Post on 11-Feb-2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai tingkat
keanekaragaman hayati yang tinggi, pemanfaatan obat tradisional di
Indonesia saat ini sudah cukup luas. Obat tradisional biasanya digunakan
dalam bentuk pengobatan sendiri atau sebagai obat yang diperoleh dari
pembeli pelayanan pengobatan. Obat tradisional telah dikenal luas
pemakaiannya di Indonesia, baik untuk pemeliharaan kesehatan maupun
untuk pengobatan penyakit-penyakit tertentu. Salah satu tumbuhan yang
dapat digunakan untuk pengobatan tradisional adalah daun kembang sepatu.
Daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) termasuk kedalam
keluarga Malvaceae, mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, senyawa
tersebut yang dapat menghambat berkembangnya bakteri di dalam tubuh
(Kairupan dkk, 2014).
Secara tradisional daun kembang sepatu dapat digunakan sebagai obat
panas, batuk, gonorrhoe, gondok, sakit kepala, obat bisul, kencing nanah, dan
haid tidak teratur. Selain itu telah dilakukan penelitian terhadap daun
kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) sebagai antibakteri dengan hasil
penelitian menunjukan bahwa ekstrak etanol daun kembang sepatu (Hibiscus
rosa-sinensis L.) dengan KBM 0,79% digunakan sebagai antibakteri (Avriza,
2011).
1
2
Dalam penelitian ini ekstrak daun kembang sepatu akan
diformulasikan dalam bentuk sediaan topikal salep, karena merupakan
sediaan dengan konsistensi yang cocok untuk terapi penyakit kulit yang
disebabkan oleh bakteri. Formulasi adalah campuran zat aktif dengan zat
lainnya yang mempunyai daya kerja sesuai dengan tujuan yang direncanakan.
Pada kesempatan ini penulis akan membuat salep dari ekstrak etanol
daun kembang sepatu dengan basis yang berbeda yaitu basis salep
hidrokarbon dan basis salep serap dan menguji stabilitas fisiknya.
Keuntungan basis salep hidrokarbon walaupun sulit dicuci dengan air tapi
mengabsorbsi sedikit air dari formulasi serta menghambat hilangnya
kandungan air dari sel-sel kulit dengan membentuk lapisan film, sedangkan
keuntungan basis salep serap mempunyai sifat yang lebih mudah tercuci
dengan air dibandingkan dasar salep berminyak (Anief, 2006).
Dengan demikian dapat dirumuskan judul penelitian yaitu
“FORMULASI SALEP EKSTRAK ETANOL 70% DAUN KEMBANG
SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L.) DENGAN BASIS HIDROKARBON
DAN SALEP SERAP”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
Formula salep dengan basis mana yang menghasilkan sediaan salep yang
stabil ?
3
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Membuat sediaan salep yang mengandung ekstrak etanol 70%
daun kembang sepatu dengan basis hidrokarbon dan salep serap.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui stabilitas sediaan salep yang mengandung ekstrak
etanol 70% daun kembang sepatu dengan basis hidrokarbon dan salep
serap dengan parameter pengujian organoleptis, pH, homogenitas dan
daya sebar.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi sediaan salep
ekstrak etanol daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan basis
hidrokarbon dan salep serap, kemudian sediaan tersebut di uji stabilitas
fisiknya pada suhu ± 40C, ± 300C dan ± 400C selama 4 minggu. Pengujian
tersebut dilakukan pada hari ke-0, 3, 7, 14, 21 dan 28 yang meliputi uji
organoleptis, pH, homogenitas dan daya sebar. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Farmasetika Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon dari
bulan Desember 2014 sampai dengan selesai.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Tanaman
a. Klasifikasi Tanaman Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Species : Hibiscus rosa-sinensis (Pekamwar S. S, 2013).
