Post on 25-May-2019
6
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. BAJA
2.1.1 Definisi baja
Baja adalah logam campuran yang terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C). Jadi
baja berbeda dengan besi (Fe), almunium (Al), seng (Zn), tembaga (Cu), dan titanium
(Ti) yang merupaka logam murni. Dalam senyawa antara besi dan karbon (unsur non
logam) tersebut besi menjadi unsur yang lebih dominan dibanding karbon. Kandungan
karbon berkisar antara 0,2 – 2,1% dari berat baja, tergantung tingkatannya. Secara
sederhana, fungsi karbon ialah meningkatkan kwalitas baja, yaitu daya tariknya
(tensile strength) dan tingkat kekerasannya (hardness). Namun di sisi lain membuatnya
menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility) (Anonimous A, 2012).
Selain karbon, sering juga ditambahkan unsur chorm (Cr), nikel (Ni), vanadium (V),
molybdaen (Mo) untuk mendapatkan sifat lain sesui dengan aplikasi dilapangan seperti
anti korosi, tahan panas, dan tahan temperature tinggi.
2.1.2 Baja Karbon (Carbon Steel)
Baja karbon adalah logam paduan yang merupakan kombinasi dari besi dan
karbon paduan elemen lain yang jumlahnya tidak terlalu banyak yang akan
mempengaruhi sifat akhir dari baja karbon (Krauss, 2005). Komposisi baja karbon
biasanya mengandung tidak lebih dari 1,0% karbon (C) serta sejumlah kecil paduan
seperti mangan (Mn) dengan kadar minimal 1,65%, silicon (Si) dengan kadar maksimal
0,6% dan tembaga (Cu) dengan kadar maksimal 0,6% (shey et al, 1987).
6
Karbon (C) berfungsi sebagai unsur pengeras pada logam paduan dengan
mencegah dan menghalangi dislokasi pada Kristal ( crsystal lattice). Kandungan unsur
dan paduan mempengaruhi sifat-sifat baja yang didapat, Dengan penambahan
kandungan karbon pada baja akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan tariknya.
Selain itu, penambahan karbon juga menghasilkan beberapa perubahan penting
terhadap fasa. Yaitu, struktur kristal ferit yang mempunyai struktur Kristal BCC (body
centered cubic) dan austenite yang mempunyai struktur Kristal FCC (face centered
cubic) dimodifikasi dengan memasukkan atom karbon pada celah atau interisi antara
atom besi. Ketika batas kelarutan untuk karbon pada austenite terlewati maka karbida
besi atau sementit akan terbentuk pada baja (Wulandari, 2011).
Baja karbon (carbon steel) dapat diklasifikasikan pada karbon dan
kandungannya menjadi tiga golongan yaitu (Wulandari, 2011).
1. Baja karbon rendah (low carbon steel) – machine, machinery dan mild steel –
0,05 % - 0,30% C. Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin.
Penggunaanya: - 0,05 % - 0,20 % C: automobile bodies, buildings, pipes, chains
(rantai), rivets (paku keling), screws (sekrup), nails (paku).
2. Baja karbon menengah (medium carbon steel) kekuatannya lebih tinggi dari
pada karbon rendah, sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong.
Penggunaanya: - 0,30% - 0,40% C: connecting rods (penghubung batang
/kabel), crank pins (pinengkol), axles (as roda).
3. Baja karbon tinggi (high carbon steel) – tool steel. Sifatnya sulit dibengkokkan,
dilas, dipotong. Kandungan 0,60 % - 1,50 % C, Penggunaan untuk pembuatan
7
obeng, palu tempa, meja pisau, rahang ragum, mata bor, alat potong, dan mata
gergaji, baja ini untuk pembuatan baja perkakas. Sifatnya sulit dibengkokkan,
dilas dan dipotong (Arifin dkk, 2008).
Menurut Nugraha (2012), kandungan karbon mempengaruhi kekuatan luluh
baja karna atom karbon akan menempati kisi kristalin secara inter fusi pada BCC
(body centered cubic). Pengurangan mobilitas karbon interstisial atau dislokasi
memiliki efek pengerasan pada besi. Agar menyebabkan dislokasi, harus
menerapkan tegangan pada tingkat yang cukup tinggi. Hal ini karena atom karbon
interstisial menyebabkan beberapa sel kisi BCC besi mendistorsi. Sebutan baja
karbon berlaku untuk baja yang mengandung unsur bukan hanya besi (Fe) dengan
persentase maksimum karbon (C) 1,7 % mangan (Mn) 1,65 % silicon (Si) 0,6 %
dan tembaga (Cu) 0,6 %. Karbon dan mangan adalah unsur utama untuk menaikkan
kekuatan besi murni.
2.1.3 Baja ST 37
Baja ST 37 termasuk baja karbon rendah dengan kandungan karbon kurang
dari 0,3 %. ST 37 ini menunjukkan bahwa baja ini dengan kekuatan tarik k antara 37
kg / mm2 sampai 45kg / mm2. Baja ini digunakan untuk kontruksi. Baja kontruksi oleh
karena kadar zat arangnya yang rendah, tidak dapat dikeraskan dan karena itu dapat
dilas dengan baik. Aplikasi baja ST 37 antara lain digunakan untuk pembuatan baja
batangan, tangki, perkapalan, jembatan, menara, pesawat angkat dan dalam
permesinan.
8
2.1.4 Pengaruh Unsur Paduan Pada Baja
Sifat baja sangat tergantung pada unsur-unsur yang terkandung didalamnya.
Unsur-unsur paduan ditambahkan untuk mengurangi sifat yang tidak diinginkan pada
baja karbon dan memperbaiki atau menambahkan sifat-sifat lain yang dikehendaki.
