Post on 06-Mar-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pariwisata sebagai sub sektor ekonomi merupakan industri terbesar dan
tercepat perkembangannya di dunia. Prioritas yang utama dan pertama adalah
membangun manusianya, terutama masyarakat lokal dan yang langsung
berinteraksi dengan wisatawan agar dapat dicapai kesetaraan dan terjadinya saling
pertukaran maupun kerjasama saling menghargai dan memperkaya kehidupan
(Baiquni, 2010:15). Hal ini berarti, pariwisata selain sebagai sumber pendapatan
devisa, juga media untuk memperluas dan memeratakan kesempatan kerja,
mendorong penbangunan daerah, yang paling penting adalah meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, media untuk memperkaya kebudayaan
nasional agar tetap mempertahankan kepribadian bangsa serta melestarikan fungsi
dan mutu lingungan hidup. Berbekal tekad tersebut, pemerintah mulai member
perhatian serius untuk sektor pariwisata dan terus menggalakkan kepariwisataan
di berbagai daerah sesuai dengan karakter daerah masing-masing.
Bentang alam Indonesia yang dianugerahi dengan beragam keunikan dan
kontur alam yang menakjubkan memiliki potensi besar dalam kepariwisataan; dan
jika dikelola dengan baik dan benar maka kemakmuran dan kesejahteraan di
Indonesia akan menjadi sebuah keniscayaan. Pengelolaan yang baik dan benar
menurut Undang-undang adalah pengelolaan yang menitikberatkan kepada
2
pelestarian lingkungan dan budaya serta pembangunan masyarakat. Undang-
undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan secara
jelas menyebutkan semua kegiatan pariwisata yang dilakukan diantaranya harus
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, menghapus kemiskinan dan mengurangi pengangguran.
Dikembangkan secara tepat, pariwisata dapat memberikan keuntungan
baik bagi wisatawan maupun masyarakat yang berada disekitaran obyek wisata.
Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup masyarakat melalui keuntungan secara
ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut. Sebagai tambahan, dengan
mengembangkan infrastruktur dan menyediakan fasilitas rekreasi, wisatawan dan
masyarakat setempat saling diuntungkan. Idealnya, pariwisata hendaknya
dikembangkan sesuai dengan daerah tujuan wisatanya. Pengembangan tersebut
hendaknya memperhatikan tingkat budaya, sejarah dan ekonomi dari daerah
tujuan wisata. Bagi para wisatawan daerah tujuan wisata yang dikembangkan
seperti itu akan merupakan daerah yang mampu memberi pengalaman yang unik
bagi mereka.
Robert (2000: 169) mengemukakan, obyek wisata yang dibangun disuatu
tempat akan menimbulkan dampak yang langsung maupun tidak langsung. Akibat
yang langsung berasal dari uang yang dibelanjakan wisatawan di tempat tujuan
wisata. Ketika seorang wisatawan membayar sebuah penginapan Rp. 500.0001,-
untuk dua malam, Rp. 500.000,- tersebut mempunyai dampak ekonomi langsung.
Dampak ekonomi tidak langsung terjadi sebagai akibat uang yang Rp. 500.000,-
1 Mata uang dan nominal disesuaikan.
3
tadi. Sang pemilik penginapan mungkin menggunakan sebagian uang tersebut
untuk membeli makanan di warung makan dan sebagian lagi untuk membayar
upah karyawan penginapan. Berikutnya, pemasok bahan makanan akan membayar
petani sedangkan karyawan penginapan mungkin membeli sepasang sepatu.
Akibat dari uang yang Rp.500.000,- tadi meningkat.
Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang mempunyai
potensi besar dalam kepariwisataan karena beragamnya obyek wisata yang ada.
Jumlah keseluruhan obyek wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul sebanyak
31 obyek wisata, yang kemudian diklasifikasikan menjadi 3 kategori, Pertama
obyek wisata yang berbasis budaya, Kedua obyek wisata pantai, dan Ketiga obyek
wisata alam. Berikut disajikan tabel yang berisi daftar seluruh obyek wisata yang
ada di Kabupaten Gunungkidul:
4
Tabel 1: Obyek Wisata di Kabupaten Gunungkidul
Kategori Wisata
Wisata Pantai Wisata Alam Wisata Budaya
No Obyek Wisata No Obyek Wisata No Obyek Wisata
1 Pantai pulang
syawal
1 Gunung Nglanggeran
(Gunung Api Purba)
1 Situs Megalitik
Sokoliman
2 Pantai Slili dan
Ngandong
2 Kawasan Karst
Pegunungan Sewu
2 Pertapaan Kembang
Lampir
3 Pantai Watu
Lumbung
3 Hutan wonosadi dan
Gunung Gambar
3 Pesanggrahan
Gembirowati
4 Pantai Pok
Tunggal
4 Rest Area Bukit
Bunder
4 Petilasan Gunung
Gambar
5 Pantai
Ngrenehan
5 Air Terjun
Srigetuk
5 Makam Bupati
Pontjodirjo
6 Pantai Sadeng 6 Kalisuci Cave Tubing
7 Pantai Siung
8 Pantai kukup
9 Pantai Krakal
10 Pantai Timang
11 Pantai Jungwok
12 Pantai Ngusalan
13 Pantai Pulutan
14 Pantai Sedahan
15 Pantai Sinden
16 Pantai Sepanjang
17 Pantai Sundak
18 Pantai Wediombo
19 Pantai Baron
20 Pantai Drini
Sumber: Diolah dari Website Kab. Gunungkidul2
Beragamnya obyek wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul
menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata bagi masyarakat, baik
masyarakat Kabupaten Gunungkidul sendiri maupun masyarakat luar daerah
lainnya. Dari keseluruhan obyek wisata di Kabupaten Gunungkidul, wisatawan
yang datang mengalami perkembangan yang fluktuatif, dibawah ini disajikan
tabel dan grafik terkait perkembangan jumlah kunjungan wisatawan.
