Post on 08-Mar-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Kabupaten Sleman memiliki beragam sumber daya alam yang merupakan
suatu rangkaian destinasi wisata. Adanya gunung berapi yang sangat aktif di
Kabupaten Sleman membuat wisatawan tertarik untuk menikmati alam yang
masih alami serta budaya yang masih melekat pada masyarakatnya. Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata di Kabupaten Sleman mempunyai visi, yaitu
mewujudkan masyarakat Sleman yang sejahtera dan dinamis melalui pelestarian
dan pengembangan serta pariwisata yang berwawasan lingkungan1. Melalui visi
yang dicanangkan inilah, maka pemerintah daerah Kabupaten Sleman saat ini
sangat giat mengembangkan destinasi wisata yang berwawasan lingkungan,
khususnya desa wisata. Menurut RIPKA Kabupaten Sleman 2012-2016, hingga
saat ini terdapat 37 desa wisata di Kabupaten Sleman dengan beragam potensi
yang dimiliki, seperti desa wisata budaya, desa wisata alam, desa wisata sejarah,
desa wisata kerajinan, dan lain-lain.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kondisi pariwisata di Kabupaten
Sleman sekarang ini meningkat cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan jumlah
wisatawan, baik asing maupun domestik, yang berkunjung ke Kabupaten Sleman
terus meningkat dari tahun ke tahun, walaupun sempat mengalami penurunan
1 RIPKA Kabupaten Sleman 2012-2016
2
yang cukup signifikan pada tahun 20102. Adanya bencana Gunung Merapi pada
bulan November 2010 yang merusak sarana dan prasarana di beberapa daerah di
Kabupaten Sleman ditengarai menjadi salah satu penyebab penurunan jumlah
kunjungan wisatawan. Namun demikian, bencana tersebut tidak menjadi halangan
bagi pengelola pariwisata (stakeholder) untuk terus memperbaiki sektor
pariwisata. Para stakeholder terus mengupayakan untuk memperbaiki sarana dan
prasarana pasca bencana agar kegiatan pariwisata di Kabupaten Sleman dapat
tetap berjalan dan bahkan dapat meningkat setiap tahunnya.
Kebijakan Pemerintah daerah Kabupaten Sleman untuk menjadikan wisata
alam sebagai salah satu atraksi utama, nampaknya sejalan dengan hasil rumusan
Konferensi World Tourism Organization (WTO) di Chili tahun 1999 yang
merekomendasikan beberapa Etika Global Pariwisata, diantaranya menjamin
sumber daya alam, melindungi lingkungan dari dampak buruk kegiatan bisnis
pariwisata, dan memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan pariwisata
berkelanjutan (sustainable tourism development) melalui pemanfaatkan sumber
daya alam, pengelolaan sampah dan mempertahankan keberagaman3. Melalui
dasar konferensi tersebut, maka konsep pariwisata yang berkelanjutan, seperti
ekowisata dapat diterapkan di daerah yang memiliki potensi alam dan keaslian
budaya masyarakat lokal. Hal ini sesuai dengan tujuan ekowisata yang terus
mengupayakan adanya pelestarian lingkungan dan kontribusi aktif dari
masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata. Oleh karena itu, kegiatan
2Data Statistik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman mengenai Kunjungan
wisatawan Kabupaten Sleman 2005-2012 3 - - E diakses pada Kamis, 24
April 2014 pukul 20.00 WIB.
3
wisata dengan menjaga lingkungan dapat menjadi trend terbaru di dunia
pariwisata.
Salah satu destinasi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman, dan
sangat menarik untuk diteliti adalah Desa Wisata Pancoh. Desa wisata ini
merupakan salah satu dari tiga desa wisata yang baru dikukuhkan pada tanggal 14
Februari 2012 sebagai desa ekowisata di Kabupaten Sleman4. Menurut Lembaga
Pengembangan Teknologi Perdesaan (LPTP), pengukuhan Dusun Pancoh sebagai
desa ekowisata berbeda dengan wisata konvensional lainnya. Konsep ekowisata
mendapat perhatian besar untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya alam.
