Post on 19-Oct-2021
1
BAB II
GAMBARAN UMUM LIVING QURAN DI BIDANG TILAWAH
A. Konsep Tentang Living Quran
Menurut Sahiron Syamsuddin mengemukakan bahwasanya Studi Alquran
sebagai sebuah upaya sistematis terhadap hal-hal yang berkaitan langsung dengan
Alquran pada dasarnya sudah dimulai sejak zaman Rasul. Hanya saja pada tahap
awalnya semua cabang „Ulum Alquran. dimulai dari praktek yang dilakukan
generasi awal terhadap dan demi Alquran, sebagai wujud penghargaan dan
ketaatan pengabdian. Ilmu Qira‟at, Rasm Alquran, Tafsir Alquran, Asbab Al-
Nuzul dan sebagainya dimulai dari praktek generasi pertama Alquran (Islam).
Baru pada era takwin atau formasi ilmu-ilmu keIslaman pada abad berikutnya,
praktek-praktek terkait dengan Alquran ini disistematiskan dan dikodifikasikan,
kemudian lahirlah cabang-cabang Ilmu Alquran.1
Living Quran sebenarnya bermula dari fenomena Quran in Everyday Life
yang berarti makna dan fungsi Alquran yang secara pasti dapat dipahami,
dimengerti dan dialami oleh masyarakat muslim. Sehingga menurut bahasa,
Living Quran diambil dari kata Living dan Alquran. Kata Living dalam bahasa
Indonesia diartikan sebagai hidup atau menghidupkan, dan Alquran berarti bacaan
atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang dalam bentuk mushaf. Sedangkan
menurut istilah kata Living Quran berarti segala bentuk fenomena yang terjadi di
1 Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an & Hadis, (Yogyakarta: TH
Press, 2007), p. 5.
2
masyarakat dalam menghidupkan ayat Alquran, baik secara lisan, tulisan, maupun
budaya.2
Adapun sebab-sebab yang melatarbelakangi kenyataan bahwa „Ulum
Alquran lebih tertarik pada dimensi tekstual Quran, diantaranya terkait dengan
penyebaran paradigma ilmiah kedalam wilayah kajian agama pada umumnya.
Sebelum paradigma ilmiah dengan orientasi obyektifnya merambah dunia studi
agama (Islam), maka kajian atau studi Islam termasuk studi Alquran lebih
berorientasi pada keberpihakan keagamaan. Artinya, ilmu-ilmu Alquran sengaja
dilahirkan dalam rangka menciptakan satu kerangka acuan normatif bagi lahirnya
penafsiran Alquran yang memadai untuk mem-backup kepentingan agama. Itulah
mengapa berbagai dimensi tekstual Quran lebih diunggulkan sebagai obyek
kajian. Itulah pula mengapa dahulu ilmu ini merupakan spesialsasi bagi para
ulama dalam usaha pengembangan ilmu-ilmu keagamaan murni.3
Sementara itu, Islah Gusmian melihat living quran dari sisi sosial-budaya
dan mengajukan beberapa wilayah kajiannya, pertama, visual teks Alquran
(kaligrafi) yang diposisikan sebagai suatu subjek yang menghasilkan potensi seni
yang sangat berharga. Kedua, aspek wujud material Alquran yang dijadikan
medan arsitektural dengan menuliskannya dalam ukuran yang besar. Ketiga,
aspek aksentuasi grafis pada susunan teks Alquran yang ditampilkan dalam
bentuk puitis. Keempat, perajutan seni suara yang ditampilkan dalam keutamaan
2 Iyan Robiansyah, “Living Qur‟an dalam Tradisi Perayaan Maulid di Masyarakat Banten
(Studi terhadap Pelaksanaan Tradisi Panjang Mulud di Kota Serang)” (Skripsi, Program Sarjana,
UIN “Sultan Maulana Hasanuddin,” Banten, 2016), p. 5. 3 Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 6.
3
menbaca Alquran. Kelima, pelestarian orisinalitas teks Alquran dalam tradisi
taḥfīẓ. Keenam, teks Alquran sebagai mantra, ḥizb, wirid yang diyakini bisa
menjadi sarana mengobati penyakit atau membentuk kekuatan magis.4
Berinteraksi dengan Alquran merupakan salah satu pengalaman beragam
yang berharga bagi seorang Muslim. Pengalaman berinteraksi dengan Alquran
dapat merungkap atau diungkapkan melalui lisan, tulisan, maupun perbuatan, baik
berupa pemikiran, pengalaman emosional maupun spiritual.5
Setiap Muslim berkeyakinan bahwa Alquran adalah wahyu Allah Swt.
yang diturunkan kepada Nabi Muhamad Saw., secara periodik (berkala) sesuai
dengan kejadian dan peristiwa tertentu dan tidak di turunkan secara keseluruhan
satu kali (sekaligus), sebagai mana kitabTaurat yang di turunkan kepada Nabi
Musa As dan kitab injil yang di turunkan kepada Nabi Isa As, tetapi Alquran di
turunkan sesuai dengan keadaan dan menjelaskan hukum tentang peristiwa, atau
menjawab persoalan tertentu. Terkadang ayat Alquran turun terlebih dahulu
sebelum adanya peristiwa atau kejadian yang membutuhkan fatwa, tetapi kadang
juga turun bersamaan dengan menjawab suatu pertanyaan atau hukum peristiwa
yang memiliki hubungan erat dengan hukum awal.6 Dan Alquran di turunkan
untuk semua umat manusia sebagai petunjuk dan bimbingan hidup. Alquran
diturunkan tidak di kelompok-kelompokan atau di khsuskan seperti untuk petani
4 Putri Septiani, “Pembacan Surat-surat Pilihan Dalam Alquran (Studi Living Quran di
Pengajian Ikhlasuniyah Kampung Legok Widara Desa Drangong Kecamatan Taktakan Kota
Serang)” (Skripsi, Program Sarjana, UIN “Sultan Maulana Hasanuddin,” Banten, 2018), p. 27. 5 Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 11.
6 Ahmad Muhammad Al-Hushari, “Tafsir Ayat Ahkam” Terj: Abdurrahman Kasdi, Tafsir
Ayat-ayat Ahkam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014), p. 8.
4
sederhana maupun ahli metafisika, karna Alquran mengandung berbagai tingkat
pengertian bagi semua jenis pembacaannya.
Pengalaman berinteraksi dengan Alquran menghasilkan pemahaman dan
penghayatan individual yang diungkapkan dan dikomunikasikan pemahaman dan
penghayatan terhadap ayat-ayat Alquran tertentu secara atomistik. Pemahaman
dan penghayatan individual yang diungkapkan dan dikomunikasikan secara verbal
maupun dalam bentuk tindakan tersebut dapat mempengaruhi individu lain
sehingga bersama, dan pada taraf tertentu melahirkan tindakan-tindakan kolektif
dan terorganisasi. Pengalaman bergaul dengan Alquran itu meliputi bermacam-
macam bentuk kegiatan, misalnya membaca Alquran, memahami dan menafsirkan
Alquran, menghafal Alquran, berobat dengan Alquran, memohon berbagai hal
dengan Alquran, mengusir makhluk halus dengan Alquran, menerapkan ayat-ayat
Alquran tertentu dalam kehidupan individual maupun dalam kehidupan sosial, dan
menuliskan ayat-ayat Alquran untuk menangkal gangguan maupun untuk hiasan.7
Abdurrahman as-Sa‟adi berkata, Alquran mengandung obat (penawar) dan
rahmat. Dan, ini tidak berlaku untuk semua orang, namun hanya berlaku bagi
orang beriman yang membenarkan ayat-ayat Nya dan berilmu denganya. Adapun
bagi orang yang zhalim yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkan
Alquran, maka ayat-ayat tersebut tidak lah menambah bagi mereka, kecuali
kerugian semata.8
7 Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 12.
8 Rizem Aizid, Tartil Alquran Untuk Kecerdasan dan Kesehatanmu, (Yogyakarta: Diva
Press, 2016), p. 7.
