Post on 22-Mar-2019
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari jenjang
SD hingga menengah. IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat
peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta
berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan
siswa tentang masyarakat, bangsa dan negara indonesia. Pada jenjang SD mata
pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi. Melalui
mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia
yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
IPS merupakan bidang pengetahuan yang digali dari kehidupan praktis
sehari – hari di masyarakat. Masyarakat merupakan sumber serta objek kajian
materi pendidikan IPS, yaitu berpijak pada kenyataan hidup yang riil (nyata).
Pada hakekatnya siswa sekolah dasar merupakan bagian dari masyarakat dan
sebagian anggota masyarakat sejak dini, anak sudah dilatih untuk belajar
bagaimana cara berhubungan dengan sesama anggota keluarga, mengetahui
aturan – aturan yang berlaku dalam keluarga, sehingga memahami hak dan
kewajibannya sebagai warga negara.
Di masa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan karena
kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh
karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif dan terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam
kehidupan di masyarakat. Dengan demikian siswa diharapkan akan memperoleh
pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
Pembelajaran IPS di SD tidak bersifat keilmuan tetapi bersifat pengetahuan,
bahan yang diajarkan pada siswa bukan teori – teori sosial atau ilmu sosial
6
melainkan hal praktis yang berguna bagi dirinya dan lingkungannya. Dalam
pengembangan pemahamannya tentang mata pelajaran IPS, bagi siswa sekolahh
dasar belajar akan lebih bermakna jika apa yang dipelajarinya berkaitan dengan
pengalaman hidupnya.
Pendidikan IPS di SD meliputi dua kajian pokok yaitu pengetahuan sosial
dan sejarah. Kajian pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi,
ekonomi dan pemerintahan termasuk perkembangan masyarakat Indonesia sejak
lampau hingga sekarang.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
a. Mengenal konsep – konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai – nilai sosial dan
kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek – aspek sebagai berikut:
a. Manusia, tempat dan lingkungan.
b. Waktu, keberlanjutan dan perubahan.
c. Sistem sosial dan budaya.
d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Menurut (Alma, 2010:22) pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, ia
dapat menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus dan tidak dipisahkan dari
lingkungan hidup sekitarnya. Dari penjelasan tersebut dapat kita mengerti bahwa
pembelajaran IPS memberikan pemahaman akan segala bentuk kegiatan dan
aktivitas hidup manusia yang senantiasa selalu berkaitan dengan interaksi sosial
dengan lingkungannya, maka mata pelajaran yang diberikan isinya adalah meng-
kaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan
masalah sosial. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sardiman, dkk (2004:11)
7
bahwa “Karakteristik materi pengetahuan sosial memiliki struktur ilmu
pengetahuan yang tersusun paling tidak terdiri dari: fakta, konsep dan
generalisasi”.
Dalam mata pelajaran IPS siswa diajarkan tentang nilai – nilai, moral, cita –
cita, saling menghargai dan rasa tanggung jawab, baik disekolah maupun di dalam
masyarakat. Hal ini penting karena belajar pengetahuan sosial merupakan usaha
membentuk jaringan pengetahuan sosial yang bermanfaat bagi kehidupan peserta
didik (Yulaelawati, 2004:115).
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arahan dan landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian. SK dan KD dalam pembelajaran IPS
kelas IV SD semester 2 secara rinci disajikan dalam tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
Kelas 4 SD Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya alam,
kegiatan ekonomi dan kemajuan
teknologi di lingkungan kabupaten/kota
dan provinsi
2.1 mengenal aktivitas ekonomi yang
berkaitan dengan sumber daya alam
dan potensi lain di daerahnya
2.2 mengenal pentingnya koperasi
dalam meningkaatkan kesejahteraan
masyarakat
2.3 mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi dan
transportasi serta pengalaman
menggunakannya.
2.4 mengenal permasalahan sosial di
daerahnya
8
2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1 Model Pembelajaran
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru
dalam mengembangkan model - model pembelajaran yang berorientasi pada
peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses
pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya
bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa
dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil
belajar dan prestasi yang optimal.