2 www.gunungkidulkab.go.id Diakses pada tanggal 19 oktober 2012, pukul; 15:53.
5
Tabel 2: Jumlah Kunjungan Wisatawan di Daya Tarik Wisata
Kabupaten Gunungkidul
Kabupaten Jumlah Kunjungan pada Tahun
2008 2009 2010
Gunungkidul 427.071 529.319 488.805
Sumber: Buku Statistik Kepariwisataan Yogyakarta 2010
Grafik 1: Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan
di Daya Tarik Wisata Kabupaten Gunungkidul
Sumber: Diolah dari Buku Statistik Kepariwisataan Yogyakarta 2010
Wisatawan yang datang ke obyek wisata di Kabupaten Gunungkidul
tentunya membawa pengaruh pada pendapatan asli daerah (PAD) dari sub sektor
pariwisata. Berikut ini disajikan tabel dan grafik perkembangan PAD Sub Sektor
pariwisata Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010:
Tabel 3: Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sub Sektor Pariwisata Kab. Gunungkidul
Kabupaten Pendapatan Asli Daerah pada Tahun
2008 2009 2010
Gunungkidul 1.397.507.760 1.699.185.380 1.845.743.858
Sumber: Buku Statistik Kepariwisataan Gunungkidul
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
2008 2009 2010
6
Grafik 2: Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sub Sektor Pariwisata Kabupaten Gunungkidul
Sumber: Diolah dari Buku Statistik Kepariwisataan Yogyakarta 2010
Data tabel 3 dan grafik 2 menunjukkan di Kabupaten Gunungkidul,
meskipun jumlah wisatawan menurun pada tahun 2010 (lihat grafik 1), namun
pada kenyataannya dari sisi pendapatan mengalami kenaikan sebesar 1,93 persen.
Kenaikan PAD tersebut karena adanya kenaikan wisatawan nusantara
yang datang ke Kabupaten Gunungkidul setiap tahunnya. Hal itu dipicu juga
karena di Indonesia memiliki banyak hari libur pendek, seperti liburan pada hari-
hari besar dan nasional sehingga masyarakat memilih untuk menghabiskan hari
liburnya di tempat-tempat yang tidak begitu jauh, murah dan layak untuk
dijadikan tempat berlibur keluarga, dan kabupaten Gunungkidul adalah salah satu
destinasi wisata tersebut.
Kalisuci Cave Tubing adalah salah satu obyek wisata yang ada di
Kabupaten Gunungkidul, Kecamatan Semanu, Desa Pacarejo. Obyek wisata minat
0
200,000,000
400,000,000
600,000,000
800,000,000
1,000,000,000
1,200,000,000
1,400,000,000
1,600,000,000
1,800,000,000
2,000,000,000
2008 2009 2010
7
khusus Kalisuci Cave Tubing mulai beroperasi pada tahun 2009 yang lalu,
sehingga bisa dikatakan Kalisuci Cave Tubing termasuk obyek wisata yang baru
berkembang.
Kalisuci merupakan sistem sungai bawah tanah yang di dalamnya terdapat
banyak ornamen-ornamen goa yang indah dan menarik. Para wisatawan yang
berkunjung disuguhi atraksi wisata berupa Cave Tubing3, penelusuran Goa
horizontal dengan didampingi pemandu lokal yang sudah terlatih.
Pada pengelolaannya, obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing
melibatkan masyarakat lokal sejak awal. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji
dengan pengelolaan yang terjadi berdasarkan prinsip kemitraan adalah hal yang
baru dalam pengelolaan wisata minat khusus di Kabupaten Gunungkidul.
Pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing yang
dijalankan secara kemitraan (antara pemerintah daerah, masyarakat lokal,
dan pihak investor), dapat menjadi model alternatif bagi daerah lain yang
memiliki potensi obyek wisata minat khusus dan memanfaatkannya sebagai salah
satu pendongkrak dalam pembangunan daerah.