5
Sebenarnya gambaran secara umum bagaimana kaum muslimin merespon
terhadap kitab sucinya (Alquran) tergambar dengan jelas sejak zaman Rasulullah
dan para sahabatnya. Tradisi yang muncul adalah Alquran dijadikan obyek
hafalan (tahfiz), listening (sima`i), dan kajian tafsir di samping objek
pembelajaran (sosialisasi) ke berbagai daerah dalam bentuk “majlis Alquran”
sehingga Alquran telah tersimpan di “dada” (sudur) para sahabat. Karna membaca
Alquran merupakan pekerjaan yang utama, yang mempunyai berbagai
keistimewahan dan kelebihan di bandingkan dengan membaca bacaan yang lain.9
Menurut pengamatan penulis, masyarakat Indonesia khususnya umat Islam
sangat respek dan perhatian terhadap kitab sucinya, dan berusaha untuk
menghidupkan kitab sucinya (Alquran) di tengah-tengah masyarakat dengan
budaya-budaya lokal dan selalu di terima oleh masyarakat dan di lanjutkan oleh
generasi-generasi kita dan berbagai kalangan kelompok keagamaan di semua
tingkatan usia dan etnis.10
Fenomena yang terlihat jelas, bisa kita ambil beberapa kegiatan yang
mencerminkan everyday life of the Quran, sebagai berikut:
1. Alquran dibaca secara rutin dan diajarkan di tempat-tempat ibadah
(Masjid dan Surau/Langgar/Mushalla), bahkan di rumah-rumah, sehingga
menjadi acara rutin everyday, apalagi di pesantren-pesantren menjadi
bacaan wajib, terutama selepas shalat maghrib. Khusus malam Jum`at
yang dibaca adalah surat Yasin dan kadang ditambah surah al-Waqi`ah.
9 Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at, (Jakarta: Amzah, 2013), p. 55.
10 Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 43.
6
2. Alquran senantiasa dihafalkan, baik secara utuh ataupun sebagiannya (1
juz hingga 30 juz), meski ada juga yang hanya menghafal ayat-ayat dan
surah tertentu dalam juz „Amma untuk kepentingan bacaan dalam shalat
dan acara-acara tertentu.
3. Menjadikan potongan-potongan ayat satu ayat ataupun beberapa ayat
tertentu dikutip dan dijadikan hiasan dinding rumah, masjid, makam
bahkan kain kisywah ka‟bah (biasanya ayat Kursy, al-Ikhlas, al-Fatihah
dsb.) dalam bentuk kaligrafi dan sekarang tertulis dalam ukiran-ukiran
kayu, kulit binatang, logam (kuningan, perak dan tembaga) sampai pada
mozaik keramik, masing-masing memiliki karakteristik estetika masing-
masing.11
4. Ayat-ayat Alquran dibaca oleh para qari‟ (pembaca professional) dalam
acara-acara khusus yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tertentu,
khususnya dalam acara hajatan (pesta perkawinan, khitan, dan aqiqah) atau
peringantan hari-hari besar Islam (tahun baru 1 Muharram, Maulid Nabi,
Isra‟ Mi‟raj dan lain-lain).
5. Potongan ayat-ayat Alquran dikutip dan dicetak sebagai aksesoris dalam
bentuk stiker, kartu ucapan, gantungan kunci, undangan resepsi
pernikahan sesuai tema konteks masing-masing.
11
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 43.
7
6. Alquran senantiasa juga dibaca dalam acara-acara kematian seseorang,
bahkan pasca kematian dalam tradisi “Yasinan” dan “Tahlil” selama 7 hari
dan peringatan 40 hari, 100 hari, 1000 hari dan lain-lain.
7. Alquran dilombakan dalam bentuk Tilawah dan Tahfidz Alquran dalam
even-even insidental maupun rutin berskala lokal, nasional bahkan
international.
8. Sebagian umat Islam menjadikan Alquran sebagai jampi-jampi”, terapi
jiwa sebagai pelipur duka dan lara, untuk mendoakan pasien yang sakit
bahkan untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu dengan cara
membakar dan abunya diminum.12
9. Potongan ayat-ayat tertentu dijadikan “jimat” yang dibawa kemana saja
pergi oleh pemiliknya sebagi perisai/tameng, “tolak bala” atau menangkis
serangan musuh dan unsur jahat lainnya.
10. Bagi para muballigh/da`i, ayat-ayat Alquran dijadikan dalil dan hujjah
(argumentasi) dalam rangka memantapkan isi kuliah tujuh menit (kultum),
atau dalam khutbah jum`at dan pengajiannya di tengah-tengah masyarakat.
11. Terlihat juga fenomena dalam dunia politik, menjadikan ayat-ayat
Alquran sebagai “bahasa agama” dijadikan media justifikasi, slogan untuk
agar memiliki daya tarik politis, terutama bagi parpol-parpol yang berbau
dan berasaskan keIslaman.
12
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 44.
8
12. Bagi orang yang punya bakat di bidang sastra, Alquran dibaca dengan
model puisi dan diterjemahkannya sesuai degan karakter pembacanya.
13. Sementara bagi seniman dan artis, Alquran terkadang dijadikan bagi
dari sinetron dan film di samping sebagai bait lagu agar beraroma religius
dan berdaya estetitis, agar memiliki muatan spiritualitas yang bersifat
dakwah/tabligh (seruan, ajakan, himbauan) bagi pendengarnya.
14. Fenomena mutakhir adalah munculnya tokoh-tokoh agamawan
(ruhaiawan) dalam cerita-cerita fiksi maupun non fiksi dalam tayangan
televisi, yang menjadikan ayat-ayat Alquran sebagai wirid dan dzikir
“pengusir jin”, “makhluk jahat”, “ruh gentayangan”, atau fenomena
keghaiban lainnya (uji nyali, pemburu hantu, penyembuhan “ruqyah”, dan
lain-lain).13
15. Fenomena lain adalah ayat-ayat tertentu dijadikan wirid dalam
bilangan tertentu untuk memperoleh “kemuliaan” atau “keberuntungan”
dengan jalan “nglakoni” (riyadhah), meskipun terkadang terkontaminasi
dengan unsur-unsur mistis dan magis.
16. Terlihat juga fenomena adanya ayat-ayat Alquran dijadikan bacaan
dalam menempuh latihan bela diri yang berbasis perguruan bela diri Islam
–Tauhidik- (misalnya: Tapak Suci, Sinar Putih, dsb.) agar memperoleh
kekuatan tertentu setelah mendapat ma`unah (pertolongan) dari Allah Swt.
13
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 45.
9
17. Dalam dunia entertainment, Alquran didokumentasikan dalam bentuk
kaset, CD, LCD, DVD, harddisk sampai di HP, baik itu secara cisual
maupun audio-visual yang sarat dengan muatan hiburan dan seni.
18. Belakangan marak ayat-ayat Alquran dijadikan bacaan para
praktisi/terapis untuk menghilangkan gangguan psikologis dan pengaruh
buruk lainnya (setan dan jin) dalam praktik ruqyah dan penyembuhan
alternatif lainnya.
19. Bisa kita lihat juga potongan ayat-ayat Alquran dijadikan media
pembelajaran Alquran (TPA, TPQ, dsb.) sekaligus belajar bahasa Arab.
Bahkan madrasah Alquran yang concern dalam bidang tahfizh pun banyak
berdiri secara formal.14
Selanjutnya, cara mewujudkan Alquran dalam kehidupan sehari-
hari ini juga sangat beraneka ragam, tergantung pada pemaknaan yang
diberikan terhadap Alquran itu sendiri sebagai kumpulan Firman Allah
Swt. sabda Tuhan, yang juga tidak dapat lepas dari pemaknaan manusia
tentang Tuhan itu sendiri tentang Allah Swt. dalam pengertian seperti ini,
Alquran dapat mewujud ditengah-tengah masyarakat yang tidak semua
warganya beragam Islam, semetara perwujudannya dalam kehidupan
orang Islam juga sangat bervariasi. Dalam hal ini mencoba untuk
memaparkan berbagai pemaknaan orang Islam di Indonesia terhadap
Alquran sebagai sebuah kitab yang berisi sabda-sabda Allah Swt.
