaris; 4. Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris
independen dan sekurang-kurangnya 2 orang anggota lainnya berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.
Berdasarkan keputusan tersebut komite audit dituntut untuk dapat bertindak
secara independen, independensin komite audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang
melandasi integritasnya. Hal ini perlu disadari karena komite audit merupakan pihak
yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus
menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor.
12
2.1.3 Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Komite Audit
Jenis tugas dan tanggung jawab Komite Audit yang diangkat sebuah
perusahaan yang satu tidak pernah sama persis dengan perusahaan yang lain. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan skala, jenis usaha, kebutuhan dan domisili masing-
masing perusahaan. Walaupun demikian, tugas dan tanggung jawab Komite Audit
tidak boleh menyimpang dari tugas dan tanggung jawab Board of commissioner.
Wewenang Komite Audit harus meliputi:
1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya.
2. Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan.
3. Mengusahakan saran hukum dan saran professional lainnya yang independen
apabila dipandang perlu.
4. Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila
dianggap perlu.
Kewenangan komite audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu
dewan komisaris sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya
rekomendasi kepada dewan komisaris) kecuali untuk hal spesifik yang telah
memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan komisaris misalnya mengevaluasi dan
menentukan komposisi auditor eksternal dan memimpin satu investigasi khusus.
Selain itu, Keputusan Ketua Bapepem Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan bahwa
komite audit memiliki wewenang mengakses secara penuh, bebas dan tak terbatas
terhadap catatan, karyawan. dana, asset, serta sumber daya perusahaan dalam rangka
tugasnya serta berwenang untuk bekerjasama dengan auditor internal.
13
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan
bahwa Komite Audit mempunyai tanggung jawab dalam hal memberikan
pengawasan secara menyeluruh dalam hal memberikan pengawasan secara
menyeluruh dalam hal:
a. Laporan Keuangan
Komite Audit melaksanakan pengawasan independen dan memastikan bahwa
Laporan Keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran
yang sebenarnya.
b. Pengawasan Kontrol (Corporate Control)
Komite Audit memberikan pengawasan independen atas masalah atau hal-hal
yang berpotensi mengandung risiko.
c. Tata Kelola Perusahaan
Komite Audit melaksanakan pengawasan independen atas proses pelaksanaan
Good Corporate Governance apakah telah dijalankan sesuai Undang-undang
dan peraturan yang berlaku.
Menurut keputusan menteri BUMN Nomor Kep-103/MBU/2002, Komite
Audit bertugas:
a. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan
Pengawasan Intern maupun Auditor Ekstern sehingga dapat dicegah
pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar.
b. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian
manajemen perusahaan serta pelaksanaannya.
14
c. Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap
informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan
berkala, proyeksi/forecast dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan
kepada pemegang saham.
d. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris atau
Dewan Pengawas.
e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan pengawas
sepanjang masih dalam lingkup tugas dn kewajiban Komisaris/Dewan
Pengawas berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris
terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris, dan melaksanakan
tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.
2.1.4 Tujuan Komite Audit
Menurut Keputusan Menteri Nomor 117 Tahun 2002, tujuan dibentuknya
Komite Audit adalah membantu Komisaris atau Dewan Pengawas dalam memastikan
efektivitas sistem pengendalian internal dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor
eksternal dan auditor internal. Bapepam dalam Surat Edarannya (2003) mengatakan
bahwa tujuan Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris untuk:
1. Meningkatkan kaulitas Laporan Keuangan;
15
2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi
kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan;
3. Meningkatkan efektivitas fungsi audit internal maupun ekternal audit; dan
4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris.
Beberapa rujukan perusahaan Amerika yang mengacu pada Securities and
Exchange Commission (SEC), pada umumnya mencantumkan dalam Charter
Komite Auditnya bahwa tujuan Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris
untuk mengawasi:
1. Integritas dari Laporan Keuangan perusahaan;
2. Kualifikasi dan Kemandirian Auditor independen atau Auditor Eksternal;
3. Kinerja dari Auditor Internal perusahaan dan Auditor Eksternal; dan
4. Kepatuhan Perusahaan terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Seiring dengan karakteristik tersebut, otoritas Komite Audit juga terkait
dengan batasan mereka sebagai alat bantu Dewan Komisaris. Mereka tidak memiliki
otoritas eksekusi apapun hanya memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris,
kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan
komisaris, missal: mengevaluasi dan menentukan kompensasi auditor eksternal, dan
memimpin suatu investigasi khusus.
