Post on 25-Jan-2020
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Crane
Menurut Diah dan Suhariyanto (2018), crane adalah salah satu heavy equipment
(alat berat yang berguna sebagai alat pengangkat dalam proyek kontruksi. Crane
beroperasi dengan mengangkat materiala yang akan di pindahkan secara horizontal,
kemudian di pindahkan ke tempat yang diinginkan. Alat ini memiliki kemampuan
dan bentuk angkat yang kuat serta mampu menjangkau hingga puluhan meter dan
dapat berputar 360 derajat. Crane sering digunakan pada pekerjaan proyek,
pergudangan, industri, pelabuhan, perbengkelan dll.
2.1.1 Jenis-jenis crane
Terdapat 7 jenis crane menurut Diah dan Suhariyanto (2018), diantaranya:
1. Crane Crawler
Gambar 2.1 Crane Crawler yang sedang tidak beroperasi
(Sumber: Diah & Suhariyanto (2018) Alat berat)
Pesawat pengangkat material yang sering di gunakan pada tempat proyek
pembangunan dengan jangkauan tidak terlalu jauh adalah crane crawler.
Jenis memiliki bagian atas yang dapat berputar 360 derajat. Dengan
memilikinya roda crawler maka crane jenis ini dapat bergerak di proyek saat
5
melakukan pekerjaannya. Saat crane ini di gunakan di proyek laian maka
crane dapat diangkut memakai lowbed trailer. Pengangkatan ini dilakukan
secara membongkar boom menjadi beberapa bagian agar dapat
mempermudah proses penggangkutan.
2. Mobile Crane (Truck Crane)
Gambar 2.2 Truck Crane yang akan beroperasi
(Sumber: Diah & Suhariyanto (2018) Alat berat)
Mobile crane (truck crane) merupakan crane yang langsung terdapat
pada mobile (truck) sehingga dapat memudahkan saat di bawa pada tempat
proyek tanpa dibantu oleh kendaraan (trailer). Crane ini mempunyai kaki
(tiang/pondasi) yang dapat digunakan saat beroperasi agar tetap seimbang.
Mobile crane (truck crane) dapat berputar 360 derajat.
3. Crane untuk Lokasi Terbatas
Crane jenis ini ditaruh diatas dua buah as tempat kedua as ban bergerak
secara simultan. Dengan adanya kelebihan ini maka crane ini dapat bergerak
secara leluasa. Alat penggerak crane ini adalah roda besar serta dapat
meningkatkan kemampuan alat dalam bergerak dilapangan proyek dan
dapat bergerak di jalan raya dengan kecepatan 30 mph. Pada bagian-bagian
deck yang dapat berputar terdapat letak ruang operator crane.
6
4. Tower Crane
Gambar 2.3 ukuran Tower Crane
(Sumber: Diah & Suhariyanto (2018) Alat berat)
Alat yang digunakan untuk menggangkut material secara horizontal
dan vertical ke suatu tempat yang tinggi dengan ruang gerak yang terbatas
adalah tower crane. Jenis crane ini dapat dibagi berdasarkan bagaimana
crane tersebut dibangun atau berdiri yaitu crane yang dapat berdiri bebas
(free standing crane), crane yang ditambatkan di bangunan (tied-in tower
crane), crane diatas rel (rail mounted crane), crane panjat (climbing crane).
5. Hidraulik Crane
Gambar 2.4 Hidraulik Crane dan operator
(Sumber: Diah & Suhariyanto (2018) Alat berat)
Pada umumnya semua crane memakai sistem pneumatik (udara) dan
hidraulik (minyak) untuk dapat beroperasi. Namun secara khusu hidraulik
7
crane merupakan crane yang sering digunakan pada pengudangan dan
perbengkelan dll, yang mempunyai struktur sederhana atau simple. Crane
ini memeliki jangkauan tidak terlalu panjang serata hanya dapat beputar 180
derajat dan crane ini sering diletakkan pada suatu titik dan tidak dipindah-
dipindahkan. Sehingga di pergudangan atau perbengkelan tidak hanya terdapat
satu crane akan tetapi lebih dari satu crane.
6. Hoist Crane
Gambar 2.5 Hoist Crane kapasitas lima ton
(Sumber: Diah & Suhariyanto (2018) Alat berat)
Pesawat penggankut material yang sering terdapat pada
perbengkelan dan pergudangan adalah hoist crane. Hoist crane dipasang
pada langit=langit dan beroperasi atau berjalan diatas rel khusun yang
ditempatkan pada langit-langit tersebut. Rel khusus itu juga dapat bergerak
maju mundur secara satu arah.