Mills berpendapat (dalam Suprijono 2009:45) bahwa model adalah bentuk
representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Menurut Arends,
model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya tujuan – tujuan pembelajaran, tahap – tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas, Model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukis
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar.
Joyce dan Weil (dalam Sagala 2008:176) menambahkan bahwa model
mengajar adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan
perencanaan kurikulum, kursus – kursus, buku – buku pelajaran, buku – buku
kerja, program multimedia dan bantuan belajar melalui komputer. Selanjutnya
menurut Wahab (2008:52), memaparkan bahwa model mengajar adalah suatu
perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses
belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang
diharapan.
Menurut Arends (dalam Suprijono, 2009:46) model pembelajaran mengacu
pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan – tujuan
pembelajaran, tahap – tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan
pengelolaan kelas.
9
Dari penjelasan model pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa,
model pembelajaran adalah menggambarkan penyelenggaraan proses belajar
mengajar dari awal hingga akhir yang tersusun secara sistematis dengan prosedur
yang berbeda.
2.1.2.2 Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suprijono (2009:54-55) pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk – bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum
pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan – pertanyaan serta menyediakan bahan – bahan
dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan
masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada
akhir tugas. Selanjutnya menurut Hamdani (2011:30) pembelajaran kooperatif
adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,
setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran ini, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Slavin (dalam Robert E. Salvin 2008:8) pembelajaran kooperatif
adalah para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan
empat orang untuk menguasai materi yang akan disampaikan oleh guru. Ada
beberapa ciri yang perlu diperhatikan dalam menggunakan model pembelajaran
kooperatif saat proses pembelajaran berlangsung. Hamdani (2011:31)
mengemukakan bahwa, dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif ada beberapa
ciri pembelajaran kooperatif adalah: setiap anggota memiliki peran, terjadi
hubungan interaksi langsung di antara siswa, setiap anggota kelompok
bertanggungjawab atas cara belajarnya dan juga teman – teman sekelompoknya,
guru membantu mengembangkan keterampilan – keterampilan interpersonal
kelompok, guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.Pendapat
Hamdani tersebut diperkuat dengan pernyataan yang dilontarkan Etin Solihatin
dan Raharjo (2007:4), yang menyatakan bahwa:
10
“Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur
kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota
kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu
struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota
kelompok.”
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah strategi belajar dengan membagi siswa kedalam beberapa
kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda – beda dengan
tujuan setiap siswa dalam anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami mata pelajaran dan menyelesaikan tugas
kelompoknya. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk
dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong
mengatasi tugas yang dihadapi.
2.1.2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
NHT atau banyak disebut pula dengan penomoran, berpikir bersama, atau
kepala bernomor merupakan salah satu inovasi dalam pembelajaran kooperatif.
Menurut Hamdani (2011:89) NHT adalah metode belajar dengan cara setiap siswa
diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil
nomor dari siswa. Sedangkan menurut Suprijono (2009:92) pembelajaran dengan
menggunakan metode NHT diawali dengan Numbering. Guru membagi kelas
menjadi kelompok – kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya
mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Jika jumlah peserta didik
dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok
berdasarkan konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri 8 orang. Tiap –
tiap orang dalam tiap – tiap kelompok dibuat nomor 1 – 8. Setelah kelompok
terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap –
tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap – tiap kelompok menemukan
jawaban. Pada kesempatan ini tiap – tiap kelompok menyatukan kepalanya
‘Heads Together’ berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.
Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor
yang sama dari tiap – tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban
11
atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal ini dilakukan terus hingga
semua peserta didik dengan nomor yang sama dan masing – masing kelompok
mendapatkan giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru.
Menurut Anita Lie (2004:59) NHT adalah suatu tipe dari pembelajaran
kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagikan ide – ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling
tepat. Selain itu NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama
mereka.
NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi
diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT adalah guru memberi nomor dan
hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk
siswa, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili
kelompok. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan
merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab
individual dalam diskusi kelompok.
