Post on 09-Feb-2021
BAB II
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
1.1. Tinjauan Pustaka
1.1.1. Pengertian tentang Perjanjian
Perjanjian berasal dari istilah belanda yaitu overeenkomst. Definisi Pasal
1313 KUHPerdata memberikan definisi perjanjia :suatu perjanjian adalah suatu
perbutan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”. Perumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut, tidak
menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak
mengikatkan diri tidak jelas.1 Berdasarkan alatan tersbut, Abdul Kadir
Muhammad “merumuskan pengertian perjanjian sebagai suatu persetujuan
antara dua orang atau lebih saling mengikaykan diri untuk melakasanakan
sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.2 Disamping pengertian menurut
Abdulkadir Muhammad terdapat beberapa pendapat para sarjana yang
mengartiakan mengenai perjanjian, yakni sebagai berikut :
1) R. Subekti mengartikan perjanjian sebagai suatu peristiwa
bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.3
1 Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, hal. 78. 2 Ibid. 3 Subekti, 1990, Hukum Perjanjaian, PT. Intermasa, Jakarta. Hlm. 1
2) R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakakn bahwa
perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.4
3) R. Setiawan mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan
hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau
saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.5
Dari pengertian singkat diatas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang
memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum
(rechtbrtrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang
(person) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak an kewajiaban pada
pihak lain tentang suatu prestasi.
Salah satu sumber perikatan adalah perjanjian. Perjanjian melahirkan
perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam
perjanjian tersebut. Adapun pengertian perjanjian menurut ketentuan Pasal
1313 KUHPerdata menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang
mengikatkan dirinya terhadap orang lain.6 Ini berarti suatu perjanjian
menimbulkan kewajiban atau prestasi tersebut. Dengan kata lain, bahwa da;am
suatu perjanjian akan selalau ada dua pihak lain berhak atas prestasi tersebut.
Sebagaimana telah dinyatakan diatas bahwa perjanjian menimbulkan
prestasi terhadap para pihak dalam perjanjian tersebut. Prestasi merupakan
4 RM. Sudikno Mertokusumo, 1988, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta. Hlm. 97.. 5 R. Setiawan, 1979, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, Hlm. 49 6 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta. Hlm. 92.
kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh salah satu pihak kepada
pihak lain yang ada dalam perjanjian. Prestasi terdapat baik dalam perjanjian
yang bersifat sepihak atau prestasi atau kewajiban tersebut hanya ada pada satu
pihak tanpa adanya suatu konta prestasi atau kewajiban yang harus dari pihak
lain.7 Prestasi juga terdapat dalam perjanjain yang bersigat timbal balik,
dimana dalam bentuk perjanjaian ini masing-masaing pihak yang berjanji
mempunyai [restasi tau kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pihak yang
lainnya.
Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka. Artinya setiap orang
bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum diatur.
Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Ketentuan tersebut memeberikan kebebasan para pihak yaitu :
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksannan, dan persyaratannya
d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri,
dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan factor yang dapat
menimbulakn cacat pada kesepakatan tersebut, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
7 Sei Soesilowati Mahdi, Hukum Perdata. Jakarta. CV. Gitamajaya, 2005, Hlm. 150.
Adanya kata sepakat berarti terdapat suatu perjanjian kehenda
diantara para pihak yang mengadakan perjanjian. Perjanjian sudah lahir
pada ssat tercapainya kata sepakat diantara para pihak, dikenal asas
konsensualisme yang merupkan asas pokok dalam hukum perjanjian.
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Pada dasarnya semua orang cakap membuat perjanjian, sesuai
dengan ketentuan dalam Undnag-undnag Pasal 1329 KUHPerdata
kecuali yang diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Pada umumnya
orang dikatakan cakap melakukan perbutan hukum termasuk pula
membuat perjanjian ialah bila ia sudah dewasa yaitu berumur 21 tahun
dan tekah kawin. Disimpulkan secara a contrario redaksi Pasal 330
KUHPerdata. Sedangkan mereka yang tidak cakap melakukan perbutan
hukum, sebgaiman diatur Pasal 1330 KUHPerdata.
c. Adanya suatu hal tertentu
Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian
ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi
pokok perjanjian yang bersangktan.
d. Adanya suatu sebab atau kausa yang halal
Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab
yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa
suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para
pihak, sedangkan adanya suatu sebab yang dimaksud tidak lain daripada
isis perjanjian,. Pada Pasal 1337 KUHperdata menentukamnbahwa
suatu sebab atau kausa yang halak adalah apabila tidak dilarang oleh
undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan
kesusialaan. Perjanjian yang tidak mempunyai seab yag tidak halal akan
berakibat perjanjian itu batal demi hukum.8
1.1.2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:
A. Kesepakatan mereka yang megikat dirinya. Adanya kata sepakat,
berarti bahwa subjek (kreditor dan debitor) yang mengadakan
perjanjian itu dengan kesepakatan, yaitu setuju atau mengenai hal-hal
pokok dari isi perjanjian itu. Artinya apa yang dikehendaki oleh pihak
yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki
sesuatu yang sama secara timbal balik. Kesepakatan bebas berdasarkan
1321 KUHPer, yang lengkapnya berbunyi: “tiada suatu perbuatan pun
mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperboleh
dengan paksaan atau penipuan”.9Tentang paksaan dalam perjanjian
Paksaan sebagai alasan pembatalan perjanjian diatur dalam 5 Pasal,
yaitu dari Pasal 1323 hingga Pasal 1327 KUHPerdata.10 Jika ketentuan
Pasal 1323 dan Pasal 1325 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
8 Sri Soedewi Masjachan, Hukum Jaminan di Inodonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan
Perorangan, Yogyakarta: Liberty, 1980. Hlm. 319. 9 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,2010, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, cet. V. PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hal. 94-95 10 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 120.
berbicara soal subyek yang dipaksa atau diancam, maka Pasal 1324 dan
Pasal 1326 berbicara mengenai akibat paksaan atau ancaman yang
dilakukan, yang dapat dijadikan sebagai alasan pembatalan perjanjian
yang telah dibuat (di bawah paksaan atau ancaman tersebut). 11
B. Kecakapan untuk membat suatu perikatan, pasal 1330 KUHPer
menentukan bahwa setiap orang adalah cakap. Mengenai orang-orang
yang tidak cakap untk membuat perjanjian dapat di temukan dalam
Pasal 1330 KUHPer yaitu:
1. Anak yang belum dewasa
2. Orang yang ditaruh di bawah pengampunan
3. Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan.
C. Suatu hal tertentu, mengenai hal ini dapat di temukan dalam Pasal 1332
dan 1333 KUHPer, menentukan bahwa. “hanya barang-barang yang
dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”.
Sedangkan Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa. “suatu perjanjian
harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya”. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang
tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau
dihitung.
D. Ada suatu sebab yang halal (legal causa), kata “causa” berasal dari
Bahasa latin artinya “sebab”. Sebab adalah suatu yang menyebabkan
orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat
11 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal 122.
perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan cause yang halal dalam Pasal
1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang mendorong
orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam artti “isi perjanjian
itu sendiri” yang menggambarkan tujuan akan dicapai oleh pihak-
pihak.
Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif karena kedua
syarat tersebut harus dipenuhi oleh subyek hukum. Sedangkan syarat ketiga dan
keempat di sebut sebgai syarat obyektif karena kedua syarat ini harus di penuhi oleh
obyek perjanjian.12
Tidak terpenuhinya syarat subyektif akan mengakibatkan suatu perjanjian
menjadai dapat dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut menjadi batal
apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangakan tidak dipenuhuinya syarat
objektif akan mengakibatakan perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya sejak
semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada
suatu perikatan. Di dalam melakukan suatu perjanjian, bila ada pihak yang tidak
memenuhi syarat sahnya perjanjian maka ada konsenkuensi hukum yang berlaku.
Berikut penjelasannya.13
a. Batal demi Hukum
Yaitu tidak terpenuhi syarat objektif (Pasal 1320 KUHPerdata).
Perihal tertentu
12Komariah, Hukum Perdata, Malang, 2002. Hlm. 175-177. 13 https://sciencebooth.com/2013/05/27/konsekuensi-hukum-akibat-tidak-terpenuhinya-persyaratan-
perjanjian/, diakses pada tanggal 29 Juli 2019.
https://sciencebooth.com/2013/05/27/konsekuensi-hukum-akibat-tidak-terpenuhinya-persyaratan-perjanjian/https://sciencebooth.com/2013/05/27/konsekuensi-hukum-akibat-tidak-terpenuhinya-persyaratan-perjanjian/
Suatu perjanjian harus memenuhi obyek tersebut, atau sekurang-
kurangnya dapat ditentukan Pasal 1332-1335 KUHPerdata.
Kausa yang halal
Yang dimaksud dengan kausa bukan hubugan sebab akibat,
tetapi isi atau maksud dari perjanjian Pasal 1335-1337
KUHPerdata.
b. Dapat dibatalkan
Yaitu tidak terpenuhi syarat subyektif Pasal 1320 KUHPerdata.