Desa Wisata Pancoh menawarkan beberapa paket wisata berupa kebun bunga dan
salak pondoh, persawahan, kolam ikan, budaya dan kesenian, sungai, bangunan
kuno serta kandang ternak konsumsi. Namun demikian, Desa Wisata Pancoh
memiliki banyak potensi ekowisata yang belum dikembangkan. Oleh karena itu,
diperlukan adanya penelitian mengenai gambaran potensi yang dimiliki oleh Desa
Wisata Pancoh, serta strategi pengembangan yang sesuai dengan konsep
ekowisata agar menarik minat wisatawan untuk berwisata dan belajar
melestarikan lingkungan di desa sekitar lereng Gunung Merapi, khususnya Desa
Wisata Pancoh.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut:
4 Silahkan melihat http://humas.slemankab.go.id/pancoh-sambi-dan-wonogiri-dikukuhkan-jadi-
desa-ekowisata/ diakses pada Kamis, 24 April 2014 pukul 21.00 WIB.
4
1. Apa saja potensi (baik internal maupun eksternal) yang dimiliki oleh Desa
Wisata Pancoh?
2. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan di Desa
Wisata Pancoh sebagai desa ekowisata di Kabupaten Sleman?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui potensi (baik internal maupun eksternal) yang dimiliki
oleh Desa Wisata Pancoh.
2. Untuk mengetahui strategi yang tepat bagi pengembangan Desa Wisata
Pancoh sebagai Desa Ekowisata di Kabupaten Sleman.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan mengacu pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini
diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu sebagai berikut :
a. Manfaat Teoretis
Kaitannya dengan bidang akademisi, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan konsep yang tepat bagi studi mengenai desa ekowisata.
b. Manfaat Praktis
Dalam hal praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi
bagi Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman dalam melakukan pengembangan
ekowisata di Desa Pancoh.Selain itu, penelitian mengenai konsep pengembangan
5
desa wisata ini diharapkan dapat dijadikan model bagi pengembangan desa
ekowisata di daerah lain di Indonesia.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai ekowisata sudah banyak dilakukan oleh peneliti-
peneliti sebelumnya. Berikut ini penjelaskan beberapa hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya sebagai gambaran untuk melihat posisi
penelitian ini terhadap penelitian terdahulu. Penelitian ekowisata berbasis
k k k M W k D W ’
M k k “I k S
P Ek b P M k S k ” (2011) P b
mencoba memaparkan mengenai ekowisata yang masih kurang efektif karena
lemahnya kerjasama antar pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
masyarakat Desa Colo, Kabupaten Kudus memahami mengenai potensi ekowisata
yang dimiliki daerahnya. Hasil dari penelitian ini adalah Desa Colo sudah
memiliki kegiatan yang mengarah pada ekowisata, namun masyarakat sekitar
belum berencana untuk menjual kegiatan tersebut kepada wisatawan. Selain itu,
diketahui bahwa belum ada peraturan mengenai pengelolaan kawasan alam Muria
yang melibatkan masyarakat dan pemerintah desa terkait.
Penelitian lainnya dapat dilihat pada jurnal ilmiah yang ditulis oleh Dias
S b “S P b Ek wisata Berbasis Ekonomi Lokal
k P P k D W b M ”
6
(2009). Penelitian tersebut mencoba memaparkan mengenai potensi dan strategi
pengembangan wisata di Pulau Sempu sebagai kawasan ekowisata. Tujuan
penelitian ini dilakukan adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai
gambaran praktek ekowisata di Pulau Sempu dan kemudian merencanakan
langkah berikutnya bagi masyarakat yang terlibat dalam pengembangannya.
Dalam menganalisis data yang didapat di lapangan, peneliti menggunakan analisis
SWOT untuk mendapatkan gambaran strategi pengembangan yang dapat
dilakukan selanjutnya.