8
7. Jip Crane
Gambar 2.6 Jip Crane kapasitas tiga ton
(Sumber: Diah & Suhariyanto (2018) Alat berat)
Jip crane merupakan pesawat pengankut yang berupa dari berbagai
macam ukuran, jipa crane yang kecil sering digunakan di pergudangan dan
perbengkelan untuk dapat memindahkan barang yang relat berat. Jip crane
memiliki struktur yang mirip seperti hidraulik crane dan sistem kerja dan
mesin yang mrip dengan hoist crane.
2.2 Kerusakan (Failure)
Kerusakan (Failure) adalah ketidakmampuan sistem atau komponen tidak
dapap digunakan, sistem masih dapat digunakan tetapi menunjukkan hasil yang
tidak memuaskan, mengalami penurunan fungsi maupun kinerja secara serius.
Adapun alasan terjadinya kerusakan dan sumber utama kerusakan adalah (Ansori
& Imron, 2013).
1. Alasan terjadinya kerusakan:
a. Kondisi operasi dan service (Pemakaian dan salah pakai)
b. Maintenance kurang baik (disengaja maupun tidak sengaja)
c. Inspeksi dan penggujian kurang baik
d. Kesalahan saat assembling
e. Fabrikasi/manufaktur yang salah
f. Desain yang salah
9
2. Sumber utama kerusakan:
a. Desain/model
b. Perencanaan
c. Material defects
d. Assembly
e. Pemasangan/Instalasi
f. Pengendalian kualitas
g. Maintenance
h. Tenaga kerja
2.3 Downtime
Gasper, (1992) Pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu suatu
komponen sistem tidak dapat digunakan (tidak dalam kondisi yang baik), sehingga
dapat membuat fungsi sistem tidak dapat beroperasi. Berdasarkan kenyataan bahwa
pada dasarnya prinsip utama dalam manajemen perawatan adalah untuk menekan
periode kerusakan (Breakdown Period) sampai minimum, maka keputusan
pergantian komponen pada sistem berdasarkan downtime minimum menjadi sangat
penting. Pembahasan berikut akan di fokuskan pada proses pengambilan keputusan
penggantian komponen yang dapat meminimumkan downtime, sehingga tujuan
utama dari manajemen sistem perawatan untuk memperpendek periode kerusakan
sampai batas minimum dapat dicapai. Penetuan tindakan preventive yang optimum
dengan meminimumkan downtime akan di kemukakan berdasarkan interval waktu
, akan tetapi diantara penggantian preventive dengan menggunakan kriteria
meminimumkan waktu downtime per unit waktu.
Terdapat dua pendekatan yang biasa digunakan untuk merencanakan kegiatan
perawatan mesin yaitu pendekatan TPM (total produktive maintenance) dan RCM
(reability centered maintenance). Pendekstsn TPM bertujuan pada kegiatan
managemen sedangkan RCM bertujuan pada kegiatan teknis. TPM dan RCM
berkembang dari metode preventive maintenance, perbedaannya RCM memberikan
10
pertimbangan berupa tindakan yang dapat dilakukan apabila preventive
maintenance tidak munkin dilakukan. Hal inilah yang menjadi kelebihan dari RCM
karena kegiatan perawatan mesin dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan. RCM
juga melakukan pendekatan dengan menggunakan analisa kuantitatif dan kualitatif
sehinga dapat memunkinkan akar dari penyebab kerusakan dan dapat memberikan
solusi yang tepat sesuai dengan akar permasalahan. RCM adalah suaatu pendekatan
pemeliharaan yang mengkombinasikan antara stratefi dan praktek dari corrective
maintenance dan prevective naintenance untuk fungsi peralatan dengan biaya
minimal dan untuk memaksimalkan umur. Sementara TPM, dilaksanakan dengan
menerapkan system tidakan prevective maintenance yang komprensif sepanjang
umur umur alat, melibatkan seluruh departement, pemakai, perencana, dan
pemelihara alat, melibatkan semua karyawan dri pront –line worker hingga top
management, dan mengembangkan preventive maintenance melalui managemen
motivasi aktivitas kelompok kecil mandiri. Oleh karena itu, pada penelitian
menggunakan pendekatan reability centered maintenance (RCM) untu menemukan
suatu rencanaperawatan tower crane PT. X.
