Post on 29-Apr-2019
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tata Rias Pengantin
Menurut profil dari organisasi HARPI MELATI (Himpunan Ahli Rias
Pengantin Indonesia). Pada era tahun 60 – 70 tumbuh beberapa perkumpulan para
perias pengantin yang mempunyai tujuan menggali dan melestarikan budaya
daerah, khususnya melalui dunia tata rias pengantin. yaitu : PP 16 (singkatan dari
Perias Pengantin yang lahir pada tanggal 16), Hasta Nata (singkatan dari
Himpunan ahli tata rias dan busana daerah), Di jawa barat (bandung) IKARIB.
Pada tahun 1968 awalnya tata rias pengantin hanya terdiri dari 4 gaya, yaitu :
- Yogya Putri
- Solo Putri
- Sunda Putri
- Barat
Sesudah era tahun 1981, dengan tujuan menertibkan, maka dileburlah
perkumpulan-perkumpulan yang telah berbentuk organisasi profesi (karena telah
memiliki AD/ART) oleh pemerintah melalui departemen pendidikan direktorat
jendral pendidikan luar sekolah dan olahraga, Bapak Dirjen DIKLUSEPORA,
Prof. Dr. W.Napitupulu dijadikan satu wadah.
Lalu pada Tahun 1990 berganti menjadi “himpunan ahli rias pengantin
indonesia melati” HARPI MELATI (HIMPUNAN AHLI RIAS PENGANTIN
6
INDONESIA), yang beranggotakan 53 orang. Demi kemajuan budaya, yang
awalnya hanya empat gaya, kini telah berkembang menjadi 81 gaya.
Tata rias pengantin adalah tata rias yang harus memiliki kekuatan untuk
merubah wajah lebih berseri, dan tampak istimewa, dengan tetap mempertahankan
kecantikan alami yang besrsifat personal (Andi Yanto, The Make Over: p.150).
Sedangkan menurut Andjata dan Ayu Isni Karin, Tata rias pengantin
adalah tata rias wajah untuk hari bahagia yang bertujuan supaya wajah
“bercahaya”. Koreksi dilakukan secara detail agar wajah benar-benar terlihat
sempurna dan harus memiliki kekuatan untuk merubah wajah lebih berseri dan
tampak istimewa dengan tetap mempertahankan kecantikan alami yang bersifat
personal (Andjata dan Ayu Isni Karin, The Make Over: p.150)
Tata rias bagi seorang pengantin mencakup apa yang disebut dengan tata
rias wajah, tata rias rambut, tata busana dan perhiasan (Nur Asyiyah Asmawi
Agani, Upacara Adat dan Seni Tata Rias, 2000, p.3). Tujuan dari merias wajah
adalah untuk lebih mempercantik wajah seseorang. Berhubung tidak ada suatu
pola tertentu yang dapat digunakan untuk merias wajah, maka tindakan yang
utama ialah, menonjolkan bagian wajah yang bagus dan menyembunyikan bagian-
bagian yang kurang indah dengan keterampilan pengolesan kosmetik.
Oleh karena itu penata rias harus memahami serta menguasai teori dan
praktek kosmetologi, disamping mengenal bentuk muka, mata, hidung, warna
kulit dan kombinasi warna untuk riasan wajah.
8
Pada awalnya penyedia jasa tata rias pengantin hanya menyediakan
pelayanan rias dan busana untuk pengantin saja, tetapi semakin berkembangnya
zaman serta semakin banyaknya persaingan, ada sebagian penyedia jasa tata rias
pengantin tidak hanya menyediakan jasa rias dan busana saja, tetapi mereka
mengemas menjadi suatu paket pernikahan, yang biasanya terdiri dari pelaminan,
dekorasi, alat musik traditional, band, catering, tenda, dan lain-lain. Yang
akhirnya bisa memudahkan pelanggan untuk mendapatkan itu semua di satu
tempat saja
Gambar 2.2 Foto Dekorasi pernikahan
9
2.2 Jasa
Menurut Philip Kotler seperti yang dikutip J. Supranto 2001: 227) “jasa
adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu
produk fisik”.