Dalam menjalankan perannya, komite audit harus memiliki hak terbatas
kepada direksi, auditor internal, auditor eksternal, dan semua informasi yang ada di
perusahaan. Tanpa otoritas atau hak atas akses tersebut, akan tidak mungkin komite
audit dapat menjalankan perannya dengan efektif.
16
2.2 Kompetensi dan Independensi Komite Audit
2.2.1 Kompetensi Komite Audit
Kompetensi merupakan professional yang mempunyai latar belakang
pendidikan dan berpengalaman dalam bidang akuntansi dan auditing. Menurut Hiro
Tugiman (2006) :
“Peningkatan kompetensi internal auditor secara signifikan dilakukan memalui
program sertifikasi profesi, baik sertifikasi tingkat nasional maupun
internasional.”
Berdasarkan pendapat di atas untuk pengembangan kompetensi Komite Audit
dibutuhkan keahlian dan pelatihan, namun tetap mengikuti perkembangan zaman dan
terus menjaga tingkat kemampuannya salama karier profesinya.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Nomor: PER-211/K/JF/2010 tentang standar kompetensi auditor bahwa:
“Kompetensi auditor adalah ukuran kemampuan minimal yang harus dimiliki auditor yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan/keahlian (skill), dan sikap perilaku (attitude) untuk dapat melakukan tugas-tugas dalam jabatan fungsional auditor dengan hasil baik.” Berdasarkan keputusan diatas seorang auditor diakatakan kompeten jika
memiliki pengetahuan, keterampilan/keahlian, dan sikap perilaku yang sesuai dengan
peraturan yang telah ditentukan agar dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik.
Kompetensi seseorang juga memiliki pengaruh positif terhadap pekerjaan yang
dilakukannya yaitu sejauh mana peran orang itu dapat dinilai sebagai individu dalam
pengambilan keputusan dan efektif dalam penyelesaian pekerjaannya.
17
2.2.2 Independensi Komite Audit
Menurut Sukrisno Agoes (2012), menjelaskan Independensi adalah:
“Independensi artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum.”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor tidak dibenarkan memihak
kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimanapu sempurnanya keahlian teknis yang
dimiliki, auditor akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting
untuk mempertahankan kebebasan pendapatanya.
Pengertian independensi juga terdiri dari tiga jenis yaitu:
1. Independensi dalam penampilan (Independent In Appearance) merupakan
independensi yang selama bertugas selalu menghindari keadaan yang dapat
menyebabkan pihak lain meragukan independensinya.
2. Independensi dalam kenyataan/fakta (Independent In Fact) merupakan sikap
auditor dalam menjalankan tugasnya selalu mematuhi kode etik internal
auditor dan professional framework of internal auditor.
3. Independensi dalam pikiran (Independent In Mind) merupakan sudut pandang
keahlian terkait erat dengan kecakapan professional auditor.
Dari ketiga pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa independensi yaitu sikap
mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, serta tidak
bergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujurean dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan objektif. Independensi anggota
Komite audit dapat dilihat dari persyaratan keanggotaan komite audit, seprti tertuang
18
dalam Peraturan No. IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja
Komite Audit, lampiran ketua Bapepam No. 29/PM/2000.
Menurut Islahuzzaman (2012), Independensi adalah: “Auditor yang independen adalah auditor yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit. Independensi lebih banyak ditentukan faktor luar diri auditor.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor dalam penugasannya harus
menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang menimbulkan konflik kepentingan atau
menimbulkan prasangka yang meragukan untuk dapat melaksanakan tugas dan
profesinya secara objektif.
2.3 Good Corporate Governance
2.3.1 Latar Belakang Good Corporate Governance
Sejak krisis ekonomi tahun1997 pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik,
atau lebih dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG) menjadi isu yang
mengemuka di Indonesia. Akibat buruknya tata kelola pemerintahan dan perusahaan
di Indonesia pada masa itu, menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi terpuruk.