2.4 Perawatan
Perawatan merupakan salah satu cara efektif untuk meningkatkan keandalan
suatu sistem (Aggarwal, 1993). Kegiatan perawatan ditujukan untuk meyakinkan
bahwa aset fisik yang dimiliki dapat terus berlanjut memenuhi apa yang diinginkan
oleh pengguna (user) terhadap fungsi yang dijalankan oleh aset tersebut (Moubray,
1997). Kegiatan perawatan dapat bersifat terencan (planned) dan tidak terencana
(unplanned). Kegiatan planned perawatan dapat terbagi atas dua bagian yaitu
preventive (scheduled) dan corrective ( unscheduled). Sedangkan unplanned hanya
memliki satu bentuk yaitu breakdown maintenance, dimana perawatan dilakukan
setelah terjadinya kerusakana pada alat.
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan yang menjamin bahwa aset fisik
dapat secara terus-menerus memenuhi fungsi yang diharapkan. Maintenance tidak
dapat meningkatkan kemampuan dari setiap komponen akan tetapi hanya
memberikan kemampuan bawaan dari setiap komponen yang di rawatnya.
11
2.4.1. Tujuan Perawatan
Menurut Sudrajat (2011) tujuan utama dari perawatan (maintenance) antara
lain :
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu
tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara
berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi (return on investment)
maksimum yang mungkin.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan,
unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.
Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
2.5 Reliability Centered Maintenance (RCM)
Reliability centered maintenance didefinisikan sebagai sebuah proses yang
digunakan dalam menentukan tindakan yang tepat diberikan untuk meyakinkan
bahwa aset fisik yang dimiliki perusahaan dapat terus menjalankan fungsinya sesuai
dengan yang diinginkan (Moubray, 1997).
Implementasi pemeliharaan yang berpusat pada keandalan yang efektif
memeriksa fasilitas sebagai serangkaian sistem fungsional, yang masing-masing
memiliki input dan output yang berkontribusi terhadap keberhasilan fasilitas.
Adalah keandalan, alih-alih fungsionalitas, dari sistem ini yang dipertimbangkan.
SAE JA1011 memiliki seperangkat kriteria minimum sebelum strategi
pemeliharaan dapat disebut RCM. Tujuh pertanyaan yang perlu ditanyakan untuk
setiap aset adalah :
1. Apa fungsi dan standar kinerja yang diinginkan dari setiap aset
(Functional)?
2. Bagaimana setiap aset gagal memenuhi fungsinya (Functional failure) ?
3. Apa penyebab dari tiap kegagalan yang terjadi (Failure Modes) ?
12
4. Apa yang terjadi ketika kegagalan berlangsung ( Failure effect) ?
5. Bagaimana masalah yang di timbulkan akibat kegagalan terjadi (Failure
Consequence) ?
6. Langkah apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau memprediksi
kerusakan yang akan terjadi (Pro-active Task) ?
7. Apa langkah selanjutnya yang harus dilakukan jika proactive task yang
sesuai tidak dapat diberikan (Default action) ?
Tujuan dari RCM adalah :
1. Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan
perawatan yang efektif.
2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal pada
level-level tertentu dari sistem.
3. Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item
dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan.
4. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum.
Pada RCM, Prevective maintenance sangat menjadi titik berat maka
kerugian dan keuntungan juga hampir sama. Adapun keuntungan keuntungan
RCM adalah sebagai berikut:
1. Program perawatan paling efisien.
2. Biaya yang lebih rendah dengan menghapus perawatan yang tidak
diperlukan.
3. Mengurangi frekuensi overhaul.
4. Mengurangi peluang kegagalan alat secara mendadak.
5. Dapat memfokuskan perawatan pada komponen kritis.
6. Meningkatkan reliability suatu komponen.
7. Menggabungkan root cause analysis.
2.5.1. Langkah Penerapan RCM
Smith and Hincheliffe (2004) menyebutkan tujuh langkah dalam RCM
yaitu:
1. Pemilihan sistem dan pengumpulan informasi
13
2. Pendefinisian batasan sistem
3. Deskripsi sistem dan diagram blok fungsi
4. Fungsi sistem dan kegagalan fungsi
5. Analisis failure mode and effect analysis (FMEA)
6. Analisis logic tree analysis (LTA)
7. Pemilihan tindakan
2.5.1.1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi
1. Pemilihan Sistem
Ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan menerapkan
program RCM, yaitu:
a. Sistem yang akan dilakukan analisis.
Proses analisis RCM pada tingkat sistem akan memberikan informasi
yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan fungsi komponen.
b. Seluruh sistem akan dilakukan proses analisis dan bila tidak bagaimana
dilakukan pemilihan sistem.
