Post on 21-Nov-2020
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Telinga manusia terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah, dan dalam
(Gambar 2.1). Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara
dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, mengamplifikasi energi suara
dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik: koklea, yang
mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf
sehingga kita dapat mendengar, dan aparatus vestibularis, yang penting bagi
sensasi keseimbangan (Sherwood L, 2014).
(Sherwood L, 2014)
Gambar 2.1
Anatomi Telinga
2.1.1 Telinga luar
Telinga luar terdiri atas daun telinga, meatus auditorius eksternus/external
auditory canal (saluran telinga) dan membran timpani (tympanic membrane).
6
Daun telinga (pinna) adalah lipatan tulang rawan elastis berbentuk seperti
ujung terompet dan dilapisi oleh kulit. Bagian tepi pinggiran daun telinga
adalah heliks; bagian inferior adalah lobulus. Ligamen dan otot menempelkan
daun telinga ke kepala. Meatus auditorius eksternus (Gambar 2.2) merupakan
tabung melengkung dengan panjang sekitar 2,5cm (1inch) terletak di tulang
temporal dan mengarah ke membran timpani (Tortora J & Nielsen T, 2012).
Membran timpani terletak di ujung medial meatus auditorius eksternus
dan membentuk sebagian besar dinding lateral rongga timpani. Membran ini
berbentuk oval dan membentuk sudut sekitar 55° dengan lantai meatus
auditorius eksternus. Meatus auditorius eksternus memanjang dari aurikula
ke membran timpani dan panjangnya sekitar 2,4cm. Tulang penyusun dinding
meatus auditorius eksternus merupakan tulang rawan di 1/3 bagian lateral dan
tulang keras di 2/3 bagian medial (Valentine P & Wright T, 2018).
2.1.2 Telinga tengah
Telinga tengah adalah rongga kecil berisi udara di bagian petrosa dari
tulang temporal yang dilapisi oleh epitel. Telinga tengah dipisahkan dari
telinga luar oleh membran timpani dan dari telinga dalam oleh partisi
bertulang tipis yang berisi dua lubang kecil yang ditutupi membran yaitu
jendela oval dan jendela bundar (Gambar 2.2). Struktur selanjutnya adalah
tiga tulang pendegaran yang terletak di dalam telinga tengah disebut osikulus,
yang dihubungkan oleh sendi sinovial. Tulang pendengaran tersebut dinamai
sesuai bentuknya, yaitu malleus, incus, dan stapes yang biasa disebut martil,
landasan, dan sanggurdi (Tortora J & Nielsen T, 2012).
7
(Tortora J & Nielsen T, 2012)
Gambar 2.2
Anatomi Telinga 2
Membran timpani akan bergetar sebagai respons terhadap gelombang
suara, rangkaian osikulus tersebut akan ikut bergerak dengan frekuensi yang
sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari membran timpani ke jendela
oval. Tekanan yang terjadi di jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap
getaran akan menimbulkan gerakan mirip-gelombang di cairan telinga dalam
dengan frekuensi yang sama seperti gelombang suara asal (Sherwood L,
2014).
Osikulus (tulang – tulang pendengaran) juga disokong oleh ligamen dan
otot yang menempel pada struktur tersebut. Otot tensor timpani, yang disuplai
oleh cabang mandibular dari saraf trigeminalis (V), membatasi gerakan dan
meningkatkan ketegangan pada gendang telinga untuk mencegah kerusakan
pada telinga dalam dari suara keras. Otot stapedius, yang disuplai oleh saraf
8
fasialis (VII), adalah otot rangka terkecil di tubuh manusia. Otot tensor
timpani dan stapedius memerlukan waktu sepersekian detik untuk
berkontraksi, mereka dapat melindungi telinga bagian dalam dari suara keras
yang berkepanjangan, tetapi tidak dengan suara keras yang singkat seperti
suara tembakan (Tortora J & Nielsen T, 2012).
