Post on 07-Mar-2019
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Modul
a. Pengertian Modul
Menurut Mudlofir (2011) modul ialah alat atau sarana
pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan
cara evaluasi. Keempat hal tersebut dirancang secara sistematis
dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai
dengan tingkat kompleksitasnya.
Pengertian modul juga dirumuskan oleh Winkel (2007) yaitu
satuan program belajar-mengajar yang terkecil, yang dipelajari
oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa
kepada dirinya sendiri (self-instructional); setelah siswa
menyelesaikan satuan yang satu, dia melangkah maju
mempelajari satuan yang berikutnya. Modul pengajaran berupa
suatu paket bahan pelajaran yang memuat bahan bacaan bagi
siswa, evaluasi belajar, dan lembar kunci. Target dari pengajaran
modul supaya semua tujuan pendidikan tercapai secara efisien
dan efektif, siswa dapat mengikuti program pengajaran sesuai
dengan laju kemajuannya/kecepatannya sendiri-sendiri dan
dapat menghayati kegiatan belajarnya, baik dengan mendapat
bimbingan belajar dari guru maupun tanpa bimbingan dari guru.
Nasution (2008) mengatakan bahwa modul yaitu suatu unit
yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian
kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai
sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Modul
ini dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa.
Modul menurut Sunyoto (2006) ialah suatu proses
pembelajaran mengenai suatu satuan kompetensi tertentu yang
disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk
digunakan oleh siswa. Selain itu disertai juga dengan pedoman
penggunaannya untuk para guru.
Berdasarkan dengan pengertian tersebut penelitian ini
mengacu dengan pengertian modul menurut Nasution (2008)
mengatakan bahwa modul yaitu suatu unit yang lengkap yang
berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar
6
yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan
yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Modul ini dapat
dipelajari secara mandiri oleh siswa.
b. Unsur-unsur modul
Unsur-unsur modul ialah pedoman guru/petunjuk untuk
guru yaitu menguraikan peranan guru dalam kegiatan belajar-
mengajar; lembar kegiatan siswa yaitu berisikan rumusan tujuan
instruksional yang akan dicapai, rangkaian kegiatan belajar yang
harus dilakukan, alat-alat pelajaran yang akan digunakan, tugas-
tugas yang harus diselesaikan; lembar kerja yaitu menyertai
lembar kegiatan siswa dan berisikan setumpuk pertanyaan dan
semua tugas yang harus dikerjakan; kunci lembaran kerja yaitu
berisikan seluruh jawaban atas pertanyaan atau tugas yang
dimuat dalam lembaran kerja. Siswa dapat mencocokan sendiri;
lembaran tes yaitu berisikan soal-soal yang harus dikerjakan
untuk mengukur tingkat keberhasilan/penguasaan, setelah
modul selesai dipelajari dan bersifat tes formatif; dan kunci
lembaran tes yaitu berisikan seluruh jawaban atas soal-soal
dalam lembaran tes dan siswa dapat mencocokkan sendiri
(Winkel: 2007).
Menurut Hamalik (2004) format modul pada umumnya,
yaitu: propektus, yang memuat pernyataan yang jelas tentang
rasional daripada asumsi-asumsi pokok yang menjadi landasan,
hubungan antar modul satu dengan modul lainnya dan dengan
keseluruhan program, garis besar kegiatan dan prerequisite;
tujuan atau seperangkat tujuan, setiap tujuan harus dirumuskan
dengan jelas dan tidak boleh membingungkan; preassesment
yang meliputi assessment diagnostic terhadap sub-sub
kompetensi atau tujuan-tujuan dalam modul; kegiatan-kegiatan
yang merupakan alternatif instruksional untuk mencapai
kompetensi modul, alternatif yang dapat di pilih oleh siswa
berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap accountable
terhadap kompetensi. Jadi, bukan semata-mata ikut
berpartisipasi; dan postassesment, untuk mengetahui
keberhasilan modul. Modul tak mengisolasi kurikulum, melainkan
bersifat luwes dan menggunakan strategi (instruksional yang
7
terpadu). Efektifitas modul bergantung pada kreatifitas,
kepandaian, dan kecakapan para pengembangnya.
Prosedur dalam penyusunan modul menurut Hamdani
(2011) adalah: pertama halaman sampul berisi judul pokok
bahasan dan logo. Halaman sampul ini juga berisi nama penulis,
nama mata pelajaran, dan keterangan yang dianggap perlu
ditambahkan. Kedua, pokok bahasan, berisi seperti yang tertulis
pada standar kompetensi. Ketiga, pengantar berisi kedudukan
modul dalam suatu mata pelajaran, ruang lingkup materi modul
serta kaitan antar pokok bahasan dan subsub pokok bahasan.
