Post on 06-Mar-2018
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pupuk
Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman
dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling
awal adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu.
Dalam pemilihan pupuk perlu diketahui terlebih dahulu jumlah dan jenis unsur
hara yang dikandungnya, serta manfaat dari berbagai unsur hara pembentuk pupuk
tersebut. Setiap kemasan pupuk yang diberi label yang menunjukkan jenis dan unsur
hara yang dikandungnya. Kadangkala petunjuk pemakaiannya juga dicantumkan pada
kemasan.karena itu, sangat penting untuk membaca label kandungan pupuk sebelum
memutuskan untuk membelinya. Selain menentukan jenis pupuk yang tepat, perlu
diketahui juga cara aplikasinya yang benar, sehingga takaran pupuk yang diberikan
dapat lebih efisien. Kesalahan dalam aplikasi pupuk akan berakibat pada terganggunya
pertumbuhan tanaman. Bahkan unsur hara yang dikandung oleh pupuk tidak dapat
dimanfaatkan tanaman (Novizan, 2005).
2.1.1. Penggolongan Pupuk
Pupuk dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Pupuk Kimia (Anorganik)
Pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut dengan
pupuk buatan. Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk
Universitas Sumatera Utara
kimia majemuk. Pupuk kimia tunggal hanya memiliki satu macam hara, sedangkan
pupuk kimia majemuk memiliki kandungan hara lengkap. Pupuk kimia yang sering
digunakan antara lain Urea dan ZA untuk hara N; pupuk TSP, DSP, dan SP-26 untuk
hara P, KCl atau MOP untuk hara K. Sedangkan pupuk majemuk biasanya dibuat
dengan mencampurkan pupuk-pupuk tunggal. Komposisi haranya bermacam-macam,
tergantung produsen dan komoditasnya (http://isroi.wordpress.com).
b. Pupuk Organik
Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik atau
alami. bahan-bahan yang termasuk pupuk organik antara lain adalah pupuk kandang,
kompos, kascing, gambut, rumput laut dan guano. Berdasarkan bentuknya pupuk
organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
Beberapa orang juga mengelompokkan pupuk-pupuk yang ditambang seperti dolomit,
fosfat alam, kiserit, dan juga abu (yang kaya K) ke dalam golongan pupuk organik.
Beberapa pupuk organik yang diolah dipabrik misalnya adalah tepung darah, tepung
tulang, dan tepung ikan.
Pupuk organik cair antara lain adalah compost tea, ekstrak tumbuh-tumbuhan,
cairan fermentasi limbah cair peternakan, fermentasi tumbuhan-tumbuhan, dan lain-
lain. Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Bahkan di dalam pupuk
organik juga terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman,
seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain
(http://isroi.wordpress.com).
c. Pupuk Hayati
Pupuk hayati (biofertilizer) adalah suatu bahan yang berasal dari jasad hidup,
khususnya mikrobia, yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi suatu tanaman. Dalam hal ini yang dimaksud dengan berasal dari jasad
hidup adalah mengacu pada hasil proses mikrobilogis. Oleh karena itu istilah pupuk
hayati lebih tepat disebut sebagai inokulan mikrobia, seperti yang dikemukakan oleh
Universitas Sumatera Utara
Rao (1982). Meskipun demikian istilah pupuk hayati sudah lebih dikenal dan sebagai
alternatif bagi pupuk kimia buatan (artificial chemical fertilizer).
Pupuk hayati berbeda dari pupuk kimia buatan, misalnya urea, TSP dan lain-
lain, karena dalam pupuk hayati komponen utamanya adalah jasad hidup yang pada
umumnya diperoleh dari alam tanpa ada penambahan bahan kimia, kecuali bahan
kimia yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan jasad hidupnya selama dalam
penyimpanan.
Dalam formulasi pupuk hayati, seringkali bahkan tidak diperlukan bahan-
bahan kimia buatan karena bahan-bahan tersebut dapat diganti dengan bahan alami,
misalnya gambut, kapur alam. Pupuk hayati mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan pupuk kimia buatan karena bahan-bahannya berasal dari alam sehingga tidak
menimbulkan persoalan pencemaran lingkungan seperti halnya dengan pupuk kimia
buatan (Yuwono, 2006).
Pupuk hayati tidak mengandung N, P, dan K. Kandungan pupuk hayati adalah
mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi tanaman. Kelompok mikroba yang
sering digunakan adalah mikroba-mikroba yang menambat N dari udara, mikroba
yang malarutkan hara (terutama P dan K), mikroba-mikroba yang merangsang
pertumbuhan tanaman.
Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan sejak lama.
Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada juga yang bebas
(tidak bersimbiosis). Contoh mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman antara lain
adalah Rhizobium sp Sedangkan contoh mikroba penambat N yang tidak bersimbiosis
adalah Azosprillium sp dan Azotobacter sp.
Mikroba-mikroba bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan pembawa,
bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk hayati juga ada yang hanya terdiri dari satu
atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang mengklaim terdiri dari bermacam-
macam mikroba. Pupuk hayati ini yang kemudian diaplikasikan ke tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu kelemahan mikroba adalah sangat tergantung dengan banyak hal.
Mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, baik lingkungan biotik
maupun abiotik. Jadi biofertilizer yang cocok di daerah sub tropis belum tentu efektif
di daerah tropis. Demikian juga biofertilizer yang efektif di Indonesia bagian barat,
belum tentu efektif juga di wilayah Indonesia bagian timur. Mikroba yang
bersimbiosis dengan tanaman lebih spesifik lagi. Misalnya Rhizobium sp yang
bersimbiosis dengan kedelai varietas tertentu belum tentu cocok untuk tanaman
kacang-kacangan yang lain. Umumnya mikroba yang bersimbiosis berspektrum
sempit (http://isroi.wordpress.com).
2.2. Unsur Hara Tanaman
Bentuk senyawa organik kompleks dari tumbuhan adalah karbon dioksida (CO2) yang
didapat dari udara, energi matahari, air, dan senyawa-senyawa anorganik dari tanah.
