Post on 02-Feb-2022
GERAKAN SAEMAUL UNDONG DALAM PEMBERDAYAANEKONOMI MASYARAKAT OLEH SAEMAUL GLOBALIZATIONFOUNDATION DI DESA BLEBERAN, KECAMATAN PLAYEN,
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai DerajatMagister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Daerah
oleh :
AZIS AHMAD
17610039
Kepada
PROGRAM MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya kepada saya sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan tesis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan di Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa STPMD “APMD” Yogyakarta.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bimbingan,
motivasi serta dukungan. Atas segala bantuan yang diterima, dalam kesempatan
ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT Atas segala kebesaran, kuasa, ridho dan petunjuk serta
kesehatan yang selalu Engkau berikan. Nabi Muhammad SAW, atas
cahaya kebenaran yang disampaikan kepada kami.
2. Kedua Orang tua tercinta, Bapak Mr. Surono dan Ibu Mrs. Siti Aminah
beserta anak, menantu, dan cucu-cucunya dengan doa yang selalu
mengiringi saya dalam tahapan kuliah S2 ini. Semoga kesehatan selalu
menyertai langkah Bapak dan Ibu beserta keluarga besarku tercinta.
v
3. Bapak Dr. H. Supardal, Dr. R. Widodo Tri Putro dan Bapak Dr. Tri
Nugroho selaku pimpinan Prodi Magister Ilmu Pemerintahan STPMD
“APMD” Yogyakarta
4. Ibu Rr. Leslie Retno Angeningsih, Ph.D selaku dosen pembimbing utama
sekaligus Pembimbing Akademik, terimakasih atas segala tempaan,
bimbingan, motivasi dan kepercayaan diri yang ibu berikan dalam proses
penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Drs. Suharyanto, M.M selaku dosen penguji 1 dan Bapak Drs. Jaka
Triwidaryanta, M.Si selaku dosen penguji II, terimakasih banyak atas
segala saran, bimbingan, dan share diskusi selama menjadi mahasiswa
dan selama proses penyelesaian tesis ini.
6. Terimakasih banyak kepada seluruh dosen-dosen dan bagian administrasi
Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD”
Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan inspirasi besar dalam
hidup saya. Terimakasih untuk setiap pengetahuan dan motivasi baru yang
saya peroleh setiap harinya selama kuliah.
7. Jajaran Pemerintah, Masyarakat, Pengurus Lembaga di Desa Bleberan,
yang selalu terbuka dan dengan ikhlas menjadi informan sehingga
memberikan berbagai informasi tentang program-program SGF di Desa
Bleberan.
8. Yayasan Saemaul Globalization Foundation (SGF) yang memberikan
informasi, dokumen dan kesempatan kepada peneliti untuk bergabung
dalam berbagai program pemberdayaan di Desa Bleberan.
vi
9. Bapak Soleh Anwari (BPPM DIY) dan Bapak Suharto (Dinas
P3AKBPMD Kabupaten Gunungkidul yang bersedia menerima dan
memberikan informasi terkait program SGF di Desa Bleberan.
10. Rekan-rekan kesebelasan angkatan 20A yang selalu memberikan
dukungan dan saling mendukung, dari awal proses penelitian hingga
terselesaikannya proses penelitian ini. Terimakasih atas kesediaan
kehadirannya saat ujian tesis. Terimakasih atas segala masukan dan
keakrabannya selama proses kuliah.
11. Kosan Darussalam dan Trenlish Al-fatih yang memberikan warna
tersendiri bagi saya untuk terus berbuat terbaik di DIY.
12. Untuk pendampingku dan keturunanku kelak kupersembahkan kesuksesan
ini untuk kalian.
Semoga kebaikan dan bantuan semua pihak yang telah membantu saya mendapat
pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.
Saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saya
ucapkan maaf atas segala kekurangan saya. Harapan saya semoga tesis ini
bermanfaat, bermanfaat bagi masyarakat dan dapat memberikan informasi untuk
seluruh pihak. Akhir kata, semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya dan
senantiasa menjadi orang-orang yang istiqomah berada di jalan-Nya. Amin.
Wassalamua ‘alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, 4 Maret 2019Peneliti,
Azis Ahmad
vii
MOTO
Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,
Pengetahuan adalah kekuatan untuk berubah
(Azis Ahmad)
“Siapa yang meginginkan kebahagiaan dunia maka harus dengan
ilmu, dan siapa yang menginginkan kebahagiaan akherat maka
harus dengan ilmu.”(Imam Syafi”i)“Ilmu itu bukan sesuatu yang dijaga tapi sesuatu yang menjaga
dan bermanfaat”(Imam Syafi”i)
viii
Persembahan
Kupersembahkan karyaku ini untuk bapakku Mr.
SURONO dan ibuku Mrs. AMINAH tersayang yang
tiada hentinya memberikan cinta, doa, dan dukungan
untuk keberhasilanku,
Abang-abangku, Adinda, Keponakan, dan keluarga
Besar yang memberikan semangat berkarya dan
doa kesuksesanku
Orang orang yang menjadi background semangatku untuk
terus berkarya dan menempa diri menjadi mandiri
Sahabat-sahabat terbaikku di Angkatan 20A yang
keren-keren
Almamaterku tercinta Kampus Pembangunan
PASCASARJANA STPMD “APMD”YOGYAKARTA
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
MOTTO.................................................................................................................vii
HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................viii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. xiv
INTISARI............................................................................................................. xvi
ABSTRACT........................................................................................................ xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian........................................................................................... 15
C. Rumusan Masalah........................................................................................ 16
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 16
E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 17
F. Kerangka Konseptual................................................................................... 17
x
1. Konsep Saemaul Undong .......................................................................... 17
2. Pemberdayaan Masyarakat........................................................................ 25
3. Peranan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa ................................... 40
G. Metode Penelitian ........................................................................................ 49
1. Jenis Penelitian.......................................................................................... 49
2. Objek Penelitian ........................................................................................ 51
3. Subjek Penelitian....................................................................................... 51
4. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 53
5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 54
6. Teknik Analisis Data ................................................................................. 58
BAB II GAMBARAN DESA BLEBERAN DAN GERAKAN SAEMAUL
UNDONG .................................................................................................... 61
A. Gambaran Desa Bleberan ............................................................................ 61
1. Kondisi Geografis Desa Bleberan ............................................................. 62
2. Kondisi Demografis .................................................................................. 63
3. Potensi Alam Desa Bleberan..................................................................... 66
4. Perekonomian Desa................................................................................... 70
5. Kondisi Kelembagaan Desa ...................................................................... 72
6. Pemerintah Desa Bleberan ....................................................................... 74
B. Gambaran Gerakan Saemaul Undong di DIY ............................................ 77
1. Tahapan Kerjasama Pemerintah DIY – Gyeongsangbuk-Do dalam
Gerakan Saemaul Undong......................................................................... 77
2. Program Kerjasama yang Terlaksana antara Pemerintah DIY–
Gyeongsangbuk-Do................................................................................... 79
3. Desa Bleberan Sebagai Desa Percontohan............................................ 82
xi
4. Realisasi Kerjasama Gerakan Saemaul Undong oleh Saemaul
Globalization Foundation di Bleberan 2015 – 2018................................. 84
BAB III STRATEGI DAN PERANAN PEMERINTAH DALAM
PEMBERDAYAAN MELALUI GERAKAN SAEMAUL UNDONG........ 89
A. Strategi Pemberdayaan Gerakan Saemaul Undong .................................... 89
1. Penyadaran dan Pembentukan Perilaku Masyarakat................................ 90
2. Transformasi Kemampuan dan Wawasan Ekonomi Masyarakat.............. 97
3. Proses Pemberdayaan .............................................................................. 104
B. Peranan Pemerintah Dalam Pemberdayaan Melalui Gerakan Saemaul
Undong ...................................................................................................... 117
1. Peran Pemerintah DIY ............................................................................ 118
2. Peran Pemerintah Desa Bleberan ........................................................... 123
BAB IV DAMPAK PEMBERDAYAAN EKONOMI GERAKAN SAEMAUL
UNDONG .................................................................................................. 129
A. Budidaya Jamur Sebagai Sumber Pendapatan Baru
Masyarakat Desa Bleberan ....................................................................... 130
B. Berkurangnya Pengeluaran Masyarakat Untuk Mencukupi
Kebutuhan Air ........................................................................................... 139