Biasanya tidak semua sistem akan dilakukan proses analisis. Hal ini di
karenakan bila dilakukan proses analisis secara bersamaan untuk dua atau
lebih sistem maka proses analisis akan sangat luas. Selain itu, proses
analisis akan dilakukan secara terpisah, sehingga dapat lebih mudah untuk
menunjukkan setiap karakteristik sistem dari fasilitas yang di bahas
2. Pengumpulan informasi
Pengumpulan informasi berfungsi seabai gambaran utnuk mendalami
sistem dan cara kerja sistem. Informasi dapat didapatkan melalui observasi,
buku refrensi dan wawancara.
2.5.1.2. Pendefinisian Batasan Sistem
Jumlah sistem dalam suatu pabrik sangat luas, karena itu perlu dilakukan
definisi batas sistem. Dan juga batas sistem bertujuan agar enghindari tumpang
tindihnya satu sistem ke sistem yang lain.
14
2.5.1.3. Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi
Terdapat tiga informasi yang harus di kembangkan dalam tahap ini yaitu
blok diagram fungsi ,deskripsi sistem, system work breakdown structure (SWBS).
1. Blok Diagram Fungsi
Melalui blok diagram fungsi maka interaksi-interaksi dengan sub sistem
dapat tergambar dengan jelas.
2. Deskripsi Sistem
Pendeskripsian sistem sangat dibutuhkan untuk mengetahui komponen
yang ada dalam sistem tersebut dan bagaimana komponen tersebut bekerja.
3. System Work Breakdown Structure (SWBS)
System Work Breakdown Structure dikembangkan bersamaan dengan
Program Evaluation and Review Technique (PERT) oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat (DoD). Thap ini menggambarkan himpunan
daftar peralatan untuk setiap bagian fungsi sub sistem. Sistem ini terdiri dari
Dua komponen paling utama yaitu kode dari komponen/subsistem dan
diagram.
2.5.1.4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi
Pada bagian ini, proses analisis lebih difokuskan pada kegagalan fungsi,
bukan kepada kegalaan peralatan karena kegagalan komponen akan di bahas lebih
jelas di tahapan berikutnya (FMEA). Kegagalan fungsi biasanya memiliki dua atau
lebih kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan minor, persial, dmaupun mayor.
2.5.1.5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA metode yang bertujuan untuk dapat mengevaluasi sistem dengan
mempertimbangkan kegagalan sistem yang berasal dari komponen dan
menganalisa pengaruh pengaruh terhadap keandalan sitem tersebut. Item-item
krisis yang khusus dapat dinilai dan tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki
desain dan menghapus atau mengeleminasi probalitas dari mode kegagalan yag
kritis.
15
Teknik analisa ini menekan pada bottom-up approach. Komponen berbagai
mode kegagalan berdampaknya pada pada sistem dituliskan pada FMEA
Worksheet. Di mulai dari peralatan yang terendah menuju sistem yang lebih tinggi.
Risk Priority Number (RPN) adalah sebuah pengukuran resiko yang bersifat
relatif. RPN diperoleh dari hasil perkalian antara Severity, Occurrence dan
Detection. RPN di tentukan sebelum melakukan penerapan rekomendasi dari
tindakan perbaikan, dan ini digunakan agar dapat mengetahui komponene manakah
yang menjadi prioritas utama berdasarkan nilai RPN tertinggi.
RPN = Severity * Occurrence * Detection
RPN = S *O * D
Hasil RPN dapat menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap
beresiko tinggi, seabagi petunjuk kearah tindakan yang di lakukan dalam perbaikan.
Ada tiga komponen yang membentuk RPN. Ketiga komponen tersebut ialah:
1. Severity (S)
Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang di timbulkan oleh mode
kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Antara 1 sampai 10 adalah nilai
rating severity. Jika kegagalan yang terjadi sangat berdampak pada sistem
maka akan diberikan nilai 10. Tingkat severity dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tingkat Severity
Rangking Severity Deskripsi
10 Berbahaya tanpa peringatan Kegagalan sistem yang menghasilkan efek
sangat berbahaya
9 Berbahaya degan peringatan Kegagalan sistem yang menghasilkan efek
berbahaya
8 Sangat tinggi Sistem tidak beroperasi
7 Tinggi Sistem beroperasi tetapi tidak dapat
dijalankan secara penuh
6 Sedang Sistem beroperasi dan aman tetapi
mengalami penurunan performa sehingga
mempengaruhi output
5 Rendah Mengalami penurunan kinerja secara
bertahap
16
4 Sangat rendah Efek yang kecil pada performa sistem
3 Kecil Sedikit berpengaruh pada konerja sistem
2 Sangat kecil Efek yang diabaikan pada kinerja sistem
1 Tidak ada efek Tidak ada efek
(Sumber:Wahyu Nugraha)
2. Occurrence
Occurrence adalah tingkat sering terjadinya kegagalan atau kerusakan.