Keempat, kompetensi dasar dikutip dari standar isi (kurikulum).
Satu kompetensi dasar biasanya dirancang menjadi beberapa
kegiatan belajar, tergantung pada keluasan dan kedalaman
materi. Kelima, tujuan pembelajaran yaitu merupakan rumusan
gambaran tentang kemampuan tertentu yang harus di capai oleh
siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajar tertentu.
Keenam, kegiatan belajar, dalam satu modul biasanya terdiri dari
satu sampai tiga kegiatan belajar atau bahkan lebih, sesuai
dengan silabus dan RPP. Ketujuh, judul kegiatan belajar di tulis
secara singkat, tetapi menggambarkan keseluruhan isi materi
pembelajaran.
Langkah Kedelapan, uraian dan contoh, pada bagian ini
sebelum menuliskan uraian dan contoh harus di tulis judul dan
sub unit kecil terlebih dahulu. Uraian materi di tulis dengan
bahasa sederhana, tetapi tidak mengurangi substansi materi,
uraian disampaikan dalam bntuk bertutur sehingga memberi
kesan seolah-olah guru berada didepan siswa. Contoh juga harus
disertakan secara lengkap dan jelas sehingga dapat membantu
siswa dalam memahami materi. Kesembilan, latihan dalam
modul merupakan alat untuk menguji diri sendiri bagi siswa.
Mengerjakan tugas dan soal-soal dalam latihan, siswa dapat
mengukur seberapa besar kemampuannya menguasai pokok-
pokok materi. Hendaknya latihan juga disertai dengan petunjuk-
petunjuk praktis dan jelas. Kesepuluh, bagian rangkuman, ditulis
pokok-pokok materi yang telah disajikan dalam uraian dan
contoh. Kesebelas, tes formatif, dibuat untuk mengukur
kemajuan belajar siswa dalam satu unit pembelajaran. Tes
8
formatif biasanya dibuat dalam bentuk tes obyektif (benar salah,
pilihan ganda, isian atau melengkapi kalimat, menjodohkan atau
memasangkan sesuatu). Kedua belas, umpan balik dan tindak
lanjut yaitu memberikan rumus yang dapat digunakan untuk
memaknai pencapaian hasil belajar siswa, sehingga dapat
memberikan umpan balik dan tindak lanjut yang harus
digunakan. Ketiga belas, kunci jawaban, diberikan pada halaman
yang berbeda dengan maksud agar siswa dapat mengukur
kemampuan diri sendiri. Keempat belas, daftar pustaka,
mencantumkan daftar kepustakaan yang dijadikan sumber dalam
penyusunan modul.
Berdasarkan keterangan diatas pembuatan modul mengacu
pada unsur-unsur modul menurut Hamdani (2011). Unsur-unsur
tersebut meliputi halaman sampul, standar kompetensi,
kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, pengantar modul, pokok
bahasan, kegiatan belajar, judul kegiatan belajar, uraian dan
contoh, latihan, rangkuman, tes formatif, pemberian rumus,
kunci jawaban, dan daftar pustaka.
c. Kelebihan Modul
Ada beberapa kelebihan dari pengajaran yang menggunakan
modul, yaitu: feedback atau balikan, modul memberikan
feedback yang banyak dan segera sehingga siswa dapat
mengetahui taraf hasil belajarnya. Kesalahan yang terjadi segera
dapat diperbaiki dan tidak dibiarkan begitu saja seperti halnya
dengan pengajaran tradisional; penguasaan yang tuntas, setiap
siswa mendapat kesempatan untuk mencapai angka tertinggi
dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas. Hal ini dapat
menjadi dasar bagi siswa untuk maju atau menguasai pelajaran
baru; tujuan, modul disusun sedemikian rupa sehingga tujuannya
jelas, spesifik serta dapat dicapai oleh siswa. Adanya tujuan yang
jelas dalam modul maka usaha siswa akan terarah untuk
mencapainya dengan cepat; fleksibilitas, pengajaran modul dapat
disesuaikan dengan perbedaan siswa antara lain mengenai
kecepatan belajar, cara belajar, dan bahan pelajaran; pengajaran
remedial, pengajaran modul dengan sengaja memberi
kesempatan untuk pelajaran remedial yakni memperbaiki
9
kelemahan, kesalahan atau kekurangan siswa yang segera dapat
ditemukan sendiri oleh murid berdasarkan evaluasi yang
diberikan secara continu; rasa puas, modul disusun dengan
cermat sehingga memudahkan siswa belajar untuk menguasai
bahan pelajaran menurut metode yang sesuai bagi siswa yang
berbeda-beda. Maka hasil belajar yang baik bagi semua siswa
terjamin; dan bantuan individual, pengajaran modul memberi
kesempatan yang lebih besar dan waktu lebih banyak kepada
guru untuk memberikan bantuan dan perhatian individual
kepada setiap siswa yang membutuhkan tanpa harus
mengganggu aktifitas belajar mengajar dikelas Nasution (2008).