Asas konsesualisme
Ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah
adanya kata kesepakatan antara kdua pihak. Sepakat kedua belah
pihak merupakan asas esensial dari Hukum perjanjian.
Cakap melakukan perbuatan Hukum
Pasal 1329-1331 KUHPerdata “setiap orang adalah cakap untuk
melakukan perbutan perikatan, kecuali jika UU menyatakan
bahwa orang tersebut adalah tidak cakap. Orang-orang yang
tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum
dewasa dan mereka yang berbeda dibawah “pengampuan”.
c. Kontrak tidak dapat dilaksanankan
Kontrak yang tidak begitu saja batal tetapi dapat dilaksanakan,
melainkan masih mempunyai status hukum tertentu. Contohnya : yang
seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, kemudian
kontrak tersebut ditulis oleh para pihak.
d. Sanksi adaministratif
Bila persyratan tidak terpenuhi, maka hanya mengakibatkan sanksi
adaministratif saja terhadapa salah satu pihak atau kedua pihak dalam
kontak tersebut.
1.1.3. Unsur-unsur Perjanjian
Kesepakatan antara pihak pertama dan pihak kedua untuk memenuhi aspek-
aspek hukum perjanjian, karena terdapat unsur-unsur sebagai berikut :14
a. Essentialia
Unsur yang sangat esensi/penting dalam suatu perjanjian yang harus
ada. Bagaian ini mrupakan sifat yang harus ada didalam perjanjian, sifat
yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta
(constructive oordeel). Seperti persetujuan antara pihak dan objek
perjanjian.
b. Naturalia
Unsur perjanjian yang sewajarnya ada jika tidak dikesampingkan oleh
kedua belah pihak menurut Pasal 1474 KUHPerdata dalam perjanjian
jual beli barang, penjual wajib menjamin cacat yang tersembunyi.
Merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian secara diam-diam melekat
pada perjanjian.
c. Accidentalia
14 Mariam darus Badrulzaman, 1994, Aneka Bisnis, Alumni, Bandung, Hal. 99.
Unsur perjanjian yang ada jika dikehendaki oleh kedua belah pihak.
Sebagai kelengkapan surat perjanjian pembiyaaan konsumen yang
dikeluarkan oleh pihak pertama, maka pihak pertama juga membuat
kesepakatan lain dengan pihak kedua berupa surat penyerahan jaminan
secara fidusia. Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian
dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.
Unsur-unsur yang harus ada dalam perjanjian adalah:
1. Pihak-pihak yang melakukan perjanjian, pihak-pihak di maksud adalah
subjek perjanjian;
2. pendekatan antara para pihak;
3. Objek perjanjian;
4. Tujuan dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta
kekayaan yang dapat dinilai dengan uang; dan
5. Bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan maupun tulisan.
Hal-hal yang mengikat dalam perjanjian (Pasal 1338, 1339, 1347
KUHPerdata) adalah: Isi perjanjian, Undang-undang, Kebiasaan dan Kepatutan.
Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian: sayarat-sayarat tersebut
biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan menimbulkan hak dan kewajiban. Ada
bentuk tertentu, lisan atau tulisan: bentuk perjanjian perlu ditentukan, karena ada
ketentuan Undang-undnagbahwa hanya dnegan bentuk tertentu suatu perjanjian
mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan bukti. Bentuk tertentu biasanya
beruba akta. Perjanjian itu dapat dibuat lisan, artinya dengan kata-kata yang jelas
maksud dan tujuannya yang dipahami oleh para pihak itu sudah cukup, kecuali jika
para pihak menghendaki supaya dibuat secara tertulis (akta).15
1.1.4. Asas-asas Perjanjian
KUHPerdata memberlakukan beberapa asas terhadap hukum perjanjian,
yaitu asas-asas sebagai berikut :16
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Mengajarkan bahwa ketika hendak membuat kontrak/perjanjian, para pihak
secara hukum berada keadaan bebabs untuk menentukan hal-hal apa saja
yang mereka ingin uraikan dalam kontrak atau perjnajia tersebut. Asas
kebebasan berkontrak ini adalah sebagai konsekuesi dari “sistem terbuka”
dari hukum kontrak atau hukum perjanjian tersebut. Jadi, siapa pun bebas
membuat sebuah kontrak atau perjanjian, asal saja dilakukan dalam
koridor-koridor hukum sebagai berikut :
a. Memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana disebut dalm
Pasal 1320 KUHPerdata.
b. Tidak dilarang oleh undang-undang.
c. Tidak melanggar kebiasaan yang berlaku.
d. Dilaksanakan sesuai dengan unsur itikad baik.
2. Asas Hukum Perjanjian sebagai Hukum yang Bersifat Mengatur (optional
law)
15www.pengertiankomplit.blogspot.com, diakses pada tanggal 16 mei 2019 16Munir faudi. Konsep Hukum Perdata. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2014. Hlm.181.
http://www.pengertiankomplit.blogspot.com/
Pada prinsipya dengan berbagai kekecualian, hukum perjanjian tersebut
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang baru berlaku manakala dan
sepanjang para pihak dalam perjanjian tersebut tidak mengaturnya sendiri
secara lain dari apa yang diatur dalam undang-undang. Jika para pihak
dalam perjanjian tersebut ternyata mengaturnya secara lain dalam
perjanjian yang berbeda dari yag diatur dalam undang-undang maka yang
berlaku adalah ketentuan yang dibuat sendiri oleh para pihak dalam
perjanjian tersebut, bukan ketentuan dalam undang-undang.
3. Asas Pacta Sun Servanda
Secara harafiah Pacta Sun Servanda berarti bahwa “perjanjian itu
megikat”. Dalam hal ini kalau sebelum berlakunya perjanjian berlaku asas
kebebasan berkontrak, dalam arti bahwa para pihak bebas untuk mengatur
sendiri yang meraka ingin masukan ke dalam perjanjian. Keterkaitan para
pihak terhadap suatu perjanjian yang telah mereka buat tersebut cukup
kuat, sama kekuatannya dengan suatu undang-undang yang dibuat oleh
parlemen besama-sama dengan pemerintah. Ketentuan seperti ini diatur
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.
4. Asas Konsensual dari suatu Perjanjian
Suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika tercapainya kata sepakat,
selama syarat-syarat sahnya perjanjian sudah dipenuhi. Dalam hal ini
dengan tercapainya kata sepakat, maka pinsipnya (dengan beberapa
pengecualian), perjanjian tersebut sudah sah, mengikat dan sudah
mempunyai akibat hukum yang penuh, meskipun perjanjian tersebut belum
atau tidak tertulis. Namun demikian, terhadap beberapa jenis perjanjian
hukum mensyaratkan untuk dibuat secara tertulis, atau bahkan harus dibuat
oleh atau dihadapan pejabat khusus ditunjuk oleh undang-undang. Untuk
perjanjian seperti ini disebut dengan “perjanjian formal” yang sebenarnya
merupakan kekecualian dari asas konsensual tersebut diatas.
5. Asas Itikad Baik (good faith)
Asas Itikab Baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHper yang
berbunyi: ‘perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.’’ Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan subtansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan.
6. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menengaskan:
“pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian,
orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340
KUHPerdata menegaskan:
“perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”
Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak
hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan
itu terdapat pengecualiannya sebagimana dalam Pasal 1317 KUHPerdata
yang menyatakan:
“dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga,
bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu
pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam
itu.”
Pasal ini mengkontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan
perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu
syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak
hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk
kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak
daripadanya. Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka Pasal 1317
KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan
dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli
warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya.
Degan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang
pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang
lingkup luas.
7. Asas Moral
Asas moral ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas-asas tersebut
diatas merupakan asas-asas yang menjadi dasar dari keberlakuan hukum
perjanjian. Jadi setiap perjanjian harus memenuhi asas tersebut agar sah
dan dapat dipertahankan secara hukum.
8. Asas Keseimbangan
Pada asas ini dijelaskan para pihak dalam perjanjian harus memenuhi dan
melaksanakan perjanjian secara seimbang dan tidak ada unsr paksaan.
9. Asas Obligator
Maksudnya perjanjian tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas
menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak dan hak milik belum
berpindah ke pihak lain. Diperlukan perjanjian kebendaan untuk
memindahkan jak milik yang sering disebut penyerahan.
1.1.5. Jenis-jenis Perjanjian
Abdulkadir Mhammad, mengelompokkan Perjanjian menjadi lima
jenis yang terdiri dari:17
1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang
memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian
timbal balik adalah perjanjian yang paling umum terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa,
tukar menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan
kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya
perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan
benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak
menerima benda yang diberikan itu. Kriteria perjanjian jenis ini adalah
kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak.
17 Abdulkadir Muhammad I, Op.cit, hal.86.
Perbedaan perjanjian jenis ini dirasakan penting pada saat pembatalan
perjanjian berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata karena hanya perjanjian
timbal balik yang dapat dimintakan pembatalan ke depan hakim.
2. Perjanjian bernama dan tidak bernama. Perjanjian bernama adalah
perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai
perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual
beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak
bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan
jumlahnya tidak terbatas.
3. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan
adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual
beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan 34 perjanjian
obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan
perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbulah hak dan kewajiban
pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual
berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga,
penjual berkewajiban menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini
adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan
(levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut
hukum atau tidak.
4. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil. Perjanjian konsensual adalah
perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-
pihak. Perjanjian real adalah perjanjian disamping ada persetujuan
kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya,
misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai
(Pasal 1694, 1740 dan 1754 KUHPerdata).
5. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan
keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai,
perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah
perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu
terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua
prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat
berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat
potestatif (imbalan). Contohnya: si A dan B (suami istri) ingin
mempunyai keturunan, tetapi istrinya tidak bisa mempunyai keturunan,
lalu si A dan B ini sepakat untuk mencari keturunan melalui si C atau
ibu pengganti. Si A dan B telah menyepakatinya untuk menggunakan
ibu pengganti, si A dan B bertemu dengan si C merekan membuat suatu
perjanjian yg akan memberikan imbalan untuk si C sebanyak 1M. dan
si C menyetujuinya, berjalannya waktu selama 9bulan si C mengandung
dan waktunya untuk melahirkannya, tak diduga si C telah mengingkari
perjanjiannya. Di karenakan sudah memiliki hubungan batin dengan
anak yang telah di kandungnya.
1.1.6. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa
Menurut Pasal 1313 KUHperdata perjanjian adalah perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata ini tidak jelas. Tidak
jelasnya definisi ini disebabkan di dalam rumusan tersebut hanya disebutkan
perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan
perjanjian.18
1.1.7. Jeni Sewa Rahim
Terkait dengan sewa Rahim ada beberapa macam, diantaranya:19
a. Traditional Surrogacy
Traditional surrogacy adalah suatu kehamilan yang mana wanita
menyediakan sel telurnya untuk dibuahi dengan inseminasi buatan
kemudian mengandung atas janinya serta melahirkan anaknya di
mana ovum (telur) berasal dari wanita yang hamil dan mengandung
bayi tersebut dalam suatu jangka waktu kehamilan, kemudian
melahirkan anak untuk pasangan lain.
b. Gestational Surrogacy
Gestational surrogacy merupakan jenis surrogacy yang saat ini
palimh umum terjadi, khususnya di negara-negara yang secara
hukum memperbolehkan hal ini dilakukan, seperti di India.
Gestational surrogacy menurut Black’s Law Dictionary yaitu suatu
18 Salim HS I, pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm.160. 19France Winddance Twine, Outsoursing the Wormb Race, Class and Gestational Surrogacy in a Global
market, Routledge Taylor and Francis Group, New York and London,2011. Hlm.11
kehamilan yang berasal dari sel telur atau ovum seorang wanita
yang telah dibuahi oleh sperma seornag pria (umumnya pasangan
dari wanita pemilik ovum) yang dikandung dalam rahim wanita lain
(si ibu pengganti) hingga si ibu pengganti tersebut melahirkan.
1.1.8. Hak dan Kewajiban Para Pihak surrogate Mother
Untuk memenuhi hak dan kewajiban para pihak dalam melakukan
surrogate mother harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai acuan untuk
bertanggung jawab terhadap hak dan kewajibannya yang harus dipenuhi untuk
melakukan sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti, yaitu :
1. Hak dan Kewajiban Sewa Menyewa Rahim
a. Penyewa memiliki hak untuk menikmati fungsi barang yang
menjadi objyek sewa.
b. Penyewa memiliki kewajiban untuk (berdasarkan Pasal
1560 KUHPerdata):
1) Memakai barang yang disewa sebagai seorang
“bapak rumah yang baik”
2) Membayar harga sewa pada tepat waktu yang telah
ditentukan
3) Mengembalikan barang yang di sewa dalam
keaadaan semua setelah habis masa waktunya
4) Penyewa tidak diperbolehkan lagi untuk
menyewakan lagi barang yang ia sewa
Sedangkan pada ibu pengganti (surrogate mother) hak dan kewajiban yang
menyewakan rahimnya (ibu pengganti) dan penyewa (pasangan suami istri pemilik
sel sperma dan ovum) adalah sebagai berikut:20
2. Hak dan Kewajiban ibu pengganti (surrogate mother)
a. Ibu pengganti (surrogate mother) mestilah wanita yang
bersuami, bukan anak gadis atau janda
b. Ibu pengganti (surrogate mother) bertanggung jawab dalam
membesarkan janin yang ada dalam kandungannya
c. Ibu pengganti (surrogate mother) wajib mendapatkan izin
dari suaminya, karena kehamilan akan menghalanginya
memberikan beberapa hal suaminya selama waktu
kehamilan
d. Ibu pengganti (surrogate mother) juga harus memeriksakan
kesehatan secara teratur, laporan tentang kesehatan ibu dan
janin yang ada dalam kandungannya serta laporan psikologis
secara lengkap diberikan pada pasangan suami istri
e. Ibu pengganti (surrogate mother) berhak untuk
mendapatkan upah dalam jumlah tertentu
f. Nafkah Ibu pengganti (surrogate mother), biaya perwatan
dan pemeliharaan sewaktu masa kehamilan
20Rutelin. Analisis Yuridis Perjanjian Sewa Rahim (Surrogate Mother) Berdasarkan KUHPerdata. Pontianak.
Universitas Tanjungan.2015.
g. Ibu pengganti (surrogate mother) berhak untuk menyusui
untuk bayi tersebut
Sedangkan hak dan kewajiban suami istri pemilik sel sperma dan ovum
terhadap ibu pengganti adalah sebagai berikut:
1) Pasangan suami istri pemilik sel sperma dan ovum wajib
membayar sejumlah uang kepada ibu pengganti
2) Penyewa wajib menanggung segala biaya yang dikeluarkan
untuk proses surrogate mother termasuk untuk biaya
perwatan ibu pengganti selama masa kehamilan (9 bulan)
3) Pasangan suami istri berhak atas anak yang dikandung oleh
ibu pengganti. Setelah proses persalinan berlangsung
penyewa berhak mendapatkan bayi tersebut
4) Pasangan suami istri berhak menuntu ibu pengganti apabila
melanggar perjanjian yang sudah di sepakati
5) Suami istri berhak memberikan kasih sayang kepada bayi
tersebut yang di kandung oleh ibu pengganti
Sewa menyewa rahim untuk memberikan jasa berupa membesarkan
janin yang ada dalam kandungannya dari pasangan suami istri yang membayar
ibu pengganti tersebut. Selain itu, dalam hal penyerahan yang menjadi objek
sewa, dalam perjanjian sewa menyewa secara umum yang menyewakan
berkewajiban untuk menyerahkan barang tersebut kepada penyewa agar barang
tersebut dapat dinikmati oleh penyewa. Berbeda pada perjanjian ibu pengganti
(surrogate mother) dimana ibu pengganti tidak dapat menyerahkan rahimnya
kepada penyewa (pasangan suami istri) untuk dinikmati oleh mereka.
1.1.9. Teori-teori Sewa Menyewa Rahim
Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa sepakat tidak sah apabila
diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau dengan
penipuan. Ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan hal tersebut, yaitu
teori kehendak, teori pernyataan, dan teori kepercayaan.
a. Teori Kehendak (Wilstheorie)
Menurut teori kehendak, factor yang menentukan adanya perjanjian
adalah kehendak, meskipun demikian terdapat hubungan yang tidak
terpisahkan antara kehendak dan pernyataan. Oleh karena itu suatu
kehendak harus dinyatakan, namun apabila terdapat ketidak sesuaian antara
kehendak dan pernyataan, maka tidak terbentuk suatu perjanjian.
b. Teori Pernyataan (Verklaringstheorie)
Menurut teori pernyataan pembetukan, pernyataan terjadai dalam
ranah kejiwaan seseorang sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui
apa yang sebenernya terdapat di dalam benak seseorang, dengan demikian
suatu kehendak yang tidak dapat dikenali oelh pihak lain tidak mungkin
menjadi dasar terbentuknnya sutu perjanjian. Agar suatu kehendak dapat
menjadi suatu perjanjian, maka kehendak tersebut harus dinyatakan,
sehingga yang menjadi dasar dari terikatnya seseorang terhadap suatu
perjanjian adalah apa yang dinyatakan oleh orang tersebut. Lebih lanjut
menurut teori ini jika terdapat ketidaksesuaian antara kehendakan
pernyataan, maka hal ini tidak akan menghalangi terbentuknya perjanjian.
c. Teori Kepercayaan (Vertrouwenstheorie)
Teori kepercayaan berusaha untuk mengatasi kelemahan dari teori
pernyataan, oleh karena itu teori ini juga dapat dikatakan sebagai teori
pernyataan yang diperlunak. Menurut teori ini tidak semua pernyataan
melahirkan perjanjian, suatu pernyataan hanya akan melahirkan perjanjian
apabila pernyataan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan memang
benar dikehendaki, atau dengan kata lain hanya pernyataan yang
disampaikan sesuai dengan tertentu (normal) yang menimbulkan perjanjian.