Occurrence berkaitan dengan estimasi jumlah kerusakan kumulatif yang
muncul di sebabkan oleh suatu penyebab tertentu pada mesin. Antara 1
sampai 10 adalah nilai rating occurrence. Jika kerusakan yang terjadi sangat
sering terjadi atau memiliki nilai kumulatif yang tinggi maka akan di
berikan nilai 10.tingkatan frekuensi kerusakan atau kegagalan (occurrence)
dapat dilihat di tabel 2.2.
Tabel 2.2 Occurrence
Rangking Occurrence Deskripsi
10 Sangat tinggi Sering gagal
9
8 Tinggi Kegagalan yang berulang
7
6 Sedang Jarang terjadi kegagalan
5
4
3 Rendah Sangat kecil terjadi kegagalan
2
1 Tidak ada efek Hampir tidak ada kegagalan
(Sumber:Wahyu Nugraha)
3. Detection
Detection adalah kemampuan pengukuran terhadap mengontrol atau
mengendalikan kerusakan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat
di tabel 2.3 berikut ini:
17
Tabel 2.3. Tingkat Detection
Rating Detection Design Control
10 Tidak mampu terdeteksi
9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi
8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi
7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi
5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
1 Pasti terdeteksi (Sumber: Wahyunugraha, dkk (2013))
2.5.1.6. Logic Tree Analysis (LTA)
Logic tree analysis (LTA) bertujuan untuk memberikan prioritas pada
melakukan tinjauan dan kegagalan fungsi dan tiap mode kerusakan sehingga mode
status kerusakan tidak sama. Dengan memjawab pertanyaan-pertanyaan yang di
sediakan dalam LTA dapat mengetahui prioritas suatu mode kerusakan.
Pada kolom tabel LTA mengandung informasi mengenai nama kegagalan
fungsi, analisis kekritisan, nomer, dan keterangan tambahan yang di butuhkan.
Analisis kekritisan menaruh setiap kegagalan atau kerusakan kedalam salah satu
dari empat kategori. Empat hal pentin dalam analisis kerusakan adalah sebagai
berikut:
a. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal sudah terjadi
kegagalan sistem ?
b. Safety, yaitu apakah mode kegagalan atau kerusakan ini menyebabkan masalah
dalam keselamatan ?
c. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan sebagian atau seluruh
mesin berhenti ?
d. Category, yaitu mengkategorikan kerusakan setelah menjawab pertanyan yang
telah diajukan. Pada komponen ini terbagi menjadi empat kategori:
1) Kategori A (Safety Problem)
2) Kategori B (Outage problem)
3) Kategori C (Economic problem)
4) Kategori D (Hidden failure)
18
Pada Gambar 2.7. dapat dilihat struktur pertanyaan dari LTA (Logic Tree Analysis).
Jenis Kegiatan
(1) Evident
Pada kondisi normal, apakah operator
mengetahui sesuatu
sudah terjadi?
(2)
Y A TIDA K
D
Safety
A pakah mode kegagalan
menyebabkan Hidden Failure
masalah
keselamatan?
Y A
TIDA K
Kembali ke logic tree A (3)
Outage untuk memastikan
termasuk kategori A pakah mode A < B< C
kegagalan
Safety Problem mengakibatkan
seluruh/sebagian
sistem berhenti?
Y A
TIDA K
B
C
Outage Problem
Kecil kemungkinan
economic problem
Gambar 2.7 Struktur Logic Tree Analysis
(Sumber: Smith and Hinchliff (2004), RCM-Gateway To World Class Maintenance)
2.5.1.7. Pemilihan Tindakan
Tahap terakhir dalam proses RCM adalah pemilihan tindakan. Proses ini
akan menentukan tindakan yang sesuai dengan mode kerusakan yang terjadi. Tugas
yang di pilih preventive maintenance harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Apabila pencegahan tidak dapat mengurangi kerusakan majemuk sampai
batas yang ditentukan, maka harus dilakukan tugas untuk menemukan
kegagalan secara berkala. Apabila tugas menemukan kegagalan secara
berkala tidak menemukan apa-apa, maka selanjutnya keputusan standart
yang wajib diambil adalah mendesain ulang sistem tersebut ( tergantuk
dampak konsekuensi dari kegagalan yang terjadi).
b. Jika tindakaan pencegahan dilakukan, namun biaya proses total masih lebih
besar dari pada tidak dilakukan, yang dapat mengakibatkan terjadinya
konsekuensi operasional, maka keputusan awalanya adalah tidak perlu
melakukan maintenance terjadwal (jika hal ini sudah dilakukan namun
konsekuensi oprasionalnya masih besar maka suadah saatnya untuk
mengatur ulang desain sistem).