Pengaruh dari beberapa unsur paduan terhadap sifat baja paduan adalah sebagai berikut
ini :
a. Karbon ( C )
Karbon merupakan unsur penting dalam mempengaruhi harga kekerasan
bentuk fasa martensit. Selain itu kenaikan kandungan karbon akan
mempengaruhi terhadap kekuatan Tarik (tensile strength), keuletan (ductility)
dan sifat mampu las (weldability) akan menurun dengan naiknya kandungan
karbon.
b. Manggan (Mn)
Sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin, manggan juga
memperbaiki anatara lain kekuatan tariknya dan ketahanan ausnya, sebagai
unsur paduan dalam baja perkakas manggan memperbaiki sifat tahan
ukurannya.
c. Silikon (Si)
Silikon berfungsi sebagai deoksidasi dan dapat menaikkan hardenability dalam
jumlah sedikit, tetapi dalam jumlah yang banyak akan menurunkan
9
keuletannya. Kombinasi antara mangan, molybdenum dan chromium akan
menambah kekuatan dan ketangguhan pada baja tersebut.
d. Vanadium (V)
Vanadium dalam baja berperan sebagai salah satu unsur pembentuk karbida dan
penyetabil martensit. Vanadium dapat menurunkan hardenability karena
karbida-karbida yang terbentuk dapat menghambat pengintian dan
pertumbuhan butir austenite. Namu pada temperature tinggi karbida vanadium
larut dan unsur ini dapat meningkatkan hardenability.
e. Chromium (Cr)
Chromium sering ditemukan pada baja-baja perkakas yang merupaka elemen
penting setelah karbon. Chromium adalah salah satu unsur pembentuk karbida
dan meningkatkan ketahanan korosi dengan membentuk lapisan oksidasi di
permukaan logam.
f. Molybdenum (Mo)
Unsur ini dapat menguatkan fasa ferit dan menaikkan kekuatan baja tanpa
kehilanagan keuletan. Selain itu molybdenum juga berfungsi sebagai
penyetabil karbida, sehingga dapat mencegah pembentukan grafit pada
pemanas yang lama. Oleh karna itu penambahan Mo pada baja dapat
menaikkan kekuatan dan ketahanan terhadap creep pada suhu tinggi.
10
g. Tungsten (W)
Tungsten juga adalah salah satu unsur pembentuk karbida kompleks pada baja
perkakas. Karbida kompleks ini terbentuk karena adanya pendinginan yang
sangat lambat. Selain itu karbida ini mempunyai sifat meningkatkan kekerasan
dan kekuatannya.
h. Sulfur (S)
Sulfur dapat membuat baja menjadi lebih getas pada temperature yang tinggi,
oleh karna itu dapat merugikan baja yang digunakan pada suhu yang tinggi.
Pada umumnya kadar sulfur harus dikontrol serendah-rendahnya kurang dari
0,05%.
i. Phospor (P)
Phospor dalam jumlah besar dalam baja dapat meningkatkan kekuatan dan
kekerasan, akan tetapi juga menurunkan keuletan dan ketangguhan impak. Pada
baja-baja konstruksi kandungan phosphor dibatasi tidak lebih dari 0,05%.
j. Nikel (Ni)
Nikel merupakan logam keras akan tetapi liat. Nikel tahan korosi berkat lapisan
kuat oksidasi-nikel, Makan nikel digunakan untuk penutup logam-logam lain.
Nikel sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin, nikel dapat
memperbaiki antara kekuatan Tarik, sifat tahan korosif, sifat tahan panas dan
sifat maknitnya.
11
2.2 Pelapisan Logam
Salah satu cara finising logam yang banyak diterapkan adalah pelapisan
logam. Mekanisme dari proses ini dapat dilakukan dengan metode antara lain
secara celup panas (hot dip galfanis), semprot logam (metal spraying) dan secara
listrik (electroplating).
Pelapisan listrik (elektrolpating) adalah suatu proses pengendapan zat atau
ion-ion logam elektroda negatif (katoda) dengan cara elektrolisis. Terjadinya suatu
endapan pada proses ini dikarenakan adanya ion-ion bermuatan listrik yang
berpindah dan suatu elektroda melalui elektrolit yang mana hasil elektrolisis
tersebut akan mengendap pada katoda, sedangkan endapan yang terjadi bersifat
adesif terhadap logam dasar. Selama proses pengendapan berlangsung terjadi
reaksi kimia pada elektroda dan elektrolit baik reaksi reduksi maupun oksidasi dan
diharapkan berlangsung secara terus menerus menuju arah tertentu secara tetap.
Untuk itu diperlukan arus listrik searah (direct current) dan tegangan yang constant
(Saleh, A.A., 1995).
Prinsip atau teori elektro dasar dari elektroplating adalah berpedoman
atau berdasarkan Hukum Faraday yang menyatakan :
a. Jumlah perubahan kimia oleh suatu arus listrik sebanding dengan
banyaknya arus yang mengalir.
12
b. Jumlah aneka bahan berbeda yang dibebaskan oleh sejumlah tertentu listrik
sebanding dengan berat ekivalen kimianya.
2.2.1 Macam-Macam Pelapisan Logam
2.2.1.1 Pelapisan Dekoratif
Pelapisan dekoratif bertujuan untuk menambahkan keindahan pada
tampak luar suatu benda atau produk. Sekarang ini pelapisan dengan
menggunakan bahan krom yang digemari karena warnanya yang
cemerlang, tidak mudah terkorosi dan tahan lama. Produk biasanya banayak
digunakapada aksesoris kendaraan bermotor baik beroda 2 maupun beroda
4. Dengan kata lain pelapisan ini hanya untuk mendapatkan bentuk luar
yanag baik saja. Logam-logam yang biasa digunakan untuk pelapisan
dekoratif adalah emas, perak, nikel dan krom.