Lebih lanjut menurut teori ini terbentuknya perjanjian bergantung yang
muncul dari pihak lawan sebagai akibat dari penyataan yang diungkapkan.
1.2. Hasil Penelitian
1.2.1. Pengertian Surrogate Mother
Salah satu perkembangan teknologi dalam ranah kesehatan dan kedokteran
adalah pelaksanaan sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti
Surrogate Mother. Ibu pengganti Surrogate Mother adalah perjanjian antara
seorang wanita yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak
lain (suami-istri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami-istri
tersebut yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah melahirkan
diharuskan menyerahkan bayi tersebut. Dilaksanakannya sewa menyewa rahim
ibu pengganti dikarenakan pasangan suami istri tidak mampu memiliki anak.
Ketidak mampuan tersebut dikarenakan salah satu pasangan baik istri ataupun
suami tidak mampu memproduksi sperma ataupun ovarium (sel telur) sebagai
bagian dari proses reproduksi. Khususnya sewa rahim ibu pengganti terjadi
karena kandungan seorang wanita (dalam hal ini) seorang istri tidak dapat
berfungsi untuk mengembangkan janin, sehingga diperlukan rahim seorang
wanita sebagai penampung/sebagai tempat pertumbuhan janin yang berasal
dari sel telur si istri dan si suami. Menurut Desriza Ratman. Kepada pihak
suami-istri tersebut berdasarkan perjanjian yang dibuat (gestational
agreement) sementara pengertian ibu pengganti Surrogate Mother sendiri
adalah someone who takes the place of another person (seseorang yang
memberikan tempat untuk orang lain).21 Pengertian ini tidak terbatas apakah
terhadap pasangan suami istri, melainkan juga terbuka peluang pada hubungan
yang tidak terikat perkawinan yang sah.
Menurut Salim HS kontrak ibu penggnti Surrogate Mother adalah kontrak
atau perjanjian yang dibuat antara orang tua dengan ibu pengganti Surrogate
Mother akan mengandung, melahirkan dan menyerahkan anak tersebut kepada
orang tua pemesan berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati antara
keduanya.22
Menurut Fred Ameln Surrogate Mother diartikan sebagai seorang ibu
pengganti yang mengikat dirinya melalui suatu ikatan perjanjian dengan pihak
21 Desriza Ratman, Op.cit, hal.3. 22 H.Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta. 2006 (selanjutnya di singkat H. Salim HS III), hal.13.
lain (biasanya suami istri) untuk menjadi hamil setelah dimasukannya
penyatuan sel benih laki-laki (sperma) dan sel benih perempuan (ovum) yang
dilakukan pembuahannya diluar rahim sampai melahirkan sesuai kesepakatan
yang kemudian bayi tersebut diserahkan kepada pihak suami istri dengan
mendapatkan imbalan berupa materi yang telah disepakati.23
Human Fertilization and Embryology Authoroty dari Inggris menyebutkan
bahwa praktek sewa rahim ini seringkali dilakukan oleh pasangan yang tidak
bisa mendapatkan kehamilan karena adanya masalah kesehatan tertentu.
Karena alasan inilah sebenarnya sewa rahim karena alasan komersial dianggap
sebagai hal yang kontroversial. Di banyak negara, sewa rahim ternyata masih
dianggap sebagai tindakan kriminal meskipun di negara seperti Portugal dan
Yunani, sewa rahim sudah dilegalkan.24
Indonesia tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengatur mengenai
surrogate mother. Praktek surrogate mother dilarang dilakukan, meskipun
faktanya praktek surrogate mother terjadi di beberapa wilayah di Indonesia dan
dilakukan dengan cara kekeluargaan. Peraturan yang dapat dikatakan secara
tidak langsung menyangkut mengenai surrogate mother dapat dilihat dari
beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 127 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009.
23Ameln Fred, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, PT Grafika Tamajaya,Op.cit,1991 hal.117. 24 https://doktersehat.com/apa-sih-yang-dimaksud-dengan-sewa-rahim/, diakese pada tanggal 18 agustus
2019.
https://doktersehat.com/apa-sih-yang-dimaksud-dengan-sewa-rahim/
2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 039 MenKes/SK/2010
tentang penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi
buatan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi.
4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada Tanggal 26 Mei
2006.
Secara formal sampai saat ini Surrogate Mother belum dilakukukan di
Indonesia, namun dalam pratiknya banyak perilaku yang mengarah
dilakukannya Surrogate Mother. Secara hukum penyewaan rahim di Indonesia
dilarang, tetapi ternyata pratiknya surrogate mother sudah banyak
dilakukannya secara di kalangan keluarga. Sebagai contoh di Indonesia
bertepatan di Papua, hanya sewa menyewa rahim dilaukan dilingkup keluaga,
jadi keponakan yang menyewa rahim tantenya agar bisa mendapatkan
keturunan. Kasus sewa menyewa rahim sempat mencuat adalah pada Januari
2009 ketika rtis Zaimar Mirafsur diberitakan melakukan penyewaan rahim
untuk bayi tabung dari pasangan suami istri pengusaha, Zaimar mendapatkan
imbalan mobil dan uang 50 juta dari peyewaan rahim tersebut.
1.2.2. Pengertian Perjanjian Tentang Surrogate Mother
Pada masa yang akan datang persoalan surrogate mother akan
mengalami perkembangan yang sangat pesat, yang pada akhirnya akan
mengarah kepada komersialisasi rahim, maka dari perkembangn tersebut ibu
pengganti akan menjadikan suatu permasalahan di Indonesia. Surrogate
mother bila ditinjau dari segi teknologi dan ekonomi tidak dipermaslahakan,
tetapi kedepannya dapat menimbulkan permaslahan hukum.25
Di berbagai masing-masing Negara memiliki perbedaan, maka dari itu
diambil contoh perjanjian di berbagai Negara, baik Negara yang menolak atau
yang melarang Suroogate Mother maupun Negara yang menerima surrogate
Mother, yaitu :
a) Inggris
Hanya dua Negara di Eropa yang secara tegas mengakui tindakan
surrogate mother yaitu Inggris dan Yunani. Inggris mengakui
surrogate mother sejak tahum 1985 berdasarkan Surrogacy
Arragement Act 1985 dan ketentuan mengenai surrogacy tersebut
kemudian diperbaharui tahun 2008 melalui The Human
Fertilizaiton and Embryologi act tahun 2008. Ketentuan tersebut
mengizinkan pasangan yang ingin mempunyai anak dengan cara
surrogate mother harus menyerahkan anak yang dilahirkannya
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Apabila surrogate
mother berubah pikiran, di mana ia tidak mau menyerahkan anak
itu. Hal ini berdasarkan pada ketentuan yang menyatakan bahwa
“No surrogacy arrangement is enforceable by or against any of
25Husni Thamrin, Hukum Sewa Rahim dalam Bayi Tabung, Awaja Pressindo, Yogyakarta, 2015, hlm.44.
ther persons making it” (tidak ada pengaturan pengganti yang dapat
dilaksanakan oleh atau orang-orang yang membuatnya). Rezim
legislatif Inggris tifak efektif dalam mengatur surrogacy secara
internasional, terutama yang berkaitan dengan pembayaran
komersil, ini menunjukkan bahwa jika dilihat dari hukum Inggris
surrogacy bersifat eksploitatif, memiliki tanggung jawab untuk
melindungi para perempuan, baik di dalam maupun di luar negeri
(Inggris), dan satu-satunya cara untuk melakukannya secara ekfetif
adalah dengan mencipkan sebuah sistem regulasi domestic yang
dapat memenuhi permintaan secara memadai untuk negara ini.
Tidak diketahui beberapa banyak kelahiran melalui surrogate
mother yang terjadi pada setiap tahunnya, apalagi jumlah perjanjian
secara internasional. Statistic meunjukan bahwa penggunaan
surrogate mother asing atau bukan waraga negara Inggris
merupakan pratik yang terus berkembang.
b) Amerika Serikat
Amerika serikat berfungsi sebagai tujuan bagi pelaksanaan
Internsiaonal surrogate mother. Diprediksi bahwa setiap tahun di
Amerika serikat lahir sebanyak 1.400 bayi dengan cara surrogacy.
Bukan hanya orang-orang AS saja yang melakukannya tetapi juga
bebebrapa pasanagan yang datang dari AS memilih wanita-wanita
AS sebagai surrogate mother untuk melahirkan bayi mereka.
Dilaporkan bahwa dari 104 kelahiran bayi di California pada tahun
2010 adalah yang berasal dari orang tua di luar warga Negara AS.
