Post on 25-Dec-2020
29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Kebijakan
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan telah dipahami sebagai bagian yang selalu ada dalam setiap
gejala maupun proses pemerintahanya. Kebijakan merupakan output atau hasil
dari proses penyelenggaraan pemerintahan yang diharapkan mampu mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada. Sebelum membahas lebih lanjut tentang
kebijakan.
“Menurut anderson (1994) dalam Hamdi, kebijakan sebagai rangka ian
tindakan bertujuan yang di ikuti oleh seseorang atau kelompok aktor
yang berkenan dengan masalah atau suatu hal yang menarik perhatian
“1
Dari pendapat Anderson diatas bisa diketahui bahwa kebijakan merupakan
tindakan yan dilakukan guna mencapai sebuah tujuan dalam menyelesaikan
permasalahan. Kemiskinan merupakan hal yang selalu menarik perhatian, melihat
dari masalah kemiskinan di Kabupaten Probolinggo maka munculah program
Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera Berbasis Pertanian yang merupakan
serangkaian tindakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai upaya penanggulangan
kemiskinan di Kabupaten Probolinggo.
“Kebijakan menurut W.I. Jenkins )1979) dalam Wahab adalah,
serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh
seseorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenan dengan tujuan
yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi.
1Hamdi, Muchlis. 2014. Kebijakan Publik : Proses, Analisis, dan Partisipsi. Bogor : Ghalia
Indonesia. Hal : 36.
30
Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-
batas kewenangan kekuasaan dari para aktoro tersebut..2
Sedangkan menurut William N. Dunn (1999) dalam Syafiie kebijakan publik
adalah:
“suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat
oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang
menyangkut tugas pemerintahan seperti pertahanan keamanan, kesehatan,
energi, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat.3”
Masalah kemiskinan merupakan hal yang sangat berkesinambungan dengan
kesejahteraan masyarkat. Untuk itulah diperlukan kebijakan yang tepat dalam
mengatasi masalah kemiskinan merupakan hal yang sangat berkesinambungan
dengan kesejahteraan masyarakat, untuk itulah diperlukan kebijakan yang tepat
dalam mengatasi masalah-masalah kemiskinan.
Dari pendapat para ahli diatas, bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa
kebijakan publik merupakan hasil atau output yang dihasilkan oleh pemerintah
guna mengatasi fenomena atau permasalahan yang terjadi di masyarakat. Karena
Pemerintah merupakan representasi masyarakat dalam mengatur kehidupan
bernegara, maka sudah sepatutnya pemerintah menyelesaikan permasalahan yang
ada di masyarakat guna menciptakan negara yang teratur, damai dan sejahtera.
Begitupun dengan program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera Berbasis
Pertanian yang mempunyai serangkaian strategi dalam menyelesaikan
permasalahan kemiskinan. Fenomena kemiskinan selalu menjadi permasalahan
daerah, nasional bahkan dunia yang membutuhkan penanganan yang tepat.
2Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan, Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model
Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal : 15. 3Syafiie, Inu Kencana. 2006. Sistem Administrasi Publik Republik Indonesia (SANKRI). Jakarta
: PT Bumi Aksara.
31
Penelitian ini berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan sehingga
konsep dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan program bedah
kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian salah satu upaya pengentasan
kemiskinan yang berbasis pertanian mampu untuk memberikan fasilitas kepada
masyarakat petani yang tidak memiliki lahan besar terutama akan diberikan
pelayanan oleh pemerintah daerah, sehingga petani yang tidak memiliki lahan bisa
memiliki penghasilan lebih dengan diberikannya pemerintah program tersebut,
konsep penelitian ini dimana upaya pengentasan kemiskinan dengan melalui
pertanian.
1.2 Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahap terpenting dalam alur kebijakan
publik. Dalam tahap ini kebijakan publik yang dihasilkan mulai diterapkan untuk
mengatasi permasalahan publik.
Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Winarno adalah:
“mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-
tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini
mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusankeputusan menjadi
tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam
rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan
kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan
oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan.4
Sehingga dari pendapat Van Meter dan Van Horn diatas dapat disimpulkan
bahwa keputusan-keputusan yang telah diambil oleh pemerintah akan diterapkan
atau diubah menjadi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aktor terkait guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4Opcit. hal : 149-150 dalam Winarno
32
Dalam kaitanya dengan upaya penanggulangan kemiskinan maka
implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu / pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah maupun swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan. Sedangkan tolak ukur dari implementasi kebijakan dalam hal ini
berkaitan dengan pemerintah daerah yang mana sebagai pelaksana program dan
juga bertujuan untuk membedah angka kemiskinan dengan melalui bedah
kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian, kemudian sasaran dari penelitian
ini yaitu masyarakat saja. Jadi yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini
pemerntah menurunkan program tersebut kepada masyarakat di daerah tertentu
yang sudah berdarsarkan data dari kementrian sosial, pemerintah daerah
menjalankan program dari pemerintah pusat terutama kementrian pertanian yang
tanpa ada berubahan apapun.