Dinding anterior telinga tengah berisi lubang yang mengarah langsung ke
tuba auditorik (pharyngotympanic), umumnya dikenal sebagai tuba
eustachius. Tuba eustachius adalah saluran dinamis yang menghubungkan
telinga tengah dengan nasofaring. Ukuran saluran ini pada orang dewasa
sekitar 36 mm yang biasanya dicapai pada usia 7 tahun. (Valentine P &
Wright T, 2018). Tuba eustachius dalam keadaan normal tertutup, tetapi
dapat membuka oleh gerakan menguap, mengunyah, dan menelan.
Pembukaan ini memungkinkan tekanan udara di telinga tengah menyamai
tekanan atmosfer sehingga tekanan di kedua sisi membran timpani setara
(Sherwood L, 2014).
2.1.3 Telinga dalam
Telinga bagian dalam terdiri dari dua divisi utama: labirin bertulang di
bagian luar yang membungkus labirin membranosa di bagian dalam. Labirin
bertulang dilapisi dengan periosteum dan mengandung perilimfe. Cairan
perilimfe yang secara kimia mirip dengan cairan serebrospinal mengelilingi
labirin membranosa. Labirin membranosa mengandung cairan endolimfe di
dalamnya. Tingkat ion kalium dalam endolimfe sangat tinggi untuk cairan
ekstraseluler, dan ion kalium berperan dalam pembentukan sinyal
9
pendengaran. Neuron sensorik membawa informasi sensorik dari reseptor,
dan neuron motorik membawa sinyal umpan balik ke reseptor. Badan sel
neuron sensorik terletak di ganglia vestibular (Tortora J & Nielsen T, 2012).
(Tortora J & Nielsen T, 2012)
Gambar 2.3
Anatomi Telinga 3
Koklea merupakan sebuah kanal spiral bertulang (Gambar 2.3) yang
menyerupai cangkang siput. Koklea dibagi menjadi tiga saluran: ductus
cochlearis, scala vestibuli, dan scala tympani. Ductus cochlearis (scala
media) merupakan kelanjutan dari labirin membranosa ke koklea yang berisi
endolimfe. Saluran yang berada di atas ductus cochlearis adalah scala
vestibuli yang berakhir di jendela oval, sedangkan yang berada di bawahnya
adalah scala tympani, yang berakhir di jendela bundar. Scala vestibuli dan
scala tympani adalah bagian dari labirin bertulang koklea, oleh karena itu
10
kamar-kamar ini dipenuhi dengan cairan perilimfe (Tortora J & Nielsen T,
2012).
Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris di seluruh
panjangnya, mengandung sel rambut auditorik sebanyak 15.000 di dalam
koklea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh panjang membran
basilaris, satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Setiap sel
rambut memiliki 100 stereocillia di bagian ujung apikal. Sel rambut bagian
dalam bersinergi dengan 90-95% dari neuron sensorik di saraf koklearis yang
menyampaikan informasi pendengaran ke otak, sedangkan sel rambut luar
secara aktif dan cepat berubah panjang sebagai respons terhadap perubahan
potensial membran, suatu perilaku yang dikenal sebagai elektromotilitas. Sel
rambut luar memendek pada depolarisasi dan memanjang pada
hiperpolarisasi. Perubahan panjang ini memperkuat atau menegaskan gerakan
membran basilaris (Sherwood L, 2014).
2.2 Fisiologi Pendengaran
Gelombang suara berganti-ganti daerah bertekanan tinggi dan rendah
bergerak dalam arah yang sama melalui beberapa media (seperti udara).
Gelombang suara berasal dari objek yang bergetar. Frekuensi getaran suara
adalah nada. Frekuensi getaran yang semakin tinggi akan menimbulkan bunyi
yang semakin tinggi juga. Intensitas suara yang semakin besar akan
menghasilkan suara yang semakin keras juga. Intensitas suara diukur dalam
satuan yang disebut desibel (dB). Peningkatan satu desibel mewakili
peningkatan sepuluh kali lipat dalam intensitas suara. Sebuah bunyi
11
memerlukan beberapa proses untuk dapat diubah dan dimengerti oleh manusia
yang mendengarnya. Peristiwa berikut ini terlibat dalam pendengaran:
a. Auricula mengarahkan gelombang suara ke meatus auditorius
eksternus.