2.2.1.2 Pelapisan Protektif
Pelapisan protektif merupakan pelapisan yang berujuan untuk
melindungi logam yang dilapisi dari serangan korosi karena logam pelapis
tersebut akan memutuskan interaksi dengan lingkungan sehingga terhindar
dari proses oksidasi.
2.2.1.3 Pelapisan Untuk Sifat Khusus Permukaan
Pelapisan ini bertujuan untuk mendapatkan sifat khusus permukaan
seperti sifat keras, sifat tahan aus dan sifat tahan temperatur tinggi atau
hubungan dari beberapa tujuan diatas secara bersama. Misalnya dengan
13
melapisi bantalan dengan logam nikel agar bantalan menjadi lebih keras dan
tidak mudah aus akibat gesekan pada saat berputar.
2.2.2 Pelapisan Logam Ditinjau Dari Sifat Elektrokimia
2.2.2.1 Pelapisan Anodik
Pelapisan anodik merupakan pelapisan dimana potensial listrik logam
pelapis lebih anodic terhadap substrat. Contohnya pelapisan terhadap baja
yang memiliki potensial listrik -0,04 volt yang dilapisi dengan logam seng
yang memiliki potensial listrik -0,0762 volt. Logam seng bersifat lebih
anodik terhadap baja sehingga logam seng akan mengorbankan dirinya
dalam bentuk korosi sehingga logam yang lebih katodik terhindar dari
reaksi korosi. Pelapisan ini termasuk pada dalam jenis pelapisan protektif.
Keunggulan dari pelapisan ini adalah sifat logam pelapis yang bersifat
melindungi logam yang dilapisi sehingga walaupun terjadi cacat pada
permukaan dikarnakan retak, tergores, terkelupas akan terjadi “eksposure”
terhadap lingkungan sekitarnya sampai batas tertentu tetap terpoteksi oleh
logam pelapis.
2.2.2.2 Pelapisan Katodik
Pelapisan katodik merupakan pelapisan dimana potensial listrik logam
pelapis lebih katodik terhadap substrat. Contohnya pelapisan pada tembaga
yang memiliki potensial listrik +0,34 Volt yang dilapisi dengan logam emas
dengan potensial +1,5 Volt. Logam emas mempunyai sifat lebih mulia dari
14
pada logam tembaga , maka apabila logam pelapis mengalami cacat logam
yanag dilapisi akan terekspose ke lingkungan dan bersifat anodic sehingga
terjadi korosi local intensif terhadap substart. Pelapisan katodik sangat
cocok untuk digunakan pada pelapisan dekoratif karena umumnya aksesoris
dari bahan-bahan imitasi tidak dikenai gaya-gaya dari luar sehingga
sebagian kecil untuk mengalami cacat local pada permukaanya.
2.3 Elektrokimia
Elektrokimia merupakan suatu peristiwa kimia yang berhubungan dengan
energi listrik. Elektrokimia didefinisikan pula sebagai reaksi kimia yang melibatkan
adanya transfer elektron antara elektroda dengan larutan elektrolit lingkungan.
Elektrolit umumnya adalah larutan aqueros, tetapi elektrolit dapat juga berupa
polimer padat, oksida atau lelehan garam. Misalnya : larutan perak nitrat, seng sulfat.
(Agustinus Ngatin, 2010).
Prinsip dasar reaksi pada elektrokimia adalah reaksi reduksi oksidasi
(redoks) dan reaksi tersebut terjadi pada suatu sistem sel elektrokimia. Ada dua jenis
sel elektrokimia yaitu galvanis dan sel elektrolisis.
a. Sel galvani adalah suatu sel yang membebaskan energi listrik dari reaksi
kimia dan reaksi berlangsung secara spontan. Pada sel galvanis katoda
berfungsi sebagai penghantar listrik sehingga berkutub posistif. Proses
aliran elektron terjadi dari elektroda positif dengan melewati media
15
elektrolit yang berfungsi untuk penghantar arus listrik sehingga reaksi yang
terjadi adalah spontan.
b. Sel elektrolit merupakan suatu sel yang reaksinya terjadi akibat adanya arus
listrik searah. Pada sel elektrolisis elektroda yang berfungsi sebagai
penghantar listrik adalah anoda sehingga terjadi suatu pelarutan material
anoda menghasilkan kation logam (M+). Elektrolisis air merupakan reaksi
samping yang menghasilkan hidrogen pada katoda dan gas oksigen pada
anoda (Purwanto, 2005).
Pada sel elektrokimia dilengkapi dengan dua elektroda :
a. Anoda (reaksi oksidasi), Anoda adalah elektroda tempat terjadi
reaksi aksidasi yang ditandai dengan pelepasan elektron.
b. Katoda adalah suatu elektroda tempat terjadinya reaksi reduksi,
yang ditandai dengan penangkapn elektron. (Agustinus Ngatin,
2010)
2.4 Elektroplating
Elektroplating atau pelapisan listrik adalah suatu proses
pengendapan/deposisi suatu logam pelindung yang dikehendaki diatas logam lain
dengan cara elektrolisa. Biasanya elekrolisa dilakukan dengan suatu bejana yang
disebut sel elektrolisa yang berisi larutan elektrolit/rendaman. Pada rendaman ini
tercelup paling tidak dua elektroda Masing-masing elektroda dihubungkan dengan
arus listrik, yang terbagi menjadi kutub positif dan negative dikenal dengan katub
katoda dan anoda.