1.3 Model Implementasi George Edward III
Edward III (1980:1) menawarkan dan mempertimbang empat faktor dalam
implementasi kebijakan , yakni : komunikasi,struktur birokrasi, disposisi, dan
sumber daya.
Keempat faktor implementasi tersebut dipandang krusial oleh setiap
implementor dalam menjalankan kebijakan publik. Keempat faktor tersebut saling
berinteraksi satu sama lain, artinya tidak adanya satu faktor, maka tiga faktor
lainnya akan terpengaruh dan berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan
publik.
33
Gambar 2.1 : Faktor penentu keberhasilan implementasi menurut
Edward III
Sumber : Widodo, joko. 2010. Analisis kebijakan. Malang: Bayumedia. Hal: 96
a. Komunikasi
Menurut Edward III dalam Widodo (2010 :97), Komunikas diartikan
sebagai
“Proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”.
Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III perlu
disampaikan kepada pelaku Kebijakan agar pelaku kebijakan dapat
mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk
menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan
dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan5.
Jadi implementasi kebijakan menurut Edward III dalam menjalankan
kebijakan, para pembuat kebijakan berkomunikasi dengan seluruh aktor atau
pelaksana kebijakan seperti anggota TKPK (Tim Koordinasi pengentasan
kemiskinan), kemudian tim koordinasi program, serta stakeholder lainnya dan
masyarakat. Dalam penelitian ini terutama masyarakat miskin yang menjadi
sasaran program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera Berbasis Pertanian,
5 Widodo. Teori dan Proses Kebijakan Publik, 2002. Hlm 102
34
dengan demikian semua aktor pelaksana program dapat mengetahui serta
memahami tentang arah dan tujuan kebijakan tersebut.
b. Sumber daya
Edward III dalam Widodo (2010:98) mengemukakan bahwa
“Faktor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam implementasi
kebijakan.Sumberdaya tersebut bisa meliputi sumberdaya manusia yaitu
staf yang bekerja sesuai keahlian pada bidangnya, sumberdaya anggaran
sebagai penunjang dalam implementasi program. Karena tanpa anggaran
implementasi program tidak akan terwujud dengan sempurna, dan
sumberdaya kewenangan dimana pelaku kebijakan harus diberi wewenang
dalam membuat keputusan dalam melaksanakan kebijakan atau program6.
Sumberdaya manusia dalam implementasi program Bedah kemiskinan
Rakyat Sejahtera Berbasis Pertanian ini adalah Tim koordinasi program Bedah
kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian terutama Bidang hortikultura yang
memegang program tersebut yang sebagai Leading Sector, program ini
merupakan salah satu turunan dari Kementrian pertanian yang meluncurkan
program baru pengentasan kemiskinan dengan berbasis pertanian. Sumberdaya
kewenangan ditujukan melalui tugas dan juga fungsi tim koordinator program
untuk menjalankan tupoksi dan kemampuannya tersebut.
c. Disposisi
Pengertian disposisi menurut Edwaed III dalam widodo (2010:104)
dikatakan sebagai:
“Kemauan, keinginan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk
melaksanakan kebijakan tersebut secara sungguh-sungguh sehingga apa
yang terjadi menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”7.
6 Ibid, hlm 98 7 Ibid, hlm 104
35
Dari pemaparan tersebut bisa diketahui bahwa para pelaksana program
harus berperilaku baik dan penuh rasa tanggungjawab dengan keinginan dan
kesukarelaan dalam menjalankan kebijakan tersebut. Apabila sikap-sikap baik
tersebut ada dalam diri pelaksana kebijakan, maka tujuan dan kebijakan akan
terlaksna dengan baik pula sesuai dengan yang diinginkan para pembuat
keputusan.
Untuk itu dalam mengatasi masalah kemiskinan melalui program bedah
kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian maka pelaksana kebijakan seperti
bidang hortikultura harus mempunyai perilaku yang bertanggungjawab dalam
melaksanakan tugas dan mengerjakan dengan sungguh-sungguh setiap kewajiban
yang ada.
b. Struktur Birokrasi
Implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena
ketidakefisienan struktur birokrasi. Struktur birokrasi ini menurut Edward III
dalam Widodo (2005:149-160) bahwa:
“mencakup aspek-aspek seperti struktur birokrasi yang artinya dalam
implementasi program membutuhkan struktur yang tepat, pembagian
kewenangan dimana dalam birokrasi mempunyai kepentingan yang
berbeda-beda dalam setiap hierarkinya, serta hubungan antara unit-unit
oganisasi dan sebagainya dalam menjalankan sebuah program8.
