BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

35
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit 2.1.1. Definisi Kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kira-kira 15% dari berat tubuh dan luas kulit orang dewasa 1,5 m 2 . Kulit sangat kompleks ,elastis dan sensitif, serta sangat bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Rata-rata tebal kulit 1,2 mm paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,05 mm) terdapat di penis kulit merupakan organ yang vital dan esensial serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Permana & Sumaryana, 2018). 2.1.2. Struktur Kulit Kulit terdiri dari tiga lapisan jaringan yang mempunyai fungsi dan karakteristik berbeda. Ketiga lapisan tersebut yaitu: lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutan (Baumann, 2009). 1. Lapisan Epidermis Lapisan ini merupakan lapisan paling tipis dan terluar dari kulit. Sangat penting dalam kosmetika karena lapisan ini memberikan tekstur, kelembaban serta warna kulit. Sel penyusun utama lapisan epidermis adalah keratinosit. Keratinosit diproduksi oleh lapisan sel basal. Apabila keratinosit matang akan bergerak ke lapisan di atasnya yang disebut dengan proses keratinisasi. Lapisan epidermis dibagi menjadi empat lapisan yaitu stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum korneum (Baumann, 2009).

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kulit

2.1.1. Definisi Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang

melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan alat

tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kira-kira 15% dari berat tubuh dan

luas kulit orang dewasa 1,5 m2. Kulit sangat kompleks ,elastis dan sensitif, serta

sangat bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada

lokasi tubuh serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Rata-rata

tebal kulit 1,2 mm paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan

paling tipis (0,05 mm) terdapat di penis kulit merupakan organ yang vital dan

esensial serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Permana & Sumaryana,

2018).

2.1.2. Struktur Kulit

Kulit terdiri dari tiga lapisan jaringan yang mempunyai fungsi dan

karakteristik berbeda. Ketiga lapisan tersebut yaitu: lapisan epidermis, lapisan

dermis, dan lapisan subkutan (Baumann, 2009).

1. Lapisan Epidermis

Lapisan ini merupakan lapisan paling tipis dan terluar dari kulit.

Sangat penting dalam kosmetika karena lapisan ini memberikan tekstur,

kelembaban serta warna kulit. Sel penyusun utama lapisan epidermis adalah

keratinosit. Keratinosit diproduksi oleh lapisan sel basal. Apabila keratinosit

matang akan bergerak ke lapisan di atasnya yang disebut dengan proses

keratinisasi. Lapisan epidermis dibagi menjadi empat lapisan yaitu stratum

basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum korneum (Baumann,

2009).

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

5

a. Lapisan sel basal (Stratum basal)

Lapisan sel basal merupakan lapisan paling bawah dari

epidermis. Bentuk selnya adalah kuboid. Lapisan sel basal berfungsi

melindungi epidermis dengan terus menerus memperbarui selnya.

Lapisan ini mengandung banyak keratinosit. Selain itu, juga terdapat

sel melanosit untuk mensintesis melanin dan sel merkel untuk sensasi.

b. Lapisan sel prickle (Stratum spinosum)

Lapisan sel prickle adalah lapisan paling bawah kedua setelah

lapisan sel basal. Sel berbentuk polihedral dengan inti bulat merupakan

hasil pembelahan darisel basal yang bergerak ke atas dan saling

dihubungkan dengan desmosom.

c. Lapisan sel granuler (Stratum granulosum)

Lapisan sel granuler merupakan lapisan dengan butiran / granula

keratohialin di dalam sel. Pada lapisan ini, selnya berbentuk datar dan

tidak ada intinya. Granulakeratohialin mengandung profilagrin dan

akan berubah menjadi filagrin dalam dua sampai tiga hari. Filagrin akan

terdegradasi menjadi molekul yang berkontribusi terhadap hidrasi pada

stratum korneum dan membantu penyerapan radiasi sinar ultraviolet.

d. Lapisan tanduk (Stratum korneum)

Lapisan ini dangkal dan dibentuk oleh sekitar 15 baris sel.

Menurut organisasi strukturalnya (keberadaan keratinosit dalam

matriks lipid bilayer), stratum korneum menyerupai dinding bata

(keratinosit sebagai batu bata, dan lipid dan protein sebagai semen).

Sel-sel lapisan pertengahan kornea mengandung jumlah terbesar asam

amino, yang menentukan hidrofilisitas wilayah ini, sedangkan pada

lapisan yang lebih dalam hidrofilisitas menurun. Strata korneum

dijelaskan dalam literatur sebagai "lapisan sel-sel mati", karena sel-sel

lapisan ini tidak mensintesis protein dan tidak menanggapi sinyal

seluler.

2. Lapisan Dermis

Ketebalan dermis bervariasi di berbagai tempat tubuh, biasanya 1-4

mm. Dermis merupakan jaringan metabolik aktif, mengandung kolagen,

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

6

elastin, sel saraf, pembuluh darah dan jaringan limfatik. Juga terdapat

kelenjar ekrin, apokrin, sebaseus di samping folikel rambut (Garna, 2016).

Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni (Djuanda, 2007).

1. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi

ujung serabut saraf dan pembuluh darah.

2. Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah

subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti

serabut kolagen, elastin, dan retikulin.Lapisan ini mengandung

pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.

3. Lapisan Subkutan / Hypodermis

Jaringan hipodermis atau subkutan merupakan lapisan yang terdiri

dari lemak dan jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah dan saraf.

Lapisan ini penting dalam pengaturan suhu kulit dan tubuh (Han, 2015).

Gambar 2. 1 Struktur Lapisan Kulit (Mader, 2016)

2.1.3. Fungsi Kulit

Kulit bisa melindungi tubuh dari luka fisik, pengaruh angin, air, sinar

matahari, unsur kimiawi, bakteri, dan sebagainya. Selain itu. kulit juga mempunyai

fungsi untuk mengontrol suhu tubuh, sehingga suhu tubuh bisa seimbang dan sesuai

dengan perubahan suhu. Selain memiliki fungsi perlindungan, kulit juga memiliki

fungsi sebagai indra peraba. Jaringan kulit luar menahan panas, dingin, sentuhan,

rasa sakit, dan tekanan. Karena proporsinya yang besar dan meliputi seluruh bagian

tubuh, kulit juga menjadi organ peraba yang memiliki peranan penting dalam

perlakuan sosial (Fauzi & Nurmalina, 2012).

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

7

2.2. Sinar Ultraviolet

2.2.1. Definisi Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet merupakan jenis radiasi elektromagnetik seperti halnya

gelombang radio, sinar-x, dan sinar gamma yang tidak terlihat oleh mata manusia.

Sinar ultraviolet adalah sumber cahaya energi tinggi, dan jika paparannya terlalu

banyak dapat merusak jaringan tubuh manusia dan juga bahan non-biologis.

Intensitas radiasi sinar ultraviolet yang dihasilkan oleh matahari berkisar 6,33 x 106

mW/cm2, sedangkan intensitas matahari rata-rata di Indonesia berkisar 0,45

mW/cm2. Paparan sinar ultraviolet dapat menyebabkan sejumlah efek sekunder

pada material akibat reaksi fotokimia dan panas (Kowalski, 2009).

