Post on 09-Mar-2019
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kepuasan Siswa Atas Layanan Bimbingan dan Konseling
2.1.1. Pengertian Kepuasan
Kepuasan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah puas; merasa
senang; prihal (hal bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan
dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang
dikarenakan mengkonsumsi produk atau jasa untuk mendapatkan suatu pelayanan
dari jasa. Kepuasan adalah tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman
konsumsi suatu produk atau jasa oleh Wilkie (Tjipto, 2007). Kepuasan adalah
(satisfaction) suatu perasaan senang dan kecewa yang timbul karena membandingkan
dari produk ( hasil) terhadap ekpektasi mereka (Kotler, 2009). Jika kinerja gagal
memenuhi ekpektasi pelanggan tidak akan puas sebaliknya jika kinerja dapat
memenuhi ekpektasi maka pelanggan akan merasa puas dan jika kinerja melebihi
ekpektasi maka pelanggan akan merasakan sanggat puas. Jadi tingkat kepuasan
merupakan perbedaan fungsi dari kinerja yang dirasakan sama harapan yang ingin
dicapai. Bila layanan sesuai yang diharapkan siswa maka siswa akan merasakan
kepuasan dan sebaliknya apabila layanan yang diterima siswa tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan siswa maka tidak akan merasakan kepuasan.
Kepuasan pelanggan dalam artian di sini adalah peserta didik yang menerima
layanan Bimbingan dan Konseling. Juran dan Arif ( 2007) Kepuasan pelanggan
adalah hasil yang dicapai ketika keistimewaan produk merespon kebutuhan
pelanggan. Band (Nasution, 2005) mengemukakan kepuasan pelanggan adalah
sebagai perbandingan antara kualitas barang atau jasa yang diberikan dengan
keinginan dan kebutuhan pelanggan. Oliver( Nasution, 2005) Kepuasan pelanggan
adalah penilaian terhadap penampilan dan kinerja barang atau jasa apakah dapat
memenuhi tingkat keinginan, hasrat dan keinginan pelanggan. Dengan demikian
kepuasan pelanggan (siswa) adalah tanggapan evaluasi berupa penilaian antara apa
yang menjadi keinginan, harapan dan kemauan terhadap kinerja layanan yang
didapatkannya.
Kualitas layanan sangat erat hubungannya dengan kepuasan pelanggan
apabila layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan sangat berkualitas sudah
pasti kepuasan siswa atas layanan tersebut pun akan didapatkan ini sesuai dengan
pendapat Schannar (Tjipto, 2008) yang menyatakan bahwa startegi kepuasan
pelanggan adalah merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen,
baik yang menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Kolarik (2005)
mengungkapkan kualitas layanan bimbingan dan konseling adalah layanan bimbingan
dan konseling yang mampu memenuhi harapan oleh para pemakai jasa (siswa).
Kotler (2004) menguraikan tentang kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan
(dalam hal ini siswa) kualitas yang tinggi akan memberikan kepuasan yang tinggi
pula. Apabila kualitas layanan BK memenuhi harapan siswa maka, siswa akan
merasakan puas atas layanan BK di Sekolah secara langsung akan meningkatkan
kinerja guru bimbingan dan konseling di sekolah.
Lebih lanjut Dadang Suhardan (2006) menjelaskan bahwa ada tiga konsep
dasar dalam memahami konsep kualitas yaitu:
a. Quality Assurance. merujuk pada ketentuan yang berdasarkan standar persyaratan
dan metode seperti yang telah ditetapkan oleh badan ahli, kualitas harus melalui uji
penilaian yang sesuai dengan persyaratan standart.
b.Contract Comformance. kualitas harus sesuai dengan kontrak atau memenuhi
kesepakatan bersama dimana standar kualitas spesifikasinya ditetapkan berdasarkan
negosiasi ketika kontrak disepakati
c. Cusromer Driven.kualitas harus memenuhi kebutuhan pelanggan(siswa) kualitas
pada definisi ini adalah merujuk pada penilaian siswa atas layanan Bimbingan dan
Konseling yang diterimanya.