Dalam konteks pelaksanaan program bedah kemiskinan rakyat sejahtera
berbasis pertanian bidang hortikultura sebagai pelaksana program dan tim
koordinator program memiliki kewajiban untuk menjalankan peran dan tugas
dalam menjalankan implementasi program.
8 Ibid, hlm 149-160
36
1.4 Pengentasan Kemiskinan
a. Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan pada pemenuhan
kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum,
hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga
berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Dalam mengatasi
masalah kemiskinan seharusnya masyarakat mendapatkan kehormatan yang layak
sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagaian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lain
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainya lagi memahaminya dari
sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah negara berkembang biasanya digunakan
untuk merujuk kepada negara-negara yang miskin.
Pemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berlalunya
waktu, tetapi pada dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar9. Kemiskinan menunjukkan situasi serba kekurangan yang terjadi
bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak bisa dihindari
dengan kekuatan yang dimilikinya10.
Menurut Sar A. Levitan mengatakan “kemiskinan adalah kekurangan
barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk
mencapai suatu standar hidup yang layak. Sedangkan menurut Badan
Pusat Statistik dan Departemen Sosial kemiskinan adalah
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimum
untuk hidup layak”11
9Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris Dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan.Terjemah: Matheos Nalle Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 10Soegijoko, Budi Tjahjati S. Dan BS Kusbiantoro (Ed). 1997. Bunga Rampai Perencanaan
Pembangunan Di Indonesia. Bandung: Yayasan Soegijanto Soegijoko 11Menurut Sar A. Levitan (Ala, Andre Bayo. 1981). Kemiskinan dan Strategi Memerangi
Kemiskinan. Yogyakarta: Penerbit Liberty
37
Kemiskinan terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang, baik laki-laki
dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Perpres Nomor 7 Tahun 2005
tentang RPJMN). Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang
mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan
anggota masyarakat lainnya. Ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi
basis kekuatan sosial yang meliputi: aset, sumber-sumber keuangan, organisasi
dan jaringan sosial, pengetahuan dan informasi untuk memperoleh pekerjaan
menjadikan seseorang menjadi miskin12.
Definisi kemiskinan dapat ditinjau dari tinjauan ekonomi, sosial dan
politik. Secara ekonomi kemiskinan adalah kekurangan sumber daya yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Secara sosial kemiskinan diartikan
kekurangan jaringan sosial dan struktur untuk mendapatkan kesempatan
meningkatkan produktivitas. Sedangkan secara politik kemiskinan diartikan
kekurangan akses terhadap kekuasaan13
Dari aspek ekonomi, kemiskinan merupakan kesenjangan antara
lemahnya daya pembelian (positif) dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan
dasar (normatif). Dari aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi
12Ridlo, Mohammad Agung. 2001. Kemiskinan di Perkotaan. Semarang: Penerbit Unissula
Press 13 Efendi, Tadjuddin Noer.1993.Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan
Kemiskinan.Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Hlm: 201-204
38
perkembangan masyarakat yang rendah. Sedangkan dari aspek politik, kemiskinan
berhubungan dengan rendahnya kemandirian masyarakat14.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional memberikan definisi
kemiskinan dengan basis keluarga. Keluarga yang termasuk kategori miskin
adalah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I alasan ekonomi. Keluarga
Pra Sejahtera, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara
minimal, seperti kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan
kesehatan. Sedangkan Keluarga Sejahtera I, yaitu keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasar secara minimal tetapi belum memenuhi seluruh
kebutuhan sosio psikologinya seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam
keluarga dan lingkungan dan transportasi.
Menurut Rusli dkk bahwasanya:
“Harus dibedakan antara kemiskinan, ketidakmerataan, keterisolasian
dan keterbelakangan. Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana orang
atau sekelompok orang tidak dapat memenuhi standar kebutuhan
minimum tertentu. Ketidakmerataan lebih menekankan pada standar
hidup relatif diantara anggota masyarakat. Keterisolasian menyangkut
ketidakmampuan sekelompok orang untuk berhubungan secara teratur
dan mudah dengan masyarakat lainnya, sedangkan keterbelakangan
menyangkut kurangnya kesadaran dan pengetahuan mengenai kebutuhan
serta kondisi kehidupan yang lebih baik15.
14Nugroho, Iwan dan Rokhmin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah-Perspektif Ekonomi, Sosial
dan Lingkungan. Jakarta: Pustaka LP3ES. Hlm: 165 15Rusli, Said (ed). 1995. Metodologi Identifikasi Golongan dan Daerah Miskin: Suatu Tinjauan
dan Alternatif. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Utama dan Institut Pertanian Bogor
39
b. Penyebab Kemiskinan.