Salah satu penelitian yang masih ada relevansi dengan strategi
pengembangan dan ekowisata juga pernah dilakukan oleh I Ketut Saskara yang
be “S P b D k Ek b k
D C M b b ” (2013) P
membahas mengenai potensi-potensi Desa Cau Belayu yang dapat dikembangkan
sebagai produk ekowisata dan kendala pengembangannya. Kemudian strategi
pengembangan, persepsi masyarakat dan wisatawan mengenai pengembangan
ekowisata di Desa Cau Belayu. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
Desa Cau Belayu memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai produk
ekowisata, seperti persawahan, perkebunan, pemandangan alam, kesenian
tradisional, upacara agama, dan lain-lain. Persepsi masyarakat dan wisatawan juga
sangat positif dan menyambut adanya pengembangan yang melibatkan
masyarakat sekitar. Strategi pengembangan di Desa Cau Belayu dimulai dari
penerapan prinsip ekowisata kemudian dianalisis berdasarkan kriteria
pengembangan ekowisata dengan pendekatan 4A (Attraction, Accesable,
7
Amenities, Ancillary). Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa Desa Cau
Belayu seharusnya dapat melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten
Tabanan dalam hal perencanaan dan pengembangan daya tarik ekowisata.
Masyarakat Desa Cau Belayu juga diharapkan dapat mempertahankan
kebudayaannya dan tidak mendapatkan pengaruh oleh kebudayaan asing yang
dibawa oleh wisatawan asing yang berkunjung.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian tesis mengenai ekowisata yang
pernah k k I D S b “P Ek
P b P b M k ” (2007)
kasus Kota Batu, Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui produk-
produk ekowisata yang berdasar pada masyarakat Kota Batu dan
pengembangannya. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh ekowisata
terhadap pemberdayaan masyarakat di Kota Batu, Jawa Timur. Hasil dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa banyak sekali produk-produk ekowisata di
Kota Batu yang sedang dikembangkan oleh masyarakat. Dalam hal
pemberdayaan, masyarakat Kota Batu sudah berperan namun hanya secara pasif
saja. Dari analisis tersebut, berikut adalah beberapa faktor pengembangan
ekowisata di Kota Batu yang berbasis pada masyarakat : skill/keahlian
masyarakat, dukungan permodalan, perlindungan terhadap alam, akses terhadap
pengembangan sumber daya, fasilitas dan infrastruktur, inovasi atraksi wisata
baru, kualitas pelayanan, kemudahan akses dan pemerintah, pengetahuan
ekowisata travel agency, dan kepedulian wisatawan terhadap alam.
8
Jika dibandingkan dengan penelitian yang sebelumnya, perbedaan mendasar
dari penelitian ini adalah khususnya pada fokus pembahasan dan lokus penelitian.
Pada penelitian ini, fokus bahasannya adalah pada potensi dan strategi
pengembangan yang dihubungkan dengan konsep ekowisata. Sedangkan lokus
penelitian yaitu di Desa Wisata Pancoh, Girikerto, Turi, Sleman. Karena Desa
Wisata Pancoh merupakan desa wisata yang baru dikembangkan di Kabupaten
Sleman, maka belum ada penelitian sebelumnya yang membahas mengenai Desa
Pancoh.
1.6 Landasan Teori
Dikarenakan penelitian ini menjelaskan tentang pengembangan ekowisata di
Desa Wisata Pancoh, maka landasan teori yang dipakai hanya akan fokus pada
pembahasan mengenai konsep ekowisata.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) menjelaskan bahwa
ekowisata adalah: “Environmentally responsible travel to natural areas, in order
to enjoy and appreciate nature (and accompanying cultural features, both past
and present) that promote conservation, have a low visitor impact and provide for
beneficially active socio-economic involvement of local people”5. Dari pengertian
di atas, dapat dipahami bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu
wilayah yang lingkungan alamnya masih asri, disertai dengan adanya usaha untuk
menghargai kebudayaan lokal dan alamnya, mendukung adanya usaha konservasi,
5http://www.iucn.org/ diakses pada Jumat, 10 Oktober 2014 pukul 21.00 WIB.
9
meminimalkan dampak negatif oleh pengunjung, dan memberikan dampak positif
terhadap sosial ekonomi penduduk lokal.
