Post on 07-Jul-2019
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Astuti (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Karakteristik Perusahaan
Dan Good Corporate Governace Terhadap Luas Pengungkapan sustainability
report dalam menganalisis menggunakan regresi berganda menunjukkan ukuran
perusahaan, dan dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan
sustainability report, sedangkan profitabilitas, tingkat kepemilikan saham publik
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.
Rosyid (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Kinerja Keuangan Dan
Good Corporate Governance Terhadap Sustainability Report Pada Perusahaan
BUMN Yang Listed Di BEI dalam menganalisis menggunakan regresi linier
menunjukkan bahwa ROA, dewan direksi dan komite audit berpengaruh terhadap
sustainability report, sedangkan kepemilikan saham manajerial dan komisaris
independen tidak berpengaruh terhadap sustainability report.
Aniktia dan Khafid (2015) dengan judul penelitian pengaruh mekanisme
Good Corporate Governance dan kinerja keuangan terhadap Sustainability Report
dalam menganalisis menggunakan regresi logistik menunjukkan komite audit,
governance commitee, leverage berpengaruh terhadap sustainability report,
sedangkan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap sustainability report.
Zakiyah (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Good Corporate
Governance, size, dan kinerja keuangan terhadap pengungkapan sustainability
7
report dalam menganalisis menggunakan statistik deskriptif dan analisis regresi
berganda menunjukkan komite audit, rapat dewan komisaris, ukuran perusahaan,
leverage, dan likuiditas tidak berpengaruh terhadap pengungkapann sustainability
report.
Berdasarkan review dari penelitian terdahulu maka peneliti tertarik meneliti
Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Kualitas Pengungkapan
Sustainability Report Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2015.
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Teori Agensi
Teori agensi dalam perusahaan mengidentifikasi adanya pihak-pihak
dalam perusahaan yang memiliki berbagai kepentingan untuk mencapai tujuan
dalam kegiatan perusahaan. Teori ini muncul karena adanya hubungan antara
prinsipal dan agen. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak
atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan
hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di
dalam perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa
kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Teori ini berusaha untuk menggambarkan faktor-faktor utama yang sebaiknya
dipertimbangkan dalam merancang kontrak insentif (Jensen dan Meckling, 1976).
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan
dalam hubungan keagenan. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan
agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan
8
prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Teori Agensi mampu
menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang
berkepentingan dalam perusahaan tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi
dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak berdasarkan posisi dan
kepentingannya terhadap perusahaan. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab
secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun
demikian manajer juga menginginkan untuk selalu memperoleh kompensasi
sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda
di dalam perusahaan dimana masing -masing pihak berusaha untuk mencapai atau
mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Aziz, 2014). Sehingga
konflik terjadi ketika adanya perbedaan manajer dengan pemangku kepentingan,
apabila salah satu pihak memberikan informasi yang kurang jelas maka akan sulit
untuk mengungkapkan Sustainability report dengan baik.
2. Corporate Governance
Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang memiliki
agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang. Fokus dari akuntabilitas
perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi pada para
pemegang saham (stakeholder), sekarang menjadi lebih luas dan untuk tata kelola
perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder. Akibat yang
muncul dari pergeseran paradigma ini, tata kelola perusahaan harus
mempertimbangkan masalah seperti sustainability report. Pengungkapan terhadap
aspek ekonomi (economic), lingkungan (environmental), dan sosial (sosial)
sekarang ini menjadi cara bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan bentuk
9
akuntabilitasnya kepada stakeholder. Hal ini dikenal dengan nama sustainability
reporting atau triple bottom line reporting yang direkomendasikan oleh Global
Reporting Initiative (GRI) (Aziz, 2014). Untuk meningkatkan keberhasilan usaha,
perusahaan perlu menerapkan prinsip-prinsip corporate governance, Menurut
pedoman umum Corporate governance Indonesia yang disusun oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2006, prinsip-prinsip tersebut
meliputi 5 aspek, yaitu
a. Tranparansi (Tranparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan suatu bisnis, perusahaan
harus menyediakan informasi yang bersifat material dan relevan dengan cara
yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan
harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang di
isyaratkan oleh perundang undangan saja akan tetapi juga beberapa hal terkait
dengan pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
pemangku kepentinganya lainya.
b. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
tranparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikeola dengan benar oleh
pihak yang terkait seperti manajemen, akan tetapi hal itu harus
mempertimbangkan akan kebutuhan pemagang saham, kreditur dan
pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan syarat dasar agar
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
c. Responsibilitas (Responsibility)
10
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan agar
terpelihara kesinambungan usaha jangka panjang.
d. Independensi (Independency)
Demi terlaksananya asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing masing dari organ perusahaan tidak saling
mendominasi atau tidak ada intervensi dengan pihak yang lain.
e. Kewajaran dan Keseteraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatanya, perusahaan harus memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaran.