C. Perbaikan Akses Jalan Sebagai Infrastruktur Penunjang Pertanian .......... 143
D. Pemanfaatan Gedung Saemaul Sebagai Unit Usaha Baru BUMDesa....... 147
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 151
A. Kesimpulan ................................................................................................ 151
B. Saran .......................................................................................................... 152
Daftar Pustaka ................................................................................................ 155
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kesejahteraan Penduduk Desa Bleberan................................................. 7
Tabel 1. 2 Data Identitas Informan ....................................................................... 52
Tabel 1. 3 Pengumpulan Data dengan Key Informan Penelitian ....................... 55
Tabel 1. 4 Pengumpulan Data dengan Dokumen Penelitian.............................. 56
Tabel 1. 5 Pengumpulan Data dengan Observasi Penelitian................................ 58
Tabel 2. 1 Batas Wilayah Desa Bleberan.............................................................. 62
Tabel 2. 2 Jumlah RT dan RW Desa Bleberan ..................................................... 63
Tabel 2. 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pedukuhan Desa Bleberan................. 64
Tabel 2. 4 Penduduk Berdasarkan Usia ................................................................ 65
Tabel 2. 5 Penduduk Berdasarkan Pekerjaan........................................................ 66
Tabel 2. 6 Kelompok dan Jenis Budidaya............................................................. 68
Tabel 2. 7 Tingkat Pendidikan Pegawai Desa Bleberan ....................................... 75
Tabel 2.8 Laporan Laba-Rugi BUMDesa Tahun 2016......................................... 83
Tabel 2.9 Kegiatan SGF di Bleberan 2015-2018 .................................................. 84
Tabel 3.1 Kegiatan Transformasi Kemampuan dan Wawasan Ekonomi ............. 99
Tabel 3 2 Timeline Pelaksanaan Budidaya Jamur .............................................. 108
Tabel 3.3 Fasilitasi Membuat Makanan Berbahan Dasar Jamur......................... 113
Tabel 4. 1 Elemen Biaya Awal Bisnis Jamur Tiram........................................... 134
Tabel 4. 2 Penghasilan/Bulan Budidaya Jamur Perkelompok Usaha ................. 136
Tabel 4. 3 Penghasilan/Bulan Anggota Kelompok Budidaya Jamur.................. 137
Tabel 4. 4 Perbandingan Pengeluaran Setelah Adanya Teknologi PAB ............ 141
Tabel 4. 5 Perbandingan Pengeluaran Petani ...................................................... 146
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. 1 Kunci Sukses Gerakan Saemaul Undong ........................................... 22
Bagan 1. 2 Peranan Pemerintah Desa ................................................................... 46
Bagan 2. 1 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Bleberan.................................. 74
Bagan 2. 2 Alur Proses Kerjasama Provinsi DIY – Gyeongsanbuk-Do ............... 77
Bagan 4. 1 Alur Implementasi Semangat Saemaul Undong dalamBudidaya Jamur................................................................................ 138
xiv
DAFTAR ISTILAH
ASN : Aparatur Sipil NegaraBAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan DaerahBBM : Bahan Bakar MinyakBLT : Bantuan Langsung TunaiBP2KP : Badan Pelaksana Penyuluh dan Ketahanan PanganBP3K : Badan Penelitian Pengembanan Pendidikan dan KebudayaanBPD : Badan Pemusyawaratan DesaBPMPKB : Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga
BerencanaBPPM : Badan Perempuan dan Pemberdayaan MasyarakatBPS : Badan Pusat StatistikDIY : Daerah Istimewa YogyakartaDP3AKBPMD: Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga
Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat DesaDPRD : Dewan Perwakilan Rakyat DaerahDPTPH : Dinas Pertanian Tanaman Pangan HortikulturaGapoktan : Gabungan Kelompok TaniGSG : Gedung Serba GunaHa : Hekto AreIDM : Indeks Desa membangunINGO : International Non-Government OrganizationInpres : Instruksi PresidenKades : Kepala DesaKBBI : Kamus Besar Bahasa IndonesiaKK : Kepala KeluargaKm : Kilo meterKSU : Koperasi Serba UsahaKWT : Kelompok Wanita TaniLPM : Lembaga Pemberdayaan MasyarakatLPPD : Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan DesaMDG’s : Millenium Development Goal’sMNCs : Multi-National CorporationMOU : Memorandum Of UnderstandingODA : Official Development AssistanceP4S : Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan SwadayaPAB : Pelayanan Air Bersih
xv
PADes : Pendapatan Asli DesaPAUD : Pendidikan Anak Usia DiniPemdes : Pemerintah DesaPHBS : Perilaku Hidup Bersih dan SehatPKK : Pendidikan Kesejahteraan KeluargaPLN : Perusahaan Listrik NegaraPNPM : Program Nasional Pemberdayaan MasyarakatPPL : Penyuluh Pertanian LapanganPSTS : Pusat Studi Trisakti dan Saemaul UndongRPJM : Rencana Pembangunan Jangka MenengahRT : Rukun TetanggaRW : Rukun WargaSD : Sekolah DasarSDM : Sumber Daya ManusiaSGF : Saemaul Globalization FoundationTK : Taman Kanak-KanakUKM : Usaha Kecil MenengahUGM : Universitas Gadjah MadaUU : Undang-UndangYGSI : Yayasan Globalisasi Saemaul Indonesia
xvi
INTISARI
Implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang bertujuanmewujudkan desa otonom dalam mengelola pemerintahan dan kemasyarakatanmenimbulkan kontradiktif dengan masih adanya ketidakberdayaan SDM terhadapkondisi lingkungan desa. Hal tersebut menjadikan kemiskinan, pengangguran, danpartisipasi pembangunan yang rendah masih melekat pada masyarakat pedesaan.Permasalahan ketahanan ekologi dan sosial yang dihadapi Desa Bleberan dalampembangunan desa mengakibatkan kemiskinan masih menjadi permasalahan desa.Pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui Gerakan Saemaul Undongmenghadirkan alternatif untuk menyelesaikan kemiskinan di desa.
Penelitian mengenai Gerakan Saemaul Undong dalam PemberdayaanEkonomi Masyarakat oleh SGF ini mendeskripsikan dan menggambarkanbagaimana strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh SGF, bagaimanaperanan Pemerintah DIY dan Pemerintah Desa Bleberan dalam gerakan SaemaulUndong apa saja dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat DesaBleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul.
Penelitian dilaksanakan di Desa Bleberan dengan menggunakan studikasus melalui pendekatan deskriptif kualitatif dan pengumpulan data melaluiwawancara, observasi, dan dokumentasi. Penunjukan informan dengan teknikpurposive terdiri dari unsur pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten,pemerintah desa, pengurus BPD, Gapoktan, Karang Taruna, PKK, KWT, TarunaTani, BUMDesa, tokoh masyarakat, pengurus dan fasilitator SGF di Bleberandengan jumlah informan 17 orang. Teknik analisa data dilakukan denganmenyusun kajian data dalam bentuk konsep maupun interpretasi dan penarikankesimpulan dilakukan setelah dilakukan triangulasi data.
Strategi pemberdayaan dilakukan dengan pendekatan penyadaran,transformasi kemampuan dan wawasan ekonomi dan proses pemberdayaanmasyarakat. Strategi tersebut dibarengi dengan pendampingan dari SGF dibantudengan peran dari pemerintah daerah dan pemerintah desa melalui regulasi,monitoring dan evaluasi, keberlanjutan program, pembiayaan program, sosialisasi,dan dukungan teknis fasilitasi program pemberdayaan. Gerakan Saemaul Undongtelah memberikan dampak positif secara ekonomi yaitu menambah sumberpendapatan baru masyarakat melalui budidaya jamur, mengurangi pengeluaranmasyarakat dalam mencukupi kebutuhan air bersih, perbaikan infrastrukturpenunjang pertanian, dan penambahan unit usaha baru BUMDesa. Berdasarkankesimpulan, maka penelitian ini menyarankan kepada pemerintah daerah danpemerintah desa untuk memikirkan keberlangsungan pemasaran, melibatkanGapoktan dalam pemberdayaan pertanian, perbaikan proses adopsi program,keberlanjutan program di desa, melakukan monitoring dan evaluasi kemampuanmasyarakat, dan perbaikan komunikasi antara lembaga desa dengan elemenmasyarakat.
Kata kunci : Saemaul Undong, Pemberdayaan Ekonomi, Masyarakat Desa
xvii
ABSTRACT
The implementation of Law 6/2014 which aims to realize an autonomousvillage in managing government and society is still contradictory to the lack ofhuman resources considering the village environment. This makes poverty,unemployment, and low development participation still inherently occur in ruralsociety. The problems of the ecological and social security faced by BleberanVillage in rural development have resulted in poverty still being a problem for thevillage. Community economic empowerment through the Saemaul UndongMovement presents an alternative to resolving poverty in the village.
The research on the Saemaul Undong movement in the economicempowerment program made by SGF describes the economic empowermentstrategy, the role of the Government, either in the DIY and Bleberan village level,in supporting this movement, and what are the economic impacts.
The research was conducted in Bleberan village through used a casestudy with a qualitative descriptive approach and data collection throughinterviews, observation, and documentation. Appointment of informants with apurposive technique consists of many elements from the provincial, district,village government, BPD managers, Gapoktan, Karang Taruna, PKK, KWT,Taruna Tani, BUMDesa, community leaders, SGF administrators and facilitatorsin Bleberan with the informants 17 people. Meanwhile, data analysis technique isthrough compiling data into concepts, interpretations and conclusion after datatriangulation.