Penyebab kemiskinan di Kabupaten Probolinggo dapat terjadi karena
kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural
(budaya). Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber
daya alam, manusia, dan sumber daya lain sehingga peluang produksi relatif kecil
dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Kemiskinan struktural dan sosial
disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan
kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan kemiskinan kultural (budaya)
disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga
menjebak seseorang dalam kemiskinan.
Menurut Nugroho dan Dahuri (2004), penyebab kemiskinan dapat terjadi
karena:
a.Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber
daya alam, manusia, dan sumberdaya lain sehingga peluang produksi
relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan.
b.Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang
belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan.
c.Sedangkan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau
kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang
dalam kemiskinan.16
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas menyebutkan
berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
kemiskinan kronis (chronic poverty) yang disebabkan: (1) sikap dan kebiasaan
hidup masyarakat yang tidak produktif; (2) keterbatasan sumber daya dan
keterisolasian; dan (3) rendahnya taraf pendidikan dan derajat kesehatan,
terbatasnya lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat, dan kemiskinan
16Menurut Nugroho, Iwan dan Rokhmin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah- Perspektif
Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: Pustaka LP3ES
40
sementara (transient poverty) yang disebabkan (1) perubahan siklus ekonomi dari
kondisi normal menjadi krisis ekonomi; (2) perubahan yang bersifat musiman
seperti kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan; dan (3) bencana
alam atau dampak dari suatu kebijakan.
Sedangkan menurut Sharp et. al. Adalah:
“dalam mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi
ekonomi. Pertama, ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua, perbedaan dalam
kualitas sumber daya manusia yang berkaitan dengan produktivitas dan upah
yang rendah”17.
Batas Kemiskinan juga dijabarkan oleh pakar lainnya bahwa:
Dalam konteks pembangunan yang berpusat pada manusia, aspek relativitas
ini penting karena menunjukkan pola hubungan struktural antara wilayah atau
komunitas. Sebagaimana diketahui, pembangunan yang berpusat pada manusia
mendasarkan dari pada teori penanggulangan kemiskinan struktural (bukan
kemiskinan absolut) Kalaupun menggunakan suatu garis penanda kemiskinan atau
ketertinggalan wilayah, argumennya tetap diarahkan pada pengurangan
kesenjangan antar manusia, kelompok, komunitas dan wilayah. Dengan demikian
dimungkinkan suatu proses pemberdayaan, berupa penanggulangan resiko
komunitas dengan cara menambah tenaga/kapasitas bagi lapisan tertinggal untuk
menembus struktur menuju lapisan yang lebih maju18.
Ada banyak penjelasan mengenai penyebab Kemiskinan di dalam
mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama,
17Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi Daerah - Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang.
Jakarta : Penerbit Erlangga
18Sajogyo. 1996. Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia. Gramedia
Widiasarana Indonesia: Jakarta
41
secara mikro: kemiskinan muncul akibat dari adanya perbedaan pola pemilikan
sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang tidak seimbang.
Kedua, timbulnya kemiskinan akibat dari adanya perbedaan. Kualitas Sumber
Daya Manusia. Perbedaan SDM tersebut antara lain dari Sisi Pendidikan yang
rendah, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.
Dan yang Ketiga, munculnya kemiskinan akibat dari perbedaan akses dalam
modal19.
c. Jenis Kemiskinan.
Pembagian jenis kemiskinan dapat dibagi berdasarkan pola waktu.
Menurut Ginandjar Kartasasmita pola waktu tersebut kemiskinan dapat dibagi
menjadi:
1. Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun
yang diantaranya merupakan daerah kritis sumber daya alam atau
terisolasi.
2. Cyclical poverty yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi
secara keseluruhan.
3. Seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti sering dijumpai
kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan.
4. Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena bencana alam atau dampak
dari suatu kebijakan.
Menurut Soegijoko dan kusbiantoro (1997) bahwa Berdasarkan jenisnya
kemiskinan dapat dibagi menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif:
19Kuncoro, Drajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Erlangga: Jakarta. Hlm:157
42
d. Kemiskinan absolut terjadi apabila tingkat pendapatan seseorang di bawah
garis kemiskinan absolut yang telah ditetapkan, sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimum yang antara lain terdiri dari
kebutuhan sandang, pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan.
e. Kemiskinan relatif merupakan perbandingan antara kelompok pendapatan
dalam masyarakat tersebut. Meskipun seseorang/ masyarakat telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak ( tidak miskin), tetapi masih
rendah kualitasnya dibandingkan masyarakat sekitarnya yang relatif lebih
kaya Kemiskinan absolut keberadaannya masih dapat dihilangkan (poverty
alleviation),
f. Kemiskinan relatif keberadaannya tidak dapat dihilangkan, tetapi hanya
dapat dikurangi intensitasnya (poverty reduction)Berdasarkan uraian
tersebut, kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial yang terus
menerus berkembang dan perlu diatasi oleh berbagai lapisan baik dari
Pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri20.