Selain itu, menurut The International Ecotourism Society (IES) ekowisata
adalah: “The responsible travel to natural areas that conserves the environment
and sustains the well-being of local people”6. Dari pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa wisatawan yang berkunjung dan melaksanakan partisipasi
dalam suatu kegiatan ekowisata dituntut untuk mentaati prinsip-prinsip, seperti
meminimalisasi dampak dan membangun kesadaran kepada alam dan budaya
lokal, memberikan keuntungan dan manfaat secara langsung untuk upaya
konservasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal sehingga memberikan dampak
positif terhadap ekonomi masyarakat setempat.
Menguatkan pendapat di atas, menururt Ranijith Bandara (2009: 473-474):
“Ecotourism has been hailed as a panacea: a way to find conservation and
scientific research; promote development in poor countries; enhance ecological
and cultural sensitivity; insil environmental awareness and a social conscience in
the travel industry; satisfy and educate the discriminating tourist; and some
claiim, build world peace”. Ranijith menyimpulkan bahwa ekowisata telah diakui
sebagai cara yang sangat efektif untuk melakukan konservasi dan penelitian
ilmiah. Selain untuk melindungi ekosistem yang rapuh dan masih alami,
ekowisata juga dapat menjadi media untuk memberikan keuntungan bagi
masyarakat pedesaan dan mempromosikan pembangunan di negara-negara
miskin. Adanya ekowisata juga akan meningkatkan kesadaran lingkungan dan
6https://www.ecotourism.org/oslo-statement-on-ecotourism diakses pada Jumat, 10 Oktober 2014
pukul 20.30 WIB.
10
kesadaran sosial di industri pariwisata, meningkatkan kepuasan yang sekaligus
mendidik wisatawan yang diskriminatif. Oleh beberapa peneliti, ekowisata
diharapkan dapat membangun perdamaian dunia (lihat pula Honey, 1999: 4).
Lee, dkk. (2012: 520) menjelaskan bahwa terdapat tiga kriteria sebuah
destinasi wisata dapat dikategorikan sebagai ekowisata :
a) Atraksi wisata yang berbasis pada alam
Menurut Lee, dkk. (2012: 520) b “attractions are primarily nature-
based, focusing normally on relatively undisturbed ecosystems and the noncaptive
endemic”. Maknanya adalah atraksi wisata yang ditawarkan kepada wisatawan
harus berbasis pada alam dengan tidak mengganggu dan mengubah keaslian
ekosistem (lihat pula Blamey, 2001).
b) Atraksi wisata berbasis pada pendidikan
Lee, dkk. (2012: 520) mengatakan bahwa : “ecotourist motivations are
broadly learning-based along a continuum that ranges from formal educational
interactions to informal personal aesthetic or spiritual appreciation”. Maknanya
adalah adanya unsur pendidikan merupakan hal yang menarik wisatawan untuk
mengunjungi suatu kawasan ekowisata, baik sifat pendidikan yang formal maupun
informal, misalnya cara menikmati keindahan alam dan tetap menjaga estetikanya,
serta menumbuhan kesadaran pribadi untuk ikut menjaga keaslian ekosistem
tersebut. (lihat pula Blamey, 2001)
c) Ekowisata berbasis pada pariwisata yang berkelanjutan
Menurut Lee, dkk. (2012: 520) bahwa : “ecotourism is singular in its formal
pretensions of being sustainability-based”. Maknanya adalah ekowisata
11
merupakan salah satu bentuk dari pariwisata yang berkelanjutan dengan
meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan dan kebudayaan lokal serta
memberikan keuntungan dalam bidang ekonomi bagi masyarakat sekitar (lihat
pula Blamey, 2001).
Kaitannya dengan aspek berkelanjutan dalam pariwisata (sustainability),
Mowforth dan Munt (2003: 85-87) menjelaskan bahwa terdapat empat landasan
utama dalam pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism):
1. Ecological sustainability. Maknanya adalah, bahwa pariwisata berkelanjutan
harus memperhatikan keseimbangan ekologis, dimana salah satunya yaitu melalui
pembatasan mass tourism, atau yang biasa dikenal dengan istilah carrying
capacity.
