Post on 07-Nov-2020
10
BAB II
KAJIAN TEORI
Kajian teori akan diuraikan teori-teori dari beberapa ahli yang mendukung
pembahasan penelitian yang diambil dari beberapa buku dan jurnal relevan. Adapun
teori-teori yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi, pembelajaran
matematika, model pembelajaran kooperatif tipe FGD, berpikir kritis, komunikasi
matematika, dan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FGD, kerangka
berpikir dan hipotesis. Penjelasan mengenai teori-teori tersebut sebagai berikut.
2.1 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika dewasa ini menjadi kewajiban bagi siswa untuk
mempelajari dan memahami matematika, baik dalam segi teoritis, konseptual, serta
aplikatif ilmu matematika. Aspek dalam penulisan ini tentang pembelajaran
matematika meliputi definisi pembelajaran, definisi matematika dan pembelajaran
matematika. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :
2.1.1 Definisi Pembelajaran
Thobroni (2016) menyataan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses
belajar yang berulang-ulang dan menyebabkan adanya perubahan perilaku yang
didasari dan cenderung bersifat tetap. Hal ini senada juga dengan penjelasan
pembelajaran pada undang-undang no 20 tahun 2003 yang menyatakan
“pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. pembelajaran erat kaitannya dengan proses
interaksi dan perubahan, namun, tidak semua proses interaksi dan perubahan
dikatakan pembelajaran. Pembelajaran tidak sekedar memberikan pengetahuan,
11
teori-teori konsep-konsep, akan tetapi lebih dari itu, dimana pembelajaran
merupakan upaya untuk mengembangkan sejumlah potensi yang dimiliki peserta
didik, baik pikir (mental intelaktual), emosional, sosial, nilai, moral, ekonomikal,
spiritual dan kultural (Supriadie & Didi, 2012)
Berdasarkan definisi-definisi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap pada
seseorang akibat dari interaksi antara pengajar dan terpelajar, seperti dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak berpengetahuan menjadi tahu tentang sesuatu, dari tahu
menjadi lebih tahu, dari tidak memiliki keterampilan menjadi memiliki
keterampilan dan sebagainya.
2.1.2 Definisi Matematika
Pengertian matematika yang tepat tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal
ini karena cabang-cabang matematika semakin bertambah dan semakin berbaur satu
dengan lainnya. Menurut Uno dan Masri (2010) matematika adalah suatu bidang
ilmu yan merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai
persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi,
generalitas dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain
aritmatika, aljabar, geometri dan analisi. Sedangkan menurut Walle (2008)
mengatakan maematia adalah ilmu tetang suatu yang memiliki pola keteraturan dan
urutan yang logis. Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap
metode yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan
metode deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau
eksprimen (Hasratuddin, 2015:131).
12
Berdasarkan pendapat-pendapat sebelumnya dapat disimpulkan bahwa,
matematika merupakan alat pikir, alat berkomunikasi serta menggunakan
keteraturan pola dan urutan yang logis yang dapat mengembangkan daya pikir
secara logis.
2.1.2 Pembelajaran Matematika
Berdasarkan pengertian pembelajaran dan matematika yang telah di bahas
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan
interaksi antara guru dan siswa melalui proses belajar dan mengajar menggunakan
simbol sebagai alat komunikasi serta menggunakan keteraturan pola dan urutan
yang logis yang dapat mengembangkan daya pikir secara logis.
Penggunaan sumber belajar serta menentukan model pembelajaran yang
akan digunakan dapat melatih kemampuan komunikasi dan dapat mengembangkan
daya pikir logis siswa dalam menemukan konsep matematika. Dalam menemukan
konsep matematika, guru harus mampu memilih model, metode, maupun
pendekatan yang sesuai dengan kondisi di dalam kelas, salah satu model, metode,
maupun pendekatan yang dapat di terapkan dalam proses pembelajaran yaitu
dengan model pembelajaram Kooperatif tipe FGD.
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe FGD
Kebutuhan akan penggunaan pembelajaran yang mengedepankan sifat
responsif dan koopertif siswa terus bertambah dan berkembang, hal ini didasari
pemahaman tentang cara pembelajaran yang berkembang pesat, salah satu
pembelajaran yag paling sering diterapkan dalam pembelajaran adalah model
pembelajaran kooperatif. Aspek dalam penulisan ini tentang model pembelajaran
13
Kooperatif tipe FGD meliputi definisi model pembelajaran Kooperatif, definisi
FGD, karakteristik model pembelajaran Kooperatif tipe FGD dan langkah-langkah
model pembelajaran Kooperatif tipe FGD. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut
:
2.2.1 Definisi Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Purnamasari (2014) pembelajaran kooperatif adalah salah satu
pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk aktif, kreatif, dan berlatih
kemampuan bekerjasama, kemandirian, serta meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Menurut Huda (2016:32) pembelajaran kooperatif mengacu pada
metode pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling
membantu dalam belajar.