Semenjak itulah, semua pihak sepakat untuk dapat bangkit dari keterpurukan,
Indonesia harus memulai dengan tata kelola yang baik dari pemerintah, perusahaan
pemerintah dan swasta. Berbagai upaya memperbaiki tata kelola dilakukan dengan
menerapkan prinsip GCG di semua lini masyarakat.
19
Selain itu hal-hal lain yang melatarbelakangi munculnya prinsip good
corporate governance antara lain:
1. Krisis yang berlangsung membuktikan antara lain lemahnya penerapan prinsip
good corporate governance di dalam praktik bisnis di Indonesia.
2. Munculnya entitas bisnis yang bercirikan “bubble company” yakni perusahaan
dengan pertumbuhan asset yang besar, keuntungan jangka pendek dan tidak
didukung oleh fundamental yang kuat.
3. Adanya bentuk salah kelola (miss management) ataupun penyalahgunaan
wewenang (wrong doing) dalam pengelolaan perusahaan yang merugikan
investor dan stakeholder lainnya.
Munculnya prinsip good corporate governance terutama didasari oleh berbagai
peraturan hukum yang berlaku umum diantaranya:
1. Undang-undang RI Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbats (UUPT),
berdasarkan UU ini suatu perusahaan adalah suatu badan hukum tersendiri
dengan Direksi dan Komisarisnya yang mewakili perusahaan.
2. Surat Keputusan Nomor 117/M-MBU/2002 Tanggal 1 agustus 2002 Menteri
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatur antara lain:
BUMN wajib menerapkan prinsip good corporate governance sebagai
landasan operasinya.
Komisaris dan dewan pengawas harus membentuk Komite Audit yang
tugasnya antara lain membantu Komisaris dan dewan pengawas dalam
20
memastikan sitem pengendalian internal dan efektifitas pelaksanaan tugas
eksternal auditor dan internal auditor.
Aturan dan peraturan yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal
Indonesia (BAPEPAM) yang berlaku bagi perusahaan publik, yang menyatakan
bahwa perusahaan wajib mengungkapkan informasi penting melalui Laporan
Tahunannya serta laporan keuangan kepada para pemegang saham maupun laporan-
laporan lainnya kepada BAPEPAM, bursa efek, serta kepada masyarakat dengan cara
yang tepat waktu, akurat, dapat dimengerti dan objektif.
2.3.2 Pengertian Good Corporate Governance
Konsep good corporate governance yang kini muncul adalah sebagai jawaban
atas pengelolaan perusahaan atau organisasi, baik organisasi sector public maupun
organisasi sector swasta yang tidak sehat. Meskipun good corporate governance
bukan suatu konsep baru, tetapi masih saja salah dalam menafsirkan good corporate
governance, karena mereka menafsirkan good corporate governance sesuai dengan
kepentingannya.
Menurut Iman S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002), Corporate
Governance adalah:
“Sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tyjuan meningkatkan nilai pemegang saham (stakeholder value) serta mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, seperti kreditor, supplier atau pemasok, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas.”
21
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa istilah corporate governance berbeda
dengan good management. Apabila good management diartikan sebagai pengelolaan
yang baik, maka good corporate governance diartikan sebagai pengelolaan yang
melibatkan hubungan dengan berbagai pihak untuk menetukan arah dan kinerja
perusahaan.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesian (FCGI) 2001, Good
Corporate Governance adalah:
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang saham kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa suatu sistem yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus perusahaan, kreditor, pemerintah, karyawan serta
para pemegang saham kepentingan inter dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka.
Menurut Wahyudin Zarkasyi (2008), Good Corporate Governance adalah:
“Suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholder) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.” Pengertian tersebut menjelaskan bahwa good corporate governance digunakan
untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-
22
kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa
kesalahan-kesalahan yang terjadinya dapat diperbaiki dengan segera.
Sedangkan pengertian Good Corporate Governance menurut Keputusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, yaitu:
“Good Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan etika.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa good corporate governance
merupakan pola hubungan yang digunakan dalam perusahaan untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan, agar tercipta tata kelola perusahaan
yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundangan yang dapat
membantu tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan berdasarkan
prinsip-prinsip good corporate governance.
2.3.3 Pedoman Pokok Pelaksanaan
2.3.3.1 Peranan Negara
Peranan Negara dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Melakukan koordinasai secara efektif anatara penyelenggara negara dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan sistem hukum
nasional dengan memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan
dunia usaha dan masyarakat.