14
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 46.
10
berkaitan dengan hal tersebut, Alquran pada dasarnya sebagai alat
komunikasi antara makhluk dan Tuhannya, baik secara lisan maupun
tulisan.15
Sampai di sini dapat dinyatakan bahwa sebetulnya yang dimaksud dengan
living Quran dalam konteks ini adalah kajian atau penelitian ilmiah tentang
berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran Quran di sebuah komunitas
Muslim tertentu. Penelitian ilmiah disini perlu dikemukakan untuk menghindari
dimasukkannya tendesi keagamaan yang tentu dengan tentdensi ini berbagai
peristiwa tersebut akan dilihat dengan kacamata ortodoksi yang ujung-ujungnya
berupa vonis hitam putih sunnah bid‟ah, syar‟iyah ghairu syar‟iyah atau
meminjam istilah yang agak berimbang dengan istilah living Quran maka
peristiwa tersebut sebetulnya lebih tepat disebut dead Quran. Artinya, jika dilihat
dengan kacamata keislaman (sebagai agama), tentu peristiwa sosial di maksud
berarti telah membuat teks-teks Quran tidak berfungsi, karena “hidayah” Quran
terkandung di dalam tekstualitasnya dan hanya dapat diaktualisasikan secara benar
jika bertolak dari pemahaman yang benar (secara agama) atas kandungan teks
Quran.16
Dari sudut pandang Islam tentu praktek ini berarti menunjukkan the dead
Quran, tetapi sebagai fakta sosial, praktek semacam ini tetap berkaitan dengan
Quran dan betul-betul terjadi di tengah komunitas Muslim tertentu. Itulah yang
15 Iyan Robiansyah, “Living Qur‟an dalam Tradisi Perayaan Maulid di Masyarakat
Banten (Studi terhadap Pelaksanaan Tradisi Panjang Mulud di Kota Serang)” (Skripsi, Program
Sarjana, UIN “Sultan Maulana Hasanuddin,” Banten, 2016), p. 25-26. 16
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 8.
11
kemudian perlu dijadikan obyek studi baru bagi para pemerhati studi Quran dan
untuk menyederhanakan ungkapan, maka digunakan istilah Living Quran.
Praktek-praktek semacam ini dalam bentuk yang paling sederhana pada
dasarnya sudah sama tuanya dengan usia Quran itu sendiri. Namun pada periode
yang cukup panjang praktek-praktek di atas belum menjadi obyek kajian
penelitian Quran. Baru pada tanggal terakhir sejarah studi Quran kajian tentang
praktek-praktek ini diinisiasikan ke dalam wilayah studi Quran kontemporer.17
B. Living Quran dalam Tilawah
Banyak ayat dan hadits yang menekankan keutamaan membaca dan
mempelajari Alquran antara lain:
1. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu
membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan
sebagain dari rezeki yang kami anugrahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, meraka itu mengharapkan perniagaan
yang tidak akan merugi.”
17
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 9.
12
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge-
rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. (Q.S. Fathir [35]: 29)”.
2. Dari Utsman ra. Dari Nabi Saw., beliau bersabda:
شكى خ تعهىي انمشآ عه
“Sebaik-baik kamu adalah yang mempelajari Alquran dan
mengamalkannya.” (HR. Bukhari).
3. Dari Umar bin Khattab ra., bahwa Nabi Saw., bersabda:
شع ع انخطابت سضالل للم:لمع سص
الل صهىعه : االل
ايا انكتابتزفعش ضعأل ت آخش .
“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat orang-orang dengan Alquran
dan merendahkan derajat orang lain juga dengan Alquran.” (HR. Muslim).
4. Dari Aisyah ra. Dia berkata: Rasulullah Saw., bersabda:
سصللاللانتعااللسضعائشحع ش»-صهىعهاللصه-الل ا ان
فشجيعتانمشآ انزانثشسجانكشاوانض مشأ تتعتعانمشآ ف نشاق عه
« أجشا
“Orang yang pandai membaca Alquran akan bersama dengan para
malaikat yang mulia dan baik hati, dan orang yang membaca Alquran dengan
terbata-bata dan merasa sulit akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
13
5. Dari Abdullah bin Masud ra., dia berkata: Rasulullah Saw., telah
bersabda:
حشف الشأي كتابي فهالل انحضححضح،ت ألللأيثانا،تعشش
حشف،انى نك لوحشفأنف يىحشف حشف
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari Alquran maka ia akan
memperoleh satu kebaikan, dan satu kebaikan akan dibalas dengan satu huruf,
tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR. Tirmizi).
6. Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah Saw., bersabda:
ع عثاس ات سض االل سصللال:لالع اللصهالل صهى:عه
شانزإ فن ف ءج ش ي تانمشآ انخشبكانث
“Sesungguhnya orang yang hatinya tidak terdapat Alquran adalah seperti
rumah yang runtuh.” (HR. Tirmizi).
7. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw., telah bersabda:
ال تكىتجعه يماتش،ت إ طا فشانش تي تمشأانزانث سجف ص
انثمشج
“Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu kuburan, sesungguhnya
setan akan lari dari rumah yang (dibaca di dalamnya) Surah al-Baqarah.” (HR.
Muslim).”18
Studi Alquran (dan tafsir) selalu mengalami perkembangan seiring dengan
perkembangan ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu bagi „Ulum Alquran,
seperti linguistik, hermeneutika, sosiologi, antropologi dan ilmu komunikasi. Hal
ini terkait dengan obyek penelitian dalam Alquran itu sendiri. Secara garis besar,
18
Ibrahim Elbeeb, Be A Living Quran: Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-Ayat Al-Qur’an
dalam Kehidupan Sehari-hari (Tangerang: Lentera Hati, 2009), p. 118-121.
14
genre dan obyek penelitian Quran dapat dibagi dalam tiga bagian. Pertama,
penelitian yang menempatkan teks Alquran sebagai obyek kajian.19
Dalam hal ini, teks Alquran diteliti dan dianalisis dengan metode dan
pendekatan tertentu, sehingga peneliti dapat menemukan „sesuatu‟ yang
diharapkan dari penelitiannya. „Sesuatu‟ yang dimaksud di sini bisa saja berupa
konsep-konsep tertentu yang bersumber dari teks Alquran, dan bisa juga berupa
„gambaran-gambaran‟ (features) tertentu tentang (dan dari) teks itu sendiri. Amin
al-Khuli menyebut penelitian yang menjadikan teks Alquran sebagai obyek kajian
dengan istilah dirasat ma‟fin-nass. Tujuan kajian semacam ini bisa saja beragam,
tergantung pada kepentingan dan keahlian masing-masing pengkaji. Sebagian
penelitian, misalnya, menguak pandangan dunia/wawasan (Weltanschauung;
worldview) Alquran tentang konsep tertentu, yang pada akhirnya konsep Qurani
yang dipahami melalui penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari dalam upaya mengatasi problem kehidupan tertentu atau
bahkan dengan tujuan mendapatkan keridhoan ilahi dan kebahagiaan baik di dunia
maupun di akhirat.20
Kajian ini biasanya dilakukan oleh sarjana-sarjana Muslim dan disebut
dengan istilah tafisr mawdu’i (tafsir tematik), atau bisa juga disebut dengan
dirasah qur’aniyah maudu’iyah (kajian Quran tematik). Sebagian peneliti lain
melakukan kajian terhadap teks Alquran dengan bertujuan secara prinsipil untuk
mengeksplorasi aspek-aspek „metodis-susastra‟ (literally metodical aspects),
19
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. Xi. 20
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. Xii.