Gambar 1. Daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)
Nama lain dari bunga kembang sepatu adalah kembang wera,
kembang sepatu, bunga wera, bunga capatu, bunga bisu, bunga raya dan
lain-lain. Tanaman ini berbentuk semak dengan tinggi mencapai 3 meter,
4
5
daunnya berbentuk hati dengan bagian tepi bergerigi warnanya hijau
mengkilap. Ukuran bunganya kecil dengan petal seperti kuncup, tetapi
ada juga yang petalnya terbuka seperti terompet berukuran besar.
b. Kandungan dan manfaat kembang sepatu
Daun, bunga, dan akar kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)
mengandung flavonoida. Di samping itu daunnya juga mengandung
saponin dan polifenol, bunga mengandung polifenol, akarnya juga
mengandung tanin, saponin, skopoletin, cleomiscosin A dan
cleomiscosin C. Tanaman ini bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai
penyakit, antara lain (Widyaningrum,2011) :
1) Bronchitis
2) Kencing bernanah
3) Haid tidak teratur
4) Demam
5) Sariawan dan batuk
6) Gondok
7) Sakit kepala
c. Efek farmakologis
Efek farmakologis yang dimiliki oleh kembang sepatu diantaranya
antiviral (antivirus), antiradang (anti-inflamasi), antidiuretik,
menormalkan siklus haid dan meluruhkan dahak. Bunga kembang sepatu
juga digunakan untuk mengobati air kencing bernanah (gonorrhoea),
batuk berdahak dan bernanah, batuk rejan, bisul, bisul dikepala, borok,
disentri, haid tidak teratur, infeksi saluran kencing, melancarkan haid,
keputihan, ineksi saluran napas dan TBC. Selain itu, daunnya bisa
6
digunakan untuk mengobati bisul, demam karena malaria, gondongan,
mimisan, radang kulit, radang selaput lendir hidung, radang selaput mata
dan radang usus (Arief, 2008).
B. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga dapat terpisah dari bahan yang tidak dapat larut menggunakan
pelarut cair (Anonim, 2000). Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995). Dalam FI
edisi III menyebutkan, ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi
yang merupakan proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur kamar (Anonim, 1979;
2000). Keuntungan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang
digunakan mudah dan sederhana, sedangkan kekurangan maserasi adalah
proses yang membutuhkan waktu yang relatif lama dan penyariannya kurang
sempurna sehingga proses maserasi cocok digunakan untuk simplisia yang
lunak (Anonim, 1986).
Berdasarkan sifatnya ekstrak dibagi menjadi 3 yaitu ekstrak encer,
ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak encer memiliki konsistensi yang
dapat dituang, saat ini sudah tidak dipakai lagi. Ekstrak kental pada keadaan
dingin tidak dapat dituang serta kandungan airnya sampai 30%. Ekstrak
kering konsistensinya kering dan melalui penguapanncairan pengekstraksi
7
dan sisanya berbentuk suatu produk yang sebaiknya menunjukkan kandungan
lembab tidak lebih dari 5% (Voight, 1984).
Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena relatif lebih selektif,
kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun,
netral, penetrasinya baik, etanol dapat bercampur dengan air. Namun
penggunaan etanol sebagai penyari mempunyai kerugian relatif lebih mahal
serta dapat melarutkan damar dan klorofil. Penyarian untuk bahan baku obat
tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau
campuran etanol-air (Anonim, 1986).
C. Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen
dalam dasar salep yang cocok. Dasar salep yang cocok harus disesuaikan
dengan sifat obat dan tujuan pemakaian. Salep tidak boleh berbau tengik,
kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau
obat narkotika kadar bahan obat adalah 10%.
Salep jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen. Kecuali dinyatakan lain,
salep disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan
ditempat sejuk. Pada etiket juga harus tertera “OBAT LUAR” (Anomin,
2009).
8
1. Berdasarkan daya penetrasi bahan obat dapat dibedakan atas :
a) Salep epidermik
Salep ini tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit dan efek
terapinya terbatas pada permukaan kulit, jadi bekerja lokal. Tujuan
pemakaiannya sebagai salep penutup, guna melindungi jaringan
tertentu. Dasar salep yang dipakai : dasar salep hidrokarbon.
b) Salep endodermik
Salep ini mampu berpenetrasi ke dalam kulit, tetapi tidak
sampai melewati kulit. Tujuannya untuk pengobatan permukaan
kulit dan digunakan untuk melembutkan kulit, menghilangkan rasa
sakit, stimulans (merangsang) dan lokal iritasi. Dasar salep yang
digunakan : dasar salep serap.
c) Salep diadermik
Salep ini mampu berpenetrasi ke dalam kulit dan melewati
kulit, dapat mencapai peredaran darah dan menghasilkan efek
sistemik. Tujuannya untuk melindungi jaringan di bawah kulit.