b. Saat gelombang suara menghantam membran timpani, tekanan udara
tinggi dan rendah secara bergantian menyebabkan membran timpani
bergetar bolak-balik. Gendang telinga bergetar perlahan sebagai
respons terhadap suara frekuensi rendah (nada rendah) dan dengan
cepat sebagai respons terhadap suara frekuensi tinggi (nada tinggi).
c. Area tengah gendang telinga terhubung ke malleus, yang juga mulai
bergetar. Getaran ditransmisikan dari malleus ke incus dan kemudian
ke stapes.
d. Saat stapes bergerak maju dan mundur, itu mendorong membran
jendela oval masuk dan keluar. Jendela oval bergetar sekitar 20 kali
lebih keras daripada gendang telinga karena osikulus mentransmisikan
getaran kecil yang tersebar di area permukaan yang besar (gendang
telinga) menjadi getaran yang lebih besar dari permukaan yang lebih
kecil (jendela oval).
e. Pergerakan jendela oval mengatur gelombang tekanan fluida di cairan
perilimfe koklea. Ketika jendela oval menonjol ke dalam, itu
mendorong perilimfe dari scala vestibuli.
12
f. Gelombang tekanan ditransmisikan dari scala vestibuli ke scala
tympani dan akhirnya ke jendela bundar, menyebabkannya membesar
ke luar ke arah telinga tengah.
g. Gelombang tekanan juga mendorong membran vestibularis bolak-
balik, menciptakan gelombang tekanan di endolimfe di dalam saluran
koklea (Gambar 2.4).
(Tortora J & Nielsen T, 2012)
Gambar 2.4
Fisiologi Pendengaran
h. Gelombang tekanan dalam endolimfe menyebabkan membran basilaris
bergetar, yang menggerakkan sel-sel rambut organ spiral melawan
membran tektorial. Hal ini menyebabkan pembengkokan stereocilia sel
rambut yang menghasilkan potensial aksi reseptor hingga pada
akhirnya mengarah pada pembentukan impuls saraf. (Tortora J &
Nielsen T, 2012).
13
Stereosilia setiap sel rambut tersusun dalam barisan dengan tinggi yang
berjenjang berkisar dari rendah ke tinggi yang dihubungkan oleh tip links.
Stereosilia akan menekuk ke arah membran tertingginya ketika membran
basilaris bergerak ke atas dan meregangkan tip links, sehingga membuka kanal
kation yang dilekatinya. Kanal kation yang terbuka akan menyebabkan lebih
banyak K+ yang masuk ke sel rambut. Proses masuknya K+ tambahan ini
mendepolarisasi sel rambut. Depolarisasi membuka kanal Ca2+ di dasar sel
rambut yang memicu eksositosis vesikula sinaptik yang mengandung
neurotransmitter, yang mungkin glutamate (Sherwood L, 2014).
Pelepasan glutamate menghasilkan impuls saraf di neuron sensorik yang
menginervasi sel rambut dalam. Badan sel neuron sensorik terletak di ganglia
spiral. Impuls saraf mengalir bersama rangsangan akson neuron ini, yang
membentuk cabang koklearis dari saraf vestibulocochlear (VIII). Serabut saraf
dari ganglion spiral Corti masuk ke nuklei dorsal dan ventral yang terletak di
bagian atas medulla. Semua serat bersinaps di bagian medulla ini, dan impuls
akan melewati terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak untuk
berakhir di nucleus olivari superior dan beberapa impuls juga berpindah ke
nucleus olivari superior di sisi yang sama (Hall E, 2016).
Perbedaan waktu pada impuls saraf yang datang dari dua telinga di nucleus
olivari superior memungkinkan kita untuk menemukan sumber suara. Akson
dari nuclues olivari superior juga naik di traktus meniskus lateral dan berakhir
di colliculus inferior. Impuls saraf kemudian akan disampaikan ke nucleus
geniculate medial di thalamus dan akhirnya ke area pendengaran primer
14
korteks serebral di lobus temporal otak besar (area 41 dan 42) (Tortora J &
Nielsen T, 2012).