Amerika Serikat tidak melarang pelaksanaan surrogate mother
dalam skala nasional, 50 negara bagian dan setiap negara bagian
mempunyai pengaturan yang berbeda dalam kaitan dengan
surrogate mother. Beberapa Negara bagian ada yang mengakui
perjanjian, ada yang menolak tindakan surrogate mother, dan yang
mengizinkan dilakukannya surrogate mother dengan beberpa
persyaratan yang harus dipenuhi. Sebagaian besar Negara bagian
tidak mempunyai ketentuan tentang surrogate mother ini, oleh
karena itu apabila terjadi sengketa, maka pengadialan akan
memutus berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Ketentuan di
masing-masing negara bagian merefleksi opini public terkait
dnegan msalah apakah realitis seseorang yang telah melahirkan
bayi mau menyerahkan bayi tersebut kepada orang lain, dan di
samping itu juga terkait dengan adanya perjanjian yang
mengharukan menepati agreement yang didasarkan pada sejumlah
uang sebagai pembayaran. Beberapa negara bagian yang
menyatakan bahwa surrogacy itu adalah ilegal adalah New York,
Delaware, Indiana, Louisiana, Michigan, Nebraska, North Dakota,
Washington DC. Sedangkan negara-negara bagian di Amerika
Serikat yang memperbolehkan dilakukannya surrogacy commercial
adalah Alabama, Alaska, Arizona, Arkansas, Colorado, Georgia,
Hawaii, Idaho, Iowa, Kansas, Maine, Maryland, Minnesota,
Misisipi, Missouri, Montana, Ohio, Pensylvania, Rhode Island,
South Carolina, South Dakota, Tenesses, Vermont, Wisconsin, dan
Wyoming. Terkait dengan biaya, biasanya berkisar antara US
$80.000 sampai US $120.000.Dari jumlah tersebut masing-masing
surrogate mother mendapatkan pembayaran antara US $14.000
sampai US $18.000.26
c) India
Sejak tahun 2002, India menjadi negara pertama yang melegalkan
surrogacy secara komersial. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
India sudah melahirkan lebih dari 3.000 bayi hasil proses surrogacy.
Sebagian besar dari mereka adalah orang tua pembawa benih yang
berasal dari luar India. Pada tahun 2009, India mempunyai 350.000
klinik terdaftar yang dapat melakukan pelayanan bagi proses
surrogacy. Dalam tahun 2016, kira-kira 1.500 kehamilan dilakukan
melalui carasurrogacydi klinik-klinik tersebut. Sebagian besar di
antaranya adalah bayi-bayi yang berasal dari orang tua pembawa
benih yang merupakan orang-orang asing yang datang ke India.
India tidak mempunyai ketentuan atau aturan terkait masalah
industri fertilitas seperti surrogacy ini, tapi India mempunyai
ketentuan yang terdapat dalam ICMR (Indian Council of Medical
Research).Pada tahun 2005, ICMR secara sukarela membuat
26 Ibid.,hlm.45.
petunjuk teknis atau guidelines bagi klinik-klinik surrogacy. ICMR
mendesak pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang sekiranya
akan melindungi hak-hak dari semua pihak yang terkait dengan
perjanjian ibu pengganti surrogate mother. Surrogate Mother yang
umum di India sebagian kecil diperoleh dari Amerika Serikat. Dari
jumlah itu surrogate dibayar antara US $700 sampai US $2.500.
Sering kali, perantara merekrut perempuan sebagai pengganti,
klinik kesuburan atau surrogate mother membayar perantara
tersebut. Pembayaran yang surrogate terima untuk mengandung
bayi sering kali sama dengan empat atau lima kali pendapatan
rumah tangga tahunan mereka. Meskipun pembayaran di India jauh
lebih sedikit/murah daripada negaranegara lain seperti Amerika
Serikat, jumlah tersebut sangat signifikan dalam kehidupan
surrogate mother tersebut. Di India, praktik surrogate mother
ditangani oleh pengacara yang khusus menangani mengenai
surrogate moter yang berada di High Court India, dan tidak bisa
ditangani oleh pengacara lain yang tidak memiliki kompetensi
terkait kasus surrogate mother.27
Selain rahim tidak dapat di samakan dengan benda,
perjanjian sewa rahim juga tidak dapat disamakan dengan
perjanjian sew menyewa yang diatur dalam KUHPerdata.
Perjanjian ini tidak bisa disamakan dengan perjanjian sewa
27 Ibid.,hlm.51.
menyewa karena tidak terdapat dua unsur pokok dari perjanjian
sewa menyewa, yakni objek yang berupa benda serta harga. Objek
dari perjanjian ini tidak dapat merujuk kepada rahim, sebab tidak
dapat ditentukan perihal penyerahan, pembebanan, dan dalurasa
dari objek tersebut. Dengan kata lain perjanjian ini tidak dapat
dikatakan sebagai peristiwa sewa rahim maupun sewa menyewa.28
1.2.3. Syarat-syarat Ibu pengganti (Surrogate Mother)
Untuk menjadi seorang ibu pengganti (surrogate mother)
diperlukannya syarat-syarat sebagai berikut :29
a. Wanita berumur 18-35 tahun, idealnya 28 tahun
b. Wanita yang sehat baik secara fisik maupun psikis
c. Sudah pernah setidaknya satu kali melahirkan bayi yang sehat dan
memahami pengaruh kesehatan dan emosional dari proses kehamilan
dan melahirkan
d. Keluarganya harus memberikan persetujuan dan dukungan
e. Memiliki tujuan membantu pasangan lain memiliki anak
f. Bertanggung jawab dalam membesarkan janin dalam keandunganya
Dalam prateknya ibu pengganti (surrogate mother) harus memeriksa
kesehatan janinnya secara teratur, laporan tentang kesehatan ibu pengganti
28Sista Noor Elvina, Perlindungan Hak Untuk Melanjutkan Keturunan dalam Surrogate Mother, dalam
Artikel Ilmiah, (Malang: Fakultas Hukum Univrsitas Brawijaya, 2012). Hlm 13. 29 Ibid.hlm.25.
(surrogate mother) dan laporan psikologis secara terinci diberikan pada
pasangan suami istri. Kesuksesan dari program sewa rahim ini bergantung dari
banyaknya sperma yang diproduksi dari suami dan kemampuan rahim untuk
menerima, 85% dari pasangan suami istri yang menggunakan jasa ibu
pengganti (surrogate motehr) biasanya menginginkan satu anak saja.30
1.3. Analisis
1.3.1. Keabsahan Perjanjian Surrogate Mother dilihat dari peraturan
Perundang-undangan Indonesia
Seorang ibu Pengganti yang melahirkan menjadi ibu yang sah menurut
hukum walaupun untuk menjadi hamil ia menerima sel-sel telur dari ibu
genetis dan sel-sel sperma dari bapak genetis.31 Pratek sewa Rahim (surrogate
mother) mulai muncul karena modernisasi terjadi pada bidang kesehatan di
Indonesia. Modernisasi merupakan suatu yang alamiah terjadi dalam
perubahan dari masyarakat yang bercorak tradisioanl ke masayarakat Negara
yang bercirikan modern. Muncul adanya penemuan teknologi kedokteran dapat
menyelesaikan masalah untuk pasangan suami istri yang belum memiliki
keturunan dengan cara sewa Rahim. Pratek sewa Rahim dapat menimbulkan
banyak masalah dari segi hukum. Terutama segi hukum perdata dan hukum
islam. Karena di dalam hukum perdata dalam Pasal 1313 KUHPerdata dan
1233 KUHPerdata, dan 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa kesepakatan
30 Sista Noor Elvina, Perlindungan Hukum Hak Untuk Melanjutkan Keturunan Dalam Surrogate Mother,
(Jurnal Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang), hlm.3. 31 Ibid. Hal.125.
perjanjian sewa Rahim sah jika memenuhi syarat yang ada di dalam pasal
tersebut. Dan di dalam hukum islam jelas di atur dalam Al’Qur’an adanya
larangan pendonora sperma, larangan ini terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat
233.
Menurut hukum perdata, perjanjian antara ibu pengganti dan orangtua
genetis batal demi hukum, karena satu syarat untuk menjadikan perjanjian
tersebut sah ialah syarat sebab yang halal (geoorloofde oorzaak), Pasal 1320
KUHPerdata dan syarat ini tidak dipenuhi sehingga tidak mungkin seorang ibu
menyerahkan seorang bayi yang ia lahirkan kepada pihak lain, berdasarkan
suatu perjanjian (baringcontract). Ada beberapa negara yang hukum
perdatanya mengakui perjanjian antara ibu pengganti dan orangtua genetis. Isi
perjanjian tersebut dapat berupa:
a. Kesedianan ibu pengganti untuk menerima inseminasi buatan.
b. Kesediaan ibu pengganti untuk menyerahkan anak/bayi kepada
orangtua genetis segera setelah melahirkannya.
c. Kesediaan ibu pengganti menerima nama kepada anak/bayi yang
diperoleh dari orangtua genetis.
d. Kesediaan ibu pengganti untuk membantu penuh dalam
penyelesaian prosedur hukum keluarga berkaiatan dengan status
hukum yang diinginkan dan perubahan nama keluarga anaknya.
e. Kesediaan ibu pengganti untuk selama masa kehamilan bertindak
baik terhadap janin.
f. Kesediaan orangtua genetis untuk menerima anak/bayi segera
setelah lahir.
g. Kesediaan orangtua genetis membayar segala biaya lama masa
kehamilan dan biaya kelahirannya.
h. Kesediaan orangtua genetis untuk memberikan uang juga kepada
ibu pengganti.32
Yang bisa dilakukan secara hukum pada kasus ibu pengganti adopsi dari ibu
pengganti sebagai ibu yang sah secara juridis kepada pasangan orangtua genetis. Di
Amerika Serikat pernah seorang hakim New Yersey pada tabffal 31 Maret 1987 memberi
keputusan bahwa kontrak ibu pengganti sah menurut hukum si AS dan mengharapkan ibu
penggantinya untuk menyerahkan anak/bayi kepada orangtua genetis. Setelah diadakan
banding maka kepada hakim banding New Yersey memberi keputusan bahwa suatu
kontrak ibu pengganti, baru tidak sah jika dimuat tentang uang jasa dan jika ibu pengganti
tidak diberi kesempatan melalui suatu klausule untuk merubah pendapatnya semasa
kehamilan. Dalam kasus tersebut hakim banding memutuskan pula bahwa ibu pengganti
tidak dapat menuntut kembali anak tersebut tapi dapat berkunjung saja.33
Ibu pengganti Surrogate Mother telah menjadi alternative lain bagi beberapa
pasangan yang belum atau tidak dapat memiliki keturunan melalui metode bayi tabung
yaitu dengan menggunakan ibu pengganti seperti sewa rahim wanita lain yang bukan
istrinya.