2.2.2. Jenis Radiasi Ultraviolet

Radiasi ultraviolet adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang

gelombang 100-400 µm. Cahaya tampak memiliki rentang panjang gelombang

antara 400-700 µm dan cahaya inframerah memiliki rentang panjang gelombang

antara 700-1200 µm. Radiasi ultraviolet mengandung lebih banyak energi daripada

cahaya tampak atau inframerah, akibatnya radiasi ultraviolet memiliki potensi yang

lebih besar untuk menimbulkan kerusakan biologis. Spektrum ultraviolet dapat

dibagi lagi menjadi 3 bagian gelombang yaitu: UV-A (315-400 nm), UV-B (280-

315 nm), dan UV-C (100-280 nm). Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang

yang lebih pendek, membawa energi yang lebih tinggi, sehingga memiliki potensi

yang lebih besar untuk menimbulkan kerusakan biologis. Radiasi matahari yang

mencapai permukaan bumi sekitar 95% merupakan sinar UV-A dan 5% merupakan

sinar UV-B. Akibat menipisnya lapisan ozon maka terjadi peningkatan jumlah

radiasi ultraviolet yang mencapai permukaan bumi (Majdi et al., 2014).

2.3. Radikal Bebas

2.3.1. Definisi Radikal Bebas

Radikal bebas (free radical) atau sering juga disebut reactive oxygen species

(ROS) berasal dari bahasa latin radikalis adalah bahan kimia yang dapat berupa

atom maupun molekul yang tidak memiliki elektron berpasangan pada lapisan

luarnya. Sifat dari radikal bebas adalah sangat reaktif dan memiliki waktu paruh

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

8

yang sangat cepat. Radikal bebas akan segera bereaksi dengan cepat dengan

mengambil elektron molekul disekitarnya (Arief, 2012).

2.3.2. Sumber Radikal Bebas

Dalam tubuh manusia radikal bebas dapat berasal 2 sumber yaitu endogen

dan eksogen (Winarsi, 2007).

1. Sumber Endogen

a. Autoksidasi

Autoksidasi merupakan produk dari proses metabolisme aerob.

Jenis molekulnya dapat berasal dari hemoglobin, katekolamin,

mioglobin, sitkrom C yang tereduksi, serta thiol. Autoksidasi dari

produk diatas dapat menghasilkan kelompok oksigen reaktif.

b. Oksidasi enzimatik

Terdapat beberapa jenis enzim yang dapat menghasilkan radikal

bebas seperti, xanthine oksidase, lipoxygenase, aldehid oxidase, amino

acid oxidase,dan prostaglandin synthase.

c. Respiratory burst

Respiration burst merupakan proses dimana sel fagositik

menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar pada proses

fagositosis. Sekitar 70-90% penggunaan oksigen tersebut berperan

dalam produksi superoksida yang merupakan bentukan awal dari

radikal bebas.

2. Sumber Eksogen

a. Obat-obatan

Obat-obatan dapat berperan dalam peningkatan produksi radikal

bebas dengan cara peningkatan tekanan oksigen. Jenis obat-obatan

tersebut dapat berupa obat golongan antibiotik quionoid, obat kanker,

serta penggunaan asam askorbat yang berlebih dapat mempercepat

peroksidasi lipid.

b. Radiasi

Penggunaan Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan

jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi dibagi menjadi

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

9

radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi elektromagnetik

dapat berupa sinar X, sinar gamma, sinar UV sedangkan radiasi partikel

dapat berupa partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan beta.

2.3.3. Pembentukan Radikal Bebas

Secara umum, tahapan reaksi pembentukan radikal bebas mirip dengan

rancidity oxidative (ketengikan oksidatif) yaitu melalui tiga tahap reaksi seperti

berikut (Winarsi, 2007) :

a. Tahap inisiasi, yaitu tahap awal pembentukan radikal bebas. Misalnya:

Fe2+ + H2O2 → Fe3++ OH-+ •OH

R1-H + •OH → R1• + HO2

b. Tahap propagasi, yaitu tahap perpanjangan rantai radikal

R2-H + R1• → R2• + R1-H

R3-H + R2• → R3• + R2-H

c. Tahap terminasi, yaitu tahap bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain

atau dengan penangkap radikal, sehingga protein propagasinya rendah

R1• + R1• → R1-R1

R2• + R1• → R2-R1

R2• + R2• → R2-R2, dst.

2.3.4. Mekanisme Senyawa Radikal Bebas Menyebabkan Penuaan Dini

Radikal bebas merupakan penyebab utama terkait proses penuaan, dianggap

sebagai satu-satunya proses utama, dimodifikasi oleh genetik dan faktor

lingkungan; oksigen radikal bebas bertanggung jawab (karena reaktivitasnya

tinggi) terhadap kerusakan tingkat sel dan jaringan terkait usia. Akumulasi radikal

oksigen pada sel dan modifikasi oksidatif molekul biologi (lipid, protein, dan asam

nukleat) berperan pada penuaan dan kematian sel. Pada kondisi normal, terjadi

keseimbangan antara oksidan, antioksidan, dan biomolekul. Radikal bebas yang

berlebih menyebabkan antioksidan seluler natural kewalahan, memicu oksidasi,

dan berkontribusi terhadap kerusakan fungsional seluler (Fusco et al., 2007).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

10

2.4. Belimbing Wuluh

2.4.1. Morfologi Tanaman Belimbing Wuluh

Tanaman di Indonesia banyak yang bisa memberi manfaat untuk kehidupan,

salah satu diantaranya adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing

wuluh merupakan salah satu spesies dalam family Averrhoa yang tumbuh di daerah

ketinggian hingga 500 m di atas permukaan laut dan dapat ditemui di tempat yang

banyak terkena sinar matahari langsung tetapi cukup lembab. Pada umumnya

belimbing wuluh ditanam dalam bentuk tanaman pekarangan yaitu diusahakan

sebagai usaha sambilan atau tanaman peneduh di halaman rumah (Sari & Suryani,

2014).

Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah (Nugraha, 2017):

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub-kelas : Rosidae

Ordo : Geraniales

Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi L.

Habitusnya meliputi pohon, tingginya 5-10 meter. Batangnya tegak,

bercabang-cabang, permukaan kasar, banyak tonjolan, hijau kotor. Daun berbentuk

majemuk, menyirip, anak daun 25-45 helai, bulat telur, ujung meruncing, pangkal

membulat, panjang 7-10cm, lebar 1-3cm, bertangkai pendek, pertualangan

menyirip, hijau muda, hijau. Bunga berbentuk malai, pada tonjolan batang dan

cabang, menggantung, panjang 5-20cm, kelopak ± 6 cm, merah, daun mahkota

bergandengan, bentuk lanset, ungu. Buah buni, bulat, panjang 4 cm, hijau

kekuningan. Biji buah belimbing wuluh lanset atau segitiga, masih muda hijau

setelah tua kekuningan kehijauan. Akarnya tunggang, coklat kehitaman (Etsa et al.,

2015).

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

11

Gambar 2. 2 Tanaman Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

(Kinho et al., 2011)

2.4.2. Kandungan Daun Belimbing Wuluh

Zat aktif yang bisa didapat pada daun belimbing wuluh antara lain adalah

tanin, sulfur, asam format, peroksida, saponin dan flavonoid (Sari & Suryani, 2014).

a. Tanin

Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar

yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti

karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan

beberapa makromolekul. Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan

tanin terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang

paling dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi. Kadar tanin

yang tinggi pada daun belimbing wuluh muda sebesar 10,92% (Hayati et al., 2010).