d. Prosedur Pembelajaran Modul
Siswa hendaknya mempunyai suatu bahan apersepsi atau
entry behavior yang diperlukan sebelum mempelajari suatu
modul. Entry behavior diselidiki dengan pretest. Apabila siswa
telah menguasai pretest sepenuhya, berarti bahwa siswa juga
telah menguasai modul itu. Jika siswa telah menyelesaikan suatu
modul, maka ia harus dinilai dengan posttest. Posttest ini dapat
sama dengan pretest. Apabila dengan posttest siswa dinilai
belum mencapai tujuan pembelajaran maka siswa perlu diberi
latihan mengenai materi yang belum di pahami atau di beri
remedial. Jika hasil posttest memuaskan maka siswa dapat lanjut
ke modul berikutnya (Nasution, 2008). Langkah-langkah yang
dilalui siswa pada saat belajar dengan modul adalah mengerjakan
soal pretest untuk mengetahui kemampuan awal, mempelajari
setiap bagian modul dengan teliti dan cermat yang berfungsi agar
siswa mengetahui inti pelajaran sesuai dengan topik yang
disebutkan pada modul, mengerjakan soal-soal pada modul,
mencocokkan dengan kunci jawaban, mengerjakan soal posttest
apabila siswa telah selesai mempelajari seluruh isi modul.
2. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Sudjana (2005) yang sejalan dengan Dimyati dan Mudjiono
(2009) menyatakan hasil belajar ialah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki oleh siswa setelah siswa menerima pembelajaran.
10
Kemampuan tersebut dapat dibagi dalam tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitiflah yang paling
dominan dinilai oleh para guru di sekolah karena ranah kognitif
berkaitan dengan penguasaan siswa terhadap suatu materi.
Keberhasilan ini dapat berupa huruf atau kata-kata simbol.
Serupa dengan pengertian tersebut hasil belajar menurut
Adam dalam Keshavarz (2011) lebih berfokus pada
pengembangan kognitif yang terukur, perilaku dan sikap siswa
sebagai interaksi dengan aktivitas belajar. Hal itu yang
diharapkan pada siswa untuk menunjukkan dalam hal
pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah menyelesaikan
pengalaman.
Lebih diperjelas lagi oleh Hamalik (2004) bahwa hasil belajar
adalah bila seseorang telah belajar maka akan terjadi suatu
perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut. Perubahan
tingkah laku itu misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari
tidak mengerti menjadi mengerti.
Menurut Abdurrahman (2003) hasil belajar merupakan
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari
seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk
perubahan perilaku yang relatif menetap.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut penelitian ini
menggunakan rumusan hasil belajar menurut Sudjana (2005)
yang menyatakan hasil belajar ialah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki oleh siswa setelah siswa menerima pembelajaran.
Ranah yang paling dominan dinilai oleh para guru di sekolah ialah
ranah kognitif karena ranah berkaitan dengan penguasaan siswa
terhadap suatu materi.
b. Faktor-Faktor Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Keller (dalam Abdurrahman. 2003)
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor internal yang
mempengaruhi hasil belajar ialah: pertama motivasi atau nilai-
nilai; indikator adanya motivasi ialah dapat berupa usaha,
sedangkan hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang
dilakukan oleh anak. Kedua intelegensi atau penguasaan awal;
11
guru perlu menetapkan tujuan pembelajaran sesuai dengan
intelegensi siswa. Pencapaian tujuan belajar perlu menggunakan
bahan apersepsi sebagai batu loncatan untuk menguasai materi
baru. Ketiga evaluasi kognitif tentang kewajaran dan keadilan;
anak akan melakukan evaluasi kognitif atas kewajaran dan
keadilan dari hasil konsekuensi atas hasil belajar. Konsekuensi
tersebut dapat instrinsik dan dapat pula ekstrinsik. Konsekuensi
instrinsik berupa perasaan puas dan tidak puas; sedangkan
konsekuensi ekstrinsik dapat berupa hadiah atau hukuman dari
orang tua. Keempat harapan untuk berhasil (expectancy);
harapan untuk berhasil tidak jauh berbeda dengan motivasi. Hasil
belajar juga dipengaruhi oleh faktor dari luar, antara lain:
pertama rancangan dan pengelolaan motivasional. Kedua
rancangan dan pengelolaan pembelajaran. Ketiga ulangan
penguatan (reinforcement); pemberian ulangan pengingatan
merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan
pembelajaran karena hal ini dapat memotivasi siswa untuk lebih
giat belajar sehingga hasil belajar dapat meningkat.