Sebagimana pendapat diatas maka Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran dengan kelompok-kelomok kecil yang saling bekerja-sama dalam
belajar demi mencapai tujuan pembelajaran.
2.2.2 Definisi FGD
FGD adalah salah satu teknik dalam mengumpulkan data kualitatif; di mana
sekelompok orang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang fasilitator atau
moderator mengenai suatu hal. Guna memperoleh pengertian yang lebih saksama,
kiranya FGD dapat didefinisikan sebagai suatu metode dan teknik dalam
mengumpulkan data kualitatif di mana sekelompok orang berdiskusi tentang suatu
fokus masalah atau topik tertentu dipandu oleh seorang fasilitator atau moderator.
Kemudian menurut Paramita dan Kristiana (2013:118) FGD adalah bentuk diskusi
yang didesain untuk memunculkan informasi mengenai keinginan, kebutuhan,
sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki peserta.
14
FGD merupakan metode dan teknik pengumpulan data atau informasi yang
awalnya dikembangkan di dalam penelitian pemasaran. Ketika itu FGD digunakan
untuk mengetahui citra tentang produk tertentu, hal-hal apa yang menarik calon
pembeli atau konsumen, desain produk, pilihan ukuran, pilihan warna, desain
kemasan, hal-hal apa yang perlu diperbaiki dan sebagainya. Dengan menggunakan
FGD, dalam waktu relatif singkat (cepat) dapat digali mengenai persepsi, pendapat,
sikap, motivasi, pengetahuan, masalah dan harapan perubahan berkaitan dengan
masalah tertentu.
FGD Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa FGD adalah salah satu
model diskusi yang didesain untuk memperoleh informasi keinginan, kebutuhan,
sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman peserta tentang suatu topik, dengan
pengarahan dari seorang fasilitator atau moderator. Dalam perkembangannya
kemudian pemakaian FGD dengan cepat meluas pemanfaatannya di dalam ilmu-
ilmu sosial dan juga kedokteran. Dalam penelitian ini peneliti ingin
mengembangkan FGD menjadi tipe pembelajaran dari model pembelajaran
kooperatif yang akan diterapkan pada pembelajaran matematika.
2.2.3 Karakteristik FGD
Adapun karakteristik dari FGD adalah sebagai berikut.
1. Kelompok dalam FGD harus cukup kecil (3-5 orang) agar memungkinkan
setiap individu mendapat kesempatan mengeluarkan pendapatnya, sekaligus
agar cukup memperoleh pandangan dari anggota kelompok yang bervariasi.
Dalam jumlah relatif terbatas ini diharapkan juga penggalian masalah melalui
diskusi atau pembahasan kelompok dapat dilakukan secara relatif lebih
memadai.
15
2. FGD tidak dilakukan untuk tujuan menghasilkan pemecahan masalah secara
langsung ataupun untuk mencapai konsesus. FGD bertujuan untuk menggali
dan memperoleh beragam informasi tentang masalah atau topik tertentu yang
sangat mungkin dipandang secara berbeda-beda dengan penjelasan yang
berbeda pula. Kecuali apabila masalah atau topik yang didiskusikan tentang
pemecahan masalah, maka FGD tentu berguna untuk mengidentifikasi
berbagai strategi dan pilihan-pilihan pemecahan masalah.
3. FGD biasanya digunakan pertanyaan terbuka (open ended) yang
memungkinkan peserta memberi jawaban dengan penjelasan-penjelasan.
4. Fasilitator berfungsi selaku moderator yang bertugas sebagai pemandu,
pendengar, pengamat dan menganalisa data secara induktif.
5. FGD adalah diskusi terarah dengan adanya fokus masalah atau topik yang jelas
untuk didiskusikan dan dibahas bersama. Topik diskusi ditentukan terlebih
dahulu. Pertanyaan dikembangkan sesuai topik dan disusun secara berurutan
atau teratur alurnya agar mudah dimengerti peserta. Fasilitator mengarahkan
diskusi dengan menggunakan panduan pertanyaan tersebut.
6. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan Diskusi Kelompok Terarah
(FGD) ini berkisar antara 60 sampai dengan 90 menit.
7. FGD sebaiknya dilaksanakan di suatu tempat atau ruang netral disesuaikan
dengan pertimbangan utama bahwa peserta dapat secara bebas dan tidak
merasa takut untuk mengeluarkan pendapatnya.