Oksidasi tanin akan menghasilkan senyawa berwarna coklat yang tidak

mampu mengendapkan protein. Fenol sangat peka terhadap oksidasi enzim dan

mungkin hilang pada proses isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat pada

tumbuhan. Kompleks tanin protein umumnya terbentuk dengan adanya ikatan

hidrogen dan tidak larut. Ikatan hidrogen antara gugus karbonil dari ikatan peptida

dengan gugus hidroksil dari tanin merupakan ikatan yang paling dominan di dalam

kompleks tanin protein. Interaksi hidrofobik tanin-protein terlihat pada cincin

aromatik fenol dan alifatik serta rantai samping aromatik pada protein asam amino.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

12

Kompleks ini dipengaruhi oleh pH, suhu dan bobot molekul. Nilai pH yang rendah

akan menurunkan pembentukan kompleks tanin-protein sebagai akibat adanya efek

elektrostatik dari protein (Purwanti et al., 2018).

Tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin dan asam hidroksi yang masing-

masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Warna ini

terbentuk karena terbentuknya kompleks antara logam Fe dari FeCl 31% dengan

gugus hidroksi dari tanin. Terikatnya Fe pada tanin menghasilkan warna yang

spesifik karena gugus hidroksil berkonjungasi dengan ikatan rangkap, sedangkan

terikatnya katekin dengan Fe tidak memberikan warna yang sama, sebab gugus

hidroksil tidak berkonjugasi dengan ikatan rangkap. Manfaat tanin salah satunya

untuk pengobatan luka bakar, pada industri tekstil dan industri tinta tanin sebagai

zat warna, pencegah korosi, sebagai penjernih dalam industri minuman anggur,

sebagai bahan fotografi dan menurunkan viskositas lumpur pada pipa pengeboran

minyak (Iga & Savitri, 2014).

b. Asam Format

Asam format atau asam formiat (nama sistematis: asam metanoat) adalah

asam karboksilat yang paling sederhana. Asam format secara alami antara lain

terdapat pada sengat lebah dan semut, sehingga dikenal pula sebagai asam semut

(Purwanti et al., 2018).

c. Peroksida

Senyawa peroksida yang dapat berpengaruh terhadap antipiretik, peroksida

merupakan senyawa pengoksidasi dan kerjanya tergantung pada kemampuan

pelepasan oksigen aktif dan reaksi ini mampu membunuh banyak mikroorganisme

(Fidia, 2017).

d. Saponin

Saponin berfungsi sebagai antihiperglikemik dengan cara mencegah

pengambilan glukosa pada brush border di usus halus. Saponin memiliki molekul

yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak

atau lipofilik (Nugraha, 2017).

e. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang paling

banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

13

senyawa phenolik dengan struktur kimia C6 − C3 − C6. Flavonoid bekerja dengan

cara denaturasi protein. Proses ini juga menyebabkan gangguan dalam

pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen protein. Fungsi membran

sel yang terganggu dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas sel, diikuti

dengan terjadinya kerusakan sel bakteri. Kerusakan tersebut menyebabkan

kematian sel bakteri. Flavonoid berfungsi untuk menjaga pertumbuhan normal dan

pertahanan terhadap pengaruh infeksi dan kerusakan. Pada sel daun terdapat cairan

vakuola yang terdapat dalam vakuola terutama terdiri dari air, namun di dalamnya

dapat terlarut berbagai zat seperti gula, berbagai garam, protein, alkaloida, zat

penyamak atau tanin dan zat warna. Jumlah tanin dapat berubah-ubah sesuai dengan

musim serta pigmen dalam vakuola adalah flavonoid (Iga & Savitri, 2014).

2.4.3. Aktivitas Farmakologi Daun Belimbing Wuluh

Beberapa aktivitas farmakologis dari daun belimbing wuluh yaitu sebagai

berikut:

1. Kegunaan di Masyarakat

Daun belimbing wuluh yang dilumatkan untuk mengatasi demam

dan obat luar. Rebusan daun untuk menanggulangi peradangan, gerusan

tangkai muda dan bawang merah sebagai obat oles pada penyakit gondong.

Daun belimbing wuluh muda dicampur beberapa rempah-rempah untuk

encok. Efek farmakologi daun belimbing wuluh dapat digunakan untuk

menghilangkan rasa nyeri dan sebagai antiinflamasi (Sudarsono et al.,

2002).

2. Aktivitas Antioksidan

Hasil pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa asam

askorbat sebagai kontrol positif memiliki nilai IC50 sebesar 5,71±0,04

µg/ml, sementara esktrak etanol daun belimbing wuluh memiliki nilai IC50

sebesar 16,99±0,12 µg/mL. Senyawa fitokimia yang terkandung dalam

ekstrak etanol daun belimbing wuluh telah berhasil diidentifikasi yang

meliputi saponin, tanin, steroid, flavonoid dan alkoloid. Kadar total fenol

dan flavonoid ekstrak daun belimbing wuluh dapat ditentukan dan

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

14

berpotensi menjadi salah satu sumber antioksidan yang tinggi (Hasim et al.,

2019).

3. Aktivitas Antiinflamasi

Pada penelitian lain, kontrol positif yang digunakan dalam

pengukuran aktivitas antiinflamasi ini adalah natrium diklofenak dan

aktivitas antiinflamasi pada metode ini dinyatakan dengan persen inhibisi

hemolisis. Natrium diklofenak (100 µg/mL) memiliki aktivitas

antiinflamasi yang ditunjukkan dengan nilai persen inhibisi hemolisisnya

sebesar 89,62±2,57%. Ekstrak etanol daun belimbing wuluh memiliki

aktivitas antiinflamasi pada konsentrasi 200, 300, 500, 600 µg/mL yang

ditunjukkan dengan nilai persen inhibisinya secara berturut-turut sebesar

91,18±4,62; 81,42±2,55; 84,26±1,05; dan 50,49±13,27%. Hasil uji

ANOVA menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun belimbing

wuluh pada 600 ppm memiliki nilai persen inhibisi yang paling rendah serta

berbeda signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan konsentrasi pada 200,

300, 500 ppm dan konsentrasi natrium diklofenak. Konsentrasi ekstrak

berpengaruh terhadap nilai persen inhibisi hemolisisnya. Konsentrasi

ekstrak etanol daun belimbing wuluh 200 ppm memiliki nilai persen inhibisi

hemolisis paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak lainnya.

Konsentrasi ekstrak 200 ppm ini merupakan konsentrasi ekstrak terendah

yang diujikan. Dapat disimpulkan bahwa daun belimbing wuluh

menunjukkan adanya aktivitas antiinflamasi (Hasim et al., 2019).

4. Antihipertensi

Hasil pengukuran tekanan darah sistol dan diastol pada kelompok

satu (kelompok kontrol positif dengan pemberian captopril 2,5 mg/kgBB)

menunjukkan penurunan yang bermakna. Rerata tekanan sistol sebelum

perlakuan adalah 183,57 dan setelah perlakuan 131,00. Untuk analisa

bivariat pada tekanan sistol digunakan Wilcoxon test karena data tidak

berdistribusi normal dan diperoleh nilai p 0,018. Rerata tekanan diastole

sebelum perlakuan 173,13 dan setelah perlakuan 124,83. Dari hasil uji

statistik kelompok 2 (kelompok eksperimen 1 yaitu pemberian ekstrak daun

belimbing wuluh dengan dosis 52,517 mg/100 gram BB tikus) diperoleh

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

15

nilai mean tekanan sistol sebelum 181,43 dan setelah perlakuan 143,29.