2. Social sustainability. Maknanya adalah bahwa pariwisata berkelanjutan tidak
boleh menimbulkan konflik social diantara para stake holder.
3. Cultural sustainability. Pariwisata berkelanjutan harus pula memperkaya
budaya masyarakat setempat. Jika aktifitas pariwisata mengakibatkan
tercerabutnya masyarakat dari budaya asalnya, maka dapat disimpulkan bahwa
pariwisata tersebut bertentangan dengan konsep pariwisata berkelanjutan
(sustainable tourism).
4. Economic sustainability. Pariwisata berkelanjutan harus dapat membawa
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat lokal. Maknanya bahwa
aktifitas pariwisata harus dapat menjadi media bagi upaya pengentasan
kemiskinan.
12
1.7 Metode Penelitian
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini berusaha menjawab dua
rumusan masalah, yaitu berkaitan dengan potensi internal dan eksternal dari Desa
Wisata Pancoh, dan strategi pengembangan Desa Wisata Pancoh sebagai desa
ekowisata di Kabupaten Sleman. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut,
dilakukan penelitian yang bersifatkualitaitf. Jenis penelitian ini menghasilkan data
deskriptif baik tertulis maupun lisan dari orang-orang maupun perilaku yang telah
diamati. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu studi
pustaka, observasi, dan wawancara.
Proses metode pengambilan data dan informasi dalam skripsi ini dilakukan
beberapa cara, yaitu sebagai berikut:
1. Studi Pustaka
Pada tahap ini dilakukan pencarian data yang sesuai dengan objek
penelitian karena akan dijadikan sebagai acuan dalam proses penelitian.
Pencarian data yang dilakukan adalah melalui perpustakaan, internet, dan
jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan dengan pemaparan potensi Desa
Wisata Pancoh, konsep desa ekowisata, dan strategi pengembangan
destinasi wisata. Penelitian ini juga menggunakan beberapa artikel ilmiah
tersebut sebagai bahan perbandingan dalam menganalisis data yang
didapat.
2. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data, di mana peneliti
melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat
13
dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004: 104).Observasi
penelitian berada di Desa Wisata Pancoh, Girikerto, Turi, Sleman untuk
mengetahui potensi yang dimiliki oleh desa wisata tersebut. Selain itu,
kunjungan ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman juga
dilakukan untuk mendapatkan data mengenai kondisi kepariwisataan di
Kabupaten Sleman.
3. Wawancara
Menurut Koentjaraningrat (1982: 162), wawancara adalah suatu
cara yang digunakan untuk tujuan tugas tertentu, mencoba mendapatkan
keterangan dan pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan
bercakap-cakap berhadapan muka. Wawancara dilakukan dengan para
stakeholder yang merupakan pihak terkait yang terlibat langsung dalam
pengembangan Desa Wisata Pancoh sebagai desa ekowisata di Kabupaten
Sleman. Dalam hal ini, wawancara dilakukan dengan pengelola Desa
Wisata Pancoh mengenai potensi yang dimiliki Desa Wisata Pancoh dan
apa saja yang sudah diusahakan oleh pengelola untuk mengembangkan
pariwisata di Desa Wisata Pancoh. Kemudian para perangkat desa
Girikerto dan masyarakat sekitar mengenai keterlibatan dalam mengelola
dan mengembangkan pariwisata di Desa Wisata Pancoh. Wawancara juga
dilakukan dengan pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Sleman. Dalam hal ini, wawancara dilakukan dengan Kepala Bidang
Pemasaran dan Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata karena pihak
tersebut sangat berpengaruh dalam membantu mengembangkan pariwisata
14
di Desa Wisata Pancoh. Hal yang ditanyakan adalah mengenai potensi
wisata di Kabupaten Sleman, dukungan pemerintah terhadap adanya
konsep desa ekowisata, dan hal apa saja yang dapat dilakukan pemerintah
untuk mengembangkan ekowisata di Kabupaten Sleman, khususnya Desa
Wisata Pancoh. Metode wawancara ini telah dilakukan dari bulan Mei
hingga bulan November.