a. Paradigma Kemiskinan
Kemiskinan adalah masalah lintas zaman. Kenyataan ini kiranya menjadi latar
mengapa kemiskinan selalu menjadi masalah yang mendapatkan perhatian besar
dan mengundang perdebatan, hingga pada level paradigmatik. Perdebatan abadi
kapitalisme dan sosialisme telah menjadikan kemiskinan sebagai salah satu tema
sentral. Perdebatan intra paradigmatik pun menjadikan peta paradigmatik
kemiskinan menjadi semakin kompleks. Latar belakang ini memberikan indikasi
20Soegijoko, Budi Tjahjati S. Dan BS Kusbiantoro (Ed). 1997. Bunga Rampai Perencanaan
Pembangunan Di Indonesia. Bandung: Yayasan Soegijanto Soegijoko. Hlm 138
43
akan terbatasnya kemampuan setiap pemetaan dalam menjelaskan paradigma
kemiskinan secara komperehensif.
Gambaran sederhana tersebut menjelaskan adanya paradoks besar dalam
paradigma kemiskinan. Pasca krisis keynesian tahun 1980-an transformasi
paradigma kapitalistik mengalami lompatan ekstrim ke arah neoliberalisme.
Menurut Keynes tentang adanya kapitalisme diungkapkan seperti dibawah
ini:
“Kesadaran keynes akan adanya sesuatu yang salah dengan kapitalisme
justru hilang tanpa bekas hanya karena kegagalan negara dalam mengelola
perekonomian. Neoliberalisme semakin tidak memberikan tempat bagi
negara, bahkan untuk melakukan kebijakan demi keadilan sosial. Subsidi,
jaminan pelayanan publik dasar, dan jaminan sosial lainya dianggap
inefisiensi. Pendidikan, kesehatan, dan hak-hak dasar manusia justru
menjadi komoditas yang diperdagangkan”21.
Neoliberalisme memaksa negara miskin ikut dalam pasar bebas. Bukan
sebagai stakeholder yang kompetitif, namun hanya sebagai pemberi ruang
investasi asing dengan menghilangkan segala macam bentuk hambatan. Di lain
pihak, negara-negara kaya justru semakin “sosialis” dengan memperkuat
solidaritas dalam World Trade Organization, World Bank, dan International
monetary fund. Sumber daya dunia terdistribusi relatif merata di antara segelintir
negara kaya dan korporasi internasional.
Rakyat indonesia adalah korban paradigma kapitalisme bagi si miskin.
Orde baru merupakan peletak dasar kapitalisme di indonesia. Lebih 3 dekade
kekuasaanya adalah waktu yang cukup bagi transformasi sempurna kapitalisme ke
dalam bentuk yang ekstrim. Ini menjadi sebab mengapa rezim Habibie, Gusdur,
21Bahagijo, Sugeng, Tribowo, Darmawan. 2005. Negara Kesejahteraan, Telaah Atas Dinamika
Peran Negara Dalam Produksi Dan Alokasi Kesejahteraan Sosial. LP3ES, Jakarta. Hlm 43
44
Megawati, dan SBY-JK tidak memiliki kemampuan, selain juga tidak memiliki
etik untuk mrlawan arus utama dalam menganalisis masalah kemiskinan.
Terciptalah hegemoni/dominasi paradigmatik kapitalisme dalam
memandang kemiskinan. Pada level nasional, bertambahnya kemiskinan
dipandang hanya sebagai akibat rendahnya pertumbuhan ekonomi. Sehingga
pilihan kebijakan yang dianggap logis adalah menstimulasi aktivitas sektor-sektor
formal, terutama konglomerasi. Bukan stimulasi sektor pertanian, industri rumah
tangga, dan sektor informal lainya. Pada level mikro (individual/rumah tangga),
kemiskinan adalah akibat dari rendahnya need for achievement, tidak kompetitif,
bodoh dan penyakitan, tidak mengherankan bila kemudian seseorang menteri
menyalahkan orang tua yang tidak mengerti arti penting gizi ketika terjadi busung
lapar di Nusa tenggara
Periode 1970-an dari rezim Oerde Baru menjadikan kekuasaan negara
sebagai determin kuatnya kapitalisme dalam pembangunan. Pada periode 1980-
an, lembaga donor internasional mulai berperan signifikan di samping kekuasaan
negara22. Pasca krisis 1998, indonesia sebagai negara praktis marjinal di bawah
structural adjustment versi IMF. Kemiskinan benar-benar semakin dipahami
sebagai konsekuensi logis pembangunan ekonomi yang memerlukan hutang luar
negeri. Pencabutan subsidi dan pengurangan drastis pengeluaran negara untuk
menyediakan pelayanan publik dasar dijadikan cara tepat berefesiensi, sekaligus
mengalokasikan selisih anggaran untuk pembayaran hutang. Reformasi 1998 juga
22Nitiasastro, MC, 2010, Pengalaman Indonesia: Kumpulan Tulisan Dan Uraian Widjojo
Nitiasastro, Gramedia. Jakarta. Hlm 14
45
menjadi momentum berkembangnya epistemis liberal baru di luar negara dalam
bentuk pusat-pusat studi di Universitas maupun non Universitas.