Unsur-unsur hara ini harus dalam bentuk zat terlarut dalam tanah agar dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan, dan senyawa-senyawa organik seperti kotoran hewan,
sisa-sisa tumbuhan atau zat-zat organik tanah, harus dipecah dan dimineralisasi
menjadi molekul-molekul sederhana sebelum senyawa organik ini digunakan.
Tumbuhan tidak dapat membedakan antara unsur hara dari pupuk mineral, kotoran
hewan atau zat organik tanah. Unsur hara tanaman dibagi menjadi 3 kelompok:
1. Unsur hara makro primer: N, P, K;
2. Unsur hara makro sekunder: kalsium (Ca), magnesium (Mg), Sulfur (S);
3. Unsur hara mikro: klor (Cl), besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), seng (Zn),
tembaga (Cu), molibdenum (Mo), nikel (Ni).
Unsur hara makro primer dan sekunder dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang besar. Ada beberapa senyawa yang terdapat pada banyak tanaman termasuk
protein, asam nukleat dan klorofil yang penting untuk berbagai macam proses seperti
transfer energi, mendapatkan makanan dan fungsi enzim. Rata-rata, tumbuhan
memiliki unsur-unsur N, P dan K dengan perbandingan N:P:K = 2:0,44:0,83
(N:P2O5:K2O = 2:1:1) (Laegreid et al, 1999).
Unsur hara yang diserap oleh tanaman berasal dari 3 sumber sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Bahan Organik. Sebagian besar unsur hara terkandung dalam bahan organik.
Sebagian dapat langsung digunakan oleh tanaman, sebagian lagi tersimpan untuk
jangka waktu yang lebih lama. Bahan organik harus mengalami dekomposisi
(pelapukan) terlebih dahulu sebelum tersedia bagi tanaman.
2. Mineral Alami. Setiap jenis batuan mineral yang membentuk tanah mengandung
bermacam-macam unsur hara. Mineral alami ini berubah menjadi unsur hara
yang tersedia bagi tanaman setelah mengalami penghancuran oleh cuaca.
3. Unsur hara yang terjerap atau terikat. Unsur hara ini terikat di permukaan atau
di antara lapisan koloid tanah dan sebagai sumber utama dari unsur hara yang
dapat diatur oleh manusia. Unsur hara yang terikat ini biasanya tidak dapat
digunakan oleh tanaman, karena pH-nya terlalu ekstrem atau terdapat
ketidakseimbangan jumlah unsur hara. Lewat pengaturan pH tanah, unsur hara
ini dapat diubah menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman (Novizan, 2005).
2.3. Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur yang penting untuk seluruh proses dalam tumbuhan.
Pengambilan N oleh tumbuhan telah dipelajari oleh Morot-Gaudry (1997);
kekurangan N menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman baik secara alami
maupun pada pertanian. Penggunaan pupuk N biasanya mempercepat pertumbuhan
tanaman, dan penggunaan pupuk N sangat penting untuk meningkatkan produktivitas
pertanian. Produksi pangan dunia meningkat dalam 50 tahun terakhir, karena
meningkatnya penggunaan pupuk N. Ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya lebih
banyak N yang bersirkulasi melalui siklus N yang berhubungan dengan pertanian
(Laegreid et al, 1999).
Nitrogen yang ada di dalam tanah dapat hilang karena terjadinya penguapan,
pencucian oleh air, atau terbawa bersama tanaman pada saat panen. Tanah yang sangat
basah atau sangat padat bisa menyebabkan kondisi anaerob (tidak terdapat cukup
oksigen di dalam tanah). Akibatnya terjadi reaksi yang mengubah nitrat menjadi gas
nitrogen (reaksi denitrifikasi). Jenis bakteri tertentu juga mampu mengubah nitrat
menjadi gas nitrogen. Pencucian nitrat sering terjadi pada tanah berpasir atau tanah
yang sangat gembur. Saat pencucian terjadi, air memindahkan nitrat menuju lapisan di
Universitas Sumatera Utara
bawah daerah perakaran. Erosi pada permukaan tanah akan menghanyutkan nitrogen
ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Selanjutnya akan terjadi proses
pengembalian nitrogen ke tanah. Proses ini terjadi secara berkesinambungan yang
dikenal dengan siklus nitrogen (Novizan, 2005).
2.3.1. Nitrogen : Kimia dan Bentuk
Unsur N (N2) terdapat 99,8% dalam bentuk N bebas, dan 78% di atmosfer dalam
bentuk N2. Gas yang terdapat di atmosfer merupakan sumber utama N, tetapi secara
alamiah gas ini memiliki reaktivitas yang rendah dan hanya beberapa bakteri yang
dapat memanfaatkannya. Untuk kebutuhan tumbuhan, N2 harus diubah menjadi
ammonium atau nitrat, prosesnya disebut fiksasi N. Nitrogen terdapat dalam berbagai
macam bentuk, yaitu:
1. Bentuk gas: dinitrogen oksida (N2O), oksida nitrogen (NOx), dan ammonia (NH3)
2. Bentuk ion: nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4
+)
3. Senyawa organik: urea [CO(NH2)2], protein, enzim, humus (Laegreid et al, 1999).
2.3.2. Nitrogen dalam Tanah
Pada dasarnya bentuk N dalam tanah adalah ammonium (NH4+), nitrat (NO3
-), dan
senyawa-senyawa organik. Kebanyakan nitrogen tanah terdapat dalam senyawa
organik; senyawa organik ini diubah secara lambat oleh mikroba menjadi NH4+,
kemudian mikroba yang lain mengubah NH4+ dengan cepat menjadi NO3
-, yang
merupakan bentuk mineral utama N dalam tanah. NO3- dan NH4
+ secara langsung
tersedia dalam tumbuhan. Tumbuhan juga dapat mengambil sejumlah kecil gas NH3
dan senyawa N organik terlarut seperti urea dan asam-asam amino. Nitrogen dalam
bentuk senyawa organik yang lain tidak tersedia sampai senyawa organik ini diuraikan
(Laegreid et al, 1999).
Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting di dalam
tanaman. Sekitar 40-50% kandungan protoplasma yang merupakan substansi hidup
dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen digunakan oleh
tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein. Nitrogen
Universitas Sumatera Utara
juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat,
dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap
tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang
dan daun. Memasuki tahap pertumbuhan generatif, kebutuhan nitrogen mulai
berkurang. Tanpa suplai nitrogen yang cukup, pertumbuhan tanaman yang baik tidak
akan terjadi (Novizan, 2005).
2.3.3. Siklus Nitrogen
Nitrogen dibutuhkan oleh seluruh organisme untuk sintesis protein, asam-asam
nukleat, dan senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Molekul nitrogen (N2) terdapat
hampir 80% di atmosfer bumi. Untuk proses asimilasi oleh tumbuhan, nitrogen harus
difiksasi yang diambil dan digabungkan menjadi senyawa-senyawa organik. Aktivitas
dari beberapa mikroorganisme yang khusus sangat penting dalam mengubah nitrogen
menjadi bentuk-bentuk yang berguna (Tortora, 2001).
Gambar 2.1. Bagan Siklus Nitrogen
Bagan siklus nitrogen terlihat pada gambar 2.1. Protein, asam nukleat, basa
purin, pirimidin, dan asam amino (glukosamin dan galaktosamin) merupakan senyawa
nitrogen oraganik yang berasal dari sisa tanaman atau hewan. Reaksi biokimia dalam
siklus nitrogen meliputi :
a. Proteolisis b. Amonifikasi (degradasi asam amino) c. Nitrifikasi
Universitas Sumatera Utara
d. Reduksi nitrat menjadi ammonia e. Denitrifikasi f. Fiksasi Nitrogen (Budiyanto, 2004) Penguraian protein dengan mikroorganisme dimulai dengan hidrolisis protein
secara enzimatik menjadi asam amino masing-masing; selanjutnya, asam amino yang
dibebaskan dimetabolisme lebih lanjut. Selama jalannya metabolisme ini gugus amino
dibebaskan sebagai amoniak.
R CHCOOH deaminase R C COOH + NH3
NH2 O Asam amino Asam α-keto Ammonia
Karena tumbuhan dapat memanfaatkan ammonia yang dibebaskan ini sebagai
sumber nitrogen, siklus ini dapat berhenti di sini karena menyangkut keseimbangan
alam. Akan tetapi terdapat sejumlah besar bakteri autotrof yang memperoleh satu-
satunya sumber energi dari oksidasi ammonia menjadi nitrit.
NH4+ + 2O2 Nitrosomonas NO2
- + 2H2O
Pada tingkat ini kelompok bakteri autotrof lainnya mengambil alih; bakteri ini
memperoleh energinya dengan oksidasi nitrit menjadi nitrat. Akibatnya, bentuk
nitrogen utama dalam tanah ialah nitrat, yang dapat juga digunakan oleh tanaman
sebagai sumber nitrogen.
2NO2- + O2 Nitrobacter 2NO3
- (Volk, 1984)
Nitrat oleh mikroorganisme dimanfaatkan untuk dua tujuan: 1. Seperti
kebanyakan tumbuh-tumbuhan, banyak bakteri mampu mengolah nitrat sebagai
sumber nitrogen untuk mensintesis komponen-komponen sel yang mengandung
nitrogen. Reduksi nitrat secara asimilasi dapat berlangsung pada kondisi aerob. 2.
Sebaliknya terjadi reduksi nitrat secara asimilasi atau “respirasi nitrat”; pada peristiwa
ini nitrat bertindak sebagai akseptor hidrogen terminal pada kondisi anaerob. Pada
kedua peristiwa ini pertama-tama nitrat direduksi menjadi nitrit oleh enzim yang
mengandung molibden, yaitu nitrat reduktase. (Schlegel, 1999)
Universitas Sumatera Utara
Spesies Pseudomonas merupakan kelompok bakteri yang paling penting dalam
denitrifikasi tanah. Denitrifikasi terjadi pada tanah yang kekurangan air dimana
ketersediaan oksigen sedikit. Ketiadaan oksigen sebagai akseptor elektron, bakteri
pendenitrifikasi akan menggantikan nitrat untuk pupuk pertanian. Bakteri ini merubah
sejumlah besar nitrat menjadi nitrogen yang masuk ke dalam atmosfer dan
menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat berarti. Proses denitrifikasi dapat
dituliskan sebagai berikut :
NO3- NO2
- N2O N2
(Tortora, 2001)
Gambar 2.2. Siklus Nitrogen
Universitas Sumatera Utara
2.4. Fiksasi Nitrogen Secara Biologis
Fiksasi nitrogen merupakan proses biokimia yang paling mendasar setelah
fotosintesis. Proses ini merupakan reduksi nitrogen atmosfer menjadi ammonia.
Fiksasi nitrogen dapat dilakukan oleh ganggang biru-hijau, beberapa mikroorganisme
khususnya bakteri. Reaksi reduksi nitrogen adalah sebagai berikut:
N2 + 3H2 2NH3 ∆Go = -33,5 kJ mol-1
Reaksi di atas merupakan reaksi eksergonik. Karena N2 tidak reaktif, proses ini
secara industri dilakukan dengan menggunakan katalis, temperatur tinggi (600oC) dan
tekanan (1000 atm). Proses biologi terjadi pada tekanan 1 atm dan suhu 25oC. Pada
sistem bakteri, reaksi dikatalisis oleh enzim nitrogenase (Kuchel, 1998).
Fiksasi nitrogen dikatalisis oleh suatu kompleks enzim, yaitu sistem
nitrogenase, yang aktivitasnya masih belum dipahami sepenuhnya. Karena sistem
nitrogenase bersifat tidak stabil dan segera mengalami inaktivasi oleh oksigen
atmosfer, enzim ini sulit untuk diisolasi dalam bentuk aktif dan dimurnikan. Produk
fiksasi nitrogen stabil yang pertama dikenali adalah ammonia (NH3); jadi proses
keseluruhan dipandang terdiri dari reduksi satu molekul nitrogen (N2) menjadi dua
molekul ammonia (Lehninger, 1982).