32Ibid., Hal.125-126 33Ibid., Hal.126.
Kontrak sewa rahim sendiri adalah perjanjian seorang wanita yang mengaitkan
dirinya dengan pihak lain (suami istri) untuk menjadi hamil dan stelah melahirkan
menyerahkan anak atau bayi tersebut.34 Sewa Rahim juga merupakan sebuah perjanjian
sehingga segala sesuatunya diatur dalam KUHPerdata. Pengertian perjanjian pada Pasal
1313 KUHPerdata menyatakan bahwa:
“suatu perbuatan dengan mana sau atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”.
Sedangkan dalam Pasal 1548 KUHPerdata menyatakan bahwa:
“sewa menyewa ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya kepada pihak lainnya kenikmatan sautu barang, selam waktu
tertentu dan dengan pembayaran sutu harga, dan pihak yang tersebut belakangan
disanggupi pembayarannya”.
Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yan diucapkan atau ditulis.35 Atau bisa disebut
suatu kesepakatan, sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian kesepakatan memegang
peranan penting dalam proses terbentuknya suatu perjanjian, maksudnya adalah para pihak
yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari
perjanjian tersebut.
34Fajar Bayu Setiawan,dkk. Kedudukan Kontrak Sewa Rahim dalma Kedudukan Hukum Positif Indonesia,
Jurnal Private Law Edisi 01-Juni 2013. 35 Subekti, Hukum Perjanjian, PT Internasa, Jakarta, 1990, Hlm.1.
Kembali pada pokok permasalahan yakni terkait dengan sewa rahim, bila perjanjian
sewa rahim dianalisis dalam prefektif ketiga teori diatas yaitu :
a. Prespektif Teori Kehendak (Wilstheorie)
Perjanjian sewa rahim pasti terjadi karena di dahului oleh adanya
kehendak pasangan suami istri yang tidak bisa memiliki anak secara
alami sehingga menggunakan sewa rahim kepada wanita/ ibu
pengganti (surrogate mother) apabila sang istri tiak nisa
mengandung ataupun karena alesan lain.
b. Prespektif Teori Pernyataan (Verklaringstheorie)
Setelah timbul kehendak atau maksud akan melakukan sewa rahim
terhadap rahim wanita lain, maka pasangan suami istri yang akan
melakukan sewa rahim tersebut akan menyatakan maksud dan
kehendaknya kepada wanita yang bersedia di sewa rahimnya untuk
mengandung anak mereka.
c. Perspektif Teori kepercayaan (Vertouwenstheorie)
Setelah pasangan yang bermaksud melakukan sewa rahim
menytakan maksud dan kehendaknya terhadap wanita yang
bersedia disewa rahimnya, maka disini ada 2 (dua) kemungkinan,
bisa jadi pernyataan tersebut menjadi sebuah perjanjian atau bisa
juga tidak berujung pada sebuah perjanjian, tergnatung terhadap
pihak lawan/ pihak kedua, rahimnya sebagai pihak lawan/ pihak
kedua percaya terhadap apa yang telah dinyatakan oleh pihak
pertama, maka pernyataan yang telah di utarakan oleh pihak
pertama bisa berlanjut ke sebuah perjanjian. Namun apabila pihak
kedua tidak mempercayai apa yang telah dinyatakan oleh pihak
pertama karena suatu sebab, maka pernyataan apa yang telah
diutarakan oleh pihak pertma tidak akan berujung kepada sebuah
perjanjian.
Ketiga teori tersebut dia atas adalah teori untuk mengalisa terjadinya sebuah
kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah,
perlu dipenuhi empat syarat :
1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3) Suatu pokok persoalan tertentu
4) Suatu sebab yang tidak terlaranh
Syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif, sedangkan syarat ketida dan
keempat merupakan syarat objektif.
Berbicara sewa rahim dari unsur subyektif tidak terpenuhinya syarat subjektif akan
mengakibatkan suatu perjanjian menjadi dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut
menjadi batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan tidak dipenuhinya
syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian tesebut menjadi batal demi hukum. Artinya
sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu
perikatan. Menurut pasal 1313 KUHPerdata:
“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatnya
dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat sah perjanjian yang
terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang terdiri dari: (i) sepakat, (ii) cakap, (iii)
suatu hal tertentu, (iv) causa yang halal.
Untuk dapat melakukan surrogate mother secara sah, maka para pihak harus
memenuhi baik syarat subjektif maupun obyektif di dalam ketentuan Pasal 1320
KUHPerdata. Syarat sepakat dan cakap dapat terpenuhi apabila perjanjian sudah disepakati
oleh para pihak yang cakap menurut hukum, dimana para pihak bukan merupakan orang
yang belum dewasa dan di bawah pengampunan. Persoalan ini terkait keabsahan surrogate
mother adalah mengenai syarat objektif berupa objek dan causa yang halal.
Suatu objek perjanjian dapat ditentukan dari jenis prestasi yang akan dilakukan.
Pasal 1234 KUHPerdata menentukan macam-macam prestasi di dalam sebuah perikatan,
yakni untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Dengan kata lain, wujud sebuah prestasi dapat berupa barang maupun jasa. Berdasarkan
pengertian dari Surrogate Mother, prestasi yang diberikan adalah meminjam rahimnya
untuk mengandung, melahirkan, dan kemudian menyerahkan bayi yang dikandung kepada
orangtua biologis. Atau dengan kata lain, objek dari perjanjian ini adalah berupa jasa.
Sewa Rahim dengan menggunakan ibu pengganti Suroogate Mother secara tegas
dilarang dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang
menyatakan bahwa :
1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dlakukan oleh pasangan
suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu, dan
c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah
sebagaimana dimaksuda pada ayar (1) diatur dengan Peraturan Pemeritah.
Berdasarkan bunyi Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 seperti
tersebut di atas maka telah secara tegas melarang pratik sewa rahim di Indonesia, dengan
demikian syarat objektif suatu perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHperadata tidak
dapat terpenuhi. Dengan dmeikaian perjanjian sewa rahim di Indonesia tidak sah, atau batal
demi Hukum (null and void). Tidak terpenuhinya syrat subyektid akan mengakibatkan
suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan maksudnya batal apabila ada yang memohonkan
pembatalan. Sedangakan tidak terpenuhi syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian
tersebut menjadi batal demi Hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada suatu
perikatan.36
Maka dalam KUHPerdata seperti asas yakni seorang anak luar nikah baru memiliki
hubungan perdata baik dengan ayah maupun ibunya setelah mendapat pengakuan, hal itu
bisa ditemukan dari makna yang terkandung dalam Pasal 280 KUHPerdata. Penerapan
36 Komariah, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2002, Hlm. 175-177.
prinsip hak keperdataan baik ankah luar nikah terhadap ayah sesungguhnya dapat di artikan
denagn anak luar pernikahan yang telah diakui oleh orang tua sesusungguhnya
sebagaimana diatur dalam Pasal 280 KUHPerdata. Menurut KUHPerdata seorang anak
yang diakui oleh orang tuanya memiliki hubungan keperdataan ayah dan ibu
sesungguhnya, sedangkan pengertian keperdataan itu termasuk menyangkut hak
pewarisan. Posisi anak di dalam KUHPerdata dibag menjadi : anak sah dan anak luar
kawin.37
Maka dalam hukum keluarga diatur mengeni hak serta kewajiban antara orang tua
dan anak, berupa kewajiban pemeliharaan dan pendidikan terhadap anaknya dan
sebaliknya ia berhak mendapatkan sikap hormat dan penghargaan dari anaknya.
Anak yang lahir melalui proses sewa rahim (surrogate mother) mempunyai
kemungkinan yang unik terkait dengan siapa yang dapat disebut sebagai orang tua anak.
