Post on 04-Dec-2015
description
Penanganan pada Pasien dengan Hematemesis Melena
Reynaldi Sanjaya Iskandar
102013274
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Telp. (021) 56942061
sanjaya_reynaldi28@yahoo.com
Abstrak
Kata Kunci:
Abstract
Key Words:
Pendahuluan
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang
disertai dengan buang air besar (BAB) bercampur darah dan berwarna hitam. Hematemesis
melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan
merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia
termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis
erosif atau ulkus peptikum.
Skenario
Seorang laki-laki, 50 tahun dating ke poliklinik umum dengan keluhan muntah berwarna
kehitaman, seperti kopi 3x sejak 2 hari lalu. Pasien juga mengeluh 3 hari terakhir ini perutnya
terasa sakit pada ulu hati, dan bertambah saat dirinya mencoba makan. Nyeri agak berkurang
setelah dirinya meminum obat maag. Keluhan nyeri ulu hati ini dirasakan pasien hilang
timbul sejak 2 tahun belakangan ini.
Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis
penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan
sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan
fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
1
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.1
Berdasarkan skenario diatas yang perlu kita tanyakan, adalah:
Pada kasus hematemesis melena kita dapat menanyakan hal-hal seperti berikut1 :
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi perdarahan
b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam keluarga
c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom Mallory-Weiss)
e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang menyebabkan nyeri atau
pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan)
f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)
g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal kronik,
diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat
h. Riwayat tranfusi sebelumnya
Pemeriksaan Fisik
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status
hemodinamik, pemeriksaannya meliputi:1,2
a. Tekanan darah dan nadi posisi baring
b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
d. Kelayakan napas dan tingkat kesadaran
e. Produksi urin
Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler) mengakibatkan
kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda :
a. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 100
x/menit
b. Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.
c. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
d. Akral dingin
e. Kesadaran turun
f. Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut :
2
a. Hematemesis
b. Hematokezia
c. Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
d. Hipotensi persisten
e. Tranfusi darah > 800 – 1000 ml dalam 24 jam
Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah
perdarahan, dengan criteria :
Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik
<8 Hemodinamik stabil
8 – 15 Hipotensi ortostatik
15 – 25 Renjatan (syok)
25 – 40 Renjatan + penurunan kesadaran
>40 Moribund (physiology futility)
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah :2
a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema
palmaris, edema tungkai)
b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik
c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas dengan
interpretasi:
1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif
2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)
d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran
cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)
Dari hasil pemeriksaan didapatkan adanya nyeri tekan abdomen dan di temukan juga
bising usus yang meningkat.
Pemeriksaan Penunjang
a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi
b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan primer atau
sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT
c. Elektrolit : Na, K, Cl
d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT
3
e. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru kronis
f. Endoskopi : gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai pengobatan
endoskopik awal. Selain itu juga memberikan informasi prognostik dengan
mengidentifikasi stigmata perdarahan.2
Working Diagnosis
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang dapat di diagnosis bahwa pasien tersebut menderita
Hematemesis melena et causa tukak gaster. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
yaitu perdarahan yang berasal dari dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum
Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus1. Hal tersebut
mengakibatkan muntah darah (hematemesis) dan berak darah berwarna hitam seperti aspal
(melena).1
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung
menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena yaitu keluarnya tinja yang
lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran
cerna atas serta dicernanya darah pada usus halus.
Penyebab pada kasus adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung atau
obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya obat-obat golongan
salisilat seperti Aspirin, Ibuprofen, obat bintang tujuh dan lainnya. Obat-obatan lain yang juga
dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan kortikosteroid, butazolidin, reserpin,
spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat tersebut menimbulkan hiperasiditas.
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama di angulus dan prepilorus
bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak lambung akut biasanya bersifat dangkal dan
multipel yang dapat digolongkan sebagai erosi.
Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeri dan pedih di ulu hati
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat sebelum hematemesis rasa nyeri dan pedih
dirasakan bertambah hebat, namun setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih tersebut
berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif, lalu disusul melena.3
Differential Diagnosis
Beberapa penyebab timbulnya hematemesis melena :
1. Kelainan di esophagus
a. Pecahnya varises esophagus
4
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif, kehilangan darah
gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan varises esofagus atau lambung
biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis
hepatis. Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang
paling prevalen di Amerika Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi
portal dapat mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, meskipun adanya
varises berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit
hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang
menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar
disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya berasal
dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih separuh dari pasien ini dapat
mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum atau gastropati hipertensi
portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat penggembungan vena-vena
mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting menentukan penyebab
perdarahan agar penanganan yang tepat dapat dikerjakan.3,4
Angka kejadian pecahnya varises esophagus yang menyebabkan perdarahan
cukup tinggi yaitu 54,8%. Sifat perdarahan hematemesisnya mendadak dan masif,
tanpa didahului nyeri epigastrium. Darah berwarna kehitaman dan tidak akan
membeku karena sudah tercampur asam lambung. Setelah hematemesis selalu
disusul dengan melena.
b. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melena daripada
hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis. Hanya
sesekali penderita muntah darah tidak masif. Pada panendoskopi jelas terlihat
gambaran karsinoma yang hampir menutup esophagus dan mudah berdarah terletak
di sepertiga bawah esophagus.
c. Sindrom Mallory-Weiss
Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus tanpa darah).
Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa daerah kardia atau
esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karena laserasi aktif disertai
ulserasi, maka timbul perdarahan. Laserasi muncul akibat terlalu sering muntah
sehingga tekanan intraabdominal naik menyebabkan pecahnya arteri di submukosa
esophagus/ kardia. Sifat perdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien
5
berulangkali muntah hebat, lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada
hiperemesis gravidarum.
d. Esofagogastritis korosiva
Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah setelah tidak
sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebut mengandung asam sitrat
dan asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esophagus dan lambung.
Penderita juga mengeluh nyeri dan panas seperti terbakar di mulut, dada dan
epigastrium.
e. Esofagitis dan tukak esophagus
Esofagitis yang menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermiten atau
kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hemetemesis.
Tukak esophagus jarang menimbulkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak
lambung dan duodenum.4
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erosiva hemoragika
Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa
lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs).
Misalnya obat-obat golongan salisilat seperti Aspirin, Ibuprofen, obat bintang tujuh
dan lainnya. Obat-obatan lain yang juga dapat menimbulkan hematemesis yaitu :
golongan kortikosteroid, butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain.
Golongan obat-obat tersebut menimbulkan hiperasiditas.
Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab perdarahan
saluran cerna atas. Pada endoskopi tampak erosi di angulus, antrum yang multipel,
sebagian tampak bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan aktif di tempat
erosi. Di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan
fundus lambung. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali
minum obat-obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati.
b. Karsinoma lambung
Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut dengan keluhan
rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah. Jarang
mengalami hematemesis, tetapi sering melena.5
6
3. Kelainan di duodenum
a. Tukak duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi terletak di bulbus.
Sebagian pasien mengeluhkan hematemesis dan melena, sedangkan sebagian kecil
mengeluh melena saja. Sebelum perdarahan, pasien mengeluh nyeri dan pedih di
perut atas agak ke kanan. Keluhan ini juga dirasakan waktu tengah malam saat
sedang tidur pulas sehingga terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih,
pasien biasanya mengkonsumsi roti atau susu.
b. Karsinoma papilla Vateri
Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma di ampula
menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas yang umumnya
sudah dalam fase lanjut. Gejala yang timbul selain kolestatik ekstrahepatal, juga
dapat menimbulkan perdarahan tersembunyi (occult bleeding), sangat jarang timbul
hematemesis. Selain itu pasien juga mengeluh badan lemah, mual dan muntah.3,4,5
Etiologi
Hematemesis dan melena penyebabnya adalah akibat perdarahan saluran cerna bagian atas
dari ligamentum treitz. Beberapa penyebab terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas
antara lain:
- Kelainan pada esofagus: varises, esofagitis, ulkus, sindroma Mallory-Weiss, keganasan.
- Kelainan pada lambung dan doudenum: gastritis hemoragika, ulkus peptikum ventrikuli
dan duodeni, keganasan, polip.
- Penyakit darah: leukemia, DIC, trombositopeni.
- Penyakit sistemik: uremia.2
Epidemiologi
Hematemesis (muntah darah) dan melena (buang air besar bercampur darah) merupakan
keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal
tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang
menimbulkan 8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya
angka kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang
gawat dan kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan.
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak sedangkan di
Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering
7
yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika sekitar 25% - 30%, tukak peptik sekitar
10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu
sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian
pada perdarahan non varises sekitar 9% -12%.
Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang cukup tinggi,
terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus. Berdasarkan hasil penelitian di
Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat perdarahan saluran cerna atas berkisar 26%.
Insiden perdarahan SCBA dua kali lebih sering pada pria dari pada wanita dalam seluruh
tingkatan usia; tetapi jumlah angka kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka
kematian meningkat pada usia yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita.2
Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah muntah
darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena), mengeluarkan darah dari
rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah),
akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura
serta memar, demam ringan antara 38 -39° C, nyeri pada lambung / perut, nafsu makan
menurun, hiperperistaltik, jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan
pusing yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah
perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus. Gejala yang ada yaitu :
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali perdarahan pada
manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang sedikit sudah menimbulkan
8
perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak dan cepat mengakibatkan penurunan
venous return ke jantung, penurunan curah jantung (cardiac output) dan peningkatan tahanan
perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik 10 mmHg (Tilt test) menandakan
perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai : sinkop,
kepala terasa ringan, mual, perspirasi (berkeringat), dan haus. Jika darah keluar ±40 % terjadi
renjatan (syok) disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat menonjol dan kulit penderita
teraba dingin.
Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan berulang disertai
kolaps hemodinamik dan endoskopi “normal”, dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri
submukosa dekat cardia yang menyebabkan perdarahan saluran cerna intermiten yang
banyak).4
Patofisiologi
Umumnya OAINs bekerja dengan menghambat enzim cyclooxigenase 1 dan
cyclooxigenase 2. Enzim Cyclooxygenase berfungsi sebagai pemecah asam arakhidonat
menjadi prostaglandin dan tromboksan. Prostaglandin adalah molekul perantara peradangan.
