Post on 17-Sep-2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bendungan merupakan bagian utama dari keberadaan waduk, dimana
bangunan ini berfungsi untuk membendung aliran sungai sehingga diperoleh suatu
jumlah tampungan air sungai. Rembesan pada bendungan tanah yang tidak
terkendali dapat menyebabkan terjadinya keruntuhan pada bendungan, baik
berupa overtopping ataupun piping. Overtopping, yaitu keruntuhan bendungan
yang diakibatkan oleh meluapnya air melalui puncak bendungan karena debit
inflow yang besar melebihi kapasitas tampung spillway dalam mengalirkan debit
banjir yang terjadi sehingga mengakibatkan meluapnya air waduk di atas mercu
bendungan. Sedangkan keruntuhan bendungan dapat juga diakibatkan oleh
mengalirnya air melalui lubang-lubang pada tubuh/pondasi bendungan yang
sering disebut dengan piping, dalam prosesnya air rembesan dengan perlahan
akan membawa material penyusun tubuh bendungan sehingga lama-kelamaan
akan mempengaruhi stabilitas tubuh bendungan. Selain rembesan yang terjadi
baik yang diakibatkan oleh overtopping ataupun piping, kejadian hujan yang
cukup tinggi didaerah hulu bendungan juga dapat menyebabkan penambahan
volume pada bendungan yang menjadi pemicu terjadinya keruntuhan pada
bendungan yang memiliki kondisi yang tidak stabil.
Kejadian bencana akibat keruntuhan bendungan pernah terjadi di beberapa
wilayah di Indonesia dan negara lain. Pada tanggal 27 Maret 2009 terjadi
keruntuhan tubuh Situ Gintung di wilayah Cirendeu, Tangerang, Banten yang
menimbulkan 91 orang meninggal, 120 hilang, ratusan terluka, dan puluhan
bangunan rumah serta infrastruktur rusak berat. Pada tanggal 27 November 1967
pada bagian cover dam Bendungan Sempor yang sedang dibangun jebol,
menimbulkan korban jiwa sebanyak 127 orang dan nama-nama yang meninggal
dicantumkan pada batu nisan di plaza bendungan. Pada tanggal 9 Oktober 1963
terjadi overtopping di atas puncak Bendungan Vaiont di Italia sehingga
2
bendungan itu runtuh. Banjir besar yang disebabkan oleh runtuhnya bendungan
ini menelan korban jiwa tidak kurang dari 2.600 orang. Bendungan Teton di Idaho
Amerika Serikat setinggi 93 m runtuh pada tanggal 5 Juni 1976, mengakibatkan
empat belas orang meninggal. Peristiwa runtuhnya bendungan ini terjadi pada saat
pertama pengisian air waduk saat air dalam waduk telah hampir penuh. Bencana
akibat keruntuhan bendungan tersebut menimbulkan banyak korban jiwa dan
kerusakan yang parah pada permukiman dan infrastruktur-infrastruktur yang
dilaluinya. Selain itu, keruntuhan bendungan memiliki kecepatan terjang yang
cukup tinggi sehingga menyebabkan penduduk tidak sempat menghindar dan pada
akhirnya terbawa hanyut dan meninggal.
Pada tanggal 28-30 Juli 1998 Kota Samarinda mengalami bencana banjir
yang cukup parah dengan genangan air menggenangi Kota Samarinda setinggi 2-3
m selama 1 (satu) minggu yang mengakibatkan kerugian material dan non
material serta korban jiwa. Kejadian tersebut diakibatkan oleh jebolnya tanggul
Bendungan Lempake (biasanya masyarakat setempat menyebutnya sebagai
Waduk Benanga) yang berada di DAS Lempake, Sungai Karang Mumus,
Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Propinsi
Kalimantan Timur. Tanggul jebol yang diakibat oleh adanya curah hujan yang
cukup tinggi di daerah hulu selama beberapa jam serta kondisi bendungan yang
mengalami rembesan akibat piping pada bagian tanggul bagian kanan bendungan.