1.8 Metode Analisis Data
1.8.1 Analisis SWOT
Untuk mengetahui arah strategi pengembangan, penelitian ini menggunakan
metode analisis SWOT berdasarkan data-data yang didapat di objek penelitian
yang kemudian dikaji dan dianalisis dengan berbagai faktor, seperti faktor
lingkungan internal yang berupa analisis kekuatan dan kelemahan, dan faktor
lingkungan eksternal yang berupa analisis adanya peluang dan ancaman. Selain
itu analisis SWOT juga dapat digunakan untuk mengetahui strategi
pengembangan di Desa Wisata Pancoh sebagai desa ekowisata dengan analisis
berdasarkan logika dengan memaksimalkan kekuatan (strengths), dan adanya
peluang dari luar (opportunities), tetapi juga secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan adanya ancaman dari luar (threats)
(Rangkuti, 2006: 18).
Kemudian analisis SWOT yang dilakukan dapat menghasilkan 4 (empat)
kemungkinan strategi alternatif yang dapat dilakukan (Rangkuti 2006: 18-21),
yaitu :
15
Strategi Strength-Opportunities (SO). Strategi ini direncanakan
berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memaksimalkan
seluruh kekuatan dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-
besarnya.
Strategi Weaknesses-Opportunities (WO). Strategi ini dibuat untuk
memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya dengan
meminimalkan kelemahan pada perusahaan tersebut.
Strategi Strength-Threats (ST). Strategi ini diterapkan dengan
menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada
dari luar.
Strategi Weaknesses-Threats (WT). Strategi ini dibuat berdasarkan pada
kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha untuk meminimalkan
kelemahan serat menghindari ancaman yang ada dari luar.
Berikut ini adalah tabel matrik alternatif mengenai strategi yang berdasarkan pada
analisis SWOT :
16
Tabel 1.1
Matriks SWOT
INTERNAL
EKSTERNAL
Kekuatan (Strength)
Menentukan 5-10 faktor
kekuatan
Kelemahan (Weaknesses)
Menentukan 5-10 faktor
kelemahan
Peluang (Opportunities)
Menentukan 5-10 faktor
peluang
Strategi SO
Menciptakan strategi
dengan menggunakan
kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi WO
Menciptakan strategi
dengan meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
Ancaman (Threats)
Menentukan 5-10 faktor
ancaman
Strategi ST
Menciptakan strategi
dengan menggunakan
kekuatan untuk mengatasi
ancaman
Strategi WT
Menciptakan strategi
dengan meminimalkan
kelemahan dan mengindari
ancaman
(Sumber : Rangkuti, 2006:19)
1.8.2 Internal Factor Analysis Summary (IFAS)
Analisis internal diperlukan dalam menyusun strategi untuk memaksimalkan
kekuatan dan meminimalkan kelemahan. Untuk mengevaluasi faktor-faktor
tersebut, penelitian ini menggunakan matriks IFAS (Internal Factor Analysis
Summary) (lihat pula Rangkuti, 2006:24-25). Berikut ini adalah cara menyusun
matriks IFAS:
17
Tabel 1.2
Tabel IFAS (Strengths)
FAKTOR
STRATEGI
INTERNAL
BOBOT RATING BOBOT X
RATING
Kekuatan
Total
(Sumber : Rangkuti, 2006:25)
Tabel 1.3
Tabel IFAS (Weaknesses)
FAKTOR
STRATEGI
INTERNAL
BOBOT RATING BOBOT X
RATING
Kelemahan
Total
(Sumber : Rangkuti, 2006:25)
a. Menentukan faktor-faktor yang termasuk ke dalam kekuatan dan
kelemahan suatu objek pada kolom 1 (Faktor Strategi Internal).
b. Memberikan bobot masing-masing dari faktor tersebut dari skala 1,0
(paling penting) sampai 0,0 (tidak penting). Jumlah dari semua bobot
tersebut tidak boleh lebih dari 1,00.