Sedangkan nilai mean diastole sebelum 169,57 dan setelah perlakuan

136,00. Hasil uji statistik kelompok 3 (kelompok eksperimen 2 yaitu dengan

pemberian ekstrak daun belimbing wuluh dosis 105,034 mg/100 gram BB

tikus) didapatkan nilai mean sistol sebelum 184,43 dan setelah perlakuan

135,57; sedangkan mean diastole sebelum 173,86 dan setelah perlakuan

123,86. Pre dan Post test pada masing-masing kelompok dianalisa

menggunakan paired t test dengan hasil nilai p kedua kelompok adalah

0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah yang

signifikan antara sebelum dan setelah perlakuan baik kelompok 2 maupun

kelompok 3. Maka dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan daun

belimbing wuluh memiliki aktivitas farmakologi sebagai antihipertensi atau

penurun tekanan darah (Mulyani et al., 2015).

5. Antifungal

Aspergillus flavus dan Candida albicans merupakan jenis jamur

yang memiliki potensi menyebabkan penyakit. Kapang Aspergillus flavus

dapat menurunkan kualitas bahan pangan disebut biodeteriorasi, dan dapat

menghasilkan metabolit sekunder berupa aflatoksin. Candida albicans

berpotensi menyebabkan kandidiasis, sariawan dan keputihan. Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus

dan Candida albicans, serta mengetahui konsentrasi terendah yang mampu

menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus dan Candida albicans yang

dibandingkan dengan kontrol albothyl dan natrium benzoat sebagai kontrol

positif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental,

sedangkan rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diujikan pada

Aspergillus flavus dan Candida albicans adalah daun belimbing wuluh

dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, 100%, dan dua kontrol positif

(albothyl dan natrium benzoat). Parameter yang diamati adalah diameter

zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak daun belimbing wuluh, albothyl,

dan natrium benzoat. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

16

varian (ANAVA) dan dilanjutkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)

pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil analisis uji DMRT

menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mampu menghambat

pertumbuhan khamir Candida albicans pada konsentrasi 60%, 80% dan

100%, tetapi tidak menghambat pertumbuhan pada kapang Aspergillus

flavus. Kontrol positif albothyl dapat menghambat pertumbuhan Candida

albicans lebih baik dari pada ekstrak daun belimbing wuluh, sedangkan

natrium benzoat tidak menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus

(Permana, 2014).

6. Antidiabetes

Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman

yang dapat digunakan sebagai terapi herbal dalam menangani diabates

melitus. Kandungan utama yaitu flavonoid yang berperan dalam aktivitas

farmakologikal yang berfungsi sebagai antioksidan dan antidiabetes. Dari

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.) memang telah dipercaya memiliki khasiat untuk terapi

antidiabetes. Beberapa penelitian juga telah dilakukan sebelumnya. Uji

efektivitas ekstrak daun belimbing wulung terhadap mencit telah dibuktikan

memiliki tingkat aktivitas yang baik dalam menurunkan kadar glukosa

dalam darah (Kurniawaty & Lestari, 2016).

7. Antilithiasis

Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian aktivitas antilithiasis

ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada mencit

putih (Mus musculus). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya

aktivitas antilithiasis dari ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada mencit,

serta menentukan dosis yang efektif sebagai antilithiasis. Daun belimbing

wuluh diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol 70% kemudian

dipekatkan dengan Rotary Evaporator. Selanjutnya ekstrak etanol daun

belimbing wuluh dibuat dalam beberapa dosis yaitu 16,6 mg/Kg BB, 25

mg/Kg BB dan 33 mg/Kg BB. Parameter pengukuran yang digunakan yaitu

bobot badan, bobot ginjal, rasio bobot ginjal terhadap bobot badan mencit

serta kadar kalsium. Analisis kadar kalsium dilakukan dengan

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

17

Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Hasil

menunjukan kadar kalsium pada kelompok pemberian ekstrak etanol daun

belimbing wuluh secara signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok

induksi (p < 0,05). Ini membuktikan bahwa pemberian ekstrak etanol daun

belimbing wuluh pada mencit yang diinduksi batu ginjal memiliki aktivitas

sebagai antilithiasis dan dosis yang paling efektif sebagai antilithiasis yaitu

pada dosis 16,6 mg/Kg BB (Patala et al., 2018).

2.5. Antioksidan

2.5.1. Definisi Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda, menghambat atau

mencegah oksidasi lipid atau molekul lain dengan menghambat inisiasi atau

propagasi dari reaksi rantai oksidatif (Javanmardi et al., 2003). Antioksidan

merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan. Senyawa ini

memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi

oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan

senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas

dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Winarsi,

2011).

2.5.2. Klasifikasi Antioksidan

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu antioksidan sintetik atau sekunder (antioksidan yang diperoleh dari

hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami atau primer (antioksidan hasil

ekstraksi bahan alam) (Inggrid & Santoso, 2014).

1. Antioksidan Primer atau Alami

Berikut adalah pengelompokkan antioksidan primer menurut

(Hurrell et al., 2003):

a. Antioksidan mineral adalah kofaktor antioksidan enzim.

Keberadaannya mempengaruhi metabolisme makromolekul kompleks

seperti karbohidrat. Contoh: selenium, tembaga, besi, seng dan mangan.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

18

b. Antioksidan vitamin, dibutuhkan untuk fungsi metabolisme tubuh.

Contoh: vitamin C, vitamin E, vitamin B.

c. Fitokimia adalah senyawa fenolik, yang bukan vitamin maupun

mineral. Senyawa yang termasuk ke dalam golongan fitokimia adalah

senyawa flavonoid. Flavonoid adalah senyawa fenolik yang memberi

warna pada buah, biji-bijian, daun, bunga dan kulit. Sebagai contoh

diantaranya: karotenoid adalah zat warna dalam buah-buahan dan

sayuran, β-karoten terdapat pada wortel dan dapat dikonversi menjadi

vitamin A, likopen banyak terdapat dalam tomat, dan zeaxantin banyak

terdapat pada bayam.

2. Antioksidan Sekunder atau Sintetik

Senyawa antioksidan sintetik memiliki fungsi menangkap radikal

bebas dan menghentikan reaksi berantai (Hurrell et al., 2003). Berikut

adalah contoh antioksidan sintetik: Butylated hydroxyl anisole (BHA),

Butylated hydroxylrotoluene (BHT), Propyil gallate (PG) dan metal

chelating agent (EDTA), Tertiary butyl hydroquinone (TBHQ), Nordihydro

guaretic acid (NDGA). Antioksidan sintetik utama pada saat ini yang

digunakan dalam produk makanan adalah monohidroksi atau polihidroksi

senyawa fenol dengan berbagai substituen pada cincinnya (Hamid et al.,

2010).

2.5.3. Fungsi Antioksidan

Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi

radikal bebas penyebab beberapa penyakit salah satunya seperti karsinogenis,

dalam tubuh manusia. Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak memiliki

sistem pertahanan antioksidan yang cukup, sehingga apabila terjadi paparan radikal

berlebihan, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (berasal dari luar)

(Muchtadi, 2013).

2.5.4. Mekanisme Kerja Antioksidan

Menurut mekanisme kerjanya antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi

pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

19

hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama disebut antioksidan

primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida

(R•, ROO•) atau mengubahnya ke bentuk stabil, sementara turunan radikal

antioksidan (A•) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibandingkan radikal lipid.

Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju

antioksidan dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai

oksidan dengan mengubah lipida ke bentuk stabil (Yuswantina, 2009).

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada

lipida dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tiap inisiasi maupun propagasi.

Radikal-radikal antioksidan (A•) yang terbentuk pada reaksi tersebut stabil dan

tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain

membentuk radikal lipida baru. Radikal-radikal antioksidan dapat saling

membentuk produk non-radikal. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap

radikal lipid sebagai berikut :

Inisiasi : R• + AH → RH : A•

Propagasi : ROO• + AH → ROOH + A•

(Furqon, 2016).

2.6. Pengujian Antioksidan

2.6.1. Macam-Macam Pengujian Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan terdiri atas metode in vivo dan in vitro. Para peneliti

lebih mengembangkan metode in vitro karena metode in vivo membutuhkan waktu

pengerjaan yang lama. Metode antioksidan secara in vitro terbagi menjadi metode

1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), xantin oksidase, tiosianat, dan deoksiribosa

(Sharma, 2014).

1. Metode DPPH

Metode absorbansi radikal DPPH merupakan metode yang

sederhana, mudah, dan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit

dengan waktu yang singkat (Hanani et al., 2006). Pengukuran aktivitas

antioksidan sampel dilakukan pada panjang gelombang 517 nm yang

merupakan panjang gelombang maksimum DPPH, dengan konsentrasi

DPPH 50 µm. Adanya aktivitas antioksidan dari sampel mengakibatkan

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

20

perubahan warna pada larutan DPPH dalam etanol yang semula berwarna

violet pekat menjadi kuning pucat (Andayani et al., 2008).

Metode DPPH merupakan pengukuran penangkal radikal bebas

sintetik dalam pelarut organik pada suhu kamar oleh suatu senyawa yang

mempunyai aktivitas antioksidan. Proses penangkalan radikal bebas ini

melalui mekanisme pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan

oleh radikal bebas sehingga radikal bebas menangkap satu electron dari

antioksidan. Metode ini juga merupakan pengujian aktivitas antioksidan

yang paling cocok bagi pelarut etanol dan methanol (Rochmatika et al.,

2012).

2. Metode Xantin Oksidase

Metode xantin oksidase menentukan nilai inhibisi sampel terhadap

radikal bebas. Perhitungan aktivitas inhibisi radikal bebas menggunakan

superoksida dismutase (SOD) (Widowati et al., 2005). Metode xantin

oksidase adalah metode dengan prinsip metabolisme xantin-xantin

oksidase, yang menghasilkan radikal anion superoksida. Superoksida

dismutase (SOD) mengubah superoksida menjadi hidrogen peroksida

(H2O2) sehingga metode ini dapat digunakan untuk mengukur aktivitas

antioksidan dalam meredam radikal anion superoksida. Metode ini tidak

memerlukan waktu yang lama pada pengukuran, namun metode ini

melewati beberapa tahap inkubasi dalam pembentukan radikal bebas (Yang

et al., 2013).

3. Metode Tiosianat

Metode tiosianat menentukan aktivitas radikal bebas menggunakan

senyawa pembanding sebagai kontrol positif. Sebanyak 2 mL sampel

dicampur dengan 2,05 mL asam linoleat dan buffer fosfat pH 7,0 diinkubasi

di tempat gelap pada suhu 37℃. Jumlah peroksida yang terbentuk

ditentukan dari serapan warna merah pada panjang gelombang 500 nm

dengan penambahan FeCl2 dan amonium tiosianat. Pengukuran dilakukan

setiap 24 jam hingga dicapai absorbansi maksimum (Sharma, 2014).

Metode tiosianat adalah metode dengan prinsip lipid peroksidasi.

Metode ini menggunakan asam linoleat, yaitu asam lemak tidak jenuh yang

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

21

bertindak sebagai radikal bebas (Hanani et al., 2006). Metode ini secara

spesifik dapat mengukur jumlah radikal bebas berdasarkan peroksidasi

lipid, yaitu pembentukan radikal alkoksi. Namun, metode ini memerlukan

proses pengukuran serapan yang lama. Pengukuran serapan harus terus

dilakukan hingga dicapai nilai absorbansi maksimum (Sharma, 2014).

4. Metode Deoksiribosa

Metode deoksiribosa menggunakan reaksi degradasi deoksiribosa

dengan radikal bebas yang dihasilkan dari larutan besi (II) sulfat dan

hidrogen peroksida. Radikal bebas dicampurkan dengan ekstrak dan 2-

deoksiribosa. Reaksi ini membentuk malonaldehida (MDA). Antioksidan

dalam ekstrak tanaman akan mencegah radikal hidroksil merusak 2-

deoksiribosa, sehingga produk MDA terhambat. Kemudian larutan

diberikan tiobarburat (TBA) yang akan berikatan dengan MDA dan

menyebabkan warna merah (Yang et al., 2013).

Metode ini memerlukan senyawa pembanding sebagai kontrol

positif. Jumlah MDA diamati sebagai hasil dari peredaman radikal bebas

oleh antioksidan. Reaksi pembentukan radikal bebas oleh FeSO4 dan H2O2

menghasilkan radikal hidroksil yang diukur dengan metode deoksiribosa.

Metode ini dapat mengukur potensi antioksidan yang menghambat radikal

hidroksil. Metode ini memerlukan tahapan yang lebih banyak dibandingkan

metode in vitro yang lainnya karena produk MDA harus dihentikan terlebih

dahulu oleh TBA sebelum dilakukan pengukuran nilai serapan pada panjang

gelombang yang ditentukan (Atun, 2010).

2.6.2. Penetapan IC50

Aktivitas antioksidan dinyatakan secara kuantitatif dengan IC50. IC50

adalah konsentrasi larutan uji yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50%.

Aktivitas antioksidan dari ekstrak ditentukan berdasarkan nilai IC50 yang

menggambarkan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal

sebesar 50%. Nilai IC50 tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung

konsentrasi ekstrak dalam sediaan. IC50 dihitung dari kurva regresi linear pada

berbagai konsentrasi uji versus % penghambatan (Yuhernita & Juniarti, 2011).

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

22

2.7. Spektrofotometer UV-Vis

2.7.1. Definisi Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu

sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Underwood & Day, 2002). Sinar

ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar

tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Spektrofotometri

UV-Vis dapat digunakan untuk informasi baik analisis kualitatif maupun analisis

kuantitatif. Analisis kualitatif dapat digunakan untuk mengidentifikasi kualitas obat

atau metabolitnya. Data yang dihasilkan oleh Spektrofotometri UV-Vis berupa

panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut, sedangkan dalam

analisis kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel)

dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya (Putri & Setiawati,

2015).

Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang

melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,

sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif

dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran

secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum

Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam persamaan (Rohman,

2007):

A = a.b.c

Keterangan :

A = absorban

a = absorpsivitas molar

b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi

Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linearitas antara absorban

dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan.

Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan (Rohman, 2007)

yaitu :

a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

23

b. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang

sama.

c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang

lain dalam larutan tersebut.

d. Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi.

e. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

Salah satu syarat senyawa dianalisis dengan spektrofotometri adalah karena

senyawa tersebut mengandung gugus kromofor. Kromofor adalah gugus fungsional

yang mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan tampak, jika diikat oleh gugus ausokrom.

Hampir semua kromofor mempunyai ikatan rangkap berkonjugasi diena (C=C‒

C=C), dienon (C=C‒C=O), benzen dan lain-lain. Ausokrom adalah gugus

fungsional yang mempunyai electron bebas, seperti -OH, NH2, NO2, -X (Harmita,

2006).