16
2.3 Berpikir Kritis
Aspek berpikir kritis dalam kemampuan pembelajaran dewasa ini menjadi
kebutuhan yang sangat di perlukan bagi pembelajaran, dimana ini merupakan
kemampuan tingkat tingi yang sangat dibutuhkan siswa dalam memahami kontek
tentang pembelajaran matematika. Aspek dalam penulisan ini tentang berpikir
kritis meliputi definisi berpikir kritis, kemampuan berpikir kritis dan indikator
kemampuan berpikir kritis. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :
2.3.1 Definisi Berpikir Kritis
Menurut Ahmatika (2015:395) berpikir kritis merupakan proses berpikir
intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya, pemikir
menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih, dan rasional.
Sedangkan menurut Lambertus (2009:137) berpikir kritis mengandung makna
suatu kegiatan mental yang dilakukan seseorang untuk dapat memberi
pertimbangan dengan menggunakan ukuran atau standar tertentu. Lambertus juga
berpendapat bahwa Definisi berpikir kritis memuat tiga hal. Pertama, berpikir kritis
merupakan proses pemecahan masalah dalam suatu konteks interaksi dengan diri
sendiri, dunia orang lain dan atau lingkungannya. Kedua, berpikir kritis merupakan
proses penalaran reflektif berdasarkan informasi dan kesimpulan yang telah
diterima sebelumnya yang hasilnya terwujud dalam penarikan kesimpulan. Ketiga,
berpikir kritis berakhir pada keputusan apa yang diyakini dan dikerjakan.
Berdasarkan beberapa pendapat sebelumnya tentang berpikir kritis, dapat
dirumuskan bahwa berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau
mengevaluasi informasi dari hasil pengamatan baik secara lisan dan tulisan.
17
2.3.2 Kemampuan berpikir kritis
Tahun-tahun terakhir ini berpikir kritis telah menjadi suatu istilah yang
sangat popular dalam dunia pendidikan. Karena banyak alasan, para pendidik
menjadi lebih tertarik untuk mengajarkan keterampilan berpikir dengan berbagai
corak. Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran di tengah
banjir kejadian dan informasi yang mengelilingi mereka setiap hari. Berpikir kritis
adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan
mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri.
Muhfahroyin (2009:88) menyatakan bawa dengan berpikir kritis, orang
menjadi memahami argumentasi berdasarkan perbedaan nilai, memahami adanya
inferensi dan mampu menginterpretasi, mampu mengenali kesalahan, mampu
menggunakan bahasa dalam berargumen, menyadari dan mengendalikan egosentris
dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika
seseorang sedang membaca suatu naskah matematika ataupun mendengarkan suatu
ungkapan atau penjelasan tentang matematika seyogyanya ia akan berusaha
memahami dan coba menemukan atau mendeteksi adanya hal-hal yang istimewa
dan yang perlu ataupun yang penting. Demikian juga dari suatu data ataupun
informasi ia akan dapat membuat kesimpulan yang tepat dan benar sekaligus
melihat adanya kontradiksi ataupun ada tidaknya konsistensi atau kejanggalan
dalam informasi itu. Jadi dalam berpikir kritis itu orang menganalisis dan
merefleksikan hasil berpikirnya. Tentu diperlukan adanya suatu observasi yang
jelas serta aktivitas eksplorasi, dan inkuiri agar terkumpul informasi yang akurat
yang membuatnya mudah melihat ada atau tidak ada suatu keteraturan ataupun
sesuatu yang mencolok. Singkatnya, seorang yang berpikir kritis selalu akan peka
18
terhadap informasi atau situasi yang sedang dihadapinya, dan cenderung bereaksi
terhadap situasi atau informasi itu.
Kemampuan berpikir kritis seseorang akan muncul ketika sedang berada
dalam keadaan kritis dimana ia diharuskan memecahkan suatu masalah yang rumit
dan memerlukan cara-cara penyelesaian yang tidak biasa. Misalnya, ketika seorang
siswa diharuskan untuk menghasilkan gagasan dalam upaya penyelesaian suatu soal
matematika, dari pengamatan dan eksplorasi yang ia lakukan serta mengkaitkan
situasi yang dihadapinya dengan pengetahuan matematika yang ia miliki, maka ia
juga harus kritis dalam memilih strategi serta mengontrol pemikirannya, apa yang
ia dapat lakukan ataupun yang telah ia lakukan. Dalam hal ini, proses
metakognitifnya harus diberdayakan, yaitu memonitor, mengontrol serta membuat
keputusan yang tepat.