Kemitraan dalam hal ini menjadi penting, mengingat selama ini
pembangunan yang dilakukan hanya menjadikan masyarakat lokal sebagai obyek
pembangunan saja. Dengan adanya kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata
diharapakan masyarakat juga berperan aktif, sehingga hasil pembangunan dapat
dirasakan oleh masyarakat lokal yang berada di kawasan obyek wisata.
3 Menelusuri Goa Horizontal yang memiliki aliran air bawah tanah dengan menggunakan Ban
dalam.
8
Diambilnya isu kemitraan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini
berangkat dari banyaknya obyek wisata yang terbengkalai baik itu obyek wisata
yang pada awalnya sudah dikelola namun tidak ada komitmen berkelanjutan
dalam pengelolaannya, maupun obyek wisata yang sama sekali masih belum
tersentuh oleh manajemen pengelolaan. Banyak faktor yang menyebabkan obyek
wisata terhenti dalam pengelolaannya ataupun obyek wisata yang belum tersentuh
oleh pengelolaan, faktor-faktor yang menyebabkan hal itu terjadi diantaranya
adalah:
Pertama, faktor biaya (Budgeting), tidak bisa dipungkiri bahwa untuk
membangun atau mengembangkan sebuah obyek wisata memerlukan biaya yang
tidak sedikit karena obyek wisata merupakan tempat dimana semua orang bisa
berkumpul untuk melepaskan kepenatan sehingga pihak pengelola di tuntut untuk
memaksimalkan sarana dan prasarana serta menyediakan segala keperluan yang di
butuhkan oleh wisatawan selama berwisata.
Faktor yang Kedua adalah komitmen dari pihak pengelola dalam
mengelola obyek wisata. Komitmen dalam hal ini dijabarkan sebagai
kesungguhan pihak pengelola dalam menjalankan sebuah obyek wisata. Pihak
pengelola ditantang untuk membuat kreasi-kreasi baru yang mendukung obyek
wisata yang sudah ada agar wisatawan tidak jenuh dengan pertunjukan/
pemandangan yang tidak ada perubahan sama sekali. Jika pengelola melakukan
hal tersebut maka dipastikan obyek wisata yang dikelola dapat berkembang dan
berkelanjutan.
9
Ketiga, Status pengelolaan obyek wisata. Faktor yang mendasari atas di
bangun dan dikembangkannya sebuah obyek wisata bertujuan untuk
mendatangkan pundi-pundi rupiah baik bagi pihak pengelola maupun masyarakat
setempat. Untuk masyarakat setempat sendiri tidak begitu menimbulkan banyak
permasalahan, namun yang riskan dan dapat menimbulkan masalah serius adalah
pada pihak pengelola. Setelah sebuah obyek wisata berkembang dan
menghasilkan pundi-pundi rupiah yang tidak sedikit, biasanya bermunculan klaim
kepemilikan obyek wisata. Klaim terhadap sebuah obyek wisata yang terjadi salah
satunya adalah mempermasalahkan lahan tempat obyek wisata tersebut berdiri,
pada intinya si pembuat klaim adalah yang berhak mengelola obyek wisata karena
berada di lahan si pembuat klaim, dan memungkinkan pula munculnya klaim
pengelolaan obyek wisata yang berasal dari oknum-oknum yang mengatas
namakan institusi/ organisasi tertentu karena mempunyai kekuatan tertentu dalam
pengelolaan obyek wisata.
Tiga faktor di atas tersebut akan terus membayang-bayangi di setiap
pembangunan dan pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan. salah satu
alternative yang dapat mengatasi ketiga masalah krusial tersebut adalah dengan
menjalankan pengelolaan obyek wisata yang berbasiskan kepada kemitraan.
Kemitraan yang dilakukan tentunya harus di dasarkan atas kepedulian yang
bermitra terhadap sesuatu yang sedang terjadi, baik itu kemitraan yang
berlandaskan kepada keberlanjutan kelestarian alam dan budayanya maupun
kemitraan yang berlandaskan kepada kesejahteraan masyarakat sekitar.
Selanjutnya dengan kemitraan pula beban biaya yang dikeluarkan tidak begitu
10
besar jika dibandingkan dengan tidak dimitrakan, selain itu permasalahan-
permasalahan yang muncul dapat cepat teratasi karena adanya musyawarah dari
pihak yang bermitra sehingga menghasilkan jalan keluar yang terbaik dari yang
baik.
Selain itu kemitraan dalam lingkungan masyarakat yang merupakan
sesuatu hal yang tidak asing untuk diterapkan, karena bangsa ini sudah mengenal
kemitraan sejak berabad-abad lamanya, meskipun dalam skala yang sederhana,
seperti Gotong Royong, Sambat Sinambat, Partisipasi, Mitra Cai, Mitra
Masyarakat Desa Hutan, Mitra Lingkungan dan sebagainya. Dalam manjemen
modern, baik dalam pengembangan sumber daya manusia maupun pengembangan
kelembagaan/ usaha, kemitraan merupakan salah satu strategi yang bisa ditempuh
untuk mendukung keberhasilan implementasi manajemen modern (Kamil,
2006:1).