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Tu’u
(2004) ialah pertama usaha diri sendiri, hasil belajar akan lebih
baik bila ada kesadaran diri sendiri, misalnya menambahkan jam
belajar di rumah secara rutin ataupun dengan les private. Kedua,
teman bergaul, diharapkan teman dekat ini memberi pengaruh
positif bagi perubahan perilakunya. Nasihat dan bantuan teman
diakui dapat memberi pengaruh sangat besar dan positif bagi
keberhasilan dalam belajar. Ketiga, rasa malas. Rasa malas
menjadi penyebab hasil belajar kurang baik. Seringkali siswa lebih
banyak menghabiskan waktu untuk bermain dan menonton TV
dari belajar. Keempat, tingkat kecerdasan (IQ). Kecerdasan
meman sangat penting untuk menentukan nilai siswa, namun
kecedasan tidak dapat optimal bila tidak ditunjang dengan hal
yang lain. Jadi, hasil belajar dipengaruhi oleh usaha diri sendiri
untuk memiliki waktu belajar yang cukup, teman bergaul, rasa
malas, dan tingkat kecerdasan.
Berdasarkan faktor-faktor hasil belajar tersebut penelitian
ini menggunakan faktor-faktor menurut Tu’u (2004). Faktor-
faktor tersebut antara lain usaha diri sendiri untuk memiliki
12
waktu belajar yang cukup, teman bergaul, rasa malas, tingkat
kecerdasan (IQ).
3. Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian CTL
Contextual teaching and learning (CTL) atau pembelajaran
konstektual merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa
anak akan belajar dengan baik jika lingkungan diciptakan secara
alami. Belajar akan bermakna jika siswa “mengalami” sendiri.
Pembelajaran bukan kegiatan mentransfer pengetahuan dari
guru ke siswa, namun siswa dapat memaknai sendiri.
Pembelajaran kontekstual itu sendiri adalah konsep belajar yang
membantu guru menghubungkan materi dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam
kehidupan sehari-hari (Kusnandar, 2009).
Baharudin dan Wahyuni (2008) sejalan dengan Johnson
(2010) menyatakan hal yang sama yaitu bahwa pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
menghubungkan materi dengan kehidupan nyata. Selain itu
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan melihat makna dalam bahan pelajaran yang
mereka pelajari dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan dengan pengertian tersebut maka penelitian
sejalan dengan pengertian Kusnandar (2009) tentang
pembelajaran konstektual, yaitu konsep belajar yang membantu
guru menghubungkan materi dengan penerapan dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
The Northwest Regional Education Laboratory USA (dalam
Kusnandar, 2009) mengidentifikasi ada beberapa kunci dasar dari
pembelajaran kontekstual. Pertama, pembelajaran bermakna:
pemahaman, relavansi, dan penilaian pribadi sangat terkait
dengan kepentingan siswa di dalam mempelajari isi materi
pelajaran. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan
nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran. Kedua,
13
penerapan pengetahuan yaitu kemampuan siswa untuk
memahami apa yang dipelajari. Ketiga, berpikir tingkat tinggi
yaitu siswa diwajibkan untuk berpikir kritis dan kreatif. Keempat,
kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Isi
pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi,
nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
duni kerja. Kelima, responsif terhadap budaya: guru harus
memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan
siswa, teman, pendidik, dan masyarakat tempat ia mendidik.
Keenam, penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi
penilaian, misalnya penilaian proyek/ tugas terstruktur, kegiatan
siswa, penggunaan portofolio, rubrik, daftar cek, pedoman
observasi, dan sebagainya.
c. Kelebihan CTL
Menurut Johnson (2007) kelebihan CTL yang utama yaitu
pembelajaran yang dilakukan akan lebih bermakna dan nyata.
