Post on 26-Nov-2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kebutuhan minyak pelumas dari tahun ketahun semakin meningkat.
Peningkatan ekonomi dan aktifitas industri mendorong bertambahnya jumlah
kendaraan dan mesin-mesin industri yang berakibat pada naiknya konsumsi
minyak pelumas dalam negeri. Tahun 2010 kebutuhan akan minyak pelumas
di Indonesia mencapai 650.000 kiloliter dan terus meningkat 2-5% tiap
tahunya (Anonim, 2011). Peningkatan jumlah konsumsi minyak pelumas akan
berakibat terhadap pertambahan jumlah minyak pelumas bekas. Potensi
minyak pelumas bekas dapat mencapai 70-80% dari total jumlah konsumsi
minyak pelumas tiap tahun-nya. Minyak pelumas bekas termasuk jenis limbah
bahan berbahaya dan beracun atau disingkat juga dengan B3 yang dalam
penaggulanganya jika tidak ditanggulangi dengan baik dapat mencemari
lingkungan. Penanganan tentang pengelolaan limbah B3 sendiri telah diatur
dalam peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 74 tahun 2001 tentang
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
Minyak pelumas bekas atau yang dalam keseharianya disebut juga
dengan oli bekas pada dasarnya adalah minyak pelumas yang dalam
pemakaianya telah mengalami berbagai macam gesekan dan tercampur
dengan kotoran dari komponen-komponen mesin, sisa pembakaran maupun
debu, hal ini menyebabkan efektifitas minyak pelumas menurun dan
kontaminan yang didalamnya bila dibiarkan terlalu lama akan menjadi partikel
yang abrasive dan merugikan, Jika ditinjau dari segi tersebut maka dengan
menghilangkan sejumlah kontaminan dan mengembalikan sifat pelumasan
yang dimilikinya minyak pelumas sangat berpotensi jika didaur ulang
kembali.
Dalam rangka efisiensi dan penghematan minyak bumi Lube base oil
sebagai bahan dasar pembuatan minyak pelumas merupakan salah satu produk
olahan dari minyak bumi ketersedianya terbatas dan semakin menipis.
1
Produksi lube base oil dalam negeri rata-rata tiap tahunya adalah 2,5 juta barel
(ESDM, 2011), hal ini sangat bergantung pada potensi minyak mentah dan
kapabilitas kilang pengolahan. Produksi minyak mentah dan kilang
pengolahan unit Cilacap menjadi satu-satunya tumpuan produksi lube base oil
dalam negeri, keterbatasan cadangan minyak dan jumlah produksi ini jika
dijadikan sumberdaya utama penghasil minyak pelumas dalam negeri sangat
tidak mencukupi dengan jumlah konsumsi minyak pelumas yang dari tahun ke
tahunya semakin bertambah. Pengolahan kembali minyak pelumas bekas
merupakan salah satu solusi dalam penanganan masalah ini.
Daur ulang minyak pelumas bekas selain merupakan salah satu
alternatif dalam rangka efisiensi dan penghematan konsumsi minyak bumi
juga dapat mengurangi pencemaran. Dan energi yang diperlukan untuk
pengolahan oli bekas hanyalah sepertiga dari yang dibutuhkan-untuk
mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik. Daur ulang minyak
pelumas dilakukan dengan cara memurnikan kembali kandungan dasar
minyak pelumas (base oil) sehingga dapat digunakan lagi sebagai bahan dasar
oli baru. Metode yang digunakan dapat bermacam-macam mulai dari
teknologi Mohawk CEP, Hylube Process, Cyclon Process, Meinkein Process,
hingga Revivoil Process.
Salah satu metode yang digunakan dalam pemurnian oli bekas yaitu
metode acid and clay yaitu proses pemurnian dilakukan dengan menggunakan
asam kuat sebagai pelarut dan clay dalam menjerap kontaminan dari sisa
pelarutan asam. Asam sulfat (H2SO4) sebagai salah satu senyawa asam kuat
umum kita jumpai penggunaanya sebagai bahan dalam pemrosesan bijih
mineral, oksidator pada karatan besi dan baja serta alkilasi pada pengilangan
minyak. Sifatnya yang dapat bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan
dapat digunakan dalam menghilangkan sejumlah kontaminan yang terkandung
dalam minyak pelumas bekas. Dalam prosesnya, penggunaan metode acid
dalam pemurnian oli bekas masih membutuhkan sejumlah perlakuan lebih
lanjut untuk mengembalikan karakteristik minyak pelumas. (Petder,2012)
2
Tanah liat sebagai komoditas bahan galian golongan C di wilayah
NTB khususnya pulau Lombok ketersediaannya cukup memadai.
Dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan utama pembuatan kerajinan
gerabah, batu bata dan industri keramik. Tanah liat adalah mineral alam dari
keluarga silikat yang berbentuk kristal dengan struktur berlapis dan
mempunyai ukuran partikel lebih dari 2 mikrometer, bersifat liat jika basah
(bersifat plastis) dan mengeras jika kering. Tanah liat atau lempung
mengandung leburan silika dan aluminium yang halus. Struktur dasar unit
silika dan unit alumina pada tanah liat mempunyai kemampuan untuk
menyerap anion atau kation yang sangat berpotensi bila dimanfaatkan sebagai
absorbant. (Rusmini, 2011)
Beberapa hal yang telah diuraikan tersebut mendasari penulis untuk
melakukan penelitian mengenai daur ulang oli bekas dengan menggunakan
tanah liat untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan dasar pelumas.
1.2 Rumusan Masalah
Pemurnian oli bekas untuk dijadikan bahan dasar minyak pelumas,
haruslah memiliki sifat dan karakteristik yang sesuai untuk dijadikan sebagai
bahan dasar pelumas yang baik. Pemurnian dilakukan tidak hanya bertujuan
untuk menghilangkan sejumlah kontaminan namun dapat mengembalikan lagi
sifat pelumasan yang dimiliki oleh minyak pelumas. Tanah liat sebagai salah
satu sumber daya alam di NTB ketersedianya memadai dan dapat digunakan
sebagai zat pengadsorbsi guna mengembalikan karakteristik maupun
menyerap kontaminan minyak pelumas bekas.
Untuk dari itu dianggap perlu dilakukanya penelitian untuk
menentukan sejauh mana efektifitas H2SO4 dan tanah liat dalam mengikat
kontaminan dan pengaruhnya terhadap karakteristik minyak pelumas hasil
daur ulang.
1.3 Batasan Masalah
a. Tanah liat yang digunakan diambil dari Desa Bundir Kecamatan Praya
Barat Kabupaten Lombok Tengah.
3
b. Konsentrasi asam sulfat yang ditambahkan adalah 5,10 dan 15% (ml).
c. Massa tanah liat yang ditambahkan adalah 300,400 dan 500 gram.
d. Tidak membahas kandungan unsur kimia yang ada dalam kontaminan.
e. Sifat dan karakteristik yang diuji adalah viskositas kinematik, kandungan
air, specific gravity, dan warna.
f. Oli bekas yang digunakan adalah minyak pelumas bekas dari penggunaan
mesin diesel ( Meditran S SAE 40, Pertamina).
g. Ukuran tanah liat yang digunakan adalah 74 mikron (mesh 200).
1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui perbandingan campuran optimal asam sulfat dengan oli
bekas.
2. Untuk mengetahui perbandingan campuran optimal tanah liat dengan oli
bekas.
3. Untuk mengetahui karakteristik oli hasil dari pengolahan oli bekas.
1.5 Manfaat
Untuk mendapatkan oli daur ulang yang dapat digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan oli baru (base oil) dari hasil teknologi daur ulang.
1.6 Hipotesis
Adapun dugaan awal yang ingin dibuktikan dalam penelitian pemurnian
minyak pelumas bekas dengan metode acid dan clay ini dapat menghilangkan
sejumlah kontaminan dan mengembalikan karakteristik minyak pelumas dasar
yang dihasilkan.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan pustaka
Penggunaan tanah liat sebagai adsorben telah banyak digunakan dalam
berbagai macam penelitian dikarenakan sifatnya yang dapat terikat dengan
minyak serta air. Rusmini dan Dina, 2011 dalam jurnalnya yang berjudul
“adsorpsi pengotor solar produksi tradisional Bojonegoro dengan variasi
ukuran dan massa clay “ dikemukakan bahwa bahan-bahan asphaltik pengotor
minyak solar akan terbawa masuk oleh minyak kedalam setiap bagian pori-
pori dari clay, hal tersebut karena adanya kandungan alumina dan silikat yang
terdapat dalam clay yang efektif untuk menarik bahan-bahan asphaltik tersebut
dan mengurungnya di dalam pori-pori, yakni pada bagian aktif dari clay. Dari
penelitian yang dilakukan dapat diungkapkan bahwa dari variasi massa clay
yang ditambahkan dapat dilihat bahwa dengan kenaikan massa clay maka
terjadi penurunan warna solar. Hal ini menunjukkan semakin baiknya kualitas
warna solar. Semakin banyak jumlah clay maka tersedia adsorben dalam
jumlah yang lebih banyak. Sehingga semakin banyak pori yang mampu diisi
oleh pengotor. Dengan demikian solar yang dihasilkan semakin jernih atau
kualitasnya meningkat.
Haryanto, 2004 dalam penelitianya yang berjudul “penjerapan
tembaga (II) dalam air limbah dengan beberapa jenis tanah (tanah
berlempung, tanah lempung pasir dan tanah pasir)” hasil dari peneliatiannya
tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tiga jenis tanah alam lokal dari
desa Sunken ,desa Sindon dan desa Glonggong Jawa Tengah pada keadaan
kesetimbangan tanah berlempung, tanah lempung pasir dan tanah pasir
mempunyai kemampuan penjerapan tembaga yang sebanding dengan
konsentrasi awal, pada konsentrasi awal yang sama tanah berlempung
mempunyai kemampuan penjerapan yang lebih besar dari pada tanah lempung
pasir dan tanah pasir. Kondisi ini disebabkan oleh kandungan komponen
5
lempung yaitu alumunium dan silika yang mudah tergantikan oleh tembaga.
Kemampuan penjerapan tanah berlempung dapat mencapai maksimal 98%
pada 12,45 ppm terhadap penyerapan logam berat baik itu tembaga, timah
hitam,kromium,kadmium,nikel,kobat dan seng yang terkandung dalam air
limbah. Untuk tanah lempung pasir pejerapan maksimal 76 % dan tanah pasir
penjerapan dapat mencapai maksimal 72%.
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Minyak Pelumas
Pada suatu peralatan/mesin dapat dipastikan bahwa terdapat banyak
komponen yang bergerak baik dalam bentuk gerakan angular maupun
gerakan linear. Gerakan relatif antar komponen mesin akan menimbulkan
gesekan, dimana gesekan ini dapat menurunkan efisiensi mesin,
meningkatnya temperatur, keausan, dan berbagai efek negatif lainya.