15
yakni cara dan strategi serta genre sastrawi yang digunakan dalam (atau oleh)
Alquran dalam menyampaikan „pesan‟ tertentu, seperti bagaimana Alquran
„menerangkan dirinya sendiri‟ (self-referentiality), dan bagaimana Alquran
memaparkan kisah-kisah Nabi dan umat terdahulu. Kajian semacam ini biasanya
dilakukan oleh para pakar sastra Arab (dan atau pakar sastra pada umumnya), baik
dari kalangan Islam maupun orientalis. Sementara itu, pengkaji-pengkaji dari
kalangan ahli-ahli bahasa menitik beratkan penelitian mereka tentang teks-teks
Alquran pada aspek-aspek linguistik semata. Masih banyak lagi ketertarikan dan
tujuan penelitian tentang teks Alquran, seperti sejarah turunnya wahyu Allah, cara
membaca teks dengan benar (tajwid), perbedaan bacaan (qira‟at). Yang jelas,
tujuan-tujuan penelitian tersebut merupakan di antara hal-hal yang menjadi dasar
bagi penentuan metode dan pendekatan yang cocok diterapkan padanya.21
Di masa sekarang metode dan pendekatan linguistik modern, seperti
semantik, semiotik dan ilmu komunikasi, juga turut mewarnai kajian Quran.
kedua, penelitian yang menempatkan hal-hal di luar teks Alquran, namun
berkaitan erat dengan „kemunculannya‟, sebagai obyek kajian. Penelitian ini
disebut al-Khufi dengan dirasat ma hawla‟i-Quran (studi tentang apa yang ada
disekitar teks Alquran). Kajian tentang asbab an-nuzul, sejarah penulisan dan
pengkodifikasian teks termasuk dalam kategori penelitian ini dan sangat
membantu dalam melakukan kajian teks Alquran. Kajian ini, sebagaimana kajian
teks konvensional, telah mendapatkan perhatian dari ulama-ulama Islam periode
klasik. Ketiga, penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap teks Alquran
21
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. Xiii.
16
sebagai obyek penelitian. Sejak masa Nabi hingga sekarang Alquran dipahami
dan ditafsirkan oleh umat Islam, baik secara keseluruhan maupun hanya bagian-
bagian tertentu dari Alquran, dan baik secara mushhafi maupun secara tematik.22
Bagi umat Islam, Alquran merupakan kitab suci yang menjadi manhaj al-
hayat. Mereka disuruh untuk membaca dan mengamalkan agar memperoleh
kebahagiaan dunia akhirat. Dalam realitanya, fenomena „pembacaan Alquran‟
sebagai sebuah apresiasi dan resons umat Islam ternyta sangat beragam. Ada
berbagai model pembacaan Alquran, mulai yang berorientasi pada pemahaman
dan pendalaman maknanya, sampai yang sekedar membaca Alquran sebagai
ibadah ritual atau untuk memperoleh ketenangan jiwa. Bahkan ada pula model
pembacaan Alquran, mulai yang berorientasi pada pemahaman dan pendalaman
maknanya, sampai yang sekedar membaca Alquran sebagai ibadah ritual atau
untuk memperoleh ketenangan jiwa. Bahkan ada pula model pembacaan Alquran
yang bertujuan untuk mendatangkan kekuatan magis (supranatural) atau terapi
pengobatan dan sebagainya.23
Adapun model pembacaannya, yang jelas kehadiran Alquran telah
melahirkan berbagai bentuk respons dan peradaban yang sangat kaya. Dalam
istilah Nashr Hamid, Alquran kemudian menjadi muntij as-saqafah (produsen
peradaban). Sejak kahadirannya, Alquran telah diapresiasikan dan direspon
sedemikian rupa, mulai dari bagaimana umat Islam mengapresiasikan Alquran,
mulai dari bagaimana umat Islam mengapresiasikan Alquran, mulai dari
22
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. Xiii. 23
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 65.
17
bagaimana umat Islam mengapresiasi Alquran, mulai dari bagaimana cara dan
ragam membacanya, sehingga lahirlah ilmu tajwid dan ilmu qira‟at, bagaimana
menulisnya, sehingga lahirlah ilmu tajwid dan ilmu qira‟at, sebagaimana
menulisnya, sehingga lahirlah ilmu rasm Alquran dan seni-seni kaligrafi,
bagaimana pula cara melagukannya, sehingga lahir seni tilawah Alquran,
sebagaimana memahaminya, sehingga lahirlah disiplin ilmu tafsir dan sebagainya.
Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa tidak ada sebuah kitab suci yang
mendapat apresiasi dari penganutnya, sebanyak apresiasi yang diberikan terhadap
Alquran, memang bagi kaum muslimin, Alquran di samping dianggap sebagai
kitab suci (scripture), juga merupakan kitab petunjuk.
Allah Swt. berfirman: (Q.S. Al-Baqarah: [2]: 2)
. “Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa”
Itulah sebabnya ia selalu dijadikan rujukan dan mitra dialog dalam
menyelesaikan problem kehidupan yang mereka hadapi. Dari sini dapat
dimengerti jika kemudian kajian terhadap Alquran lebih sering ditekankan pada
bagaimana menyingkapkan dan menjelaskan ayat-ayat Alquran (baca:tafsir)
daripada yang lain. Kalaupun ada kajian-kajian selain tafsir, biasanya dilakukan
dalam rangka menunjang pengembangan kajian tafsir ini, seperti kajian tentang
18
ilmu qira‟at, naskh-mansukh, munasabah, asbab al-nuzul, sejarah kodifikasi
Alquran dan lain sebagainya.24
Qiraat adalah jamak dari qira‟ah, yang berarti „bacaan‟, dan ia adalah
masdar (verbal noun) dari qara‟a. Menurut istilah ilmiah, qiraat adalah salah satu
mazhab (aliran) pengucapan Quran yang dipilih oleh salah seorang imam qurra‟
sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab lainnya.
Qiraat ini ditetapkan berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada
Rasulullah Saw. Periode qurra‟ (ahli atau imam qiraat) yang mengajarkan bacaan
Quran kepada orang-orang yang menurut cara mereka masing-masing adalah
dengan berpedoman kepada masa para sahabat. Diantara para sahabat yang
terkenal mengajarkan qiraat ialah Ubai, Ali, Zait bin Sabit, Ibn Mas‟ud, Abu
Musa al-Asy‟ari dan lain-lain. Dari mereka itulah sebagian besar sahabat dan
tabiin di berbagai negeri belajar qiraat. Mereka itu semuanya bersandar kepada
Rasulullah Saw.
Az-Zahabi menyebutkan di dalam tabaqatul Qurra‟, bahwa sahabat yang
terkenal sebagai guru dan ahli qiraat Quran ada tujuh orang, yaitu: Utsman, Ali,
Ubai, Zaid bin Sabit, Abu Darda‟ dan Abu Musa al-Asy‟ari. Lebih lanjut ia
menjelaskan, segolongan besar sahabat mempelajari qiraat dari Ubai, di antaranya
Abu Hurairah, Ibn Abbas dan Abdullah bin Sa‟ib. Ibn Abbas belajar pula kepada
Zaid.25
24
Syamsuddin, Metodologi Living Qur’an..., p. 65-66. 25
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, Terj. Mudzakir AS, (Bogor: Litera
Antar Nusa, 2016), p. 245.
19
Kemudian kepada para sahabat itulah sejumlah besar tabiin di setiap
negeri mempelajari qiraat.
Di antara para tabiin tersebut ada yang tinggal di Madinah yaitu Ibnul
Musayyab, „Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman dan „Ata‟-keduanya
putra Yasar-,Mu‟az bin Haris yang terkenal dengan Mu‟az al-Qari‟, Abdurrahman
bin Hurmuz al-A‟raj, Ibn Syihab az-Zuhri, Muslim bin Jundab dan Zaid bin
Aslam. Yang tinggal di Kufah ialah „Alqamah, al-Aswad, Masruq, „Ubaidah,
„Amr bin Syurahbil, al-Haris bin Qais, „Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman as-
Sulami, Sa‟id bin Jabir, an-Nakha‟i daan asy-Sya‟bi.
Yang tinggal di Basrah ialah Abu „Aliyah, Abu Raja‟, Nasr bin „Asim,
Yahya bin Ya‟mar, al-Hasan, Ibn Abu Malikah.