2.3 Kebisingan
2.3.1 Pengertian kebisingan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan pada Pasal 1
menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
2.3.2 Nilai ambang batas kebisingan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja menyatakan bahwa, nilai ambang batas (NAB)
kebisingan merupakan kadar/intensitas kebisingan rata – rata terhadap waktu
yang dapat diterima pekerja tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan dalam
pekerjaan sehari – harinya yaitu selama 8 jam sehari.
NAB kebisingan telah ditentukan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011
yaitu sebesar 85 decibel A (dBA). Kebisingan yang melewati nilai ambang
batas tersebut selanjutnya tercantum pada tabel NAB yang tercantum pada
peraturan tersebut, yaitu sebagai berikut:
2.3.3 Pengukuran, perhitungan dan evaluasi kebisingan
2.3.3.1 Metoda pengukuran
15
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP
48/MENLH/11/1996 menyebutkan bahwa terdapat dua cara untuk
mengukur tingkat kebisingan suatu tempat yaitu:
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat (Permennakertrans No. PER.13/MEN/X/2011)
a. Cara sederhana
Pengukuran dilakukan dengan sebuah sound level meter biasa diukur
tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap
pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.
b. Cara langsung
Pengukuran dilakukan dengan sebuah integrating sound level meter
yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5
, yaitu Leq
dengan waktu
Waktu pemaparan per hari Intensitas Kebisingan (dBA)
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94
30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 Detik 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
16
ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh)
menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM
) dengan
cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS)
pada selang waktu 06.00 – 22.00 dan aktifitas malam hari selama 8 jam
(LM
) pada selang 22.00 – 06.00. Setiap pengukuran harus dapat mewakili
selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu
pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu
pengukuran, sebagai contoh:
a. L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 – 09.00
b. L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.00
c. L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00
d. L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00 – 22.00
e. L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.00
f. L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00
g. L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00
Keterangan
Leq : Equivalent Continuous Noise Level atau Tingkat
Kebisingan Sinambung Setara ialah nilai tingkat kebisingan dari
kebisingan yang berubah – ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu,
yang setara dengan tingkat kebisingan dari kebisingan ajeg (steady)
pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah dB (A).
LTM5 : Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik
17
LS : Leq selama siang hari
LM : Leq selama malam hari
LSM : Leq selama siang dan malam hari
2.3.3.2 Metoda perhitungan
LS
dihitung sebagai berikut:
LS
= 10 log 1/16 {T1.100.1.L1
+ … + T4.100.1.L4
} dB (A)
LM
dihitung sebagai berikut:
LM
= 10 log 1/8 {T5.100.1.L5
+ … + T7.100.1.L7
} dB (A)
Untuk mengetahui apakah kebisingan sudah melampaui tingkat
kebisingan maka perlu dicari nilai LSM
dari pengukuran lapangan. LSM
dihitung dengan rumus :
LSM
= 10 log 1/24 {16.100.1.L
S + … + 8.10
0.1(L
M
+5)
} dB (A)
2.3.3.3 Metoda evaluasi
Nilai LSM
yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat
kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi + 3 dB (A)
2.4 Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dibagi menjadi tiga tipe dasar: konduktif,
sensorineural, dan campuran.
2.4.1 Tuli konduktif
Tuli konduktif terjadi saat bunyi gagal dikirim melalui saluran telinga luar
ke gendang telinga dan tulang-tulang kecil (ossicles) dari telinga tengah. Tuli
konduktif membuat bunyi menjadi lebih lembut dan kurang mudah didengar.
18
Jenis gangguan pendengaran ini seringkali dapat diperbaiki secara medis atau
pembedahan. Penyebab gangguan pendengaran konduktif antara lain:
a. Cairan di telinga tengah karena pilek atau alergi
b. Infeksi telinga (otitis media)
c. Fungsi tuba eustachius buruk
d. Lubang di gendang telinga
e. Terlalu banyak kotoran telinga (serumen)
f. Telinga perenang (otitis eksternal)
g. Benda asing di saluran telinga
h. Malformasi telinga luar, saluran telinga, atau telinga tengah (ASHA,
2015).