19
c. Apabila dilakukan tindakan pencegahan, namun biaya proses total masih
lebih besar dari pada jika tidak melakukan tindakan pencegahan, maka
keputusan awalnya adalah tidak perlu maintenance terjadwal, akan tetapi
bila biaya perbaikannya terlalu tinggi m, maka sekali lagi dilakukan
mendesain ulang terhadap sistem.
ya
Gambar 2.8 Road Map Pemilihan Tindakan
(Sumber: Smith and Hinchiliff,2004,hal 114)
Apakah umur kehandalan untuk kerusakan ini diketahui ?
Apakah T.D task dapat digunakan
ya
Tentukan T.D task
Apakah C.D task dapat digunakan
Tidak
Tentukan C.D task
ya
Apakah mode kegagalan termasuk kategori D?
Tidak
Tidak
Apakah F.F task dapat digunakan
ya
Tentukan F.F task
ya
Apakah di antar task ini efektif?
Tidak
Dapatkah sebuah desain modifikasi
mengeliminasi mode kegagalan dan effeknya?
Tidak
Desain modifikasi
tidak
Menerima resiko kegagalan
Tentukan
T.D/C,D/F,F task
ya
ya
1
2
3
4
5
7
6
20
Pada gambar 2.8. dapat dilihat road map pemilihan pendekatan Reliability Centered
Maintenance (RCM). Terdapat tiga jenis tindakan perawatan yaitu:
1. Condition Directed (C.D), tindakan yang dapat diambl untuk mendeteksi
kerusakan dengan cara memeriksa alat, Visual inspection, serta
memonitoring sejumlah data-data yang ada. Jika ada di temukan gejala-gejala
kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan penggantian atau perbaikan
komponen.
2. Time directed (T.D), tindakan yang bertujuan lansung terhadap sumber
kerusakan di dasari dengan umur atau waktu komponen.
3. Finding Failure (F.F), tindakan yang bertujuan untuk menemukan kerusakan
tersembunyi dengan cara pemeriksaan berkala.
2.6 Keandalan (Reliability)
Realibility di definisakan sebagai probalitas berjalannya suatu sistem tanpa
mengalami adanya kerusakan pada waktu yang di tentukan dan kondisi tertentu.
Perawatan peralatan dan komponen tidak dapat lepas dari keandalan (reability).
Selain itu keandalan adalah salah satu tolak ukur keberhasialan sistem
pemeliharaan, keandalan juga merupakan untuk menentukan jadwal pemeliharaan
sendiri.
Menurut E.ebeling (2003) dapat didefinisikan sebagai probalitas suatu sistem
berjalan dengan baik tanda adanya kegagalan atau kerusakan pada waktu tertentu
dan kodisi tertentu. Menurut Birolini (2003) reability didefinisikan sebagai
karakteristik probalistas suatu sistem dapat berjalan dan beroperasi sesuai fungsinya
dalam kondisi tertentu dan waktu yang ditentukan. Secara umum reability dapat di
artikan suatu komponen atau sistem dapat b erjalan dengan baik tanpa terjadi
kerusakan atau kegagalan dalam kondisi tertentu dan waktu yang telah
ditentukan.tujuan utama dari keandalan adalah memberikan informasi dalam
pengambilan ketutusan dan untuk memprediksi kapan suatu komponen atau sistem
mengalami kegagalan atau kerusakan, sehingga dapat menentukan kapan harus
dilakukan pergantian, perawatan, dan penyediaan komponen.
21
Terdapat empat konsep di dalam teori reability yang di gunakan dalam
mengukur tingkat keandalan (reability) suatu sistem atau produk menurut E,ebeling
(1973), yaitu:
1. Fungsi Kepadatan Probalitas
Fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi secara continious atau
terus-menerus serta bersifat probabilistik dalam selang waktu (0,∞).
Pengukuran kerusakan digunakan dengan mengunakan data variabel seperti
jarak, tinggi, jangka waktu. Yang dimana f(x) dinyatakan fungsi kepadatan
probabilitas.