Dalam penelitian ini stuktur Corporate governance dapat diproksikan
dengan jumlah rapat dewan direksi, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi
komisaris independen serta jumlah rapat komite audit. Penjelasan tentang proksi
corporate governance yaitu :
2.1. Dewan Direksi
Berdasarkan KNKG (2006) menyatakan fungsi pengelolaan perusahaan
yang dilakukan dewan direksi mencangkup lima fungsi yaitu kepengurusan,
manajemen resiko, pengendalian internal, komunikasi dan tanggung jawab
sosial. Tugas tanggung jawab sosial menjabarkan bahwa dewan direksi harus
mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan. Dewan direksi merupakan salah satu dari
organ corporate governance, sehingga dewan direksi perlu untuk
11
mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab sesuai dengan prinsip
GCG.
1.2. Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah dewan yang bertugas melakukan pengawasan
dan memberi nasihat kepada direksi. Di Indonesia, dewan komisaris ditunjuk
oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
yang dijabarkan mengenai fungsi wewenang dan tanggung jawab dari dewan
komisaris. Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007
pada pasal 108 ayat (5) perusahaan perseroan terbatas wajib memiliki paling
sedikitnya dua anggota dewan komisaris.
1.3. Komisaris Independen
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007,
pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan
Terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan
Komisaris. Dewan Komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris
nonindependen. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak
berasal dari pihak terafiliasi, sedangkan komisaris non-independen merupakan
komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang
mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham
pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan
itu sendiri. Mantan anggota direksi dan dewan komisaris yang terafiliasi serta
karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori
terafiliasi (KNKG, 2006). Komisaris Independen diatur dalam peraturan
12
BAPEPAM No: KEP-315/BEJ/06-2000 yang disempurnakan dengan
keputusan No:KEP-339/BEJ/07-2001 yang menyatakan bahwa setiap
perusahaan publik wajib memiliki komisaris independen untuk menciptakan
tata kelola perusahaan yang baik.
1.4. Komite Audit
Dalam Pedoman GCG Indonesia (KNKG, 2006) dijelaskan bahwa,
Komite Audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa:
(i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan
dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal
dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut
temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
3. Sustainability report
Sustainability report atau laporan berkelanjutan adalah suatu praktek
pengukuran, pengungkapan, serta akuntabilitas suatu perusahaan bertanggung
jawab atas kinerja perusahaannya untuk pembangunan berkelanjutan kepada para
pemangku kepentingan atau stakeholder baik internal maupun eksternal, selain itu
laporan ini juga bisa dikatakan laporan pertanggungjawaban perusahaan dalam
bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan (Aziz, 2014). Pengungkapan
sustainability report merupakan cara untuk mendapatkan perhatian dalam bisnis
global saat ini dan salah satu kriteria dalam menilai tanggung jawab sosial suatu
perusahaan sehingga kebanyakan pemimpin-pemimpin perusahaan dunia sudah
menyadari bahwa tidak hanya laporan keuangan yang dibutuhkan oleh para
13
stakeholder, namun laporan pertanggungjawaban terhadap sosial dan lingkungan
juga dibutuhkan agar stakeholder dapat menerima kinerja yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut (Nasir et al., 2014).
Tujuan dari pengungkapan sustainability report adalah perusahaan akan
lebih peduli terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar tidak hanya pada
keuntungan saja, meningkatkan nama baik perusahaan, mengurangi dampak
resiko kerugian, meningkatkan daya saing perusahaan, meningkatkan kepercayaan
terhadap para pemangku kepentingan, dan sebagai bahan analisis bagi investor.
Kualitas pengungkapan sustainability report yang baik terdiri atas dua ikhtisar
pengungkapan yaitu standar umum dan standar khusus. Pengungkapan standar
umum dibagi menjadi tujuh bagian: strategi dan analisis, profil organisasi, aspek
material dan boundary teridentifikasi, hubungan dengan pemangku kepentingan,
profil laporan, tata kelola, serta Etika dan Integritas dengan keseluruhan indikator
berjumlah 58 item. Standar khusus mengatur mengenai pengungkapan yang dapat
dilaporan perusahaan yang dibagi ke dalam 3 kategori. Kategori tersebut meliputi
kategori ekonomi, kategori lingkungan dan kategori sosial dengan keseluhan
indikator 91 item (GRI, 2013).
4. Global Reporting Initiative (GRI)
Global Reporting Initiative (GRI) merupakan suatu kerangka untuk
terbentuknya suatu laporan berkelanjutan suatu perusahaan (sustainability report).