Dasar salep yang digunakan : dasar salep yang dapat dicuci dengan
air dan dasar salep yang dapat larut dalam air.
2. Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep
a. Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
b. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada
peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan
9
air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep.
Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
c. Peraturan Salep Ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemak dan air, harus diserbuk terlebih dahulu kemudian diayak
dengan pengayak B40.
d. Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan,
campurannya harus digerus sampai dingin (Anonim, 2009).
D. Evaluasi salep
1. Organoleptis
Pengujian kualitas salep diawali dengan uji organoleptis. Pengamatan
yang dilakukan dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau dan warna
sediaan (Anief, 1997).
2. Homogenitas
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan
salep pada kulit dan plat kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak
terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan
memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik
akhir pengolesan (Anonim, 1979).
3. pH
Pengujian nilai pH dimaksudkan untuk membandingkan nilai pH
salep dengan nilai pH kulit agar tidak mengiritasi kulit dan nyaman
digunakan, nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan
10
nilai pH kulit manusia. Pengukuran nilai ph ini menggunakan pH
universal (Tranggono dan Latifa, 2007).
4. Daya sebar
Pengujian daya sebar ini dilakukan dengan memberikan beban pada
salep dan diukur diameter penyebarannya. Pengukuran diameter daya
sebar dilakukan setelah salep tidak menyebar lagi atau kurang lebih 1
menit setelah pemberian beban, sediaan salep yang nyaman digunakan
memiliki daya sebar 5-7 cm (Grag et al, 2002).
E. Stabilitas
Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan
kemanjuran dari produk obat. Sebuah produk obat yang tidak memiliki
kestabilan yang cukup dapat mengakibatkan perubahan fisik serta
karakteristik kimia. Penentuan kadaluarsa obat dilakukan melalui serangkain
pengujian yang disebut uji stabilitas obat.
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau
kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,
kualitas, dan kemurnian produk. Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas
adalah ukuran partikel, pH, sifat air dan pelarut yang digunakan, suhu,
radiasi, cahaya, kelembaban dll.
1. Metode Pengujian Stabilitas Obat
a. Uji Stabilitas Jangka Panjang
Untuk produk baru biasanya pengujian dilakukan padda suhu
kamar yang dikendalikan (300C ± 20C), kecuali untuk obat yang peka
11
terhadap suhu dilakukan pada suhu rendah (50C ± 20C) dengan rentan
waktu pengujian pada hari ke 0, 3, 9, 12, 18, 24, 36, 48, dan 60.
b. Uji Stabilitas Dipercepat
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapat informasi yang
diinginkan dalam waktu sesingkat mungkin dengan menyimpan
sediaan pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya
perubahan yang biassa terjadi pada kondisi normal. Jika hasil
pengujian pada uji dipercepat selama tiga bulan diperoleh hasil yang
stabil, berarti menunjukkan bahwa sediaan tersebut stabil pada suhu
kamar selama setahun.
Untuk produk baru biasanya pengujian dilakukan pada suhu
ekstrem yang dikendalikan (400C ± 20C), kecuali untuk obat yang
peka terhadap suhu dilakukan pada suhu ruangan (250C ± 20C) dengan
rentan waktu pengujian pada bulan ke 0, 1, 2, 3, dan 6.
Pengujian uji dipercepat dapat dilakukan dengan cara :
1) Suhu yang dinaikkan
Setiap kenaikkan suhu 100C akan mempercepat reaksi dua
smpai tiga kalinya, tetapi cara ini agak terbatas karena perubahan
yang terjadi pada suhu yang jauh diatas normal.
2) Kelembaban yang dinaikkan
Uji ini dilakukan untuk menguji produk dan kemasannya.
Jika terjadi perubahan pada produk dalam kemasannya karena
pengaruh kelembaban, maka hal ini menandakan bahwa
kemasannya tidak memberikan perlindungan cukup dari atmosfer.
12
3) Cycling test
Uji ini bertujuan sebagai simulasi adanya perubahan suhu
setiap tahun bahkan setiap harinya. Uji ini dilakukan pada suhu
atau kelembaban pada interval tertentu, misalnya dengan
menyimpan sediaan pada suhu 40C selama 24 jam lalu
menyimpannya pada suhu 400C selama 24 jam. Waku
penyimpanan dengan suhu yang berbeda dianggap sebagai satu
siklus dan dilakukan sebanyak 6 siklus (12 hari).