23
2. Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan (ruer-making rules).
3. Menciptakan system politik yang sehat dengan penyelenggaraan negara yang
memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi.
4. Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara
konsisten (consistent law enforcement).
5. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
6. Mengatur kewenangan dan koordinasi antar instansi yang jelas untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat dengan intgritas yang tinggi dan mata
rantai yang singkat serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim
usaha yang sehat, efisien dan transparan.
7. Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam bentuk
ketentuan yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan
transparan.
2.3.3.2 Peranan Dunia Usaha
Peranan dunia usaha dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim
usaha yang sehat, efisien dan transparan.
2. Bersikap dan berprilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan.
3. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
24
4. Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang
didasarkan pada asas GCG secara berkesinambungan.
5. Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi tentang
penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman dapat
dilaksanakan pada suatu kelompok usaha atau sector ekonomi tertentu.
2.3.3.3 Peranan Masyarakat
Peranan masyarakat dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Melakukan control social dengan memberikan perhatian dan kepedulian
terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggaraan Negara
serta terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia
usaha, melalui penyampaian pendapat secara objektif dan bertanggungjawab.
2. Melakukan komunikasi dengan penyelenggaraan Negara dan dunia usaha
dalam mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
2.3.4 Asas Good Corporate Governance
Prinsip good corporate governance diharapkan menjadi titik terang dalam
pembuat kebijakan (pemerintah) dalam membangun kerangka kerja penerapan
corporate governance. Bagi pelaku usaha dan pasar modal, prinsip ini dapat menjadi
pedoman mengolaborasi praktek terbaik bagi peningkatan nilai dan keberlangsungan
perusahaan.
25
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor
117/M/MBU/2002, prinsip-prinsip good corporate governance mencakup:
a. Transparansi
yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan;
b. Kemandirian
yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat;
c. Akuntabilitas
yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
d. Pertanggungjawaban
yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
e. Kewajaran (fairness)
yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
26
Sedangkan menurut Wahyudin Zarkasyi (2008), Setiap perusahaan harus
memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua
jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan.
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip dasar, untuk menjaga objektifitas dalam menjalankan bisnis,
perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan
oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus menyediakan informasi
secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah
diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya; (2) Informasi yang harus
diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada visi, misi, sasaran usaha dan strategi
perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham
pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya yang
memiliki benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan
pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan
kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahann; (3) Prinsip
27
keterbukaan yang dianut oleh poerusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk
memenuhi kententuan kerahasian perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi; (4) Kebijakan perusahaan harus
tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar, perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dasn wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja
yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas
dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara
jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan; (2)
Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
memepunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanngung jawab, dan perannya dalam
pelaksanaan GCG; (3) perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian
internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. (4) Perusahaan harus memiliki
ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai
perusahaan, serta mamiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment
system). (5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ
perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman
perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
28
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar, Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan
serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Organ perusahaan harus berpegang pada
prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws); (2) Perusahaan harus
melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhada masyarakat
dan kelestarian lingkungan terutama disekitar perusahaan.
4. Independensi (Independency)
Prinsip Dasar, dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memeperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus memberikan kesempatan
kepada pemangku kepentingan untuk memberi masukan dan menyampaikan pendapat
bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan
prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing; (2) Perusahaan harus
memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai
dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan; (3) perusahaan
harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan
29
melaksanakan tugasnya secara professional tanpa membedakan suku, agama, ras,
jender, dan kondisi fisik.
5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Prinsip Dasar, dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus memberikan kesempatan
kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan
pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi
sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkungan kedudukan masing-masing; (2)
Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada
perusahaan; (3) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam
penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara professional tanpa
membedakan suku, agama, ras, dan kondisi fisik.
Diterapkannya prinsip-prinsip good corporate governance pada perusahaan,
khususnya BUMN dapat meningkatkan nilai perseroan, memaksimalkan tata pengelolaan
perusahaan, dan menghasilkan keputusan yang terbaik bagi pihak yang berkepentingan
dalam perusahaan.