Indonesia bukan berarti tidak memiliki paradigma alternatif dalam
memandang kemiskinan. Rezim Orde Baru, dengan kekuasaan negara otoritarium
memarjinalkan wacana alternatif dari masyarakat sipil yang ada dikamous
maupun di Non Government Organization. Ekonomi Pancasila versi Mubyarto,
Ekonomi Kerakyatan versi Sarbini, dan Kritik Ekonomi strukturalis hanya
menjadi sekedar pengayaan wacana negara. Gerakan-gerakan sosialistik NGO
diawasi dan dibatasi, hingga di stampel sebagai gerakan komunisme. Marjinalnya
wacana alternatif ini diperlihatkan oleh prioritas kebijakan menanggulangi
kemiskinan yang tidak pernah bergeser dari mengingkatkan pertumbuhan
ekonomi. Bukan revitalisasi pertanian, dukungan kredit signifikan pada usaha
kecil menengah. Atau pemberdayaan sektor informal23.
Kedepanya, wacana govermance yang menekankan proses kebijakan
kolaboratif antara negara, swasta dan masyarakat sipil tetap berpotensi
memarjinalisasi wacana-wacana alternatif tentang kemiskinan dari masyarakat
sipil. Relasi antara ketiga stakeholder dalam governance tidak dapat diasumsikan
setara. Masyarakat sipil tetap menjadi stakeholder terlemah karena harus
berhadapan dengan negara dan swasta yang menguasai sumber daya politik dan
ekonomi:
“Kemiskinan adalah masalah kemanusiaan. Perbedaan paradigma akan
memunculkan kebijakan yang juga berbeda. Di tengah perdebatan tersebut,
setiap kebijakan harus berpihak pada si miskin. Meskipun harus
bertentangan dengan logika-logika ekonomi”.
23Ibid Hlm 19
46
Namun ada kritikan menarik, paradigma kemiskinan terdahulu menyimpan
banyak kelemahan, karena itu perlu paradigma baru. Dahulu kemiskinan dilihat
sebagai kemiskinan individu, juga kurang memperhatikan kemiskinan struktural.
Akibatnya, aspek pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhi
belum tersentuh secara memadai. Sistem pengukuran dan indikator yang
digunakannya terfokus pada “kondisi” atau “keadaan” kemiskinan berdasarkan
faktor-faktor ekonomi dominan, orang miskin dipandang sebagai “orang yang
serba tidak memiliki”: tidak memiliki pendapat tinggi, tidak terdidik, tidak sehat,
dsb. Metodenya masih berpijak pada outcome indicators sehingga belum
menjangkau variabel-variabel yang menunjukan dinamika kemiskinan. Si miskin
dilihat hanya sebagai “korban pasif” dan objek penelitian. Bukan sebagai
“manusia” (human being) yang memiliki sesuatu yang dapat ia guanaka baik
dalam mengidentifikasi kondisi kehiduoanya mauoun usaha-usaha perbaikan yang
dilakukan mereka sendiri.
Kelemahan paradigma lama diatas menuntut perubahan pada fokus
pengkajian kemiskinan. Khususnya menyangkut kerangka konseptual dan
metodelogi pengukuran kemiskinan. Dalam kontek ini keberfungsian sosial dapat
dikembangkan sebagai paradigma baru dalam mengkaji kemiskinan.
Keberfungsian sosial mengacu pada cara yang dilakukan individu-individu atau
kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhanya.
Konsep ini pada intinya menunjuk pada kapabilitas individu, keluarga atau
masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkunganya. Baker,
Dubois dan Miley 1992 menyatakan bahwa:
47
“Keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat24. Konsepsi ini mengedepankan nilai
bahwa manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat
dikembangkan dalam proses pertolongan.
Bahwa manusia memiliki dan dapat menjangkau, memanfaatkan, dan
memobilisasi aset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya. Pendekatan
keberfungsian sosial dapat menggambarkan karakteristik dan dinamika
kemiskinan yang lebih realistis dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan
bagaimana keluarga miskin merespon dan megatasi permasalahan sosial ekonomi
yang terkait dengan situasi kemiskinanya.
b. Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Banyak cara yang ditempuh oleh pemerintah Kabupaten Probolinggo untuk
meyelesaikan angka kemiskinan di indonesia. Penanggulangan kemiskinan adalah
kebijakan dan program pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang dilakukan
secara sistematis, terencana dan bersinegri dengan dunia usaha dan masyarakat
untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat
kesejahteraan rakyat. Penanggulangan kemiskinan Kabupaten Probolinggo Tahun
2013–2018 dilaksanakan secara terpadu, komprehensif, bertahap,berkelanjutan
dan konsisten sesuai skala prioritas dengan mempertimbangkan kemampuan
sumber daya Pemerintah Daerah dan kebutuhan warga miskin25.