2. Fungsi Distribusi Kumulatif
Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam percobaan acak, dimana
variabel acak tidak lebih dari x.
3. Fungsi Keandalan
Bila variabel acak dinyatakan sebagai suatu waktu kegagalan atau umur
komponen maka fungsi keandalan dinotasikan dengan R(t) memiliki range 0
< R(t) < 1, dimana:
R = 1 Sistem dapat melaksanakan dengan baik.
R = 0 sistem tidak dapat melaksanakan fungsi dengan baik
Maka rumus fungsi keandalan adalah:
R(t) = 1-P(T<t)
= ∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡0
−∞
= 1-F(t)
Fungsi keandalan R(t) untuk preventive maintenance dirumuskan sebagai
berikut:
R(t-nT) = 1-F(t-nT)
Dimana:
n : jumlah pergantian pencegahan yang telah dilakukan dalam kurun
wakt t
T : interval pergantian komponen
F(t) : Frekuensi distribusi kumulatif komponen
22
4. Fungsi Laju Kerusakan
Fungsi laju kerusakan atau kegagalan diartikan sebagai limit dari laju
kerusakan dengan panjang interval waktu mendekati nol. Maka fungsi laju
kerusakan adalah laju kerusakan sesaat.
2.7 Pola Distribusi Data dalam Keandalan (Reliability)
Pola distribusi data dalam keandalan (Reliability) yaitu:
1. Pola Distribusi Weibull
Distribusi ini biasanya di pergunakan untuk menggambarkan keandalan
komponen dan karakteristik kerusakan. Funsi distribusi weibull :
a. Fungsi Kepadatan Probalitas, beradasarkan rumus (ansori dan imron,
2013)
f(t) = = 𝛽
𝛼(
𝑡
𝑎)
𝛽−1
exp[(−𝑡
𝑎)
𝛽
]
𝑎𝛽 ≥ 0
b. Fungsi Distribusi Kumulatif, berdasarkan rumus (jardine, 1973)
F(t) = 1 –exp [(−𝑡
𝑎)
𝛽
]
c. Fungsi keandalan, berdasarkan rumus (jardine, 1973)
R(t) = exp [(−𝑡
𝑎)
𝛽
]
d. Fungsi Laju Kerusakan, berdasarkan rumus (ansori dan imron, 2013)
r(t) = =𝑓(𝑡)
𝑅(𝑡)=
𝛽
𝑎(
𝑡
𝑎)𝛽−1
Parameter β disebet dengan parameter bentuk atau kemiripan weibull
(weibull slope), parameter α biasa disebut dengan parameter karakteristik
atau karakteristik hidup.bentuk fungsi distribusi weibull tergantung bentuk
parameter (β), yaitu:
β < 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-exponential
dengan laju kerusakan yang cenderung menurun.
β = 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi eksponensial dengan
laju kerusakan yang cenderung konstan.
23
β > 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal dengan laju
kerusakan yang cenderung meningkat.
2. Pola Distribusi Normal
Pola distribusi normal (gausian) merupakan distribusi probalitas yang
munkin paling penting dalam aplikasi atau teori statistik. Fungsi distribusi
normal menurut jardine (1973).
a. Fungsi Kepadatan Probalitas.
f(t) = 1
𝜎√2𝜋exp (
(𝑡−𝜇)2
2𝜎2) ; − ∞ < 𝑡 < ∞
b. Fungsi Distribusi Kumulatif
F(t) = 1
𝜎√2𝜋∫ 𝑒𝑥𝑝
𝑡+1
𝑡 (−
(𝑡−𝜇)2
2𝜎2 )𝑑𝑡
c. Fungsi Keandalan
F(t) = 1
𝜎√2𝜋∫ 𝑒𝑥𝑝
∞
𝑡 (−
(𝑡−𝜇)2
2𝜎2 )𝑑𝑡
d. Fungsi Laju Kerusakan
r(t) = 𝑓(𝑡)
𝑅(𝑡)=
exp [−(𝑡−𝜇)2/2𝜎2
∫ exp[ − (𝑡−𝜇)2/2𝜎2 ∞
𝑡
𝑑𝑡
a. Pola Distribusi Lognormal
Merupakan distribusi yang bermanfaat untuk menggambarkan distribusi
kerusakan untuk situasi bervariasi. Fungsi distribusi lognormal adalah :
a. Fungsi Kepadatan Probalitas, berdasarkan rumus (ansori dan imron,
2013)
f(t) = 1
𝑡𝜎√2𝜋exp (−
(𝐼𝑛(𝑡)−𝜇)2
2𝜎2 ) ; − ∞ < 𝑡 < ∞
b. Fungsi Distribusi Kumulatif, berdasarkan rumus (jardine, 1973)
F(t) = 1
𝜎√2𝜋∫ exp (−
(𝐼𝑛(𝑡)−𝜇)2
2𝜎2 ) 𝑑𝑡𝑡+1
𝑡
c. Fungsi Keandalan, berdasarkan rumus (jardine, 1973)
F(t) = F(t) = 1
𝜎√2𝜋∫ exp (−
(𝐼𝑛(𝑡)−𝜇)2
2𝜎2) 𝑑𝑡
∞
𝑡
d. Fungsi Laju Kerusakan, berdasarkan rumus (Ansori dan Imron, 2013)
r(t) = 𝑓(𝑡)
𝑅(𝑡)
Konsep reability distribusi lognormal bergantung pada nilai µ (rata-rata) dan
σ (standar deviasi).