Meanwhile, the empowerment strategies are carried out with awareness,transformation capabilities and economic insights and community empowermentprocesses. The strategy was accompanied by assistance from SGF and alsosupported by the local and village government through regulation, monitoring andevaluation, program sustainability, program funding, socialization, and technicalsupport for facilitation of empowerment programs. The Saemaul Undongmovement, in fact, had a positive economic impact. These are including providingmany new income resources for the community through mushroom cultivation,reducing public expenditure in meeting clean water needs, improving agriculturalby supporting infrastructure, and adding new BUMDesa business units. Based onthe conclusions, this study suggests to the local and village government to thinkabout marketing sustainability, involves Gapoktan in empowering agriculture,improving the program adoption process, program sustainability in the village,monitoring and evaluating community capabilities, and improving communicationbetween village institutions and community elements
Keywords: Saemaul Undong, Economic Empowerment, Village Community
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintahan desa lambat laun menjadi titik perhatian pemerintah pusat
dalam upaya mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014
tentang desa menjadi pintu masuk untuk mewujudkan desa yang otonom dalam
mengelola pemerintahan dan kemasyarakatan. Undang-Undang tersebut
menempatkan masyarakat desa sebagai sasaran sekaligus pelaku pembangunan
desa, sedangkan pemerintah desa berperan sebagai penggerak pembangunan dan
pemberdayaan desa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Aspek normatif
undang-undang tersebut mengandung nilai dan unsur-unsur demokrasi,
kemandirian, partisipasi, kegotongroyongan, kekeluargaan dan musyawarah.
Diakuinya nilai dan unsur masyarakat tersebut memperlihatkan bahwa modal
sosial dan kultural diperhitungkan sebagai potensi desa dalam pembangunan.
Posisi ini cukup strategis dalam melakukan perubahan struktural dan kultural bagi
kesejahteraan masyarakat desa. Untuk itu tumpuan dinamika kehidupan desa
sangat bergantung pada partisipasi masyarakat dalam mendorong terbangunnya
kesepakatan pengelolaan desa, mampu menumbuhkan dan mengembangkan nilai
sosial, budaya, ekonomi, dan pengetahuan.
2
Wewenang yang sudah diberikan pemerintah melalui undang-undang
desa belum serta-merta dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah desa.
Berdasarkan data potensi desa (Podes) BPS tahun 2018, tercatat ada 75.436 desa
di Indonesia, dimana 14.461 desa masuk dalam kategori desa tertinggal. Artinya,
masih ada sekitar 19,17% dari total jumlah desa di Indonesia yang tergolong
dalam desa tertinggal. Kondisi ini kontradiktif dengan tujuan otonomi desa yang
seharusnya menjadi ajang unjuk kekuatan desa dalam memperluas kesejahteraan
masyarakat desa. Hal ini menimbulkan stigma desa masih identik dengan berbagai
predikat negatif.
Permasalahan klasik mengiringi keberadaan desa hingga saat ini,
beberapa diantaranya yaitu: Pertama, masih melekatnya predikat penduduk desa
dengan kemiskinan, pengangguran, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang
rendah, infrastruktur yang terbatas. Pengangguran sebagian masyarakat membuat
sulitnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga angka
kemiskinan selalu ada. Ketidakberdayaan SDM akan kondisi lingkungan desa
membuat predikat ini terus menjadi panggilan yang melekat. Masalah kemiskinan
ini juga menjadi perhatian utama Pemerintah Indonesia. Adanya kesadaran
pemerintah bahwa kegagalan mengatasi persoalan kemiskinan akan menyebabkan
munculnya berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik di tengah masyarakat
desa membuat pemerintah terus bergerak. Kesadaran pemerintah itu diwujudkan
dalam 17 fokus SDG’s 2016-2030 yang menempatkan pengentasan kemiskinan
dan kelaparan ekstrim menjadi poin pertamanya. Dari segi teknis, ada 3 program
utama yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan ini
3
yaitu program subsidi, stabilitas harga dan pemaksimalan penggunaan dana desa.
Namun program tersebut belum mampu mengurangi angka kemiskinan secara
signifikan.
Kondisi saat ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang
dikeluarkan pada bulan Juli 2018 (kondisi survei sosial ekonomi nasional hingga
Maret 2018), jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,95 juta jiwa atau
9,82% dari total jumlah penduduk Indonesia. Memang, angka ini mengalami
sedikit penurunan dibandingkan 6 bulan sebelumnya (September 2017) yang
mencapai 26,58 Juta jiwa atau 10,12%. Berdasarkan daerah tempat tinggal,
menurut data BPS bulan Juli 2018 jumlah penduduk miskin di perkotaan
mencapai 10,14 juta jiwa (7,02 %), sedangkan untuk daerah pedesaan mencapai
15,81 juta jiwa (13,20%). Berdasarkan daerah tempat tinggal, data kemiskinan
tersebut menunjukkan jumlah kemiskinan masyarakat Indonesia yang berdomisili
di pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah masyarakat miskin di kota,
bahkan persentasenya diatas persentase kemiskinan secara nasional.
Kedua, dana desa yang langsung mengalir ke desa sebagai upaya
percepatan pengentasan kemiskinan sesuai amanat UU N0.6/2014 berdasarkan
korelasi distribusi dana desa dengan jumlah penduduk miskin desa dan indeks
kesulitan geografis (IKG) menunjukkan bahwa distribusi dana desa masih belum
berkeadilan. Desa-desa yang berpenduduk miskin tinggi justru mendapatkan dana
desa yang relatif sama atau lebih kecil dibandingkan dengan desa yang jumlah
penduduk miskinnya lebih rendah. Demikian pula halnya dengan korelasi
distribusi dana desa dengan tingkat kesulitan geografis desa yang menunjukkan
4
bahwa desa-desa dengan tingkat kesulitan geografis tinggi justru mendapatkan
dana desa yang relatif sama atau lebih kecil dibandingkan dengan desa yang
tingkat kesulitan geografisnya lebih rendah. Sebagai contoh, ketimpangan
distribusi dana desa di wilayah Maluku dan Papua tergolong tinggi karena
terdapat gap yang cukup besar antara desa yang memiliki jumlah penduduk
miskin tinggi dan rendah namun mendapatkan distribusi dana desa yang relatif
sama. Untuk wilayah Jawa, sebaran distribusi dana desa dilihat dari jumlah
penduduk miskin relatif lebih merata dan adil dibandingkan wilayah lainnya
meskipun masih terdapat ketimpangan distribusi dan alokasi dana desa dari pusat.
(http://www.fiskal.kemenkeu.go.id/dw-konten diakses pada 31 Januari 2019).
Ketiga, rendahnya keterlibatan masyarakat dan munculnya sikap apatis
dan ketidakpedulian masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.
Sebagaimana dikemukakan oleh Asariansyah,dkk (2016:1144-1146) bahwa dari
tahun ke tahun, proses pembangunan yang dilakukan pemerintah di satu sisi
semakin dikritisi oleh masyarakat, dan dampaknya, tumbuh bias-bias negatif dari
masyarakat terhadap proses pembangunan yang sedang dilakukan. Di sisi lain,
ternyata masyarakat ada yang tidak peduli dengan proses pembangunan yang
sedang dilakukan. Hal ini jelas menunjukkan adanya sebuah gejala kurangnya
partisipasi masyarakat terhadap agenda pembangunan desa.
Amanat untuk pengembangan partisipasi masyarakat yang tertuang
dalam UU desa memuat banyak kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi
di dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Pasal 3 secara
tegas menyebutkan bahwa pengaturan desa salah satunya berasaskan pada asas
5
partisipasi yaitu turut berperan aktif masyarakat dalam suatu kegiatan, kemudian
di dalam Pasal 4 (huruf d) mencantumkan bahwa pengaturan tentang desa
bertujuan mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk
pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama, bahkan di
dalam Pasal 68 ayat 2 (huruf e) bahwa masyarakat wajib berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan di desa. Pasal 82 ayat 5 menyebutkan bahwa dalam rangka
pengawasan pelaksanaan pembangunan desa, maka masyarakat desa berpartisipasi
dalam musyawarah desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan pembangunan
desa. Musyawarah desa merupakan instrumen yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa. Baik UU No.6/2014
maupun peraturan pelaksananya mencantumkan bahwa roda penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan desa diawali dengan musyawarah desa.
Kebuntuan partisipasi masyarakat dalam berbagai kesempatan ini menjadi salah
satu faktor penghambat kemajuan desa.
