Post on 05-Jun-2018
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Hakikat Zig-Zag Run dan Shuttle Run
a. Pengertian Shuttle Run
Menurut Sajoto (1995) kelincahan adalah kemampuan
seseorang dalam merubah arah, dalam posisi-posisi di arena tertentu.
Dengan demikian zig-zag run adalah suatu macam bentuk latihan yang
dilakukan dengan gerakan berkelok-kelok melewati rambu-rambu
yang telah disiapkan, dengan tujuan untuk melatih kemampuan
berubah arah dengan cepat. Sedangkan shuttle run adalah tes untuk
mengukur kelincahan kaki, tetapi dalam tes shuttle run testi juga harus
memindahkan balok dengan jarak 4 x 10 meter sehingga testi juga
harus lincah dalam mengambil balok dengan waktu yang cepat.
Tujuan shuttle run untuk melatih mengubah gerak tubuh arah
lurus. Siswa lari bolak balik secepatnya dari titik yang satu ke titik
yang lain sebanyak 10 kali. Setiap kali sampai pada suatu titik dia
harus berusaha secepatnya membalikkan badan untuk lari menuju titik
yang lain.
Menurut Harsono (1988: 172) yang perlu diperhatikan bahwa
dalam latihan shuttle run, yaitu:
1.) Jarak antara kedua titik jangan terlalu jauh, misalnya 10 m,
maka ada kemungkinan bahwa setelah lari beberapa kali
bolak balik dia tidak mampu lagi untuk melanjutkan larinya,
dan atau membalikkan badannya dengan cepat disebabkan
karena faktor kelelahan. Dan kalau kelelahan mempengaruhi
8
kecepatan larinya, maka latihan tersebut sudah tidak sahih
(valid) lagi untuk digunakan sebagai latihan kelincahan.
2.) Jumlah ulangan lari bolak balik jangan terlalu banyak
sehingga menyebabkan siswa lelah. Kalau ulangan larinya
terlalu banyak maka menyebabkan seperti di atas. Faktor
kelelahan akan mempengaruhi apa yang sebetulnya ingin
dilatih yaitu kelincahan.
Menurut Harsono (1988: 172) keuntungan dan kerugian shuttle
run, yaitu:
1) Keuntungan:
a) Secara psikis gerakan shuttle run lebih mudah di ingat
sehingga memungkinkan siswa dapat berkonsentrasi penuh
pada kecepatan lari.
b) Bila dilakukan terus menerus siswa terbiasa dengan sudut
belok yang tajam (180
derajat), lebih tajam di banding
dengan sudut belok lari zig-zag. (45 dan 90
derajat).
Ketajaman sudut tersebut diatas memungkinkan hasil yang
dicapai pada saat tes dengan alat tes kelincahan dribbling
untuk shuttle run dibanding lari zig=zag..
2) Kerugian:
a) Pada waktu melakukan latihan, kemungkinan siswa cidera
otot lebih besar karena shuttle run menuntut kekuatan otot
untuk berhenti secara mendadak lalu berbelok arah untuk
berlari kearah yang berlawanan.
b) Banyak membutuhkan konsentrasi pada saat berbalik arah.
Hal ini dikarenakan sering terjadi kehilangan
keseimbangan.
Bentuk latihan ini sangat sesuai dengan gerakan-gerakan
menggiring bola dalam hampir setiap bentuk permainan terutama
dalam permainan sepak bola.
b. Latihan Zig-zag
Tujuan latihan zig-zag adalah untuk menguasai keterampilan
lari, menghindar dari berbagai halangan baik orang maupun benda
9
yang ada di sekeliling (Saputra, 2002: 21). Sesuai dengan tujuannya
latihan zig-zag dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Latihan lari zig-zag untuk mengukur kelincahan seseorang
a) Melatih lari segi tiga dengan ukuran garis segitiga yang telah
ditentukan.
b) Latihan lari bentuk bintang dengan ukuran garis berbentuk
bintang yang telah di tentukan.
2) Latihan lari zig-zag untuk merubah arah gerak tubuh atau bagian
tubuh.
a) Latihan lari angka delapan, berlari mengikuti angka delapan.
b) Berlari dengan melewati rintangan, pada saat berlari akan
berbentuk garis zig-zag.
Latihan zig-zag hampir sama dengan lari bolak-balik, kecuali siswa
lari melintasi beberapa titik, misalnya 10 titik (Harsono, 1988: 172).