Gesekan antara komponen mesin tersebut salah satunya dapat diminimalkan
dengan menggunakan minyak pelumas. Minyak pelumas atau oli adalah
suatu bahan (biasanya berbentuk cairan) yang berfungsi untuk mereduksi
keausan antara dua permukaan benda bergerak yang saling bergesekan
(Pratiwi, 2013 ).
Sejarah penggunaan minyak pelumas pada awalnya masih belum
diketahui dengan pasti. Namun, bermacam bentuk bearing telah ditemukan di
Timur Tengah beberapa ribu tahun yang lalu sebelum masehi (SM). Konsep
pelumas sudah dimulai sejak ribuan tahun sebelum masehi meskipun pada
waktu itu hanya menggunakan air. Pelumas yang ada pada waktu itu
dilakukan oleh orang Mesopotamia dengan ditemukannya sebuah roda bagian
dari alat pembuatan tembikar peninggalan 4000 tahun sebelum masehi. Pada
waktu itu, ditemukan bentuk bearing primitive dengan bahan bituminous
menempel pada bearing tersebut. Hal ini sudah diduga adanya penggunaan
pelumas yang berasal dari deposit minyak yang ada dipermukaan tanah. Pada
tahun 3000 SM di Timur Tengah sudah cukup banyak digunakan kereta
tempur dengan roda meski dalam jumlah yang sedikit yang sudah bisa
6
diketahui jenis pelumasnya, yaitu campuran kapur dan lemak binatang.
Selanjutnya pada lukisan dinding dari mesir kuno sekitar tahun 2000 SM,
memperlihatkan patung-patung ditarik diatas tanah dengan menuangkan
cairan yang diduga sebagai bahan pelumas. Menurut Dowson dalam bukunya
yang berjudul “The Histori of Tribology”, menduga patung-patung tersebut
ditarik diatas silinder kayu yang diberi pelumas air, dimana dapat
menguraikan hubungan gesekan pada sistem tersebut dengan besarnya tenaga
para budak yang tergambar dalam hieroglif.
Pada peradaban Romawi dan Yunani kuno telah diproduksi
berbagai peralatan yang menggunakan roda seperti mesin bubut, gear, alat
katrol mekanis, yang ditemukan sekitar tahun 1930 dengan menggunakan
prinsip ballad and roller bearing. Pliny pada abad pertama tahun masehi
telah membuat daftar pelumas yang dapat digunakan pada jaman tersebut,
dimana secara umum adalah penggunaan lemak binatang dan minyak
tumbuhan. Hal ini tetap berlanjut hingga terjadinya revolusi industri dimana
minyak zaitun banyak dipakai sebagai pelumas di Eropa Selatan dan minyak
dari biji-bijian digunakan di Eropa Utara dan Barat. Minyak bumi baru
digunakan di daerah tersebut setelah ditemukannya minyak yang merupakan
rembesan dari Rusia dan Timur Tengah.
Pada awal penggunaannya, minyak mineral dihasilkan dari
destilasi batubara. Pada tahun 1850, minyak bumi dalam skala kecil sudah
mulai diproduksi di Amerika, Kanada, Rusia dan Romania dan terus
berkembang pada industri perminyakan modern. Minyak bumi cair harus
didistilasi dan difraksionasi hingga menjadi produk-produk yang dapat
dieksploitasi lebih jauh. Fraksi yang berat dari minyak bumi dapat digunakan
sebagai minyak pelumas. Tahap selanjutnya ditemukan bahwa dengan
distilasi bertekanan (Vacum Destillation), fraksi berat dapat dipisahkan tanpa
terjadinya oksidasi pada produk. Hal ini disebabkan oleh titik didih fraksi
tersebut lebih rendah karena tekanan vakum dan dengan temperatur lebih
rendah campuran tersebut lebih mudah dipisahkan. Dengan adanya
pengolahan minyak bumi yang menghasilkan produk fraksi minyak lumas
7
yang lebih murni dapat memberikan peningkatan ketahanan beberapa sifat
minyak pelumas.
Pada perkembangan teknologi disemua bidang maka dituntut
pula perkembangan dalam bidang perminyakan pelumas. Hal ini disebabkan
oleh adanya perkembangan dibidang mesin, dimana menghasilkan mesin-
mesin modern yang mempunyai nilai kerja lebih unggul. Mulai tahun 1920
dihasilkan produk pelumas yang baik dengan menggunakan vacuum
distillation dan beberapa fraksinya dikombinasikan dengan sabun untuk
mendapat gemuk. Beberapa aditif untuk meningkatkan performa base oil
(minyak lumas dasar) dari minyak bumi telah dikembangkan dan
penggunaannya meningkat ditahun 1930. Pada awalnya hanya sekedar untuk
meningkatkan sifat-sifat fisik pelumas, kemampuan mengontrol kerusakan
minyak itu sendiri menjadi semakin penting, karena pemakaian pada
pembakaran mineral engine meningkat. Hal ini mendorong pengembangan
aditif pelumas detergent, baik yang dapat mengurangi oksida minyak maupun
mengurangi penumpukan deposit didalam mesin. Pemakaian aditif jenis ini
meningkat pada mesin diesel pada tahun 1940. Pelumas modern pada saat ini
sudah sangat khusus dan kompleks yang telah memenuhi standar yang sesuai
dengan kombinasi antara minyak dasar dengan aditif. Aditif dari berbagai
jenis dapat digunakan sebagai campuran untuk mendapatkan pelumas yang
lebih berkualitas.( Ribeiro, 2009)
2.2.2 Fungsi
a. Lubricant, oli mesin bertugas melumasi permukaan logam yang saling
bergesekan satu sama lain dalam blok silinder. Caranya dengan
membentuk semacam lapisan film yang mencegah permukaan logam
saling bergesekan atau kontak secara langsung.
b. Coolant pembakaran pada bagian kepala silinder dan blok mesin
menimbulkan suhu tinggi dan menyebabkan komponen menjadi sangat
panas. Jika dibiarkan terus maka komponen mesin akan lebih cepat
mengalami keausan. Oli mesin yang bersirkulasi di sekitar komponen
8
mesin akan menurunkan suhu logam dan menyerap panas serta
memindahkannya ke tempat lain.
c. Sealant oli mesin akan membentuk sejenis lapisan film di antara piston
dan dinding silinder. Karena itu oli mesin berfungsi sebagai perapat
untuk mencegah kemungkinan kehilangan tenaga. Sebab jika celah
antara piston dan dinding silinder semakin membesar maka akan terjadi
kebocoran kompresi.
d. Detergent kotoran atau lumpur hasil pembakaran akan tertinggal dalam
komponen mesin. Dampak buruk 'peninggalan' ini adalah menambah
hambatan gesekan pada logam sekaligus menyumbat saluran oli. Tugas
oli mesin adalah melakukan pencucian terhadap kotoran yang masih
tertinggal.
e. Pressure absorbtion oli mesin meredam dan menahan tekanan
mekanikal setempat yang terjadi dan bereaksi pada komponen mesin
yang dilumasi.
2.2.3 Jenis- Jenis Minyak Pelumas
Pelumas merupakan bahan yang berbentuk cair atau padatan lunak
yang dipakai untuk melumasi komponen-komponen sistem mekanik.
Pelumas cair disebut juga minyak lumas, sedangkan pelumas yang
berbentuk padatan lunak disebut gemuk lumas. Adanya pelumas yang
melingkupi komponen mekanik akan memperkecil gesekan antara
komponen-komponen yang bergerak dan saling bersentuhan sehingga proses
keausan akan diperkecil dan komponen akan lebih awet.
Pembagian pelumas secara umum dapat digolongkan menjadi:
1. Berdasarkan wujudnya, pelumas dibagi menjadi 2 macam:
a. Pelumas Cair (minyak lumas) digunakan dalam bahan dasar
pembentukan pelumas.
b. Pelumas Padat (gemuk lumas) merupakan suatu produk pelumas yang
agak cair hingga padat, umumnya tersusun dari minyak dan sabun.
Kandungan minyaknya sekitar 75-95% dan memiliki sifat lebih tahan
9
karat, tahan oksidasi dan tahan terhadap udara lembab. Penggunaan
gemuk ini apabila pemakaian pelumas mengalami kesulitan karena tidak
ada penutupnya.
2. Berdasarkan bahan bakunya, pelumas dibagi menjadi 3 macam:
a. Pelumas Mineral
Pada pelumas ini bahan baku yang digunakan berasal dari
pengolahan minyak bumi, dimana fraksi minyak bumi yang lebih berat
digunakan sebagai bahan pelumas (SNI, 2005). Pelumas mineral atau
pelumas konvensional umumnya terdiri dari 90% minyak dasar (Crude
Oil), hasil pengolahan dan penyulingan minyak bumi dengan
ditambahkan 10% campuran bahan kimia aditif. Zat aditif yang
biasanya digunakan berupa deterjen, antioksida, dan index viskositas
improver (campuran peningkat kekentalan).
b. Pelumas Semi Sintesis
Pelumas ini dibuat dengan menggunakan minyak dasar, bahan
kimia dicampur dengan minyak mineral. Mineral ini berasal dari hasil
olahan minyak bumi dengan penambahan bahan sintesis lain untuk
mencapai standar mutu yang lebih baik.
c. Pelumas Sintesis
Salah satu bahan utama yang berasal dari hasil reaksi kimia
untuk menghasilkan senyawa dengan karakter terencana dan terukur
yang digunakan untuk pembuatan minyak lumas (SNI, 2005). Artinya
pada pelumas sintesis, bahan baku yang digunakan hampir semuanya
atau keseluruhannya berasal terdiri atas bahan-bahan aditif. Jumlahnya
menentukan jenis pelumas sintesisnya. Pada pelumas sintesis penuh (full
synthetic oil) mengandung 100% bahan aditif, yaitu minyak dasar bahan
kimia yang bukan dihasilkan dari penyulingan minyak bumi. Pelumas
atau oli sintesis biasanya disarankan untuk mesin-mesin berteknologi
terbaru (turbo, supercharger, dohc) dan juga membutuhkan pelumas
yang lebih baik dimana celah antar logam lebih kecil atau sempit dimana
hanya oli sintesis yang bisa melapisi dan mengalir sempurna. Oli
10
sintesis tidak disarankan untuk mesin-mesin yang berteknologi lama
dimana celah part biasanya sangat besar atau renggang sehingga bila
menggunakan oli sintesis biasanya menjadi lebih boros karena oli ikut
masuk ke ruang pembakaran dan ikut terbakar sehingga oli cepat habis.