4) Centrifugal test
Tujuannya untuk mengalami terjadinya pemisahan dari fase
emulsi. Sampel di sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama
5 jam atau 5000-10000 rpm selama 30 menit. Sebaiknya
sentrifugasi pada kecepatan tinggi cenderung dapat mengubah
bnetuk globul fase internal yang terdispersi dan memicu
terjadinya koalesen (Budiman, 2008).
F. Pemerian bahan
1. Adeps Lanae
Pemerian : Zat berupa lemak, liat, lekat, kuning muda atau kuning pucat,
agak tembus cahaya, bau lemah dan khas.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol
(95%) P, mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Khasiat : Zat tambahan (Anonim. 1979; 61).
13
2. Cetyl Alcohol
Pemerian : Butiran atau potongan, licin, putih, bau khas lemah, rasa
tawar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P dan dalam
eter P.
Khasiat : Zat tambahan (Anonim. 1979; 570).
3. Cera Alba
Pemerian : Zat padat, lapisan tipis bening, putih kekuningan, bau khas
lemah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol
(95%) P dingin, larut dalam kloroform P, dalam eter P
hangat, dalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri.
Khasiat : Zat tambahan (Anonim. 1979; 140).
4. Vaselinum Album
Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap setelah zat
dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.
Berfluoresensi lemah, juga jika dicairkan, tidak berbau, tidak
hampir berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut
dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak
tanah P.
Khasiat : Zat tambahan (Anonim. 1979; 633).
5. Methylis Parabenum
Pemerian : Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa, kemudian agak membakar dikuti rasa tebal.
14
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton
P; mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali
hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam
40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan
larutan tetap jernih.
Khasiat : Zat pengawet (Anonim. 1979; 378).
Konsentrasi : Sediaan topikal adalah 0,02-0,3% (Johnson & Steer, 2006).
6. Natrii Metabisulfit
Pemerian : Hablur atau serbuk, yang berbentuk hablur tidak berwarna,
yang berbentuk serbuk berwarna putih atau kuning gading,
bau belerang, rasa asam dan asin.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian air, sukar larut dalam etanol (95%) p.
bebas larut dalam gliserin.
Khasiat : Antioksidan.
Konsentrasi : Sediaan topikal adalaah 0,01-1,0% (Anomin, 1995).
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang digunakan dengan menggunakan metode penelitian
deskriptif yaitu penelitian untuk menggambarkan stabilitas salep ekstrak daun
kembang sepatu.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel yang digunakan adalah salep ekstrak etanol 70%
daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan basis salep serap
dan basis hidrokarbon yang dibuat di Laboratorium Farmasetika Akademi
Farmasi Muhammadiyah Cirebon.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika Akademi
Farmasi Muhammadiyah Cirebon yang bertempat di jalan Cideng Indah no.3
Cirebon, waktu pelaksanaan pada bulan Desember 2014 sampai dengan
selesai.
D. Cara Pengumpulan Data
1. Pengumpulan Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian
atau percobaan yang dilakukan terhadap massalah yang diamati dengan
15
16
menguji stabilitas, pH dan organoleptis sediaan topikal salep buatan
sendiri.
2. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh berdasarkan hasil study
literatur dari beberapa buku sumber dari perpustakaan, sebagai acuan bagi
penyusun dalam melakukan penelitian.
E. Alat dan Bahan
I. Alat
1. Batang pengaduk ( Pyrex )
2. Botol maserasi
3. Cawan penguap ( Pyrex )
4. Kaca arloji ( Pyrex )
5. Lemari pendingin
6. Mortir
7. Oven
8. pH indikator universal
9. Penangas air
10. Spatel
11. Stamper
12. Timbangan mg dan gram
II. Bahan
1. Simplisia daun kembang sepatu
2. Adeps lanae ( Mustika Lab )
3. Setil alkohol ( Bratacho )
17
4. Cera alba ( Bratacho )
5. Vaselin album ( Mustika Lab )
6. Methyl paraben ( Bratacho )
7. Natrii metabisulfit ( Mustika Lab )
F. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan ekstrak etanol daun kembang sepatu
a. Daun kembang sepatu dikeringkan dengan cara dioven dengan suhu
400C.
b. Kemudian simplisia daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)
dirajang dan diekstraksi dengan metode maserasi.
c. 100 gram simplisia dengan derajat halus dimasukkan kedalam bejana
kemudian tuangi 750ml etanol 70%, tutup dan biarkan selama 3 hari
terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang di aduk.
d. Setelah 3 hari sari disaring, ampas diperas kemudian ampas dicuci
dengan etanol 70% hingga 1000ml.
e. Kemudian ekstrak cair tersebut divakum evaporator untuk
mempermudah pada proses penguapan.
f. Setelah divakum evaporator hasil tersebut akan diuapkan diwaterbath
sampai terbentuk massa kental.