Pembelajaran NHT memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut
pendapat yang dikemukakan oleh Ahmad Zuhdi (2010:65) kelebihan dan
kelemahan NHT yaitu:
a. Kelebihan
1) Setiap siswa menjadi siap semua
2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh – sungguh
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai
b. Kelemahan
1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
Dalam pembelajaran NHT terdapat beberapa langkah – langkah
pelaksanaan pembelajaran. Langkah – langkah pelaksanaan pembelajaran NHT
menurut Trianto (2007:62) yaitu:
a. Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga
12
sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim
mempunyai nomor berbeda – beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam
kelompok.
b. Pengajuan pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan
pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang
memang sedang dipelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat
bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat
kesukaran yang bervariasi.
c. Pemberian jawaban
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari
tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara acak memilih kelompok
yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya
disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk
menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi
jawaban tersebut.
Senada dengan langkah – langkah yang dikemukakan oleh Trianto,
Anita Lie (2004:60) juga menyebutkan langkah – langkah pembelajaran NHT
yaitu:
a) Siswa dibagi kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan
nomor.
b) Guru memberikan tugas dan masing – masing kelompok mengerjakannya.
c) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
d) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat dilihat bahwa pembelajaran NHT
menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling
memotivasi dan saling bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi
13
pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan tahapan –
tahapan diatas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pembentukan kelompok
Jumlah siswa dibagi kedalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri atas 4 – 6
siswa.
2. Penomoran anggota kelompok
setiap anggota kelompok mendapatkan nomor 1 – 5. Sesuai dengan jumlah
anggota kelompok.
3. Pembagian LKS
siswa menerima LKS yang dialamnya terdapat sejumlah pertanyaan yang
diberikan oleh guru.
4. Menyimak materi dalam kelompok
Siswa menyimak materi yang diberikan oleh guru. Siswa harus benar – benar
menyimak materi agar mereka menguasai dan memahami materi pelajaran.
5. Menjawab pertanyaan dengan berpikir bersama teman dalam kelompok untuk
mengerajakan LKS dan memastikan setiap anggota kelompok dapat
mengerjakan/mengetahui jawabannya.
6. Menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor oleh guru.
7. Siswa dari kelompok lain yang bernomor sama memberikan tanggapan
jawaban.
8. Menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor oleh guru begitu
seterusnya sampai jawaban dalam LKS berakhir/selesai.
2.1.2.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Banyak sekali model pembelajaran yang diterapkan dan digunakan oleh
guru dalam waktu sekarang ini. Salah satu diantaranya adalah Make a Match.
Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Guna
meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan
model pembelajaran Make a Match. Model pembelajaran Make a Match atau
mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada
siswa.
14
Model pembelajaran Make a Match mengajak siswa mencari jawaban
terhadap sesuatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan yang
dikemukakan oleh Komalasari (2010:85). Dan menurut Suprijono, (2012:94) hal –
hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a
Match adalah kartu – kartu. Kartu – kartu tersebut terdiri dari kartu berisi
pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan – pertanyaan
tersebut.
Model pembelajaran Make a Match pada mulanya dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994) (dalam Rusman 2012:223), “salah satu keunggulan model
ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau
topik, dalam suasana yang menyenangkan”. Model ini dapat membangkitkan
semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam model ini ada pembagian kelompok yaitu kelompok
pemegang kartu pertanyaan dan kelompok pemegang kartu jawaban. Model Make
a Match dapat dilakukan pada semua mata pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Make a Match merupakan model pembelajaran yang membuat siswa dapat aktif
mencari pasangan melalui kartu pertanyaan dan kartu jawaban sehingga suasana
dalam pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa dapat berfikir mencari
informasi sendiri tentang materi yang sudah diajarkan.
Menurut Miftahul Huda (2013) memiliki kelebihan dan kelemahan
pembelajaran kooperatif Make A Match dalam proses belajar mengajar. Adapun
kelebihan dan kelemahan Make A Match adalah :
1) Kelebihan :
a. Dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun
fisik
b. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi
e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar
15
2) Kelemahan :
a. Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang
terbuang
b. Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu
berpasangan dengan lawan jenisnya
c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang
kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan
d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada siswa yang
tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu
e. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan.