2.7.2. Instrumen Spektrofotometer UV-Vis

Instrumen atau alat yang digunakan untuk mengetahui emisi radiasi

elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut spektrofotometer.

Menurut (Moreshwar, 2003) Komponen dari instrumen Spektrofotometri UV-Vis

adalah :

a. Sumber Cahaya

Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorbsi adalah lampu

wolfram. Pada daerah UV digunakan lampu hidrogen atau lampu deuterium.

Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak

bervariasi pada berbagai panjang gelombang.

b. Monokromator

Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya polikromatis

menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan komponen panjang

gelombang tertentu. Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi

monokromator dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis.

Monokromator terdiri dari susunan :

Celah (slit) masuk ‒ filter ‒ prisma ‒ kisi (grating) ‒ celah (slit) keluar.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

24

c. Wadah sampel (kuvet)

Kuvet merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Kuvet dari

leburan silika (kuarsa) dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif pada

daerah pengukuran 190-1100 nm, dan kuvet dari bahan gelas dipakai pada

daerah pengukuran 380-1100 nm karena bahan dari gelas mengabsorbsi radiasi

UV.

d. Detektor

Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan. Sinar

kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam rekorder akan

ditampilkan dalam bentuk angka-angka pada reader (komputer).

e. Visual Display Recorder

Merupakan sistem baca yang memperagakan besarnya isyarat listrik,

menyatakan dalam bentuk % transmitan maupun Absorbansi.

2.8. Kosmetik

2.8.1. Definisi Kosmetik

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19

pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian. Selain digunakan untuk

kecantikan, kosmetik juga digunakan untuk kesehatan (Tranggono & Latifah,

2007). Kosmetik berasal dari kata Yunani yaitu kosmetikos yang berarti menghias,

mengatur. Pada dasarnya kosmetik adalah bahan campuran yang kemudian

diamplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku,

rambut, bibir, gigi dan sebagainya bertujuan untuk menambah daya tarik,

melindungi, memperbaiki sehingga penampilannya lebih dari semula (Haynes,

1997).

Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1175/MENKES/PER/2010 Pasal 1 kosmetika (Permenkes, 2010) adalah

bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh

manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi

dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,

mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau

memelihara tubuh pada kondisi baik. Bahan utama yang dapat digunakan untuk

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

25

kosmetik adalah bahan dasar yang berkasiat, bahan aktif dan ditambah bahan

tambahan lain seperti bahan pewarna, bahan pewangi, pada pencampuran bahan-

bahan tersebut harus memenuhi kaidah pembuatan kosmetik ditinjau dari berbagai

segi teknologi, kimia teknik dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997).

2.8.2. Kegunaan Kosmetik

Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit sebagai berikut

(Tranggono & Latifah, 2007):

1. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic)

Kosmetik jenis ini digunakan untuk merawat kebersihan dan

kesehatan kulit. Kosmetik perawatan kulit, terdiri dari :

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing,

cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener), toner.

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya

moisturizer cream, night cream, anti wrinkle cream.

c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen

foundation, sun block cream / losion.

d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit (peeling), misalnya

scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai

pengamplas.

2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make up)

Kosmetik jenis ini diperlukan untuk merias atau menutup cacat pada

kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta

menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri. Dalam

kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar. Dalam kosmetik

riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar.

Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :

a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan

pemakaian sebentar, misalnya lipstick, bedak, pemerah pipi,

eyeshadow, dan lain-lain.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

26

b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu

lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut,

pengeriting rambut, dan lain-lain.

2.9. Masker Wajah

2.9.1. Definisi Masker Wajah

Masker wajah merupakan suatu bentuk sediaan yang memiliki cara khusus

untuk membersihkan wajah dan sekaligus sebagai skin care. Sediaan diaplikasikan

pada wajah berbentuk layer yang relatif tebal dan kemudian dilepaskan setelah

beberapa waktu, biasanya 15 sampai 30 menit (Shai et al., 2009).

Masker wajah adalah salah satu jenis perawatan yang sering dimanfaatkan

oleh para wanita untuk mengatasi masalah kulit wajah. Tetapi belum banyak yang

tahu bahwa beda jenis masker wajah maka berbeda pula kegunaan dan fungsinya,

contohnya sebagai berikut (Anjani & Dwiyanti, 2013):

a. Untuk kulit kering, pilihlah masker yang mengandung pelembab. Biasanya

akan tertera kata moisturizing, hydrating, dan nourishing. Manfaat untuk wajah

kering adalah membantu untuk memberikan kelembaban, melembutkan, dan

memberikan rasa nyaman pada kulit wajah.

b. Untuk kulit berminyak, pilihlah masker seperti clay mask, deep cleansing mask

atau masker yang mengandung ekstrak lemon (jeruk nipis). Masalah kulit

berminyak biasanya adalah komedo dan jerawat. Clay (tanah liat) mampu

menyerapa kelebihan minyak, kotoran dan racun dari kulit.

c. Untuk kulit normal, pilih masker yang sifatnya perawatan, menyegarkan, dan

menjaga kesehatan kulit seperti masker kolagen dan masker lumpur (mud

mask). Kolagen dapat menjaga elastisitas, mengencangkan dan juga

menghaluskan kulit wajah. Sedangkan lumpur kaya akan berbagai mineral

penting yang dibutuhkan kulit.

2.9.2. Bentuk-bentuk Masker

Masker terdiri atas berbagai macam bentuk. Berikut ini adalah macam-

macam masker dan penggunaannya (Muliyawan & Suriana, 2013) :

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

27

1. Masker Bubuk

Masker ini terdiri dari bahan serbuk (koalin, titanium dioksida,

magnesium karbonat), gliserin, air suling, hidrogen peroksida (H2O2).

Berfungsi memutihkan, mengencangkan kulit. Dalam penggunaannya, bahan

bubuk tersebut dicampurkan dengan aqua destilator atau air mawar, hingga

menjadi adonan kental. Dalam membuat adonan tersebut memerlukan keahlian

agar tidak terlalu cair maupun tidak terlalu kental dan mudah dioleskan pada

kulit wajah.

2. Masker Gelatin (Peel-off Mask)

Masker ini membentuk tembus terang (transparan) pada kulit. Bahan

dasar atau basis adalah bersifat jelly dari gum, latex, dan biasanya dikemas

dalam tube. Penggunaannya langsung diratakan pada kulit wajah. Adapun cara

mengangkatnya dengan cara mengelupas, diangkat pelan-pelan secara utuh

mulai dagu ke atas sampai jidat dan berakhir di dahi. Jenis masker yang ada di

pasaran biasanya tergantung merk, ada yang untuk semua jenis kulit ada yang

dibedakan berdasarkan jenis kulit.

3. Masker Bahan Alami (Biological Mask)

Masker ini dibuat dari bahan-bahan alami, misalnya ekstrak dari buah-

buahan atau sayur-sayuran, kuning telur, putih telur, susu, madu, minyak

zaitun, dan sebagainya.

2.9.3. Fungsi Utama Masker Wajah

Masker wajah berfungsi untuk meningkatkan kebersihan, kesehatan, dan

kecantikkan kulit sekaligus memperbaiki dan merangsang kembali aktivitas sel

kulit. Bahan kosmetik wajah pada umumnya bertujuan untuk menyegarkan,

mengencangkan kulit dan sebagai sumber tambahan antioksidan bagi kulit

(Kumalaningsih, 2006).