Sustainability report memberikan informasi tentang dampak suatu perusahaan
terhadap aspek lingkungan dan sosial selain dari aspek ekonominya. Dengan
adanya pedoman ini, akan menghasilkan informasi yang handal, relevan, serta
14
terstandarisasi dalam upaya pengambilan keputusan pemangku kepentingan.
Pedoman GRI G4 merupakan generasi keempat bagi pedoman pembuatannya
laporan berkelanjutan yang di terbitkan pada Mei 2013. Terbitnya GRI G4
merupakan hasil tertinggi dari pertukaran pemikiran dari para stakeholder serta
beberapa pakar dunia baik itu dari perusahaan, masyarakat sipil, organisasi buruh,
akademisi, dan lembaga keuangan. Tujuan GRI G4 adalah untuk memabantu
dalam penyusunan laporan keberlanjutan yang bermakna, lengkap, serta terarah
menjadi suatu praktik standar (GRI, 2013).
Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada standar pengungkapan
berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas, dan pemanfaatan sustainability reporting. Sama
seperti pedoman yang sebelumnya, pedoman ini terdiri atas dua ikhtisar
pengungkapan yaitu standar umum dan standar khusus. Standar khusus mengatur
mengenai pengungkapan yang dapat dilaporan perusahaan yang dibagi ke dalam 3
kategori. Kategori tersebut meliputi kategori ekonomi, kategori lingkungan dan
kategori sosial. Pada pedoma GRI G4 kategori sosial dibagi menjadi beberapa
sub-kategori yang meliputi praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak
asasi manusia, masyarakat serta tanggung jawab atas produk (GRI, 2013).
5. Pengungkapan
Pengungkapan (disclosure) secara harfiah berarti tidak menutupi atau tidak
menyembunyikan Pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan merupakan
sumber informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi yang menjadi sarana
pencapaian efisiensi dan sebagai sarana akuntabilitas publik yang signifikan
15
(Andriyanto dan Metalia,2011). Yang dimaksud dengan pengungkapan
(disclosure) menurut Kamus Besar Akuntansi adalah informasi yang diberikan
sebagai lampiran/pelengkap bagi laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki
atau tambahan (suplemen). Informasi ini memberikan suatu elaborasi atau
penjelasan tentang posisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Pada
dasarnya pengungkapan informasi akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan
dalam laporan keuangan bertujuan untuk menyampaikan informasi yang penting
bagi pengguna laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan.
Hal ini menjelaskan bahwa melalui pengungkapan, pengguna laporan
keuangan akan memperoleh informasi dan gambaran yang jelas mengenai
transaksi atau kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi
perusahaan atau entitas pada suatu periode pelaporan. Pengungkapan dalam
laporan keuangan perusahaan dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure)
Merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan
yang berlaku dan telah ditetapkan oleh badan regulator atau lembaga yang
berwenang (Andriyanto dan Metalia,2011). Peraturan yang dikeluarkan oleh
ketua Bapepam No 38/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 mengenai laporan
tahunan bahwa yang dimaksud dengan pengungkapan wajib adalah meliputi
semua pengungkapan informasi dalam laporan keuangan.
b. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)
Merupakan pengungkapan informasi yang melebihi dari yang telah
diwajibkan oleh lembaga yang berwenang. Dalam hal ini, perusahaan akan
16
mengungkapkan informasinya secara sukarela. Pada umumnya pengungkapan
sukarela merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh manajer
perusahaan untuk menarik perhatian para investor sehubungan dengan
keputusan investasi pada perusahaan, dimana manajer akan mengungkapkan
informasi yang menurut pertimbangannya adalah good news dan sangat
diminati oleh investor.
C. Kerangka Pikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, peneliti
mengindikasikan struktur corporate governance yang diproksikan dengan jumlah
rapat dewan direksi, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komisaris
independen, dan jumlah rapat komite audit diduga mempengaruhi pengungkapan
sustainability report.