Model pembelajaran kooperatif Make a Match atau mencari pasangan
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994) (dalam Rusman 2012:223-224), langkah
– langkah pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) Guru menyiapkan beberapa
kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (satu
sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban). (2) Setiap
siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang
dipegang. (3) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (kartu soal/kartu jawaban). (4) Siswa yang dapat mencocokan kartunya
sebelum batas waktu diberi poin. (5) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar
tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
(6) Kesimpulan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa langkah – langkah model pembelajaran Make
a Match adalah (1) guru mengkondisikan siswa untuk mempersiapkan diri
mengikuti pembelajaran dengan mencari pasangan; (2) guru menyampaiakan
tujuan pembelajaran; (3) guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban kemudian
dibagikan kepada siswa; (4) kemudian siswa memikirkan soal/jawaban yang ada
dikartu yang telah dibawa siswa; (5) siswa mencari pasangan melalui
kartu/jawaban yang cocok dengan kartu yang dibawa siswa dengan batas waktu
yang telah ditentukan guru; (6) setelah menemukan pasangan, siswa mencocokkan
soal dan jawaban, bagi yang menjawab benar akan mendapat point dan menjawab
16
salah tidak mendapat poin; (7) setelah permainan selesai di babak pertama, kartu
dapat diacak kembali dan permainan dapat dimulai lagi; (8) setelah dapat
dilakukan secara berulang – ulang, maka siswa dan guru bersama – sama
mencocokkan jawaban dan mengambil kesimpulan bersama.
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Menurut Asmani (2010:63) belajar adalah proses membangun makna atau
pemahaman oleh pembelajar terhadap pengalaman dan informasi yang disaring
dengan pandangan, pikiran pengetahuan yang dimiliki dan perasaan.
Joko Susilo (2009:23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah
merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami.
Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Menurut Yamin (2007:7) belajar adalah proses perubahan perilaku yang
diakibatkan oleh interaksi dengan lingkungan. Sejalan dengan pendapat Slameto
(2010:2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Abdillah (Aunurrahman, 2009:35) belajar adalah suatu usaha sadar
yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan
dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, psikomotorik, afektif untuk
memperoleh tujuan tertentu.
Berdasarkan uraian terusebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar
merupakan usaha yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan yang dapat dipergunakan untuk diri sendiri
maupun lingkungannya. Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu yang
belajar dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut bisa berupa lingkungan
formal dan informal. Sebagai contoh lingkungan formal adalah sekolah,
sedangkan lingkungan nonformal bisa berupa lingkungan sekitar dan interaksi
dengan orang lain. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan
17
peningkatan pengetahuan, keterampilan serta perubahan perilaku, maka
sebenarnya belum mengalami proses belajar. Faktor yang dapat mempengaruhi
belajar yaitu faktor intern dan ekstern, faktor intern meliputi faktor jasmaniah,
psikologis dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor keluarga,
sekolah dan masyarakat.
2.1.3.2 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya yang diakhir pelajaran dilihat dari tes yang diberikan oleh
guru. Jika hasil tes bagus maka siswa tersebut dikatakan berhasil dalam
belajarnya, sebaliknya jika hasil tes yang diberikan ke siswa hasilnya jelek maka
siswa tersebut dapat dikatakan kurang berhasil dalam belajarnya. Wardani
(2009:3.20) mengemukakan bahwa hasil belajar harus diidentifikasi melalui hasil
pengukuran penguasaan materi dan aspek perilaku baik tes maupun non tes.
Penguasaan yang dimiliki siswa tersebut dinyatakan dalam aspek yang terdiri dari
tiga rana, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan belajar kognitif
menurut Bloom (dalam Wardani 2009:3.20) berupa :
1) Menghafal (Remember): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam
memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling
rebdah tingkatanya.
2) Memahami (Understand) : mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang
baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran peserta didik
3) Mengaplikasikan (Apply) : mencakup penggunaan suatu prosedur guna
menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Kategori ini mencakup dua
macam proses kognitif : menjalakankan dan mengimplementasikan
4) Menganalisis (Analyze) : menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke
unsur-unsur tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam
menganalisis : menguraikan, mengorganisir, dan menemukan pesan tersirat.