Ketiga uraian permasalahan di atas telah menggambarkan masih belum
maksimalnya semangat “desa membangun” yang mengharapkan desa sebagai
pusat pembangunan Indonesia dengan berkurangnya kemiskinan, perluasan,
pemerataan dan keadilan ekonomi masyarakat desa, serta mengembangkan sektor
pertanian (Erani, 2015:2-3). Pendekatan desa membangun dikonsepkan sebagai
salah satu dari karakter pembangunan desa di Indonesia yang memberi ruang lebih
luas bagi masyarakat ikut menentukan keputusan untuk masa depan desa serta
berpartisipasi dalam membangun desanya. Desa membangun meletakkan prakarsa
dan penguatan kapasitas masyarakat sebagai basis utama dalam proses kemajuan
6
dan keberdayaan desa yaitu meliputi aspek ketahanan sosial (kesehatan,
pendidikan, modal sosial, pemukiman), ekonomi dan ekologi. Desa membangun
fokus pada upaya penguatan otonomi dan peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat melalui pemberdayaan, dan pemberdayaan masyarakat desa inilah
yang akan menjadi tumpuan utama terjadinya proses peningkatan kapasitas dan
kapabilitas masyarakat melalui partisipasi, pengetahuan, dan keterampilan yang
berkualitas ( Marwan dalam Erani, 2015:vii).
Dalam rangka mewujudkan desa membangun, dibutuhkan gagasan dan
perhatian khusus yang komprehensif dan inovatif terhadap usaha mikro di desa
melalui dukungan dalam hal penguatan teknologi yang ramah lingkungan,
pemasaran, permodalan dan akses pasar (Erani, 2015:2-3). Pemberdayaan yang
berfokus ke desa dalam hal menggerakkan penguatan lembaga ekonomi desa,
lembaga desa, mengatur tata kelola pemerintahan desa dan menggelorakan
semangat partisipasi masyarakat melalui lembaga desa adalah jalan alternatif yang
bisa ditempuh untuk mempercepat penyelesaian berbagai permasalahan desa.
Pemberdayaan diarahkan untuk melakukan pembenahan lembaga desa seperti
BPD, pemerintah desa, BUMDesa, Gapoktan, Karang Taruna, PKK, KWT dan
lembaga sejenisnya sebagai wadah partisipasi masyarakat desa guna mencapai
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan dilahirkannya UU No.6/2014.
Cara inovatif yang dilakukan oleh pemerintah desa bersama dengan kelembagaan
sosial desa ini diharapkan menjadi peluang dan solusi atas beragamnya
problematika sosial masyarakat desa. Sinergi berbagai lembaga desa tersebut akan
membangkitkan kembali nilai sosial yang selama ini mulai tergerus dan
7
terkontaminasi oleh kemajuan zaman seperti budaya gotong-royong yang saat ini
mulai tergantikan dengan sistem penghargaan yang bersifat materiil.
Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul berdasarkan
indikator desa membangun (IDM) tahun 2015 masuk dalam kategori desa
berkembang dengan nilai IDM 0,704. Beberapa dimensi IDM belum terpenuhi
dalam aspek ketahanan ekologi dan ketahanan sosial. Berdasarkan indeks ekologi
yaitu pada aspek potensi rawan bencana. Secara topografi Desa Bleberan
merupakan daerah pegunungan yang sering dilanda kekeringan dan rawan
bencana. Kondisi ini berdampak pada hasil pertanian yang kurang baik dan
menyebabkan sebagian masyarakat berada pada garis kemiskinan. Hal ini
dikarenakan perekonomian Desa Bleberan sebagian besar ditopang oleh aktivitas
pertanian, disusul sektor peternakan dan pariwisata sehingga jika kebutuhan air
tidak terpenuhi akan mengganggu mata pencaharian masyarakat.
Berdasarkan indeks ketahanan sosial, aspek permukiman dan pendidikan
menjadi permasalahan. Data monografi Desa Bleberan tahun 2016 menunjukkan
tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Bleberan sebagai berikut :
Tabel 1.1 Kesejahteraan Penduduk Desa Bleberan
No Tipe KeluargaJumlah(KK)
Persentase(%)
1 Keluarga prasejahtera 830 58
2 Keluarga sejahtera 1 348 24
3 Keluarga sejahtera 2 167 12
4 Keluarga sejahtera 3 74 55 Keluarga sejahtera 3 plus 6 1
Total kepala keluarga 1.425 100Sumber: Data Monografi Desa Bleberan, tahun 2016
Dilihat dari tabel di atas, terdapat total 1.425 KK di Bleberan yang mana 830 KK
(58%) diantaranya masih tergolong dalam keluarga prasejahtera. Artinya,
8
sebagian masyarakat Bleberan hidup dalam kondisi prasejahtera. Aspek
pemukiman dalam kondisi masyarakat prasejahtera ini dapat dilihat dari akses ke
air bersih dan air minum layak yang belum dimiliki oleh masyarakat karena
kondisi topografi desa pegunungan sehingga untuk mencukupi kebutuhan air,
masyarakat harus mengeluarkan biaya. Selain itu kelayakan kondisi rumah yang
ditempati masyarakat belum terpenuhi sesuai standar rumah keluarga sejahtera
dilihat dari kondisi atap, lantai dan dinding. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas
SDM di desa dilihat dari aspek pendidikan yang mana berdasarkan data
monografi desa tahun 2016, dari 3.367 orang penduduk usia 18-56 tahun, 38%
tamat SD, 31% tamat SMP, 25% tamat SMA, 4% tamat perguruan tinggi. Kedua
data di atas menunjukkan, bermula dari tingkat kesejahteraan keluarga yang
masuk dalam prasejahtera, berbanding lurus dengan kualitas SDM yang
dihasilkan oleh kondisi tersebut.
Kondisi keluarga prasejahtera yang dibarengi dengan kualitas SDM yang
rendah memunculkan tingkat mata pencaharian yang kurang kondusif di Desa
Bleberan. Berdasarkan data inventarisir desa tahun 2016, dari 5.319 penduduk
usia produktif (18-56 tahun), 36% masuk kategori angkatan kerja, disusul 24%
bekerja tidak menentu, 17% bekerja penuh, 13% masih sekolah dan tidak bekerja,
sisanya 10% kategori ibu rumah tangga dan cacat tidak bekerja. Kondisi
ketidakberdayaan masyarakat desa seperti ini memerlukan pendekatan khusus
agar bisa efektif dalam percepatan penyelesaiannya. Berdasarkan penelitian
Gabriella (2016:31) masyarakat Desa Bleberan memerlukan peningkatan
9
kapasitas dalam hal berwirausaha, pendampingan bagi wirausaha mulai dari hulu
ke hilir, mulai dari tahap produksi sampai dengan tahap pemasaran produk.
Apabila kita melihat ke negara lain, ada beberapa negara yang sudah
berhasil keluar dari permasalahan kemiskinan desa dan merubah kondisi
negaranya dari negara berkembang menjadi negara maju. Salah satu negaranya
adalah Korea Selatan dengan program Saemaul Undong. Sistem pembangunan
desa melalui gerakan Saemaul Undong ini terbukti bisa meningkatkan
pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa serta
memberikan kontribusi pada pertumbuhan perekonomian negara. Sistem ini
berfokus pada pemberdayaan masyarakat sebagai jantung pembangunan desa. Hal
ini sesuai dengan prinsip desa membangun di Indonesia yang kita kenal dengan
istilah gotong-royong.
Saemaul Undong merupakan gerakan untuk memodernisasikan
masyarakat sekaligus mengatasi masalah perekonomian pedesaan yang
diimplementasikan untuk desa tertinggal dan mengalami kesulitan untuk keluar
dari kemiskinan. Program kerja tersebut dicanangkan oleh mantan Presiden
Korea Selatan Park Chung Hee yang memimpin pada periode 1961-1979.
Saemaul Undong mulai direaliasikan pada tahun 1970 dengan program renovasi
desa. Setelah program renovasi desa yang diprakarsai Park Chung Hee sukses,
pada tahun 1971 Saemaul Undong mulai dipromosikan kepada seluruh
masyarakat di penjuru Korea Selatan.
Saemaul Undong memiliki 3 prinsip utama yang mendukung nilai
gerakan, yaitu kerja keras, mandiri, dan gotong-royong. Ketiga prinsip tersebut
10
ditekankan oleh Pemerintah Korea Selatan untuk diadopsi masyarakat sehingga
dapat menghilangkan kebiasaan buruk yang melekat pada masyarakat di daerah
pedesaan. Gerakan ini dapat juga dikatakan sebagai gerakan “Revolusi Mental”
yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperbaiki lingkungan fisik
dan kondisi sosial masyarakat pedesaan dengan melibatkan semua elemen, baik
dari pemerintah maupun non-pemerintah yang dijabarkan dalam serangkaian
tahapan kegiatan yaitu penanaman nilai dan pembekalan keterampilan melalui
pendidikan dan pelatihan, perbaikan lingkungan dan pembangunan infrastruktur
penunjang kegiatan sosial dan usaha ekonomi lokal, inisiasi dan pengembangan
usaha ekonomi lokal yang nantinya diharapkan dapat berkembang menjadi salah
satu unit usaha BUMDesa dan pada akhir masa pemberdayaan akan sepenuhnya
diserahkan ke desa.