11
I.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan pernyataan yang memberikan penekanan
utama atas permasalahan yang dibahas dalam sebuah tulisan. Sebuah penelitian
yang mengacu pada kaidah - kaidah yang baku dan mengutamakan keabsahan,
akan mencantumkan rumusan masalah dalam penelitiannya. Manfaat dari
rumusan masalah ini adalah untuk membatasi peneliti agar penelitiannya fokus
dengan apa yang diteliti dan tidak melebar dalam pembahasannya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana bentuk kemitraan
yang terjalin dan bagaimana kapasitas masing-masing aktor dalam
menunjang kemitraan pada pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci
Cave Tubing?”
Batasan-batasan dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut;
1. Bagaimana sistem kelola dan bentuk kemitraan yang terjalin dalam
pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing?
2. Bagaimana kapasitas masing-masing aktor dalam pengelolaan obyek
wisata Kalisuci Cave Tubing?
Posisi kapasitas dalam penelitian ini adalah sebagai penunjang dan
penjelas pada isu kemitraan yang dibahas. Penggunaan teori kapasitas dilatar
belakangi oleh kecocokannya dalam menjabarkan kemampuan masing-masing
aktor pada pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing.
12
I.3 Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave
Tubing ditinjau dari kajian wacana kemitraan dengan judul “Kemitraan dalam
Pengelolaam Obyek Wisata (Studi tentang Kemitraan dalam Mengelola
Obyek Wisata Minat Khusus Kalisuci Cave Tubing di Kecamatan Semanu
Kabupaten Gunungkidul)”.
Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah:
1. Aktor-aktor yang mengelola obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave
Tubing;
2. Kapasitas para aktor dalam mengelola obyek wisata minat khusus Kalisuci
Cave Tubing; dan
3. Sistem kelola kemitraan pada obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave
Tubing.
Penelitian ini akan membahas dan mendeskripsikan mengenai pengelolaan
objek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Sebagai mana pada ketiga poin
diatas, pembahasan nantinya akan difokuskan kepada perilaku-perilaku para aktor
serta kapasitas yang dimiliki dalam aktifitasnya pada pengelolaan objek wisata
minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Selain itu, karena system dan bentuk
pengelolaannya berbasiskan pada kemitraan, maka penelitian ini akan
menjabarkan kemitraan seperti apa yang dipakai dari sisi bentuk dan polanya.
Lalu, seberapa pentingkah penelitian ini harus dilakukan?, dengan dilatar
belakangi oleh kemampuan pemerintah daerah yang terbatas serta tanggung
jawabnya dalam mensejahterakan masyarakat, diharapkan hasil dari penelitian
13
tentang kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata Kalisuci Cave Tubing ini,
akan lebih membuka lagi mind set pemerintahan bahwa pihak swasta tidak
semuanya dan selamanya akan menjadi benalu yang sifatnya menghisap sari-sari
inangnya sampai habis, lalu mati. Akan tetapi apabila pemerintah bekerja sama
dengan swasta dengan didasarkan atas transparansi serta tanggung jawab dan
menitikberatkan kepada pembangunan ekonomi masyarakat, maka kerjasama
yang dilakukan akan memberikan hasil yang bagus, baik itu bagi pemerintah,
swasta maupun masyarakat.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Kapasitas masing-masing aktor, dan
2. Bentuk kemitraan yang terjalin antar aktor yang terlibat dalam pengelolaan
obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing.
B. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini menjadi suatu media ekspresi dan
pembelajaran mengenai rencana-rancana pengembangan selanjutnya di
obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing.
2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi
upaya menerapkan pengelolaan dan pengembangan obyek wisata berbasis
kemitraan dan masyarakat.
14
3. Bagi obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing, penelitian ini
diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang dapat
diimplementasikan guna pengembangan obyek wisata minat khusus
Kalisuci Cave Tubing.
4. Bagi pemerintah kabupaten Gunungkidul, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat terkait dengan upaya pengembangan obyek wisata
minat khusus Kalisuci Cave Tubing secara lebih optimal sehingga
memberikan kepuasan kepada wisatawan yang pada akhirnya akan
meningkatkan jumlah kunjungan dan nilai manfaat bagi masyarakat
setempat.
I.5 Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah-langkah
yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan
masalah atau mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan–pertanyaan tertentu.
Langkah-langkah yang dilakukan itu harus serasi dan saling mendukung satu
sama lain, agar penelitian yang dilakukan itu mempunyai bobot yang cukup
memadai dan memberikan kesimpulan–kesimpulan yang tidak meragukan
(Sumadi Suryabarata, 1992: 59-60).