Tabiin yang tinggal di Kufah ialah „Alqamah, al-Aswad, Masruq,
„Ubaidah, „Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman as-Sulami, Sa‟id bin Jabir, an-
Nakha‟i dan asy-Sya‟bi.
Yang tinggal di Basrah ialah Abu „Aliyah, Abu Raja‟, Nasr bin „Asim,
Yahya bin Ya‟mar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah.
Sedang yang tinggal di Syam ialah al-Mugirah bin Abu Syihab al-
Makhzumi,-murid Ustman, dan Khalifah bin Sa‟d-sahabat Abu Darda‟.
Pada permulaan abad pertama Hijrah di masa batiin, tampillah sejumlah
ulama yang membulatkan tenaga dan perhatiannya terhadap masalah qiraat secara
sempurna karena keadaan menuntut demikian, dan menjadikannya sebagai suatu
20
disiplin ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana mereka lakukan terhadap ilmu-
ilmu syariat lainnya, sehingga mereka menjadi imam dan ahli qiraat yang diikuti
dan dipercaya. Bahkan dari generasi ini generasi sesudahnya terdapat tujuh orang
terkenal sebagai imam yang kepada mereka dihubungkan (dinisbahkanlah) qiraat
hingga sekarang ini. Para ahli qiraat tersebut di madinah ialah: Abu Ja‟far Yazid
bin Qa‟qa‟, kemudian Nafi‟ bin Abdurrahman. Ahli qiraat di Mekkah ialah:
Abdullah bin Kasir dan Humaid bin Qais al-A‟raj. Di Kufah ialah: „Asim bin
Abun Najud, Sulaiman al-A‟masy, kemudian hamzah dan kemudian al-Kisa‟i. Di
Basrah ialah: Abdullah bin Abu Ishaq, Isa Ibn „Amr, Abu „Amr „Ala‟, Asim al-
Jahdari dan Ya‟qub al-Hadrami, dan di Syam ialah Abdullah bin „Amr, Isma‟il
bin Abdullah bin Muhajir, kemudian Yahya bin Haris dan kemudian Syuraih bin
Yazid al-Hadrami.26
Ketujuh orang imam yang terkenal sebagai ahli qiraat di seluruh dunia di
antara nama-nama tersebut ialah Abu „Amr, Nafi‟, Asim, Hamzah, al-Kisa‟i, Ibn
„Amir dan Ibn Kasir.
Qiraat-qiraat itu bukanlah tujuh huruf-sebagaimana yang dimaksudkan
dalam hadits pada bab di atas- menurut pendapat yang paling kuat, meskipun
kesamaan bilangan di antara keduanya mengesankan demikian. Sebab qiraat-
qiraat hanya merupakan mazhab bacaan Quran pada imam, yang secara ijma‟
masih tetap eksis dan digunakan umat hingga kini, dan sumbernya adalah
perbedaan langgam, cara pengucapan dan sifatnya, seperti tafkhim, tarqiq, imalah,
26
Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran..., p. 246.
21
idgham, izhar, isyba, madd, qasr, tasbydid, takhfif dan lain sebagianya. Namun
semuanya itu hanya berkisar dalam satu huruf, yaitu huruf Quraisy.
Sedangkan maksud tujuh huruf adalah berbeda dengan qiraat, seperti yang
telah kita jelaskan. Dan persoalannya sudah berakhir sampai pada pembahasan
terakhir (al-Urdah al-Akhirah), yaitu ketika wilayah ekspansi bertambah luas dan
ikhtilaf tentang huruf-huruf itu menjadi kekhawatiran bagi timbulnya fitnah dan
kerusakan, sehingga para sahabat pada masa Utsman terdorong untuk
mempersatukan umat Islam pada satu huruf, yaitu huruf Quraisy, dan menuliskan
Mushaf-mushaf dengan huruf tersebut sebagaimana telah kita jelaskan.27
Keutamaan tilawah Alquran dan pengembangannya, sebagaimana firman
Allah Swt. dalam surat Faathir ayat 29-30 yang berbunyi:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge-
rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan
27
Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran..., p. 247.
22
kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”. (QS. Faathir
[35]: 29-30).
Diriwayatkan dari Utsman bin Affan ra, bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
شكى خ تعهىي انمشآ عه
“Sebaik-baik kalian adalah orang mempelajari Alquran dan
mengajarkannya.” (HR. Abu Abdillah bin Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim al-
Bukhari dalam kitab Shahihnya yang merupakan rujukan tershahih setelah
Alquran).
Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
مشأانز انمشآ ش يا فشجيعت انزانثشسج،انكشاوانض مشأ
تتعتعانمشآ ف نشاق عه أجشا
“Orang yang membaca Alquran dan menguasainya, maka dia bersama-
sama dengan Malaikat (pencatat amal) yang mulia dan taat. Sedangkan yang
membaca Alquran dengan terbata-bata dan merasakan kesulitan maka baginya dua
pahala.” (HR. Al-Bukhari dan Abul Husain bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi
an-Naisaburi, dalam kitab Shahih mereka).28
Abu Musa al-Asy‟ari ra, berkata, Rasulullah Saw, bersabda:
يثم ؤي مشأانزان حيثمانمشآ اطةسحاالأتشج طع طة
يثم ؤي مشألانزان شجيثمانمشآ اناسحلانت طع يثمحه
افك ثممشأانزان حاحانمشآ اطةسحاانش طع يثميش افك انزان
مشأل ثمانمشآ شانحظهحك سحنان طع يش ا
28 Imam an-Nawawi, Bersanding Dengan Alquran, Terj. Abdul Aziz, (Bukit Asri Ciomas,
2007), p. 10.
23
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran itu bagai buah
utrujah baunya harum dan rasa enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak
membaca Alquran itu seperti buah kurma, tak ada baunya dan tak ada rasanya pun
manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran bagaikan buah
raihanah, berbau harum (namun) rasanya pahit. Perumpaman orang munafik yang
tidak membaca Alquran bagaikan buah hanzhalah, tidak berbau dan rasanya
pahit.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Umar bin Khaththab ra, berkata bahwa Nabi Muhammad Saw, bersabda:
شع ع انخطابت سضالل للم:لمع سص
الل صهىعه : افعشالل
ايا انكتابتز ضعأل ت آخش
“Sesungguhnya Allah Swt, mengangkat derajat beberapa kaum dengan
kitab (Alquran) ini dan merendahkan (kaum) yang lain.” (HR. Muslim).
Abu Umamah al-Bahili ra, berkata,” Aku mendengar Rasulullah Saw,
bersabda:
” .يصذقياحميشفع،شافعانمشآ اجعهف انجح،إنلادإياي ي جعه
اناسإنصالخهف ”
“Bacalah oleh kalian Alquran! Karena Alquran akan datang memberikan
syafa‟at bagi tuannya (pembacanya) pada hari Kiamat.” (HR. Muslim).
Abdullah bin Umar ra, meriwayatkan sabda Nabi Muhammad Saw,:
فإلحضذل سجم:اثت عه ،الل انمشآ م،آاءتهف آاءانه اس، ان
ع ت:فمالن،جاسفض يايثمأتتن ،أت هتفلا م،يايثمفع ع
سجم آتا الل يال هكف ،ف ت:سجمفمالانحك يايثمأتتن أت
، هتفلا ميايثمفع ع
24
“Tidak ada hasad (iri), kecuali terhadap dua orang: yaitu, orang yang
diberi Allah (kepandaian berupa) Alquran, dia mengamalkannya siang-malam.
Dan orang yang diberi harta kekayaan oleh Allah, dia menginfakkannya siang-
malam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Kami menukilkan pula riwayat hadits selafazh dari Abdullah bin Mas‟ud
ra.
فإلحضذل آتاسجماثت عهفضهظيال الل سجم،انحكفهكت آتا
حالل ،انحك اتامضف عه
“Tidak (boleh) ada hasad kecuali pada dua orang. Orang yang dikarunia
harta kekayaan oleh Allah dan diberi-Nya kekuasaan menafkahkannya dijalan
yang haq (benar); dan orang yang Allah karunia hikmah (ilmu) lalu dia pun
mengamalkan dan mengajarkannya.”