18
c. Menentukan rating untuk masing-masing faktor kekuatan dengan
memberikan skala mulai dari 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (sangat
kurang) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi destinasi
wisata yang bersangkutan. Sedangkan faktor kelemahan sebaliknya,
pemberian skala dimulai dari 1 (kelemahan besar) sampai dengan 4
(kelemahan kecil).
d. Mengalikan bobot dengan rating untuk menentukan faktor yang nilainya
bervariasi pada kolom 4.
e. Menjumlahkan skor hasil perkalian dari bobot dengan rating untuk
memperoleh total skor bagi objek yang bersangkutan. Nilai total tersebut
menunjukan bagaimana suatu objek berreaksi terhadap faktor-faktor
strategis internalnya. Total skor ini dapat digunakan sebagai pembanding
antara objek tersebut dengan objek yang lain yang mempunyai konsep
yang sama.
1.8.3 External Factor Analysis Summary (EFAS)
Analisis eksternal diperlukan dalam menyusun strategi untuk memanfaatkan
kesempatan/peluang dan menghindari ancaman. Untuk mengevaluasi faktor-
faktor tersebut, peneliti menggunakan matriks EFAS (External Factor Analysis
Summary) (lihat pula Rangkuti, 2006:22-23). Berikut ini adalah cara menyusun
matriks EFAS :
19
Tabel 1.4
Tabel EFAS (Opportunities)
FAKTOR
STRATEGI
EKSTERNAL
BOBOT RATING BOBOT X
RATING
Peluang
Total
(Sumber : Rangkuti, 2006:24)
Tabel 1.5
Tabel EFAS (Threats)
FAKTOR
STRATEGI
EKSTERNAL
BOBOT RATING BOBOT X
RATING
Ancaman
Total
(Sumber : Rangkuti, 2006:24)
a. Menentukan faktor-faktor yang termasuk ke dalam peluang dan ancaman
suatu objek pada kolom 1 (Faktor Strategi Eksternal).
b. Memberikan bobot masing-masing dari faktor tersebut dari skala 1,0
(paling penting) sampai 0,0 (tidak penting). Jumlah dari semua bobot
tersebut tidak boleh lebih dari 1,00.
20
c. Menentukan rating untuk masing-masing faktor eksternal, yaitu peluang
dan ancaman dimulai dari skala 4 (sangat baik), skala 3 (di atas rata-rata),
skala 2 (rata-rata), dan skala 1 (di bawah rata-rata).
d. Kalikan bobot dengan rating untuk menentukan faktor yang nilainya
bervariasi pada kolom 4.
e. Menjumlahkan skor hasil perkalian dari bobot dengan rating untuk
memperoleh total skor bagi objek yang bersangkutan. Nilai total tersebut
menunjukan bagaimana suatu objek berreaksi terhadap faktor-faktor
strategis eksternalnya.
1.9 Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun menjadi empat bab dengan fokus pembahasan yang
berbeda. Setiap bab yang akan dibahas diharapkan dapat menjadi suatu kesatuan
secara menyeluruh mengenai penelitian yang dilakukan agar dapat ditarik suatu
kesimpulan.
Bab Satu :berupa pendahuluan yang menggambarkan alasan
mengapa mengambil tema, lokus penelitian ini, metode penelitian, dan metode
analisis data yang digunakan.
Bab dua :berisi pembahasan yang akan memberikan gambaran
umum secara deskripsi mengenai potensi kepariwisataan di Kabupaten Sleman
dan Desa Wisata Pancoh sebagai desa ekowisata.
Bab tiga :berisi mengenai pemaparan faktor-faktor internal dan
eksternal yang dimiliki oleh Desa Wisata Pancoh, serta strategi pengembangannya
21
berdasarkan analisis SWOT yang sebelumnya telah dievaluasi menggunakan
matrik IFAS dan EFAS.
Bab empat :merupakan kesimpulan dan saran hasil dari penelitian ini.
Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan kontribusi nyata bagi
pengembangan pariwisata di Kabupaten Sleman, khususnya di Desa Wisata
Pancoh sebagai desa ekowisata.