2.1.2. Dasar Penyusunan Program Layanan (Wawancara guru BK SMP N 09)
Dalam penyusunan program layanan guru BK berlandaskan berbagai hal
sehingga program kerja yang disusun benar-benar sesuai dengan apa yang benar-
benar dibutuhkan oleh siswa yang disesuaikan dengan program bimbingan dan
konseling yang terdapat di SMP Negeri 09 Salatiga.
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, pasal 35 ayat(2)
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19/2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007
tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan
5. SKB Mendiknas dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 25
tahun 1993 bahwa Guru Pembimbing Wajib membimbing 150 orang
siswa minimal sampai 225 orang maksimal
6. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasioan tentang Pedoman
Penghitungan Beban Kerja Guru.
2.1.3.Komponen Program Bimbingan dan Konseling(rambu-rambu BK 2007)
Program bimbingan dan konseling mengandung empat komponen pelayanan:
1. Pelayanan dasar
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada
seluruh konseli melalui kegiaatan melalui kegiatan penyiapan pengalaman
terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis
dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan
tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar
kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan
kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani
kehidupannya. Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli
agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat,
dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain
membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangan.
Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar
kompetensi kemandirian diantaranya: (1) self-esteem, (2) motivasi
berprestasi, (3) keterampilan pengambilan keputusan, (4) keterampilan
pemecahan masalah, (5) keterampilan hubungan antar pribadi atau
komunikasi, (6) penyadaran keragaman budaya dan (7) perilaku
bertangung jawab).
2. Pelayanan responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang
menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan
segera, sebab jika tidak segera dibantu sehingga dapat menimbulkan
gangguan dalam proses pencapaian tugas- tugas perkembangan yang
meliputi konseling individual, konseling krisis konsultasi dengan orang tua,
guru, dan alih tangan kepada ahli adalah ragam bimbingan yang dapat
dilakukan dalam pelayanan responsif. Fokus pelayanan responsif
bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli masalah konseli
berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal kerena dipandang
penting bagi perkembangan dirinya secara positif.
3. Perencanaan individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar
mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan
perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman tentang kelebihan dan
kekuangan dirinya, serta pemahaman akan peluang ketersediaan
dilingkungannya. Tujuan dari perencanaan individual disini untuk
membantu konseli agar (1) memiliki pemahaman tentang dirinya dan
lingkungannya (2) mampu menentukan tujuan perencanaan, atau
pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek
pribadi, sosial, belajar maupun karier, dapat melakukan berbagai kegiatan
berdasarkan pemahaman, tujuan dan rencana yang telah dirumuskan. Fokus
dari pengembangan perencanaan individual berkaitan erat dengan
pengembangan aspek akademik, karier, dan sosial pribadi.
4. Dukungan sistem
Merupakan komponen dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur,
dan pengembangan kemajuan profesional konselor secara berkelanjutan,
yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau
memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.
2.1.4 Tujuan Bimbingan dan Konseling(Rambu-rambu BK 2007)
Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan
kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya dimasa yang
akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya
seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan,
lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan
kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan,
masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan
kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas
perkembangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada
dilingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta
rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan
sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan
lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan
tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan
yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli
agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-
sosial, belajar (akademik), dan karir.
1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial
konseli adalah sebagai berikut.
1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan
pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah,
tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
2. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling
menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
3. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif
antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan
(musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan
ajaran agama yang dianut.
4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif,
baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik
maupun psikis.
5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
7. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang
lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.
8. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen
terhadap tugas atau kewajibannya.
9. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang
diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau
silaturahim dengan sesama manusia.
10. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik
bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
11.Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar)
adalah sebagai berikut.
1. Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan
memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses
belajar yang dialaminya.
2. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan
membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap
semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang
diprogramkan.
3. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
4. Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti
keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran,
dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
5. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan
pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas,
memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha
memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka
mengembangkan wawasan yang lebih luas.
6. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karier adalah
sebagai berikut.
1. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang
terkait dengan pekerjaan.
2. Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karier yang
menunjang kematangan kompetensi karir.
3. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja
dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna
bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
4. Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai
pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang
pekerjaan yang menjadi cita-cita kariernya masa depan.
5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karier, dengan cara
mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut,
lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan
kerja.
6. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang
kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai
dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
7. Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier.
Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia
senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang
relevan dengan karir keguruan tersebut.
8. Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau
kenyamanan dalam suatu karier amat dipengaruhi oleh kemampuan dan
minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami
kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan
apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
9. Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan
karir.
2.1.5 Fungsi Bimbingan dan Konseling(Rambu-rambu BK pendidikan formal
2007)
1. Fungsi Pemahaman,
Yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki
pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli
diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi Fasilitasi,
Memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek
dalam diri konseli.
3. Fungsi Penyesuaian,
Yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat
menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan
konstruktif.
4. Fungsi Penyaluran,
Yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih
kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan
penguasaan karier atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan
ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu
bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun diluar lembaga
pendidikan.
5. Fungsi Adaptasi,
Yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah
dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan
terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan
konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli,
pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan
konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi
Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun
menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
6. Fungsi Pencegahan (Preventif),
Yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor
memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari
perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang
dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan
kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli
dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan,
diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-
obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
7. Fungsi Perbaikan,
Yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga
dapat memperbaiki kekliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak
(berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan)
terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan
memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada
tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
8. Fungsi Penyembuhan,
Yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini
berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah
mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun
karier. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
9. Fungsi Pemeliharaan,
Yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat
menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam
dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi
yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini
diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif
(pilihan) sesuai dengan minat konseli.
10. Fungsi Pengembangan,
Yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari
fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.
Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai
teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan
program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya
membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik
bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial,
diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan
karyawisata.
2.1.2. Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling atau yang bisa disebut layanan BK
adalah layanaan bantuan yang dilakukan oleh guru pembimbing bagi peserta didik
(siswa) melalui kegiatan-kegiatan kelas/diluar kelas yang disajikan secara sistematis
dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara optimal (Yusuf
dan Nurihsan, 2008). Biasanya bimbingan dan konseling disebut bersama sehingga
tercipta istilah majemuk bimbingan dan konseling (Guidance and Counseling). Hal
ini sebenarnya tidak perlu, karena konseling merupakan salah satu layanan
bimbingan disamping layanan yang lain, seperti mengumpulkan data dan
penyebaran informasi, dengan demikian, pelayanan bimbingan dengan sendirinya
mencakup pula layanan konseling. Namun layanan konseling sungguh merealisasi
tujuan bimbingan dan merupakan layanan inti (Winkel dan Hastuti, 2005).
Lingkup layanan bimbingan konseling dalam menunjang pelayanan
bimbingan dan konseling untuk mencapai kompetensi menurut Depdikbud ( dalam
surya 2008) adalah;
a. Bimbingan pribadi
Untuk mencapai kompetensi; (a). Pemantauan sikap dan kebiasaan bermoral,
(b) Pemahaman kekuatan dan kelemahan diri, (c). Upaya pengenalan
kelemahan dan kelebihan diri, (d).Pemahaman bakat dn minat pribadi, (e)
Pemahaman dan pengalaman hidup sehat.
b. Bimbingan sosial
Untuk mencapai kompetensi (a). Pemahaman dan pengalaman disiplin
peraturan sekolah, (b). pengembangan hubungan yang harmonis dengan
teman sebaya, (c). Pengembangan hubungan harmonis dengan anggota
keluarga, (d) Pengembangan kemempuan berhubungan sosial dengan
menjunjung tinggi nilai dan norma agama, adat istiadat serta peraturan
hukum, (e). Pengembangan komunikasi secara lisan dan tulisan, (f)
pengembangan kemampuan menyelesaikan konflik.