Maksudnya ialah siswa dapat menemukan hubungan atau
keterkaitan antara materi yang di dapat dengan kehidupan nyata
kesehariannya. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena
materi yang dipelajari akan tertanam dalam memori siswa,
sehingga tidak mudah untuk dilupakan.
d. Prosedur Pembelajaran CTL
Sanjaya (2008) merumuskan prosedur pembelajaran CTL
seperti dalam Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Prosedur Pembelajaran Modul
Pendahuluan 1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai.
2) Guru menjelaskankan prosedur pembelajaran.
3) Guru melakukan Tanya jawab kepada siswa.
Inti 1) Siswa menemukan suatu hasil temuan. 2) Siswa melaporkan hasil temuan. 3) Siswa menjawab pertanyaan yang ada.
Penutup 1) Guru bersama siswa menyimpulkan atau memberi umpan balik.
14
e. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual
Ada beberapa ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual. Pertama,
adanya kerja sama antar semua pihak. Kedua, menekankan
pentingnya pemecahan atau problem. Ketiga, bermuara pada
keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
Keempat, saling menunjang. Kelima, menyenangkan dan tiak
membosankan. Keenam, belajar dengan bergairah. Ketujuh,
pembelajaran terintegrasi. Kedelapan, siswa aktif. Kesembilan,
sharing dengan teman dan sebagainya.
4. Karakteristik Siswa SMP
Sunarto (2008) mengatakan bahwa setiap individu memiliki ciri
dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang
diperoleh dari pengaruh lingkungan. Makin disadari bahwa apa yang
dipikirkan dan dikerjakan seseorang, atau apa yang dirasakan oleh
seorang anak, remaja atau dewasa, merupakan hasil dari perpaduan
antara apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diturunkan
dan pengaruh lingkungan.
Dua fakta yang menonjol, yaitu: semua manusia mempunyai
unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangan dan didalam
pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia
secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai
kecenderungan berbeda.
Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswa-
siswa yang berbeda satu sama lain. Siswa-siswa yang berada di dalam
sebuah kelas,tidak terdapat seorang pun yang sama. Mungkin sekali
dua orang dilihatnya hampir sama atau mirip, akan tetapi pada
kenyataannya jika diamati benar-benar keduanya tentu terdapat
perbedaan. Perbedaan yang segera dikenal oleh guru tentang
siswanya adalah perbedaan fisiknya, seperti tinggi badan, bentuk
badan, warna kulit, bentuk muka, dan semacamnya. Ciri lain yang
segera dapat dikenal ialah tingkah laku masing-masing siswa. Ada
yang lincah, banyak gerak, pendiam, banyak tanya, dan sebagainya.
5. Garis dan Sudut
Sudut adalah daerah yang dibentuk oleh pertemuan antara dua
buah sinar atau dua buah garis lurus. Besar suatu sudut dapat
15
dinyatakan dalam satuan derajat (ᵒ), menit (’), dan detik (”). Dalam
mengukur besar suatu sudut, diperlukan suatu alat yang dinamakan
busur derajat. Secara umum, ada lima jenis sudut, yakni: a) sudut siku-
siku yaitu sudut yang besarnya 90ᵒ ; b) sudut lurus yaitu sudut yang
besarnya 180ᵒ; c) sudut lancip yaitu sudut yang besarnya antara 0ᵒ
dan 90ᵒ; d) sudut tumpul yaitu sudut yang besarnya antara 90ᵒ dan
180ᵒ ; e) sudut refleks yaitu sudut yang besarnya lebih dari 180ᵒ dan
kurang dari 360ᵒ. Selain itu adapun hubungan antarsudut, yakni: 1)
berpelurus (bersuplemen) yaitu jika jumlah kedua sudut 180ᵒ; 2)
berpenyiku (berkomplemen) yaitu jika jumlah kedua sudut 90ᵒ; 3)
bertolak belakang yaitu jika dua garis berpotongan maka dua sudut
yang letaknya saling membelakangi titik potongnya.
Garis adalah kumpulan titik-titik. Adapun kedudukan garis
sebagai berikut: 1) dua garis sejajar yaitu jika kedua garis tersebut
terletak pada satu bidang datar dan tidak akan pernah bertemu atau
berpotongan jika garis tersebut diperpanjang sampai tak berhingga; 2)
dua garis berpotongan yaitu jika kedua garis tersebut terletak pada
satu bidang datar dan mempunyai satu titik potong; 3) dua garis
berimpit yaitu apabila garis tersebut terletak pada satu garis lurus,
sehingga hanya terlihat sebagai satu garis lurus saja; 4) dua garis
bersilangan yaitu apabila garis-garis tersebut tidak terletak pada satu
bidang datar dan tidak akan berpotongan apabila diperpanjang.