Ada dua pendekatan pekerjaan sosial yang saling terkait. Pendekatan
pertama melihat penyebab kemiskinan dan sumber sumber penyelesaianya dalam
24Stamboel,Kemal,2012, Panggilan Keberpihakan,Strategi Mengakhiri Kemiskinan Di Indonesia,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
48
kaitanya dnegan linkungan tempat individu miskin tinggal baik dalam konteks
keluarga, kelompok pertemanan, maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan
yang bersifat kelembagaan biasanya didasari atas pertimbangan ini. Pendekatan
kedua melihat si miskin dalam konteks situasinya, strategi pekerjaan sosial
berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self – determinism yang
melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan unik.
Program anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan dengan kejadian
kejadian dan masalah-masalah yang dihadapinya.
“Upaya lain untuk menanggulangi masalah kemiskinan adalah partisipasi
aktif seluruh masyarakat melalui sebuah gerakan yang passif. Gerakan ini
dilakukan untuk menghilangkan kesan bahwa upaya penanggulangan
kemiskinan “hanya” merupakan tanggung jawab pemerintah”.
Partisipasi aktif masyarakat juga menunjukkan bahwa mereka memiliki
empati yang dalam yang dibangun dari prinsip silih asih, silih asuh dan silih asah.
Kepedulian pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dapat dilihat melalui
program Bedah Kemiskinan Rakyat sejahtera Berbasis Pertanian yang merupakan
upaya penanggulangan kemiskinan yang pertama kali berbasis Pertanian di
Kabupaten Probolinggo. Dengan mengumpulkan para buruh tani yang tidak
memiliki lahan akan diberikan bantuan tersebut. Pelatihan yang diberkan bukan
hanya berwirausaha saja tetapi juga diberikan pelatihan berupa cara bagaimana
merawat tanamannya dengan baik sehingga waktu panen tidak terjadi gagal
panen.
program bedah kemiskinan rakyat sejahtera berbasis pertanian ini
merupakan peluncuran yang dilakukan oleh Kementrian Pertanian, salah satunya
49
yang dipilih berdasarkan BDT ( berbasis data terpadu) dari Kemensos yaitu
Kabupaten Probolinggo Meskipun mata pencahariannya warga kabupaten
probolinggo petani dan nelayan tetapi dipilih sebagai daerah penerima bantuan
karena kabupaten probolinngo ini masih dibilang belum sejahtera dan sudah
diambil dari data Kementrian sosial RTMP ( rumah tangga miskin petani).
Tanaman yang diberikan dari program bekerja harus dirawat sampai
berproduksi bentuk program tersebut program berkelanjutan yang mana akan bisa
memberikan dampak positif bagi masyarakat kabupaten probolinggo.Dalam
pelaksanaanya, bantuan yang dilaksanakan dengan memberikan bantuan berupa
ternak, tanaman, sayuran dan buah, tanaman perkebunan, dan sarana seperti
kandang, pakan ternak, dan pupuk. Penerima bantuan adalah rumah tangga miskin
petani (RTMP) berdasarkan data Kementrian Sosial. Bantuan diberikan untuk
memenuhi kebutuhan RTM dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Untuk
jangka pendek, RTM dapat memanen hasil sayuran, Untuk jangka menengah,
RTM dapat memanfaatkan hasil ternak, sedangkan hasil dari tanaman buah dapat
dimanfaatkan untuk jangka panjang.
1.5 Literature Review
Hasil penelusuran pustaka yang dilakukan, terdapat beberapa tulisan yang
sebelumnya pernah mengkaji mengenai pengentasan kemiskinan tersebut
mengulas mengenai bagaimana implementasi kebijakan tersebut berjalan dan
digunakan sebagai sarana kebijakan dijalankan. Ada beberapa penelitian yang
mengungkapkan tentang implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan
diantaranya sebagai berikut:
50
Pertama, Asna Aneta, “Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kota Gorontalo”, yang terbit pada tahun 2010.
Tulisan ini menjelaskan program penanggulangan kemiskinan di Kota Gorontalo,
mengetahui dan menganalisis tingkat responsivitas pemerintah Kota Gorontalo
dalam implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan. Kebijakan
P2KP digulirkan sebagai wujud konkrit kepedulian dan komitmen pemerintah
dalam rangka penanggulangan kemiskinan, khususnya di perkotaan. Untuk itu
hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk – bentuk implementasi
kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kota Gorontalo telah dilaksanakan
sesuai tahap kebijakan P2KP, responsivitas pemerintah Kota Gorontalo tingi
dalam implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan26.