Yang memberi sel telur dan yang menjadi ibu kandung adalah sama, serta sang ayah
kandung yang tanpa ikatan perkawinan. Yang memberi sel telur, ibu kandung, ayah
kandung, serta istri dan sang ayah kandung. Yang memberi sel telur, ibu kandung, ayah
kandung dan istri dari sang ayah kandung. Atau yang memberi sel telur, yang memberi
sperma, ibu kandung, ayah angkat dan ibu angkat.
Berdasarkan Pasal 42 UUP mengenai anak sah, dan berdasarkan Pasal 43 UUP
berbunyi anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya. Terkait dengan anak yang lahir dari Ibu Pengganti
37 D.Y Witanto, Hukum Keluarga dan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, Loc. Cit. hlm. 107-108.
(surrogate mother), maka apabila dihubungkan dengan peraturan diatas akan terjadi status
sebagai berikut :
a. Jika anak tersebut dilahirkan memalui Ibu Pengganti yang sudah memilki ikatan
perkawinan atau sudah mempunyai sauami maka anak tersebut posisinya
sebagai anak sah dari perempuan tersebut beserta suaminya.
b. Jika anak tersebut dilahirkan melalui Ibu Penggantu yang belum memiliki
ikatan perkawianan atau tidak mempunyai suami, maka anak tersebut akan
berkedudukan sebagai anak luar perkawinan dari perempuan tersebut.
Maka oleh karena itu, surrogate mother lebih tepat dikatakan sebagai perjanjian
ibu pengganti. Polemik lain terkait surrogate mother adalah causa yang halal. Hoge Raad
sejak tahun 1927 mengartikan causa sebagai sesuatu yang menjadi tujuan pihak.38 Jika
causa diartikan sebagai tujuan dari sebuah perjanjian, maka tujuan dari surrogate mother
adalah untuk memperoleh keturunan. Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu
sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan
ketertiban umum.
Maka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah dijelaskan, untuk
adanya perjanjian sewa menyewa rahim di Indonesia. Untuk saat ini tidak dimungkinkan
dilakukan secara legal di sarana kesehatan yang ada di Indonesia. Selain melihat
berdasarkan aspek pengaturan dalam undang-undang di Indonesia, adanya sewa rahim ini
juga berkaitan dengan perjanjian sebagai dasar dari adanya pratek ini. Pada perjanjian ibu
pengganti Surrogate Mother dikaitkan dengan Pasal 1320 KUHPerdata dapat dikatakan
38Salim H.S, Hukum Kontrak dan Teknik Penyususnan Kntrak, Sinar Grafiak, Jakarta, 2008, hal. 34.
sebagai syarat subjektifnya sudah memenuhi syarat. Yaitu dengan adanya para pihak yang
telah sepakat dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum atau perjanjian tersebut.
Namun pada syarat obejektifnya, perjanjian Surrogate Mother memunyai pada
permaslahan pada syarat keempat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu mengenai sebab
yang halal.
Maka dengan demikian ada beberapa alasan sehingga perjanjian pada ibu pengganti
Surrogate Mother berdasarkan ketentuan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dapat
dikatakan tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan mengenai “adanya sebab yang halal”
diantaranya adalah :
1. Melanggar perjanjian perundang-undnagan yang ada, seperti yang
sudah dijelaskan mengenai perjanjian ibu pengganti (surrogate
mother) berdasarkan aspek hukum kesehatan :
a) UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam Pasal 127
ayat (1).
b) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi dalam Pasal 43 ayat (3)
c) Permenkes No.73/Menkes/PER/II/2010 tentang
Peyelenggraan Pelayanan Teknologi Reproduksi dalam
Pasal 4.
2. Bertentangan dengan Kesusilaan:
a) Tidak sesuai dengan norma moral dan adat-istiadat atau
kebiasaan umumnya masyarakata Indonesia atau di
lingkungan masyarakat Indonesia.
b) Bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh
masyarakat Indonesia.
3. Bertentangan dengan Ketertiban Umum karean akan menjadi
perjunjingan di masyarakat sehingga ibu pengganti (surrogate
mother) kemungkinan akan dikucilkan dari pergaulannya.
4. Bertentangan dengan pokoko-pokok perjanjian atau perikatannya
itu sendiri, dimana rahim itu bukanlah suatu benda dan tidak dapat
disewakan yang terdapat pada KUHPerdata.
5. Pasal 1339 KUHPerdata yang menjelaskan perjanjian tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya,
tetapi untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian dan
undang-undang. Sehingga pasal ini menegaskan bahwa dalam
menentukan suatu perjanjian para pihak tidak hanya terkait terhadap
apa yang secara tegas disetujui dalam perjanjian tersebut, tetapi juga
terikat oleh keputusan, kebiasaan dan undang-undang.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa antara perjanjian sewa menyewa
secara umum dengan perjanjian sewa rahim memiliki banyak perbedaan, sehingga
tidak dapat disamakan konsep antara prjanian sewa menyewa dengan perjanjian sewa
rahim tersebut.
1.3.2. Kedudukan Hukum Anak yang dilahirkan Akibat Surrogate Mother
Di Indonesia, kedudukan anak di atur dalam ketentuan-ketentuan Bab IX
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawianan), di
mana dalam ketentuan Pasal 42 UU Perkawinan mengatur anak yang sah adalah
anak yang dilahirkan atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dilihat dari
rumusan Pasal 42 UU Perkawinan tersebut dapat di maknai bahwa jika seorang
anak terlahir diluar perkawinan mak anak tersebut digolongkan sebagi anak luar
kawin. Penitipan janin menggunakan ibu pengganti Surrogate Mother
menimbulkan beberapa permasalahan tentang harkat ayah dan ibu serta harkat
hubungan hukum antara orang tua dan anak. Permasalahan lain adalah mengenai
hubungan hukum anak yang dikandung dan dilahirkan oleh ibu pengganti dengan
ayah biologisnya. Begitu pula jika ibu pengganti bersuami permasalahan hubungan
hukum antara suami dari ibu pengganti dengan anak yang dikandung oleh istrinya
akan muncul. Adanya permasalahan untuk menentukan hubungan hukum antara
orang tua pemilik benih dengan anak yang dikandung oleh ibu pengganti beraibat
pada penentuan status hukum anak tersebut.
Maka dapat dilihat dari sudut Hukum Islam, masalah ibu pengganti
Surrogate Mother tidak dapat dilepaskan dari norma-norma dalam Hukum
Kekeluargaan Islam, Hukum Perkawinan, dan Hukum Kewarisan Islam. Hal
tersebut diakrenakan perbutan ini melibatkan subjek hukum yang diikat oelh
lembaga hukum yaitu perkawinan sepasang suami istri yang ingin mendapatkan
anak. Maka dapat diuraikan akibat hukum yang ditimbulkan oleh perbuatan sewa
menyewa Rahim dengan menggunakan ibu pengganti Surrogate Mother. Akibat
hukum dalam hukum kekeluargaan Agama Islam hanya mengakui hubungan darah
atau ikatan perkawinan sebagai landasan bagi keluarga. Jika perbuatan penitipan
janin pada Rahim ibu pengganti dihalalkan maka dapat menimbulkan kekacauan
pada konsep keluarga dan hubungan kekeluargaan atau kekerabatan yang diatur
secara jelas dalam Hukum Islam. Dalam ajaran Islam sudah ditetapkan suatu
konsep dasar bahwa yang dinamakan ibu adaalah wnaita yang melahirkan dan ayah
adalah suami dari ibu yang memiliki benih anak yang bersangkutan. Anak adalah
hasil dari perkawinan yang sah antara ibu dan ayah. Oleh karena itu, akibat dari
sewa menyewa Rahim dnegan menggunakan ibu pengganti ini adaah kedudukan
ayah dan ibu menjadi jelas. Akibat yang paling menonjol dari perutan ini adalah
rusaknya harkat seoarang ibu dan ayah serta adanya ketidakpastian pada status
hukum seorang anak.
Anak yang lahir dari suatu perjanjian surrogate mother tentu akan
menimbulkan sedikit kebingungan dalam menentukan siapa orang tua dari anak
yang lahir dari perjanjian tersebut. Ada beberapa kombinasi orang tua yang dapat
terjadi pada perjanjian ibu pengganti surrogate mother, diantaranya:39
a. 2 orang tua: si pemberi sel telur yang menjadi ibu kandung adalah sama
serta ayah kandung tanpa ikatan pernikahan;
b. 3 orang tua: si pemberi sel telur dan yang menjadi ibu kandung, ayah
kandung, dan istri dari sang ayah kandung; atau
c. 5 orang tua: si pemberi sel telur, pemberi sperma, ibu kandung, ayah
angkat, dan ibu angkat.
Jika merujuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia saat ini
untuk mengetahui apakah status anak yang dilahirkan dari perjanjian Surrogate
39Sonny Dewi Judiasih. Op.Cit. hlm. 17.
Mother tentunya harus melihat ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) khususnya dalam Pasal 42
menyatakan bahwa:
”anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah’.
Terkait dengan anak yang lahir dari ibu pengganti Surrogate Mother, maka
apabila dihubungkan dengan peraturan diatas akan terjadi status seperti berikut:
1. Apabila anak itu dilahirkan dari ibu pengganti Surrogate Mother yang
terikat perkawinan (mempunyai suami) maka anak tersebut akan
berkedudukan sebagai anak sah dari ibu pengganti tersebut dan
suaminya.