Kegunaan masker adalah sebagai berikut (Muliyawan & Suriana, 2013) :

a. Memperbaiki dan merangsang aktivitas sel-sel kulit yang masih aktif.

b. Mengangkat kotoran dan sel-sel tanduk yang masih terdapat pada kulit secara

mendalam.

c. Memperbaiki dan mengencangkan kulit.

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

28

d. Memberi nutrisi, menghaluskan, melembutkan, dan menjaga kelembaban kulit.

e. Mencegah, mengurangi, dan menyamarkan kerusakan-kerusakan pada kulit

seperti gejala keriput dan hiperpigmentasi.

f. Memperlancar aliran darah dan getah bening pada jaringan kulit.

2.10. Masker Peel-off

2.10.1. Definisi Masker Peel-off

Masker peel-off terbuat dari bahan karet, seperti polivinil alkohol atau damar

vinil asetat dan merupakan salah satu jenis sediaan masker yang praktis dan mudah

saat penggunaannya. Masker peel-off biasanya dalam bentuk gel atau pasta yang

dioleskan ke kulit muka. Setelah alkohol yang terkandung dalam masker menguap,

terbentuklah lapisan film yang tipis dan transparan pada kulit muka. Setelah

berkontak selama 15-30 menit, lapisan tersebut diangkat dari permukaan kulit

dengan cara dikelupas (Simms, 2003). Setelah kering masker tersebut dapat

langsung diangkat tanpa perlu dibilas. Masker peel-off bermanfaat dalam

membersihkan, menyegarkan, melembabkan, dan melembutkan kulit wajah karena

dapat mengangkat kotoran dan sel kulit mati. Dengan pemakaian teratur masker

peel-off dapat merileksasi otot-otot wajah dan mengurangi kerutan halus pada

wajah (Yulin, 2015).

2.10.2. Karakteristik Masker Peel-off

Karakteristik ideal sediaan masker peel-off (Grace et al., 2015):

1. Tidak terdapat partikel yang kasar.

2. Tidak toksik.

3. Tidak menimbulkan iritasi.

4. Dapat membersihkan dan mengencangkan kulit.

5. Memberikan efek lembab.

6. Membentuk lapisan film yang seragam.

7. Dapat kering pada waktu 5-30 menit.

8. Mudah digunakan dan tidak timbul rasa sakit.

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

29

2.10.3. Bahan-bahan Pembentuk Masker Peel-off

Pada umumnya, bahan-bahan yang digunakan dalam sediaan masker peel-

off antara lain:

a. Polivinil Alkohol (PVA)

Polivinil alkohol adalah polimer sintetis yang larut dalam air dengan

rumus (C2H4O)n. Polivinil alkohol umumnya dianggap sebagai bahan yang

tidak beracun. Bahan ini bersifat non iritan pada kulit dan mata pada

konsentrasi sampai dengan 10%, serta digunakan dalam kosmetik pada

konsentrasi hingga 7%(Rowe et al., 2009). Polivinil alkohol dikenal sebagai

agen pembentuk lapisan film, pendispersi, lubrikan, pelindung kulit,

digunakan pada formulasi gel dan lotion, shampo, tabir surya, masker, serta

beberapa aplikasi kosmetik dan perawatan kulit lainnya. Namun salah satu

kelemahan dari polivinil alkohol adalah lapisan film yang dihasilkan

cenderung lebih kaku dan memiliki fleksibilitas yang tergolong rendah

(Barnard, 2011).

Gambar 2. 3 Struktur Kimia Polivinil Alkohol (Pubchem, 2005)

b. Polivinil Pirolidon (PVP)

Penambahan polivinil pirolidon (PVP) K-30 sebagai plasticizer

agent bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari lapisan yang dibentuk

oleh PVA. PVP K-30 memberikan pengaruh terhadap viskositas, daya

sebar, pH, elastisitas dan kekencangan dari sediaan masker peel-off

(Anggen, 2015). Rumus empiris (C6H9NO)n dan berat molekul 2500-

3.000.000. Povidone sebagai polimer sintetik yang pada dasarnya terdiri

dari gugus linier 1-vinil-2-pirolidon, derajat polimerisasi yang berbeda-beda

yang menghasilkan polimer dari berbagai berat molekul. Fungsinya sebagai

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

30

disintegrant, penambah disolusi, zat pensuspensi, tablet binder (Rowe et al.,

2009).

Gambar 2. 4 Struktur Kimia Polivinil Pirolidon (Pubchem, 2017)

c. Hidroksipropil Metilselulosa

Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC) atau hipermelosa secara luas

digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi sediaan farmasi oral,

mata, hidung, dan topikal. Selain itu HPMC juga digunakan secara luas

dalam kosmetik dan produk makanan. Kegunaan HPMC diantaranya

sebagai zat peningkat viskositas, zat pendsipersi, zat pengemulsi, penstabil

emulsi, zat penstabil, zat pensuspensi, sustained release agent, pengikat

pada sediaan tablet, dan zat pengental (Rowe et al., 2009). HPMC dikenal

memiliki sifat sebagai pembentuk film yang baik, serta memiliki

penerimaan yang sangat baik. HPMC akan membentuk lapisan film

transparan, kuat, dan fleksibel (Barnard, 2011).

Gambar 2. 5 Struktur Kimia Hidroksipropil Metilselulosa (Rowe et al.,

2009)

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

31

d. Propilen Glikol

Propilen glikol (C3H8O2) merupakan cairan bening, tidak berwarna,

kental, praktis tidak berbau, manis, dan memiliki rasa yang sedikit tajam

menyerupai gliserin. Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai

pelarut, ekstraktan, dan pengawet dalam berbagai formulasi farmasi

parenteral dan non parenteral. Pelarut ini umumnya lebih baik dari gliserin

dan melarutkan berbagai macam bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat

sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid, dan banyak anestesi lokal.

Propilen glikol biasa digunakan sebagai pengawet antimikroba, desinfektan,

humektan, plasticizer, pelarut, dan zat penstabil. Konsentrasi propilen glikol

yang biasa digunakan sebagai humektan adalah 15% (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. 6 Struktur Kimia Propilen Glikol (Rowe et al., 2009)

e. Metil Paraben

Metil paraben (C8H8O3) banyak digunakan sebagai pengawet

antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan

farmasi. Metil paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan

paraben lain atau dengan zat antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, metil

paraben merupakan pengawet yang paling sering digunakan. Kombinasi

yang sering digunakan adalah dengan metil, etil, propil, dan butil paraben.

Aktivitas metil paraben juga dapat ditingkatkan dengan penambahan

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

32

eksipien lain seperti propilen glikol (2-5%), phenylethyl alkohol, dan asam

edetic (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. 7 Struktur Kimia Metil Paraben (Rowe et al., 2009)

f. Propil Paraben

Propil paraben (C10H12O3) berbentuk bubuk putih, kristal, tidak

berbau, dan tidak berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai

pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi

sediaan farmasi. Propil paraben menunjukkan aktivitas antimikroba antara

pH 4-8. Efikasi pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena

pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif terhadap ragi dan jamur

daripada terhadap bakteri. Mereka juga lebih aktif terhadap gram positif

dibandingkan terhadap bakteri gram negatif (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. 8 Struktur Kimia Propil Paraben (Rowe et al., 2009)

g. Carbopol

Carbopol 940 sering digunakan sebagai gelling agent pada sediaan

farmasi atau kosmetik (Zats & Kushla, 1996). Konsentrasi gelling agent

kurang dari 10 %, umumnya digunakan dalam rentang 0,5-2,0%. Carbopol

jenis ini, paling efisien dibandingkan jenis resin carbopol yang lain dan

memiliki sifat non-drip, serta dapat membentuk gel dengan viskositas yang

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

33

tinggi dan memiliki kejernihan sangat baik (Allen, 2002). Kelarutan

carbopol 940 sangat baik dalam air, alkohol, dan gliserin.