Keuntungan oli sintesis ini dibandingkan dengan oli mineral adalah oli
sintesis lebih stabil pada temperatur tinggi, mencegah dan mengontrol
terjadinya endapan karbon pada mesin, sirkulasi lebih lancar pada waktu
start dipagi hari atau cuaca dingin, dapat melumasi dan melapisi logam
lebih baik dan mencegah terjadinya gesekan antara logam yang berakibat
kerusakan mesin, tahan oksidasi sehingga lebih tahan lama, lebih
ekonomis dan efisien serta dapat pula mengurangi terjadinya gesekan,
meningkatkan tenaga dan mesin lebih ringan.
3. Berdasarkan Viskositas Indeks (VI), pelumas dibagi menjadi 3 macam
yaitu:
a. HVI (High Viscosity Index) yaitu minyak lumas yang mempunyai harga
VI berkisar 95-100.
b. MVI (Medium Viscosity Index) yaitu minyak lumas yang memiliki harga
VI berkisar 30-85.
c. LVI (Low Viscosity Index) yaitu minyak lumas yang berkualitas rendah
karena harga VI-nya hanya 0 – 10. (Mudjiraharjo, 2005)
4. Berdasarkan faktor kekentalan pelumas, pelumas dibagi menjadi 2
macam yaitu:
a. Pelumas Single Grade (SG) merupakan pelumas yang tingkat
kekentalannya diukur pada temperatur kerja mesin 0 – 98,9 ºC. Hal ini
dapat dibaca pada kemasan yang dinyatakan dengan SAE 30, SAE 40
dan lain-lain.
b. Pelumas Multi Grade (MG) merupakan pelumas dengan tingkat
kekentalan yang tidak dipengaruhi oleh perubahan temperatur atau
sering dikenal sebagai pelumas segala medan.
11
5. Berdasarkan Kegunaannya, Pelumas dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Minyak pelumas Hidrolik.
b. Minyak pelumas roda gigi industri (roda gigi tertutup dan roda gigi
terbuka).
c. Minyak pelumas kendaraan bermotor (2 Tak dan 4 Tak).
d. Gemuk lumas.
2.2.4 Bahan Baku Pelumas
Secara umum, proses pembuatan pelumas berkualitas tinggi
menggunakan dua jenis bahan baku, yaitu:
1. Base Oil (minyak dasar pelumas)
2. Aditif pelumas.
Komposisi terbesar pada pelumas terletak pada kandungan base
oil. Semakin tinggi kualitas base oil maka semakin tinggi pula kualitas
pelumas tersebut. Sedangkan aditif diperlukan pelumas untuk melengkapi
sifat-sifat atau karakteristik yang belum dimiliki base oil dan untuk
meningkatkan kinerja pelumas yang dipengaruhi oleh jenis dan volume
(secara kuantitatif) serta kualitas aditif yang digunakan. Secara umum
komposisi pelumas adalah base oil sekitar 70% dan komposisi aditif
sekitar 30% dari total pelumas (Nassar, 2011).
a. Base oil
Base oil adalah bahan dasar pelumas yang diperoleh dari crude oil
(minyak mentah) dengan fraksi berat pengolahan dan penyulingan minyak
bumi. Namun tidak semua crude oil dapat diolah menjadi base oil. Hanya
minyak mentah dari jenis paraffinik, naftenik saja yang menghasilkan base
oil berkualitas tinggi sebagai bahan dasar pelumas. Secara umum base oil
mempunyai titik didih relatif tinggi diatas 400°C (700°F). Bahan dasar
yang digunakan untuk pembuatan base oil berasal dari senyawa
hidrokarbon yang mempunyai jumlah atom C berkisar 25 hingga 40 (C25
– C40) per molekulnya.
12
1. Berdasarkan sifat bahan baku senyawaan hidrokarbonya, base oil dapat
digolongkan menjadi 3 jenis golongan antara lain (Mudjirahardjo,
2005):
a. Parafinik.
Merupakan senyawa hidrokarbon jenuh (tidak mempunyai
ikatan rangkap) dengan rantai atom karbon lurus (normal parafin)
dan rantai atom C bercabang (iso parafin). Senyawa ini mempunyai
viskositas paling rendah di antara naftenik dan aromatik tetapi
memiliki viskositas indeks (VI) paling tinggi. Normal paraffinic
dan parafin mempunyai sedikit cabang mempunyai titik beku
tinggi sehingga dapat meningkatkan titik tuang (Pour Point) dari
minyak pelumas. Selain itu khas dari parafinik ialah memiliki
kestabilan terhadap panas dan oksidasi yang tinggi.
b. Naftenik.
Merupakan senyawa hidrokarbon jenuh dengan rantai atom
karbon tertutup. Sifatnya secara umum memiliki indeks viskositas
lebih rendah dari pada parafin serta mempunyai titik beku rendah
dan tahan oksidasi. Naftenik ini juga disebut asphaltic, sifat
lumas kondisi boundary baik, sifat alir temperatur rendah dan sifat
pelarutnya baik.
c. Aromatik.
Senyawa ini mirip dengan naftenik, hanya pada aromatik
berupa senyawa hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai ikatan
rangkap. Sifat pada senyawa aromatik adalah memiliki indeks
viskositas rendah, mudah teroksidasi karena adanya ikatan
rangkap tetapi tahan terhadap termal serta dapat membentuk asam
dan lumpur (acid and sludge).
2. Jenis Lube Base Oil Berdasarkan Metode Produksi:
a. Neutral (diberi tanda: N)
13
Bahan baku dari neutral lube base oil dihasilkan dari
produk bagian atas kolom vacuum seperti LVGO dan HVGO. Lube
base oil yang dibuat dari atmospheric residue bersifat asam tetapi
lube yang dibuat dari produk atas kolom vakum unit bersifat netral.
Oleh karena itu, lube base yang dihasilkan dari produk vakum unit
tersebut disebut dengan “neutral”.
b. Brigth Stock (diberi tanda: BS)
Bahan baku “bright stock” dihasilkan dari bottom product
vacuum unit seperti HCGO atau short residue (SR). Bahan baku ini
berwarna gelap, tetapi di Kilang LBO bahan baku ini dirubah
menjadi lube base oil yang berwarna cerah/terang (bright). Dengan
alasan tersebut, jenis lube base ini disebut juga dengan “bright
stock”.
Pada proses pembuatan base oil terjadi melalui beberapa
tahap yaitu sebagai berikut:
Proses pemisahan mineral-mineral seperti pelumas diesel maupun
bensin
Proses penyulingan untuk menentukan tingkat viskositas.
Proses pencairan untuk meningkatkan fluiditas (sifat cair) pada
temperatur rendah
Proses kestabilan untuk meningkatkan ketahanan oksidasi dan
stabilitas panas
Proses pemurnian (solvent Refining Process)
Secara sederhana proses pembuatan base oil dapat
dijelaskan sebagai berikut, Pada awalnya, minyak ringan seperti
disel dan dipisahkan dari minyak mentah pada penyulingan dengan
tekanan atmosfer. Setelah dipisahkan,dimasukkan kedalam tower
penyulingan dengan hampa udara (vacuum) untuk menentukan
tingkat viskositas tertentu. Kemudian dimasukkan ke dalam tower
ekstraksi dimana dimasukkan larutan seperti furfural dan dicampur
14
untuk menyerap kurang lebih 70-90% material aromatik yang ada.
Selajutnya cairan tadi didinginkan pada temperatur rendah untuk
membuang material atau cairan kuning yang kental dan dapat
meningkatkan sifat cair pada temperatur rendah. Pada tahap akhir
adalah proses finishing dengan menambahkan aditif dan zat
pewarna yang disesuaikan dengan pemakaian. Proses ini
dinamakan Mild Hydro Finishing dan dapat diilustrasikan pada
gambar 2.1 (http://www.petrocanada-imp.com)
Gambar 2.1 Proses Pembuatan Base oil
3. Berdasarkan API (American Petroleum Institut), pelumas dapat
diklasifikasikan menjadi 5 (lima) group antara lain:
a. Base Oil group I
Merupakan base oil yang paling sederhana atau
konvensional yang diproduksi dengan metode proses pemurnian
biasa (solvent refining process). Base oil tipe ini banyak digunakan
sebagai bahan baku pembuatan pelumas yaitu sekitar 90%.
Meskipun demikian, kualitas yang dimilikinya baik dan mampu
bersaing harga dengan base oil group lainnya. Base oil ini harus
mempunyai kandungan sulfur diatas 0,03% atau kandungan
pengotor antara 20-30% termasuk kandungan logam seperti Fe,
Zn, Ni, dan Cu. Selain itu, kandungan senyawa hidrokarbon jenuh
kurang dari 90% dan stabilitas viskositas kurang dari 80-120 atau
15
viskositas sebesar ± 4 centiStokes serta memiliki warna kuning
lebih jernih dan pelumas yang dihasilkan merupakan pelumas jenis
mineral.
b. Base Oil group II.
Komposisi yang harus dimiliki oleh base oil group ini
hampir sama dengan group I, yaitu kandungan sulfur kurang dari
0,03%, kandungan pengotor dibawah 10%, senyawa hidrokarbon
jenuh >90% dan indeks viskositas 80-120 sehingga base oil group
II ini lebih murni, lebih jenuh dan lebih stabil. Base oil jenis ini
lebih baik dibandingkan dengan base oil group I. Namun,
penggunaan pelumas base oil ini di dunia masih belum begitu
besar. Pelumas yang dihasilkan dari group II juga berupa pelumas
sintetik.
c. Base Oil group III.
Kualitas base oil group ini lebih unggul dimana kandungan
sulfurnya kecil hanya dibawah 0,03% dengan warna coklat muda,
kandungan senyawa hidrokarbon jenuh diatas 90% serta indeks
viskositasnya minimal 120.
d. Base Oil group IV
Superioritas base oil ini diakui oleh banyak kalangan
sebagai base oil yang paling canggih. Base oil ini digunakan untuk
mobil-mobil formula I, balap dan mobil ekstrim lain yang
menuntut penggunaan pelumas berkualitas tinggi. Jenis pelumas
yang dihasilkan yaitu pelumas sintetik pada senyawa sintesis kimia
Poli Alfa Olefin (PAO).Namun kelemahannya harga pelumasnya
sangat mahal.
e. Base Oil group V
API menyadari banyaknya base oil di dunia ini sehingga
base oil yang tidak termasuk dalam ke-4 group diatas dimasukkan
dalam kategori ini. Kualitasnya yang dimiliki beragam atau
berfariasi.
16
Jika dilihat dari ke-5 jenis base oil diatas produksi pelumas
yang paling baik adalah base oil group IV dengan warna coklat
pekat. Secara garis besar ke-5 base oil tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Karakteristik Base Oil
Selain itu juga dikenal beberapa istilah yang biasa digunakan,
antara lain sebagai berikut:
Composite yaitu base oil yang langsung diambil dari kapal tanker
Before yaitu base oil sebelum diterima oleh packcel baku.