2.4.2 Tuli sensorineural
Tuli sensorineural terjadi ketika ada kerusakan pada telinga bagian dalam
(koklea) atau ke jalur saraf dari telinga bagian dalam ke otak. Sebagian besar
tuli jenis ini tidak mampu dikoreksi dengan intervensi tindakan bedah. Tuli
ini merupakan jenis gangguan pendengaran permanen yang paling umum.
Tuli sensorineural mengurangi kemampuan untuk mendengar suara yang
samar, bahkan ketika ucapan cukup keras untuk didengar, mungkin masih
belum jelas atau suaranya meredam. Penyebab tuli sensorineural antara lain:
a. Obat-obatan yang beracun bagi pendengaran
b. Gangguan pendengaran yang terjadi dalam keluarga (genetik atau
turun temurun)
c. Penuaan
19
d. Trauma kepala
e. Malformasi telinga bagian dalam
i. Paparan terhadap suara keras (ASHA, 2015).
2.4.3 Tuli campuran
Gangguan pendengaran yang mencakup gangguan pendengaran konduktif
dan sensorineural (CDC, 2019).
2.5 Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan
2.5.1 Definisi
Istilah gangguan pendengaran yang diinduksi oleh kebisingan (Noise-
Induced Hearing Loss) mengacu pada pengurangan ketajaman pendengaran
yang terkait dengan paparan kebisingan. Situasi ini mungkin bersifat
sementara dan digambarkan sebagai pergeseran ambang batas sementara
(TTS) meskipun definisi ketat mengenai durasi tidak tersedia dan mungkin
dari jam ke hari. Gangguan pendengaran mungkin permanen dan ini
digambarkan sebagai pergeseran ambang batas permanen (PTS). PTS dapat
terjadi setelah TTS berulang, atau mengikuti satu episode paparan kebisingan
(Baguley M & McCombe A, 2018).
2.5.2 Patofisiologi
Reactive Oxygen Species (ROS) yang merupakan radikal bebas dapat
menjadi agen penyebab, atau setidaknya kontributor utama, hingga
kehilangan pendengaran dan keseimbangan. ROS, termasuk radikal
superoksida dan hidroksil, dapat mengoksidasi target seluler seperti lipid,
protein dan DNA. Tindakan fisiologis dari radikal ini dan potensi
20
kerusakannya diimbangi oleh sistem antioksidan endogen yang membatasi
tingkat seluler ROS (Kennedy V & Rangan S, 2018).
(Sherwood L, 2014)
Gambar 2.5
Pemindaian Mikrograf
Jenis kerusakan pada strutur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung
pada intensitas, lama paparan dan frekuensi bising. Penelitian menggunakan
intensitas bunyi 120 dB dan kualitas bunyi nada murni sampai bising dengan
waktu paparan 1-4 jam menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan sel
rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh darah
dan serat aferen (Soepardi et al., 2017). Kematian sel rambut luar (outer hair
cell) digambarkan melalui pemindaian mikrograf elektron (Gambar 2.5) dari
telinga dalam babi percobaan setelah pajanan 24 jam terhadap kebisingan
120 desibel (Sherwood L, 2014).
Paparan kebisingan akan menyebabkan perubahan tingkat selular, yaitu
peningkatan respirasi aerobik dari mitokondria dan penggunaan oksigen
dalam jumlah lebih sehingga menghasilkan produk berupa superoksida dan
21
ROS lainnya (Ralli M, Greco A & Falasca V, 2017). Peningkatan respirasi
aerobik ini distimulasi oleh jumlah berlebihan ion kalsium yang masuk ke
dalam sitosol akibat impuls suara yang terus menerus menggerakkan sel
rambut dengan stereosilianya (Fujimoto C & Yamasoba T, 2019). Paparan ini
juga menyebabkan penurunan aliran darah koklea yang menyebabkan
keadaan hipoksia sel yang berujung pada kondisi iskemia sehingga terjadi
produksi ROS pada sel yang mengalami kondisi tersebut (Shin et al., 2019).