2.4.1. Organisme Pengikat Nitrogen
Hanya beberapa spesies mikroorganisme dan tanaman yang dapat melakukan fiksasi
nitrogen atmosfer. Beberapa bakteri yang hidup bebas, seperti sianobakteri atau
ganggang hijau-biru, yang terdapat tidak hanya di dalam air tawar dan air asin, tetapi
juga pada tanah dan jenis-jenis bakteri lainnya, seperti Azotobacter, mampu
melakukan fiksasi nitrogen atmosfer. Produk penting pertama dari fiksasi nitrogen
pada organisme ini adalah ammonia (NH3), yang dapat dipergunakan oleh bentuk
kehidupan lain, baik secara langsung atau setelah pengubahannya menjadi senyawa
terlarut lainnya, seperti nitrit, nitrat, atau asam amino (Lehninger, 1982).
Universitas Sumatera Utara
Fiksasi biologis nitrogen dilakukan baik oleh mikroorganisme nonsimbiotik
yang dapat berdiri sendiri atau bakteri-bakteri tertentu yang hidup secara simbiosa
dengan tanaman tingkat tinggi. Golongan yang pertama termasuklah organisme
aerobik tanah (misalnya Azotobacter), organisme tanah anaerob (misalnya Clostridium
sp), bakteri fotosintetik (misalnya Rhodospirillum rubrum) dan ganggang (misalnya
Myxophyceae). Sistem simbiotik terdiri atas bakteri (Rhizobia) yang hidup dalam
simbiosa dengan sejumlah Leguminoseae seperti kudzu, kacang polong dan kedelai.
Leguminosa bukan satu-satunya tanaman yang dapat memfiksasi nitrogen secara
simbiosis; lebih kurang 190 spesies semak dan pohon dapat memfiksasi nitrogen
(Sulaiman, 1991).
Banyak bakteri yang tidak mampu mengikat nitrogen sendiri, tapi hidup
bersimbiosa dengan tumbuhan tinggi. Ini terjadi, juga karena masalah energi. Ikatan
serangkai tiga yang menghubungkan dua atom nitrogen dalam suatu molekul gas
nitrogen, sulit diputuskan. Begitu besar biaya energi untuk menghasilkan ammonia
secara kimia, sebegitu pula beban energi yang dipikul oleh bakteri pengikat nitrogen.
Jika bakteri itu hidup bersama dengan tumbuhan hijau yang mengikat karbon, hasilnya
adalah pertukaran bahan nutrisi yang saling menguntungkan. Tumbuhannya mendapat
nitrogen yang telah difiksasi, sedangkan bakterinya menerima karbon yang telah
terfiksasi pula, yang dipakai untuk menghasilkan energi (Marx, 1991).
2.4.2. Biokimia Nitrogenase
Semua spesies yang dapat mengikat nitrogen memiliki kompleks nitrogenase.
Strukturnya, sama pada semua spesies yang telah diteliti sejauh ini, mengandung dua
protein yang disebut nitrogenase dan nitrogenase reduktase. Dinitrogenase (240 kD),
juga dikenal sebagai protein Fe-Mo, merupakan suatu α2β2-heterotetramer yang
mengandung dua atom molybdenum (Mo) dan 30 atom besi. Protein ini mengkatalisis
reaksi N2 + 8H+ + 8e- 2NH3 + H2. Dinitrogenase reduktase (60 kD) juga
dikenal sebagai protein Fe merupakan suatu dimer yang mengandung subunit yang
identik (McKee, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Nitrogenase reduktase berberat molekul 60.000 dalton dan terdiri dari dua
subunit protein yang identik. Cirinya berwarna coklat, karena mengandung untaian
besi dan belerang. Dari namanya dapat diduga bahwa enzim itu mereduksi nitrogen,
karena menambah lagi elektron yang dipakai untuk mereduksi N2. Nitrogenase
reduktase menerima elektron yang dipindahkan protein lain dan sifatnya bervariasi
pada berbagai bakteri pengikat nitrogen. Reduksi N2 banyak menggunakan energi.
Ada 20 sampai 30 molekul adenosin trifosfat (ATP) yang diperlukan untuk menunjang
reduksi satu molekul nitrogen menjadi ammonia. Lagi pula reaksi nitrogenase banyak
menghasilkan residu, karena ia juga mereduksi ion hidrogen menjadi molekul
hidrogen (H2) yang keluar berupa gas (Marx, 1991).
Nitrogenase dengan cepat dinonaktifkan oleh O2, jadi enzim ini harus
dilindungi dari oksigen yang reaktif ini. Sianobakteri memberikan perlindungan
dengan cara mengikat nitrogen melalui sel-sel nonfotosintetik yang disebut heterocyst.
Pada bintil akar legume, perlindungan dapat dilakukan oleh sintesis
leghemoglobin secara simbiosis. Bagian globin dari monomer oksigen ini akan
mengikat protein yang disintesis oleh tumbuhan, dimana protein heme disintesis oleh
Rhizobium. Leghemoglobin memiliki afinitas O2 yang sangat tinggi menjaga
masuknya O2 cukup rendah untuk melindungi nitrogenase yang sedang melakukan
transport pasif O2 untuk bakteri aerobik (Voet, 1998).
2.4.3. Mekanisme Reduksi Nitrogen oleh Nitrogenase
Selama proses fiksasi nitrogen secara biologis, gas nitrogen (N2) direduksi menjadi
ammonia (NH3) oleh enzim nitrogenase. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Protein Fe (nitrogenase reduktase) menerima elektron dari feridoksin (NADPH)
membentuk protein Fe tereduksi.
Protein Fe + 6e- Protein Fe tereduksi
Universitas Sumatera Utara
2. Protein Fe tereduksi bereaksi dengan 12 molekul MgATP membentuk suatu
kompleks protein Fe tereduksi-MgATP (kompleks RFP-MA1
Protein Fe tereduksi + 12MgATP Kompleks RFP-MA
). Dalam hal ini ion
Mg2+ akan mengaktifkan protein Fe.
3. Protein Fe-Mo (nitrogenase) bereaksi dengan satu molekul N2 membentuk
kompleks nitrogen nitrogenase (NNC2
Nitrogenase + N2 Kompleks nitrogen nitrogenase
Gambar 2.3. Struktur kofaktor Fe-Mo dalam nitrogenase
).
4. Dengan adanya ion Na+, kompleks RFP-MA akan mengikat kompleks nitrogen
nitrogenase membentuk kompleks nitrogenase aktif. Elektron-elektron pada
kompleks RFP-MA ditransfer ke dalam nitrogenase untuk mereduksi nitrogen.
Selama proses transfer elektron ini, dua molekul ion H+ direduksi menjadi H2.
Kompleks RFP-MA + NNC Kompleks nitrogenase
2H+ H2
5. Nitrogenase tereduksi dalam kompleks nitrogenase menerima enam molekul ion
H+ dari sitoplasma dan mereduksi N2 menjadi ammonia dengan menggunakan
enam elektron. Elektron-elektron yang ada pada atom Fe dari nitrogenase
digunakan untuk tujuan ini. Reduksi nitrogen melalui tiga tahap:
i) Tahap pertama, nitrogen bereaksi dengan 2H+ menggunakan dua elektron
menghasilkan diamida.
N≡N + 2H+ HN=NH
1 RFP-MA: Reduced Fe Protein-MgATP 2 NNC: Nitrogenase Nitrogen Complex
Kompleks RFP-MA 6e-
Kompleks nitrogen nitrogenase
Universitas Sumatera Utara
ii) Tahap kedua, diamida bereaksi dengan 2H+ menggunakan dua elektron
menghasilkan hidrazin.
HN=NH + 2H+ H2N-NH2
iii) Tahap ketiga, hidrazin bereaksi dengan 2H+ menggunakan dua elektron
menghasilkan dua molekul ammonia.
H2N-NH2 + 2H+ 2NH3
6. Setelah reduksi N2 menjadi NH3, kompleks nitrogenase terurai menjadi protein
Fe, nitrogenase, Mg2+, dan ADP. Begitu juga dengan NH3 yang dihasilkan,
dilepaskan ke dalam sitoplasma. Dengan demikian enzim nitrogenase dapat
mereduksi kembali molekul nitrogen yang lain (NIIR Board, 2004).
Reaksi reduksi nitrogen oleh nitrogenase menjadi ammonia dapat dituliskan sebagai
berikut: N2 + 8H+ + 8e- + 16MgATP 2NH3 + H2 + 16MgADP + 16Pi.
2.5. Fiksasi Nitrogen Oleh Bakteri
Sejumlah mikroorganisme dapat menggunakan N2 dari udara sebagai sumber
nitrogennya. Perubahan dari nitrogen ini menjadi ammonia disebut fiksasi nitrogen.
Dua kelompok mikroorganisme yang terlibat dalam proses fiksasi nitrogen adalah
mikroorganisme non simbiotik (termasuk dalam kelompok ini adalah mikroorganisme
yang hidup bebas di dalam tanah) dan mikroorganisme simbiotik (Budiyanto, 2004).
Penambat nitrogen hidup bebas yang paling penting terdapat di antara
sianobakteri dan dalam bakteri yang diklasifikasikan dalam marga Azotobacter.
Banyak bakteri lain seperti klostridia dan bakteri fotosintesis, juga mampu menambat
nitrogen atmosfer (Volk, 1984).
Bakteri pengikat nitrogen yang terpenting, baik untuk pertanian maupun
ekologi adalah yang berinteraksi dengan tumbuhan dengan cara simbiosa. Simbiosa
ada yang berbentuk sederhana, ada pula yang kompleks. Bentuk interaksi sederhana
terdapat pada bakteri Azospirillum yang hidup sekitar permukaan akar rumputan. Pada
interaksi yang berbentuk kompleks, seperti interaksi antara bakteri genus Rhizobium
Universitas Sumatera Utara
dan kacang-kacangan atau antara bakteri Frankia dengan berbagai jenis tumbuhan
pohon dan semak, seperti alder (Marx, 1991).
Tabel 2.1 Kontribusi nitrogen beberapa tanaman legume berbintil
No Sistem Fiksasi N2 Total kontribusi nitrogen (q/ha) 1 Legume tanaman hijau: Sesbania acuelata - Rhizobium 70-120 Leucaena leucocephala - Rhizobium 500-600 Kacang-kacangan - Rhizobium 60-210 Tanaman makanan ternak - Rhizobium 100-300 2 Legume tanaman biji-bijian: Lablab purpureus - Rhizobium 240 Glycine jawanica - Rhizobium 210 3 Non legume: Casuarina equisitifolia - Frankia 100 Alnus – Frankia 30-300 4 Tanaman lain:
Azolla – Anabaena 25-190 Rumput-rumputan - Azospirillium 15-100
Sumber: Ghai dan Thomas (1989)
2.5.1. Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri yang Hidup Bebas
Bakteri yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen
molekular dapat dibedakan menjadi organisme aerob obligat, aerob fakultatif, dan
anaerob. Bakteri aerob obligat termasuk dalam genus-genus Azotobacter, Beijerinckia,
Derxia, Archromobacter, Mycobacterium, Arthrobacter dan Bacillus. Bakteri anerob
fakultatif antara lain termasuk dalam genus-genus Aerobacter, Klebsiella dan
Pseudomonas. Bakteri pemfiksasi nitrogen yang anaerob diwakili oleh genus-genus
Clostridium, Chlorobium, Chromatium, Rhodomicrobium, Rhodopseudomonas,
Rhodospirillum, Desulfovibrio dan Methanobacterium. Pada beberapa dari genus-
genus ini, fiksasi nitrogen terjadi secara fotoautotrof yang ditunjukkan oleh adanya
pigmen fotosintetik dalam sel-sel mereka seperti misalnya pada genus
Rhodopseudomonas yang cukup dikenal. Sedangkan genus Desulfovibrio memfiksasi
nitrogen dalam proses mereduksi sulfat (Rao, 1994)
Kebanyakan bakteri pemfiksasi nitrogen yang hidup bebas mampu mengikat
sejumlah besar nitrogen di bawah kondisi laboratorium. Bagaimanapun, di dalam
Universitas Sumatera Utara
tanah biasanya terdapat kekurangan karbohidrat yang dapat dipakai sebagai persediaan
energi yang dibutuhkan untuk reduksi nitrogen menjadi ammonia, yang kemudian
menjadi protein. Oleh karena itu, bakteri pengikat nitrogen ini memiliki peranan yang
penting dalam penyediaan nitrogen di tempat-tempat seperti padang rumput, hutan,
dan daerah tundra (Tortora, 2001).
2.5.2. Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri Simbiotik
Bakteri-bakteri simbiotik ini memegang peranan yang penting dalam pertumbuhan
tanaman untuk menghasilkan buah. Anggota dari genus-genus Rhizobium,
Bradyrhizobium, dan genus-genus lainnya yang menginfeksi akar tanaman leguminosa
seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang polong, kacang hijau, alfalfa, dan
semanggi. Rhizobia khususnya beradaptasi dalam spesies tanaman leguminosa
membentuk bintil-bintil akar. Nitrogen difiksasi melalui proses simbiosis antara
tumbuhan dan bakteri. Tumbuhan melengkapi kondisi anaerob dan nutrisi
pertumbuhan untuk bakteri, dan bakteri mengikat nitrogen untuk sintesis protein
tumbuhan (Tortora, 2001)
Interaksi antara Rhizobium dan tanaman bersifat spesifik. Ini berarti bahwa
Rhizobium yang efektif untuk satu tanaman leguminosa tertentu belumlah tentu
efektif untuk tanaman leguminosa yang lainnya. Inokulasi dengan menggunakan
Rhizobium sebelum biji ditanam sangat dianjurkan. Hal ini dikarenakan tidak semua
lahan pertanian mengandung bakteri yang tepat untuk simbiosis yang optimum antara
Rhizobium dengan tanaman leguminosa tersebut. Di pasaran galur bakteri yang
terpilih disimpan dalam humus yang lembab. Bahan ini kemudian diperciki air
sebelum menanam biji tanaman (Budiyanto, 2004).
Penambat nitrogen simbiotik agaknya jauh lebih penting daripada penambat
nitrogen yang hidup bebas dalam keseluruhan penambatan nitrogen di seluruh dunia.
Jadi, tanah yang miskin nitrogen dapat diisi kembali dengan ammonia dan nitrat untuk
pertumbuhan tanaman dengan penanaman leguminosa, seperti alfalfa, selama 1 tahun.
Inilah sebabnya mengapa para petani menggilir tanamannya dari tanaman yang
menghabiskan nitrogen (seperti jagung) sampai tanaman yang mengisi kembali
Universitas Sumatera Utara
nitrogen (seperti kedelai atau alfalfa). Diperkirakan bahwa satu akre alfalfa mungkin
menambat 400 pon nitrogen dalam satu musim (Volk, 1984).
Ada contoh yang sama dari fiksasi nitrogen simbiotik pada tanaman-tanaman
nonlegume, seperti pohon alder. Pohon alder diinfeksi secara simbiosis dengan suatu
actinomycete (Frankia) dan membentuk bintil-bintil akar pengikat nitrogen. Sekitar
50 kg nitrogen dapat difiksasi setiap tahun oleh 1 akre pohon alder; sehingga pohon
ini memiliki nilai tambah untuk ekonomi hutan (Tortora, 2001).
2.6. Bakteri
Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang sangat penting karena pengaruhnya
yang membahayakan maupun menguntungkan. Mereka tersebar luas di lingkungan
sekitar kita. Mereka dijumpai di udara, air dan tanah, dalam usus binatang, pada
lapisan yang lembab pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada permukaan tubuh
atau tumbuhan.
Bakteri adalah organisme bersel tunggal terkecil, beberapa di antaranya hanya
memiliki diameter 0,4 µm (mikrometer). Sel berisi massa sitoplasma dan beberapa
bahan inti. Sel dibungkus oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri, dinding sel
ini dikelilingi oleh kapsula atau lapisan lendir. Kapsula terdiri atas campuran
polisakarida dan polipeptida (Gaman, 1981).
2.6.1. Rhizobium dan Perbintilan Akar
Rhizobium adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob, tidak membentuk spora,
berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,5–0,9 µm x 1,2–3 µm. Bakteri ini termasuk
dalam family Rhizobiacecae. Bakteri ini banyak terdapat di dalam daerah perakaran
(rhizosfer) tanaman legume dan membentuk hubungan simbiotik dengan inang
khusus. Hubungan antara Rhizobium dengan tanaman inangnya dapat dibedakan
menjadi beberapa kelompok inokulasi. Dalam hubungan simbiotik tersebut Rhizobium
terbentuk struktur khusus pada tanaman yang disebut bintil akar (Yuwono, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Rhizobium merupakan kelompok bakteri berkemampuan sebagai penyedia
hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini
menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar. Bintil akar berfungsi
mengambil nitrogen di atmosfer dan menyalurkannya sebagai unsur hara yang
diperlukan tanaman. Pigmen merah leghemoglobin yang berperan dalam mengambil
N di atmosfer. Pigmen ini dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung
membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki
hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Korelasinya positif,
semakin banyak jumlah pigmen, semakin besar nitrogen yang diikat. Rhizobium
mampu menghasilkan hormon pertumbuhan berupa IAA dan giberellin yang dapat
memacu pertumbuhan rambut akar, percabangan akar yang memperluas jangkauan
akar. Akhirnya, tanaman berpeluang besar menyerap hara lebih banyak yang dapat
meningkatkan produktivitas tanaman.
(http://sebarus.multiply.com/journal/item/4/RHIZOBIUM_BINTIL_AKAR).
Legum berbintil menyumbang cukup banyak dalam hal jumlah nitrogen
terfiksasi ke dalam biosfer. Misalnya, semanggi (Trifolium sp.) memfiksasi sekitar 130
kg/ha dan cowpea (Vigna sp.) sekitar 62–128 kg/ha. Tumbuhan legume
diklasifikasikan menjadi 3 subfamili besar dari famili Leguminoseae-Ceasalpinoideae,
Mimosoideae dan Papilionoideae. Terdapat sekitar 700 genus dan 14.000 spesies
tumbuhan legume dan di antaranya 500 genus dan sekitar 10.000 spesies termasuk
subfamili Papilionoideae. Tidak semua legume memiliki bintil dalam sistem
perakarannya dan diketahui pula bahwa beberapa bentuk pohon tidak memiliki bintil
akar sama sekali. Hampir 10-12% Legumminoseae telah diperiksa hingga saat ini
mengenai bintil akarnya; dari jumlah itu diketahui bahwa 10% dari Mimosoideae,
65% dari Ceasalpinoideae dan 6% dari Papilionoideae tidak memiliki bintil akar (Rao,
1994).
2.6.2. Klasifikasi Rhizobium
Beijerinck merupakan orang pertama yang memisahkan dan mengkultur suatu
mikroorganisme dari bintil legume tahun 1888. Dinamakannya mikroorganisme
tersebut Bacillus radicicola yang saat ini di dalam Manual Bergey mengenai
Universitas Sumatera Utara
Bakteriologi Determinatif ditempatkan di bawah genus Rhizobium. Genus Rhizobium
pernah dimasukkan dalam Manual Bergey mengenai Bakteriologi Determinatif ke
dalam bermacam-macam famili seperti Azetobacteriaceae, Mycobacteriaceae,
Myxobacteriaceae dan Pseudomonadaceae.
Spesiasi Rhizobium berdasarkan konsep Linnaeus terbukti sulit sekali dan
karenanya, pengelompokan inokulasi-silang berdasarkan studi klasik oleh Fred,
Baldwin dan McCoy-lah yang umumunya diikuti. Prinsip pengelompokan inokulasi-
silang didasarkan pada kemampuan suatu isolat Rhizobium untuk membentuk bintil
pada genus-genus yang terbatas dari spesies legume yang satu sama lain berkerabat.
Semua Rhizobium yang dapat membentuk bintil dalam perakaran tipe legume tertentu
secara kolektif dimasukkan dalam satu spesies. Berdasarkan pola ini, umumnya
dikenal tujuh spesies (Tabel 2.2).
Tabel 2.2 Kelompok inokulasi silang Rhizobium
Rhizobium sp. Kelompok Inokulasi Silang Tipe Legum R. leguminosarum Kelompok ercis Pisum, Vicia, Lens R. phaseoli Kelompok kacang Phaseolus R. trifolii Kelompok semanggi Trifolium
R. meliloti Kelompok alfalfa Melilotus, Medicago, Trigonella
R. lupine Kelompok lupine Lupinus, Orinthopus R. japonicum Kelompok kedelai Glycine R. sp. Kelompok cowpea Vigna, Arachis
(Rao, 1994)
2.6.3. Teknik Kultivasi dan Perbanyakan Rhizobium/Bradyrhizobium
Rhizobium pada umumnya dipelihara dengan menumbuhkannya dalam medium padat
Yeast Extract Mannitol Agar (YEMA). Untuk menjaga kemampuan fisiologisnya agar
tidak mengalami penurunan, maka Rhizobium harus diremajakan (disub-kultur) secara
berkala. Kultur yang dipelihara inilah yang digunakan sebagai “kultur induk” yang
digunakan sebagai inokulum untuk perbanyakan Rhizobium yang akan diformulasi
sebagai pupuk hayati. Komposisi medium YEMA yang umum digunakan untuk
pemeliharaan Rhizobium adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Komposisi Medium YEMA (Sumber: Rao, 1982)
Komponen Berat/volume K2HPO4 0,5 g MgSO4 0,2 g NaCl 0,1 g
Mannitol *) 10,0 g Yeast extract 1,0 g
Akuades 1000 ml Agar 20 g
*) Mannitol dapat diganti dengan sukrosa atau glukosa
Selain medium dengan komposisi seperti di atas, beberapa peneliti atau
produsen inokulan Rhizobium menggunakan medium dengan komposisi yang
bervariasi.
Perbanyakan Rhizobium dilakukan dengan menumbuhkan bakteri dalam
medium cair dalam skala volume yang disesuaikan dengan kapasitas produksi
inokulan. Perbanyakan dilakukan dengan menggunakan fermentor besar dengan
ragam alat pengaturan, misalnya pH, oksigen terlarut, suhu, dan penggojok. Selain itu,
perbanyakan juga dapat dilakukan dengan menggunakan fermentor yang lebih
sederhana yaitu menggunakan tabung Erlenmeyer meskipun tanpa peralatan
pengaturan khusus.
Kultur cair Rhizobium yang sudah dibuat selanjutnya dicampur dengan bahan
pembawa. Beberapa bahan pembawa yang dapat digunakan untuk formulasi inokulan
rhizobia antara lain gambut, lignite, arang, vermiculite, zeolite dan lain-lain. Di antara
beberapa bahan pembawa itu, gambut adalah bahan pembawa yang paling banyak
digunakan untuk produksi inokulan rhizobia karena berkarakteristik ideal (Yuwono,
2006).
2.7. Kacang Hijau
Kacang hijau mempunyai nama lain mungo, mungbean, green–grain, golden grown.
Kacang hijau tumbuh di daerah tropika dan subtropika pada suhu 30-35oC. Tanaman
ini tergolong tahan terhadap kekeringan dan berhari netral atau berhari pendek dan
Universitas Sumatera Utara
diduga berasal dari India. Kacang hijau peka terhadap frust, terendam, dan salinitas
tinggi walaupun ada kultivar yang dilaporkan tahan basa dan salin (Mugnisyah, 1995).
2.7.1. Sistematika Tanaman Kacang Hijau
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus radiatus L
Gambar 2.4. Kacang Hijau (www.plantamor.com)
2.7.2. Kandungan Gizi Kacang Hijau
Kacang hijau mempunyai nilai gizi yang cukup baik mengandung vitamin B1 cukup
tinggi (150-400 i.u) dan vitamin A (9 i.u). Kacang hijau yang sudah menjadi
kecambah mengandung vitamin E (tokoferol) yang penting sebagai antioksidan.
Kandungan protein kacang hijau mencapai 24% dengan kandungan asam
amino esensial seperti isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan,
dan valin. Mengandung karbohidrat 58%. Pati kacang hijau terdiri dari amilosa
28,8%, dan amilopektin 71,2%. Kacang hijau merupakan sumber mineral penting,
antara lain kalsium dan fosfor. Sedangkan kandungan lemaknya tersusun dari 73%
asam lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh (www.indobiogen.or.id).
2.7.3. Manfaat Kacang Hijau
Kacang hijau mengandung protein tinggi, sebanyak 24%. Dalam menu masyarakat
sehari-hari, kacang-kacangan adalah alternatif sumber protein nabati terbaik. Secara
±
Universitas Sumatera Utara
tradisi, ibu-ibu hamil sering dianjurkan mengkonsumsi kacang hijau agar bayi yang
dilahirkan mempunyai rambut lebat. Pertumbuhan sel-sel tubuh termasuk sel rambut
memerlukan gizi yang baik terutama protein dan karena kacang hijau kaya akan
protein, maka keinginan untuk mempunyai bayi berambut tebal akan terwujud.
Kandungan kalsium dan fosfor pada kacang hijau bermanfaat untuk
memperkuat tulang. Kacang hijau juga mengandung rendah lemak yang sangat baik
bagi mereka yang ingin menghindari konsumsi lemak tinggi. Kadar lemak yang
rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan atau minuman yang terbuat
dari kacang hijau tidak mudah tengik.
Kacang hijau mengandung vitamin B1 yang berguna untuk pertumbuhan.
Awalnya vitamin B1 dikenal sebagai anti beri-beri, selanjutnya dibuktikan bahwa
vitamin B1 juga bermanfaat untuk membantu proses pertumbuhan. Defisiensi vitamin
B1 dapat mengganggu proses pencernaan makanan dan selanjutnya dapat berdampak
buruk bagi pertumbuhan. Dengan meningkatkan asupan bahan makanan yang banyak
mengandung vitamin B1, seperti kacang hijau, hambatan pada pertumbuhan tubuh
dapat diperbaiki. (http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/11/15/manfaat-kacang-
hijau-untuk-kesehatan).
Universitas Sumatera Utara
2.8. Pemanfaatan Inokulan Rhizobium di India
Peningkatan produksi dari berbagai tanaman dengan pemberian inokulan Rhizobium
di beberapa daerah di India dengan kondisi agro-klimatik yang berbeda dapat dilihat
pada tabel berikut ini (Dubey, 2006):
Tabel 2.4 Peningkatan Produksi Tanaman di India dengan Pemberian Pupuk Bio
Tanaman Lokasi
Respon tanaman*
(%peningkatan dibandingkan kontrol yang
tidak diinokulasi)
Hasil Panen (%peningkatan dibandingkan kontrol, pH tanah
7,3)**
Tanaman %Peningkatan (q/ha) C
Arhar (Cajanus
cajan)
Hisar, Haryana 5-25
Gandum UI-20,75 RI-24,15 16,4
Pantnagar, U.P. 2-25 S.K. Nagar, Gujarat 9-21
Sehore, M.P. 13-29 Rehari (Maharastra) 3-40
Chickpea (Cicer
aritinium)
Varanasi, U.P. 4-19
Padi UI-25,15 RI-24,15 7,9
Dholi, Bihar 25-40 Delhi 18-28 Hisar 24-43 Dohad, Gujarat 33-67 Sehore 20-41 Maharastra 8-12
Lentil (Lens
culinaris)
Pantnagar, U.P. 4-26 Padi UI-22,57
RI-25,55 13,2 Ludhiana, Punjab Tidak ada respon
Kacang Urd
(Vigna munga)
Pudukkotti, T.N. 4-21
Gandum UI-20,75 RI-21,25 2,4 Dholi, Bihar 11-29
Pantnagar 17-21
*Rewari (1984, 1985); **Subba Rao dan Tilak (1977); UI, Uninoculated control; RI, Inoculated with Rhizobium culture; C, control.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Produk Inokulan Mikroba
Beberapa jenis inokulan mikroba yang telah diproduksi secara komersial beberapa
negara di dunia seperti India, Belgia, Prancis, Australia dapat dilihat pada tabel di
bawah ini (Dubey, 2006):
Tabel 2.5 Produk Inokulan Mikroba di India
No Perusahaan Produk
1 Bacfil Rhizoteeka
2 Microbes India Rhizoteeka
3 Rallis India Rhizoteeka
4 Indian Organic Chemicals Ltd Nodin, Natrin
Tabel 2.6 Produk Inokulan Mikroba di Luar India
No Perusahaan Produk
1 Union Chemique S.A., Belgia Nodosit
2 Phyluxia Allami, Hungaria Rhizonit
3 Laboratorie de Microbiologie, Prancis N-germ
4 Root Nodue Pvt. Ltd, Australia Nitrogerm
5 Agricultural Laboratories, Austria Nodulud
6 Radicin Institute, Jerman Radicin Impfsfoff
7 Abbot Laboratories, U.S.A. dan Institute for
Mycorrhizal Research and Development,
U.S.D.A., Athena
Myco Rhiz
8 Interbec Australia Ltd Mycobedds
Universitas Sumatera Utara