Ada persamaan dan perbedaan antara gerakan Saemaul Undong di Korea
Selatan dan gerakan gotong-royong di Indonesia yaitu sama-sama mengandalkan
semangat dan peran serta masyarakat secara aktif untuk menyelesaikan
permasalahan di desanya. Selain itu, persamaan keduanya adalah peran serta
pemerintah desa dalam mengayomi, meneladani, dan menjadi pemimpin di
lingkungannya membuat permasalahan di desa bisa segera diselesaikan.
Perbedaan terletak pada penekanan aspek kehidupan yang dianggap penting yaitu
Saemaul Undong memusatkan perhatian pada self help dan self relience, sehingga
menganggap penting untuk menanamkan semangat Saemaul Undong dengan
internalisasi. Sementara pendekatan desa membangun “gotong-royong”
menekankan pentingnya masyarakat menjadi subjek dalam pembangunan desa
11
sehingga partisipasi masyarakat menjadi amat penting dalam seluruh proses
pembangunan desa (institusionalisasi).
Gerakan Saemaul Undong yang merupakan kerjasama Pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan Provinsi Gyeongsangbuk-Do Korea
Selatan dalam kerangka sister city ini mulai ikut ambil bagian dalam
pembangunan Desa Bleberan sejak akhir tahun 2015. Gerakan ini lebih sering
disampaikan sebagai sebuah kegiatan pada level desa. Namun, gerakan ini perlu
juga dipahami dari perspektif struktural yaitu sebuah kegiatan yang didalamnya
terdapat dimensi kebijakan yang memfasilitasi suksesnya transformasi Korea
menjadi negara industri yang modern. Gerakan ini dimulai dengan
mengikutsertakan masyarakat dalam mengidentifikasi permasalahan di desanya
bersama pemerintah desa hingga tingkat rukun tetangga (RT). Gerakan tersebut
dipraktikan dalam berbagai kegiatan-kegiatan seperti peningkatan kapasitas
aparatur desa, peningkatan kapasitas lembaga desa, pemberdayaan ekonomi
masyarakat desa, hingga pembangunan fisik berupa bangunan gedung dan
instalasi sarana air bersih. Keterlibatan berbagai elemen masyarakat ini
merupakan salah satu wujud semangat Saemaul Undong yang harus dipelihara.
Gerakan di atas di koordinir oleh Saemaul Globalization Foundation (SGF). Ada
4 desa yang menjadi desa percontohan yaitu Desa Bleberan dan Desa Ponjong di
Gunungkidul, Desa Sumber Mulyo di Bantul, DIY dan Desa Tanjungwangi di
Subang, Jawa Barat. Keempat desa di atas memiliki karakteristik potensi desa
yang berbeda. Keempat desa percontohan ini menjadi model bagi desa-desa
12
lainnya, yang mana diharapkan program lanjutan akan dibawahi oleh pemerintah
daerah masing-masing dengan dukungan pemerintah pusat.
Berbagai penelitian terkait Saemaul Undong pernah dilakukan beberapa
peneliti. Penelitian Seunghoon Hong (2017) yang berjudul “Praktek Saemaul
Undong di Indonesia dan Kerjasama Sister Province Gyeongsangbuk-Do–Daerah
Istimewa Yogyakarta (Studi kasus Community Development oleh Saemaul
Globalization Foundation di Desa Ponjong Kabupaten Gunungkidul DIY)”
menggambarkan bahwa fokus program pemberdayaan yang dilaksanakan SGF di
Desa Ponjong adalah di sektor pertanian dan peternakan, direalisasikan dalam
bentuk budidaya tanaman padi dan peternakan sapi yang terintegrasi. Penelitian
ini menjelaskan model interaksi yang terjalin dalam proyek Saemaul Undong
adalah model hubungan transnasional. Menurutnya, model hubungan
transnasional sangat merepresentasikan proses masuknya praktik Saemaul
Undong di Indonesia. Penelitian ini menjelaskan bagaimana pada era globalisasi
negara tidak lagi menjadi satu-satunya main actor dalam hubungan internasional.
Posisi negara telah digantikan oleh banyak aktor baru seperti Pemda, MNCs,
INGO, hingga individu swasta. Aktor dominan yang berperan dalam proyek ini
adalah SGF. SGF adalah INGO yang bertindak sebagai institusi perwakilan
pemerintah daerah Gyeongsangbuk-Do.
Penelitian di atas juga menjelaskan SGF berkoordinasi dengan Badan
Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat (BPPM) yang bertindak sebagai
institusi perwakilan DIY. Dalam pelaksanaan proyek di lapangan, SGF juga
bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan bersama-sama
13
mendirikan Pusat Studi Trisakti dan Saemaul Undong (PSTS). Selain itu, SGF
juga terlibat kerjasama dengan yayasan setempat, yaitu Yayasan Penabulu dan
Pemerintah Desa Ponjong. Bantuan ODA Saemaul di Indonesia memiliki
kepentingan politik promosional yaitu untuk meningkatkan image negara Korea
Selatan, memperkuat nation branding, dan mengukuhkan identitas kompetitif
serta diplomasi publik melalui kebijakan ODA guna kemitraan jangka panjang.
Program percontohan desa Saemaul yang dijalankan oleh SGF di Indonesia
diharapkan dapat menjadi contoh dan model tentang bagaimana semestinya
pembangunan desa itu dilakukan. Revolusi mental masyarakat desa adalah poin
krusial dari keberhasilan program, karena nantinya program yang dijalankan harus
berasal dari ide masyarakat desa sendiri. Masyarakat harus bisa menyusun
program yang sesuai dengan kapasitas dan potensi desa, dengan kepercayaan
bahwa masyarakat bisa dan pasti berhasil dalam menjalankan program. Dalam
penelitian tersebut, fokus penelitian ditujukan pada kerjasama transnasional antara
Gyeongsangbuk-Do – Daerah Istimewa Yogyakarta beserta aktor yang terlibat di
dalamnya. Walaupun pemerintah daerah dan pemerintah desa termasuk dalam
aktor yang terlibat, penelitian ini belum secara spesifik menguraikan peran
pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam gerakan Saemaul Undong.
Disinilah peneliti menjelaskan secara spesifik terkait peran pemerintah daerah dan
pemerintah desa dalam berbagai program gerakan Saemaul Undong beserta apa
saja dampak ekonomi yang diperoleh dari berjalannya peran dari SGF maupun
dari pemerintah daerah dan desa.
14
Penelitian Indah lestari (2016) yang bertema “Kerja Sama Pembangunan
Korea Selatan di Vietnam dalam Pengembangan Area Pedesaan Melalui Model
Saemaul Undong” menerangkan bahwa dalam konteks kerja sama pembangunan
desa, terbentuk kerja sama yang istimewa diantara Korea dan Vietnam yang
direfleksikan melalui tindakan Korea Selatan yang memposisikan Vietnam
sebagai negara prioritas dalam strategi internasionalisasi Saemaul Undong. Di
satu sisi Vietnam memberikan dukungan terhadap Saemaul Undong dalam level
internasional Penelitian juga menjelaskan internasionalisasi Saemaul Undong
dapat menjadi jalan bagi Korea Selatan selaku emerging donor untuk memperoleh
posisi dalam sistem pembangunan internasional. Sementara itu, dengan
menggarisbawahi persoalan utama pembangunan desa di Vietnam, yakni
pendanaan dan ketidakmampuan menggerakkan partisipasi penduduk lokal,
Vietnam turut memiliki tujuan yang rasional. Pasalnya, kesuksesan pembangunan
desa dapat menjadi kunci pengentasan persoalan ekonomi nasional Vietnam.
Kerja sama yang telah terbentuk mampu memfasilitasi masing-masing pihak
untuk membantu pihak lain mencapai tujuan. Korea Selatan menyokong
pembangunan desa Vietnam melalui pendanaan serta pengalaman dan
pengetahuan dalam menggerakkan partisipasi penduduk desa. Di sisi lain,
Vietnam mampu memberikan justifikasi terhadap posibilitas pengadopsian
Saemaul Undong oleh negara berkembang melalui keberhasilan praktik
pengadopsian Saemaul Undong serta dukungan atas keunggulan Saemaul Undong
di level global. Penelitian di atas berfokus pada implementasi kerjasama kedua
negara antara Korea Selatan dengan Vietnam mulai dari pendanaan, pemberian
15
ilmu pengetahuan, dan pemberdayaan partisipasi masyarakat. Penelitian ini belum
mendeskripsikan strategi Korea Selatan dalam implementasi bantuan dan
kerjasama dengan Vietnam dalam gerakan Saemaul Undong. Sebagai representasi
kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan, penelitian ini menjelaskan strategi
pemberdayaan yang dilakukan kedua negara dalam gerakan Saemaul Undong
yang diwujudkan di Desa Bleberan.