5) Mengevaluasi (Evaluate) : memebuat suatu pertimbangan berdasarkan
kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup
dalam kategori ini : memeriksa dan mengkritik.
18
6) Membuat (Create) : menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk
kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong bentuk kesatuan.
Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini yaitu :
membuat, merencanakan, dan memproduksi.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne (dalam Suprijono 2011:5-
6) bahwa hasil belajar itu berupa:
1) Informasi verbal yaitu kapasitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik
terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan
manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang.
3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kegnitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.
4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku, keterampilan dan kemampuan yang terjadi pada diri
seorang siswa setelah dia mendapatkan pengalaman belajar. Perubahan tersebut
mencakup semua perubahan yang bersifat progresif yang diharapkan kearah yang
lebih bak. Bagi seorang siswa hasil belajar ini dapat dilihat melalui perubahan
yang terjadi pada seorang siswa mulai dari belum pandai setelah belajar maka
menjadi pandai. Perubahan ini tentunya setelah siswa berinteraksi dengan
lingkungannya yang diukur melalui tes, tugas, pengamatan atau evaluasi.
19
2.1.4 Hubungan Model Kooperatif tipe NHT dan Make a Match dengan Hasil
Belajar
Hubungan adalah suatu keterkaitan antara dua hal dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Seperti NHT dengan hasil belajar dan Make a
Match dengan hasil belajar. Dalam penelitian ini dapat dilihat model
pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah salah satu model pembelajaran
kooperatif sebagai alternative bagi guru dalam mengajar siswa, yang merupakan
sebuah variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru menunjuk seorang
siswa yang mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin
keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan
tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dengan adanya keterlibatan
total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.
Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan
suatu teknik pembelajaran yang memberikan tugas terstruktur kepada siswa
melalui kartu – kartu yang berisi konsep yang berbeda dengan tema – tema atau
topik – topik yang sama, sehingga melalui kartu yang siswa dapatkan, dengan
sendirinya siswa membentuk kelompok – kelompok kerja berdasarkan kecocokan
konsep yang terdapat dalam kartu masing – masing, untuk menyelesaikan satu
masalah dalam tema atau topik yang sama. Sehingga melalui teknik ini, siswa
mampu aktif dan bekerjasama dengan rekannya dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan. Serta siswa akan lebih memahami materi pelajaran yang berdampak
pada hasil belajar siswa.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan hasil penelitian Intan Putri Utami (2011) yang berjudul
“Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar
matematika bagi siswa kelas 5 SD.” Hasil penelitian tersebut dapat diambil
keputusan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran tipe NHT dengan siswa yang diajar
menggunakan pembelajaran konvensional, hasil belajar matematika siswa kelas 5
SD yang diajar menggunakan model pembelajaran koperatif NHT lebih baik
dibandingkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional, dan
20
model pembelajaran kooperatif tipe NHT ekektif terhadap hasil belajar
Matematika siswa kelas 5 SD. Rata – rata untuk kelompok eksperimen yaitu 78,59
dan rata – rata untuk kelompol control yaitu sebesar 67,63 berarti rata – rata hasil
belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar
menggunakan pembelajaran konvensional.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Wijayati pada tahun 2012
dengan judul “Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata
Pelajaran IPS dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa
kelas IV SD Negeri Karanganyar”. Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi
awal siswa yang nilainya memenuhi KKM terdapat 10 siswa (43,47). Siklus 1
menerapkan metode pembelajaran kooperatif Make A Match terjadi peningkatan
cukup signifikan yaitu terdapat 16 siswa memenuhi KKM (69,56). Pada siklus 2
terdapat 20 siswa memenuhi KKM (86,95), motivasi belajar sedang dan rendah
pada kondisi awal ada 13 siswa (56,52), pada siklus 1 ada 5 siswa (21,73),
pada siklus 2 ada 3 siswa (13,04), sedangkan motivasi siswa yang sangat rendah
tidak ada. Jadi peningkatan motivasi belajar siswa dari yang sangat tinggi dan
tinggi dari kondisi awal 43,47 menjadi 78,26 pada siklus 1, sedangkan pada
siklus 2 motivasi belajar meningkat lagi menjadi 86,95.