Menurut Harsono (1988: 172) keuntungan dan kerugian zig-zag
run, yaitu:
1) Keuntungan:
a) Kemungkinan cidera lebih kecil karena sudut ketajaman
berbelok arah lebih kecil (45
dan 90
derajat).
b) Banyak membutuhkan koordinasi gerak tubuh, sehingga
mempermudah dalam tes kelincahan dribbling
2) Kerugian:
a) Secara psikis arah lari perlu pengingatan lebih.
b) Siswa tidak terbiasa dengan ketajaman sudut lari yang besar
sehingga pada saat melakukan tes kelincahan dribbling
siswa menganggap sudut lari tes kelincahan dribbling lebih
sulit. Akibatnya siswa konsentrasinya terpusat pada arah
belok dan bukan pada kecepatan larinya.
10
2. Keterampilan Menggiring Bola
Menggiring bola diartikan dengan gerakan-gerakan lari
menggunakan bagian kaki mendorong bola agar bergulir terus-menerus di
atas tanah. Menggiring bola hanya dilakukan pada saat-saat
menguntungkan saja, yaitu pada saat bebas dari lawan (Sukatamsi, 1992:
12).
Keterampilan menurut Lutan Rusli (1988: 94) adalah keterampilan
dipandang sebagai satu perbuatan atau tugas yang merupakan indikator
dari tingkat kemahiran seseorang dalam melaksanakan suatu tugas. Teknik
dasar bermain sepakbola adalah semua cara pelaksanaan gerakan-gerakan
yang diperlukan untuk bermain sepakbola, terlepas sama sekali dari
permainannya. Artinya memerintah badan sendiri dan memerintah bola
dengan kakinya, dengan tungkainya, dengan kepalanya, dengan badannya,
kecuali dengan lengannya. Jadi setiap pemain harus dapat memerintah
bola, bukan bola memerintah pemain.
Kualitas teknik dasar pemain lepas dari faktor-faktor taktik dan
fisik akan menentukan tingkat permainan suatu kesebelasan sepakbola.
Makin baik tingkat keterampilan teknik pemain dalam memainkan dan
menguasai bola makin cepat dan cermat kerjasama kolektif akan tercapai.
Dengan demikian kesebelasan akan lebih lama menguasai bola atau
menguasai permainan, akan tetapi mendapatkan keuntungan secara fisik,
moril dan taktik. Oleh karena itu pemain pemula harus menguasai macam-
macam teknik dasar bermain yang merupakan faktor untuk bermain.
11
Melihat kenyataan yang sebenarnya maka keterampilan teknik dasar perlu
dilakukan dengan latihan-latihan yang berulang-ulang sehingga akhirnya
merupakan gerakan yang otomatis. Jadi seorang pemain sepakbola yang
tidak menguasai keterampilan teknik dasar bermain tidaklah mungkin akan
menjadi pemain yang baik dan terkemuka.
Adapun teknik dasar yang sering digunakan dalam permainan
sepakbola di antaranya adalah teknik dasar menggiring bola. Menggiring
bola merupakan salah satu teknik dasar yang cukup memiliki peranan
penting dalam permainan sepak bola, tidak heran jika para pengamat sepak
bola khususnya mengatakan bahwa mahirnya seorang pamain dapat dilihat
pada bagaimana seorang pemain tersebut menggiring bola. Untuk
meningkatkan keterampilan menggiring bola, teknik harus dilatih, seperti:
kekuatan, kecepatan, kelentukan, kelincahan dan sebagainya. Kini banyak
para pelatih mengabaikan atau menganggap tidak penting.
Ada tiga unsur kondisi fisik yang cukup besar peranannya dalam
menggiring bola, yaitu; kecepatan, kelentukan dan kelincahan, yang
menurut Bompa (1983: 249) dikatakan sebagai komponen biomotor.
Kecepatan hubungannya dengan cepat tidaknya seorang pemain membawa
bola ke arah depan, sedangkan kelentukan hubungannya dengan
bagaimana keluwesan seorang pemain mengolah bola dengan kakinya dan
bagaimana keluwesan dalam melalui rintangan, serta kelincahan
hubungannya dengan kecepatan mengubah arah untuk menghindari
rintangan.
12
Dribbling dapat diartikan sebagai suatu teknik menggiring bola.