Sementara itu, Djam’an Satori dan Aan Komariah (2010: 22)
mendefinisikan pengertian penelitian kualitatif sebagai ”Penelitian yang
menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang/jasa. Hal
15
terpenting dari suatu barang/jasa berupa kejadian/ fenomena/ gejala sosial adalah
makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi
suatu pengembangan konsep teori. Jangan sampai sesuatu yang berharga tersebut
berlalu bersama waktu tanpa meninggalkan manfaat. Penelitian kualitatif dapat
didesain untuk memberikan sumbangannya terhadap teori, praktis, kebijakan,
masalah-masalah sosial dan tindakan.
Berdasarkan uraian tersebut maka diputuskan untuk digunakan metode
penelitian kualitatif karena sesuai dengan apa yang akan dilakukan, yaitu
mengungkap dan memahami fenomena yang terjadi dan mengetengahkan hasil
penelitiannya kepada khalayak ramai. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2004: 4)
mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan
perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar
dan individu tersebut secara holistik (utuh).
Penelitian ini adalah sebuah penelitian deskriptif (descriptive research).
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat
pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian–kejadian.
Penelitian deskriptif adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata–
mata tidak perlu mencari hubungan atau menerangkan saling hubungan, mentest
hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi, walaupun
penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal–hal tersebut dapat mencakup
juga metode–metode deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
16
membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta–fakta
dan sifat–sifat populasi atau daerah tertentu (Sumadi, 1992: 18-19).
Tujuan dari penelitian deskriptif menurut Azwar adalah menggambarkan
secara sistematis dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau
mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau
kejadian. Data yang dikumpulkan semata–mata bersifat deskriptif sehingga tidak
bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, dan mampu
mempelajari implikasi (Azwar, 1998: 6).
Untuk model pendekatan atau paradigma yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan pendekatan Postpositivisme Phenomenologik-Interpretif,4 yaitu
pendekatan yang menyajikan data secara kualitatif, membuat telaah holistik,
mencari esensi dan mengimplisitkan nilai moral dalam observasi, analisis dan
pembuatan kesimpulan. Karakteristik dari paradigma postpositivisme
phenomenologik-interpretif merupakan pencarian makna dibalik data yang
diperoleh (Muhadjir, 2002: 79). Pendekatan ini mengakui adanya kebenaran
empirik etik yang memerlukan akal budi untuk melacak dan menjelaskan serta
berargumentasi, bahwa manusia tidak dapat lepas dari pandangan moralnya baik
pada taraf mengamati, menghimpun data, menganalisis maupun membuat
kesimpulan (Muhadjir, ibid.: 116). Pendekatan Phenomenologik bukan hendak
berfikir spekulatif melainkan hendak mendudukkan tinggi kemampuan manusia
dalam menggunakan logika berfikir reflektif untuk mengangkat makna etik dalam
4 Klasifikasi metodologi penelitian pada postpositivisme phenomenologik-interpretif mencakup:
interpretif grounded research, ethnometodologi, paradigma naturalistic, interaksi simbolik, semiotic, heuristic, hermeneutic atau holistic.
17
berteori dan berkonsep di balik fenomena empirik, kriterianya lebih tinggi lagi
dari sekedar mencari truth or false “benar atau salah”.
Salah satu model penelitian yang tergolong dalam pendekatan
Postpositisvisme Phenomenologik-Interpretif yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model paradigma Naturalistik, yaitu model penelitian yang telah
menemukan karakteristik kualitatif sempurna. Artinya bahwa kerangka pemikiran,
filsafat yang mendasarinya maupun operasionalisasi metodologinya bukan reaktif
atau sekedar merespon, melainkan membangun sendiri kerangka pemikirannya,
filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya (Muhadjir, Ibid.:147). Menurut
Guba dalam Muhadjir, konteks natural menjadi karakteristik pertama dalam
penelitian Naturalistik. Nasution (1988) menjelaskan bahwa penelitian
Naturalistik dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting), apa adanya,
tidak dibuat-buat atau sumber datanya tidak dikenai suatu tindakan (eksperimen),
oleh karena itu instrumen yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian
cenderung disebut sebagai subyek penelitian bukan obyek penelitian.
Dipilihnya penggunaan model kualitatif deskriptif dengan pendekatan
naturalistik karena penelitian yang dilakukan bertujuan mengungkap dan
memahami sesuatu di balik fenomena dalam pengelolaan obyek wisata minat
khusus Kalisuci Cave Tubing. Penulis menempatkan subyek yang diteliti dalam
kedudukan yang sejajar, karena tujuan utamanya adalah untuk belajar mengenai
fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Selain itu unsur manusia
digunakan sebagai instrumen atau alat pengumpul data yang utama atas
kemampuannya menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realita sehingga
18
mampu menangkap makna yang terkandung di balik fenomena, terlebih lagi untuk
menghadapi nilai-nilai yang terkandung di dalam pengelolaan obyek wisata minat
khusus Kalisuci Cave Tubing.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai obyek dalam penelitian ini adalah obyek
wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing yang terletak di Desa Pacarejo,
Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
C. Teknik Pengumpulan data
Pengumpulan data penelitian menggunakan teknik created base selection,
yaitu pemilihan subyek penelitian yang bersifat sementara dan mengoptimalkan
keragamannya sesuai dengan tujuan terbaik yang perlu dicapai dalam penelitian,
unit-unit sampling diseleksi secara berkelanjutan sesuai dengan informasi yang
diperoleh di lapangan. Sampling dalam Naturalistik mempunyai penafsiran yang
berbeda, yakni pilihan peneliti atas aspek apa, dari peristiwa apa dan siapa yang
dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu, dilakukan terus-menerus sepanjang
penelitian (Nasution, 1988: 29). Pemilihan metode pengambilan sampling
purposive karena lebih memungkinkan hal-hal yang dicari dapat dipilih pada
kasus-kasus ekstrim sehingga hal-hal yang dicari tampil menonjol dan lebih
mudah dicari maknanya (Muhadjir, 2002: 149). Hasil yang dicapai dalam
pengambilan sampel ini bukan untuk mencari generalisasi.