Berdasarkan ringkasan dari penelitian yang telah dihimpun, dengan
berbagai pertimbangan plus dan minus yang harus dipilih dan diperhatikan maka
tesis ini berupaya memberikan sekaligus menjawab strategi pemberdayaan
ekonomi masyarakat desa melalui gerakan Saemaul Undong dan peranan aparatur
pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam melaksanakan gerakan Saemaul
Undong, serta dampak ekonomi yang dihasilkan dari gerakan Saemaul Undong.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang di atas, maka penelitian ini
memfokuskan kepada:
1. Strategi pemberdayaan ekonomi melalui gerakan Saemaul Undong di Desa
Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul.
2. Peranan Pemerintah DIY dan Pemerintah Desa Bleberan, Kecamatan Playen,
Kabupaten Gunungkidul dalam gerakan Saemaul Undong.
3. Dampak ekonomi dari gerakan Saemaul Undong di Desa Bleberan,
Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul.
16
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dan uraian latar belakang dan fokus penelitian di
atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang dikaji yaitu:
1. Bagaimana strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui gerakan
Saemaul Undong di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten
Gunungkidul?
2. Bagaimanakah peranan Pemerintah DIY dan Pemerintah Desa Bleberan,
Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul dalam gerakan Saemaul
Undong?
3. Apa saja dampak ekonomi dari gerakan Saemaul Undong di Desa Bleberan,
Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari
penelitian ini, sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan strategi pemberdayaan ekonomi melalui gerakan
Saemaul Undong di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten
Gunungkidul.
2. Untuk menggambarkan peranan Pemerintah DIY dan Pemerintah Desa
Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul dalam gerakan
Saemaul Undong.
3. Untuk mendeskripsikan dampak ekonomi dari gerakan Saemaul Undong di
Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul.
17
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka manfaat dari
penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara Akademis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi
penelitian tentang implementasi gerakan Saemaul Undong di desa/penelitian
yang sejenis serta memperkaya dunia akademis di bidang pemberdayaan
ekonomi masyarakat desa secara mandiri.
2. Secara Praktis
a) Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan evaluasi
pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui gerakan Saemaul Undong di
desa dan mendorong timbulnya keinginan yang kuat dari Pemerintah Desa
Bleberan untuk terus memperbaiki pembagian peran antara pemerintah itu
sendiri dengan masyarakat yang diberdayakan dalam gerakan Saemaul
Undong.
b) Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan penilaian yang objektif
mengenai keberlangsungan dan efektifitas pihak ketiga dalam strategi
pemberdayaan ekonomi desa dalam gerakan Saemaul Undong di Bleberan.
F. Kerangka Konseptual
1. Konsep Saemaul Undong
Saemaul Undong adalah program pembangunan ekonomi di Korea
Selatan yang muncul pada periode tahun 1970-an. Park Chung Hee, Presiden
Korea Selatan sekaligus sebagai pencetus gerakan ini meresmikan Saemaul
18
Undong pada tahun 1970. Saemaul Undong adalah sebuah gerakan untuk
mendapatkan kehidupan dengan kondisi yang lebih baik untuk semua orang,
khususnya untuk daerah pedesaan. Gerakan ini juga sebagai pendorong untuk
menjadikan Korea Selatan sebagai negara yang kaya dan kuat dengan cara
menggabungkan energi dan keterampilan-keterampilan masyarakat. (Korean
Overseas Information Center dalam Bimantoro 2017: 35).
Para pengamat berpendapat bahwa gerakan Saemaul Undong tercipta
pertama kali ketika Korea Selatan mendapatkan surplus atau kelebihan produksi
semen. tahun 1971, produksi semen di Korea Selatan melebihi permintaan pasar
yang menyebabkan ketersediaan semen melebihi batas. Melihat kondisi tersebut
maka ketika itu Park Chung Hee mengadakan rapat antar kementerian untuk
membahas hal ini dan menghasilkan keputusan bahwa kelebihan semen tersebut
akan didistribusikan ke wilayah pedesaan (Moon dalam Bimantoro 2017:36).
Pemerintah Korea Selatan akhirnya mendistribusikan 355 sak semen untuk
masing-masing desa yang berjumlah sekitar 34.665 desa secara gratis.
Penggunaan semen tersebut hanya untuk membangun infrastruktur pedesaan
seperti jalan, perbaikan rumah masyarakat, sistem pengairan, memperbaiki
saluran pembuangan limbah, membangun tanggul sungai, membuat fasilitas
pencucian umum, dan sarana prasarana lainnya. Ternyata, keputusan itu
menghasilkan keberhasilan yang di luar prediksi pemerintah. Biaya produksi 355
sak semen adalah 6,8 juta Dolar AS sedangkan hasil pendapatan dari
produktifitas masyarakat pedesaan mencapai angka 20,3 juta Dolar AS.
Didorong oleh kinerja masyarakat pedesaan yang sangat baik, pemerintah Korea
19
Selatan saat itu memilih 16.600 desa yang dianggap sangat berhasil dalam
mendayagunakan bantuan semen.
a. Definisi Gerakan Saemaul Undong
Saat pertama kali Saemaul Undong diciptakan hingga tahun 1973, tidak
ada definisi resmi mengenai arti dari Saemaul Undong. Setelah tahun 1973,
barulah ada definisi yang mendekati makna sebenarnya dari Saemaul Undong
ini. Park Chung Hee, sang penginisiasi gerakan ini dengan spontan
menyebutnya sebagai gerakan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.
Saemaul Undong menurut Yoo Hung-Tae (dalam Bimantoro, 2017:38)
merupakan sebuah gerakan komunitas baru di mana orang-orang berkerja sama
dalam rangka menciptakan desa-desa yang lebih baik dan lebih kaya, dengan
hasil membuat bangsa lebih kaya dan lebih kuat. Saemaul Undong memiliki
simbol yakni tiga daun berwarna hijau yang masing-masing daun
melambangkan tiga komponen kunci dari Saemaul Undong itu sendiri, yakni
ketekunan, kerjasama, dan mandiri.
b. Tujuan Gerakan Saemaul Undong
Saemaul Undong memiliki beberapa tujuan yang dibagi menjadi tujuan
jangka menengah dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka menengahnya
yakni meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan
dan tujuan jangka panjangnya yakni menciptakan pondasi yang kuat yang
terdiri dari komunitas-komunitas masyarakat modern yang mempunyai tujuan
sama sehingga bisa menciptakan bangsa yang kuat (Saemaul academy,2008).
20
Tujuan-tujuan tersebut kemudian dituangkan dalam beberapa tahap menurut
Saemaul academy (2008) yakni:
1) Peningkatan pendapatan rumah tangga petani untuk meningkatkan
pendapatan petani, bisa dilakukan dengan meningkatkan produktifitas
varietas unggulan, memperbaiki saluran irigasi, teknologi pemanenan,
hingga melakukan pemasaran yang efektif
2) Pembangunan infrastruktur desa termasuk sarana dan prasarana dengan
tujuan untuk mempermudah produktifitas pertanian dan bisa juga
menambah kesejahteraan masyarakat desa. Infrastruktur desa ini juga bisa
digolongkan menjadi dua yakni infrastruktur untuk produksi pertanian dan
infrastruktur untuk sosial pedesaan.
3) Perbaikan lingkungan tempat tinggal dengan membangun dapur, sistem
pembuangan limbah, termasuk juga fasilitas mandi cuci kaki demi
terciptanya kenyamanan tempat tinggal yang memenuhi standar sanitasi.
Selain itu, membangun taman atau ruang terbuka hijau untuk tempat
berkumpulnya masyarakat pedesaan, melestarikan hutan, serta menjaga
keseimbangan ekosistem, memperbaiki lingkungan tempat tinggal demi
kondisi kerja yang nyaman.
4) Pencerahan spiritual dan perbaikan sistem sosial masyarakat pedesaan harus
didorong untuk sadar bahwa untuk menjadi sejahtera harus berkerja keras,
bergotong-royong dengan sesama masyarakat, dan kemandirian yang tinggi.
Pemerintah Korea Selatan juga menyediakan pelatihan-pelatihan kepada
masyarakat pedesaan untuk melatih jiwa kepemimpinan, melatih bagaimana
21
cara mengelola sumber daya sehingga menjadi barang yang bernilai jual
tinggi, termasuk memberi ilmu mengenai kelembagaan atau organisasi
masyarakat yang lebih efisien untuk meningkatkan kinerja masyarakat
pedesaan.
Saemaul Undong dengan slogan kunci, tekun, mandiri, dan
kerjasama dalam praktiknya ditarik ke dalam tiga area utama: reformasi
pedesaan, pengembangan sosial, dan pembangunan ekonomi. Tujuan terakhir
dari gerakan Saemaul Undong ini adalah pembangunan ekonomi yang mana
untuk meningkatkan produktifitas dan pendapatan perkapita masyarakat Korea
Selatan. Hal ini akan menjamin setiap individu dan lingkungan sosialnya
dengan jaminan hidup yang lebih baik, mengecilkan jarak antara
perkotaan dan pedesaan dalam hal kesempatan kerja dan kapasitas produksi.
c. Kunci Sukses Gerakan Saemaul Undong di Korea Selatan
Saemaul Undong merupakan sebuah paradigma alternatif pembangunan
yang telah diakui seluruh dunia sebagai contoh sukses pembangunan
masyarakat pedesaan melalui pemberdayaan masyarakat. Gerakan Saemaul
Undong ini asli berasal dari cara berpikir masyarakat Korea Selatan yang
diinisiasi oleh kemauan pemimpin-pemimpin nasionalnya untuk menjauhkan
negaranya dari kemiskinan. Beberapa kunci sukses gerakan Saemaul Undong
dalam membangun perekonomian Korea Selatan adalah adanya peran
pemerintah dan kemauan yang kuat dari masyarakat pedesaan untuk menaati
slogan gerakan ini yaitu ketekunan, mandiri, dan kerjasama.