Hal itu dikatakan oleh Csanadi Arpad (1972: 145) bahwa menggiring bola
adalah menggulirkan bola terus menerus di tanah sambil lari. Menurut
Hughes Charles (1980: 235) menggiring bola adalah kemampuan
seseorang pemain penyerang menguasai bola untuk melewati lawan.
Selanjutnya menurut Soedjono (1985: 143) menggiring bola adalah
membawa bola dengan kaki untuk melewati lawan. Dari batasan yang
diberikan oleh para ahli tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan
pengertian, sehingga dapat diambil suatu pengertian bahwa dribbling atau
menggiring bola adalah suatu kemampuan menguasai bola dengan kaki
oleh pemain sambil lari untuk melewati lawan ataui membuka daerah
pertahanan lawan.
Kemampuan menggiring bola bertujuan untuk membantu
penyerangan dan menembus pertahanan lawan. Dribbling berguna untuk
mengontrol bola dan menguasainya sampai seorang rekan satu tim bebas
dan memberikannya dalam posisi yang lebih baik. Sedang menurut
Engkos Kosasih (1985: 56) tujuan menggiring bola adalah: (1) Melewati
lawan, (2) Menerobos benteng pertahanan lawan, (3) Mempermudah rekan
kesebelasan atau diri sendiri untuk membuat serangan atau mengukur
strategi, (4) Menguasai permainan.
Berorientasi dari tujuan menggiring bola, maka dapat dibedakan
beberapa cara menggiring bola, yaitu: (a) Menggiring bola dengan kura-
kura kaki bagian dalam, (b) Menggiring bola dengan kura-kura kaki
13
bagian luar, (c) Menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian atas atau
punggung kaki.
Dari ketiga cara menggiring bola tersebut, yang dipilih penulis
adalah menggiring bola menggunakan kura-kura bagian dalam dan kura-
kura kaki bagian luar dalam penelitian. Hal ini dikarenakan untuk
melakukan teknik menggiring bola berputar ke arah kiri digunakan kura-
kura sebelah dalam kaki kanan, sedangkan untuk melakukan teknik
menggiring ke arah kanan digunakan kura-kura sebelah luar kaki kanan
(Sukatamsi 1988: 161).
Adapun cara menggiring bola menurut Sukatamsi (1988: 159)
dengan kura-kura kaki bagian dalam adalah sebagai berikut:
a.) Posisi kaki menggiring bola sama dengan posisi kaki dalam
menendang bola dengan kura-kura kaki sebelah kanan.
b.) Kaki yang digunakan untuk menggiring bola tidak diayunkan
seperti taknik menendang, akan tetapi tiap langkah secara
teratur menyentuh atau mendorong bola bergulir ke depan dan
bola harus selalu dekat dengan kaki. Dengan demikian bola
mudah dikuasai dan tidak mudah direbut oleh lawan.
c.) Pada saat menggiring bola lutut kedua kaki harus selalu sedikit
ditekuk, dan pada waktu kaki menyentuh bola, mata melihat
bola, selanjutnya melihat situasi lapangan.
Menggiring menggunakan kura-kura kaki bagian dalam berarti
posisi bola selalu berada dalam penguasaan pemain. Hal ini akan
menyebabkan lawan menemui kesukaran untuk merampas bola. Selain itu
pemain yang menggiring bola tersebut dengan mudah merubah arah jika
pemain lawan berusaha merebut bola. Jadi pemain yang menggiring bola
selalu diikuti atau bola selalu berada di antara kedua kaki penggiring
sehingga bola selalu dapat dilindungi. Di samping itu kalau menggiring
14
bola menggunakan kura-kura kaki bagian dalam pemain dapat merubah-
rubah kecepatan sewaktu menggiring bola (Sarumpaet, 1992: 25).
Gambar 1
Perkenaan Bola pada Teknik Menggiring Bola dengan
Kura-kura Kaki Bagian Dalam
(Sukatamsi, 1988: 159)
Menurut Sukatamsi (1988: 161) menggiring bola dengan kura-kura
kaki bagian luar adalah:
a) Posisi kaki menggiring bola sama dengan posisi kaki dalam
menendang bola dengan kura-kura kaki bagian luar.
b) Setiap langkah secara teratur dengan kura-kura kaki bagian luar
kaki kanan atau kaki kiri mendorong bola bergulir ke depan,
dan bola selalu dekat dengan kaki.
c) Pada saat menggiring bola lutut kedua kaki harus selalu sedikit
ditekuk, dan pada waktu kaki menyentuh bola, mata melihat
bola, selanjutnya melihat situasi lapangan.