Gambar 2. 9 Struktur Kimia Carbopol (Rowe et al., 2009)

h. Gliserin

Gliserin atau gliserol memiliki sifat jernih, tidak berwarna, tidak

berbau, kental, higroskopis, dan memiliki rasa yang manis 0,6 kali

mendekati sukrosa. Gliserin memiliki kelarutan yang baik dalam air, etanol

(95%), dan metanol, sedikit larut dalam aseton, dan praktis tidak larut dalam

benzen, kloroform, dan minyak. Kegunaan gliserin meliputi pengawet

antimikroba, emollient, humektan, plasticizer, pelarut, pemanis, agen yang

mempengaruhi tonisitas. Konsentrasi gliserin sebagai humektan hingga

30% (Rowe et al., 2006).

Gambar 2. 10 Struktur Kimia Gliserin (Pubchem, 2004)

i. Etanol 96%

Etanol memiliki sinonim alkohol, etil alkohol, etil hydroxide,

grainalkohol, methyl carbinol. Etanol jernih, tidak berwarna, sedikit mudah

menguap, memiliki bau yang khas dan rasa terbakar. Etanol memiliki rumus

molekul (C2H6O) dan bobot molekul 46,07. Penggunaannya sebagai pelarut

dalam sediaan topikal sebanyak 60-90% sedangkan sebagai pengawet

penggunaannya ≥ 10%. Etanol 96% memiliki titik didih 78,15℃. Larutan

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

34

etanol tidak sesuai dengan wadah aluminium dan dapat berinteraksi dengan

beberapa obat (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. 11 Struktur Kimia Etanol (Rowe et al., 2009)

j. Di-Natrium EDTA

Dinatrium EDTA berbentuk bubuk kristal putih, tidak berbau

dengan rasa sedikit asam. Dinatrium EDTA mempunyai rumus molekul

C10H14N2Na2O8 untuk anhidrat dengan berat molekul 336,2 g/mol,

sedangkan dihidrat mempunyai rumus molekul C10H18N2Na2O10 dengan

berat molekul 372,2 g/mol. Dinatrium EDTA digunakan sebagai agen

pengkelat dalam berbagai sediaan farmasi, termasuk obat kumur, tetes mata,

dan sediaan topikal, biasanya digunakan pada konsentrasi antara 0,005

sampai 0,1% b/v (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. 12 Struktur Kimia Di-Natrium EDTA (Rowe et al., 2009)

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

35

2.10.4. Basis Gel Masker Peel-off

2.10.4.1. Definisi Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri

partikel anorganik kecil atau molekul besar yang tersuspensi dalam cairan dengan

penambahan gelling agent (Allen et al., 2011). Gel merupakan sistem semipadat

terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul

organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Farmakope Indonesia Edisi V,

2015). Gel merupakan sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari

zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-

masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional Edisi II,

1978).

2.10.4.2. Penggolongan Gel

1. Berdasarkan sifat fasa koloid (Lieberman, 1998), meliputi :

a. Gel anorganik, contoh : bentonit magma.

b. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer.

2. Berdasarkan sifat pelarut (Lieberman, 1998), meliputi :

a. Hidrogel (pelarut air)

Hidrogel umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik

yang saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi

seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik.

Hidrogel bersifat lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena

friksi pada jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki

kekuatan mekanik dan kekerasan yang rendah setelah mengembang.

Contoh: bentonit magma, gelatin.

b. Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik)

Contoh: dispersi logam stearat dalam minyak dan plastibase

(polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan

didinginkan secara shock cooled).

c. Xerogel

Xerogel adalah gel yang telah padat dengan konsentrasi

pelarut yang rendah. Kondisi tersebut dapat dikembalikan ke keadaan

semula dengan menambahkan agen pengimbibisi, dan

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

36

mengembangkan matriks gel. Contoh: gelatin kering, tragakan

ribbons, acacia tears, selulosa kering dan polystyrene.

3. Berdasarkan karakteristik cairan gel (gel hidrofilik dan gel hidrofobik)

a. Gel hidrofilik

Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan

pengembang, air, penahan lembab dan pengawet. Basis yang

dimiliki umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar

dan dapat dilarutkan dengan fase pendispersi. Kelebihan hidrofilik

dibanding hidrofobik yaitu sistem koloid hidrofilik lebih mudah

dibuat dan memiliki kestabilan yang lebih besar (Ansel, 1989).

Karakteristik gel jenis ini mempunyai aliran tiksotropik, tidak

lengket, mudah menyebar, mudah dibersihkan, kompatibel dengan

beberapa eksipien dan larut dalam air (Rowe et al., 2009).

b. Gel hidrofobik

Gel hidrofobik tersusun dari partikel-partikel anorganik, bila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi maka akan terjadi interaksi

antara basis gel dan fase pendispersi (Ansel, 1989). Basis yang

dimiliki umumnya mengandung parafin cair dan polietilen atau

minyak lemak dengan bahan pembentuk gel koloidal silika atau

aluminium atau zink sabun (Lieberman, 1998).

4. Berdasarkan jumlah fasenya (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014)

a. Sistem fase tunggal

Gel fase tungal terdiri dari makromolekul organik yang

tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak

terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan

cairan. Walaupun gel ini umumnya mengandung air, etanol dan

minyak dapat digunakan sebagai fase pembawa. Sebagai contoh,

minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin polietilena untuk

membentuk dasar salep berminyak.

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

37

b. Sistem dua fase

Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang

terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya gel

aluminium hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel

dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang

dinyatakan sebagai magma (misalnya magma bentonit). Baik gel

maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat

jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus

dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.

2.10.4.3. Sifat Atau Karakteristik Gel

Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut (Lieberman et al.,

1989):

1. Swelling Gel

Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat

mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan

berpenetrasi diantara matriks gel dan dan terjadi interaksi antara pelarut

dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang

antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan

komponen gel berkurang.

2. Sineresis

Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa

gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel.

Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga

terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi

berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada

saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan

mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan

cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel

maupun organel gel.

3. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk

melalui penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Definisi Kulit

38

setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti methyl cellulose

(MC), dan hydroxypropyl methyl cellulose (HPMC) terlarut hanya pada

air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu

larutan membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase

disebabkan oleh pemanasan gel.

4. Efek elektrolit

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada

gel hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengn koloid

terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang

tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan

meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri

sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras

dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan

karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium

alginat yang tidak larut.

5. Elastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gelatin agar dan nitroselosa,

selama transformasi dari bentuk solid menjadi gel terjadi peningkatan

elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk

struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai

aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari

komponen pembentuk gel.

6. Rheologi

Larutan pembentuk gel (bahan pembentuk gel) dan dispersi

padatan yang terflokulasi memberikan aliran pseudoplastis yang khas,

dan menunjukkan jalan aliran non newton yang dikarakterisasi oleh

penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.