Muhfahroyin (2009:88) menyatakan bawa Kemampuan berpikir kritis
merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Sehubungan dengan
itu, maka peran guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang
memungkinkan atau memberikan kesempatan siswa untuk berpikir kritis. Oleh
sebab itu, maka guru perlu mengetahui fase-fase dalam mengembangkan berpikir
kritis agar kemampuan tersebut dapat optimal.
Kemampuan berpikir kritis mendorong siswa untuk aktif, mengembangkan
kepercayaan dan melakukan tindakan. Hal ini menunjukan jika berpikir kritis akan
memberikan keterampilan yang membuat pola pikir berkembang. Mengembankan
kemampuan berpikir kritis siswa berarti guru bertujuan untuk “mempersiapkan
siswa agar menjadi pemecah masalah yang tangguh, pembuat keputusan yang
matang, dan orang yang tak pernah berhenti belajar” (Muhfahroyin (2009:90).
19
Kemampuan penalaran akan mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Sehingga
kemampuan berpikir kritis merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan
pemahaman konsep matematika siswa karena kemampuan ini didukung dengan
kemampuan interpretasi, analisis, evaluasi, dan menyajikan data secara logis dan
berurut.
2.3.3 Indikator Berpikir Kritis
Adapun aspek-aspek kemampuan berpikir kritis diantaranya (Setiawan dan
Royani, 2013:2) :
1. Keterampilan memberikan penjelasan yang sederhana, dengan indikator,
ketepatan dalam menganalisis pertanyaan dan memfokuskan pertanyaan.
2. Keterampilan memberikan penjelasan lanjut, dengan indikator,
mengidentifikasi asumsi dengan benar.
3. Keterampilan mengatur strategi dan taktik, dengan indikator, menentukan
solusi dari permasalahan dalam soal dan menuliskan jawaban atau solusi dari
permasalahan dalam soal dengan benar.
4. Keterampilan menyimpulkan dan keterampilan mengevaluasi, dengan
indikator, menentukan kesimpulan dari solusi permasalahan yang telah
diperoleh dengan tepat dan menentukan alternatif-alternatif cara lain dalam
menyelesaikan masalah jika ada dengan benar.
2.4 Komunikasi Matematika
Aspek komunikasi matematis dalam kemampuan pembelajaran matematika
dewasa ini menjadi kebutuhan yang sangat di perlukan bagi pembelajaran
matematika, dimana ini merupakan kemampuan tingkat tingi yang sangat
20
dibutuhkan siswa dalam memahami kontek tentang pembelajaran matematika.
Aspek dalam penulisan ini tentang komunikasi matematis meliputi definisi
komunikasi matematis, kemampuan komunikasi matematis dan indikator
kemampuan komunikasi matematis. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :
2.4.1 Definisi Komunikasi Matematis
Menurut Majid (2015: 285) komunikasi merupakan suatu proses yang
melibatkan dua orang atau lebih serta terjadinya pertukaran informasi dalam
mencapai tujuan tertentu. Ini berarti dengan adanya komunikasi matematis guru
dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasikan dan
mengekspresikan pemahamannya tentang konsep yang mereka pelajari.
Berdasarkan pendapat ini bahwa komunikasi matematis merupakan kemampuan
yang dimiliki siswa dalam memecahkan suatu masalah matematika dengan
meghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika serta
dapat mengekspresikan ide-ide tersebut secara lisan maupun tulisan.
Mengekspresikan ide-ide matematika secara lisan atau komunikasi lisan merupakan
kegiatan yang dilakukan siswa dengan mengungkapkan ide-ide atau
mempresentasikan ide-ide kepada guru maupun siswa lainnya, sedangkan
komunikasi tulisan merupakan kegiatan siswa dalam mengekspresikan atau
menuliskan ide-ide kedalam gagasan.
Pentingnya pemilikan kemampuan komunikasi matematik antara lain
dikemukakan Fahradina, Bansu & Saiman (2014:55) melalui komunikasi, siswa
dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada siswa lainnya. Hal ini
berarti kemampuan komunikasi matematis siswa harus lebih ditingkatkan. Ini
berarti dapat dikatakan komunkasi berperan sebagai alat untuk menilai pemahaman
21
siswa membantu siswa mengorganisasi pengetahuan matematik mereka, membantu
siswa membangun pengetahuan matematikanya, memajukan penalarannya.
2.4.2 Kemampuan Komunikasi Matematis
Setiap siswa harus belajar matematika dengan alasan bahwa matematika
merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, sistematis dan tepat karena
matematika sangat erat dengan kehidupan kita. Menurut Hadiyanto (2017:11)
Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyampaikan ide matematika baik secara lisan maupun tulisan.