16
Selama proses lapis listrik berlangsung terjadi reaksi kimia pada daerah
elektroda/elektrolit: baik reaksi reduksi maupun reaksi oksidasi. Karena pada proses
lapis listrik reaksi berjalan terus menerus arah tertentu secara tepat, maka hal yang
paling peting dalam proses ini ialah mengoprasikan proses ini dengan arus searah.
Komponen yang berperan penting dalam proses lapis listrik adalah larutan elektrolit
(sumber pelapis), anoda, katoda (bahan uji), dan sirkuit luar.
Mengalirnya arus serah melalui larutan berkaitan dengan gerak partikel
bermuatan (ion). Ujung-ujung keluar masuknya arus dari kelarutan disebut elektroda.
Seperti diketahui pada bagian anoda reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi
sedangkan pada katoda reaksinya adalah reduksi. Pergerakan dari ion-ion yang ada
menyebabkan terjadinya kedua macam reaksi pada sistem elektrokimia, ion yang
bergerak migrasi ke anoda disebut anion, sedangkan yang bergerak ke katoda disebut
kation.
Jika arus listrik dialirkan kedalam larutan elektrolit (larutan pelapis)
akan terjadi ion-ion dalam larutan tersebut. Ion positif bermigrasi ke arah elektroda
positif (anoda), bersamaan ini akan terjadi proses pemindahan muatan pada kedua
elektroda. Migrasi dari ion-ion tersebut menimbulkan terjadi reaksi reduksi
(katoda/benda kerja) dan reaksi oksidasi (anoda).
Elektroplating adalah suatu proses pelapisan dimana terjadi
pengendapan suatu lapisan logam tipis pada permukaan yang telah dilapisi dengan
menggunakan aliran arus listrik. Biasanya proses elektroplating ini dilakukan
dalam bejana atau cawan yang terdiri dari elektroda yang dihubungkan dengan arus
listrik searah (DC) dimana rangkaian ini disebut dengan sel elektrolisa. Pada bejana
17
atau cawan ini, paling tidak terdapat elektroda, masing-masing elektroda
dihubungkan dengan arus listrik yang terbagi menjadi kutub positif (anoda) dan
kutub negative (katoda) seperti gambar berikut :
Gambar 2.1 : skema proses elektroplating
2.4.1 Unsur-Unsur Pokok Proses Elektroplating
Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap kualitas pelapisan
(Hartono, A.J. dan Kaneko, T., 1995), adalah :
1. Konsentrasi Larutan
Konsentrasi ini akan berkaitan dengan nilai pH dari larutan.
Pada larutan elektrolit nikel mempunyai batas pH agar proses
berlangsung baik, berkisar 1,5 – 5,2. Jika nilai pH melebihi batas nilai
yang diijinkan maka akan terjadi sumuran pada permukaan produk dan
lapisan tembaga kasar pada permukaan benda yang dilapisi.
2. Rapat Arus
Rapat arus merupakan harga yang menyatakan jumlah arus
listrik yang mengalir persatuan luas permukaan elektroda. Ada dua
18
macam rapat arus yaitu arus anoda dan arus katoda. Untuk proses lapis
listrik ini faktor rapat arus memegang peranan penting karena akan
mempengaruhi efesiensi arus. Efesiensi arus merupakan perbandingan
berat endapan yang terjadi dengan berat endapan secara teoritis dan
dinyatakan dalam persen. Tegangan dalam proses listrik diinginkan
dalam kondisi constant, artinya tegangan tidak akan berubah atau
terpengaruhi oleh besar arus yang terpakai.
I = 𝑽
𝑹
Keterangan :
I = Besarnya arus (A)
V = Tegangan (V)
R = Tahanan (Ω)
Untuk memfariasikan arus, yang diatur hanyalah tahanannya
saja, sedangkan voltasenya tetap. Satuan rapat arus dinyatakan dalam
A/dm2 atau A/Ft2 atau A/in2.
3. Temperatur
Temperatur sangat penting untuk menyeleksi cocoknya jalannya
reaksi dan melindungi pelapisan. Keseimbangan temperature
ditentukan beberapa faktor seperti ketahanan, jarak anoda dan katoda
serta besar arus yang digunakan.
19
4. Waktu Pelapisan
Waktu pelapisan akan mempengaruhi terhadap kuantitas dari
hasil pelapisan yang terjadi di permukaan produk yang telah dilapisi.
Kenaiakan waktu akan menyebabkan naiknya konduktivitas dan
difusivitas larutan elektrolit. Hal ini berarti tahanan elektrolit akan
mengecil sehingga potensial yang dibutuhkan untuk mereduksi ion-ion
logam berkurang.
2.4.2 Fungsi Elektroplating
Dalam teknologi pengerjaan logam, proses lapis listrik termasuk kedalam
proses pengerjaan akhir (metal finishing). Adapaun fungsi dan tujuan dari pelapisan
logam adalah sebagai berikut :
1. Memperbaiki tampak rupa (dekoratif) misalnya : pelapisan emas, perak,
kuningan, dan tembaga.
2. Melindungi logam dan dekorasi, yaitu :
- Melindungi logam dasar dengan logam lebih mulia, misalnya :
pelapisan platina, emas dan baja.
- Melindungi logam dasar dengan yang kurang mulia, misalnya:
pelapisan seng dan baja.
3. Meningkatkan ketahanan pada produk gesekan (abrasi), misalnya :
pelapisan chromium keras.
4. Memperbaiki kehalusan / bentuk permukaan toleransi logam dasar
misalnya: pelapisan nikel, chromium dan lain sebagainya.