c. Bimbingan belajar
Untuk mencapai kompetensi: (a) pengembangan sikap dan kebiasaan
belajar yang baik, (b). menumbuhkan motivasi belajar yang mandiri dan
berkelompok, (c).Pengembangan penguasaaan materi pembelajaran untuk
pencapaian tujuan belajar, (d). Pemanfaatan kondisi lingkungan sekolah untuk
mengembangkan pengetahauan, keterampialan dan kepribadian, (e). Orientasi
belajar dijenjang pendidikan selanjutnya.
d. Bimbingan karier
Untuk mencapai kompetensi: (a) .Pemahaman informasi pendidikan,
(b). pengenalan dunia kerja, (c). Orientasi dan informasi jabatan dan usaha,
(d). Pengenalan konsep diri berkaitan dengan bakat dan kecenderungan
pilihan jabatan serta arah pengembangan karier.
2.2 Gaya Kepemimpinan Guru Bimbingan dan Konseling
2.2.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan (Bahasa Inggris : Leadership Style) diartikan sebagai
pola tindak seseorang dari seorang pemimpin sebagai ciri kepemimpinannya. Gaya
kepemimpinan adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang
dipersepsikan orang-orang yang dipimpinnya (Davis & Newstorm, 1995). Hal ini
sejalan dengan pendapat Hersey & Blanchard (Ignatius Onduko. 1994) yang
menyatakan bahwa : Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditampilkan
ketika mencoba mempengaruhi tingkah laku orang lain seperti yang dipersepsikan
oleh orang yang akan kita pengaruhi tersebut.
Menurut Hersey & Kenneth H. Blanchard (Ignatius Onduko. 1994) pada
dasarnya gaya kepemimpinan seseorang terbagi pada dua kecenderungan, yaitu :
1. Berorientasi pada tugas (task behavior)
Gaya ini ditandai dengan adanya beberapa hal seperti : pemimpin
memberikan petunjuk-petunjuk kepada bawahan, selalu mengadakan
pengawasan secara ketat, menyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas
harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan pemimpin dan pemimpin
lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan
pengembangan bawahan.
2. Berorientasi pada hubungan (relationship behavior)
Sedangkan gaya kepemimpinan ini, sebaliknya ditandai dengan beberapa
gejala seperti berikut : pemimpin lebih memberikan motivasi daripada
memberikan pengawasan terhadap bawahan, pemimpin melibatkan bawahan
dalam pengambilan keputusan, pemimpin lebih bersikap penuh
kekeluargaan, percaya, hubungan kerjasama yang saling hormat
menghormati diantara sesama anggota kelompok.
2.2.2 Macam-macam gaya kepemimpinan
Hersey dan Blanchard (1982) membedakan dua kecenderungan tersebut ke
dalam empat gaya kepemimpinan, yaitu : Telling, Selling, Participating dan
Delegating.
1.Gaya kepemimpinan Telling
Gaya kepemimpinan Telling adalah gaya kepemimpinan yang ditandai
perilaku pemimpin yang tidak mempercayai bawahannya dan banyak
memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan segala sesuatu yang
harus dilakukan tanpa memperhatikan kualitas hubungan antar pribadi dengan
bawahannya. Gaya kepemimpinan ini pemimpin hanya memberikan instruksi
dan pengarahan yang jelas tentang sebuah tugas. Ciri dari gaya ini adalah :
pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan dilakukan secara ketat,
pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana
mengerjakan, kapan harus dilaksanakan pekerjaan itu, dan dimana pekerjaan itu
harus dilakukan.
2. Gaya kepemimpinan Selling
Gaya kepemimpinan Selling adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin
menekankan dua arah serta membantu meningkatkan motivasi dan kepercayaan
diri anggota, tetapi pemimpin tetap memegang tanggung jawab dan
mengendalikan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan
tingginya tuntutan menyelesaikan tugas tetapi pemimpin juga sangat
memperhatikan kualitas hubungan dengan bawahannya. Ciri dari gaya selling ini
adalah : tinggi tugas dan tinggi hubungan, pemimpin menerangkan keputusan,
pemimpin memberikan kesempatan untuk penjelasan, pemimpin masih banyak
melakukan banyak pengarahan, pemimpin melakukan komunikasi dua arah.