Untuk menunjukkan kemampuan komunikasi matematis dapat digunakan
beberapa indikator misalnya melalui menyajikan pernyataan matematika secara
lisan, tertulis, gambar dan diagram. Mengajukan dugaan dan melakukan manipulasi
matematika sehingga siswa bisa menarik kesimpulan, menyusun bukti,
memberikan alasan terhadap kebebasan solusi, dan akhirnya juga bisa memeriksa
kesahihan suatu argument.
2.4.3 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Menurut Prayitno (2013:385-386) indikator kemampuan komunikasi
matematis seorang siswa meliputi kemampuan sebagai berikut:
1. memahami gagasan matematis yang disajikan dalam tulisan atau lisan
2. mengungkapkan gagasan matematis secara tulisan atau lisan
3. menggunakan pendekatan bahasa matematika (notasi, istilah dan lambang)
untuk menyatakan informasi matematis
4. menggunakan representasi matematika (rumus, diagram, tabel, grafik, model)
untuk menyatakan informasi matematis
22
5. mengubah dan menafsirkan informasi matematis dalam representasi
matematika yang berbeda
2.5 Kerangka Berpikir dan Hipotesis
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis dan komunikasi
matematis disebabkan kurangnya kreatifitas guru untuk mengembangkan metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan dan minat belajar siswa di dalam
kelas. Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran saja akan tetapi
proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Untuk itulah tidak hanya model pembelajaran dan strategi namun penggunaan
model pembelajaran yang efektik pun sangat dibutuhkan dalam proses
pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif, pembelajaran yang mencakup kelompok-
kelompok kecil dengan beranggotakan 3-5 orang yang saling bekerja sama dan
saling berinteraksi. kelompok tersebut bertujuan untuk menyelesaikan suatu
masalah yang disampaikan oleh guru pada pelajaran matematika untuk mencapai
tujuan pembelajaran bersama, sehingga siswa lebih mudah menemukan dan
menemukan berbagai konsep-konsep hasil dari barbagai pemikiran dari anggota-
anggota kelompok yang berbeda. Pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan
kemampuan komunikasi, karena dalam pembelajaran kooperatif siswa saling
berinteraksi dengan siswa lain yang akan menimbulkan komunikasi di dalam
23
pembelajaran tersebut. Tidak hanya komunikasi tetapi kemampuan berpikir kritis
pun dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif tipe FGD merupakan salah satu pembelajaran
kooperatif yang bisa digunakan untuk semua mata pelajaran. Pembelajaran
kooperatif tipe FGD merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar
siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu
memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi serta
mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran kooperatif tipe FGD
menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan
berpikir kritis dalam keterampilan proses berkelompok, mengembangkan sikap dan
pengetahuannya tentang matematika. yang mampu meningkatkan hasil belajar
matematika. Kemampuan komunikasi matematika dan berpikir kritis erat kaitannya
dengan komponen dalam pembelajaran berkelompok. Salah satu komponen
tersebut adalah model pembelajaran kooperatif.
Kemampuan komunikasi matematika merupakan kesanggupan atau
kecakapan seseorang dalam menyampaikan atau menyatakan gagasan atau ide
matematika kepada orang lain dalam bentuk lisan dengan menggunakan bahasa
sendiri sehingga orang lain dapat memahami apa yang disampaikan. Untuk
kemampuan berpikir kritis merupakan tolak ukur yang dapat menentukan tingkat
keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran yang melalui proses
pengalaman belajar. Dengan digunakan salah satu model pembelajaran kooperatif
yaitu tipe FGD yang memusatkan pada proses kreatifitas, keaktifan, keterampilan
24
komunikasi dan nalar berpikir kritis siswa yang akan mempengaruhi hasil
ketercapaian tujuan pembelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FGD
diharapkan bisa memberikan perubahan pada siswa terutama kemampuan berpikir
kritis dan komunikasi terhadap siswa pada mata pelajaran matematika. Untuk
melihat perubahan tersebut maka diadakan suatu observasi dan tes. Setelah
observasi dan tes selesai dan diadakan penilaian, maka dapat dilihat bahwa ada
pengaruh pada siswa. Dalam hal ini pengaruhnya yaitu peningkatan terhadap
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah dalam
penelitian, dimana rumusan masalah telah pertanyaan yang penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat tercantum pada bab sebelumnya. Hipotesis juga
dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,
belum juga jawaban yang empirik dengan data (Sugiyono, 2015). Berdasarkan
uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah:
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FGD terhadap kemampuan berpikir
kritis dan komunikasi matematis mengalami peningkatan.