Abdullah bin Mas‟ud ra, berkata, “Rasulullah Saw bersabda:
حشف األشي كتابي فهالل انحضححضح،ت انىألللأيثانا،تعشش
حشف، نك لوحشفأنف يىحشف حشف
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitabullah, maka (pahala)
baginya satu kebaikan yang berlipat sepuluh. Aku tidak mengatakan alif lam mim
itu satu huruf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf, mim satu huruf.” (HR.
Abu „Isa Muhammad bin „Isa at-Tirmidzi. Menurut at-Tirmidzi hadits ini hasan
shahih).29
Diriwayatkan oleh Abu Sa‟id al-Khudri ra, bahwa Nabi Muhammad Saw,
bersabda:
ذ اتع صع انخذس اللسض اللصهاللسصللاللالع
صهىعه ل ب م جمعزانش شغهي ركشانمشأ تيضأنتع أعط
29 an-Nawawi, Bersanding Dengan Alquran..., p. 12.
25
أعطياافضم ائه فضمانض عهاللكفضمانكلاوئشصاعهاللكلاو خهم
انتشيزسا
“Rabb Swt. berfirman, “Barangsiapa yang disibukan oleh bacaan Alquran
dan dzikir kepada-Ku dari pada meminta kepada-Ku. Niscaya Aku akan
memberinya (sesuatu) yang lebih utama dari yang Kuberikan kepada yang
meminta kepada-Ku‟. Keutamaan kalam Ilahi (bila) dibandingkan dengan
perkataan makhluk adalah seperti keutamaan Allah Swt. atas semua makhlu-
Nya.” (HR. At-Tirmidzi. Menurut beliau hadits ini hasan gharib).
Ibnu „Abbas ra, berkata bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
ع عثاس ات سض االل سصللال:لالع اللصهالل صهىعه :
شانزإ فن ف ءج ش ي تانمشآ انخشبكانث
“Sesungguhnya orang yang di dalam hatinya tidak ada sedikit pun
Alquran, maka orang itu bagaikan rumah yang rusak.” (HR. At-Tirmidzi. Kata
beliau hadits ini hasan shahih).30
Berdasarkan pengertian etimologi (bahasa), “qira‟at‟ merupakan kata
jadian (mashdar) dari kata kerja “qara‟a” (membaca). Sedangkan berdasarkan
pengertian terminologi (istilah), maka ada beberapa definisi yang diintrodusir
ulama:
Menurut Az-Zarqani: Suatu madzhab yang dianut seorang imam qira‟at
yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan Alquran serta sepakat riwayat-
riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf
ataupun dalam pengucapan bentuk-bentuknya.31
30
an-Nawawi, Bersanding Dengan Alquran..., p. 13. 31
Rosihon Anwar, Ulumul Alquran, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), p. 140.
26
Menurut Ibn Al-Jazari: Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan
kata-kata Alquran dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada
penukilnya.
Menurut Al-Qasthalani: Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang
disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut persoalan lughat, badzaf,
i‟rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya diperoleh secara periwayatan.
Menurut Az-Zarkasyi: Qira‟at adalah perbedaan (cara mengucapkan)
lafadz-lafadz Alquran, baik menyangkut huruf-huruf tersebut, seperti takhfif
(meringankan), tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.
Menurut Ash-Shabuni: Qira‟at adalah suatu madzhab cara pelafalan
Alquran yang dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang
bersambung kepada Rasulullah Saw.32
Perbedaan cara pendefinisian diatas sebenarnya berada pada satu kerangka
yang sama bahwa ada beberapa cara melafalkan Alquran walaupun sama-sama
berasal dari satu sumber, yaitu Muhammad. Adapaun definisi yang dikemukakan
Al-Qastshalani menyangkut ruang lingkup perbedaan diantara beberapa qira‟at
yang ada. Dengan demikian, ada tiga unsur qira‟at yang dapat ditangkap dari
definisi diatas, yaitu:
a) Qira‟at berkaitan dengan cara pelafalan ayat-ayat Alquran yang
dilakukan salah seorang imam dan berbeda dengan cara yang
dilakukan imam-imam yang lainnya.
32
Anwar, Ulumul Alquran..., p. 141.
27
b) Cara pelafalan ayat-ayat Alquran itu berdasarkan atas riwayat
yang bersambung kepada Nabi. Jadi, bersifat tauqifi, bukan
ijtihadi.
c) Ruang lingkup perbedaan qira‟at itu menyangkup persoalan
lughat, hadzaf, i‟rab, itsbat, fashl, dan washl.
Seorang Qori dan Qori‟ah yang ingin sukses dalam penampilan
bacaannya, maka harus mengetahui sekaligus mempraktekkan hal-hal yang
tersebut di bawah ini, yaitu masalah Nafas dan Suara.33
1) Nafas
Adalah satu bagian yang sangat penting dalam seni baca Alquran Seorang
Qori‟/Qori‟ah yang mempunyai nafas panjang akan membawa kesempurnaan
dalam bacaannya dan akan terhindar dari Waqof (berhenti) yang bukan pada
tempatnya (Tanaffus), sekaligus akan terhindar dari akhiran baca yang kurang
harmonis, karena kehabisan nafas dan juga akan terhindar dari bacaan yang terlalu
cepat (tergesa-gesa) untuk mengejar sampainya nafas.
Oleh karena itulah seorang Qori‟ harus berusaha memelihara dan
meningkatkan masalah nafas ini dengan cara sebagai berikut:
Caranya adalah: Cara Pertama Kedua tangan dirapatkan kemuka sambil
mengatur nafas, cara Kedua Perlahan-lahan kedua tangan dilebarkan ke samping
kiri dan kanan sambil menarik nafas dalam-dalam kemudian ditahan sejenak
33
M. Misbachul Munir, Pedoman lagu-lagu Tilawah Quran (dilengkapi dengan Ilmu
Tajwid & Qasidah), (Surabaya: Apollo Lesti, 1997), p. 16.
28
(kira-kira 3 detik), dan yang terakhir yang Ketiga kedua tangan kembali
dirapatkan pelan-pelan sambil menahan nafas dan jangan keburu dirapatkan
sebelum nafas betul-betul habis.
Setelah melakukan cara pertama dengan menahan nafas, maka lakukanlah
cara kedua (sebagaimana bentuk gerakan diatas) dengan membunyikan huruf-
huruf: aaa......... iiii......, uuu ....., dari suara rendah, kemudian menengah dan
terakhir suara tinggi.
2) Lari
Melatih nafas bisa juga dengan cara berlari terutama lari pagi adapun
ukuran jauhnya untuk pertama kali sekurang-kurangnya 1 km. Bolak-balik.
Apabila ingin lebih jauh (lebih lama lagi) lebih baik, asal tenaga masih mampu.
Selain itu manfaat manfaat berlari juga untuk menjaga pemeliharaan tubuh agar
tetap prima terutama pada bagian perut yang menjadi sumber kekuatan suara.
3) Renang
Renang bisa juga untuk latihan memperpanjang nafas. Caranya
sebagaimana aturan renang pada umumnya. Boleh juga dengan cara menyelam
kedalam air, sambil memakai alat pengontrol waktu, agar mengetahui sampai
seberapa lama kekuatan nyelamnya.34
34 Munir, Pedoman lagu-lagu Tilawah Quran..., p. 20.
29
4) Suara
Bagian yang tidak kalah pentingnya lagi dalam seni membaca Alquran
adalah masalah suara, sebagaimana diketahui bahwa suara manusia itu sering
mengalami banyak perubahan, sejalan dengan bertambahnya usia atau karena
masa-masa yang dilaluinya, yaitu dari masa anak-anak, remaja, dewasa sampai tua
renta.
Dalam kaitannya dengan keperluan seni baca Alquran, maka yang paling
banyak perannya adalah pada masa akhir anak-anak, remaja, dan dewasa.
Terjadinya perubahan-perubahan tersebut pada umumnya adalah dari masa anak-
anak ke remaja, disitulah akan terjadi perubahanperubahan yang sangat
mengejutkan, yaitu antara usi 14 sampai 16 tahun.