Bendungan Lempake yang telah berumur lebih dari 30 tahun, pada
awalnya merupakan bendung yang memiliki fungsi utama untuk memenuhi
kebutuhan air irigasi, namun lebih dari sepuluh tahun terakhir telah dimanfaatkan
untuk menampung air dari hulu DAS Karang Mumus sebelum masuk ke kota
Samarinda (bendungan), akan tetapi fungsinya belum optimal karena kondisi
bendungan yang tidak terpelihara dengan baik.Ini dapat dilihat pada Gambar 1.1
Bendungan Lempake dan Gambar 1.2 Kondisi Tanggul Bendungan Lempake
3
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.1 Bendungan Lempake
A A
B
B
SUNGAI KARANG MUMUS
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.2 Kondisi Tanggul Bendungan Lempake
Rembesan
4
Selain itu kondisi existing Bendungan Lempake saat ini, pada daerah hulu
Bendungan Lempake marak dilakukan pembukaan lahan untuk eksploitasi
tambang batu bara yang akan mempercepat pendangkalan dasar Bendungan
Lempake, sehingga umur bendungan akan cepat tercapai dari yang direncanakan
karena faktor sedimentasi dari hulu. Kondisi bangunan spillway dan tubuh tanggul
pada beberapa titik mengalami kebocoran pada sayap kanan dan kiri pelimpah
utama dan sayap kiri pelimpah darurat. Masalah longsoran juga telah terjadi
beberapa waktu seperti : longsoran yang terjadi pada + 150 m di hilir dari
pelimpah utama, area seluas + 40 x 50 m telah mengalami kerusakan longsor,
pada dasar sungai terjadi sembulan tanah akibat adanya dorongan tanah pada
bidang gelincir. Beberapa kerusakan yang terjadi pada Bendungan Lempake dapat
dilihat pada gambar-gambar berikut :
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.3 Kondisi Existing Bocoran Pada Bendungan Lempake
Bocoran pada Di Dinding Sayap Hilir Pelimpah Utama Bagian Kanan
Beberapa Lokasi Pusaran Air Di Hulu Pelimpah Utama Bendungan Lempake
5
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.4 Kondisi Existing Lubang Pada Tanggul Bendungan Lempake
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum – Prop. Kalimantan Timur)
Gambar 1.5 Existing Kondisi Hilir Bendungan Lempake
Masalah lain yang dihadapi oleh Bendungan Lempake ini, adanya
pertumbuhan penduduk di daerah hilir bendungan, sehingga jika terjadi
keruntuhan bendungan di bagian hilir akan mengakibatkan bencana yang cukup
fatal.
1.2. Tujuan Penelitian
Keruntuhan bendungan baik alam maupun buatan dapat menyebabkan
perambatan gelombang banjir yang sangat cepat ke bagian hilir bendungan.
Akibatnya banjir ini dapat menggenangi kawasan yang banyak terdapat
permukiman, fasilitas umum, dan daerah pertanian sehingga mempunyai potensi
Pemukiman Warga (Rumah Semi Permanen) Yang Berlokasi Tepat Di Hilir
Kaki Tanggul Bendungan Lempake Longsoran Bukit Di Hilir Bendungan
Lempake Mendesak Tebing Sungai Karang
Lubang Di Bawah Dinding Sayap Hulu Pelimpah Utama
Salah Satu Lubang Di Bawah Rumah Pintu Akibat Gerusan Rembesan Dari Hulu
6
menimbulkan kerugian harta benda, hancurnya infrastruktur yang ada, bahkan
korban jiwa. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan simulasi
pemodelan hidraulik akibat keruntuhan bendungan berdasarkan kejadian banjir
yang terjadi di Kota Samarinda pada tahun 1998.
1.3. Manfaat Yang Diharapkan
Dari hasil simulasi hidraulik keruntuhan bendungan dan kejadian banjir
pada tanggal 28 Juli 1998 maka dapat :
1. mengidentifikasi karakteristik kondisi bendungan yang ada, jika terjadi
keruntuhan bendungan,
2. mengetahui debit puncak banjir, elevasi muka air banjir maksimum, dan
kecepatan aliran sehingga pada masa mendatang apabila terjadi perulangan
kejadian bencana serupa maka daerah-daerah yang berpotensi terkena dampak
banjir dapat diidentifikasi,
3. diharapkan bahwa metode simulasi yang digunakan dapat diaplikasikan
sebagai upaya mitigasi daerah rawan bencana banjir bandang akibat
keruntuhan bendungan sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam
menyusun rencana tindak darurat dan sistem peringatan dini dalam kerangka
mitigasi bencana akibat keruntuhan bendungan bagi pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah serta penduduk yang tinggal di bagian hilir bendungan
tersebut.