19
Kegiatan operasional yang dijalankan dalam rangka pengumpulan data
penelitian tertuang dalam uraian berikut ini:
1) Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang paling utama dalam
penelitian kualitatif karena luasnya cakupan dalam observasi. Observasi tidak
terbatas pada manusia saja, tetapi benda-benda sekecil apapun dan dalam bentuk
apapun dapat diamati melalui observasi langsung ke lapangan.
Observasi adalah pengamatan terhadap suatu obyek yang diteliti baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus
dikumpulkan dalam penelitian. Secara langsung adalah terjun ke lapangan terlibat
seluruh pancaindra. Secara tidak langsung adalah pengamatan yang dibantu
melalui media visual/audiovisual, misalnya teleskop, handycam, dll. Namun yang
terakhir ini dalam penelitian kualitatif berfungsi sebagai alat bantu karena
sesungguhnya observasi adalah pengamatan langsung pada “natural setting”
bukan setting yang sudah direkayasa. Dengan demikian pengertian observasi
penelitian kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap obyek untuk
mengetahui keberadaan obyek, situasi, konteks dan maknanya dalam upaya
mengumpulkan data penelitian (Djam’an & Aan, 2010: 105).
Observasi yang dilakukan melihat kondisi obyek wisata minat khusus
Kalisuci Cave Tubing, sarana yang dimiliki dapat menunjang kebutuhan para
wisatawan saat melakukan kegiatan wisata di Kalisuci. Hal ini perlu dilakukan
untuk menunjang kegiatan pengumpulan data yang lainnya.
20
Observasi dalam penelitian ini mulai dilakukan pada tahap awal
pembuatan proposal penelitian hingga (maksimal) 11 Mei 2013 seperti yang
tercantum pada draft perijinan penelitian yang diberikan oleh Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.
2) Wawancara
Beberapa definisi wawancara dikemukakan beberapa ahli sebagai berikut
(Djam’an Satori & Aan Komariah, Ibid: 129):
1. Berg (2007:89) membatasi wawancara sebagai suatu percakapan
dengan suatu tujuan, khususnya tujuan untuk mengumpulkan
informasi;
2. Sudjana (2000:234) wawancara adalah proses pengumpulan data atau
informasi melalui tatap muka antara pihak penanya (interviewer)
dengan pihak yang ditanya atau penjawab (interviewee);
3. Esterberg (2002), interview, a meeting of two persons to exchange
informations and idea through questions and responses, resulting in
communication and joint constructions of meaning about a particular
topic.
Menurut beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan wawancara
adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali
dari sumber data langsung melalui percakapan atau Tanya jawab. Wawancara
dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena mengeksplorasi informasi
secara holistic dan jelas dari informan.
21
Sebelum melakukan wawancara, peneliti dituntut menGoasai fokus dan
tujuan dalam penelitian, karena sering terjadi peneliti mendapatkan data
wawancara yang tidak relevan dengan fokus penelitian. Sesuai dengan metode
penelitian kualitatif berbentuk studi kasus yang dioperasionalkan dalam penelitian
ini, maka wawancara dilaksanakan menggunakan interview guide atau panduan
wawancara. Interview guide berfungsi sebagai penunjuk arah agar data
wawancara tetap representatif dengan tujuan penelitian. Petunjuk penelitian dibuat
sedemikian rupa dan bersifat terbuka sehingga mampu mengumpulkan data secara
akurat, signifikan dan mendalam.
Dalam penelitian ini, dilakukan wawancara pada pihak-pihak kunci yang
terkait dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing.