30
2.3.5 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance
Tujuan penerapan good corporate governance pada BUMN, berdasarkan
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor 117/M/MBU/2002,
sebagai berikut:
a. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional;
b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien,
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ;
c. Mendorong agar Organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya
tanggungjawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian
lingkungan di sekitar BUMN;
d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
e. Meningkatkan iklim investasi nasional;
f. Mensukseskan program privatisasi.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut dalam menerapkan nilai-nilai tata kelola
perusahaan harus menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan
manfaat dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan
31
yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk menerapkannya sesuai
standar internasional. Perusahaan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi
seluruh karyawan. Selain acuan yang disusun sendiri perusahaan juga mengadopsi
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal penerapan prinsip good corporate governance harus disadari
bahwa penerapan tata kelola perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya
asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh
jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan
yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis.
Manfaat penerapan corporate governance, menurut Iman S. Tunggal dan Amin
W. Tunggal (2002), yaitu:
a. Perbaikan dalam komunikasi b. Minimisasi potensial benturan; c. Fokus pada strategi-strategi utama; d. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi; e. Kesinambungan manfaat (sustainability of benefits) f. Promosi citra korporat (corporate image); g. Peningkatan kepuasan pelanggan; h. Perolehan kepercayaan investor.
Dengan corporate governance yang baik, keputusan-keputusan penting
perusahaan tidak lagi ditetapkan oleh satu pihak yang dominan, (misalnya, direksi),
akan tetapi ditetapkan setelah mendapatkan masukan dari, dan dengan
memepertimbangkan kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Selain itu, corporate governance yang baik dapat mendorong pengelolaan organisasi
32
yang lebih demokratis (karena melibatkan partisipasi banyak kepentingan), lebih
accountable (karena ada sistem yang akan meminta pertanggungjawaban atas semua
tindakan), dan lebih transparan serta akan meningkatkan keyakinan bahwa
perusahaan dan organisasi lainnya dapat mengembangkan manfaat tersebut dalam
jangka panjang.
2.3.6 Unsur-unsur yang terlibat dalam Good Corporate Governance
Menurut pedoman Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh
Komite Kebijakan Governance (KNKG) pada dasarnya ada Sembilan pihak yang
terlibat di dalam pelaksanaan good corporate governance, yaitu:
1. Pemegang Saham
Pemegang saham adalah orang atau individu-individu atau suatu institusi yang
mempunyai hak dan kewajiban akan suatu perusahaan sesuai dengan saham
yang disetornya. Pemegang saham ini memepunyai hak-hak dan kewajiban,
yaitu:
a. Hak untuk menghadiri dan memberikan suaranya dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) berdasarkan ketentuan saham yang
dimilikinya.
b. Hak untuk memeperoleh informasi material mengenai perseroan secara
tepat waktu dan teratur.
33
c. Hak menerima sebagian keuntungan perseroan yang diperuntukan bagi
Pemegang Saham sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya
dalam bentuk deviden dan pembagian keuntungan lainnya.
d. Setiap Pemegang saham berhak memeperoleh penjelasan lengkap dan
informasi yang akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan
dengan penyelenggaraan RUPS agar Pemegang Saham dapat
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang
memepengaruhi eksistensi perseroan dan hak Pemegang Saham.
e. Pemegang Saham yang memiliki saham dengan klasifikasi yang sama
harus diperlakukan setara berdasarkan asas.
f. Pemegang Saham yang memiliki kepentingan pengendalian di dalam
perseroan harus menyadari tanggung jawab pada saat ia menggunakan
pengaruhnya atas manajemen perusahaan.
2. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk
memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Oleh karena itu
maka peranan Dewan Komisaris adalah menilai system penetapan penggajian
pejabat pada posisi kunci, memonitor mengatasi masalah benturan
kepentingan pada tingkat manajemen. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi,
memonitor pelaksanaan governance, dan mengadakan perubahan jika perlu,
dan memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi perusahaan.
34
3. Direksi
Direksi bertugas untuk mengelola perseroan agar mencapai tujuan perusahaan,
dan Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada
Pemegang Saham melalui RUPS.
4. Komite Audit
Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat professional yang
independen kepada Dewan Komisaris serta mengidentifikasi hal-hal yang
memerlukan perhatian Dewan Komisaris mengenai pelaksanaan audit internal
di perseroaan.