5. Elektroforming, yaitu: membentuk benda kerja dengan cara endapan.
20
Pelapisan listrik ini juga bertujuan untuk melapisi logam pada
permukaan logam atau permukaan konduktif melalui proses
elektrokimia atau elektrolisa, agar mencapai permukaan yang tahan
korosi dan penampilannya bagus, mengkilap dan cemerlang.
2.5 Sifat-sifat Bahan pelapis
Lapisan metalik adalah penghalang yang sinambung antara permukaan
logam dan lingkungan sekelilingnya. Sifat-sifat ideal bahan pelapis dari logam ini
dapat ringkasan sebagai berikut:
a. Logam pelapis harus jauh lebih tahan terhadap serangan lingkungan
dibanding logam yang dilindungi.
b. Logam pelapis tidak boleh memicu korosi pada logam yang dilindungi
seandainya mengalami goresan atau pecah di permukaannya.
c. Sifat-sifat fisik, seperti kelenturan dan kekerasannya harus cukup dan
memenuhi persyaratan oprasional struktur atau komponen bersangkutan.
d. Metode pelapisannya harus bersesuaian dengan proses fabrikasi yang
digunakan untuk membuat produksi akhir.
e. Tebal lapisan harus merata dan bebas dari pori-pori. (Persyataran ini hampir
tidak mungkin dipenuhi).
2.6 Tembaga
Tembaga dengan nama kimia Cupprum dilambangkan dengan Cu, unsur
logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodic unsur-
unsur kimia tembaga menempati posisi dengan nomer atom (NA) 29 dan mempunyai
21
bobot atom (BA) 63,546. Unsur tambahan di alam dapat ditemukan dalam bentuk
persenyawaan atau dalam senyawa padat dalam bentuk mineral. Dalam badan
perairan laut tembaga dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti
CuCO3, CuOH, dan sebagainya (Fribeg, 1977). Tembaga (CU) mempunyai sistem
kristal kubik, secara fisik berwarna kuning dan apabila dilihat dengan menggunakan
mikroskop bijih akan berwarna pink coklatan sampai keabuan. Unsur tembaga
terdapat pada hampir 250 mineral, tetapi hanya sedikit saja yang komersial. Tembaga
merupakan suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki dalam logam-
logam penghantar listrik yang baik. Tembaga adalah penghantar listrik terbaik
setelah perak (Ag) sehingga Cu banyak digunakan dalam bidang elektronika.
Tembaga murni sifatnya halus dan lunak, dengan permukaan berwarna jingga
kemerahan. Tembaga dicampurkan dengan timah untuk membuat perunggu.
Tembaga (Cu) banayak digunakan sebagai peralatan elektronik sebesar 60%;
untuk kontruksi, misalnya atap dan plumbing adalah sebesar 20%; industri mesin,
yaitu sebagai pengganti penghantar panas sebesar 15%, dan berbagai alloy sebesar
5%. Dari berbagai limbah, limbah yang paling banyak mengandung logam berat
adalah limba industri. Hal ini disebabkan oleh adanya unsur logam berat yang banyak
digunakan dalam perindustrian, baik bahan baku, katalisator, maupun sebagai bahan
tambahan. Cu tidak bisa diuraikan di alam sehingga Cu akan diakumulasi didalam
tanaman dan hewan melalui tanah. Tanah yang banyak mengandung Cu berpengaruh
terhadap sktivitas mikroorganisme tanah dan cacing tanah, dan akan menyebabkan
dekomposisi senyawa organic sihingga mengurangi kesuburan tanah. (Widowati
Wahyu, 2008)
22
2.6.1 Sifat Fisik Tembaga
1. Tembaga merupakan logam yang berwarna kuning kemerahan seperti
emas kuningan dan keras bila tidak murni.
2. Muda ditempa (liat) dan bersifat mulur sehingga mudah dibentuk
menjadi pipa, lembaran tipis dan kawat.
3. Konduktor panas dan listrik yang baik, kedua setelah perak. Dengan
karakteristik sebagai berikut.
Tabel 2.1 Sifat Fisik Tembaga
Bentuk Padat
Warna Logam Kuning Emas
Massa Jenis 8.96 g/cm3
Titik Lebur 1357.77 K (1084.62 )
Titik Didih 2835 K (2562 , 4643 )
Kalor Peleburan 13.26 kj/mol
Kalor pengupan 300.4 kj/mol
Kapasitas Kalor (25) 24.440 J/(mol.K)
2.6.2 Sifat Kimia Tembaga
1. Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan
terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi
oleh suatu lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga
karbonat basa, Cu(OH)2CO3.
23
2. Tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan halogen.
Bereaksi dengan belerang membentuk tembaga(I) sulfide dan
tembaga(II) sulfida dan untuk reaksi dengan halogen membentuk
tembaga(I) klorida, khusus kalor yang mengasilkan tembaga(II) klorida.
3. Pada umumnya lapisan tembaga ialah lapisan dasar yang harus dilapisi
lagi dengan nikel atau krom. Pada prinsipnya ini merupakan proses
pengendapan logam secara elektrokimia, digunakan listrik arus searah.
4. Dalam udara kering sukar teroksidasi, akan tetapi jika dipanaskan
membentuk oksidasi tembaga (CuO).
5. Dalam udara lembab akan diubah menjadi senyawa karbonat atau karat
basa, menurut reaksi : 2Cu + O2 + CO2 + H2O → (CuOH)2 + CO3
6. Tidak dapat bereaksi dengan larutan HCl encer maupun H2SO4 encer
7. Dapat bereaksi dengan H2SO4 pekat maupun HNO3 encer dan pekat
Cu + H2SO4 → CuSO4 + 2H2O + SO2
Cu + 4HNO3 pekat → Cu(NO3)2 + 2H2O + 2NO2
3Cu + 8HNO3 encer → 3Cu(NO3)2 + 4H2O + 2NO
8. Pada umunya lapisan tembaga adalah lapisan dasar yang harus dilapisi
lagi dengan Nikel atau khrom. Pada prinsipnya ini merupakan proses
pengendapan logam secara elektrokimia, digunakan listrik arus searah
(DC). Jenis elektrolit yang digunakan adalah tipe alkali dan tipe asam.