Akibat lain yang ditimbulkan adalah stimulasi reseptor post-sinaps yang
berlebihan oleh glutamate yang menyebabkan pembengkakan pada cell
bodies dan dendrit sel saraf (Le et al., 2017) bahkan terjadi peningkatan
produksi oksida nitrit yang merupakan salah satu jenis ROS (Zhang et al.,
2015).
(Ralli M, Greco A & Falasca V, 2017)
Gambar 2.6
Mekanisme Kematian Sel Rambut
Situasi buruk akan terjadi yaitu saat radikal bebas yang diproduksi
berlebihan, kemudian antioksidan endogen tidak cukup untuk melakukan
detoksifikasi hingga akhirnya sampai pada kondisi kadar ROS yang sangat
tinggi dalam tubuh atau “stres oksidatif” yang dapat menyebabkan jejas pada
22
sel melalui mekanisme peroksidasi lemak membran dan merusak rantai DNA.
Mekanisme ini akan mengaktifkan jalur apoptosis dan nekrosis sel, terutama
pada kasus ini adalah sel rambut pada koklea (Kumar V, Abbas K & Aster C,
2013). Mekanisme ini dijelaskan pada Gambar 2.6.
2.5.3 Faktor predisposisi
Faktor genetik dapat menyebabkan kerentanan terhadap gangguan
pendengaran yang diinduksi oleh kebisingan, dan bukti eksperimental yang
diperoleh dari penelitian dengan tikus telah melibatkan gen Ahl. Interaksi
klinis antara gangguan pendengaran yang diinduksi oleh kebisingan dan
gangguan pendengaran terkait usia telah dilaporkan dan didukung oleh data
lebih lanjut. Faktor-faktor lain yang ditunjukkan memiliki hubungan dengan
kerentanan terhadap gangguan pendengaran yang disebabkan kebisingan
pada manusia termasuk obat-obatan yang bersifat ototoksik, merokok dan
kondisi penyakit tertentu seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular
(Baguley M & McCombe A, 2018).
2.5.4 Gejala klinis
Gejala yang akan dialami pasien yaitu kurang pendengaran disertai
tinnitus (berdenging di telinga). Penderita sangat terganggu oleh kebisingan
latar belakang (background noise), sehingga bila penderita sedang
berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan
mengerti pembicaraan atau disebut juga cocktail party deafness. Paparan
bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi,
peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift) dan
23
peningkatan ambang dengar menetap (permanent threshold shift) (Soepardi
et al., 2017).
2.5.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan,
pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk
pendengaran seperti audiometri. Pemeriksaan audiologi yang dapat dilakukan
yaitu tes penala dengan didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke
telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek.
Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
frekuensi antara 3000 – 6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat
takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Pemeriksaan
audiologi khusus seperti SISI, ABLB, MLB, audiometri Bekesy, audiometri
tutur, hasilnya menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang
patognomonik untuk tuli sensorineural koklea (Soepardi et al., 2017).
Pemeriksaan timpanometri juga dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi
fungsi telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif bukan karena
paparan kebisingan dan bahkan dapat memberikan beberapa perlindungan
terhadap koklea dengan cara peredaman suara akibat gangguan dari proses
konduksi gelombang suara yang diderita (Baguley M & McCombe A, 2018).
2.5.6 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara mengatur tingkat kebisingan
lingkungan kerja yaitu harus diusahakan lebih rendah dari 85 dB. Pencegahan
lain yang dapat dilakukan yaitu mewajibkan karyawan yang terpapar
24
kebisingan menggunakan alat pelindung seperti sumbat telinga (earplugs),
tutup telinga (earmuffs) dan pelindung kepala (helmet) dan juga menerapkan
Program Konservasi Pendengaran (PKP), yaitu melakukan identifikasi
sumber bising melalui survey kebisingan di tempat kerja, melakukan analisis
kebisingan dengan mengukur kebisingan menggunakan sound level meter,
melakukan kontrol kebisingan dengan berbagai cara peredaman bising,
melakukan tes audiometri berkala pada pekerja, menerapkan sistem KIE
(komunikasi, informasi, dan edukasi), serta menerapkan penggunaan alat
pelindung diri secara ketat dan melakukan pencatatan dan pelaporan data
(Soepardi et al., 2017).