2. Apabila anak itu lahir dari ibu pengganti Surrogate Mother yang tidak
terikat dalam perkawinan, maka anak tersebut akan berkedudukan
sebagai anak luar kawin dari ibu pengganti tersebut.
Untuk melihat golongan anak dari Surrogate Mother sebagia anak sah atau
tidak sah, maka harus dilihat dulu status perkawinan dari ibu pengganti Surrogate
Mother diantaranya:40
a. Anak diluar perkawinan yang tidak diakui, bila status ibu pengganti
adalah gadis atau janda, maka anak yang dilahirkan adalah :anak di luar
perkawinan yang tidak diakui”, yaitu anak yang dilahirkan karena zina,
40Desriza Ratma.Op.Cit. hlm.120.
yaitu akibat dari perhubungan suami atau istri dengan laki-laki atau
perempuan lain.
b. Anak sah, bila status wanita Surrogate Mother terikat dalam perkawinan
yang sah (dengan suaminya), maka anak yang dilahirkan adalah anak
sah pasangan suami-istrinya yang di sewa rahimnya, sampai si bapak
(suami dari wanita surrogate mother) menyatakan “tidak” berdasarkan
Pasal 251, 252, dan 253 KUHPerdata dengan pemerikasaan darah atau
DNA dan keputusan tetap oleh pengadilan dan juga berdasarkan atas
Pasal 44 ayat (1) UU Perkawinan.
Maka dapat di lihat dari uraian diatas dan terkait dengan UU Perkawinan
maka dapat disimpulkan bahwa apabila anak itu dilahirkan dari wanita Surrogate
Mother yang terikat dalam perkawinan maka anak tersebut berkedudukan sebagai
anak sah dari wanita tersebut dan suaminya, namun apabila anak itu lahir dari
wanita Surrogate Mother yang tidak terikat dalam perkawinan, maka anak tersebut
akan berkedudukan sebagai anak luar kawin dari wanita tersebut. Dalam hukum
positif Indonesia khususnya terkait anak yang lahir dari perjanjian Surrogate
Mother ditinjau dari UU No.01 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat disimpulkan
bahwa anak yang lahir dari perjanjian Surrogate Mother merupakan anak sah dari
Surrogate Mother atau ibu penggantinya tersebut dan bukan anak dari orang tua
yang menitipkan benih di Rahim Surrogate Mother.
Maka adanya sewa rahim juga berdampak pada anak yang dilahirkan.
Akibat hukum yang dapat terhadap anak hasil sewa rahim dari ibu pengganti
Surrogate Mother ini adalah terhadap status anak dan hak waris anak. Apabila
status anak hasil dari sewa rahim dengan ibu penggati Surrogate Mother dikaitkan
dengan pengertian mengenai anak sah dan tidak sah, dilihat dari status perkawinan
yang menjadi ibu pengganti surrogate mother maka.
a. Anak diluar perkawinan yang tidak diakui
Bila status wanita Surrogate Mother adalah gadis atau janda, maka anak
yang dilahirkan adalah “anak diluar perkawinan yang tidak diakui”,
yaitu akibat dari perhubungan suami atau istri dengan laki-laki atau
perempuan.
b. Anak sah
Bila status wanita Surrogate Mother terikat dalam perkawinan yang sah
(dengan suaminya), maka anak yang dilahirkan adalah anak sah
pasangan suami istri yang disewa rahimya, sampai bapak (suami dari
wanitayang menajadi ibu pengganti) mengatakan “tidak” berdasarkan
Pasal 251, 252 dan 253 KUHPerdata dengan pemeriksaan darah dan
DNA dan keputusan tetap oleh pengadilan dan juga berdasarkan UU
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menjelaskan ayat (1)
seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
istrinya bila mana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina
dan anak itu akibat daripada perzinahan tersebut.
Maka menurut Hukum Islam akibat anak yang dilahirkan dari ibu pengganti
Surrogate Mother yaitu hukum haram yang terdapat sewa rahim dapat ditinjau dari
beberapa segi diantaranya dari segi sosial dapat menarik taraf kehidupan seperti
hewan dan pencampuran nasab dari segi etika, bahwa memasukan benih di dalam
perempuan lain hukumnya haram berdasarkan hadis nabi serta dari seorang wanita
ibu pengganti menimbulkan hilangnya sifat keibuan dan merusak tatanan
kehidupan masyarakat. Adanya perselisihan dan perdebatan yang bisa seperti ini
bertentangan dengan tujuan dan maksud syariat Islam berupa menciptakan
kestabilan, ketentraman dan menghilangkan pertikain atau membatasinya pada
skala sekecil mungkin.
Maka suami istri salah satu dari keduanya dianjurkan untuk memanfaatkan
kemajuan ilmu pengetahuan, demi membantu mereka dalam mewujudkan
kelahiran anak. Namun, disyaratkan spermanya harus milik sang suami dan sel telur
milik sang istri, tidak ada pihak ketiga diantara mereka. Dan ibu pengganti
Surrogate Mother kemungkinan membawa penyakit-penyakit dari ibu pengganti
Surrogate Mother seperti kesehatannya bisa jadi dari kuman dan virus yang mana
akan mengubah serba sedikit genetic bayi. Disamping sebab kesehatan emosi ibu
pngganti juga harus diketahui apakah ia benar ikhlas atau pun terpaksa menjadi ibu
pengganti Surrogate Mother. Emosi yang tidak stabil akan menggangu emosi anak
yang dikandung, selain itu, ibu pengganti juga harus diberikan rawatan sepenuhnya
sebelum mengandung dan selepas mengandung. Ibu pengganti Surrogate Mother
yang sakit melahirkan anak, kemungkinan akan menyebabkan emosinya terus
terganggu, dengan beban pikiran bahwa anaknya itu akan diberikan kepada orang,
setiap ibu mempunyai perasaan yang tersendiri dan tidak pernah ada ibu yang tidak
menyayanginya anaknya.
Jika dikaitkan dengan hukum positif Indonesia dalam membahas status
hukum anak yang dilahirkan melalui ibu pengganti Surrogate Mother, yaitu
berdasarkan pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berisi
pengertian anak sah belum meliputi kedudukan anak tersebut. Dalam pasal 42 UU
No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa:
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah.”
Maka berdasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat dianalogikan bahwa anak
yang dilahirkan melalui ibu pengganti surrogate mother tetap menjadi anak sah dari
Ibu pengganti. Karena anak tersebut dilahirkan oleh ibu pengganti dan setiap ibu
pengganti adalah orang yang sudah pernah menikah, dan si anak lahir ketika
pasangan suami istri tersebut masih terikat dalam perkawinan.
Dalam Komplilasi Hukum Islam, pada Pasal 99 dinyatakan bahwa anak
yang sah adalah:
a. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah
b. Hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan
oleh istri tersebut.
Jika melihat ketentuan pada huruf (a) Pasal tersebut, maka hal tersebut sama
dengan ketentuan Pasal 42 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Maka bisa
ditarik kesimpulan yang sama, namun jika melihat ketentuan huruf (b) Pasal
tersebut, maka anak yang dilahirkan melalui Surrogate Mother tidak dapat menjadi
anak sah dari pasangan suami istri pemilik benih atau orang tua genetis. Karena
anak tersebut dilahirkan melalui proses pembuahan di luar rahim dan dilahirkan
oleh si istri, melainkan oleh wanita ibu pengganti Surrogate Mother yang bukan
istrinya.
Berdasarkan rumusan rekayasa manusia ini maka perlu dibahas beberapa
kegiatan di bidang kedokteran yang berhubungan dengan pencegahan dan
pengobatan penyakit serta perencanaan keturunan. Banyak sekali berbagai
permasalahan yang pada dewasa ini sedang marak dibicarakan khusunya dalam
bidang kedokteran, dalam hal ini yang berkaitan dengan cara untuk memperoleh
keturunan. Dalam pandangan Islam, rahim wanita mempunyai kehormatan yang
tinggi dan bukan barang hinaan yang boleh disewa atau diperjual belikan, karena
rahim adalah anggota manusia yang mempunyai hubungan yang kuat dengan naluri
dan perasaan semasa hamil berbeda dengan tangan dan kaki yang digunakan untuk
bekerja dan seumpama yang tidak melibatkan perasaan. Lebih-lebih lagi ia
termasuk dalam lingkungan yang diharamkan karena manusia tidak berhak
menyewakan rahimnya yang akan melibatkan penentuan nasab. Selain itu, wasilah
mendapat anak adalah hak Allah SWT dan menyewa rahim termasuk pada bagian
farji sedangkan hukum asal dari farji adalah haram.
Dengan adanya praktik ibu pengganti Surrogate Mother yang dilakukan
oleh masyarakat, menimbulkan banyak persoalan-persoalan hukum, yang harus
direspon oleh semua pihak. Berdasarkan hal tersebut, maka kita perlu melihat
bagaimana sesungguhnya Surrogate Mother tersebut dalam konteks hukum positif
di Indonesia.