Menggiring bola dengan menggunakan kura-kura kaki bagian luar
memberi kesempatan pada pemain untuk mengubah-ubah arah serta dapat
menghindari lawan yang berusaha merampas bola. Mengubah arah dan
membelok ke kiri maupun ke kanan berarti menghindarkan bola dari
lawan karena dengan cara demikian tubuh pemain yang sedang
15
menggiring bola dapat menutup atau membatasi lawan dengan bola
(Sarumpaet, 1992: 25).
Gambar 2
Perkenaan Bola pada Teknik Menggiring Bola dengan
Kura-kura Kaki Bagian Luar
(Sukatamsi, 1988: 162)
Menggiring bola (dribbling) tidak hanya dilatih dengan satu kaki
saja, melainkan dengan kedua-duanya kiri dan kanan. Hal itu dilatihkan
sepanjang latihan dan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan
penguasaan bola yang baik dan secara bergantian akan memberikan
tambahan keseimbangan antara kaki kiri dan kanan. Dalam pelaksanaan
menggiring bola zig-zag melewati pancang atau lawan dapat dilakukan
dengan menggunakan kedua kaki bergantian, kaki kanan saja, atau
menggunakan kaki kiri saja.
Adapun cara pelaksanaannya menurut Sukatamsi (1988: 169)
adalah sebagai berikut:
a. Menggiring bola zig-zag melewati tiang pancang dengan
menggunakan kaki kanan dan kiri bergantian, bola didorong
dengan kura-kura kaki bagian dalam, waktu melampaui di
16
sebelah kanan tiang pancang digunakan kura-kura kaki bagian
dalam sedangkan pada waktu melampaui sebelah kiri tiang
pancang digunakan kura-kura kaki bagian dalam kaki kiri.
b. Menggiring bola zig-zag melampaui tiang pancang dengan
menggunakan kaki sebelah kanan saja yaitu dengan cara: waktu
melampaui sebelah kanan tiang pancang digunakan kura-kura
kaki bagian dalam dan waktu melampaui sebelah kiri tiang
pancang digunakan kura-kura kaki sebelah luar.
c. Menggiring bola zig-zag melampaui tiang pancang dengan
manggunakan kaki sebelah kiri saja, yaitu dengan cara: pada
waktu melampaui di sebelah kanan tiang pancang digunakan
kura-kura kaki bagian luar dan waktu melampaui sebelah kiri
tiang pancang digunakan kaki bagian dalam.
Menurut Sarumpaet (1992: 24) untuk dapat menggiring bola
dengan baik perlu diketahui prinsip-prinsip menggiring bola di antaranya
adalah: (1) Bola harus dikuasai sepenuhnya, berarti tidak dapat dirampas
lawan, (2) Dapat menggunakan seluruh bagian kaki sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai, (3) Dapat mengawasi situasi pemain pada waktu
menggiring bola. Bola merupakan bagian yang penting dalam setiap
permainan. Setiap pemain atau tim berusaha untuk dapat menguasai bola,
karena hanya dengan menguasai bola gol dapat terjadi. Setelah bola dapat
dikuasai, pemain atau tim akan berusaha supaya bola tidak mudah hilang
atau direbut oleh lawan. Oleh karena itu pemain harus dituntut untuk
memiliki penguasaan bola. Sedangkan untuk memiliki kesempatan
memasuki daerah lawan dan kesempatan memasukkan bola dibutuhkan
kecepatan dalam menggiring bola.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa menggiring bola
diartikan dengan gerakan-gerakan lari menggunakan kaki sambil
mendorong bola agar terus-menerus bergulir di atas tanah.
17
3. Hakikat Latihan
a. Pengertian Latihan
Menurut Bompa (1994: 4) latihan adalah upaya seseorang
mempersiapkan dirinya untuk tujuan tertentu. Menurut Nossek (1995:
3) latihan adalah suatu proses atau periode waktu yang berlangsung
selama beberapa tahun, sampai siswa tersebut mencapai standar
penampilan tinggi. Menurut Tohar (1992: 112) latihan suatu proses
kerja yang harus dilakukan secara sistematis, berulang-ulang,
berkesinambungan, dan makin lama jumlah beban yang diberikan
semakin meningkat.