5. Sekertaris Perusahaan
Fungsi sekertaris perusahaan harus dilaksanakan oleh salah seorang direktur
perusahaan tercatat atau pejabat perusahaan tercatat yang khusus ditunjuk
untuk menjalankan fungsi tersebut. Sekertaris perusahaan harus memiliki
akses terhadap informasi material dan relevan yang berkaitan dengan
perusahaan tersebut dan menguasai peraturan perundang-undangan pasar
modal khususnya yang berkaitan dengan masalah keterbukaan.
6. Manajer dan karyawan
Manajer menepati posisi yang strategic karena pengetahuan mereka dan
pengambilan keputusan dari hari ke hari. Manajer professional biasanya
mengambil peran penting dalam organisasi besar, sumber kekuasaan manajer
dari kombinasi keahlian manjerial dan tanggung jawab organisasional yang
diberikan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan.
35
Karyawan khususnya yang diwakili serikat pekerja atau mereka yang
memiliki saham dalam perusahaan dapat memepengaruhi kebijakan tata
kelola perusahaan tertentu.
7. Auditor Inetrnal
Auditor Internal bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan memiliki
akses langsung ke Komite Audit. Hal ini memberikan ruang gerak yang lebih
fleksibel kepada Auditor Internal dalam melaksanakan tugasnya. Auditor
Internal membantu menajemen senior dalam menilai risiko-risiko utama yang
dihadapi perusahaan dan mengevaluasi struktur pengendalian.
8. Auditor Eksternal
Auditor Eksternal bertanggung jawab memberikan opini/pendapat terhadap
laporan keuangan perusahaan. Laporan auditor independen adalah ekspresi
dan opini professional mereka mengenai Laporan Keuangan. Meskipun
Laporan Keuangan adalah tanggung jawab untuk menilai kewajaran
pernyataan manajemen dalam laporan keuangan perusahaan.
9. Stakeholders lainnya
Pemerintah terlibat dalam corporate governance melalui hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku terutama mengenai kewajiban perusahaan
dalam hal perpajakan. Kreditor yang memberikan pinjaman memungkinkan
juga mempengaruhi kebijakan perusahaan.
36
2.4 Hubungan Kompetensi dan Independensi Komite Audit terhadap
Pelaksanaan Good Corporate Governance
2.4.1 Hubungan Kompetensi terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
Dalam penerapan good corporate governance komite audit harus memiliki
akuntabilitas tinggi, dengan memenuhi persyaratan keanggotaan komite audit, yang
secara tim setidaknya memiliki kompetensi dan pengalaman sangat cukup di bidang
audit, akuntansi dan keuangan serta peraturan dan perundang-undangan yang meliputi
pasar modal, pasar uang, pasar komoditi berjangka, bursa saham, undang-undang PT
BUMN, dan good corporate governance. Dengan kompetensi yang dimiliki,
diharapkan komite audit mampu baik secara pro-aktif maupun evaluatif menelaah
semua hal-hal penting pelaporan keuangan perusahaan dalam waktu yang singkat.
(Wahyudin Zarkasyi, 2008)
H 1 : Kompetensi komite audit berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate
governance
2.4.2 Hubungan Independensi terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
Komite audit dalam pelaksanaan good corporate governance harus bersikap
independen, dimulai dengan dipersyaratkannya komisaris independen sebagai ketua
komite audit. Seorang komisaris independen sebagai wakil dari pemegang saham
minoritas dapat diharapkan untuk bersikap independen terhadap kepentingan
37
pemegang saham mayoritas. Anggota komite audit lainnya harus benar-benar
independen terhadap perusahaan, berarti mereka tidak memiliki hubungan bisnis
apapun dengan perusahaan , dan tidak memiliki hubungan kekeluargaan apapun
dengan direksi dan komisaris perusahaan. (Wahyudin Zarkasyi, 2008)
Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-29/PM/2004 melalui peraturan No
IX.I.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit
menyebutkan bahwa anggota komite audit sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota
yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai hubungan
keluarga dengan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama perusahaan dan
bukan orang dalam Kantor Akuntan Publik. Hal ini dimaksudkan agar komite audit
dalam melaksanakan tugasnya harus terbebas dari segala macam kepentingan yang
menyebabkan komite audit tidak objektif. Dengan demikian dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
H 2 : Independensi komite audit berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate
governance
38
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran
Dapus :
Good Corporate Governance
(Y)
Kompetensi
Komite Audit
(X1)
Independensi
Komite Audit
(X2)