After yaitu base oil yang diperoleh dari hasil pencampuran antara base
oil composite dan before. Istilah-istilah ini juga biasa digunakan untuk
aditif.
b. Additive Pelumas
Additive merupakan bahan kimia yang ditambahkan ke dalam base
oil yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pelumas (Mudjirahardjo,
2005). Berbagai macam additive tersebut diberi nama menurut sifatnya
dalam pelumas. Jenis bahan tambahan tersebut (aditif) antara lain bahan
tambahan untuk menurunkan titik beku, meningkatkan indeks viskositas
serta sebagai pemurni dan penyebar. Untuk dapat bercampur dengan base
oil, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh additive sebagai
pelumas yang berkualitas yaitu: (Ribeiro, 2009).
a. Dapat larut dalam minyak pelumas dasar (base oil)
b. Harus memiliki kestabilan yang baik untuk jangka waktu yang
lama
c. Tidak memiliki bau yang merangsang
d. Dapat bercampur dengan bahan-bahan additive lainnya.
17
Additive dapat dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan sifat atau
karakteristiknya yaitu:
a. Additive yang mempunyai karakteristik Kimia. Meliputi anti
oksidasi, anti korosi, anti keausan, deterjen dispersan, larutan
alkali, oilness, tekanan ekstrim, dan lain sebagainya.
b. Additive yang mempunyai karakteristik Fisika. Meliputi penurunan
titik tuang, index viscosity improver, anti busa dan lain sebagainya.
Beberapa jenis additive penting yang diperlukan dalam proses
pembuatan pelumas antara lain sebagai berikut:
a. Detergent Dispersant
Bahan additive deterjen yang digunakan untuk menjaga
minyak lumas dalam kondisi tetap bersih. Additive ini aktif
menghalangi terbentuknya endapan dan timbulnya lumpur pada
operasi mesin kondisis normal. Adanya deterjen, lumpur dan
endapan tetap larut dalam minyak lumas. Jika deterjen aktif untuk
menghalangi terbentuknya endapan dan lumpur pada suhu normal
mesin maka additive dispersan akan menghalangi terbetuknya
endapan dan lumpur pada suhu tinggi. Pada kondisi kerja yang
berat (heavy duty) dispersan akan aktif bekerja. Bahan yang
terdapat didalam deterjen ini antaralain Alkil Poliamide, Alkil
P2SS Product, Suksinimida, Sulfonat logam netral, deterjen
polimerik dan senyawa Amina.
b. Indeks Viskositas Improver
Kondisi ideal dari suatu minyak pelumas adalah
mempunyai viskositas atau kekentalan yang tetap walaupun
temperatur berubah secara ekstrim. Namun, minyak pelumas tidak
ada yang mampu untuk mempertahankan viskositas karena
perubahan temperatur. Hasil pengolahan secara modern dari
minyak bumi dapat menghasilkan fraksi minyak pelumas yang
mempunyai perubahan viskositas relatif kecil terhadap perubahan
18
temperatur. Akan tetapi hal tersebut belum dapat mengatasi
kondisi ekstrim lingkungan seperti pada daerah beriklim sedang
(memiliki 4 musim). Oleh karena itu diperlukan indeks viskositas
improver untuk dapat meningkatkan kembali kemampuan minyak
pelumas dalam mempertahankan viskositasnya terhadap perubahan
temperatur, mengurangi, konsumsi bahan bakar, mengurangi
penguapan pelumas dan menambah kemudahan penyalaan mesin
pada suhu rendah pada start mesin awal. Senyawa yang berperan
antara lain Poliisobutilena, metakrilat, polimer akrilat, dan
kopolimer olefin. Dengan penambahan bahan additive ini
diharapkan minyak pelumas dapat digunakan dengan baik didalam
segala kondisi cuaca.
c. Penghindar Oksidasi Dan Korosi
Oksidasi merupakan reaksi kimia antara minyak pelumas
dengan oksigen. Oksigen yang bereaksi dengan minyak pelumas
tidak hanya oksigen dari udara, akan tetapi juga dari kontaminasi
seperti masuknya air kedalam minyak lumas. Senyawa yang
berperan adalah sulfonat logam berbasa tinggi, ZDTP (Zinc
Dithio Phosphates) dan amina aromatis. Reaksi oksidasi ini akan
dipercepat jika suhunya semakin tinggi. Hasil dari reaksi oksidasi
merupakan endapan, terbentuknya lumpur dan timbulnya asam-
asam yang bersifat korosi. Fungsi dari bahan penghindar oksidasi
(Oxidation Inhibitor) yaitu mencegah terjadinya oksidasi,
mencegah terbentuknya lumpur, mencegah terbentuknya asam dan
membatasi kenaikan viskositas.
d. Pour Point Depressan
Additive pour point depressan merupakan bahan yang
menurunkan temperatur titik tuang dari minyak pelumas. Senyawa
yang berperan adalah Metha Crylate Polymers dengan berat
molekul rendah, senyawa alkil naphtalene dan fenol.
19
e. Pembersih dan Anti Foam
Additive sebagai pembersih mengandung larutan pembersih
kotoran logam dan didalam pelumas itu sendiri. Kotoran-kotoran
tersebut akan larut dan mengalir bersama pelumas sehingga
akhirnya melewati saringan dan akan tertahan. Sedangkan additive
anti busa dibutuhkan untuk mencegah munculnya buih pada
pelumas akibat putaran mesin tinggi. Adanya gelembung udara
akan mengganggu proses pelumasan jika gelembung tersebut
menempel pada logam mesin. Logam yang berada tepat di bawah
gelembung tidak terlapisi pelumasan. Sehingga pada saat
gelembung pecah, logam dengan logam akan saling bergesekan
sehingga mempercepat keausan. Senyawa yang berperan adalah
polimer silikon.
f. Additive-additive Lainnya
Bahan additive lainnya yang digunakan sebagai bahan
tambahan dalam proses pembuatan pelumas diantaranya sebagai
berikut:
Ekstrem Pressure anti wear, berperan dalam membentuk
lapisan film pelindung pada mesin, mengurangi keausan dan
menghindarkan goresan. Senyawa yang berperan antara lain
ZDTP, tri-crecylphosphate, organic phosphat, senyawa klorin
dan senyawa sulfur.
Friction Modifier, dapat mengurangi gesekan dan menaikan
ekonomi konsumsi bahan bakar. Senyawa yang berperan
adalah senyawa polar rantai panjang seperti amida.
Rust Inhibitor, berperan dalam mencegah pembentukan logam
melalui pembentukan rust pada permukaan logam melalui
pembentukan lapisan film atau menetralkan asam yang
terbentuk. Senyawa yang berperan adalah aditif basa tinggi,
sulfonat, asam organik (ester) dan amina.
20
Metal Deactivator, berperan dalam membentuk lapisan film
sehingga permukaan logam tidak menjadi katalis terhadap
oksidasi pelumas. Dalam hal ini dapat mengurangi efek katalis
dari partikel-partikel keausan mesin dalam mencegah
akselerasi proses oksidasi pelumas. Senyawa yang berperan
adalah ZDTP, phenat logam, dan senyawa nitrogen organik.
2.2.5 Badan / Lembaga Standarnisasi Pelumas
Mutu dari suatu pelumas pada dasarnya tidak hanya dilihat dari
karakteristik secara fisika dan kimia tetapi juga dilihat pada kinerja di dalam
mesin atau peralatan yang ditunjukkan oleh produsen kepada konsumen
harus memiliki sertifikat kelayakan pemakaian. Sertifikat-serifikat ini
haruslah berasal dari badan atau lembaga independen dan harus diakui
secara internasional sebagai standar pelumas. Yaitu antara lain:
1. SAE (Sosiety of Automotive Engineers)
Badan SAE membuat klasifikasi pelumas mesin berdasarkan
tingkat kekentalan (Viskositas) pada temperatur 40°C, 100°C dan
beberapa temperatur rendah (dibawah 0°C). Beberapa pabrik
kendaraan menentukan persyaratan minimal bagi kekentalan pelumas
mesin yang dapat digunakan. Contohnya SAE 40, SAE 15W/40.
Angka yang terletak dibelakang huruf menunjukkan tingkat
kekentalan. Sehingga pada SAE 40 menunjukkan pelumas tersebut
mempunyai tingkat kekentalan 40 menurut standar SAE. Semakin
tinggi angkanya maka semakin kental pelumasnya. Adapula kode angka
multi grade seperti 10W/50 yang menandakan pelumas mempunyai
kekentalan yang dapat berubah-ubah sesuai temperatur disekitarnya.
Huruf W dibelakang angka 10 merupakan singkatan winter (musim
dingin). Maksudnya pelumas yang mempunyai tingkat viskositas sama
dengan SAE 10 pada suhu udara dingin dan SAE 50 ketika udara panas.
Pelumas seperti ini sekarang banyak dipasaran karena kekentalannya
21
fleksibel dan tidak cenderung mengental saat udara dingin sehingga
mesin mudah dihidupkan dipagi hari.
2. API (American Petroleum Institute)
Kualitas pelumas disimbolkan oleh API. Klasifikasi kualitas
sebuah pelumas ditandai pada kemasannya dengan kode huruf, biasanya
ada dua bagian yang dipisahkan dengan garis miring. Misalnya API
service SG/CD, SH+/CE+. Ada dua type API yaitu S (Spark) atau bisa
juga disingkat (S) dan C (Compression). Pada type S dapat diartikan
sebagai spark-plug ignition, yang digunakan pada spesifikasi
pemakaian pelumas untuk mesin bensin. Sedangkan type C
menunjukkan pada spesifikasi pemakaian pelumas mesin diesel.
Kemudian untuk huruf kedua pada kode adalah tingkatan kualitas
sesuai dengan urutan alfabet. Semakin mendekati huruf Z maka
semakin tinggi atau baik kualitasnya. Istilah lainnya untuk penggunaan
huruf kedua setelah kode tersebut, menunjukkan peruntukkan bagi
kendaraan yang diproduksi pada tahun tertentu. Misal AP service SL
berarti pelumas tersebut diperuntukkan bagi kendaraan bermesin bensin
produksi tahun 2004 dan sebelumnya. Sedangkan pada API mesin
diesel, misalnya adalah CI-4 yang digunakan untuk mesin berkecepatan
tinggi, four stroke engines yang didesain untuk memenuhi standar emisi
tahun 2004 dengan kandungan sulfur kurang dari 0.5%. Pelumas CI-4
diformulasikan untuk menjaga durabilitas mesin dimana gas buangnya
sirkulasi ulang. Bila menggunakan mesin diesel berbeda dengan
pelumas mesin bensin karena karakter diesel yang banyak
menghasilkan kontaminasi jelaga sisa pembakaran lebih tinggi.