Menurut Junusul Hairy (1989: 67) latihan adalah proses yang
sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan dengan
kian hari kian meningkat jumlah beban latihan atau
pekerjaannya. Lebih lanjut Junusul Hairy (1989: 67)
menjelaskan bahwa salah satu yang paling penting dari latihan,
harus dilakukan secara berulang-ulang, dan meningkatkan
kekuatan dan daya tahan otot yang diperlukan untuk
pekerjaannya.
Menurut Harsono (1988: 101) yang dimaksud dengan
sistematis adalah berncana, menurut jadwal, menurut pola dan
standar tertentu, metodis, dari mudah kesukar, latihan yang
teratur, dari yang sederhana ke yang lebih kompleks. Berulang-
ulang maksudnya ialah agar gerakan-gerakan yang semula
sukar dilakukan menjadi semakin mudah, otomatis, dan relektif
pelaksanaannya sehingga semakin menghemat energi. Kian
hari maksudnya ialah setiap kali secara periodik, segera setelah
tiba saatnya untuk ditambah bebannya, jadi bukan berarti setiap
hari.
Menurut Sukadiyanto (2005: 6) latihan adalah suatu proses
penyempurnaan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori
18
dan praktek, menggunakan metode, dan aturan, sehingga tujuan dapat
tercapai tepat pada waktunya.
Sukadiyanto (2005: 7) menjelaskan beberapa ciri-ciri dari
latihan adalah sebagai berikut: (a) Suatu proses untuk mencapai
tingkat kemampuan yang lebih baik dalam berolahraga, yang
memerlukan waktu tertentu (pentahapan), serta memerlukan
perencanaan yang tepat dan cermat, (b) Proses latihan harus
teratur dan progresif. Teratur maksudnya latihan harus
dilakukan secara ajeg, maju, dan berkelanjutan (kontinyu).
Sedangkan bersifat progresif maksudnya materi latihan
diberikan dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana
ke yang lebih sulit (kompleks), dari yang ringan ke yang berat,
(c) Pada setiap kali tatap muka (satu sesi/satu unit latihan)
harus memiliki tujuan dan sasaran, (d) Materi latihan harus
berisikan meteri teori dan praktek, agar pemahaman dan
penguaasaan keterampilan menjadi relatif permanen, (e)
Menggunakan metode tertentu, yaitu cara paling efektif yang
direncanakan secara bertahap dengan memperhitungkan faktor
kesulitan, kompleksitas gerak, dan penekananan pada sasaran
latihan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan latihan adalah
suatu proses penyempurnaan kerja/olahraga yang dilakukan oleh siswa
secara sistematis, berulang-ulang, berkesinambungan dengan kian hari
meningkatkan jumlah beban latihannya untuk mencapai prestasi yang
diinginkan.
b. Tujuan dan Sasaran Latihan
Bompa (1994: 5) menerangkan bahwa tujuan latihan adalah
untuk memperbaiki prestasi tingkat terampil maupun kinerja siswa,
dan diarahkan oleh pelatihnya untuk mencapai tujuan umum latihan.
Menurut Sukadiyanto (2005: 8) sasaran latihan secara umum adalah
untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan olahragawan dalam
mencapai puncak prestasi.
19
Sukadiyanto (2005: 9) menjelaskan sasaran latihan dan tujuan
latihan secara garis besar antara lain: (a) Meningkatkan kualitas
fisik dasar dan umum secara menyeluruh, (b) Mengembangkan
dan meningkatkan potensi fisik khusus, (c) Menambah dan
menyempurnakan teknik, (d) Menambah dan menyempurnakan
strategi, teknik, taktik, dan pola bermain, dan (e) Meningkatkan
kualitas dan kemampuan psikis olahragawan dalam bertanding.
Menurut Harsono (1988: 100) tujuan serta sasaran utama dari
latihan adalah untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan dan
prestasinya semaksimal mungkin. Selanjutnya Harsono (1988: 100)
menyatakan bahwa untuk mencapai hal itu, ada 4 (empat) aspek
latihan yang perlu diperhatikan oleh siswa, yaitu: (a) latihan fisik, (b)
latihan teknik, (c) latihan taktik, dan (d) latihan mental. Dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan tujuan dan sasaran latihan adalah
untuk memperbaiki dan memyempurnakan keterampilan baik teknik
atau pun fisik olahragawan untuk mencapai prestasi.
c. Prinsip-prinsip Latihan
Menurut Sukadiyanto (2005: 12) prinsip-prinsip latihan
memiliki peranan penting terhadap aspek fisiologis dan
psikologis olahragawan. Menurut Sukadiyanto (2005: 12-22)
prinsip-prinsip latihan yang menjadi pedoman agar tujuan
latihan dapat tercapai, antara lain: (1) prinsip kesiapan, (2)
individual, (3) adaptasi, (4) beban lebih, (5) progersif, (6)
spesifik, (7) variasi, (8) pemanasan dan pendinginan, (9)
latihan jangka panjang, (10) prinsip berkebalikan, (11) tidak
berlebihan, dan (12) sistematik.