Suatu contoh, ketika masih anak-anak bisa bersuara lantang, tinggi
melengking serta nyaring dengan hanya memakai suara luar saja. Tetapi setelah
menginjak usia remaja, secara tiba-tiba suara tersebut sudah berubah total menjadi
berat sekali (Nggelogori-Jawa).
Jika suara seperti ini dipakai untuk keperluan seni baca Alquran yang rata-
rata memerlukan suara/nada tinggi, tentu sangat berpengaruh sekali dengan
bacaannya, bahkan kalau dipaksakan bisa menjadi suara yang pecah.
Untuk itulah bagi para Qori/Qori‟ah yang mengalami perubahan suara
seperti itu harus berusaha menggabungkan suara luarnya dengan suara dalam,
yaitu suara menekan (ngeden-Jawa), yang bersumber dari perut. Memang pada
mulanya kurang begitu enak didengar (kaku), dan tentunya memerlukan latihan
30
secara kontinyu juga kesabaran agar bisa menggabungkan serta
mengkombinasikan kedua macam suara tersebut sehingga menjadi halus dan
merdu. Jika sudah bisa menggabungkan dengan sempurna, maka manfaat lain dari
suara tersebut adalah nafas bisa lebih hemat.35
Perubahan-perubahan secara menyolok tersebut biasanya dialami oleh
kaum laki-laki, sedangkan suara wanita pada umumnya memakai suara luar saja
sudah cukup tinggi, walaupun diantaranya ada juga yang memakai suara dalam.
Untuk memelihara serta menghaluskan suara, memang ada beberapa hal
yang harus dilakukan dan juga harus dijauhi, yaitu tantangan makanan dan
minuman.
Makanan-makanan yang harus dijauhi adalah yang banyak mengandung
lemak (berminyak), terlalu panas, goreng-gorengan. Pedas-pedas, makanan yang
keras, merokok, nanas, pisang, dan lain-lain yang tedapat serat atau getah.
Sedangkan minum-minuman yang harus dihindari adalah seperti: es,
minuman yang banyak santannya, kopi/teh yang terlalu banyak kadar gulanya,
minuman yang terlalu panas dan lain-lain.
Adapun hal-hal yang bisa memberatkan suara adalah seperti: makan yang
terlalu kenyang, ketidak stabilan dalam tidur, yakni, kekurangan atau terlalu
banyak tidur. Faktor lainnya adalah terjadinya perubahan cuaca maupun udara
yang terlalu dingin sehingga berpengaruh sekali pada suara.
35 Munir, Pedoman lagu-lagu Tilawah Quran..., p. 21.
31
Perlu kita ketahui bahwa jenis-jenis suara yang dimiliki oleh manusia baik
laki-laki maupun wanita, atau suara anak-anak maupun suara orang-orang dewasa
ada perbedaannya. Jenis-jenis suara yang dimiliki oleh manusia itu antara lain.36
Jenis Suara Laki-Laki
a. Tenor; volume ini adalah jenis suara yang tinggi
Tenor adalah suara tinggi pada penyanyi pria, secara umum tenor terletak
diantara nada C3 (nada C satu oktaf diatas nada C natural) sampai nada A4 (nada
A di atas nada C tengah) dalam paduan suara dan sampai C5 untuk penyanyi solo.
Ada beberapa penyanyi tenor yang memiliki rentang suara lebih ekstim yakni dari
B b 2 (dua B b di bawah C natural) sampai ke nada F5 (dua F di atas C tengah).
Kata tenor juga dipakai oleh beberapa jenis alat musik seperti saksofon
untuk mengindikasikan rentang nada yang dihasilkan dari alat musik tersebut. Di
dalamopera, nada terendah tenor bisa sampai ke A2, walaupun hanya sedikit
sekali yang lebih rendah dari C3, dan nada terendah dari C3, dan nada tertinggi
bisa sampai ke C5. Di dalam teater musikal, nada tenor biasanya ditulis dari B b 2
and nada tinggi sampai G5 Kata tenor berasal dari bahasa latin tenere yang berarti
menahan. Dalam polifoni abad pertengahan dan Renaissance antara sekitar 1250
dan 1500 tenor merupakan suara dasar yang dijadikan rujukan untuk menentukan
suara-suara yang lain.
Contohnya: seperti H. Muamar
36 Munir, Pedoman lagu-lagu Tilawah Quran.., p. 24.
32
b. Bariton; volume ini adalah jenis suara sedang, biasanya volume ini lebih
banyak yang menonjol.
c. Bas; volume ini adalah jenis suara rendah bunyinya dalam dan terang,
orang yang punya suara ini biasanya lebih mudah memainkan lagu.
Bass adalah jenis suara terendah penyanyi pria, biasanya mempunyai
jangkauan dari nada E2 sampai E4. Walaupun demikian, beberapa penyanyi yang
nada rendahnya bisa sangat ekstrim, bisa mencapai nada C2.37
Nada bass bisa dihasilkan baik dari suara manusia ataupun dari alat musik.
Sesuai dengan namanya bass juga berfungsi sebagai root atau paduan suara
sejenis pria male choir.
Beberapa alat musik yang bersuara bas:
1. Gitar Listrik (listrik)
2. Double Bass (akustik).
Jenis Suara Wanita
a. Sopran:
1. Sopran tinggi lebih tinggi lagi, volume-volume ini biasanya tidak benar.
Sopran adalah suara tertinggi dalam klafikasi vokal didalam budaya musik
klasik barat. Istilah spran berasal dari bahasa italia „sopra‟ yang berarti melampaui
dan juga bahasa latin „supra‟ yang berarti super. Dalam masa kini, istilah sopran
37 Munir, Pedoman lagu-lagu Tilawah Quran..., p. 24.
33
hanya digunakan untuk penyanyi wanita yang memiliki jarak suara sopran. Dalam
paduan suara, standar jarak suara sopran adalah yaitu dari C4 hingga satu
setengah oktaf keatas mencapai G5/A5.
Sejarah Di dalam sejarah musik barat, sopran digunakan pada abad 16
untuk menyebut bagian suara paduan suara paling tinggi yang biasa dinyayikan
oleh anak lelaki. Pada abad 16 dan 17, agama kristen dan di Eropa melarang kaum
wanita untuk bertampil di tempat umum dan khususnya di katedral dan gereja.
Dengan berkembangnya opera, pelan-pelan wanita diperlukan. Dengan
dilarangnya wanita untuk menyanyi di panggung, penyanyi kasastri
digunakan,dan masih terus dipergunakan hingga akhir musik baroque. Dengan
perkembangan agama kristen protestan, doktrin katoli lambat laun memudar dan
penyanyi dalam paduan suara di gereja ataupun di opera. Sejak masa tersebut,
istilah sopran dipergunakan untuk suara wanita dan suara sopran anak-anak
(sopran trebel).38
2. Sopran dramatis, volume ini lebih luas dengan bunyi yang lebih penuh
kearah
bawah.
3. Mezzo Sopran, volume ini antara volume sopran dan volume alto.
b. Alto:
38 Munir, Pedoman lagu-lagu Tilawah Quran..., p. 25.
34
Volume jenis ini biasanya punya suara khas. Untuk suara ini banyak
memerlukan udara, karena volumenya adalah rendah, tetapi banyak dan kadang-
kadang ada juga orang yang mempunyai suara alto dapat bersuara tinggi, seperti
suara sopran paling tinggi.
Kadang-kadang juga terdapat kelainan pada suara, seperti jenis suara laki-
laki selain mempunyai suara tenor, bariton dan bas, juga mempunyai jenis-jenis
suara wanita. Yaitu sopran dan alto terutama laki-laki yang belum dewasa, tetapi
setelah dewasa kadang-kadang berubah, dan ini biasanya karena banyak latihan
dengan suara sopran dan alto atau karena faktor lain. Lain pula halnya dengan
wanita pada umumnya, tidak terdapat suara seperti suara laki-laki, kalaupun ada
ini sesungguhnya mengagumkan dan tentunya jarang sekali sekali ada. Nada-nada
alto dan bas suara keluar dari dada dan perut, tidak seperti nada-nada sopran dan
tenor yang tinggi dan seolah-olah suaranya keluar dari kepala.