Klasifikasi sesuai dengan tingkat kemampuan pelumas dimulai dari
terendah hingga tertinggi yaitu:
a. Untuk mesin bensin: SA, SB, SD, SE, SF, SG, SH, SJ, SL, Dan
SM.
b. Untuk mesin disel: CA, CB, CC, CE, CF-4, CH-4 dan CI-4
22
3. JASO (Japan Automobile Standard Organization)
JASO adalah organisasi yang mengatur standardisasi otomotif
buatan Jepang. Standar pelumasan ini diklasifikasikan menjadi :
a. Spesifikasi 2T
Japanese produsen sepeda motor menemukan batas-batas
yang dituntut oleh spesifikasi API TC terlalu longgar. Minyak
pertemuan API TC standar masih diproduksi asap berlebihan dan
tidak bisa mencegah memblokir knalpot. Oleh karena itu JASO
memperkenalkan spesifikasi sebagai berikut:
1. JASO FB : Peningkatan pelumasan, detergent, asap knalpot
dan sistem pembuangan memblokir persyaratan di atas FA.
2. JASO FC : Deposit minyak sedikit dan membuat asap sangat
sedikit.
3. JASO FD : Sama seperti FC dengan kebutuhan aditif jauh lebih
tinggi.
b. 4T spesifikasi
Minyak mesin mobil penumpang modern mengandung
pengubah gesekan lebih dan lebih. Sementara ini adalah hal
yang baik bagi mereka segmen (mengurangi keausan dan
konsumsi bahan bakar) itu buruk bagi sepeda motor. Setidaknya
bagi sepeda motor yang menggunakan oli mesin untuk
melumasi transmisi dan kopling basah. JASO MA
memperkenalkan spesifikasi dan MB untuk membedakan antara
minyak mesin dan gesekan gesekan diubah non dimodifikasi.
Kebanyakan empat langkah motor dengan cengkeraman basah
memerlukan minyak JASO MA.
1. JASO MA : merupakan oli motor berkopling basah (sport dan
bebek), namun bisa juga dipakai untuk motor berkopling kering
(skutik).
2. JASO MB : hanya untuk motor yang berkopling kering.
4. ACEA (European Automobile Manufacture Association)
23
Di Eropa, viskositas SAE yang sama sistem kelas yang
digunakan meskipun nilai yang berbeda seperti SAE 10W-40 mungkin
disarankan. Kualitas kinerja biasanya diukur dengan sistem yang
dikembangkan oleh Automobile Eropa Produsen 'Association, ACEA
(Association des Constructeurs d'Automobiles Européens). Kategori
dimulai dengan "A" (contoh ACEA A3-96) adalah untuk mesin
bensin mobil penumpang, sedangkan kategori dimulai dengan "B"
adalah untuk mesin diesel mobil penumpang. Banyak minyak
berkualitas tinggi akan memenuhi lebih dari satu kategori, misalnya
ACEA A3-96, B3-96. Minyak mesin tugas berat di Eropa
diidentifikasi oleh ACEA kategori "E".
Tabel 2.2 Kategori Minyak Pelumas ACEA
2.2.6 Sifat/Karakteristik
Minyak pelumas selain mengikuti standar seperti telah disebutkan
di atas juga memiliki sifat atau karakteristik khusus yang menjadi kriteria
untuk dijadikan minyak pelumas yang sesuai. Selain itu karakteristik
sangat besar pengaruhnya terhadap mutu suatu pelumas. Diantara beberapa
karakteristik itu antara lain:
24
1. Viskositas Kinematik
Viskositas kinematik merupakan suatu ukuran tahanan yang
diberikan oleh suatu bahan cair untuk mengalir pada suhu tertentu.
Viskositas akan berubah dengan adanya perubahan temperatur. Satuan
internasional untuk viskositas kinematik yang digunakan adalah
centistokes (cSt = mm2/s). Selama mesin bekerja, suhu di dalam mesin
semakin lama akan semakin meningkat. Kenaikan suhu menyebabkan
viskositas pelumas semakin menurun. Hal ini sangat mempengaruhi
gesekan antara bagian mesin yang bergerak. Untuk mengurangi gesekan
antar metal yang dapat mengakibatkan keausan pada mesin diperlukan
pelumas yang mempunyai viskositas index tinggi.
Pengujian viskositas pelumas menggunakan metode ASTM D-445
dengan mengamati waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan pelumas
dalam kapiler pada suhu tertentu sehingga didapatkan harga viskositas
kinematik dan pelumas. Sampel dengan volume tertentu di tempatkan
dalam viskosimeter tube dan temperatur disesuaikan pada temperatur
pemeriksaan kemudian dialirkan melalui kapiler dan dicatat waktu
pengalirannya.
v = C.t ………………………………………...... (1)
Dimana:v = viskositas kinematik (mm2/s)C = konstanta kalibrasi viskometer (mm2/s2)t = waktu alir (s)
2. Specific Gravity
Specific gravity (kerapatan relatif) didefinisikan sebagai perbandingan
antara kerapatan dari cairan tersebut dengan kerapatan air.
SG= ρ cairanρ air …………………………………………...(2)
Dengan ρ (densitas) adalah suatu ukuran dari konsentrasi massa dan
dinyatakan dalam bentuk massa tiap satuan volume. Kerapatan cairan dapat
25
didefinisikan sebagai : massa tiap satuan volume pada suatu temperatur dan
tekanan tertentu.
ρ=mv ……………………………………………….(3)
Dimana:
ρ = kerapatan zat (g/ml)
m= massa cairan (g)
v = volume cairan (ml)
3. Kadar air
Kandungan air dalam minyak pelumas akan menimbulkan korosi, oksidasi dan bisa membentuk emulsi dengan oli. Oleh karena itu kandungan air dalam minyak pelumas harus dikurangi seminimal mungkin guna menghindari akibat buruk yang ditimbulkan.
4. Warna
Warna minyak pelumas selain menunjukkan kemurnian dan daya
tarik produk juga dapat dipakai sebagai dasar untuk mengetahui tingkat
kontaminasi minyak pelumas, sistem pembakaran pada suhu tinggi di
dalam mesin kendaraan menyebabkan komposisi minyak terdegradasi dan
menghasilkan senyawa-senyawa oksida yang bersifat polar dengan warna
coklat kehitaman (Monika, 2008). Warna bertindak sebagai indikasi dan
tingkat kemurnian bahan. dimana bila kisaran warna produk diketahui
maka variasi diluar kisaran yang ditentukan dapat merupakan indikasi
kemungkinan terkontaminasi dengan produk lain Warna menunjukkan
terang gelapnya suatu minyak pelumas yang diukur dari intensitas cahaya
yang dapat menembus sejumlah minyak tertentu.
2.2.7 Minyak pelumas bekas
Minyak pelumas yang telah digunakan dalam waktu cukup lama akan
mengalami perubahan komposisi atau susunan kimia, Selain itu juga akan
mengalami perubahan sifat fisis, maupun mekanis. Hal ini disebabkan
26
karena pengaruh tekanan dan suhu selama penggunaan dan juga kotoran-
kotoran yang masuk ke dalam minyak pelumas itu sendiri.
2.2.8 Kontaminasi Minyak pelumas
Penggunaan pelumas pada mesin kemungkinan dapat terjadi
kontaminasi dengan adanya benda-benda asing atau partikel pencemar
didalam pelumas. Ada 8 macam pencemar (kontaminasi) yang biasa
terdapat dalam pelumas, yaitu: (Ribeiro, 2007)
1. Keausan elemen. Hal ini menunjukkan beberapa elemen biasanya
terdiri dari tembaga, besi, kromium, alumunium, timah, molibdenum,
silikon, nikel atau magnesium.
2. Kotoran atau jelaga. Kotoran dapat masuk ke dalam pelumas melalui
hembusan udara lewat celah-celah ring dan melalui celah lapisan
pelumas tipis kemudian merambat menuruni dinding silinder. Jelaga
timbul dari bahan bakar yang tidak habis. Kepulan asap hitam dan
kotornya filter udara menunjukkan adanya jelaga.
3. Bahan bakar. Bahan bakar untuk kendaraan bermotor perlu pula
kesesuaiannya dengan pelumas yang digunakan.
4. Air. Hal ini merupakan produk sampingan pembakaran dan biasanya
terjadi melalui timbunan gas buang. Air dapat memadat di crankcase
ketika temperatur operasional mesin kurang memadai.
5. Etilen glikol digunakan sebagai anti beku. Namun, penggunaan zat ini
kurang populer di Indonesia.
6. Produk-produk belerang atau asam.
7. Produk-produk oksidasi mengakibatkan pelumas bertambah kental.
Daya oksidasi meningkat oleh tingginya temperatur udara masuk.
8. Produk-produk Nitrasi. Nitrasi tampak pada mesin berbahan bakar gas
alam.
27
2.2.9 Jenis Minyak pelumas bekas
Secara umum terdapat 2 macam oli bekas, yaitu: (Raharjo, 2007 )
a. Oli bekas industri (light industrial oil) yaitu oli bekas yang peroleh dari
pemakaian mesin-mesin industri yang cenderung tidak mengalami
perubahan warna karena pada umumnya hanya berupa pelumasan
terhadap gearbox dan tidak bersentuhan dengan mesin pembakaran.
Sehingga warna oli bekas yang dihasilkan tidak terlalu hitam jika
dibandingkan dengan oli bekas dari combustion engine.
b. Oli hitam (black oil) yaitu oli bekas dari mesin pembakaran yang
menyisakan warna hitam/gelap.
2.2.10 Usaha Pemanfaatan Kembali Minyak pelumas bekas
Minyak pelumas bekas yang dikeluarkan dari peralatan biasanya
dibuang begitu saja bahkan ada yang dimanfaatkan kembali tanpa melalui
proses daur ulang yang benar. Oleh karena itu akan lebih aman dan tepat
apabila minyak pelumas bekas dapat diolah kembali. Minyak pelumas
bekas termasuk jenis limbah bahan berbahaya dan beracun atau disingkat
juga dengan B3 yang dalam penaggulanganya jika tidak ditanggulangi
dengan baik dapat mencemari lingkungan. Penanganan limbah B3 sendiri
telah diatur dalam peraturan pemerintah no 18 tahun 1999 tentang
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam penanggulangan
pencemaran dan pemanfaatan kembali terhadap pelumas bekas antara lain
yang pernah dilakukan adalah (Sani, 2010):
1. Dipergunakan sebagai bahan bakar (fuel oil) untuk industri, untuk
maksud tersebut dibutuhkan alat-alat yang khusus seperti dapur
khusus dan electrostatic pracipitatus guna membersihkan gas
buang, cara ini ditinjau dari segi ekonomis lebih mahal dari bahan
bakar biasa.