Hubungan antarsudut jika dua garis sejajar dipotong oleh garis
lain antara lain sudut sehadap, sudut berseberangan, sudut dalam
sepihak, sudut luar sepihak. Dimana sudut yang sehadap dan sudut
bersebrangan mempunyai besar sudut yang sama. Sudut dalam
sepihak dan sudut luar sepihak jika dijumlahkan maka akan
menjadisudut berpelurus yang besar sudutnya 180ᵒ.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan ini relevan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sunyoto (2006) pada siswa kelas XI jurusan Keahlian Teknik
Mesin SMK Panca Bhakti Banjarnegara tahun ajaran 2005/2006. Populasi
dalam penelitian ini berjumlah 226 siswa yang terbagi dalam 6 kelas.
Sampel yang diambil sebanyak 70 siswa dan dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu kelas II TMO-4 sebanyak 35 siswa sebagai kelompok eksperimen dan
kelas II TMO-3 sebanyak 35 siswa sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini
16
merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan modul interaktif
pada kelompok eksperimen dan tanpa menggunakan modul interaktif
pada kelompok kontrol. Hasil uji t pada postes diperoleh t hitung sebesar
4,303 > t tabel sebesar 1,67 yang berarti siswa yang menggunakan modul
pembelajaran interaktif kinerja belajar lebih baik dan modul interaktif ini
dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam menelaah materi
sehingga pembelajaran lebih efektif dan efisien dari pada yang tidak
menggunakan modul interaktif.
Neli (2004) juga melakukan penelitian pada siswa kelas V di SD
Laboratorium UM, hasilnya yaitu ada perbedaan yang sangat signifikan
terhadap hasil belajar antara siswa yang belajar dengan modul dan tanpa
modul. Hasil belajar siswa yang belajar menggunakan modul lebih baik
daripada siswa yang belajar tanpa modul. Hal ini berarti bahwa
pembelajaran dengan menggunakan modul lebih efektif ialah daripada
yang tidak menggunakan modul.
Sejalan dengan penelitian tersebut adalah Penelitian Santosa (2009)
yang dilakukan di Kelas XII IPA3 SMA Negeri 1 hasilnya adalah optimalisasi
penggunaan modul dapat meningkatkan penguasaan materi integral siswa
serta dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar. Sumarsono (2009)
juga melakukan penelitian serupa pada pembelajaran matematika
terhadap mahasiswa dan hasilnya yaitu ada perbedaan antara sebelum
dan sesudah diajar dengan modul berbasis CTL. Siswa yang diajar dengan
menggunakan modul hasil belajar, partisipasi, dan keaktifan meningkat.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan
modul yang berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) yang sudah d
validasi oleh tiga validator yang ahli dalam matematika, dimana modul
yang dipelajari ini berusaha menghubungkan materi pembelajaran dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kehidupan yang
dekat dengan siswa. Modul ini juga menyuguhkan banyak contoh soal dan
cara menjawabnya yang begitu urut. Siswa dapat belajar secara mandiri
dengan menggunakan modul ini. Modul ini dibuat berbasis Contextual
Teaching and Learning (CTL) karena supaya siswa lebih mudah untuk
memahami materi yang disampaikan. Dalam pembelajaran menggunakan
modul ini berusaha membuat siswa lebih semangat dan antusias dalam
belajar.
17
C. Kerangka Berpikir
Hasil belajar siswa kelas VII di SMP Kristen 2 Salatiga khususnya pada
pelajaran Matematika masih belum memenuhi Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) atau masih dibawah 62. Setelah mengetahui keadaan dan
karakteristik siswa maka disusun modul yang berbasis CTL. Modul ini
dirancang supaya siswa dapat belajar sesuai kecepatan masing-masing dan
mandiri. Pada saat pembelajaran Garis dan Sudut itulah kelas esperimen
diberikan modul tersebut. Setelah itu diamati hasil belajar siswa setelah
diajar dengan modul.
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian teori diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
H0: tidak ada pengaruh yang signifikan modul berbasis contextual teaching
learning pada materi garis dan sudut terhadap hasil belajar siswa di
kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga.
H1: ada pengaruh yang signifikan modul berbasis contextual teaching
learning pada materi garis dan sudut terhadap hasil belajar siswa di
kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga
modul hasil belajar
Gambar 2.1