18
2. Formulasi salep
BahanKonsentrasi (gram)
F 1 (hidrokarbon) F 2 (salep serap)
Ekstrak daun kembang sepatu 0,8 0,8
Methyl paraben 0,1 0,1
Natrii metabisulfit 0,5 0,5
Adeps lanae - 2,95
Setil alkohol - 2,95
Cera alba 4,93 7,88
Vaselin album 93,67 84,79
3. Pembuatan salep ekstrak etanol daun kembang sepatu
a. Formulasi 1
1) Timbang masing-masing bahan
2) Lelehkan cera alba + vaselin album diwaterbath, setelah leleh
masukkan ke dalam mortir gerus hingga dingin.
3) Masukkan ekstrak daun kembang sepatu ke mortir, gerus hingga
homogen.
4) Masukkan methyl paraben ke mortir, gerus hingga homogen.
5) Masukkan natrii metabisulfit ke mortir, gerus hingga homogen.
6) Masukkan ke dalam pot salep dan uji stabilitas fisiknya.
b. Formulasi 2
1) Timbang masing-masing bahan
2) Lelehkan adeps lanae + setil alkohol + cera alba + vasselin album
diwaterbath, setelah leleh masukkan ke mortir gerus hingga dingin.
19
3) Masukkan ekstrak daun kembang sepatu ke mortir, gerus hingga
homogen.
4) Masukkan methyl paraben ke mortir, gerus hingga homogen.
5) Maukkan natrii metabisulfit ke mortir, gerus hingga homogen.
6) Masukkan kedalam pot salep dan uji stabilitas fisiknya.
G. Evaluasi Sediaan Salep
1. Uji organoleptis
Uji ini dilakukan dengan pengamatan secara organoleptis dimana
sediaan disimpan pada suhu ± 40C, ± 300 C dan ± 400C dalam wadah.
Tiap 1 minggu sekali diamati dalam jangka waktu 4 minggu mulai hari
ke-0. Pengamatan meliputi perubahan bau, warna dan proses pemisahan.
2. Uji pH
Uji ini menggunakan stik pH indikator universal dengan cara
mengencerkan 0,5 gram salep dengan 5 ml aquadest, kemudian stik
dicelupkan ke dalamnya. Pengujian ini dilakukan tiap 1 minggu sekali
selama 4 minggu mulai hari ke-0.
3. Uji homogenitas
Uji ini dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan pada plat
kaca dan pengolesan dipermukaan kulit. Salep yang homogen ditandai
dengan tidak terdapatnya gumpalan yang dapat mengiritasi kulit.
Pengujian ini dilakukan tiap 1 minggu sekali selama 4 minggu mulai hari
ke-0.
20
4. Uji daya sebar
Uji ini dilakukan dengan cara meletakkan 0,5 gram salep diantara dua
lempeng objek transparan yang diberi beban secara bertahap selama
kurang lebih 1 menit, kemudian hitung diameter daya sebar salep
tersebut. Pengujian ini dilakukan tiap 1 minggu sekali selama 4 minggu
mulai hari ke-0.
H. Skema Penelitian
1. Ekstraksi daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)
Daun Kembang Sepatu
- Sortasi basah- Di oven 400C
Simplisia daun kembang sepatu
- Sortasi kering- Rajang- Timbang
Simplisia daun kembang sepatu 100 gram
Maserasi dengan etanol 70%
AmpasEkstrak etanol 70% cair
daun kembang sepatu
- Vakum evaporator- Penguapan di waterbath
Ekstrak kental daun kembang sepatu
21
2. Perlakuan
Uji pHUji organoleptis Uji homogenitas
Evaluasi sediaan salep
Formulasi 2
Basis salep serap
Formulasi 1
Basis hidrokarbon
Ekstrak kental daun kembang sepatu
Uji daya sebar