2. Diolah kembali sehingga minyak pelumas “baru”, cara pengolahan
minyak pelumas bekas ini dimungkinkan karena pada hakikatnya
28
minyak pelumas bekas berasal dari minyak pelumas yang
mengalami pengotoran.
Teknologi daur ulang minyak pelumas bekas dapat dilakukan dengan
bermacam-macam metode, berdasarkan proses utama yang digunakan
teknologi pemurnian minyak pelumas bekas dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok: (Petder,2012)
1. Hydroprocessing
Pemurnian minyak pelumas bekas dilakukan dengan
Hydrotreating Unit guna mengeliminasi sejumlah kontaminan
dimana dalam prosesnya terjadi hidrogenasi katalitik yang juga
dapat menjenuhkan hidrokarbon.
Beberapa teknologi pemurnian yang menggunakan metode ini
antara lain:
- CEP Process
- Mohawk Process
- Hylube Process
- Revelvoil Process
- Cyclon Process
- Snamprogetti process
2. Solvent Extraction
Merupakan proses daur ulang minyak pelumas bekas
berdasarkan pada proses ekstraksi superkritis menggunakan pelarut
sebelum proses distilasi atmosferik. Pada proses ekstraksi, pelarut
(biasanya menggunakan pelarut propana) digunakan untuk
menghilangkan sebagian besar senyawa aditif pada minyak
pelumas bekas. Proses ini menghasilkan beberapa kelompok
senyawa, yaitu aspal, padatan tersuspensi dan minyak yang
mengandung pelarut. Aspal dan padatan tersuspensi merupakan
residu dari proses ekstraksi menggunakan pelarut. Sedangkan
29
minyak yang mengandung pelarut akan dilakukan proses oil-
solvent separation untuk memisahkan minyak dengan pelarut.
Beberapa teknologi pemurnian yang menggunakan metode ini
antara lain:
- Avista Oil Solvent Extraction Process
- Rose Process
- Proterra Process
- Interline Process
3. Acid and Clay Process
Yaitu pemurnian oli bekas yang dalam prosesnya secara
umum dilakukan dengan cara memisahkan material pengotor
(kontaminan) dengan menggunakan senyawa asam kuat dan
dilanjutkan dengan treatment dengan adsorbent (umumnya clay)
Beberapa teknologi pemurnian minyak pelumas bekas yang
proses utamanya menggunakan metode ini antara lain:
- Meinkein Process
Minyak pelumas bekas dilewatkan pada filter untuk
menghilangkan kotoran padat dan didewatering dengan
distilasi. Minyak pelumas yang sudah didewatering
diperlakukan dengan tanah liat aktif 4-5% untuk adsorpsi
dan disaring sebelum dikirim ke film evaporator. Film
evaporator beroperasi pada temperatur 2900C dan 10-15
kPa.
- Atomic Vacuum Process
Tahap pertama dilakukan dengan memisahkan
kontaminan secara substansial dengan menggunakan
polimer alam. Distilasi molekuler digunakan dalam proses
ini untuk mendaur ulang 95% dari minyak yang tersedia.
Minyak pelumas yang sudah didistilasi dibleaching
menggunakan tanah liat aktif untuk mendapatkan minyak
pelumas dasar (base oil). Tanah liat juga digunakan untuk
30
meningkatkan warna dan bau dari produk akhir. Digunakan
sekitar 180 gram tanah liat untuk mendaur ulang 4 liter
minyak pelumas bekas.
- Matthys - Garap Process
Dalam metode ini pemulihan kembali minyak
pelumas dilakukan dengan proses pretreatment sentrifugasi.
Langkah pertama dari proses ini adalah sentrifugasi dari
limbah minyak dibawah temperatur 800C untuk
memisahkan partikel besar dalam minyak. setelah
dilakukan pretreatment dengan sentrifugasi minyak yang
disuling pada 3600C dalam kolom distilasi vakum sehingga
minyak dan produk berat dipisahkan. Setelah minyak
didinginkan, dicampur dengan asam dan dilanjutkan lagi
dengan penyulingan. Setelah minyak pelumas dinetralkan
dengan menggunakan clay maka akan didapatkan hasil
akhir berupa base oil. Saat ini ada dua fasilitas pemurnian
oli di Prancis menggunakan metode ini sebagai teknologi
pemurnian oli bekas.
2.2.11 Asam Sulfat
Asam sulfat (H2SO4) Merupakan cairan yang bersifat korosif tidak
berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai
logam. Bahan kimia ini dapat larut dengan segala perbandingan.
Mempunyai titik leleh 10,340C dan titik didih pada 336,85 0C tergantung
kepekatan serta pada temperatur 3000C atau lebih terdekomposisi
menghasilkan sulfur trioksida. Asam sulfat (H2SO4) dapat dibuat dari
belerang (S), pyrite (FeS) dan juga beberapa sulfid logam (CuS, ZnS,
NiS). Pada umumnya asam sulfat diproduksi dengan kadar 78%-100%
serta bermacam-macam konsentrasi oleum.
Asam sulfat digunakan dalam jumlah yang besar oleh industri besi dan
baja untuk menghilangkan oksidasi, karat, dan kerak air sebelum dijual ke
31
industri otomobil. Asam yang telah digunakan seringkali didaur ulang
dalam kilang regenerasi asam bekas spent acid regeneration plant (SAR).
Kilang ini membakar asam bekas dengan gas alam, gas kilang, bahan
bakar minyak, ataupun sumber bahan bakar lainnya. Proses pembakaran
ini akan menghasilkangas sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3)
yang kemudian digunakan untuk membuatasam sulfat yang "baru". Berikut
beberapa sifat dan karakteristik Asam sulfat:
a. rumus molekul H2SO4 ,
b. masssa mol 98,08 g/mol dan
c. densitas 1,84 g/cm3, cair
d. titik didih 290 °C
e. viskositas 26,7 cP pada 20°C
f. Sangat korosif
2.2.12 Asam Sulfat Dalam Pemurnian Minyak Pelumas Bekas
Asam adalah zat yang melepaskan ion hidrogen atau proton ketika di
tempatkan dalam larutan air. Kekuatan Asam ini ditentukan oleh berapa
banyak akan meluruh, atau memisahkan, ketika ditempatkan dalam
larutan. Asam yang memecah sepenuhnya dan mengeluarkan banyak ion,
atau proton, dianggap asam kuat. Contoh asam kuat termasuk asam sulfat,
asam klorida, asam perklorat, dan asam nitrat.
Sebagai asam, asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan basa dan
logam, menghasilkan garam sulfat. Asam sulfat dalam pemurnian minyak
pelumas bekas dalam prosesnya dapat mengendapkan sejumlah
kontaminan. Pengendapan dilakukan dengan cara menambahkan zat kimia
berupa asam sulfat yang dapat menetralkan logam berat dijadikan ikatan
garam yang mudah mengendap sehingga mudah dipisahkan antara
endapan logam berat dan larutan jernih yang bebas logam berat.
Reaksi antara asam sulfat dengan logam biasanya akan menghasilkan hydrogen seperti yang ditunjukkan pada persamaan berikut.
Fe (s) + H2SO4 (l) → H2 (g) + FeSO4 (aq)
32
Al (s) +H2SO4 (l) → AlSO4 (aq) + H2 (g)
Sn (s) + 2H2SO4 (l) → SnSO4 (aq) + 2 H2O (l) + SO2 (g)Cu (s) + 2H2SO4 (l) → CuSO4 (aq) + SO2 (g) + 2H2O (l)
Timbal dan tungsten tidak bereaksi dengan asam sulfat. Namun reaksi dengan timah akan menghasilkan sulphur dioksida daripada hidrogen. Hal ini dikarenakan asam pekat umumnya berperan sebagai oksidator, Sehingga ketika asam pekat bereaksi dengan seng, timah, dan tembaga, ia akan menghasilkan garam, air dan sulfurdioksida.
2.2.13 Tanah Liat
Tanah lempung atau tanah liat atau clay merupakan salah satu material
anorganik yang melimpah di kerak bumi yang merupakan hasil pelapukan
batuan. Secara ilmiah, tanah lempung merupakan silicate clay atau silica,
karena sebagian besar kandungan tanah lempung merupakan silika.
Komposisi dan kandungan silika pada tanah lempung bervariasi, bergantung
pada keadaan geologi lokasi pembentukkannya.
Tanah lempung umumnya memiliki kandungan kuarsa yang melimpah,
sedangkan feldspar dan mica dalam jumlah yang relatif sedikit. Tanah
lempung mempunyai ukuran partikel < 2 µm, memiliki muatan elektrik pada
permukaan, bersifat plastis saat basah, cenderung terflokulasi, serta mampu
membentuk suspensi koloid saat didispersikan dalam air.
Tanah lempung merupakan mineral liat yang tergolong dalam
aluminosilikat subkelompok phyllosilicate. Tanah lempung merupakan
campuran beberapa jenis mineral liat, seperti kaolinit, smektit, illite, dan
chlorite, yang disertai sejumlah pengotor, seperti allophane, kuarsa, feldspar,
zeolit, mica, hidroksida besi, karbonat, oksida barium, kalsium, natrium,
kalium, besi, serta materi organic (humat dan derivatnya).
2.2.14 Jenis Tanah Liat
Berdasarkan asal atau proses terbentuknya tanah liat dapat dibagi ke dalam 2
kelompok yaitu:
33
1. Tanah liat primer
Yang disebut tanah liat primer (residu) adalah jenis tanah liat
yang dihasilkan dari pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen
yang tidak berpindah dari batuan induk (batuan asalnya), karena tanah
liat tidak berpindah tempat sehingga sifatnya lebih murni dibandingkan
dengan tanah liat sekunder. Selain tenaga air, tenaga uap panas yang
keluar dari dalam bumi mempunyai andil dalam pembentukan tanah liat
primer. Karena tidak terbawa arus air dan tidak tercampur dengan bahan
organik seperti humus, ranting, atau daun busuk dan sebagainya, maka
tanah liat berwarna putih atau putih kusam. Suhu matang berkisar antara
13000C–14000C, bahkan ada yang mencapai 17500C. Yang termasuk
tanah liat primer antara lain: kaolin, bentonite, feldspatik, kwarsa dan
dolomite, biasanya terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi daripada
letak tanah sekunder. Pada umumnya batuan keras basalt dan andesit
akan memberikan lempung merah sedangkan granit akan memberikan
lempung putih. Mineral kwarsa dan alumina dapat digolongkan sebagai
jenis tanah liat primer karena merupakan hasil samping pelapukan
batuan feldspatik yang menghasilkan tanah liat kaolinit.