Menurut Bompa (1994: 29) prinsip latihan adalah suatu
petunjuk/pedoman dan peraturan yang sistematis dan seluruhnya
berlangsung dalam proses latihan. Prinsip-prinsip latihan menurut
Bompa (1994: 29-48) adalah: (1) Prinsip partisipasi aktif mengikuti
20
latihan, (2) Prinsip perkembangan menyeluruh, (3) Prinsip spesialisasi,
(4) Prinsip individual, (5) Prinsip bervariasi, (6) Model dalam proses
latihan, (7) Prinsip peningkatan beban.
Dalam penelitian ini prinsip latihan yang akan digunakan untuk
mendukung proses latihan adalah: (1) Prinsip partisipasi aktif
mengikuti latihan, (2) Prinsip variasi, (3) Model dalam proses latihan,
dan (4) Prinsip peningkatan beban.
4. Karakteristik Anak Usia 13-15 Tahun dan Usia 16-20 Tahun
Abin Syamsuddin Makmun (2003) dalam (http://id.wordpress.
com, 2003) memperinci karakteristik perilaku dan pribadi dan masa
remaja yang terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu remaja awal (11-
13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun) meliputi
aspek: fisik, psikomotor, bahasa kognitif, sosial, moralitas, keagamaan,
konatif, emosi efektif dan kepribadian. Untuk remaja awal (11-13 tahun
s.d. 14-15 tahun) penjelasannya sebagai berikut: (a) Fisik; laju
perkembangan secara umum berlangsung pesat. Porsi ukuran berat badan
sering kali kurang seimbang, dan munculnya ciri-ciri sekunder (timbulnya
bulu pada publik region, otot menyambung pada bagian-bagian tertentu),
disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (mentruasi pada
wanita dan day dreaming pada laki-laki), (b) Psikomotor; gerak-gerik
tampa canggung dan kurang koordinasi, aktif dalam berbagai jenis cabang
permainan, (c) Bahasa; berkembangnya bahasa dan mulai tertarik
mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan
21
mengandung segi erotik, fantastik, dan estentik, (d) Perilaku kognitif;
proses berpikir sudah mampu mengoprasikan kaidah-kaidah logika formal
(asosiasi, deferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak,
meskipun relatif terbatas, kecakapan dasar intelektual menjadi laju
perkembangan yang terpesat, kecakapan dasar khusus (bakat) mulai
menunjukkan kecendrungan yang lebih jelas, (e) Perilaku sosial; diawali
dengan kecendrungan ambivalensi keinginan untuk menyendiri dan
bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer adanya semangat
kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat
konfornitas yang tinggi, (f) Moralitas; adanya ambivalensi antara
keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan
bantuan dari orang tua, dengan sikapnya dan acara berpikirnya yang kritis
mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya
dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya, mengidentifikasi
dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya, (g)
Perilaku keagamaan; mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan
keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan sekeptis,
penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas
pertimbangan adanya semacam tuntunan yang menekan dari luar dirinya,
masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup, (h) Konatif,
Emosi, Afektif, dan Kepribadian; lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa
aman, kasih saying, harga diri, dan aktualisasi diri) mulai menunjukan
arah kecendrungannya, reaksi-reaksi emosionalnya masih lebih dan belum
22
terkendali masih pertanyaan marah, gembira atau kesedihannya masih
dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam waktu yang tepat,
kecendrungan-kecendrungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis,
ekonomis, etentis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf
eksplorasi dan mencoba-coba, merupakan masa kritis dalam menghadapi
krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya,
yang akan membentuk kepribadiannya.