Kedua, Slamet Agus Purwanto, ‘Implementasi Kebijakan Program keluarga
Harapan (PKH) Dalam Memutus Rantai kemiskinan (Kajian di Kecamatan
mojosari Kabupaten Mojokerto), yang terbit pada tahun 2013. Tulisan ini
menjelaskan Implementasi kebijakan melaui Program Keluarga Harapan, selama
ini persoalan kemiskinan yang terdapat di mojosari salah satu permasalahan yaitu
masih rendahnya sumberdaya manusia, yang mengakibatkan rendahnya daya
saing dalam merebut peluang kerja. Sehingga hal itu menjadi penyebab tingginya
angka pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah mojokerto merespons masalah
kemiskinan tersebut dengan mengulirkan program Keluarga Harapan yang
merupakan pengembangan sistem perlindungan sosial yang dapat meringankan
dan membantu rumah tangga sangat miskin dalam hal mendapatkan akses
26 Aneta Asna 2010,jurnal administrasi publik,volume 1 no 1 ‘Implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan perkotaan di kota gorontalo
51
pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar dengan harapan program ini akan dapat
mengurangi kemiskinan27.
Ketiga, Tahlim Sudaryanto, ‘Kebijakan Strategis Usaha Pertanian Dalam
Rangka Peningkatan Produksi dan Pengentasan Kemiskinan, yang diterbitkan
pada tahun 2006. Tulisan ini menjelaskan dalam konteks ini menciptakan lahan
pertanian abadi dan meningkatkan kesejahteraan petani atau pengentasan
kemiskinan merupakan tujuan ganda yang bersifat inklusif. Pencapaiannya akan
menghadapi berbagai tantangan, antara lain mencakup pengembangan aspek
penawaran sektor pertanian, pengembangan agribisnis padi dan diversifikasi
usaha tani di lahan sawah sehingga dalam penelitian ini akan bisa mengurangi
angka kemiskinan melalui sektor pertanian28.
Keempat, Yuni Catur Wulan, ‘Implementasi Kebijakakan Penanggulangan
kemiskinan Melalui program Pemberdayaan ekonomi Kelompok usaha bersama
(KUBE)’, yang diterbitkan pada tahun 2019. Tulisan ini menjelaskan Program
KUBE merupakan salah satu strategi kementrian sosial untuk memberdayakan
keluarga miskin guna meningkatkan pendapatan keluarga mereka melalui
kegiatan ekonomi produktif dan pembentukan lembaga keuangan mikro. Program
itu dilakukan dengan pemberian modal usaha, pelatihan usaha, peningkatan
ketrampilan, bimbingan motivasi usaha dan pendampingan29.
27 Purwanto Agus Slamet 2013 ‘Implementasi kebijakan program keluarga harapan dalam memutus rantai kemiskinan (kajian di kecamatan mojokerto kabupaten Mojokerto’ 28 Sudaryanto Tahlim 2006 ,jurnal litbang pertanian,’’Kebijakan strategis usaha pertanian dalam rangka peningkatan produksi dan pengentasan kemiskinan’’ 29 Wulan Catur Yuni 2019,jurnal respon publik,’’Implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui program pemberdayaan ekonomi kelompok usaha bersama’’
52
Kelima, Muhammad Sulhan, ‘Implementasi kebijakan program
Penanggulangan kemiskinan Melalui Kartu Penjamin sosial dan kartu Indonesia
Pintar Pada masyarakat’, yang di terbitkan pada tahun 2017. Pemerintah daerah
wilayah kota malang khususnya wilayah Kelurahan Kauman kecamatan Klojen,
beberapa informan yang sependapat ‘sangat membantu dari segi ekonomi untuk
anak/siswa dari keluarga kurang mampu sehingga anak mereka dapat melanjutkan
sekolah dengan pelayanan pendidikan yang dirasa tidak dibeda-bedakan dalam hal
siswa mampu menengah atas dan yang tadinya siswa putus sekolah bisa
melanjutkan sekolah kembali dengan bantuan KIP tersebut. Sehingga dalam
program ini sangat membantu bagi masyarakat atau siswa yang kurang mampu
untuk melanjutkan pendidikannya dengan adanya program ini sangat membantu30.
Diantara kelima riset di atas, penelitian ini berbeda dengan tulisan yang telah
disebutkan. Tulisan ini sedikit memiliki kesamaan hanya saja fokus yang berbeda
tetapi dalam cara penanggulangan kemiskinan sama sehingga dalam kelima riset
diatas bisa dijadikan informasi tambahan untuk penelitian yang penulis buat ini.
30 Sulhan Muhammad 2017,jurnal ilmu sosial dan ilmu politik,’’implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan melalui kartu pinjaman sosial dan kartu Indonesia pintar pada masyarakat’’