Tanah liat primer memiliki ciri-ciri:
- warna putih sampai putih kusam
- cenderung berbutir kasar
- tidak plastis
- daya lebur tinggi
- daya susut kecil
- bersifat tahan api
Dalam keadaan kering, tanah liat primer sangat rapuh sehingga
mudah ditumbuk menjadi tepung. Hal ini disebabkan partikelnya yang
terbentuk tidak simetris dan bersudut-sudut tidak seperti partikel tanah
liat sekunder yang berupa lempengan sejajar. Secara sederhana dapat
dijelaskan melalui gambar penampang irisan partikel kwarsa yang telah
34
dibesarkan beberapa ribu kali. Dalam gambar di bawah ini tampak kedua
partikel dilapisi lapisan air (water film), tetapi karena bentuknya tidak
datar/asimetris, lapisan air tidak saling bersambungan, akibatnya
partikel-partikel tidak saling menggelincir.
2. Tanah liat Sekunder
Tanah liat sekunder atau sedimen (endapan) adalah jenis tanah
liat hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan
induknya karena tenaga eksogen yang menyebabkan butiran-butiran
tanah liat lepas dan mengendap pada daerah rendah seperti lembah
sungai, tanah rawa, tanah marine, tanah danau. Dalam perjalanan karena
air dan angin, tanah liat bercampur dengan bahan-bahan organik maupun
anorganik sehingga merubah sifat-sifat kimia maupun fisika tanah liat
menjadi partikel-partikel yang menghasilkan tanah liat sekunder yang
lebih halus dan lebih plastis.
Jumlah tanah liat sekunder lebih banyak dari tanah liat primer.
Transportasi air mempunyai pengaruh khusus pada tanah liat, salah
satunya ialah gerakan arus air cenderung menggerus mineral tanah liat
menjadi partikel-partikel yang semakin mengecil. Pada saat kecepatan
arus melambat, partikel yang lebih berat akan mengendap dan
meninggalkan partikel yang halus dalam larutan. Pada saat arus tenang,
seperti di danau atau di laut, partikel – partikel yang halus akan
mengendap di dasarnya. Tanah liat yang dipindahkan biasanya terbentuk
dari beberapa macam jenis tanah liat dan berasal dari beberapa sumber.
Dalam setiap sungai, endapan tanah liat dari beberapa situs cenderung
bercampur bersama. Kehadiran berbagai oksida logam seperti besi,
nikel, titan, mangan dan sebagainya, dari sudut ilmu keramik dianggap
sebagai bahan pengotor. Bahan organik seperti humus dan daun busuk
juga merupakan bahan pengotor tanah liat. Karena pembentukannya
melalui proses panjang dan bercampur dengan bahan pengotor, maka
tanah liat mempunyai sifat: berbutir halus, berwarna
krem/abu-abu/coklat/merah jambu/kuning, suhu matang antara 9000C-
35
14000C. Pada umumnya tanah liat sekunder lebih plastis dan mempunyai
daya susut yang lebih besar daripada tanah liat primer.
Semakin tinggi suhu bakarnya semakin keras dan semakin kecil
porositasnya, sehingga benda keramik menjadi kedap air. Dibanding
dengan tanah liat primer, tanah liat sekunder mempunyai ciri tidak
murni, warna lebih gelap, berbutir lebih halus dan mempunyai titik lebur
yang relatif lebih rendah. Setelah dibakar tanah liat sekunder biasanya
berwarna krem, abu-abu muda sampai coklat muda ke tua.
Tanah liat sekunder memiliki ciri-ciri:
- Kurang murni
- Cenderung berbutir halus
- Plastis
- Warna krem/abu-abu/coklat/merah jambu/kuning, kuning muda,
kuning kecoklatan, kemerahan, kehitaman
- Daya susut tinggi
- Suhu bakar 12000C–13000C, ada yang sampai 14000C (fireclay,
stoneware, ballclay)
- Suhu bakar rendah 9000C–11800C, ada yang sampai 12000C
(earthenware)
Warna tanah alami terjadi karena adanya unsur oksida besi dan
unsur organis, yang biasanya akan berwarna bakar kuning kecoklatan,
coklat, merah, warna karat, atau coklat tua, tergantung dan jumlah oksida
besi dan kotoran-kotoran yang terkandung. Biasanya kandungan oksida
besi sekitar 2%-5%, dengan adanya unsur tersebut tanah cenderung
berwarna lebih gelap, biasanya matang pada suhu yang lebih rendah,
kebalikannya adalah tanah berwarna lebih terang atau pun putih akan
matang pada suhu yang lebih tinggi.
2.2.15 Potensi Tanah Liat Wilayah NTB
Tanah liat sebagai komoditas bahan galian golongan C diwilayah NTB
khususnya pulau Lombok ketersediaannya cukup memadai. Dimanfaatkan
36
oleh masyarakat sebagai bahan utama pembuatan kerajinan gerabah, Batu
bata, dan Industri Keramik. Umumnya tanah liat di wilayah NTB berasal dari
tanah liat sekunder yang terbentuk karena endapan. Potensi terbesar tanah liat
di wilayah NTB dapat ditemukan di Kabupaten Lombok Tengah yang
tersebar di beberapa desa antara lain desa Sukarara, Sade ,Loyok dan
Penujak.
Tabel 2.3 Potensi Tanah Liat (ESDM NTB, 2009)
No Kabupaten/Kota Jumlah (m3)
1 Kota Mataram -
2 Lombok barat 1.375.000
3 Lombok Utara -
4 Lombok Tengah 290.790.731
5 Lombok timur 392.349
6 KSB 1.401.864
7 Sumbawa 11.459.082
8 Dompu 330.867
9 Kota Bima 3.145.000
10 Bima 8.298.314
Total: 317.193.207
2.2.16 Tanah Liat Sebagai Adsorbent
Adsorbsi sendiri dapat diartikan sebagai terserapnya atau terikatnya
suatu substansi (adsorbet) pada permukaan yang dapat menyerap (adsorben).
Absorbsi dapat terjadi diantara zat padat dan zat cair, zat padat dengan gas,
zat cair dengan zat cair, dan zat cair dengan gas. Adsorbsi terjadi karena
molekul-molekul pada permukaan zat yang memiliki gaya tarik dalam
keadaan tidak setimbang yang cenderung tertarik kearah dalam (gaya kohesi
adsorben lebih besar dari gaya adhesinya). Ketidakseimbangan gaya tarik
tersebut mengakibatkan zat yang digunakan sebagai adsorben cenderung
menarik zat-zat lain yang bersentuhan dengan permukaannya.
37
Proses adsorpsi berbeda dengan absorpsi, dimana fluida terserap oleh
fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Penetrasi adsorbat ke dalam
adsorben dapat terjadi pada ketebalan beberapa lapis dari permukaan
adsorben. Jika penetrasi molekul terjadi pada seluruh bagian molekul padat,
maka prosesnya disebut absorpsi. Absorpsi merupakan suatu proses dimana
suatu partikel terperangkap ke dalam suatu media dan seolah-olah menjadi
bagian dari keseluruhan media tersebut (Gilang, 2013).
Adsorben merupakan suatu padatan berpori yang menghisap (adsorp)
dan melepaskan (desorp) suatu fluida. Pada dasarnya, adsorben dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu adsorben yang mengadsorpsi secara fisik, adsorben
yang mengadsorpsi secara kimia, dan composite adsorbent yang
mengadsorpsi secara kimia dan fisik. Contoh adsorben yang mengadsorpsi
secara fisik diantaranya adalah arang aktif, bentonit, dan zeolit. Berdasarkan
interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbet, adsorbsi
dibagi menjadi dua bagian, yaitu adsorbsi fisika dan absorbsi kimia.
Adsorbsi fisika terjadi bila gaya intermolekuler lebih besar dari gaya tarik
antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbet
dengan permukaan adsorben, gaya ini disebut gaya Van der Waals.
Adsorbsi ini berlangsung cepat, dapat membentuk lapisan jamak
(multilayer), dan dapat bereaksi balik (reversible) karena energi yang
dibutuhkan relatif rendah. Adsorbsi kimia terjadi karena adanya reaksi
antara molekul-molekul adsorbet dengan adsorben dimana terbentuk ikatan
kovalen dengan ion. Gaya ikat adsorben ini bervariasi tergantung pada zat
yang bereaksi. Adsorbsi jenis ini bersifat irreversible dan hanya dapat
membentuk lapisan tunggal atau monolayer (Zulhelmi, 2011).
Adsorpsi merupakan salah satu metode yang sering digunakan
untuk menghilangkan ion logam berat dari limbah industri kimia Adsorpsi
dianggap sangat kompetitif dengan biaya yang ekonomis dan efektif
serta proses yang efisien untuk menghilangkan zat warna, logam berat,
dan material atau senyawa berbahaya lainnya seperti pengotor organik dan
38
anorganik dari limbah cair (Lilik, 2012). Zat yang sering digunakan dalam
adsorpsi salah satunya adalah tanah liat.
Kandungan silika (SiO2) dan Alumunium Oksida(Al2O3) dalam tanah
liat memiliki kemampuan dalam mengikat unsur pengotor, tanah liat
merupakan salah satu jenis material berpori alam yang memiliki daya
adsorpsi yang tinggi, sehingga dapat digunakan untuk menurunkan kadar
ion logam berat dari limbah industri (Lilik, 2012). Struktur dasar unit
silika dan unit alumina pada tanah liat mempunyai kemampuan untuk
menyerap anion atau kation. Berdasarkan sifat tersebut maka tanah liat
sangat berpotensi sebagai adsorben. Struktur tanah liat memiliki luas
permukaan yang relatif besar untuk mengadsorpsi air atau liquid. Sisa
permukaan yang ada akan digantikan oleh struktur ikatan mineral yang
menyerap air di dalam lapisannya sampai 4 lapisan. Lapisan-lapisan tersebut
biasanya sampai kehilangan bentuknya, namun tidak sampai meninggalkan
permukaannya (Rusmini, 2011). Kandungan Al2O3 dalam tanah liat
mempengaruhi pengikatan adsorbat. Dengan adanya Al2O3 yang memiliki
partikel berupa kristal kuarsa dalam adsorben tanah liat menjadikan
adsorben dapat mengikat dan mengendapkan adsorbat yang terserap
(Rusmini, 2011). Clay treatment juga bisa dipakai untuk menghilangkan
resin-resin dan warna dari minyak pelumas setelah dilakukan ekstraksi
pelarut. Tanah liat biasanya langsung ditambahkan ke dalam minyak dan
diaduk dengan dipanaskan (Rusmini, 2011).
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi
literatur (library research), yaitu dengan memperajari literatur - literatur yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas pada penelitian ini dan metode
eksperimental yaitu dengan cara menyediakan hubungan sebab akibat dari
kondisi perlakuan dengan menggunakan alat peraga atau pengujian.