1.4. Lokasi Penelitian
Lokasi titik awal simulasi direncanankan berada pada bendungan,
sedangkan titik akhir simulasi adalah pada pertemuan antara Sungai Karang
Mumus dengan Sungai Mahakam yang disajikan pada Gambar 1.6 Lokasi
Penelitian
7
(Sumber : Website Bappeda Kota Samarinda, 2010)
Gambar 1.6 Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini, Sungai Karang Mumus memiliki luas DAS 321.574
km2, panjang alur utama Sungai Karang Mumus 47.48 km, sedangkan jarak
Bendungan Lempake (waduk Benanga) sampai ke muara Sungai Karang Mumus
sepanjang + 17 km. Secara umum kondisi topografi daerah pengaliran Sungai
Bendungan
Lempake
Lokasi P Sungai Karang Mumus
Bendungan Lempake
8
Karang Mumus berbukit-bukit dan juga terdapat daerah datar khususnya di alur
Sungai Karang Mumus yang berada dalam kota Samarinda.
DAS Karang Mumus dengan luas 321.574 km2, luas 137.754 km2
sebagian berada pada wilayah Kota Sarnarinda terutama pada bagian tengah dan
hilir. Sebagian Wilayah hulu DAS Karang Mumus (DAS Lempake 192.329 km2)
berada pada Kabupaten Kutai Kertanegara. Hulu DAS Karang Mumus terletak di
Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kertanegara terutama wilayah Desa
Badak Mekar, Tanah Datar, dan sebagian besar Kecamatan Samarinda Utara. Ini
dapat dilihat pada Gambar 1.7 DAS Karang Mumus.
Bentuk yang lebih sesuai dengan karakteristik DAS Karang Mumus adalah
bentuk kipas di bagian hulu. DAS Karang Mumus mempunyai orde sungai 4.
Dengan bentuk dan orde sungai tersebut, debit puncak banjir relatif besar dengan
perjalanan banjir dari anak-anak sungai berbeda-beda waktunya.
9
X =
535.0
00
X =
530.0
00
X =
525.0
00
Y = 9.970.000
Y = 9.965.000
Y = 9.960.000
Y = 9.955.000
Y = 9.950.000
X =
510.0
00
Y = 9.945.000
MUARA BADAK
TANAH RATA
RAPAK SERDANG
PAMPANG DALAM
SAMARINDA ILIR
MUANG LAMA
BATU BESAUNG
PONDOK LABU
PINANG SERIBU BETAPUS
BAYUR
BENANGA
JOYOMULYO
BELIMAU
SIKOREJO
LEMPEKE JAYA
LEMPEKE
BATU CERMIN
G. BATU CERMIN
SAMARINDA
MUARA PAMPANG
GUNUNG KAPUR
PURWODADI
G. TANGGA
KEBON AGUNG
RIMBAWAN
TALANG SARI
MUNGIREJO
GUNUNGLINGAI
TEMINDUNG
SUPIDA DUA
SUPIDA TIGA
LEMPEKETEPIAN
SEMPAJA
BANYU BIRU
JAWA BARU
GUNUNG KALAWA
SUNGAI PINANG DALAM SOLONG
SUPIDA SATU
AIR HITAM
SIDODADI
AIR PUTIHBATUK LUMPANG
SAMARINDASUNGAI PINANG LUAR
KARANGMUMUS
SIDOMULYO
SUNGAI DANIA
BUGIS
GUNTUNG LAI
SUNGAI LANTUNG
BANGSAL SEPULUH
KARANGMUMUS ILIR
SAMARINDASAMARINDA ILIR
KARANGMUMUS ULU
SIMPANG BADAK BONTANG
G. LAMPU
Kmpg Dayak
Kmpg Muang
(Sumber : PT. METTANA Engineering Consultant, 2010)
Gambar 1.7 DAS Karang Mumus
DAS Lempake
A = 192.329 km2
DAS Karang Mumus Hilir
A = 129.56 km2
10
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut ini:
1. Tinjauan dibatasi pada aspek hidrologi dan hidraulika.
2. Debit banjir untuk simulasi banjir dibatasi pada banjir tanggal 28 Juli 1998
DAS Karang Mumus Hulu (DAS Lempake) sebagai catchment area.