24
Tabel 2.2 Sifat Kimia Tembaga
Nama, Lambang, Nomer Atom Tembaga, Cu, 29
Deret Kimia Logam transisi
Golongan, Periode, Blok 11, 4, d
Massa Atom 63.546(3) g/mol
Konfigurasi Elektron [Ar] 3d10 4s1
Bilangan oksidasi 2,1 (oksida amfoter)
Struktur Kristal Kubus pusat muka
2.7 Karakteristik Pengujian Material
2.7.1 Ketebalan
Ketebalan adalah salah satu persyaratan penting dari suatu lapisan hasil
electroplating. Oleh karena itu, dari sekian banyak jenis pengujian yang dilakukan
terhadap hasil plating, pengukuran ketebalan adalah salah satu uji yang harus
dilakukan.
Dalam merencanakan pengukuran ketebalan perlu diperhatikan kejelasan
pengukuran ketebalan yang diinginkan, yaitu ketebalan rata-rata atau ketebalan pada
lokasi atau titik tertentu yang sangat strategis. Diambil ketebalan rata-rata karena
distribusi ketebalan yang serba sama disetiap titik pada suatu permukaan yang
dilapisi jarang sekali bisa dihasilkan dengan proses electroplating.
25
Perhitungan Berat dan Ketebalan Lapisan Nikel Secara Teoritis :
Michael Faraday menemukan hubungan antara produk suatu endapan dari
ion logam dengan jumlah arus untuk mengendapkannya. Hubungan ini dapat
diungkapkan dalam Hukum Faraday sebagai berikut:
1. Jumlah bahan yang terdekomposisi saat berlangsung elektrolisa
berbanding lurus dengan kuat arus dan waktu pengaliran dalam larutan
elektrolit.
2. Jumlah arus yang sama akan membebaskan jumlah ekivalen yang sama
dari berbagai unsur.
Pernyataan ini dapat dirumuskan :
W = 𝐼.𝑡.𝐵
𝑍 . 𝐹 Dengan Keterangan:
W : Berat endapan pelapisan (gram)
I : Arus (ampere)
t : Waktu (detik)
B : Berat atom (gr/mol)
Z : Valensi
F : Bilangan Faraday 96.500 Couloumb
Dari rumus tersebut, volume endapan diperoleh dengan perhitungan:
V = 𝑊
𝑃
Dengan :
V = Volume endapan (cm)
26
𝜌 = Densitas adalah kerapatan logam pelapis (gr/cm3)
W = Berat endapan (gram)
Dengan mengukur langsung permukaan benda kerja, maka ketebalan dapat
ditentukan :
S = 𝑉
𝜌
Dengan :
S = Ketebalan (cm)
V = Volume (cm3)
A = Luas Permukaan (cm2)
Dari rumus-rumus diatas, untuk menentukan laju ketebalan lapisan (S), dapat
dituliskan sebagai berikut :
S = 𝐼 . 60 . 𝐵
𝑍 . 𝐹 . 𝐴 .𝜌
2.8 Reaksi Yang Terjadi Pada Larutan Elektrolit
Larutan elektrolit CuSO4 terurai menjadi ion Cu dan SO4. Kation elektrolit
(SO42-) menempel pada anoda. Reaksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
CuSO4 Cu2+ + SO42-
a. Raeksi pada katoda
27
Plat baja mengalami pelepasan oksigen terhadap larutan Tembaga
(CuSO4) akibat adanya arus listrik searah dengan tegangan konstan sehingga
ion tembaga (Cu) akan menempel pada permukaan plat baja atau besi dengan
perantara elektrolit tembaga. Sehingga plat baja/besi terlapisi tembaga. Reaksi
yang terjadi pada katoda dapat ditulis :
Cu2+ + 2e- Cu
b. Reaksi pada anoda
Reaksi yang terjadi pada anoda adalah bahan pelapis tembaga (Cu)
mengikat oksigen yang dilepaskan oleh plat/besi. Bahan pelapis nikel akan
mengalami pengikatan yang kemudian akan terlarut pada elektrolit tembaga (II)
sulfat yang telah melapisi plat tersebut. Sehingga larutan elektrolit tembaga
sulfat (CuSO4) tetap stabil, akibatnya bahan pelapis tembaga (Cu) lama
kelamaan akan berkurang atau habis. Reaksi yang terjadi pada katoda dapat
ditulis :
Cu Cu2+ + 2e
2.9 Teknik Pelapisan Logam
Prinsip kerja elektroplating merupakan rangkaian yang terdiri dari sumber
arus searah, anoda, katoda, serta larutan elektrolit. Anoda (bahan pelapis)
dihubungkan dengan kutub positif searah.
a. Katoda (benda kerja) dihubungkan dengan kutub negative arus searah.
b. Anoda dan katoda dimasukkan dalam larutan elektrolit.
28
Bila arus listrik dialirkan diantara kedua elektroda (anoda dan katoda)
didalam larutan elektrolit, maka muatan ion positif akan ditarik oleh katoda, sementara
ion yang bermuatan negative berpindah kearah elektroda bermuatan positif (anoda).
