Post on 25-Apr-2018
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran PKn
2.1.1.1 Hakekat PKn
Menurut Azra dalam (Mawardi dan Sulasmono, 2011: 10), Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang
pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan
kewajiban warga negara, serta proses demokrasi. Selain itu ada pengertian PKn
Menurut Zamroni dalam (Mawardi dan Sulasmono, 2011: 11), Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis.
Dalam (PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan / SNP)
mata pelajaran kewarganegaraan dimaksud untuk meningkatkan kesadaran dan
wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai
manusia.
2.1.1.2 Tujuan PKn
Menurut Faturohman dan Wuryandari (2011: 7-8), tujuan mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi
sebagai berikut :
(a) berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan, (b) berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab,
dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, (c) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa lain dan, (c) berinteraksi dengan bangsa-
bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
6
2.1.1.3 Ruang Lingkup PKn
Menurut Mawardi dan Sulasmono (2011: 23-25), menetapkan ruang lingkup
materi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai
berikut :
(a) persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan,
cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda,
keutuhan Negara Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara,
sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, (b) norma,
hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib
di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah,
norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan
peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional, (d) hak asasi manusia
meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat,
instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan
perlindungan HAM, (e) kebutuhan warganegara meliputi: hidup gotong
royong, harga diri sebagai anggota masyarakat, kebebasan berorganisasi,
kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama,
prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara, (f) konstitusi negara
meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-
konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara
dengan konstitusi, (g) kekuasaan dan politik meliputi: pemerintahan desa
dan kecamatan, pemerintah daerah dan otonomi, pemerintah pusat,
demokrasi dan sistim politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju
masyarakat madani, sistim pemerintahan, pers dan masyarakat demokrasi,
(h)Pancasila meliputi: kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara,
pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila
sebagai ideologi terbuka, (i) globalisasi meliputi: globalisasi di
lingkungannya, politik luar negri Indonesia di era globalisasi, dampak
globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan
mengevaluasi globalisasi.
2.1.2 Metode Bermain Peran
2.1.2.1 Pengertian Metode Bermain Peran
Menurut Sanjaya (2011: 147), metode adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapi secara optimal. Dalam (Riyanto, 2002:32) juga
menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah seperangkat komponen yang telah
dikombinasikan secara opotimal untuk kualitas pembelajaran.
7
Menurut Fathurrohman dan Wuryandani (2011:41), metode bermain peran
yaitu suatu cara yang diterapkan dalam proses belajar mengajar dimana siswa
diberikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menjelaskan
sikap dan nilai-nilai serta memainkan tingkah laku (peran) tertentu sebagaimana yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sanjaya (2011:161), juga berpendapat bermain
peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk
mengkreasikan peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau
kejadian yang muncul pada masa mendatang. Sementara itu Tukiran dkk (2011:39),
berpendapat bahwa metode sosio drama (bermain peran) adalah cara penyajian bahan
pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau mendramatisasikan
cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Menurut Sagala (dalam Tukiran dkk,
2011:39) sosiodrama (bermain peran) adalah metode mengajar yang
mendramatisisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar
peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode bermain
peran adalah suatu pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar
sebagai bagian dari stimulus yang diarahkan untuk mengkreasikan suatu peristiwa
dan mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem.
2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran
Menurut Sanjaya (2011:160), ada beberapa kekurangan dan kelebihan dari
metode bermain peran, berikut merupakan kelebihan bermain peran;
8
(1) Bermain peran dapat dijadikan bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi
yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun
menghadapi dunia kerja, (2) Dapat mengembangkan kreativitas siswa karena
melalui bermain peran siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan
sesuai dengan topik yang disimulasikan, (3) Dapat memupuk keberanian dan
percaya diri siswa, (4) Memperkaya pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang
diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematik dan
(5) Dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran.
Di samping mempunyai kelebihan, metode bermain peran juga mempunyai
kelemahan, diantaranya; (1) Pengalaman yang diperoleh melaui bermain
peran tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan dilapangan, (2)
Pengelolaan yang kurang baik, sering bermain peran dijadikan sebagai alat
hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan dan (3) Faktor
psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa dalam
bermain peran.