5. Kondisi Ekstrakurikuler SMA Negeri 1 Banguntapan
Ekstrakurikuler Sepakbola SMA Negeri 1 Banguntapan berdiri
pada tahun 2007 dan memiliki alamat jl Maguwo Banguntapan,
Bnguntapan, Bantul. Sebagai Sekolah yang mempunyai ekstrakurikuler
Sepakbola, ekstrakurikuler SMA Negeri 1 Banguntapan sudah memiliki
kriteria dan syarat yang sangat baik. Selain lapangan yang dimiliki , sarana
serta prasarana penunjang latihan tergolong lengkap. Selain 2 gawang
permanen, ekstrakurikuler sepakbola SMA Negeri 1 Banguntapan juga
memiliki 2 gawang untuk setengah lapangan, cones tergolong banyak dan
jumlah kerucut besar dan kecil yang sama-sama berjumlah 30. Pancang
dari paralon berjumlah 5 dan paralon yang dibuat untuk rintangan
berbentuk gawang lompat baik kecil, tanggung atau tinggi berjumlah 5.
Ekstrakurikuler SMA Negeri 1 Banguntapan memiliki fasilitas
latihan yang cukup baik seperti gawang, lapangan yang semuanya sangat
kondusif dalam kegiatan berlatih-melatih, namun ada beberapa
kekurangan yang masih perlu dibenahi yaitu jika musim hujan pasti ada
23
beberapa titik lapangan yang tergenang air. Banyaknya potensi yang
dimiliki oleh ekstrakurikuler sepakbola SMA Negeri 1 Banguntapan
membuat banyak juga siswa yang tertarik untuk ikut bergabung. Oleh
karena itu, untuk kedepannya ekstrakurikuler sepakbola SMA Negeri 1
Banguntapan harus memperbaiki kualitas sarana prasarana dan permainan
yang berkualitas.
B. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan sebagai pertimbangan untuk
melakukan penelitian ini, penelitian relevan tersebut diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sigit Pratama (2012) yang berjudul
“Pengaruh latihan small side game di lapangan futsal dan sepakbola
terhadap peningkatan keterampilan bermain sepakbola siswa SSB Selabora
UNY kelompok usia 14-15 tahun”. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah One Group Pretest-Posttest Design. Hasil pengujian
hipotesis menggunakan uji-t mendapatkan t sebesar 7,763 dengan
signifikansi 0,000. Nilai t tabel dengan db=14 pada taraf signifikansi 5%
adalah 1,761, oleh karena nilai t hitung > t tabel (7,763 > 1,761) dan nilai
sig 0,000 lebih kecil dari 0,05 (Sig < 0,05), hal ini berarti ada pengaruh
latihan small side game di lapangan futsal terhadap peningkatan
keterampilan bermain sepakbola siswa SSB Selabora UNY kelompok usia
14-15 tahun. Sedangkan hasil analisis untuk pengaruh latihan small side
game di lapangan sepakbola terhadap keterampilan bermain sepakbola.
Ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 10,699 dengan signifikansi
24
0,000. Nilai t tabel dengan db=14 pada taraf signifikansi 5% adalah 1,761,
oleh karena nilai t hitung > t tabel (10,699 > 1,761) dan nilai sig 0,000
lebih kecil dari 0,05 (Sig < 0,05), hal ini berarti ada pengaruh latihan small
side game di lapangan sepakbola terhadap peningkatan keterampilan
bermain sepakbola siswa SSB Selabora UNY kelompok usia 14-15 tahun.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Firky Ciptadi Rizki (2012) yang berjudul
“Pengaruh latihan zig-zag terhadap menggiring bola di ekstrakurikuler
sepakbola MTS Negeri 2 Magelang”. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah One Group Pretest-Posttest Design. Hasil pengujian
hipotesis menggunakan uji-t. Terjadi peningkatan rata-rata kemampuan
menggiring bola siswa ekstrakurikuler sepak bola MTS Negeri 2
Magelang meningkat sebesar 2.54. Meningkatnya kemampuan minimal
dan maksimal pada pretest dan posttest yaitu minimal pretest 17.22
menjadi 17.98 pada posttest. Selanjutnya kemampuan maksimal pretest
57.14 menjadi 58.42 pada posttest. Berdasarkan analisi uji pengaruh
didapat nilai dari thitung > ttabel = 3.086 > 2.069, artinya hipotesis
diterima terdapat pengaruh latihan zig zag terhadap menggiring bola di
ekstrakurikuler sepak bola MTS Negeri 2 Magelang. Persentase
peningkatan kemampuan menggiring bola siswa ekstrakurikuler sepak
bola MTS Negeri 2 Magelang sebesar 5.24%.