22
Bagan 1. 1 Kunci Sukses Gerakan Saemaul Undong
Sumber data: Hyeon, 2015
1) Land Reforms (Reformasi Tanah)
Hal pertama yang menjadi kunci sukses gerakan Saemaul Undong adalah
adanya reformasi tanah yang dilakukan oleh pemerintahan Sygman Rhee pada
tahun 1948. Walaupun reformasi tanah itu terjadi beberapa dekade sebelum
munculnya gerakan Saemaul Undong, hal tersebut bisa jadi sebagai cikal bakal
untuk mentransformasikan ekonomi pedesaan dan struktur sosial. Reformasi
tanah ini juga penting dalam membawa kestabilan politik di area pedesaan
tahun 1950-1960-an sehingga memungkinkan pemerintah untuk melakukan
pembangunan ekonomi di sektor industri terlebih dahulu (Hyeon, 2015).).
Hal yang terpenting adalah reformasi tanah ini berkontribusi untuk
meratakan pendapatan dan menyamakan masyarakat pedesaan. Lebih dari itu,
reformasi tanah menyediakan dua kondisi penting bagi kesuksesan gerakan
Saemaul Undong. Pertama, masyarakat pedesaan yang sekarang mempunyai
hak milik atas tanah mereka akan langsung merasakan dampak dari
23
peningkatan produktifitas lahan mereka yang mana ini adalah tujuan dari
gerakan Saemaul Undong. Akhirnya, masyarakat pedesaan pun dengan
sukarela bekerja untuk kehidupan mereka sendiri dan tidak perlu lagi
dimobilisasi oleh pemerintah. Kedua, dengan adanya reformasi tanah ini,
peningkatan pendidikan juga didorong untuk pemimpin-pemimpin Saemaul
supaya mereka mampu untuk mengatur sendiri desa mereka. (Kwon dalam
Bimantoro 2017: 46).
2) Hadirnya Kepemimpinan Masyarakat
Suksesnya gerakan Saemaul Undong tidak bisa lepas dari peran para
pemimpinnya. Pemimpin Saemaul ditunjuk langsung oleh masyarakat
kemudian diberikan pelatihan dan pendidikan oleh Pemerintah Korea Selatan
untuk memastikan bahwa gerakan Saemaul Undong berjalan dengan
semestinya. Pemimpin Saemaul di setiap desa tidak digaji dan mereka
melakukan pekerjaannya dengan sukarela demi memajukan desanya. Salah
satu tugas pemimpin Saemaul adalah membuat program-program bersama
dengan kepala desa untuk masyarakat (Hyeon, 2015).
Dalam pelaksanaannya banyak kendala yang harus dihadapi oleh
pemimpin Saemaul, salah satunya adalah membujuk masyarakat pedesaan
yang rumah atau lahannya terkena dampak perluasan jalan atau perbaikan atap
rumah. Pemimpin Saemaul harus membujuk pemilik lahan untuk merelakan
lahannya demi jalan desa. Pemimpin Saemaul juga bertanggung jawab
langsung kepada Presiden mengenai laporan program Saemaul di desanya. Jika
tidak mencapai apa yang diharapkan atau ditargetkan, maka akan mendapat
24
teguran dari presiden, dan sebaliknya jika melebihi apa yang ditargetkan maka
akan mendapatkan penghargaan berupa menambah bantuan dana untuk
program-program Saemaul berikutnya di desa itu.
Dengan adanya pemimpin Saemaul ini, masyarakat pedesaan secara
umum juga diberikan pengetahuan mengenai kepemimpinan masyarakat. Di
bawah ikatan kebersamaan dan rasa kepemilikan yang kuat, gerakan Saemaul
Undong bisa menciptakan pembangunan dan kemajuan bersama bagi seluruh
masyarakat. Dalam kepemimpinan masyarakat ini juga banyak pihak yang
secara otomatis saling berhubungan, seperti masyarakat kelas atas, profesor,
organisasi-organisasi pendidikan, pebisnis atau investor, sukarelawan, dan
organisasi petani yang memberikan manfaat dan nilai di jalan masing-masing.
(Hyeon, 2015).
3) Dukungan dan Intervensi Pemerintah
Gerakan Saemaul Undong telah direncanakan dan dilakukan dibawah
naungan dari pemerintah Korea Selatan. Menurut Hyeon (2015) Salah satu
pemasok bantuan yang paling krusial dan penting adalah pemerintah yang bisa
mengintervensi jalannya program sekaligus memberikan dukungan berupa
bantuan dana dan pelatihan-pelatihan. Sejak gerakan Saemaul Undong lahir,
pemerintah Korea Selatan selalu mendukung dan memberi berbagai jenis
pelayanan dan bantuan yang ditujukan untuk memperbaiki sistem komunitas
di setiap desa di Korea Selatan.
4) Partisipasi Masyarakat Pedesaan yang Tinggi
Partisipasi masyarakat pedesaan menjadi salah satu faktor kunci suksesnya
gerakan Saemaul Undong. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa gerakan
25
Saemaul Undong ini dilakukan dengan pendekatan top-down, namun beberapa
peneliti juga meyakini bahwa gerakan ini dilakukan dengan dua pendekatan
yakni top-down dan bottom-up. Studi terakhir mengatakan bahwa gerakan
Saemaul Undong mempromosikan gerakan dan programnya dengan cara
meningkatkan partisipasi masyarakat yang ikut di dalamnya. Partisipasi
masyarakat dalam gerakan ini mulai dari tahap perencanaan program,
pengimplementasian program, dan pendistribusian keuntungan dari program itu
sendiri (Hyeon, 2015).
5) Reformasi Spiritual
Masyarakat pedesaan di Korea Selatan banyak yang masih mempunyai
kepercayaan primitif dan sikap-sikap yang kurang mampu untuk meningkatkan
potensi diri. Dengan hadirnya gerakan Saemaul Undong, kepercayaan dan
sikap tersebut perlahan bisa lepas dari masyarakat pedesaan Korea Selatan,
sikap malas berganti dengan rajin, dari ketergantungan menjadi mandiri, dan
dari egois menjadi saling berkerja sama dengan yang lain (Hyeon, 2015).
2. Pemberdayaan Masyarakat
a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Suharto (2010:57) pemberdayaan adalah sebuah proses
dan tujuan. Pemberdayaan sebagai proses dimaknai sebagai serangkaian
kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok-kelompok
lemah dalam masyarakat, terutama individu-individu yang mengalami
kemiskinan. Pemberdayaan sebagai tujuan merujuk pada keadaan atau hasil
yang ingin dicapai oleh perubahan sosial yaitu mewujudkan masyarakat yang
26
berdaya, memiliki kekuasaan, pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya mulai dari kebutuhan fisik, ekonomi, maupun sosial
seperti memiliki kepercayaan diri, dapat menyampaikan aspirasi, mempunyai
mata pencaharian secara tetap, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial,
dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya”
yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut,
maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya,
kemampuan atau kekuatan, dan proses pemberian daya, kemampuan atau
kekuatan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau
belum berdaya (Sulistiyani, 2004:7). Terkait definisi pemberdayaan
masyarakat menurut Widjaja (2004:169) adalah:
“Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan danpotensi masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkatdan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan dirisecara mandiri baik dibidang ekonomi, sosial, agama, dan budaya.Pemberdayaan masyarakat terutama di pedesaan tidak cukup hanya denganupaya meningkatkan produktivitas, memberikan kesempatan usaha yangsama atau modal saja, tetapi harus diikuti dengan perubahan struktur sosialekonomi masyarakat, mendukung berkembangnya potensi masyarakatmelalui peningkatan peran masyarakat, produktivitas dan efisiensi.”
Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada
kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal. Sementara itu
Sulistiyani (2004:36) menjelaskan bahwa pemberdayaan dipandang sebagai
bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran yang muncul pada pertengahan abad
ke-20 yang lebih dikenal sebagai aliran postmodernisme. Aliran
postmodernisme menitikberatkan pada sikap dan pendapat yang berorientasi
27
pada semboyan anti-sistem, anti-struktur, dan anti-determinisme yang
diaplikasikan pada dunia kekuasaan. Pemahaman tentang pemberdayaan oleh
individu-individu secara selektif dan kritis dirasa penting, karena pandangan ini
mempunyai akar historis dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan barat.