2.1.2.3 Langkah-langkah Menggunakan Metode Bermain Peran
Menurut Sanjaya (2011: 161-162) hal yang perlu diperhatikan dalam bermain
peran agar berhasil dengan baik ada 3 langkah, adapun sintak metode pembelajaran
dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 1
Sintak Metode Pembelajaran Bermain Peran
Fase Perilaku Guru
1. Persiapan bermain peran a. Menentukan topik atau masalah serta tujuan yang
hendak dicapai melalui bermain peran.
b. Memberikan gambaran masalah dalam situasi yang
akan diperankan
c. Menetapkan pemain yang akan terlibat dalam
bermain peran.
2. Pelaksanaan bermain peran a. Memulai kegiatan yang dilakukan oleh kelompok
pemeran.
b. Membimbing siswa yang tidak terlibat bermain
peran untuk memperhatikan kegiatan bermain peran.
c. Memberikan bantuan kepada pemeran yang
mengalami kesulitan.
d. Menghentikan kegiatan bermain peran ketika hendak
mencapai puncak, dengan tujuan merangsang pikiran
siswa untuk menyelesaikan masalah yang
diperankan.
3. Penutup a. Melakukan diskusi baik tentang jalannya bermain
peran maupun materi cerita yang sudah diperankan
b. Mendorong siswa agar dapat memberikan kritik
maupun tanggapan terhadap proses pelaksanaan
simulasi dan merumuskan kesimpulan.
9
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Menurut Gredler (1986:1) belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia
untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudies. Kemampuan
(competencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudies) tersebut diperoleh dengan
cara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui
rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Gagne (dalam Udin, 2007:3.30), juga
berpendapat bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat
stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi yang
diperlukan untuk memperoleh kapasitas baru, sedangkan Hilgard (dalam Sri Anitah
W dkk, 2010:2.9), berpendapat belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
yang diperoleh melalui latihan. Definisi lama (dalam Sri Anitah W dkk, 2010:2.3),
menyatakan yang dimaksud dengan belajar adalah menambah dan mengumpulkan
pengetahuan, sedangkan menurut Slameto (2010:2), belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai pengamalannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Dari definisi-definisi menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh ketrampilan
yang baru dan menyebabkan perubahan tingkah laku yang diperoleh dari
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Dimyanti & Mujiono (2009: 238-253), ada faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi 2 golongan yaitu :
10
Yang pertama adalah faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa
yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut; (a) sikap terhadap
belajar; sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang
sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian, (b) motivasi belajar;
merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar, (c)
konsentrasi belajar; merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada
pelajaran, (d) mengolah bahan belajar; merupakan kemampuan siswa untuk
menerima isi dan cara perolehan ajaran sehingga menjadi bermakna, (e)
menyimpan perolehan hasil belajar; merupakan kemampuan menyimpan isi
pesan dan cara perolehan pesan, (f) menggali hasil belajar yang tersimpan;
merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima, (g) kemampuan
berprestasi atau unjuk hasil belajar; siswa menunjukkan bahwa ia telah
mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar, (h)
rasa percaya diri siswa; dalam proses belajar diketahui bahwa untuk prestasi
merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan
rekan sejawat siswa, (i) intelegensi dan keberhasilan belajar; suatu
kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara
terarah, berfikir secara baik, dan bargaul dengan lingkungan secara efisien,
(j) Kebiasaan belajar; dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya
kebiasaan belajar yang kurang baik, misalnya: belajar tidak teratur, menyia-
nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi dan, (k) cita-
cita siswa; dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak
memiliki suatu cita-cita dalam hidupnya.
Yang kedua yaitu faktor ekstern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang
berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut: (a) guru sebagai pembina
belajar siswa; sebagi pendidik, harus memusatkan perhatian pada
kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar, (b)
Prasarana dan sarana pembelajaran; lengkapnya sarana dan prasarana
pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik, (c) kebijakan
penilaian; proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau
unjuk kerja siswa, (d) lingkungan sosial siswa di sekolah; siswa-siswa di
sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai
lingkungan sosial siswa, (e) kurikulum sekolah; program pembelajaran di
sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum.
2.1.3.3 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2011: 3), hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang
luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sri Anitah dkk (2010:
2.19), juga mengemukakan pendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan
11
perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara
utuh, sementara itu menurut Sukmadinata (2009: 102), hasil belajar atau achievement
merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau
kapasitas yang di miliki seseorang.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku, penguasaan hasil belajar oleh seorang dapat dilihat dari
perilakunnya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, ketrampilan
berfikir maupun ketrampilan motorik.