Ada beberapa cara yang dianggap lebih cepat berhasil menguasai serta
memahami lagu-lagu Tilawah Quran, sehingga bisa menyusun lagu sendiri
dengan komposisi lagu yang cukup memenuhi syarat, yaitu:
a.) Melalui Tape (Tip) Recorder
Alat ini banyak sekali hasil dan manfaatnya dalam kaitannya mempercepat
menguasai lagu-lagu Tilawah Quran, karena dengan sering mendengarkan,
kemudian mencobanya berulang-ulang, maka lama-kelamaan akan melekatlah
lagu-lagu tersebut kedalam ingatan.
b.) Menghafal Tausyih (patokan) nya
35
Di dalam bait-bait syair Tausyih yang bisa dijadikan standart (patokan)
untuk lagu-lagu Tilawah Quran itu terdapat cabang-cabang maupun fariasi yang
cukup lengkap, sehingga dengan menghafal/ mengingatnya akan lebih mudah
menerapkan ke dalam ayat-ayat Alquran.
c.) Dengan Menghafal Lagu Basmalah
Maksudnya adalah menghafal Basmalah tiap-tiap lagu awalnya (aslinya)
satu contoh lagu Nahawand misalnya, jika sudah hafal betul lagu Basmalahnya,
maka untuk meneruskan ke nada berikutnya akan lebih mudah. Jadi kuncinya
adalah terletak pada lagu Basmalahnya. Cukup dengan menghafal 8 macam
Basmalah saja.39
Seperti juga lagu-lagu lainnya yang bisa digunakan untuk hal-hal yang
bernada gembira atau yang sedih (melas-Jawa), maka lagu-lagu Tilwah Quran pun
demikian. Misalnya kalau kebetulan ayat-ayat yang dibaca menceritakan tentang
kabar gembira seperti mendapat nikmat, datangnya utusan Allah Swt. padahal
orang-orang beriman, orang dibawakan juga bernadakan gembira. Sebaliknya
bilamana ayat-ayat yang dibaca menerangkan tentang ancaman, siksa, atau azab
neraka, maka lagu-lagu yang dibawakan juga bernadakan sedih.40
Adapun lagu-
lagu yang bernada gembira antara lain:
39 Munir, Pedoman lagu-lagu Tilawah Quran..., p. 32. 40 Munir, Pedoman lagu-lagu Tilawah Quran..., p. 33.
36
1. Lagu Bayyati adalah lagu yang paling banyak digunakan oleh para qori‟.
Untuk setiap lomba qiroah, biasanya Lagu Bayati tidak pernah dihilangkan
dan sudah menjadi semacam lagu wajib.
2. Rosta alan nawa memeliki variasi tiga lagu. Pertama adalah lagu rost
variasi Usyaq. Kedua adalah lagu Rost variasi Zanjiron. Sedang variasi
lagu Rost ketiga adalah lagu Rost variasi Syabir Alarros. Sedang begitu,
tingkatan nada pada lagu Rost hanya ada dua tingkatan. Tingkatan nada
tersebut adalah nada jawab dan nada jawabul jawab.
3. Nahawand variasi lagu pada lagu Nahawand adalah lagu nahawand variasi
nuqrosy dan lagu Nahawand variasi Murokkab. Lagu Nahawand variasi
Nuqrosy memiliki nada rendah, berbeda dengan lagu Nahawand variasi
Murokkab yang memiliki nada tinggi dalam lagu Nahawand. Tambahan,
tingkatan nada dalam lagu Nahawand hanya ada dua, yaitu jawab dan
jawabul jawab,
Sedangkan lagu-lagu yang bernada sedih (melas) yang ada dalam ilmu
tilawah dan lagu ini terdiri dari empat tingkatan yang harus di pelajari dan di
kuasai oleh qori yaitu :
1. Lagu Sika memiliki empat variasi lagu. Pertama, laguSika Variasi Misri.
Kedua, Lagu Sika Variasi Tuki. Ketiga dan keempat adalah lagu Sika
variasi Roml dan lagu Sika terdiri dari Nada Qoror atau nada rendah, nada
jawab atau disebut juga nada tengah, dan nada jawabul jawab sebagai nada
tinggi.
37
2. Lagu Jiharka memiliki satu variasi saja, yaitu lagu jiharka variasi Kurd.
Tingkatan nada dalam lagu Jiharka sendiri terdiri dari dua tingkatan nada.
Nada pertama adalah nada jawab. Sedang nada kedua adalah nada jawabul
jawab.
3. Hijaz adalah macam-macam lagu qiroah yang berikunya Lagu Hijaz itu.
Variasi pada lagu hijaj berjumlah 4 macam variasi. Variasi pertama adalah
lagu Hijaz, variasi Kar yang memiliki nada tengah pada barisan lagu
Hijaz. Variasi kedua adalah Lagu Hijaz variasi Karkur yang memliki nada
jawab. Variasi ketiga dan keempat adalahLagu Hijaz variasi Naqrisy dan
lagu variasi Kur.
4. Shoba dalam qiroah memiliki dua tingkat nada. Satu, adalah lagu shoba
tingkatan jawab. Tingkatan kedua adalah lagu shoba tingkatan jawabul
jawab. Lagu jawab merupakan lagu tingkatan nada rendah. Sedang untuk
lagu tingkatan nada tinggi adalah jawabul jawab.
Kegunaan lagu-lagu Tilawah Quran selain bisa diterapkan dengan bacaan
Tahqiq (bacaan lambat/pelan, seperti dalam aturan Musabaqoh Tilawatil Quran),
juga bisa diterapkan pada bacaan Tartil. (yaitu bacaan sedang, tidak terlalu lambat
juga tidak terlalu cepat, seperti yang biasa dibaca dalam Tadarrus Alquran
maupun bacaan ayat-ayat Alquran dalah Shalat), bahkan pada bacaan-bacaan yang
lebih cepat lagi dari keduanya, seperti bacaan Tadwir atau Hadr. Caranya cukup
dengan suara yang sedang saja, tidak perlu memakai nada tinggi, juga mengurangi
fariasi-fariasinya, lagu-lagu dan cabangnya maupun ukuran panjang pendek
bacaannya, tentunya harus sesuai dengan aturan Ilmu Tajwid jelasnya, apabila
38
lagu-lagu tersebut dipakai untuk keperluan bacaan-bacaan yang lebih cepat, maka
gaya lagunya harus disederhanakan.
Perlunya kita terapkan lagu-lagu Tilawah Quran ke dalam bacaan-bacaan
semacam Tartil dan lain-lain. Adalah agar dalam membaca Alquran kita bisa lebih
berfariasi dan tidak cepat jemu dengan hanya memakai satu atau dua lagu saja,
tetapi bisa memakai semua lagu yang ada dengan cara berganti-ganti. Misalnya
hari ini membaca Alquran dengan memakai lagu Bayyati, besok lagu Hijaz, lusa
lagu Sika dan lain-lain.
Lagu-lagu tersebut bisa juga diterapkan pada bacaan yang lain, seperti
Adzan, berdoa atau syair-syair Qasidah. Khususnya untuk keperluan lagu-lagu
Qasidah, maka bisa lebih bebas membawakan fariasi maupun hoya lagu yang
bemacam-macam; dan tidak banyak terikat sebagaimana untuk keperluan baca
Alquran yang harus mengikuti aturan Tajwidnya, sebab perlu diketahui, bahwa
kegunaan/fungsi lagu hanyalah sebagai alat untuk memperindah bacaan Alquran
saja, sedangkan bacaan Alquran itu sendiri mempunyai aturan-aturan yang wajib
diikuti, dan tidak boleh dikalahkan oleh lagu, bahkan sebaliknya lagulah yang
harus mengikuti untuk tunduk pada aturan-aturan bacaan Alquran (bertajwid).41
41 Munir, Pedoman lagu-lagu Tilawah Quran..., p. 34.