24
b. Pola Distribusi Ekponensial
Distribusi eksponensial biasa digunakan dalam berbagai macam bidang,
terutama dalam teori-teori keandalan. Hal ini dikarenakan umunya data
kerusakan mempunyai sifat atau perilaku yang dapat di cerminkan oleh
distribusi eksponensial. Distribusi eksponensial bergantung dengan nilai 𝜆,
yaitu laju kerusakan atau kegagalan (konstan). Fungsi ditribusi eksponensial
berdasarkan rumus (ansori dan imron, 2013).
a. Fungsi Kepadatan Probalitas
f(t) = 𝜆𝑒−𝜆𝑡
t > 0
b. Fungsi Distribusi Kumulatif
𝐹(𝑡) = 1 − 𝜆𝑒𝜆𝑡
c. Fungsi Keandalan
R(t) = 𝑒−𝜆𝑡
d. Fungsi Laju Kerusakan
r(t) = 𝜆
2.8 Optimal Interval Penggantian Komponen
Pada dasarnya downtime didefinisikan dengan waktu suatu sistem atau
komponen tidak dapat digunakan )tidak dalam kondisi baik), sehingga membuat
fungsi suatu komponen sistem tidak beroperasi. Berdasarkan kenyataan yang ada
pada dasarnya prinsip utama dari manajemen perawatan adalah untuk menekan
keruskan yang ada sampai pada tingkat minimum, maka keputusan dalam
menganti komponen sistem berdasarkan downtime minimum sangat penting.
Pemnahasan berikut akan difokuskan pada peroses pengambilan keputusan
pengantian sistem yang meminimumkan waktu downtime, sehingga tujuan utama
dari manajemen perawatan adalah untuk memperpendek waktu dan periode
kerusakan atau kegagalan sampai batas minimum dapat dicapai.penetuan tindakan
tindakan prefentive yang optimum dengan minimum downtime akan akan
dipaparkan berdasarkan interval waktu penggantian. Tujuan untuk menentukan
pergantian yang optimum berdasarkan dari interval waktu, akan tetapi diantara
pergantian prefentive dengan memakai mengunakan kriteria meminimumkan total
25
downtime per unit waktu. Rumus total minimum downtime berdasarkan ( Jardine,
1973).
D(t) = 𝐻(𝑡)𝑇𝑓+𝑇𝑝
𝑡𝑝+𝑇𝑝
H (t) : Banyaknya kerusakan aatu kegagalan dalam interval waktu (0,tp),
merupakan nilai harapan.
Tf : Waktu yang diperlukan dalam penggantian komponen karena
kerusakan.
Tp : Waktu yang dibutuhkan dalam penggantian komponenen karena
tindakan prefentive (komponen belum rusak).
Tp +Tp : Panjang satu siklus.
Total minimum downtime akan memeperoleh tindakan penggantian komponen
berdasarkan interval waktutapi yang optimum. Untuk komponen yang memiliki
distribusi kegagalan mengikuti distribusi peluang tertentu dengan fungsi peluan
f(t), maka nilai harapan (expected value)banyaknya kerusakan atau kegagalan
yang terjadi dalam interval waktu (0,tp) dapat dihitung mengunakan rumus
berdasarkan ( Kurniawan, 2013) :
H (tp) = ∑ [1 + 𝐻(𝑡𝑝 − 1 − 𝑖] ∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡𝑖+1
𝑖
𝑡𝑝𝑖=0
H(0) ditetapkan sama dengan nol, sehingga tp = 0, maka H (tp) = H (0).