Ion-ion tersebut dinetralisir oleh kedua kedua elektroda (katoda dan anoda) dan
larutan elektrolit yang hasilnya diendapkan ke latoda (benda kerja). Anoda dalam
elektroplating memiliki dua fungsi, pertama adalah untuk menyalurkan kutub positif,
dan kedua untuk memperbarui logam larutan yang terdeposisi pada katoda. Anoda
dapat digunakan dalam berbagai bentuk (bongkahan logam padat atau pecahan logam
kecil), yang dapat bersifat inert maupun aktif. Masing-masing memiliki sifat
keunggulan dan kekurangan sendiri. Anoda aktif cenderung bertindak memperbarui
larutan dan meminimumkan penambahan bahan kimia pada larutan.
Anoda aktif ini pada umumnya lebih mahal dari pada logamnya. Kekurangan
anoda aktif terletak pada sifatnya yang cenderung tidak murni, sehingga dapat
mengakibatkan endapan larutan (mengganggu proses plating). Selain itu anoda aktif
harus dikontrol agar tidak sampai membentuk lapisan film pada permukaan yang dapat
mempengaruhi keaktifannya. Ada banyak keuntungan dari anoda inert, diantaranya
tidak adanya endapan yang ditimbulkan, tidak memerlukan pengontrolan, dan tidak
akan berubah baik ukuran maupun bentuknya. Sebaliknya, pada proses yang
menggunakan anoda inert, logam dalam larutan harus diperbarui dengan penambahan
bahan kimia secara berkala atau diuji melalui laboratorium. Anoda tunggal pada
dasarnya tidak dapat digunakan sepenuhnya, cepat atau lambat akan tersisa bagian dari
anoda yang tidak dapat digunakan lagi dan harus dikembalikan ke pabrik
29
pembuatannya untuk dicairkan dan dibentuk kembali. Anoda tunggal terasa lebih berat
dan sulit dipindah-pindahkan.
Anoda yang berupa kepingan dapat sepenuhnya dikonsumsi untuk plating.
Anoda ini lebih mudah dipindahkan, merupakan kebalikan dari anoda tunggal. Namun
anoda ini memerlukan pengontrolan yang lebih dari pada anoda tunggal, karena arus
dapat hilang saat melewati keranjang tempat anoda kepingan diletakkan (sehingga
efisiensi arus cenderung rendah).
Logam campuran lebih cepat larut dari anoda dan mengendap larutan.
Akibatnya partikel ini dapat menempel pada katoda membentuk permukaan kasar,
lubang, dan bagian yang tidak terlapis. Untuk mengatasi hal ini, anoda diletakka pada
tempat yang dapat menampung endapannya sehingga endapan tidak sampai keluar dari
tempat anoda lalu mengotori larutan. Namun demikian plating tetap harus diperbarui
secara berkala. Pada industry plating umumnya juga digunakan sebuah filter yang
berfungsi sebagai penyaring endapan yang berasal dari anoda. Alat filter ini dijalankan
selama proses plating berlangsung sehingga larutan plating selalu berada dalam bersih
dari endapan.
Sedangkan katoda dalam elektroplating berfungsi sebagai penyalur kutup
negatif atau sering disebut bahan yang akan dilapisi biasanya memiliki syarat bebas
dari kotoran debu, minyak terutama lemak. Biasanya arah gerak arus elektron dari
anoda ke katoda dan arah gerak arus listrik dari katoda menuju anoda.
30
2.9.1 Persiapan Permukaan
Langkah awal sebelum proses pelapisan dilakukan yaitu membersihkan
permukaan benda kerja dari berbagai macam kotoran baik organic maupun non organic
seperti kerak, lemak, sisa minyak dan sebagainya, yang menempel pada permukaan
benda kerja tersebut. Permukaan benda kerja yang dibersihkan harus benar-benar
bersih karena hal ini sangat mempengaruhi hasil pelapisan. Disamping itu pembersihan
ini bertujuan agar memperoleh kondisi fisik permukaan benda kerja yang lebih aktif.
Sebelum dilakukan pelapisan pada logam, permukaan logam harus disiapkan
untuk menerima adanya lapisan. Persiapan ini bertujuan untuk meningkatkan daya ikat
antara lapisan dengan bahan yang dilapisi. Permukaan yang ideal dari bahn dasar
adalah permukaan yang seluruhnya mengandung atom bahan tersebut tanpa adanya
bahan asing lainnya (Hartono,A.J. dan Kaneko, T., 1995). Untuk dapat mendapatkan
kondisi seperti tersebut perlu dilakukan pengerjaan pendahuluan dengan tujuan :
a. Menghilangakan semua pengotor yang ada dipermukaan benda kerja
seperti pengotor organic dan anorganik/oksida.
b. Mendapatkan kondisi fisik permukaan yang lebih baik dan lebih aktif.
Teknik pengerjaan pendahuluan ini tergantung dari pengotornya, tetapi
secara umum dapat diklasifikasi sebgai berikut :
a. Pembersihan Secara Mekanik
Pekerjaan ini bertujuan untuk menghaluskan permukaan dan menghilangkan
goresan-goresan serta geram-geram yang masih melekat pada benda kerja.Biasanya
31
untuk menghilangkasn goresan-goresanntersebut dilakukan dengan mesin gerinda,
sedangkan untuk menghaluskan permukaannya dilakukan dengan proses buffing.