2.5.7 Penatalaksanaan
Penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan yang tingkat
kebisingannya tinggi, dan bila tidak mungkin dapat diberikan proteksi APD
berlapis seperti kombinasi earplugs dan earmuffs. Alat bantu dengar dapat
dijadikan sebagai pilihan dalam menghadapi kesulitan berkomunikasi dengan
intensitas suara yang biasa (60 dB). Latihan pendengaran (auditory training)
dilakukan agar dapat menggunakan sisa kemampuan pendengaran dengan
alat bantu dengar secara efisien dibantu dengan membaca ucapa bibir (lip
reading) (Soepardi et al., 2017).
Tinnitus harus dikelola sebagai bagian dari paket perawatan keseluruhan.
Metode neurofisiologis modern seperti tinnitus retraining therapy
memanfaatkan kombinasi kognitif, konseling dan terapi suara (termasuk alat
bantu dengar) dan dilaporkan tingkat keberhasilan yaitu sebesar 60-70 persen.
25
Hiperakusis juga merespons dengan baik terhadap metode pengobatan serupa
(Baguley M & McCombe A, 2018).
2.6 Profil PT. MB
PT. MB sebuah perusahaan kosmetika serta herbal yang berada di DKI
Jakarta dan Kab. Bekasi, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki peraturan
mengenai jam kerja yaitu 7,5 jam/hari. Pekerja di bagian produksi perusahaan
ini dibekali dengan alat pelindung telinga dari kebisingan yaitu berupa
earplugs (Gambar 2.7) dengan kemampuan maksimal meredam suara dengan
intensitas 85 dB.
(PT. MB).
Gambar 2.7
Earplugs
Perusaahaan ini bekerja sama dengan sebuah rumah sakit untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan pekerjanya di setiap tahunnya. Pemeriksaan yang
dilakukan termasuk di dalamnya terdapat pemeriksaan kesehatan telinga yaitu
pemeriksaan audiometri yang dapat dipakai sebagai rujukan data untuk sebuah
penelitian.
2.6.1 Proses pembuatan produk
26
PT. MB memiliki alur dalam melakukan proses produksi barang yang akan
dipasarkan. Salah satu contohnya yaitu proses pembuatan produk pada bidang
herbalnya. Berikut langkah – langkah dalam proses pembuatan produk:
(PT. MB).
Gambar 2.8
Tahapan Produksi
a. Bahan baku dan bahan kemas yang masuk ke perusahaan dari
supplier akan diperiksa oleh bagian QC (Quality Control)
perusahaan
b. Setelah dinyatakan lolos pemeriksaan oleh bagian QC, bahan baku
akan ditimbang
c. Bahan baku yang telah ditimbang kemudian akan diproses
menggunakan mesin yang sesuai dengan tahapan proses yang sudah
dibakukan. Hasil pemrosesan bahan baku ini nanti akan disebut bulk
d. Setelah pemrosesan bahan baku selesai dan menghasilkan bulk, akan
dilakukan pemeriksaan kembali oleh bagian QC perusahaan tentang
bulk yang sudah dihasilkan sesuai standar yang telah ditentukan
27
e. Kemudian setelah dinyatakan lolos dalam pemeriksaan ini, akan
dilakukan pengemasan (filling & packing) dengan mesin
f. Setelah pengemasan selesai akan dilakukan rekonsiliasi jam kerja,
jam mesin, output dan rendemen
g. Terakhir, akan dilakukan pemeriksaan oleh bagian QA (Quality
Assurance) terhadap hasil akhir produk (finished good)
h. Finished good (FG) kemudian akan dikirim ke gudang distributor