Menurut Freddy Rangkuti jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau
tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, di mana interaksi antara pemberi
jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. (2002: 26)
Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan
suatu tindakan atau aktivitas yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun namun digunakan pada waktu yang sama dan
dapat memberikan nilai tambah dan dapat menjadi pemecah atas masalah yang
dihadapi oleh konsumen.
2.3 Service Quality
Service Quality menurut parasuraman seperti yang dikutip Rambat
Lupiyoadi (2001, 148) adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima atau peroleh. Kualitas
pelayanan penting bagi perusahaan jasa karena telah terbukti dapat meningkatkan
tingkat keuntungan, dan meningkatkan pangsa pasar. (Parasuraman, Zeithaml, dan
Berry, 1985).
10
Menurut Christopher Lovelock seperti yang dikutip Freddy Rangkuti
(2002: 18), menemukan bahwa konsumen mempunyai kriteria yang pada dasarnya
identik dengan beberapa jenis jasa yang memberikan kepuasan kepada para
pelanggan. Kriteria tersebut adalah:
• Tangibles (berwujud)
Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan alat-alat komunikasi.
• Realibility (keandalan)
Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang
dijanjikan.
• Responsiveness (ketanggapan)
Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa dengan
cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen.
• Assurance (kepastian)
Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan rasa percaya
diri.
• Emphaty (empati)
Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen
dan mengerti kebutuhan konsumen.
Namun pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan tiga indikator saja, yaitu :
tangibles, responsiveness, emphaty, alasan mengapa realibility dan assurance
tidak digunakan karena dua indikator ini sudah terwakilkan dalam indikator
responsiveness dan dalam variabel trust.
11
Menurut Freddy Rangkuti kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel,
yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected
service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para
pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan.
Sedangkan bila yang terjadi adalah sebaliknya (perceived > expected), ada
kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik tidaknya kualitas jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan
secara konsisten.
2.4 Content of Culture
Budaya adalah alam semesta yang kompleks, termasuk pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan dan kebiasaan
anggota masyarakat. (Taylor, 1987).
Menurut Peter dan Olson (1996: 33) content of culture (kandungan suatu
budaya) adalah kepercayaan, sikap, tujuan dan nilai-nilai yang dipegang oleh
sebagian besar masyarakat.
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, benar atau berharga bagi
seseorang. Setiap masyarakat atau setiap budaya memiliki nilai-nilai tertentu
mengenai sesuatu. Bahkan budaya dan masyarakat itu merupakan nilai yang tak
terhingga bagi orang yang memilikinya. Bagi manusia nilai dijadikan landasan,
alasan, motivasi dalam segala perbuatan karena nilai itu mengandung kekuatan
12
yang mendorong manusia meyakini untuk berbuat dan bertindak. Sebagai
konsepsi ideal atau citra ideal tentang sesuatu yang dipandang dan diakui
berharga, hidup dalam alam pikiran, tersimpan dalam norma/aturan, teraktualisasi
dalam tindakan sebagian besar anggota masyarakat yang satu dan utuh (Saryono,
1998).
Nilai budaya ini perlu diwariskan kepada generasi muda agar tidak
kehilangan jejak budaya sendiri. Mereka akan lebih menghargai budayanya yang
ternyata tidak kalah nilainya dari kebudayaan asing, dan perlu kita sadari bahwa
suatu tradisi tidak akan terlepas dari rangkaian pesan-pesan masyarakat
pendukungnya.