Pihak- pihak kunci tersebut adalah:
1. Bapak Dr. Cahyo Alkantana selaku Budget Supporting dan Pencetus ide
dibuatnya wilayah Kalisuci sebagai obyek wisata minat khusus Kalisuci
Cave Tubing,
2. Bapak Birowo Adhi, ST., MT. selaku kepala Bidang Pengembangan
produk wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul,
3. Sodara Nafikurrohman selaku manajer operasional pada pengembangan
dan pelatihan sumber daya manusia pada obyek wisata minat Khusus
Kalisuci Cave Tubing,
4. Bapak Muslam Winarta selaku Ketua 1 Kelompok Sadar Wisata Kalisuci,
5. Bapak Warsito selaku Ketua II Kelompok Sadar Wisata Kalisuci.
22
3) Studi Dokumentasi dan Kepustakaan
Studi dokumentasi menurut Nawawi dan Martini (2001) adalah;
mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama arsip-arsip dan
termasuk juga buku – buku tentang pendapat dan teori, dalil/ hokum dan lain –
lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini data yang
diperoleh dari sumber non manusia meliputi dokumen – dokumen, laporan –
laporan kegiatan, peraturan – peraturan dan lainnya yang berhubungan dengan
masalah penelitian. Selain itu digunakan juga data visual dalam bentuk foto
maupun rekaman video yang menggambarkan masalah yang diteliti.
Dokumentasi-dokumentasi yang menjadi salah satu bahan data dalam
penulisan laporan penelitian ini berupa:
1. Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 68 Tahun 2011 tentang Uraian
Tugas Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (terlampir);
2. Notulensi pertemuan karang taruna tentang pembangunan di Goa
Jomblang, desa Pacarejo, kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul
(terlampir);
3. Notulensi pertemuan dan public hearing/ sosialisasi pembangunan di Goa
Jomblang (terlampir);
4. Noutulensi pertemuan pembentukan awal Kalisuci Cave Tubing dan
pembukaan awal Kalisuci sebagai obyek wisata minat Khusus Cave
Tubing (terlampir);
5. Notulensi pada musyawarah evaluasi dari pembukaan Kalisuci Cave
Tubing (terlampir);
23
6. Notulensi pada rapat pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
Kalisuci Cave Tubing (terlampir);
7. Keputusan Kepala Desa Pacarejo tentang Pengurus Kelompok Sadar
Wisata Kalisuci Periode 2009-2014 (terlampir);
8. Daftar kunjungan wisatawan ke Kalisuci Cave Tubing dari Tahun 2011 s/d
2013 (inv. Pokdarwis Kalisuci);
9. Foto-foto kegiatan Cave Tubing di Kalisuci, dan
10. Brosur Kalisuci Cave Tubing.
D. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
1) Triangulasi
Moleong (2005: 330) mendefinisikan Triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data
itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui
sumber lainnya.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2005: 330). Hal itu
dapat dicapai dengan jalan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan data yang dikatakan orang di depan umum dengan data
yang dikatakannya secara pribadi.
24
c. Membandingkan data yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan data yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan
informasi yang diperoleh dari masing-masing informan. Informasi yang diperoleh
dari dinas pariwisata Kabupaten Gunungkidul, dibandingkan dengan informasi
dari pihak swasta, lalu kemudian menggali informasi dari masyarakat. Kemudian
juga dibandingkan dengan data hasil observasi yang dilakukan hingga akhirnya
diperoleh informasi yang mendukung data yang diperoleh, sehingga dapat diambil
kesimpulan.
2) Konfirmabilitas
Djam’an Satori dan Aan Komariah (2010: 174) menjelaskan operasional
dari uji konfirmabilitas yaitu menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses
yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian
yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabilitas.
Dalam penelitian harus ada proses, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya
ada.
Dalam penelitian ini untuk konfirmabilitas itu dilakukan dengan observasi
secara mendalam, bukan hanya sekilas saja, serta dengan melakukan pengecekan
terhadap data atau informasi yang cukup. Observasi tidak dilakukan hanya sekilas
25
dalam satu waktu, melainkan dilakukan selama beberapa hari dan memerlukan
waktu yang cukup untuk dapat memahami hasil pengamatan.
3) Referensi yang cukup
Keterbatasan referensi yang tersedia dapat menghambat penulis dalam
menginterpretasikan data yang telah masuk. Oleh karena itu, untuk menghindari
kedangkalan penelaahan kajian, diperlukan referensi selengkap mungkin; tidak
hanya terpaku pada satu atau dua referensi saja. Pada penelitian ini, tidak hanya
mengandalkan referensi buku-buku akademik saja, namun juga bersumber dari
referensi lainnya, seperti artikel-artikel maupun penelitian-penelitian tentang
pelaksanaan pengelolaan dan pembangunan obyek wisata yang berbasis
kemitraan.
E. Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2005: 248), analisa data
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah–milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan yang penting dari
yang dipelajari, dan memutuskan yang akan dapat diceritakan kepada orang lain.
Semua data yang telah diperoleh akan sangat berarti dan bermakna apabila data
tersebut dianalisis telebih dahulu sebelum menciptakan suatu kesimpulan, yang
dilakukan secara akurat dan seksama untuk diberi makna.
Beberapa cara yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut (Moleong,
2005: 248) :
26
1) Reduksi Data
Data primer yang diperoleh di lapangan diketik dalam bentuk laporan
sementara, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema atau polanya. Jadi, laporan lapangan sebagai bahan mentah
disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis.