Penelitian yang dulakukan oleh Suyityo (2011) dengan judul penelitian:
Penerapan Model Cooperative Learning tipe NHT untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi gaya (Penelitian PTK pada siswa
kelas 5 SD Barulaksana Kecamatan Lembang). Penelitian ini dilakukan dengan
tiga siklus. Pada siklus pertama siswa belum terbiasa dengan pola belajar
kelompok, sehingga dilakukan penjelasan kepada siswa untuk mulai bekerjasama
dengan anggota kelompoknya dan berdiskusi untuk menyelesaikan tugas bersama.
Dalam siklus kedua, siswa sudah mulai terbiasa dengan pola belajar kelompok,
siswa terlibat aktif dan bersemangat pada saat kegiatan demonstrasi. Pada siklus
ketiga, siswa sudah mampu memutuskan jawaban mana yang benar berdasarkan
hasil diskusi dengan kelompok dan siswa bersemangat dalam mengikuti kegiatan
21
pembelajaran. Perolehan nilai rata – rata hasil tes yang meningkat yaitu nilai rata
– rata individu pada siklus I adalah 50,2, sedangkan nilai rata – rata individu pada
siklus II adalah 62 dan pada siklus III adalah 71,3. Dari perolehan ini dapat
disimpulkan bahwa penerapan Cooperative Learning tipe NHT dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas 5
SDN Barulaksana Kecamatan Lembang.
Penelitian yang dilakukan oleh Elvera Dwi Wijayanti pada tahun 2011
yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik
Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran
IPS Kelas V SDN Gladagsari Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa
yang diberi pengajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan mean hasil belajar siswa
yang diberi model pembelajaran kooperatif teknik Numbered Heads Together
(NHT) sebesar 82,07 sedangkan nilai rata – rata siswa yang diberi strategi
pembelajaran metode konvensional sebesar 70,39. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengujian hipotesis menggunakan uji t diperoleh sig 0,000<0,05 maka 𝐻0
ditolak dan 𝐻1 diterima. Jadi pengunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa
dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode konvensional. Kelebihannya:
Perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan
menggunakan model pembelajaran NHT dan kelompok kontrol yang
menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan selisih
mean hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebesar 11,68.
Kelemahannya: hasil belajar hanya diukur berdasarkan tes formatif saja tidak
disertai dengan penilaian proses padahal guru harus memperhatikan proses siswa
dalam belajar bukan berdasarkan hasilnya saja.
Berdasarkan hasil penelitian Esti Parwanti (2012) dengan judul Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Make a Match dengan Media Gambar Terhadap
Hasil Belajar IPA Materi Sumber Daya Alam Siswa Kelas IV SD Negeri 2
Kertosari Kabupaten Temanggung menunjukkan rata – rata skor hasil belajar
siswa pada kelompok eksperimen sebesar 65.28 lebih besar daripada rata – rata
22
skor hasil belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 55.28. Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh positif dan signifikan terhadap
hasil belajar untuk pembelajaran yang di awal proses mengajar menggunakan
model pembelajaran Make a Match dengan media gambar dengan pembelajaran
konvensional.
Dari persamaan dan perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdahulu adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2
Persamaan dan Perbedaan Penelitian yang Relevan
No Peneliti Tahun Variabel
Hasil Penelitian X Y
1 Intan Putri
Utami
2011 NHT Hasil
Belajar
Dapat meningkatkan
hasil belajar
matematika di kelas 5.
2 Wijayati 2012 Make a
Match
Hasil
Belajar
Dapat meningkatan
motivasi dan hasil
belajar pada mata
pelajaran IPS di kelas
4.
3 Suyityo 2011 NHT Hasil
Belajar
Dapat meningkatkan
hasil belajar IPA di
kelas 5.
4 Elvera Dwi
Wijayanti
2011 NHT Hasil
Belajar
Terdapat perbedaan
yang signifikan antara
hasil belajar IPS siswa
kelas V yang
menggunakan
pembelajaran
kooperatif tipe NHT
dengan pembelajaran
Konvensional.