Dari berbagai definisi diatas, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
2.5 Trust
Menurut Berry, 1995; Sirdeshmukh et al., 2002; Eisingerich &Bell,2007
Kepercayaan adalah langkah membangun hubungan jangka panjang antara
pembeli dan penjual. Dan juga pentingnya kepercayaan pelanggan dan pembeli
dan memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan, dalam membangun
hubungan. (Nooteboom et al., 1997; Pajak et al., 1998; Garbarino & Johnson,
1999; Urban et al., 2000; Komiak et al., 2005)
13
Dengan demikian, kepercayaan telah disajikan sebagai atribut utama
dalam hubungan inisiasi, pembentukan, dan pemeliharaan dalam berbagai konteks
pertukaran, dan telah diposisikan dan langsung dikaitkan sebagai kesetiaan
(Sirdeshmukh, singh dan Sabol, 2002)
Beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah:
1. Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan di masa
lalu.
2. Watak yang diharapkan dari mitra seperti dapat dipercaya dan dapat
dihandalkan.
3. Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam risiko
4. Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri mitra.
Menurut schurr dan ozane, 1985, kepercayaan dibentuk oleh adanya:
• Capability
Merupakan kemampuan dan keahlian untuk menangani atau menyelesaikan
problem atau masalah yang diberikan pelanggan.
• Assurance
Merupakan sesuatu yang dijadikan alat untuk meyakinkan pelanggan mengenai
layanan kualitas jasa yang diberikan seperti pengetahuan, kemampuan sifat
dapat dipercaya.
• Perceived quality
Merupakan suatu tanggung jawab untuk memberikan kualitas pelayanan yang
baik sesuai dengan pengorbanan yang diberikan pelanggan.
14
2.6 Customer Satisfaction
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang
didapatkan oleh pelanggan selama ia menggunakan beberapa tahapan pelayanan
tersebut.
Menurut Kotler, seperti yang dikutip Freddy Rangkuti (2002: 23)
“Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari
perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang
diharapkannya”.
Dalam bukunya 10 prinsip kepuasan pelanggan Menurut Handi Irawan
(2002: 02), pelanggan yang puas adalah pelanggan yang akan berbagi kepuasan
dengan produsen atau penyedia jasa. Bahkan, pelanggan yang puas, akan berbagi
rasa dan pengalaman dengan pelanggan lain. Ini akan menjadi referensi bagi
perusahaan bersangkutan.
Jika konsumen merasa puas, mereka akan cendrung terus membeli dan
menggunakan produk atau jasa, serta memberi tahu orang lain tentang
pengalaman mereka yang menyenangkan dengan produk tersebut. (Irawan, 1996:
157)
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang
didapatkan oleh pelanggan selama ia menggunakan beberapa tahapan pelayanan
tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan
persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk tahap pelayanan selanjutnya,
15
sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan.
(Irawan, 2002: 35)
Menurut Handi Irawan (2002:37-39), faktor2 pendorong kepuasan
pelanggan terbagi atas lima yaitu:
• Kualitas produk ;
pelanggan merasa puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk
ternyata kualitas produk tersebut baik. Sebagai contoh, pelanggan akan merasa
puas terhadap televisi yang dibeli apabila menghasilkan gambar dan suara yang
baik, awet atau tidak cepat rusak, memiliki banyak fasilitas, tidak ada
gangguan, dan disain yang menarik
• Harga ;
untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga yang murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan nilai uang yang
tinggi, komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak sensitif
terhadap harga.
Bagi mereka yang tidak peduli dengan harga, mereka lebih menyukai
harga yang sedikit mahal namun kualitasnya baik daripada harga yang murah
tetapi kualitasnya tidak sesuai dengan keinginannya. Jadi persaingan dalam
harga akan mendapatkan perhatian pelanggan sepanjang kualitas barang adalah
sama.
Kualitas produk dan harga seringkali tidak mampu menciptakan
keunggulan bersaing dalam hal kepuasan konsumen.
16
Ketika aspek ini relatif mudah ditiru dengan teknologi yang hampir standar,
setiap perusahaan biasanya mempunyai kemampuan untk menciptakan kualitas
produk yang hampir sama dengan para pesaing. Oleh karena itu banyak
perusahaan yang lebih mengandalkan aspek yang ketiga yaitu service quality.
• Kualitas Jasa
untuk memuaskan pelanggan, suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu
harus dapat memuaskan karyawan agar produk yang dihasilkan tidak rusak
kualitasnya dan pelayanan kepada pelanggan dapat diberikan lebih baik lagi,
jika karyawannya merasa puas akan lebih mudah bagi mereka untuk
menerapkan kepada pelanggan bagaimana rasa puas itu.
• Emotional factor
faktor ini relatif penting karena kepuasan pelanggan timbul pada saat ia
menggunakan produk tertentu, hal ini disebabkan karena merek produk
tersebut sudah tercipta dengan baik dari segi kualitasnya, harga yang tidak
murah karena harga yang mahal identik dengan kualitas produk yang tinggi
dan sebaliknya, serta pelayanan yang diberikan.
• Kemudahan
Pelanggan akan semakin puas apabila tempat mudah dicapai dan juga
nyaman. Dengan mengetahui lima faktor ini, tentulah tidak cukup bagi
perusahaan untuk merancang strategi dan program peningkatan kepuasan
pelanggan.
Kontribusi faktor ini juga dapat berubah dari waktu ke waktu untuk suatu
industri. Besarnya bobot relatif mudah diketahui dengan melakukan survei.
17
Dalam survei, konsumen dapat ditanyakan secara langsung mengenai kepuasan
mereka dan tingkat kepentingan dari masing-masing faktor tersebut dalam
mempengaruhi kepuasan mereka setelah menggunakan produk atau jasa.
Namun pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan dua indikator
saja, yaitu : harga dan kemudahan. Sedangkan alasan kualitas produk, kualitas
jasa, dan emotional factor tidak digunakan karena tiga indikator ini sudah
terwakilkan dalam variabel service quality.
Dari beberapa pendapat mengenai definisi kepuasan pelanggan dapat
ditarik kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan merupakan perasaan kecewa atau
senang yang merupakan respon dari pelanggan terhadap barang atau jasa yang
dikonsumsinya, dimana pada saat sebelum menggunakan pelanggan memiliki
harapan-harapan, yang akan menimbulkan persepsi terhadap kinerja dari produk
tersebut. Kepuasan akan tercapai apabila kinerja produk tersebut memenuhi atau
setidaknya melampaui harapan-harapan pelanggan.
Kepuasan dapat juga digambarkan sebagai “evaluasi emosi,” yang
mencerminkan sejauh mana konsumen percaya bahwa kepemilikan atau
menggunakan layanan membangkitkan perasaan positif (Rust dan Oliver, 1994).
Kepuasan pelanggan juga memiliki potensi untuk mempengaruhi perilaku
konsumen (Anderson dan Srinivasan, 2003)
18
2.7 Customer Loyalty
Menurut Dharmmesta (1999) loyalitas menunjukkan kecendrungan
pelanggan untuk menggunakan suatu merek tertentu dengan tingkat konsistensi
yang tinggi.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi suatu konsumen untuk loyal, antara
lain :
• faktor harga
seseorang tentu akan memilih perusahaan atau merek yang menurutnya
menyediakan alternatif harga paling murah diantara pilihan2 yang ada.
• faktor kebiasaan
seseorang yang telah terbiasa menggunakan suatu merek atau perusahaan
tertentu maka kemungkinan untuk berpindah ke pilihan yang lain akan semakin
kecil.
Perusahaan percaya bahwa loyalitas pelanggan merupakan kunci untuk
keuntungan jangka panjang, baik dalam bisnis dan konsumen (Lil dan Wang,
2006)
pelanggan yang loyal adalah pelanggan yg memiliki ciri2 antara lain:
• Melakukan pembelian secara berulang pada badan usaha yang sama
• Membeli lini produk dan jasa yg ditawarkan oleh badan usaha yg sama
• Memberitahukan kepada orang lain tentang kepuasan – kepuasan yang didapat
dari badan usaha dan menunjukan kekebalan terhadap tawaran - tawaran dari
badan usaha pesaing.