Selain itu prostaglandin adalah molekul protektif untuk mukosa lambung. Pengaruh
prostaglandin terhadap lambung adalah menurunkan sekresi asam lambung dan meningkatkan
sekresi mukus pada mukosa lambung. Jika terjadi hambatan dalam produksi prostaglandin,
maka memperbesar terjadinya kerusakan pada mukosa lambung. Karena mukus yang
berkurang dan asam lambung yang banyak diproduksi. Dan hal ini terjadi pada pasien yang
menggunakan obat-obatan antiinflamasi non steroid. Efek samping obat anti inflamasi non
steroid (OAINS) pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek samping pada
lambung memang paling sering terjadi. OAINS merusak mukosa lambung melalui dua
mekanisme, yaitu topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena
OAINS bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogenmasuk
mukosa dan menimbulkan kerusakan.
Efek sistemik OAINS tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat
produksi prostaglandin menurun, OAINS secara bermakna menekan pembentukan
prostaglandin. Prostaglandin diproduksi melalui dua jalur yaitu jalur Cox1 dan jalur Cox2.
Seperti yang diketahui, prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif (yang berasal dari
Cox1) yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoprotektif itu dilakukan dengan cara
menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat, dan
9
meningkatkan ephitelial defense. Prostaglandin yang dibentuk dari jalur Cox2 menimbulkan
inflamasi, nyeri, dan demam, sehingga OAINS yang selektif menghambat Cox2 relatif lebih
aman digunakan.Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi netrolit pada
endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas
dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa
lambung.4
Penatalaksanaan
1. Tatalaksana Umum
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation (ABC).
Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai, segera dirawat untuk terapi
lanjutan atau persiapan endoskopi.3,4
Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi:
a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
b. Pemberian vitamin K 3x1 amp
c. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
d. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid
2. Tatalaksana Khusus
1) Terapi medikamentosa
a) PPI (proton pump inhibitor) : obat anti sekresi asam untuk mencegah
perdarahan ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80 mg/iv lalu per infuse 8
mg/kgBB/jam selama 72 jam
Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk
tujuan penyembuhan lesi mukosa perdarahan.
b) Obat vasoaktif
2) Terapi endoskopi
a) Injeksi : penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan adrenalin
(1:10000) sebanyak 0,5–1 ml/suntik dengan batas 10 ml atau alcohol absolute
(98%) tidak melebihi 1 ml
b) Termal : koagulasi, heatprobe, laser10
c) Mekanik : hemoklip, stapler
3. Non Medikamentosa
Pada penatalakasanaan non medika mentosa, Pasien dapat diberikan edukasi dan
pengarahan agar sebisa mungkin menghindari makanan-makanan yang dapat
meningkatkan asam lambung. Kemudian, selain menghindari makanan merangsang
asam lambung yang terutama dan terpenting adalah pasien harus menghindari faktor
resiko terjadinya dispepsia seperti alkohol, makanan-makanan yang pedas, obat-
obatan yang berlebihan terutama golongan OAINS (jika memang harus
mengkonsumsi OAINS pilih jenis Cox2), nikotin pada rokok, dan stres fisik dan
mental. Selain itu dapat juga di edukasi pada pasien seputar pola makan yang teratur
dan pasien harus mengatur porsi dan pola makan dari makanan yang dimakannya
sehari-hari.4,6
Komplikasi
1. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain.
Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung
selama 24-28 jam.
2. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal
ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
3. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran.
4. Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah. Racun-
racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak
mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal
dibuang oleh hati.6
Prognosis
11
Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar
Hemoglobin (Hb), tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Banyak penelitian
menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan saluran cerna bagian atas dipengaruhi
oleh faktor kadar Hemoglobin (Hb) waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang,
keadaan hati, seperti ikterus, dan encefalopati. Prognosis cukup baik apabila dilakukan
penanganan yang tepat. Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam
menanggulangi perdarahan saluran cerna bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan
yang bersifat preventif.7
Kesimpulan
Perdarahan saluran cerna atas (SCBA) yaitu perdarahan dari lumen saluran cerna di atas
ligamentum Treitz mengakibatkan hematemesis dan melena. Diagnosis dapat kita tegakkan
secara cepat dan tepat dengan anamnesis yang lengkap, seperti sumber pendarahan, kecepatan
pendarahan, dll. Dan pada umumnya prognosisnya baik bila mendapatkan penanganan secara
cepat dan tepat.
12
Referensi
1. Astera, I W.M. & I D.N. Wibawa. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan Bagian
Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 2001 : 53 –
62.
2. Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison
(Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 2005 : 259 – 62.
3. Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
2006 : 36 – 7.
4. Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung : PT Alumni.
2002 : 281 – 305.
5. Purwadianto, A. & Budi S. Hematemesis & Melena : dalam Kedaruratan Medik.
Jakarta : Binarupa Aksara. 2012 : 105 – 10.
6. PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 – 3.
7. Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 – 97
13