3. Ruas Sungai Karang Mumus yang ditinjau adalah dari Sta 0010 (batas hilir)
sampai dengan Sta 2485 (batas hulu) dengan panjang sungai total 17.06 km
dan lokasi bendungan berada di Sta 2487.5.
4. Model geometri bendungan sesuai dengan observasi lapangan dan referensi
yang terkait.
5. Simulasi pemodelan dilakukan dengan software HEC-RAS versi 4.1.0 yakni
sebagai berikut:
a. Simulasi aliran banjir pada kondisi sungai asli tanpa terjadi keruntuhan
bendungan;
b. Simulasi yang memodelkan aliran banjir pada kondisi keruntuhan
bendungan akibat terjadinya piping pada tanggul sebelah kanan
bendungan; c. Simulasi berdasarkan QPMF aliran banjir pada kondisi keruntuhan
bendungan akibat terjadinya piping pada tanggul sebelah kanan
bendungan.
1.6. Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan penulis, kajian dan penelitian mengenai kejadian
keruntuhan bendungan belum pernah dilakukan sebelumnya. Tetapi pada lokasi
penelitian telah dilakukan kajian mengenai stabilitas tubuh bendungan pada
pekerjaan FS. Bendungan Karang Mumus yang dilakukan oleh rekanan Dinas
Pekerjaan Umum Bidang Sumber Daya Air Propinsi Kalimantan Timur. Dimana
stabilitas Bendungan Lempake dapat dilihat pada Tabel 1.1 Stabilitas Keamanan
Bendungan Lempake berikut :
11
Tabel 1.2 Stabilitas Keamanan Bendungan Lempake
Kondisi Pembebanan Parameter kuat geser
Gaya gempa
Nilai Angka Keamanan Udik Hilir
gempa w/o gempa gempa w/o gempa End of Construction total 50% 1.84 2.17 1.98 2.38 Muka Air Normal efektif 100% 1.93 3.20 1.51 2.17 Muka Air Pertengahan efektif 100% 1.79 2.64 1.60 2.31 Muka Air Banjir efektif 50% 2.80 4.18 1.72 2.06 Surut Cepat efektif 50% 1.72 2.09 1.81 2.21
(Sumber : PT. METTANA Engineering Consultant, 2010)
Dalam penelitian ini akan disimulasikan banjir akibat keruntuhan
bendungan di alur Sungai Karang Mumus secara 1 (satu) dimensi dengan data
masukan parameter keruntuhan tertentu untuk memperoleh hidrograf outflow
banjir dari rekahan yang dianggap mewakili kondisi sebenarnya pada saat
kejadian banjir titik kontrol yang telah ditetapkan. Diasumsikan keruntuhan
bendungan ini diakibatkan oleh piping yakni terjadi rembesan pada tanggul
sebelah kanan bendungan. Dalam penelitian ini juga akan dilakukan simulasi
dengan skenario variasi durasi dan nilai n’Manning yang berbeda untuk
mengetahui sensitifitas debit puncak terhadap parameter keruntuhan.
1.7. Batasan Masalah
Kompleksnya permasalahan dan beragamnya faktor-faktor yang
berpengaruh dalam penyelesaian penelitian ini serta berkenaan dengan kendala
penelitian khususnya ketiadaan informasi atau data yang mencukupi, maka
beberapa tetapan dan asumsi telah diterapkan, antara lain sebagai berikut:
1. Penelitian hidraulik dilakukan pada bagian tanggul sebelah kanan Bendungan
Lempake dan bagian hilir Bendungan Lempake;
2. Pasca kejadian tahun 1998, diasumsikan perubahan topografi relatif kecil
sehingga kondisi topografi pasca kejadian dianggap relatif sama dengan
sebelum kejadian;
12
3. Tidak meninjau adanya bangunan-bangunan melintang pada alur sungai
dibagian hilir bendungan;
4. Simulasi banjir tidak memperhatikan transpor sedimen di sungai;
5. Selama simulasi diasumsikan tidak terjadi perubahan bentuk tampang lintang
sungai;
6. Pemodelan keruntuhan bendungan menggunakan pemodelan keruntuhan
bendungan yang diakibatkan oleh kejadian piping;
7. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang didapatkan
dari Laporan pekerjaan FS. Bendungan Karang Mumus Kota Samarinda (PT.
METTANA Engineering Consultant, 2010) dan dari Laporan pekerjaan
Review Desain Normalisasi Sungai Karang Mumus (PT. Vitraha
Consindotama,2009).