Prinsipnya sama seperti proses gerinda, tetapi roda/wheel polesnya yang berbeda yaitu
terbuat dari bahan katun, kulit dan laken. Selain dari pengerjaan seperti tersebut diatas,
kadang-kadang diperlukan proses lain misalnya penyikatan (brushing) dan
brightening.
b. Pembersihan dengan Pelarut (Solvent)
Proses ini bertujuan untuk membersihkan lemak, minyak, garam dan
kotoran-kotoran lainnya dengan pelarut organik. Proses pembersihan pada
temperature kamar yaitu dengan menggunakan pelarut organic, tetapi dilakukan pada
temperature kamar drngan cara diusap/dioles.
c. Pembersihan dengan Alkalin (Degreasing)
Proses ini bertujuan untuk membersihkan benda kerja dari lemak atau
minyak-minyak yang menempel. Pembersihan ini perlu sekali, karena lemak atau
minyak-minyak tersebut mengganggu pada proses pelapisan. Pencucian dengan alkali
digolingkan dalam du acara yaitu dengan cara bisa (alkaline degreasing) dan dengan
cara elektro (elektrolitic degreasing). Pembersihan secara biasa adalah merendam
benda kerja kedalam larutan alkali dalam keadan panas 5-10 menit. Lamanya
perendaman harus disesuaikan dengan kondisi permukaan benda kerja. Seandainya
lemak atau minyak yang menempel lebih banyak, maka dianjurkan lama perendaman
ditambah hingga permukaan bersih dari noda-noda tersebut.
d. Pencucian dengan asam (Pickling)
32
Pencucian dengan asam adalah bertujuan untuk membersihkan permukaan
benda kerja dari oksida atau karat dan sejenisnya secara kimia melalui perendaman.
Larutan asam ini tersebut dari pencampuran air bersih dengan asam antara lain :
- Asam klorida (HCl)
- Asam sulfat (H2SO4)
- Asam sulfat dan asam fluorida (HF)
Reaksi proses pickling sebetulnya adalah proses elektrokimia dalam galvanis
antara logam dasar (anoda) dan oksida (katoda). Gas H2 yang timbul dapat mereduksi
ferrioksida menjadi ferrooksida yang mudah larut. Dalam reaksi ini biasanya
diberikan inhibitor afar reaksi tidak terlalu cepat dan menghasilkan pembersihan yang
merata. Untuk benda kerja dari besi/baja cor yang masih mengandung sisa-sisa pasir
dapat digunakan larutan campuran dari asam sulfat dan asam flourida, sebab larutan
tersebut dapat berfungsi selain untuk menghilangkan oksida/serpih juga dapat
membersihkan sisa-sisa pasir yang menempel pada benda kerja (Saleh, A.A, 1995).
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan
penelitian sehingga dapat memperkaya teori dalam mengkaji penelitian yang
dilakukan. Berikut ini merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait
dengan penelitian yang dilakukan.
Penelitian oleh Basmal dkk, (2012) mengenai pengaruh suhu dan waktu
pelapisan tembaga-nikel pada baja karbon rendah secara electroplating terhadap nilai
33
ketebalan dan kekerasan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan
waktu electroplating terhadap nilai ketebalan dan kekerasan permukaan,
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan permukaan dan
ketebalan lapis tembaga-nikel dalam proses electroplating, suhu pelapisan memberikan
pengaruh yang yang cukup besar dengan waktu pelapisan.
Penelitian oleh Setyowati dkk, (2012) mengenai pengaruh rapat arus
terhadap ketebalan dan struktur Kristal lapisan nikel pada tembaga. Penelitian ini
membahas tentang rapat arus ketabal struktur Kristal lapisan nikel pada tembaga,
berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pelapisan Ni pada tembaga pada proses
electroplating menunjukkan bahwa semakin tinggi rapat lapisan nikel yang terjadi
dipermukaan tembaga semakin tebal pada waktu dan tegangan tetap.
Penelitian oleh Buyang Y, Asmaningrum (2015) mengenai pengaruh voltase
dan waktu terhadap pengendapan logam mangan dan seng pada lempeng tembaga
menggunakan metode electroplating. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
voltase optimum pengendapan logam mangan dan seng, dan menentukan waktu
optimum pengendapan logam mangan dan seng. Hasil penelitian diperoleh bahwa
proses pengendapan logam mangan dan seng voltase optimumnya adalah 4,5V dan 6V
untuk logam mangan dan seng, dan waktu optimum pengendapan logam mangan dan
seng adalah 150 menit.
Penelitian oleh Harnowo dkk, (2013) mengenai pengaruh rapat arus dan
temperature elektrolit terhadap ketebalan lapisan dan efesiensi katoda pada
34
electroplating tembaga untuk baja karbon sedang. Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa massa aktual rata-rata yang dihasilkan dari proses electroplating
sebanding dengan tingkat penambahan rapat arus yang mengalir dan temperature
elektrolit secara matematis tidak berpengaruh pada lapisan yang dihasilkan pada suatu
proses electroplating, akan tetapi pada praktiknya memiliki dampak yang cukup
kentara.
Penelitian oleh Eko Budianto dkk, (2016) mengenai pengaruh jarak anoda-
katoda pada proses electroplating tembaga terhadap ketebalan lapisan dan efesiensi
katoda baja AISI 1020. Dari hasil penelitian mengenai pengaruh variasi jarak anoda-
katoda dari hasil electroplating dapat disimpulkan semakindekat jarak anoda-katoda
maka semakin tebal pelapisan.ketebalan paling maksimum didapatkan pada jarak 5 cm
sebesar 0.108 mm sedangkan ketebalan minimum lapisan didapatkan pada jarak 20 cm
sebesar 0.058 mm. hal yang sama berlaku pada besaran massa, nilai maksimum
didapatkan pada jarak 5 cm sebesar 0.23 gram, nilai minimumpada jarak 20 cm sebesar
0.12 gram. Efesiensi tertinggi didapat pada jarak 5 cm sebesar 82.61% sedangkan
efesiensi katoda terendah didapatkan pada jarak 20 cm sebesar 66.67%.