3. Gaya kepemimpinan Participating
Gaya kepemimpinan Participating, adalah gaya kepemimpinan dimana
pemimpin dan anggota berbagi pengambilan keputusan dan pemimpin tidak
banyak atau hanya memberikan perintah secara langsung. Gaya ini ditandai
dengan perilaku pemimpin yang lebih banyak memfokuskan perhatian pada
kualitas hubungan dan kurang memperhatikan penyelesaian tugas-tugas. Gaya
ini ditandai dengan ciri tinggi hubungan dan rendah tugas, dimana pemimpin dan
bawahan saling memberikan gagasan dan membuat keputusan.
4. Gaya Kepemimpinan Delegating
Gaya kepemimpinan Delegating adalah gaya kepemimpinan dimana
pemimpin tidak memperhatikan tugas dan hubungan dengan bawahan. Gaya
kepemimpinan ini ditandai dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dari
pemimpin kepada bawahan untuk melakukan tugas sendiri dengan sedikit
pengarahan dan sedikit sekali kualitas hubungan antar personalnya. Ciri dari
gaya ini adalah mempunyai hubungan dan tugas rendah, pemimpin melimpahkan
pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan, dimana seorang
pemimpin membutuhkan visi dan target yang jelas dari apa yang didelegasikan.
Kurang intensifnya delegating bisa membuat penafsiran dan pelaksanaan
berbeda dari apa yang diinginkan. Karena itu, jika ingin memakai gaya seperti
ini, seorang pemimpin harus bisa mengkomukasikan visi dan targetnya secara
jelas, sehingga para bawahannya bisa melihat dari hasil kerjanya.
Menurut Hersey & Blanchard Gaya kepemimpinan Selling dan Participating,
adalah gaya kepemimpinan yang secara teoritis mampu mengembangkan kreativitas
bawahan, karena gaya kepemimpinan tersebut lebih berorientasi pada
hubungan.Guru BK yang cenderung menggunakan gaya tersebut akan berusaha
memberikan rasa aman secara psikologis kepada siswa, memperhatikan perasaan
dan kebutuhan siswa.
Gaya kepemimpinan Telling yang dengan ciri banyak memberikan instruksi
dan tidak memperhatikan kualitas hubungan kepada orang-orang yang dipimpin
secara teoritis akan menghambat perkembangan kreativitas. Demikian juga dengan
gaya kepemimpinan Delegating yang digunakan guru BK secara teoritis berhubungan
secara negatif, karena mempunyai ciri rendah hubungan dan rendah tugas, artinya
dalam menerapkan gaya kepemimpinan Delegating guru BK sedikit sekali
memberikan tuntunan dan arahan kepada siswa demikian juga dengan perhatian
kepada hubungan antar pribadi tidak terlalu menjadi perhatian.
2.2.3 Kriteria Keberhasilan Pemimpin
Untuk mengetahui apakah seorang pemimpin berhasil dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya dengan baik, Mulyasa (2004) mengemukakan beberapa kriteria,
yaitu:
1.Dinamika organisasi.
2.Pengaruh atau kewibawaan pemimpin.
3.Sikap bawahan terhadap atasan.
Dari ketiga hal tersebut penulis uraikan sebagai berikut:
1. Dinamika Organisasi
Organisasi berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dalam kaitan
dengan kepemimpinan seseorang dalam memimpin organisasi dapat dilihat dari
berbagai indikasi sebagai berikut (Mulyana, 2004):
1. Penampilan Kelompok.
2. Pencapaian Tujuan Kelompok.
3. Berlangsungnya Hidup Kelompok.
4. Pertumbuhan Kelompok.
5. Kesiagaan Kelompok.
6. Kemampuan Menyelesaikan Krisis.
2. Pengaruh Pemimpin
Pengaruh atau kewibawaan pemimpin sangat menentukan keberhasilan.