Untuk membantu dalam memahami struktur Corporate governance yang
diduga mempengaruhi pengungkapan sustainability report diperlukan suatu
kerangka pemikiran. Dari landasan teori yang telah diuraikan di atas, disusun
hipotesis yang merupakan alur pemikiran dari peneliti kemudian digambarkan
dalam kerangka teoritis yang disusun sebagai berikut :
Komisaris Independen
Dewan Direksi
Kualitas Pengungkapan
Sustainability report
Komite Audit
Dewan Komisaris
17
D. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Direksi Terhadap Kualitas
Pengungkapan Sustainability Report
Berdasarkan KNKG (2006) menyatakan fungsi pengelolaan
perusahaan yang dilakukan dewan direksi mencangkup lima fungsi yaitu
kepengurusan, manajemen resiko, pengendalian internal, komunikasi dan
tanggung jawab sosial. Tugas tanggung jawab sosial menjabarkan bahwa
dewan direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus
dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Dewan direksi
merupakan salah satu dari komponen mewujudkan GCG sehingga dewan
direksi perlu untuk mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab
sesuai dengan prinsip GCG. Salah satu hal yang mendukung dari adanya
GCG yaitu dengan pengungkapan sustainability report. Sustainability
report merupakan media untuk memberikan informasi kepada para
stakeholder baik itu informasi keuangan maupun informasi lingkungan
dan sosial. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
33/POJK.04/2014 menjelaskan bahwa dewan direksi wajib mengadakan
rapat direksi secara berkala paling kurang 1 kali dalam setiap bulan. Jika
semakin sering rapat yang diadakan oleh dewan direksi maka dapat
meningkatkan koordinasi dan pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan menjadi lebih baik. Penelitian Raharjo (2014) menunjukkan
18
variabel dewan direksi berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability
report. Dengan demikian hipotesis yang diajukan:
H1 : Jumlah rapat dewan direksi berpengaruh terhadap kualitas
pengungkapan Sustainability report.
2. Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris Terhadap Kualitas
Pengungkapan Sustainability Report
Dewan komisaris adalah dewan yang bertugas melakukan
pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi. Di Indonesia, dewan
komisaris ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yang dijabarkan mengenai fungsi wewenang
dan tanggung jawab dari dewan komisaris. Berdasarkan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 menjelaskan bahwa dewan
komisaris wajib mengadakan rapat paling kurang 1 kali dalam 2 bulan.
Jika semakin seringnya rapat dewan komisaris dilakukan, maka dapat
meningkatkan koordinasi dan meningkatkan pelaksanaan pengawasan
menjadi lebih baik dan efektif sehingga dapat mempengaruhi kualitas
pengungkapan sustainability report. Penelitian Astuti (2016)
membuktikan bahwa dewan komisaris berpengaruh terhadap
pengungkapan sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang
diajukan:
H2 : Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap kualitas
pengungkapan Sustainability report.
19
3. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Kualitas
Pengungkapan Sustainability Report
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun
2007, pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk
perseroan Terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua)
anggota Dewan Komisaris. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan
bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan
bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Dewan Komisaris terdiri dari
komisaris independen dan komisaris nonindependen. Komisaris
independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi,
sedangkan komisaris non-independen merupakan komisaris yang
terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang
mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham
pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan
perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris
yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu
termasuk dalam kategori terafiliasi (KNKG, 2006). Maka dari itu dengan
adanya komisaris independen di suatu perusahaan akan memiliki peran
pengawasan dalam melaksanakan GCG, sehingga perusahaan akan lebih
baik karena komisaris independen tidak memiliki hubungan yang spesial
terhadap beberapa pihak. Dengan komisaris independen yang baik maka
adanya pengungkapan laporan berkelanjutan atau Sustainability report
20
perusahaan agar informasi yang ada didalamnya dapat digunakan oleh
stakeholder tidak hanya informasi keuangan namun juga informasi
lingkungan dan sosial. Penelitian yang dilakukan Sari dan Marsono (2013)
menunjukkan proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap
pengungkapan sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang
diajukan:
H3 : Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas
pengungkapan Sustainability report.
4. Pengaruh Jumlah Rapat Komite Audit Terhadap Kualitas
Pengungkapan Sustainability report
Dalam Pedoman GCG Indonesia KNKG (2006) dijelaskan bahwa,
Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa:
(i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan
dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal
dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut
temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Salah satu hal yang
mendukung dari adanya GCG yaitu dengan pengungkapan sustainability
report. Sustainability report merupakan media untuk memberikan informasi
kepada para stakeholder baik itu informasi keuangan maupun informasi
lingkungan dan sosial. Berdasarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-
24/PM/2004 dalam peraturan Nomor IX.1.5 menjelaskan bahwa komite audit
mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal
21
rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan.
Sedangkan, menurut pernyataan Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI)
menyatakan bahwa frekuensi rapat komite audit dilakukan minimal 2 kali
dalam 1 bulan sehingga minimal diperlukan 24 kali pertemuan dalam setahun.
Jika semakin seringnya rapat komite audit dilakukan, maka dapat
meningkatkan koordinasi dan meningkatkan pelaksanaan pengawasan serta
memberikan saran tentang informasi yang harus diungkapkan dalam
sustainability report menjadi lebih baik dan efektif sehingga dapat
mempengaruhi pengungkapan sustainability report. Penelitian Raharjo (2014)
menunjukkan variabel komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan
sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang diajukan:
H4 : Jumlah rapat komite audit berpengaruh terhadap kualitas
pengungkapan Sustainability report.