3.2 Variabel Penelitian
Yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel terikat, yaitu yang menjadi penelitian utama dari penelitian.
Tujuan utama dari penelitian adalah menjelaskan variabel terikat. Dengan
menganalisa variabel terikat diharapkan dapat ditemukan jawaban atau
penjelasan masalah. Yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini
adalah karakteristik minyak pelumas yang dihasilkan dapat berupa :
- Viskositas kinematik
- Kadar air
- Specific gravity
- Warna
b. Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Adapun
yang menjadi variabel bebas yaitu kondisi yang dikehendaki oleh peneliti,
dalam penelitian ini variabel bebas yakni: massa tanah liat dan volume
H2SO4 yang ditambahkan.
40
3.3 Alat Dan Bahan
3.3.1 Alat
1. Saringan
- Screen mesh 200
Berfungsi sebagai penyaring tanah liat guna mendapatkan ukuran
tanah liat yang diinginkan
Gambar 3.1 Screen mesh
2. Alat ukur
- timbangan Digital
Berfungsi untuk mengukur massa tanah liat
Gambar 3.2 Neraca digital
- Gelas ukur 50, 500 dan 1000 ml
Guna mengukur volume oli serta volume H2SO4
3. Media pencampuran
- Toples kaca
Sebagai media pencampuran minyak pelumas dengan H2SO4 maupun
dengan tanah liat
41
- Bor tangan
Digunakan untuk megaduk minyak pelumas
4. Viskometer Kapiler Otomatis
Alat ukur viskositas
Gambar 3.3 Viskometer
5. Colorimeter
Digunakan untuk mengukur warna minyak pelumas
Gambar 3.4 Colorimeter
42
6. Oven
Digunakan untuk menghilangkan kadar air dalam tanah liat dan minyak
pelumas.
7. Density meter
Alat ukur massa jenis
Gambar 3.5 Digital Density Meter
3.3.2 Bahan
1. Minyak pelumas Bekas Meditran S SAE 40
2. Tanah liat
3. Asam Sulfat (H2SO4)
3.4 Prosedur Penelitian
1. Persiapan
a) Persiapan alat
b) Persiapan bahan
43
1.1 Diagram persiapan bahan tanah liat
Untuk menentukan campuran perbandingan tanah liat merah dengan
hitam sebelumnya telah dilakukan uji coba (trial blend) dalam menentukan
campuran optimal tanah liat merah dan hitam yaitu didapatkan pada
perbandingan 4:1.
2. Tahap pencampuran H2SO4 dengan minyak pelumas (acid treatment)
a) Dilakukan pengujian awal terhadap minyak pelumas bekas guna
mengetahui karakteristik awal minyak pelumas bekas berupa
viskositas , kadar air dan specific gravity.
b) Dilakukan pengukuran volume minyak pelumas dan asam sulfat. 1000
ml minyak pelumas untuk setiap sampel asam sulfat (50ml, 100ml, dan
150ml).
44
Penggilingan kasar tanah liat primer (merah) dan sekunder (hitam)
Pencampuran tanah liat merah dan hitam perbandingan 4:1
Campuran tanah liat dilarutkan dalam air dan diaduk merata
Pengeringan tanah liat menjadi lumpur
Lumpur tanah liat di permukaan diangkat dipisahkan dari pasir yang mengendap
Lumpur tanah liat dikeringkan dengan oven dan digiling halus
Dilakukan penyaringan dengan screen mesh 200
c) Dilanjutkan dengan tahap pencampuran minyak pelumas dengan asam
sufat kedalam media toples kaca dan diaduk selama 30 menit.
d) Campuran didiamkan selama 21 hari pada suhu kamar guna
mengendapkan kontaminan didasar campuran.
e) Setelah kontaminan terendap, minyak pelumas yang berada di bagian
atas diangkat guna dipisahkan dengan kontaminan yang mengendap di
dasar tabung.
f) Pengujian yang sama juga dilakukan untuk volume asam sulfat dengan
jumlah 100 ml maupun 150 ml.
3. Campuran Tanah liat dengan minyak pelumas (clay treatment)
Hasil dari minyak pelumas bekas yang diperoleh pada tahap
pencampuran dengan asam sulfat (acid treatment) selanjutnya dilakukan
pencampuran dengan tanah liat (clay treatment), clay treatment dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut :
a) Tanah liat disaring dengan menggunakan screen mesh 200.
b) Tanah liat dioven dengan teperatur 110o C selama 30 menit guna
menghilangkan kadar air.
c) Dilakukan pengukuran volume minyak pelumas yang digunakan.
d) Tanah liat ditimbang dengan menggunakan neraca digital dengan
massa 300,400 dan 500 gram.
e) Tanah liat dicampurkan kedalam larutan minyak pelumas yang sudah
diperlakukan dengan asam sulfat dengan menggunakan metode
pencampuran sebagai berikut :
A/T T300 T400 T500
A5 A5 T300 A5 T400 A5 T500
A10 A10 T300 A10 T400 A10 T500
A15 A15 T300 A15 T400 A15 T500
Tabel 3.1 campuran tanah liat dan Asam sulfat
45
Dimana:
- T300 = Tanah liat 300 gram.
- T400 = Tanah liat 400 gram.
- T500 = Tanah liat 500 gram.
- A5 = Minyak pelumas, dengan campuran Asam sulfat 50 ml.
- A10 = Minyak pelumas, dengan campuran Asam sulfat 100 ml.
- A15 = Minyak pelumas, dengan campuran Asam sulfat 150 ml.
f) Tahap pencampuran minyak pelumas dengan tanah liat dilakukan pada
temperatur kamar dan diaduk selama 30 menit.
g) Campuran didiamkan selama 21 hari guna mengendapkan tanah liat
dan kontaminan yang terserap.
h) Setelah kontaminan terendap, minyak pelumas yang berada dibagian
atas diangkat guna dipisahkan dengan kontaminan yang mengendap di
dasar tabung.
i) Dilakukan pengujian pengujian karakteristik untuk masing-masing
sampel.
46
3.1 Diagram proses daur ulang
Untuk menentukan lama pengadukan serta rpm pengadukan
sebelumnya telah dilakukan uji coba dalam menentukan lama waktu
minimal pengadukan dan putaran pengadukan, di dapatkan waktu minimal
dengan putaran ±900 rpm adalah 30 menit.
4. Pengujian Karakteristik
a) Viskositas Kinematik (ASTM D 7279)
Proses atau cara pengujiannya yaitu :
1. Mengatur suhu kedua bath pada 40°C dan 100°C
47
Pengovenan tanah liat salama 1 jam temperatur 120o C
Pencampuran tanah liat dengan minyak pelumas
Pengadukan selama 30 menit dengan putaran ±900 rpm
Pengendapan kontaminan selama 3 minggu
Pemisahan kontaminan dengan minyak pelumas
Pengukuran massa tanah liat
Pengukuran volume minyak pelumas bekas dan asam sulfat
Pencampucaran asam + minyak pelumas bekas
Pengadukan selama 30 menit dengan putaran ±900 rpm
Pengendapan kontaminan selama 3 minggu
Pemisahan kontaminan dengan minyak pelumas
2. Menyalakan kompresor untuk membersihkan tabung kapiler dengan
cairan pembersih ditunggu sampai cairan pembersihnya
dihilangkan dan pipa kapiler dalam keadaan ready ditandai dengan
lampu tombol berwarna hijau.
3. Memasukkan sampel pelumas kedalam viskosimeter tube dengan
volume 6 ml pada bath 40°C dan 4 ml pada viskometer dengan
bath temperatur 100°C.
4. Mengalirkan sampel melalui kapiler dari batas atas ke bawah yang
telah ditentukan pada kapiler dengan menekan tombol start.
5. Minyak pelumas yang dialirkan telah mencapai batas bawah pipa
kapiler pada layar viskometer akan ditunjukkan nilai viskositas
kinematik dari sampel yang diuji.
b) Density (ASTM D 4052)
Proses atau cara pengujiannya yaitu :
1. Mengatur suhu pengukuran density meter pada temperatur 15o C.
2. Memasukkan pelumas ke dalam density meter dengan
menggunakan pompa tangan.
3. Pengukuran dikakukan setelah sampel minyak suhunya telah
mencapai suhu pengukuran yang telah diatur dengan menekan
tombol measure.
4. Mencatat hasil pengukuran densitas yang ditunjukkan pada layar.
c) Warna (ASTM D1500)
Pengujian warna sesuai dengan metode ASTM D-1500. Adapun
peralatan dan prosedur pengujiannya yaitu :
A. Peralatan dan bahan yang digunakan berupa :
1. Colorimeter, terdiri dari sumber cahaya, gelas warna standar dan
rumah tabung contoh bertutup.
2. Tabung contoh. untuk pembanding yang diisi dengan air suling.
48
3. Tabung uji. ntuk tempat pelumas yang akan diuji warnanya.
B. Proses atau cara pengujiannya yaitu :
1. Menempatkan tabung contoh pada rumah tabung yang telah
diisi dengan air suling paling sedikit sampai kedalaman 50 mm
dalam kompartemen colorimeter.
2. Memasukkan pelumas kedalam tabung uji sampai tanda batas.
3. Memasukkan tabung uji yang sudah berisi pelumas kedalam
kompartemen Colorimeter.
4. Menutup kontainer (tutupan Colorimeter) untuk mencegah
masuknya cahaya dari luar.
5. Menghidupkan sumber cahaya pada Colorimeter
6. Mencatat nilai dari warna dari minyak pelumas yang tertera
pada Colorimeter.
d) Kadar air
1. Pengujian kadar air dilakukan dengan metode pengovenan
dilakukan selama 60 menit dengan temperatur 110o C.
2. Dilakukan pengukuran terhadap massa minyak pelumas sebelum
pemanasan dan massa setelah pemanasan.
5. Tahap perhitungan dan analisa data
Berdasarkan data uji karakteristik minyak pelumas maka dilakukan
pengolahan data dan dianalisa menggunakan metode statistik anova untuk
mengetahui pengaruh variasi volume asam sulfat serta variasi massa tanah
liat yang di tambahkan.
49
3.5 Diagram Alir Penelitian
Adapun tahap dan proses yang dilakukan dalam penelitian adalah
mengikuti diagram alir di bawah ini.
Gambar 3.12 Diagram alir penelitian
50
Mulai
Pembuatan dan persiapan alat dan bahan
Pengambilan data karakteristik awal Viskositas kinematik Kadar air Specific Gravity
Sampel Pengujian A5T300,A5T400 Dan A5T500
A10T300,A10T400 Dan A10T500
A15T300,A15T400 Dan A15T500
Pengambilan data karakteristik akhir Viskositas kinematik Kadar air Specific Gravity Warna
Analisa data
Kesimpulan dan saran
Selesai