Seorang pemimpin yang berhasil, dapat dilihat melalui berbagai kriteria
(Mulyasa 2004), yaitu:
1. Apakah pemimpin mampu meningkatkan rasa kebersamaan kelompok, kerja
sama antar anggota, motivasi bawahan, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan dan pemecahan konflik di antara bawahan.
2. Apakah pemimpin menaruh perhatian terhadap efisiensi tenaga ahli yang
tersedia, pengaturan kegiatan, akumulasi dari berbagai sumber dan kesediaan
kelompok untuk menghadapi perubahan dan krisis.
3. Apakah pemimpin mampu meningkatkan kualitas kerja, menciptakan rasa
percaya diri bawahan dan menghasilkan kecakapan bawahan dan memberi
sumbangan terhadap pertumbuhan kejiwaan dan perkembangan bawahan.
3. Sikap Bawahan Terhadap Atasan
Bawahan dalam kehidupan organisasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
seorang pemimpin. Sebab kepemimpinan itu sendiri merupakan proses interaksi
antara pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan. Oleh sebab itu keberhasilan
seorang pemimpin dapat diukur dari sikap bawahan terhadap pemimpin itu sendiri,
melalui indikasi berikut (Mulyasa, 2004):
1. Apakah bawahan merasa puas terhadap pemimpin dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dan hal-hal yang diharapkan bawahan.
2. Apakah bawahan merasa senang terhadap atasan, menghormati dan kagum
padanya.
3. Apakah bawahan mempunyai rasa tanggung jawab besar untuk melaksanakan
perintah atau sebaliknya melawan, atau bawahan tidak memperhatikan/menyabot
perintah atasan.
Ada beberapa gejala sikap bawahan terhadap kepemimpinan atasan, yaitu:
1) Ketidak hadiran atau absensi.
2) Perbuatan semaunya.
3) Kesedihan.
4) Keluhan terhadap atasan.
5) Permintaan pindah.
6) Pemogokan.
7) Sikap lambat.
8) Kejadian yang sengaja menyabot peralatan dan fasilitas
pelayanan.
9) Sikap permusuhan terhadap atasan.
2.4. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Sebelum melakukan penelitian ini penulis melakukan pengkajian terhadap
hasil penelitian pendahulu yang relevan sebagai berikut:
Novita Wulan Sari dan S. Hafsah Budi A.2011. tentang Persepsi Siswa
Terhadap Guru Bimbingan Konseling, Kepuasan Layanan Bimbingan Konseling di
SMA Negeri 1 Sragi Pekalongan yang menyatakan bahwa Hasil penelitian
menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar (rxy) = 0,335 dan probabilitas p =
0,000 (p<0,01) antara persepsi siswa terhadap guru bimbingan konseling dengan
kepuasan layanan bimbingan konseling, artinya terdapat korelasi positif yang sangat
signifikan antara variabel persepsi siswa terhadap guru bimbingan konseling dengan
variabel kepuasan layanan bimbingan konseling.
Silla, Onensius (2005) Penelitiannya yang berjudul hubungan gaya
kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru pada SMP N sekota Soe
Kabupaten timur tengah selatan menemukan hasil bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru.
2.5. Kerangka Berfikir
Berlandaskan landasan teori dan kajian berbagai penelitian yang telah
diuraikan pada bagian sebelumnya penulis cenderung berpendapat bahwa gaya
kepemimpinan guru BK berpengaruh signifikan terhadap kepuasan atas layanan BK
artinya gaya kepemimpinan guru Bimbingan dan Konseling memberi sumbangan
efektif terhadap kepuasan siswa atas layanan BK, apabila gaya kepemimpinan yang
diterapkan guru BK ini tepat maka kepuasan siswa atas layanan BK nya pun akan
tercapai.
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Ada pengaruh yang
signifikan gaya kepemimpinan guru Bimbingan dan Konseling terhadap kepuasan
atas layanan bimbingan dan konseling SMP Negeri 09 Salatiga.