Hasil wawancara dengan berbagai pihak, yaitu Dinas Pariwisata Gunung
Kabupaten Gunungkidul, Masyarakat (pokdarwis), dan pihak swasta, untuk
kemudian dirangkai secara lebih sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang
lebih jelas mengenai hasil penelitian. Tidak semua data hasil wawancara
dimasukkan dalam analisa data, namun perlu dipilah agar data atau kutipan
wawancara lebih tajam dan jelas.
2) Menarik Kesimpulan dan Verifikasi
Dari data yang diperoleh peneliti sejak awal, mencoba mengambil
kesimpulan. Kesimpulan pada mulanya memang masih sangat kabur dan
diragukan. Masih kaburnya kesimpulan awal ini antara lain disebabkan karena
masih minimnya data yang diperoleh, yang mendukung tujuan penelitian, tetapi
dengan bertambahnya data, kesimpulan dapat terlihat lebih jelas, karena data yang
diperoleh semakin lama semakin banyak dan mendukung tujuan penelitian, dan
kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi
dapat dilakukan dengan mencari data baru, dapat pula lebih mendalam dengan
melakukan wawancara beberapa kali.
27
I.6 Pelaporan
Pelaporan dan penyajian data bersifat deskriptif, karena penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi dalam kegiatan
pengelolaan wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Selain itu melalui
penggambaran fenomena tersebut juga dapat digunakan sebagai media untuk
mengevaluasi secara formatif setelah melalui proses melihat dan meneliti pola
pengelolaan wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing, kemudian dijadikan
sebagai umpan balik dalam upaya menarik kesimpulan serta merumuskan
rekomendasi-rekomendasi untuk pengelolaan yang lebih baik lagi kedepannya.
Paradigma Naturalis lebih memilih bentuk pelaporan studi kasus
(karakteristik Naturalistik yang kesepuluh) yang merupakan hasil pengungkapan
fakta dan penafsiran, karena dengan laporan studi kasus deskripsi realitas ganda
yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden dapat terhindar dari bias
(Muhadjir, 2002: 150). Peneliti mempunyai perhatian pada cara berfikir
responden dan memperhatikan nilai-nilai yang dianutnya karena responden lebih
memahami konteks penelitian daripada peneliti; selain itu responden dapat lebih
baik dalam memahami dan mengartikan pengaruh pola nilai-nilai lokal (Muhadjir,
Ibid). Dengan demikian peneliti dapat mempelajari, menerangkan atau
menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya
intervensi dari luar. Tujuan pelaporan studi kasus antara lain: 1) memungkinkan
transferabilitas hasil laporan pada kasus lain; 2) laporan merupakan bentuk
jawaban dari berbagai aksioma paradigma Naturalistik; 3) laporan merupakan alat
28
komunikasi dengan pembaca, perlu dijaga agar tampilannya benar-benar
grounded, holistik dan seperti yang terjadi (Muhadjir, 2002: 169).
Sistematika penulisan laporan terdiri dari 6 bab yang masing-masing
memiliki karakteristik dan nilai penjabaran yang berbeda. Bab I Pendahuluan
diawali dengan pembahasan mengenai perkembangan pariwisata yang terjadi
dikabupaten Gunungkidul selama 3 tahun terakhir, dijabarkan pula pertumbuhan
pengunjung serta pendapatan Kabupaten Gunungkidul dari sisi kepariwisataan.
Dalam pendahuluan, dicantumkan pula Sub Bab Perumusan Masalah, Fokus
Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta Metode Penelitian. Bab II
Kerangka Teori mnjelaskan dan menjabarkan teori-teori yang dipakai pada
penelitian yang dilakukan. Teori-teori tersebut yang nantinya akan menjadi acuan
dalam membahas kemitraan yang terjadi pada pengelolaan Obyek wisata minat
khusus Kalisuci Cave Tubing. Bab III Deskripsi Wilayah Penelitian
menggambarkan kondisi fisik Kalisuci, sarana prasarana yang ada di Kalisuci,
jumlah pengunjung dua tahun terakhir dan jumlah pemandu yang ada/ telah
tersertifikasi. Bab IV Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Kalisuci Cave
Tubing membahas tentang sejarah pengelolaan obyek wisata minat khusus
Kalisuci Cave Tubing dari awal sampai terbentuknya seperti saat ini. Selain itu
dalam bab ini dijabarkan pula profil stakeholder yang terlibat pada pengelolaan
obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Bab V Bentuk Kemitraan
dan Kapasitas Stakeholder dalam Pengelolaan Obyek wisata Minat Khusus
Kalisuci Cave Tubing menjabarkan apa dan bagaimana kapasitas masing-masing
29
aktor dan pola kemitraan yang terjalin antar stakeholder dalam pengelolaan obyek
wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing dengan ditinjau dari kajian
berdasarkan teori-teori yang tercantum dalam dalam Bab dua. Bab VI Penutup
menyarikan pembahasan bab-bab sebelumnya dan mengusulkan rekomendasi
pada pengelolaan wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing.