Post on 01-Feb-2018
3
BAB 2
DATA DAN ANALISA
2.1 Data dan Literatur
Adapun sumber data yang akan digunakan untuk proyek tugas akhir ini
berasal dari :
• Media elektronik
• Wawancara dengan narasumber terkait
• Survei terhadap target audience
• Wawancara dengan orangtua penderita disleksia
2.2 Data Umum
Disleksia (Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar
pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam
melakukan aktivitas membaca dan menulis.
Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan
λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal").
Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam
membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan
kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan
juga daya sensorik pada indera perasa.
Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan
kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak.
Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai Aleksia. Selain memengaruhi
kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditengarai juga memengaruhi
kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya.
Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia
tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau
membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam
urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah
4
yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering
menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam beberapa
hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab
pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.
Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas (2012). Disleksia. Retrieved
September 4, 2012 from http://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia.
Intelegensia Tinggi
Dokter spesialis anak-konsultan saraf anak, Purboyo Solek, mengatakan, anak
disleksia sangat berpotensi untuk menjadi besar ketika dewasa nanti. Anak
dengan disleksia memiliki intelegensia di atas rata-rata hingga tinggi. Hal itu
yang membedakan anak dengan kesulitan belajar spesifik seperti disleksia
dengan kesulitan belajar umumnya. ”Berbeda dengan anak dengan kesulitan
belajar yang tingkat intelegensianya di bawah normal, seperti epilepsi lena
atipikal, hiperaktif, down syndrome, dan sejumlah kasus autis. Disleksia sering
kali dicampuradukkan dengan gangguan belajar lainnya,” ujar Purboyo.
Riyani T. Bondan, Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia, mengungkapkan, di
dunia, 10 hingga 15 persen anak sekolah menyandang disleksia. Dengan jumlah
anak sekolah di Indonesia sekitar 50 juta, diperkirakan lima juta di antaranya
mengalami disleksia. ”Tanpa penanganan tepat, negara rugi lantaran orang yang
sebetulnya intelegensinya tinggi jadi kesulitan mengembangkan potensinya,”
ujarnya.
Tipe Disleksia
Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexia (bawaan sejak lahir) dan
aquired dyslexia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri
membaca).
Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat
genetik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan dengan
disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan dengan
perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda awal
5
disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik,
kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep
ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat, dan berurutan.
Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat mengalami keuslitan
menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang
alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima.
“Disleksia itu menurut penelitian sekitar 70 persen merupakan keturunan.
Namun, sisanya 30 persen, berarti ada faktor lain di luar genetis yang hingga
saat ini belum diketahui apa itu penyebabnya. Selain karena keturunan, acquired
dyslexia itu awalnya individu normal, tetapi menjelang dewasa mengalami
cedera otak sebelah kiri dan bisa menyebabkannya menjadi disleksia,” kata
Kristiantini dalam Seminar Nasional Disleksia, Sabtu (31/7/2010) di Jakarta.
Di Indonesia sendiri, dikabarkan bahwa Nirina Zubir adalah salah seorang
penyandang dyslexia, namun hal itu tidak menghambatnya untuk mempelajari
berbagai bahasa dari Inggris, Cina, Jepang, hingga Korea. Terbukti bahwa
dyslexia bukanlah suatu hambatan, melainkan suatu “keistimewaan” yang unik.
Tokoh-tokoh internasional yang terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi
disleksia adalah Tom Cruise, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg, Lee Kuan
Yew, dan Vanessa Amorosi. Mereka orang-orang yang mengalami kesulitan
mengolah kata yang ternyata dalam prosesnya, mereka menjadi “luar biasa”
karena tidak menyerah begitu saja pada keadaan.
Berbasis Neurologis
Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini Dewi, Sp
A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan
neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat
atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol.
Sejumlah ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan
input atau informasi yang berbeda (dari anak normal) yang sering kali ditandai
dengan kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi area kognisi, seperti
6
daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek
koordinasi, dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi kesulitan visual dan
fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek
perkembangan.
Masalah yang juga bisa mengikuti penyandang disleksia di antaranya
konsentrasi, daya ingat jangka pendek (cepat lupa dengan instruksi).
“Penyandang disleksia juga mengalami masalah dalam pengorganisasian.
Mereka cenderung tidak teratur. Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai
kaus kaki. Masalah lainnya, kesulitan dalam penyusunan atau pengurutan, entah
itu hari, angka, atau huruf,” papar Kristiantini yang juga seorang dokter anak.
Identifikasi Penderita Disleksia
Kristiantini menyebutkan ada beberapa tanda awal disleksia bawaan. Tanda-
tanda itu, antara lain, telat berbicara. Pada umur dua tahun, misalnya, anak baru
dapat mengucapkan satu atau dua patah kata. Anak juga sering bingung atau
tertukar antara kiri dan kanan. Gejala lainnya ialah artikulasi tidak jelas dan
terbalik-balik. ”Kata kulkas, misalnya menjadi kalkus,” ujar Kristiantini.
Beranjak di usia sekolah, kesulitan makin dirasakan lantaran anak mulai dituntut
membaca, menulis, dan berhitung. Anak kesulitan mempelajari huruf, baik
bentuk maupun bunyinya. Beberapa huruf sering kali tertukar, seperti ”b” dan
”d”, ”h” dan ”a”, serta ”t” dan ”j”. ”Pada awal anak belajar membaca, huruf
tertukar kadang terjadi. Namun, pada anak dengan disleksia, kesulitan itu terus
berlanjut,” ujarnya. Anak dengan disleksia juga kesulitan menggabungkan huruf
menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat tulis dengan baik,
dan kesulitan dalam rima.
Pertanda lainnya ialah bingung konsep ruang dan waktu serta kesulitan
mencerna serta mengikuti beberapa instruksi yang disampaikan secara verbal,
cepat, dan berurutan. ”Jika ada tiga perintah yang diucapkan secara cepat,
kemungkinan hanya perintah terakhir yang diingat,” ujarnya.
7
Gangguan itu sering ditemukan bersama dengan gangguan pemusatan perhatian
atau konsentrasi, kesulitan matematika dan keterampilan motorik, seperti masih
tumpah ketika menyendok makanan walaupun sudah di kelas I atau II SD.
Menurut Kristiantini, identifikasi disleksia sebaiknya sedari dini sehingga anak
dapat dilatih cara belajar yang tepat dan sesuai kebutuhannya. Jika terlambat,
prestasi akademis terus turun, anak kesulitan dalam ujian, mendapat stigma
negatif, diganggu (bullying), serta kesulitan dalam kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan membaca dan menulis.
Indira Permanasari (2012). Mereka (Tetap) Anak Pintar... Retrieved September 4,
2012 from http://nasional.kompas.com/read/2010/08/24/11200242/.
2.3 Data Literatur
Disleksia terjadi pada 5 sampai 10 persen dari seluru anak di dunia. Gangguan
belajar jenis ini ditemukan pertama kali pada akhir abad sembilan bela, ketika
itu ia disebut dengan istilah ‘world blindness’--buta huruf. Data yang cukup bisa
dipercaya sampai saat ini menunjukkan bahwa penyebab disleksia adalah faktor
genetis, yaitu diturunkan oleh salah satu atau kedua orangtua anak yang
menderitanya Bukti ini didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap
anak kembar identik.
Apabila salah satu dari anak kembar tersebut diketahui menderita disleksia,
maka kemungkinan saudara kembarnya mengidap jenis gangguan belajar ini
juga bisa mencapai 85 sampai 100 persen. Pnelitian-penelitian lainnya juga
menunjukkan bahwa disleksia memiliki keterkaitan dengan hubungan keluarga
atau pertalian darah.
Apabila seorang anak menderita disleksia, ada kemungkinan sekitar 40%
saudara kandungnya juga mengalami kondisi yang sama. Begitu juga ketika
salah satu orangtua mengalami masalah disleksia, terdapat kemungkinan antara
25 sampai 50 persen bagi mereka untuk mewariskan gangguan belajar tersebut
kepada anak-anaknya.
8
James Le Fanu (2008). Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak.
Jogjakarta: Think Jogjakarta.
2.4 Data Narasumber
Menurut hasil wawancara dengan narasumber Vica Tjen, Specialized Teacher &
Certified Graphologist Irlen Dyslexia Center Jakarta, umumnya, disleksia akan
terlihat saat anak memasuki bangku Sekolah Dasar, dimana pada usia itu anak-
anak biasanya sudah bisa membaca dengan cukup baik, sementara anak
penyandang disleksia belum bisa. Sangat disayangkan, masih banyak orangtua
dan pendidik maupun lembaga pendidikannya sendiri yang belum tahu akan
masalah ini, sehingga mereka menganggap anak disleksia sebagai anak yang
malas atau kurang pandai. Padahal, disleksia sama sekali tidak mempengaruhi
atau dipengaruhi oleh tingkat intelegensi anak tersebut.
Jenis-jenis Visual Distortion atau penglihatan yang muncul dari anak disleksia
adalah:
1. Rivers: Huruf tampak sulit dibaca karena kehilangan jarak/spasi antar kata
satu dengan yang lainnya.
Gambar 1.
Efek Distortion Rivers.
2. Halo: Huruf tampak double dan saling menimpa, seperti berbayang.
Gambar 2.
Efek Distortion Halo.
9
3. Blurry: Mirip dengan Halo, akan tetapi blurry kadang-kadang bisa tampak
jelas seperti mata normal.
Gambar 3.
Efek Distortion Blurry.
4. Shaky: Huruf tampak bergerak menari-nari di tempat, bergoyang-goyang ke
kiri dan kanan.
Gambar 4.
Efek Distortion Shaky.
5. Wash Out: Huruf seolah-olah tampak seperti tulisan yang kena air atau
seperti kertas yang habis tercuci (huruf tampak meleleh).
Gambar 5.
Efek Distortion Wash Out.
6. Swirl: Huruf tampak seperti seolah-olah tersedot ke tengah.
10
Gambar 6.
Efek Distortion Swirl.
7. Seesaw: Huruf tampak seperti berlari-lari ke atas dan ke bawah atau
berloncatan.
Gambar 7.
Efek Distortion Seesaw.
Tipe disleksia yang paling umum adalah 4 Visual Distortion teratas. Tiga
lainnya merupakan tipe Visual Distortion yang cukup jarang ditemukan. Selain
itu, sebenarnya masih banyak lagi jenis penglihatan disleksia, seperti huruf yang
tampak berlari-lari bahkan sampai keluar dari kertas. Maka dari itu, memang
tampaknya disleksia merupakan suatu kelainan yang spesifik, tapi sebenarnya
tidak juga karena masalah penglihatan tiap penderita disleksia sendiri
bermacam-macam.
Anak-anak penyandang disleksia dengan tipe pembelajar jenis apapun, baik tipe
kinestetik (pembelajar yang kuat jika dia banyak bergerak/learning by doing),
auditorik (pembelajar yang kuat dalam hal mendengar), maupun visual, tetap
bergantung pada visual dalam pembelajarannya. Karena dia membutuhkan
peragaan, gambar, dan visual untuk menunjang kesulitannya karena disleksia.
Disleksia tidak akan sembuh dan dimiliki seumur hidup. Namun itupun menjadi
keuntungan mereka, karena penyandang disleksia memiliki sifat yang ekstrim:
antara ekstrim positif atau ekstrim negatif. Biasanya, saat dewasa mereka
11
menjadi orang yang sukses seperti businessman atau ilmuwan. Contoh sifat
ekstrimyang positif adalah Albert Einstein.
Penyebab Disleksia
Penyebab terjadinya disleksia pada dasarnya adalah ketidakmampuan magnosel,
salah satu sel dalam otak (bukan dalam mata), untuk berkembang dengan
sempurna sehingga apa yang ditangkap oleh mata dan dicoding oleh otak tidak
dapat menjadi suatu simbol yang tepat. Terdapat 2 jalur yang dijalankan ketika
membaca, yaitu jalur cepat dan jalur lambat, dimana jalur lambat adalah
menghubungkan huruf per huruf sedangkan jalur cepat adalah membaca
langsung kata per kata atau kalimat perkalimat. Tugas magnosel inilah yang
mengimbangi dan menghubungkan kedua jalur tersebut sehingga dapat
menerjemahkan suatu simbol atau kalimat dengan baik. Akan tetapi jika
magnosel ini tidak mampu menerjemahkannya dengan baik, terjadilah blurry,
halo, rivers, dan berbagai Visual Distortion tadi.
Tiap cahaya memiliki kuat gelombang yang berbeda-beda. Dan gelombang
cahaya fluorescent light yang berlebihan itulah yang mengganggu otak anak
disleksia. Orang lain mungkin tidak merasakannya karena gelombang tersebut
tidak terproses secara kasat mata melainkan di dalam otak, akan tetapi bagi anak
disleksia yang memiliki light sensitivity, fluorescent light tampak seperti ratusan
kali flicker/kedipan, yang menyebabkan otak mereka tidak kuat menatap begitu
lama cahaya tersebut atau menahan begitu banyak beban di otak, dimana hal ini
disebut overloaded stimulus. Prosesnya adalah fluorescent light pada ruangan
memantul pada kertas putih yang dibaca dan masuk ke dalam otak anak
disleksia, dan hal inilah yang membuat otak mereka overloaded.
Contoh overloaded stimulus penderita disleksia lain adalah kalau mereka
mendengarkan music rock & roll yang begitu kuat, ke bar, atau diskotik, mereka
akan sangat pusing, karena mereka punya sensistivitas terhadap suara yang
sangat tinggi. Ada pula yang jika melihat sesuatu dengan sangat kontras seperti
hitam dan putih, stimulus yang masuk pun juga sangat banyak, menyebabkan
magnosel dalam otak mereka tidak mampu untuk mengimbangi dan terjadilah
12
overloaded stimulus juga. Jadi, kemampuan mereka mengelola dan menerima
seberapa banyak jumlah stimulus perharinya itu berbeda.
Mayoritas penderita disleksia adalah anak laki-laki. Perempuan terlahir
cenderung multi-tasking, sehingga paling tidak lebih mampu menahan banyak
stimulus yang masuk. Stimulus pun terjadi saat berada di satu kelas, ketika
terjadi begitu banyak kejadian dalam satu waktu yang sama. Contohnya, ada
yang mengetuk-ngetuk meja, ada yang mengobrol dan bercanda, ada yang pergi
izin ke toilet, dan sebagainya, itu semua termasuk stimulus yang membuat
manusia harus multi-tasking karena melihat dan mendengar begitu banyak hal
dalam waktu yang sama.
Ditambah lagi, kini ada banyak bilingual-family, yang menggunakan 2 bahasa
dalam percakapan mereka sehari-hari sehingga semakin tidak terorganisir dan
menyebabkan kebingungan pada penderita disleksia.
Maka dari itulah, jika otak anak disleksia terlalu diaktivasi hanya untuk kegiatan
membaca, dampak yang terjadi adalah :
1. Untuk anak laki-laki jadi nakal, hyper-active dan uncontrollable, karena
terlalu banyak yang bekerja dalam otak mereka.
2. Untuk anak perempuan jadi dinilai malas, karena dengan kondisi otak seperti
ini, mereka sudah sangat lelah dan lebih suka tidur saja. Kondisi otak ini
setara dengan kondisi otak yang digunakan orang pada umumnya untuk
bekerja selama 12 jam.
3. Mereka sering dinilai guru sering melamun di kelas, karena begitu padat
aktivitas otaknya sehingga mereka tidak sanggup lagi mendengarkan apa
yang diajarkan gurunya, yang mengakibatkan mereka kesulitan untuk
memorizing. Misalnya, jika diberi instruksi untuk mengerjakan 5 halaman,
untuk halaman pertama mereka mungkin bisa melakukannya, tapi untuk
halaman selanjutnya mereka sudah lupa atau tidak paham lagi harus
mengerjakan apa.
Selain itu, yang lebih disayangkan lagi adalah banyaknya penderita disleksia
yang masih salah didiagnosis, yakni dianggap sebagai anak yang ADHD
(Attention Deficit Hyperactive Disorder) atau butuh obat-obatan penenang dan
psikotrapika. Padahal dengan obat-obatan yang demikian hanya membuat
13
mereka menjadi stone, seperti efek habis menggunakan obat-obatan terlarang.
Memang mereka menjadi lebih tenang, tapi tidak berarti mereka lebih fokus
belajar juga, karena memang bukan itu masalah utamanya.
Berdasarkan pembagiannya, disleksia secara umum dapat disebabkan oleh 3 hal:
1. Genetik/keturunan. Mayoritas disleksia memang disebabkan oleh genetik.
2. Lingkungan: asupan gizi yang buruk maupun overloaded stimulus yang
mampu menyebabkan anak menjadi stres, jatuh atau terluka saat kecil, yang
melukai bagian otak yang bekerja untuk menulis dan membaca, atau
perkembangan otak yang belum sempurna saat masih di dalam janin.
Deteksi Disleksia
Salah satu cara mendeteksi disleksia pada anak yang paling mudah adalah
apabila anak tersebut secara verbal tergolong mampu berbicara dengan baik dan
pintar, baik dari opini keluarga, kerabat dekat, maupun orang-orang yang baru
sekali bertemu dengannya, namun kepintaran itu tidak sebanding dengan nilai
akademisnya di sekolah (pada nilai rapornya). Bahkan, nilai rapornya bisa jadi
sangat buruk, yang biasanya akibatnya dianggap pemalas atau kurang berusaha
oleh guru maupun orangtua.
Ciri-ciri secara umum lainnya yang dapat dengan mudah ditemukan pada anak
disleksia adalah:
1. Adanya kemungkinan lebih cepat dan mudahnya belajar menggunakan
visual (dan ini mungkin banyak ditemukan pada orang-orang yang bergelut
di dunia desain).
2. Kesulitan untuk menulis dan menyalin dari papan tulis di sekolah.
3. Mempunyai tulisan tangan yang buruk.
4. Ada pula yang mungkin bisa membaca dan penglihatannya terhadap huruf
tidak berbayang sama sekali (dan penderita disleksia seperti ini cukup
banyak). Mereka memahami kata per kata dan bahkan kalimat per kalimat,
namun tidak mampu memahami inti bacaan atau tidak mampu mengambil
ide paragraf dari bacaan itu. Jika otak manusia normal untuk membaca,
14
memahami, dan menghapal mungkin butuh 1 jam, otak penderita disleksia
ini butuh sampai 2-5 jam.
Penderita disleksia seperti ini yang sudah di-screening oleh Irlen Dyslexia
Center--yang mampu membaca namun memiliki kesulitan pemahaman akan
apa yang mereka baca, biasanya memiliki hardworker personality. Pada
saat masih kecil penderita tidak akan mengerti bahwa mereka berbeda
karena mereka menyandang disleksia, yang mereka tahu hanya mengapa
orang lain mampu membaca dan mereka tidak. Sehingga selama mereka
bertumbuh, mereka pun mendorong diri mereka sekeras mungkin dengan
keyakinan kalau orang lain bisa maka saya pun harus bisa.
Jadi, penderita disleksia jenis ini, walaupun mereka tumbuh dengan
ketidaktahuan bahwa mereka menyandang disleksia, mereka tetap akan
bertumbuh dengan baik seperti anak-anak lainnya walau mungkin nilai
akademisnya kurang.
5. Seringkali menghindari aktivitas membaca.
6. Lebih memilih orang lain membacakan bukunya untuk mereka.
7. Lemah dalam pengejaan huruf.
8. Memiliki IQ yang tinggi namun ternyata secara akademik tidak sebanding
dengan IQ-nya.
9. Kesulitan untuk konsentrasi dan memusatkan perhatiannya terhadap
pembelajaran secara general. Mungkin kalau terhadap sesuatu yang dia
sukai tidak menjadi masalah, tapi secara general dia kurang mampu fokus.
10. Kecenderungan untuk melamun.
11. Seringkali ceroboh, misalnya kesulitan menangkap bola saat bermain bola
(tidak mempunyai kemampuan psikologi parsial: melihat dan memprediksi
jarak dan ruang). Penderita sudah memprediksikan jarak yang tepat untuk
menangkapnya, akan tetapi ternyata bola jatuh di jarak yang berbeda dari
yang ia prediksikan.
12. Menumpahkan air saat minum (karena masalah psikologi parsial itu).
13. Kecenderungan melihat sesuatu yang berbentuk 3 dimensi menjadi 2
dimensi, sehingga suka menabrak tangga.
14. Kesulitan untuk mengorganisir, baik secara hal-hal fisik, maupun dalam
penulisan. Mereka cenderung berantakan dan kurang bisa merapikan
ruangannya sendiri. Kalaupun bisa, mereka seringkali lupa barang A atau B
15
mereka letakkan dimana. Kalau ruangan mereka terlihat rapi, rapi hanya
sekedar rapi bukan karena dikelompokkan. Mereka kesulitan untuk
mengelompokkan barang. Mereka juga tidak mampu mengorganisir kalimat
saat dituangkan ke dalam tulisan, walau secara verbal mereka mampu
menjelaskan dengan baik.
Sayangnya, masih banyak orang yang belum tahu masalah disleksia ini, baik
dari pihak orangtua maupun pendidiknya sendiri, yang masih menggunakan cara
didik atau metode pengajaran yang masih konservatif dan jarang di-update.
Selain itu, masih banyak pula keluarga yang tidak berpendidikan atau
berlatarpendidikan rendah. Sehingga cara pikir mereka pun konservatif dan tidak
dikembangkan: jika nilai anak kurang bagus.
2.5 Data Pendukung
Mengajarkan Anak Dyslexia Keterampilan Hidup Sehari-hari
Setidaknya ada 6 area, diluar baca-tulis-hitung yang harus dikuasai agar ia tidak
menjadi begitu “berbeda” dengan lingkungannya, yaitu :
1. Konsep Waktu
Sebagian besar penderita dyslexia mengalami masalah waktu ini. Saat masih
kecil, mereka terlihat tidak bisa memenuhi harapan orangtua dan guru,
tetapi ketika dewasa hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada
hubungan sosialnya. Ada 4 hal yang menjadi fokus utama dalam konsep
waktu ini, yaitu:
a. Membaca Jam
Hampir semua anak dyslexia mengalami kesulitan saat harus membaca
jam, tetapi apabila dilakukan dengan pendekatan yang tepat maka
mereka pun bisa menguasai kemampuan ini. Sebagian orang
mengatakan mengapa harus bersusah payah mengajarkan jam yang
konvensional, berikan saja jam digital pada mereka. Dalam masyarakat
kita penggunaan jam biasa masih sangat umum digunakan, dan apabila
16
mereka tidak bisa membaca jam di depan banyak orang tentu saja akan
menjadi hal yang sangat memalukan dan nantinya akan berdampak
pada self concept-nya. Selain itu bila anak disleksia membaca pada jam
digital misalnya 9:50, mereka tidak akan memahami maknanya apa,
jadi konsep waktunya sendiri justru malah tidak terpelajari. Oleh karena
itu penting untuk mengajarkan materi membaca jam ini, yang di
sebagian daerah materi ini sudah masuk ke dalam kurikulum sekolah.
Ada beberapa tahapan penting yang harus diperhatikan saat
mengajarkan jam ini yaitu :
o Tahap awal yang harus dilakukan adalah mengecek apakah mereka
sudah menguasai konsep angka dan jumlah. Apabila belum, konsep
ini merupakan dasar yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum
memulai belajar jam, karena dalam jam terdapat angka 1-12,
begitupula dalam konsep menit, terdapat angka 1-60.
o Ajarkan bahwa ada 60 menit dalam 1 jam.
o Kita biasa mengucapkan istilah jam tujuh kurang 10 (06.50) atau
lima lebih seperempat (05.15) bahkan pengucapan jam setengah
dua (01.30), kita bisa menyampaikannya secara otomatis, tapi tidak
begitu bagi anak-anak dyslexia. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang
sangat membingungkan, oleh karena itu penting sekali untuk
mengajarkan istilah-istilah tersebut satu demi satu.
o Gunakan jam asli atau jam buatan yang menyerupai aslinya, karena
dengan memberi kesempatan pada anak untuk mengetahui dan
meraba tekstur dari jam akan sangat membantu proses pemahaman
itu sendiri. Teknik multisensory sangat penting disini.
o Perkenalkan ada 2 jarum, yang menunjukkan jam dan menit.
Apabila menggunakan jam yang dibuat sendiri, akan lebih baik
apabila tampilan jarum jam nya dibuat berbeda antara menit dan
jam dengan penggunaan warna ataupun tekstur yang berbeda
seperti penambahan butiran pasir pada jarum menit, dan lain-lain.
o Tunjukkan pada mereka mengenai pergerakan jarum jam tersebut,
beri kesempatan pada mereka untuk melakukannya beberapa kali.
o Jelaskan mengenai sistem angka pada jam, ada 2 sistem yaitu jam
dan menit. Ini biasanya yang membuat belajar jam menjadi sangat
17
susah bagi sebagian orang. Sistem pertama adalah jam, ada angka
1-12 untuk menunjukkan jam. Perkenalkan juga penggunaan angka
13-24 untuk menunjukkan waktu siang sampai malam hari, seperti
jam 20.00. Sistem yang kedua adalah menit, perkenalkan bahwa
satu perubahan gerakan angka pada jarum menit berarti 5 menit,
setelah itu baru masuk pada kelipatannya. Intinya adalah buat
sekongkrit mungkin.
o Gunakan games saat mengajarkan konsep waktu ini, agar anak-
anak bisa menikmati proses belajarnya.
b. Ekspresi Bahasa Waktu
Harus diketahui juga apakah mereka mengetahui konsep waktu yang
lain, yang juga sangat penting bagi kehidupan sehari-hari terutama
dalam percakapan dengan orang lain, yaitu istilah kemarin, besok,
dulu, sekarang, nanti, lama, sebentar karena anak-anak dyslexia juga
mengalami kesulitan dalam penggunaan istilah-istilah ini.
c. Bagaimana Agar Dapat Tepat Waktu
Sebagian besar dari kita mempunyai naluri untuk memperkirakan jam
berapa sekarang atau lama sebentarnya sebuah acara walaupun tidak
melihat jam. Tidak begitu dengan anak-anak dyslexia, mereka tidak
mempunyai naluri ini, sehingga seringkali waktu terus berlalu dan
mereka benar-benar tidak menyadarinya. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan banyak masalah, saat masih kecil mereka sering pulang
ke rumah tidak tepat waktu, ketika dewasa mereka akan datang pada
sebuah janji dimana orang lain sudah meninggalkannya. Cap sebagai
orang yang tidak bertanggungjawab sangat mungkin terjadi. Sehingga
mengatasi hal ini sejak dini dirasa sangat perlu, dengan men-
setting alarm atau mengingatkannya seperti, “Kamu harus pulang ke
rumah saat sudah mulai terdengar adzan ya.” Hal ini akan sangat
membantu mereka untuk memahami “time limit.”
18
d. Bagaimana Agar Tidak Membuang Waktu
Secara ekstrim anak-anak dyslexia tidak bisa merasakan lamanya satu
jam dengan beberapa menit saja. Ini disebabkan karena mereka sangat
berfokus pada apa yang sedang mereka kerjakan sampai tidak bisa
merasakan lamanya waktu. Ini yang sering membuat para orangtua
kesal, karena mereka biasanya berpakaian sangat lama, minum susu
harus diingatkan terus, asyik menonton televisi padahal harus pergi
sekolah, sehingga akhirnya mereka sering datang terlambat ke sekolah.
Untuk mengatasinya, harus dimunculkan keinginannya untuk berubah
terlebih dahulu dan biasanya setelah didiskusikan coping datang dari
mereka sendiri, dengan memberikan usulan seperti saat berpakaian
harus cepat atau bila ingin sedikit lebih santai maka harus bangun lebih
pagi.
2. Konsep Uang
Meskipun hampir semua anak-anak dyslexia mengalami kesulitan dalm
konsep waktu, tetapi tidak demikian dalam konsep uang, hanya beberapa
saja yang mengalami kesulitan. Ada 2 hal penting dalam konsep uang ini,
yaitu:
a. Menghitung Uang
Saat disediakan di sebelah kiri 2 uang 500an dan di sebelah kanan 5 uang
100an kemudian ditanyakan mana yang nilanya lebih besar, mereka pasti
akan mengalami kesulitan. Dalam belajar uang, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, seperti:
o Cek pemahaman mereka mengenai konsep angka dan jumlah, apabila
belum memahami betul, jangan dulu mengajarinya tentang uang, ini
tentu saja akan membuat mereka semakin bingung.
o Cek apakah mereka bisa mengidentifikasi nilai dari setiap bentuk
uang yang diperlihatkan dari uang kertas sampai uang koin. Lakukan
pengecekan ini dalam area private dan nyaman, jangan sampai
ketidaktahuannya membuat mereka malu dan malah menurunkan self
esteemnya.
19
o Gunakan uang asli atau yang bentuknya benar-benar mirip dengan
aslinya saat mulai belajar konsep uang.
o Minta untuk menukar bentuknya, tapi nilainya sama, seperti uang
kertas 500, ditukar dengan uang koin 100 sebanyak lima buah.
o Berikan banyak kesempatan agar mereka bisa belajar menggunakan
uang, terutama dalam setting nyata, seperti lakukan simulasi toko
dimana setiap barang-barang yang disediakan ada harganya dan
mereka diminta untuk membeli barang-barang tertentu dan tentu saja
mereka harus menghitung berapa uang yang harus dikeluarkan dan
berapa kembaliannya. Ini akan membuat mereka merasa nyaman
dalam menggunakan uang.
b. Penggunaan Bank
Ini adalah keterampilan yang tidak terlalu sulit untuk dikuasai, tapi
memang harus mulai diajarkan. Yang harus dikenalkan pertama kali
adalah bentuk-bentuk form yang tersedia, seperti cek, slip penyetoran
atau slip pengambilan. Apabila memungkinkan gunakan yang asli
sebagai latihan. Seperti yang terjadi di sebuah sekolah, ada pengajaran
tentang bank ini, selain itu setiap murid akan diberikan gaji setiap bulan
dengan menggunakan uang yang khusus dipakai di sekolah itu. Apabila
ingin mendapatkan uang lebih maka mereka harus belajar lebih keras lagi.
Uang yang didapat bisa digunakan untuk membeli barang-barang yang
diinginkan. Walaupun benda-benda dan uangnya bukan asli tetapi
mereka sangat menikmati kegiatan belajar seperti ini.
3. Mengingat Detail-detail yang Penting
Salah satu bagian dari kelemahan gaya belajar anak-anak dyslexia adalah:
1. Rote Auditory Memory (hafalan), terutama untuk kata-kata yang tidak
terlalu bermakna
2. Sequencing skills (keterampilan mengurutkan)
Dua kelemahan inilah yang membuat anak-anak dyslexia susah untuk
belajar nama-nama hari, bulan dan mengingat nomor teleponnya.
Beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengatasi hal ini adalah :
20
o Hubungkan masing-masing hari dengan kegiatan yang dilakukan
oleh anak. Misalnya hari senin adalah hari pertama dia pergi ke
sekolah setiap minggunya, atau selasa adalah kelas robot nya.
Buatlah tabel beserta gambarnya, sehingga mereka bisa mengingat
bahwa setiap ada kelas robot berarti hari selasa, dan lain-lain.
Untuk setiap anak pasti berbeda-beda karena akan sangat
tergantung dari jenis kegiatannya.
o Buatlah agar mereka familiar dengan nama-nama hari tersebut
misalnya dengan menceritakan sejarah pemberian nama-nama hari
tersebut.
o Setelah mereka familiar dengan nama hari, mulailah masuk pada
sequencing yaitu dengan diberikan pertanyaan seperti “Kalau
sesudah hari rabu hari apa ya? Atau sebelum hari rabu hari apa?”
Gunakan tabel hari dan kegiatan di atas.
Untuk mengajarkan bulan, tahapannya sama seperti di atas. Penting untuk
menghubungkan setiap bulan dengan peristiwa penting di dalamnya.
Misalnya untuk mengingat bulan Februari, hubungkan dengan hari
Valentine atau untuk mengingat bulan Desember hubungkan dengan Hari
Ibu, dan lain-lain.
Hal penting lainnya adalah mengingat nomor telepon. Yang bisa kita
lakukan adalah memberikan beberapa pertanyaan kepada mereka seperti
berapa nomor telepon yang ingin kamu ingat? Nomor telepon siapa saja
yang ingin kamu ingat? Apa kamu ingin mengingat nomor telepon ibumu,
jadi kamu bisa menghubunginya ketika kamu membutuhkannya?
Bagaimana caranya agar kamu bisa mengingatnya? Haruskah kamu
membawa buku telpon? Arahkan agar mereka sendiri yang menemukan
strategi yang tepat yang bisa mereka gunakan untuk mengatasi hal tersebut.
21
4. Terbiasa Dengan Tulisan-tulisan di Lingkungan
Tidak bisa kita pungkiri di lingkungan kita terdapat banyak sekali tulisan
dan angka, contoh pentingnya seperti pada kalender, katalog, menu, koran,
panduan acara televisi, dll. Yang bisa dilakukan terhadap hal ini adalah :
o Latih mereka untuk bisa menggunakan benda-benda tersebut, gunakan
yang asli
o Bahas bagian-bagian dari setiap benda tersebut, seperti saat membaca
koran, dimana kita bisa mendapatkan info tentang acara televisi, dll.
o Gunakan dalam simulasi pretend play, setting mereka sedang berada di
restoran dan mereka harus membaca menu untuk memilih jenis makanan
dan minuman yang mereka inginkan. Mereka juga bisa sekalian diminta
untuk menghitung berapa yang harus dibayar beserta pajak dan tip nya,
kemudian kembaliannya berapa. Bisa sekalian belajar konsep uang juga.
o Minta mereka untuk membuat kalender yang akan dipajang di kelas, atau
membuat menu yang akan digunakan di cafetaria sekolah. Hal ini akan
membuat mereka lebih familiar dengan benda-benda tersebut.
5. Menyimpan Barang-barang Pada Tempatnya
Hal yang sering dikeluhkan oleh para orangtua yang mempunyai anak
dyslexia adalah bahwa mereka sering sekali kehilangan barang, buku
sekolahnya yang hilang saat berpindah ruang kelas, pensil yang sudah
berapa kali ganti, buku PR, dan lain-lain.
Mengetahui bagaimana perasaan anak tentang hal ini adalah hal pertama
yang harus dilakukan. Akan sangat bagus apabila mereka mengatakan
merasa tidak nyaman dengan seringnya kehilangan barang-barang tersebut,
sehingga mereka bisa termotivasi untuk berubah. Tetapi apabila mereka
merasa tidak ada masalah, katakan apa yang kita lihat dengan cara tidak
menghakimi mereka, seperti “Saya memperhatikan kamu kemarin tidak
membawa pensil dan kehilangan sweater saat istirahat.” Katakan juga jika
dia ingin merubah hal ini nanti, dia harus mengatakannya kepada kita dan
tentu saja kita akan sangat senang membantunya.
22
Apabila mereka ingin mencoba untuk berubah maka pilihlah perilaku mana
yang ingin sekali diubah, tentunya dengan mendiskusikan terlebih dahulu
dengan mereka. Pilihlah hanya satu perilaku misalnya menyimpan buku PR
di rak yang telah disediakan, ikuti prosesnya, kalau perlu buat chart. Sangat
penting untuk merayakan keberhasilannya menyimpan benda-benda pada
tempatnya. Jika dia gagal, katakan kita mengerti bahwa ini sangat susah
baginya, tetapi jangan pernah menyerah dan harus tetap berusaha. Setelah
selesai satu perilaku tambahkan lagi yang lainnya, tapi tetap tanyakan
terlebih dahulu mana yang mau dipilihnya.
6. Area Masalah Spesifik Lainnya
Beberapa area ini bisa menimbulkan pengalaman yang sangat memalukan
bagi anak-anak dyslexia, seperti :
• Pesta
Banyak hal bisa terjadi dalam pesta, saat banyak orang berkumpul.
Seperti ketika mereka diberi kado dan yang memberi kado memintanya
untuk membacakan kartunya keras-keras, padahal mereka mengalami
kesulitan dalam hal ini, tentu saja akan menjadi sebuah pengalaman
yang sangat memalukan.
• Games
Banyak games yang membutuhkan kemampuan baca, mengeja, dan
matematika seperti scrabble, monopoli, dll
• Mengenalkan Orang
Mengingat ataupun mengucapkan nama orang merupakan hal yang
susah untuk anak-anak dyslexia. Mengucapkan nama orang dengan
salah tentu akan membuat orang lain marah.
Beberapa hal yang bisa dillakukan untuk mengatasi hal tersebut di atas
adalah :
• Untuk mengingat nama orang, hubungkan nama yang tidak familiar ini
dengan sesuatu yang bermakna atau menghubungkan dengan nama
teman yang sudah familiar kita dengar.
23
• Ajak mereka untuk mau bercerita tentang kesulitannya pada temannya
yang bisa dipercaya. Apabila dalam satu kelompok, mungkin bisa
bercerita pada ketua kelompoknya. Hal ini tentu saja sangat berguna,
agar teman-teman yang lain bisa mengerti kelemahan mereka yang
tentunya bisa mengurangi hal-hal memalukan yang mungkin akan
terjadi.
• Buatlah daftar games dan aktivitas yang bisa dilakukan dan membuat
mereka nyaman, ajak mereka untuk aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
tersebut. Dengan begitu orang lain tidak akan begitu memperhatikan
bahwa mereka menghindari beberapa aktivitas yang lain.
(Pipik) Team Indigrow (2010). Mengajarkan Anak Dyslexia Keterampilan
Hidup Sehari-hari. Retrieved January 20, 2010 from
http://indigrow.wordpress.com/category/specific-learning-disability.
2.6 Data Kompetitor
2.6.1 Dyslexia oleh Gavin Reid
Gambar 8. Buku Dyslexia oleh Gavin Reid.
Ini edisi ketiga dari buku populer Gavin Reid
untuk para guru secara general yang telah
sepenuhnya direvisi dan ditambah dengan
seluruh materi tambahan untuk memperkuat
hubungan antara teori dan praktek.
Disleksia adalah gambaran yang komprehensif tentang lapangan,
menyediakan lebih dari sekedar perbaikan cepat untuk kesulitan langsung
dengan memperkenalkan dasar bukti untuk mengapa pendekatan tertentu
mungkin efektif. Topik meliputi membaca, mengeja, menulis kreatif,
kemampuan belajar, diferensiasi, identifikasi disleksia, gaya belajar
24
individu, peran orang tua, dan kebijakan untuk disleksia. Sebuah bagian
penutup memberikan informasi tentang dukungan tambahan dan sumber
daya untuk digunakan oleh guru. Sepanjang buku ini menekankan bahwa
pendekatan yang cocok untuk siswa dengan disleksia juga akan
menguntungkan seluruh kelas, dengan memberdayakan mereka untuk
menjadi guru yang lebih baik.
2.6.2 Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak
Gambar 9. Buku Deteksi Dini Masalah Psikologi
Anak oleh James Le Fanu.
Tak satu pun orangtua di muka bumi ini yang
mengharapkan anak-anaknya tumbuh secara
abnormal. Namun tidak semua anak bisa tumbuh
dan besar sesuai harapan orangtuanya. Ada yang secara fisik tumbuh
normal, namun secara psikologis mengalami gangguan-gangguan. Ada
beragam masalah psikologi yang lazim diderita anak-anak dalam masa
pertumbuhannya, baik yang tampak sepele atau pun berat. Apa pun
bentuknya, jangan sekali-kali mengabaikan masalah-masalah psikologi
anak-anak Anda, karena resikonya sama dengan mempertaruhkan
kecemerlangan masa depan anak-anak Anda tercinta.
Di antara masalah-masalah psikologi anak yang harus dikenali para
orangtua adalah:
• Gangguan belajar membaca (disleksia)
• Gangguan belajar menulis (disgrafia)
• Gangguan belajar mengeja (disortografia)
• Gangguan belajar matematika (diskalkulia)
• Gangguan konsentrasi dan hiperaktivitas (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder)
25
• Sifat pemalu yang berlebihan
• Autisme (gangguan dalam mengakses informasi pancaindera)
• Separation anxiety/social anxiety (takut atau minder bersosialisasi)
• Phobia (ketakutan berlebihan yang tidak beralasan)
• Generalized anxiety (kecemasan umum yang berlebihan)
• Severe psychiatric illness (penyakit psikologis akut)
• Hyperthyroidism dan hypothyroidism
Buku ini menyajikan ulasan dan gambaran yang sangat gamblang dan
menyeluruh tentang serba-serbi masalah-masalah psikologi anak.
Diharapkan, dengan adanya pemahaman dari para orangtua tentang
gangguan-gangguan perkembangan psikologi anak ini, maka para orangtua
akan mampu melakukan deteksi dini, mengenali dan kemudian
menemukan solusi terapinya, baik sekedar pada tingkat awal di rumah atau
pun melalui konsultasi dengan para ahli psikologi anak.
2.6.3 The Psychology Book
Gambar 10. Buku The Psychology Book.
Menjelaskan lebih dari 100 ide-ide
inovatif di lapangan, The Psychology
Book menggunakan teks dan grafis yang
mudah dicerna dan menyenangkan untuk
dibaca. Elemen grafis dan ilustrasi sangat menunjang untuk menjelaskan
dasar-dasar teoritis dan eksperimental kompleks psikologi.
Dari akar filosofis melalui behaviorisme, psikoterapi, dan psikologi
perkembangan, The Psychology Book menjelaskan banyak ide penting dari
psikolog tersohor dengan sangat baik sehingga dapat dinikmati remaja
sampai dewasa.
26
2.7 Data Target
2.7.1 Psikografi
a. Personality
• Wawasan luas/open-minded
• Menilai sesuatu dari banyak sudut pandang
b. Behaviour
• Orang yang ingin selalu cari tahu
• Mempunyai pemikiran yang kritis
• Suka menonton televisi
• Suka membaca
• Suka bepergian (hangout /jalan-jalan)
• Suka mengoleksi buku
• Fashionable
2.7.2 Demografi
Gender : Pria – Wanita
Usia : 21 - 35 tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Businessman, Businesswoman, Sarjana Muda, Ibu
Rumah Tangga, dan Mahasiswa Tingkat Akhir
Jenis Kelamin : Laki-laki & Perempuan
Kelas sosial : A-B
2.7.3 Geografi
Domisili: Seluruh wilayah di kota-kota besar Indonesia.
27
2.8 Analisa SWOT
Strength
• Belum ada buku yang membahas disleksia dengan spesifik dalam Bahasa
Indonesia, dimana orangtua penderita seringkali jadi malas mencari info lebih
dalam dari buku-buku yang sudah ada, lantaran dalam Bahasa Inggris dan
dengan layout yang kurang menarik pula.
• Menyajikan materi yang terbilang cukup berat/serius (tentang penyakit)
dengan layout yang menarik dan tidak membosankan seperti buku kesehatan
pada umumnya, dengan tambahan foto maupun ilustrasi.
Weakness
• Bahasa yang digunakan untuk buku untuk masyarakat yang awam akan
masalah ini mungkin masih terbilang agak berat dan cukup ilmiah.
Opportunities
• Meningkatnya sedikit kesadaran generasi zaman sekarang akan desain,
sehingga memungkinkan untuk menarik minat baca masyarakat jika desain
sebuah buku tentang sebuah penyakit tampak menarik.
• Merupakan buku pertama yang membahas disleksia dalam Bahasa Indonesia.
Threats
• Kemungkinan yang mencari buku mengenai dyslexia hanya orangtua
penderita atau penderita sendiri, karena masih kurangnya pengetahuan atau
kepedulian masyarakat mengenai topik di luar yang mereka butuhkan/sukai.