23
5 Esti
Parwanti
2012 Make a
Match
Hasil
Belajar
Terdapat perbedaan
yang signifikan
terhadap hasil belajar
IPA siswa kelas IV
yang menggunakan
pembelajaran
kooperatif tipe Make a
Match dengan media
gambar dengan
pembelajaran
Konvensional.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penelitian yang menggunakan model
NHT dan Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat
terlihat dari hasil penilitian yang dilakukan oleh Intan Putri Utami, Suyityo dan
Elvera Dwi Wijayanti yang melakukan penelitian menggunakan model NHT
dengan pembelajaran konvensional. Dengan hasil penelitian model pembelajaran
NHT lebih baik digunakan daripada pembelajaran konvensional. Yang
selanjutnya penelitian dari Wijayati dan Esti Parwanti yang menerapkan model
pembelajaran Make a Match dengan pembelajaran konvensional. Dari hasil
penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match dengan
pembelajaran konvensional. Sehingga peneliti mencoba menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan model pembelajaran Make a Match.
2.3 Kerangaka Pikir
IPS sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti.
Dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang kurang memuaskan dan KKM yang
ditetapkan oleh sekolah. pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini yaitu
pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga siswa menjadi pasif dan kurang
terlibat di dalam setiap pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa mengalami
kejenuhan yang berakibat kurangnya hasil belajar siswa. Hasil belajar akan
tumbuh apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara bervariasi baik
melalui variasi model maupun media pembelajaran.
24
Menurut Hamdani Model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah metode
belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok,
kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Dengan adanya
penerapan NHT diharapkan dapat membantu siswa dalam mengatasi siswa yang
hasil belajarnya rendah.
Pembelajaran Make a Match sangatlah menarik dalam proses pembelajaran.
Suasana kelas yang awalnya pasif menjadi aktif dan menyenangkan sehingga
materi pembelajaran dapat sampai kepada siswa dengan lebih menarik perhatian.
Dalam IPS untuk SD kelas 4 tidak hanya untuk dihafal melainkan untuk dipahami
dan dimengerti siswa. Penggunaan Make a Match diberikan juga dapat membantu
siswa mengatasi kesulitan – kesulitan atau permasalahan dalam menjawab soal
materi pelajaran dengan cara permainan dan mencocokkan soal/jawaban agar
siswa aktif, fokus dalam pembelajaran dan meningkatnya motivasi siswa dalam
kegiatan belajar mengajar serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
26
Gambar 2.1
Skema Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran NHT
dan Make A Match
Standar Kompetensi: 2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi
dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
Kompetensi Dasar: 2.2 mengenal pentingnya koperasi dalam
meningkaatkan kesejahteraan masyarakat
Model Pembelajaran NHT
Model Pembelajaran Make A Match
Pembentukan kelompok
Penomoran anggota kelompok
Pembagian LKS
Menyimak materi dalam kelompok
Berpikir bersama teman
(diskusi kelompok)
Presentasi (menyampaikan jawaban
LKS dengan pemanggilan nomor)
Tanggapan dari kelompok
lain yang bernomor sama
Tes formatif
Hasil belajar
Guru menyiapkan kartu soal dan jawaban
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
Setiap siswa memikirkan satu
jawaban soal dari setiap kartu yang
siswa dapat
Setiap siswa memncari pasangan yang
mempunyai kartu yang cocok dengan
kartu soal dan jawaban
Setiap siswa yang dapat mencocokan
kartunya sebelum batas waktu diberi poin
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar
setiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya
Tes formatif
27
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, kajian pustaka dan kerangka
berpikir yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian
ini sebagai berikut:
Ho: Tidak ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran NHT dengan
model pembelajaran Make a Match terhadap hasil belajar IPS siswa kelas 4
SD N Tlogo dan Karangtengah 01 Kecamatan Tuntang semester II tahun
pelajaran 2015/2016.
Ha: Ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran NHT dengan model
pembelajaran Make a Match terhadap hasil belajar IPS siswa kelas 4 SD N
Tlogo dan Karangtengah 01 Kecamatan Tuntang semester II tahun palajaran
2015/2016.