C. Kerangka Berpikir
Pemberian latihan teknik dan fisik yang baik dapat dicapai melalui
latihan yang terprogram dan teratur. Kemampuan teknik yang baik dihasilkan
25
dari latihan gerak dasar yang baik serta kemampaun fisik yang baik akan
diperoleh dengan latihan yang benar. Teknik menggiring bola (dribbling)
harus dikuasai oleh seorang pemain sepak bola karena teknik tersebut adalah
teknik dasar dalam bermain sepakbola.
Latihan shuttle run atau latihan zig-zag merupakan asumsi dari
penelitian untuk diadaptasikan dengan metode latihan teknik menggiring bola
(dribbling). Latihan shuttle run atau zig-zag run ini diharapkan para pemain
dapat beradaptasi dengan lingkungan yang dihadapinya dan mengembangkan
ketrampilan teknik mental maupun fisik untuk mencapai prestasi maksimal.
Apabila seorang siswa mempunyai teknik-teknik sepakbola yang
mumpuni dan didukung teknik menggiring bola yang bagus dan
penempatannya yang bagus bisa menjadi andalan dalam suatu permainan.
Sebuah bentuk latihan berupa zig-zag run dan shuttle run diharapkan dapat
meningkatkan keterampilan dribbling siswa ekstrakurikuler sepakbola SMA
Negeri 1 Banguntapan, Banguntapan, Bantul.
Kemampuan menggiring bola merupakan salah satu teknik yang sangat
besar peranannya dalam permainan sepakbola. Kemampuan menggiring bola
dipengaruhi juga oleh kemampuan fisik. Keterampilan menggiring makin baik
jika ditunjang oleh kemampuan fisik yang memadai. Dalam usaha untuk
meningkatkan keterampilan teknik menggiring bola, latihan yang dilakukan
terutama harus ditujukan pada pengembangan komponen fisik penunjang,
penguasaan terhadap bola dan teknik menggiring bola yang benar. Dengan
melalui latihan yang sistematis, teratur dan kontinyu serta dengan bentuk
26
latihan yang sesuai, maka penguasaan keterampilan teknik menggiring bola
akan dapat tercapai. Latihan shuttle run adalah salah satu model latihan yang
dapat digunakan untuk meningkatkan komponen fisik penunjang kemampuan
menggiring bola. Model latihan Shuttle run adalah merupakan latihan
kombinasi mulai dari menggiring bola hingga lari cepat dalam jarak tertentu.
Latihan ini juga melatih koordinasi yang diperlukan untuk merubah arah.
Latihan zig-zag run merupakan perpaduan gerak yang terdiri dari gerakan
menggiring bola, mengubah arah gerak ke samping kanan-kiri dan berlari.
Berdasarkan gerakannya, maka komponen yang dikembangkan yaitu,
kemampuan mengubah arah dan kecepatan. Pada pelaksanaan latihan, siswa
harus dapat merangkaikan dan mengkoordinasikan berbagai gerakan tersebut
secara simultan. Sehingga, latihan zig-zag run juga meningkatkan koordinasi
gerakan. Latihan zig-zag run yang dilakukan secara berulang-ulang dapat
meningkatkan kecepatan, kelincahan dan koordinasi gerakan. Latihan
merupakan salah satu model latihan yang dapat diterapkan pada pemain
sepakbola.
27
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas dapat
dikemukakan atau jawaban sementara dari permasalahan yang dibahas adalah:
1. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan latihan shuttle run terhadap
keterampilan dribbling siswa ekstrakurikuler sepakbola SMA Negeri
1 Banguntapan.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan latihan shuttle run terhadap
keterampilan dribbling siswa ekstrakurikuler sepakbola SMA Negeri
1 Banguntapan.
2. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan latihan zig-zag run terhadap
keterampilan dribbling siswa ekstrakurikuler sepakbola SMA Negeri
1 Banguntapan.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan latihan zig-zag run terhadap
keterampilan dribbling siswa ekstrakurikuler sepakbola SMA Negeri
1 Banguntapan.
3. Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil latihan shuttle run dan zig-
zag run terhadap keterampilan dribbling siswa ekstrakurikuler
sepakbola SMA Negeri 1 Banguntapan.
Ha : Ada perbedaan yang signifikan hasil latihan shuttle run dan zig-zag run
terhadap keterampilan dribbling siswa ekstrakurikuler sepakbola SMA
Negeri 1 Banguntapan.