2.1.3.4 Jenis-jenis Hasil Belajar
Horward Kingsle dalam (Sudjana 2011: 22), membagi tiga macam hasil
belajar, yakni: ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan
cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah
ditetapkan dalan kurikulum. Menurut Gagne dalam (Sudjana 2011: 22), membagi
lima kategori hasil belajar yakni: informasi verbal, ketrampilan intelektual, strategi
kognitif, sikap, dan ketampilan motoris. Pendapat kratwol dan Bloom dalam (Winkel
2004:274-279) membagi hasil belajar dalam 3 ranah, ranah kognitif, ranah afektif,
ranah psikomotorik.
Yang pertama ranah kognitif meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan evaluasi.
Kedua Ranah afektif meliputi: penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan
sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.
Ketiga ranah psikomotorik meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing,
gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuain pola gerakan dan
kreatifitas.
2.1.4 Pengaruh Metode Bermain Peran terhadap Hasil Belajar PKn
Pembelajaran PKn SD seharusnya dilakukan secara menarik sehingga siswa
termotivasi untuk belajar. Diperlukan metode pembelajaran yang interaktif sesuai
dengan karakteristik siswa. Guru dituntut merancang proses belajar mengajar siswa
secara intregatif dan komperhensif pada setiap aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar yang maksimal. Agar hasil belajar PKn
12
meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajran yang tepat untuk
melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Adapun metode
pembelajaran PKn di SD yang tepat sesui dengan perkembangan tingkat usia anak
dalam hal ini siswa kelas 4 adalah pembelajaran dengan metode bermain peran.
Menurut (Tukiran dkk, 2011:39) metode bermain peran adalah cara penyajian bahan
pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau mendramatisasikan
cara tingkah laku dalam hubungan sosial.
Dengan model pembelajaran yang sesuai diharapkan anak akan mudah
mengingat materi pembelajaran yang di ajarkan dan tidak mempunyai rasa bosan
dalam mengikuti pembelajaran karena siswa juga ikut berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran, sehingga akan berdamapak positif dengan hasil belajar siswa. Pada
hakikatnya hasil belajar adalah perubahan tingkah laku,yang mencakup bidang
kognitif, afektif dan psikomotorik (Sujana, 2011:3). Pembelajaran menggunakan
bermain siswa terlibat langsung, secara otomatis siswa dapat menguasai materi
pembelajaran dan dengan mudah untuk mengingat materi tersebut, ketika dilakukan
tes formatif untuk mengetahui daya serap pengetahuan siswa mengenahi materi siswa
bisa mengerjakan dengan benar dan mendapatkan hasil yang maksimal, selain itu
dalam pembelajaran ini juga dapat dijadikan bekal bagi siswa yang nantinya akan
terjun dalam dunia masyarakat siswa akan berani dan tidak canggung dalam
bersosialisasi dimasyarakat, dengan ini bahwa pembelajaran dengan menggunakan
metode bermain peran dapat mempengaruhi cara belajar siswa sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain penelitian dari
Nurul Qomariyah (2008) yang berjudul “Penerapan Metode Pembelajaran Bermain
Peran Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Pokok Bahasan Sistem
Pemerintahan Siswa Kelas IV SDN Sepanjang 04 Kecamatan Gondanglegi
Kabupaten Malang”. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) dengan 2 (dua) siklus, siklus tindakan pembelajaran dihentikan jika telah
13
mencapai nilai standar minimal 75 dengan ketuntasan belajar kelas 80% dari jumlah
subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah guru dan 26 siswa kelas IV SDN
Sepanjang 04. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi,
wawancara, dan tes. Sedangkan instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa
pedoman wawancara, APKG II, alat penilaian aktivitas belajar siswa, pedoman
observasi partisipasi siswa dalam bermain peran, dan post test.
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) Pada pembelajaran PKn
siklus I dengan penerapan metode pembelajaran bermain peran, kemampuan guru
dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP mencapai skor 88 dengan
prosentase keberhasilan 88%, dan pada siklus II mencapai skor 97 dengan prosentase
keberhasilan 97%; (2) Untuk aktivitas belajar siswa secara klasikal pada siklus I
mencapai nilai rata-rata kelas 71,53 dan pada siklus II mencapai nilai rata-rata kelas
86,92; (3) Untuk partisipasi siswa dalam bermain peran pada siklus I mencapai nilai
rata-rata kelas 78 dan pada siklus II mencapai rata-rata kelas 87 ; (4) Hasil belajar
siswa pada waktu pra tindakan (sebelum penerapan metode pembelajaran bermain
peran) mencapai rata-rata kelas 69,23 dengan ketuntasan belajar 26,92%, pada siklus
I mencapai nilai rata-rata kelas 72,5 dengan ketuntasan belajar 46,15%, sedangkan
pada siklus II mencapai nilai rata-rata 87,30. Meskipun terdapat 3 siswa (11,53%)
yang tidak mencapai kriteria ketuntasan individu namun ketuntasan belajar kelas
sudah tercapai 88,46%.
Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Anggarini
Prihatiningsih (2009) dengan Peningkatan hasil belajar PKn melalui model
pembelajaran bermain peran pokok bahasan sistem pemerintahan pusat siswa kelas
IV SDN Pukul Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. Subjek penelitiannya adalah
siswa kelas IV SDN Pukul yang terdiri dari 27 siswa 14 laki-laki dan 13 perempuan.
Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan tes. Sedangkan
untuk pengumpulan data di gunakan pedoman wawancara, IPKG 2, alat penilaian
Aktifitas siswa dan nilai partisipasi siswa dan post tes.
14
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggarini Prihatiningsih dapat di
ketahui bahwa: (1) kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan RPP mendapat jumlah skor 97 dengan nilai akhir 73,48%, dan pada siklus II
di peroleh jumlah skor 116 dengan nilai akhir 84%, (2) untuk aktifitas pada siklus I
memperoleh nilai rata-rata 66,0 dan pada siklus II memperoleh nilai rata-rata 85,83,
(3) untuk partisipasi siswa pada siklus I memperoleh nilai rata-rata 77,8 dan pada
siklus II siswa memperoleh nilai rata-rata 87; (4) untuk hasil belajar pada saat pra
tidakan mencapi rata-rata kelas 64,5 sedangkan untuk siklus I mencapi nilai rrata-rata
73,3 pada siklus ke II mencapai nilai rata-rata 86,6. Meskipun ada dua siswa yang
tidak tuntas karena tidak mencapai kreteria tetapi ketuntasan belajar klasikal sudah
tercapai yaitu 86,6
Melihat dari penelitian yang dilakukan di atas dapat disimpulkan
pembelajaran menggunakan metode bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar
pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan kelas 4 Sekolah Dasar.
2.3 Kerangka Pikir
Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
pada kelas 4 Sekolah Dasar Negeri III Basuhan ialah hasil belajar siswa rendah
karena siswa kurang tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran, maka penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa
menggunakan metode pembelajaran bermain peran pada siswa kelas 4 SD Negeri III
Basuhan Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri.
Upaya yang ini dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan
tersebut adalah merancang pembelajaran yang pada akhirnya dapat membantu
siswa dalam proses belajar dan mempermudah guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran karena siswa dapat terlibat langsung dalam penyampaian materi
sehingga pembelajaran akan mudah dipahami oleh siswa dan dapat tercapainya tujuan
pembelajaran.
Menurut Sanjaya (2011: 161), bermain peran adalah metode pembelajaran
sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa sejarah,
15
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian yang muncul pada masa
mendatang. Untuk mengimplementasikan pembelajaran menggunakan metode
bermain peran kerangka pikirnya adalah sebagia berikut:
Gambar 1 Kerangka Pikir
Kondisi Awal
Menggunakan strategi
mengajar yang
konvensional
Kurang melibatkan siswa
Hanya ada komunikasi satu arah
Siswa menjadi bosan dan ramai sendiri
Hasil belajar siswa
rendah
Penerapan metode
pembelajaran bermain
peran
Siswa terlibat dalam pembelajaran
Siswa tertarik mengikuti pembelajaran
Siswa menjadi aktif dalam pembelajaran
Hasil belajar mata
pelajaran PKn
meningkat
Pemantapan penerapan
metode bermain peran
Membenahi kegiatan
pembelajaran
Menunjuk siswa yang berkompeten untuk bermain peran
Melalui penerapan metode bermain
peran hasil belajar siswa pada mata
pelajaran PKn lebih meningkat
16
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir maka hipotesis tindakan penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut, dengan menggunakan metode pembelajaran
bermain diduga dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada
siswa kelas 4 Sekolah Dasar Negeri III Basuhan Kecamatan Eromoko Kabupaten
Wonogiri semester II tahun pelajaran 2012/2013