Menurut Hikmat (2001:85) Sebagai gerakan sosial, pemberdayaan
masyarakat tidak hanya sekedar membantu masyarakat dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah yang mereka hadapi. Selain itu,
pemberdayaan masyarakat dimaksudkan sebagai usaha untuk membangun
kemandirian masyarakat. Kemandirian dalam konteks ini mempunyai makna
bahwa masyarakat mampu menformulasikan sendiri kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, monitoring atas penyelenggaraan aktivitas kehidupan mereka,
sehingga mereka mampu mengatasi permasalahan mereka sendiri. Singkatnya,
orientasi pemberdayaan masyarakat adalah membangun kemandirian
masyarakat agar mereka semua terbebas dari kemiskinan, keterbelakangan, dan
aneka bentuk diskriminasi sosial.
Dalam Undang–Undang No 6 tahun 2014 pasal 1 ayat 12 pemberdayaan
masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,
kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi
masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
28
Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan yang dikemukakan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah
suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan,
atau kemampuan kepada individu masyarakat lemah agar dapat
mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta
masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahannya dengan
mengoptimalkan sumber daya dan potensi yang dimiliki secara mandiri. Hal ini
sejalan dengan konsep Saemaul Undong yang fokus menitikberatkan pada
pemberdayaan berbasis kemandirian, kerjasama, dan berdikari.
b. Perspektif Pemberdayaan
Soetomo (2015:53) memperkenalkan pendekatan pemberdayaan
perspektif people centered development. Pendekatan ini merupakan pendekatan
yang mengutamakan pemberian kewenangan masyarakat mulai dari
pengambilan keputusan sejak identifikasi masalah dan kebutuhan,
perencanaan, dan dilibatkan dalam pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil
pembangunan. Karena dalam pendekatan sebelumnya diidentifikasi kegagalan
pendekatan dan strategi yang digunakan dalam pembangunan ialah kurangnya
keterlibatan masyarakat secara banyak, jika itu ada, maka masih bersifat semu.
Sebagai paradigma alternatif dan merupakan reaksi dari paradigma
pertumbuhan yang mengakibatkan penetrasi dan dominasi negara yang terlalu
jauh dalam kehidupan masyarakat, perspektif ini dianggap lebih baik dari
perspektif sebelumnya.
29
Menurut Eko (2004:250) memberdayakan dimaknai dalam konteks
menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukan objek
penerima manfaat (beneficiares) yang tergantung pada pemberian dari pihak
luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subjek (agen atau
pastisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat mandiri bukan
berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan,
pendidikan, perumahan, dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan
tugas negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti
terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol
lingkungan dan sumber dayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara
mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara
Menurut Tjokrowinoto dalam Soetomo (2015:51-52) pendekatan yang
bersifat top-down dan sentralistis yang digunakan dalam perspektif
pertumbuhan telah memberikan kewenangan terlalu besar kepada negara dari
proses pangkal hingga ujung, karena menganggap kapasitas masyarakat kurang
mampu, sebaliknya dalam perspetif people centered development beranggapan
bahwa masyarakat sendiri yang lebih mengetahui persoalan dan kebutuhan dan
potensinya, disamping memiliki kewenangan serta kemampuan untuk
mengelola proses pembangunannya. Sedangkan dalam perspektif basic needs,
walaupun lebih manusiawi dalam pengertian mengakui kapasitas manusia
untuk menentukan hari depannya, perbedaaanya pada perspektif basic needs
cenderung fokus pada pelayanan, dilandasi nilai yang berorientasi pada
manusia, sementara perspektif people centered development fokus pada
30
manusia dan mengusung nilai yang berpusat pada manusia. Perspektif people
centered development ini sesuai dengan konsep Saemaul Undong dengan
melibatkan masyarakat mulai dari awal hingga akhir program kegiatan yang
dijalankan.
c. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Pada hakekatnya pemberdayaan kepada masyarakat bertujuan untuk
memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan,
keterbelakangan, kesenjangan, dan ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat
dari beberapa indikator, dan salah satu indikatornya adalah pemenuhan
kebutuhan dasar yang belum tercukupi. Kebutuhan dasar tersebut diantaranya
mencakup kebutuhan pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan
transportasi. Keterbelakangan, misalnya produktivitas SDM yang rendah, SDM
yang lemah, terbatasnya akses pada tanah, melemahnya pasar-pasar
lokal/tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan
internasional. Dengan kata lain masalah keterbelakangan menyangkut
struktural (kebijakan) dan kultural (Usman, 2004:32).
Dalam upaya pemberdayaan, pelaku/aktor pemberdayaan harus dapat
berperan sebagai mediator, motivator, dan fasilitator yang baik. Pelaku
pemberdaya tidak hanya dituntut untuk memperdaya pengetahuannya,
melainkan mereka dituntut meningkatkan keterampilannya dalam mendesain
pemberdayaan. Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani (2004:43)
menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat
adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.
31
Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, kemandirian bertindak
dan kemampuan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian
masyarakat merupakan kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai
dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang
dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan
mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.
d. Proses Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Suharto (2010:59) pemberdayaan adalah sebuah proses
dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan
untuk memperkuat kekuasaan/keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, terutama individu-individu yang mengalami kemiskinan. Sebagai
tujuan, pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
perubahan sosial, diantaranya masyarakat yang berdaya, memiliki
kekuasaan/pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat ekonomi, fisik, maupun sosial seperti memiliki mempunyai
mata pencaharian, kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-
tugas kehidupannya.
Dalam pelaksanaanya, proses pemberdayaan memang dapat dilakukan
secara kolektif (kelompok) maupun individual. Proses ini merupakan
perwujudan dari perubahan sosial yang menyangkut relasi atau hubungan
antara lapisan sosial yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi. Dengan
demikian kemampuan individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatu
32
kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif.
Hal tersebut bisa dicapai melalui proses dialog dan diskusi dalam kelompoknya
masing-masing, yaitu individu-individu dalam kelompok belajar untuk
mendeskripsikan suatu situasi/masalah dalam dirinya, mengekspresikan opini
dan emosi mereka atau dapat juga dimaknai mereka belajar untuk
mendefinisikan masalah, menganalisis, kemudian mencari solusinya
Kartasasmita (1996:22) mengatakan bahwa proses pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga proses yaitu:
1) Menciptakan suasana/iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Maksudnya adalah setiap manusia memiliki potensi di
dalam dirinya yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumber daya
manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah
membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan mendorong dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya
mengembangkannya.
2) Memperkuat potensi daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering),
sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana.
3) Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses ini,
pemberdayaan harus dapat mencegah masyarakat yang lemah menjadi
bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaannya dalam menghadapi
masyarakat yang kuat. Proses pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat
menjadikan masyarakat menjadi lebih berdaya, berkekuatan serta
berkemampuan.
33
e. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Arifin (1989:55) mengartikan strategi sebagai keseluruhan keputusan
kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai suatu
tujuan. Dengan mengetahui beberapa arti kata strategi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pendekatan strategi pada hakekatnya mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Memusatkan perhatian pada kekuatan.
b. Memusatkan perhatian pada analisis dinamik, analisis gerak dan analisis
aksi.
c. Memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai serta gerak untuk
mencapai tujuan tersebut.
d. Memperhatikan faktor-faktor lingkungan.
e. Berusaha menemukan masalah-masalah yang terjadi dari peristiwa yang
ditafsirkan berdasarkan konsep kekuatan, kemudian mengadakan analisa
mengenai kemungkinan-kemungkinan serta menghubungkan pilihan-
pilihan dan langkah-langkah yang dapat diambil dalam rangka mencapai
tujuan tersebut.
Apabila fokus dari strategi adalah tujuan, dengan sendirinya strategi
pemberdayaan pada hakikatnya merupakan program umum kegiatan
pemberdayaan dengan karakteristik:
a. Sasaran yang dituju jelas.
b. Faktor-faktor pendukung yang dimiliki mendukung terutama sumber daya
manusia dan dananya.
c. Cara penggunaan sumberdaya terumuskan secara tepat, sehingga dapat
mendukung tujuan yang hendak dicapai.
34
Dalam upaya mengatasi tantangan itu diletakkan strategi pemberdayaan
masyarakat. Menurut Arifin (1989:56) strategi pemberdayaan yang
berkesinambungan, mensyaratkan tiga kriteria, yaitu:
a. Mengikutsertakan semua anggota masyarakat dalam setiap tahap
pembangunan. Kriteria ini mengharapakan bahwa setiap anggota
masyarakat harus mendapatkan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha sesuai bidang dan kemampuannya.
b. Setiap anggota masyarakat harus mendapatkan imbalan yang sesuai
dengan pengorbanannya yang menghasilkan, menikmati, dan mendapatkan
manfaat, sesuai dengan kemampuannya dalam menghasilkan.
c. Adanya tenggang rasa diantara anggota masyarakat dan selalu menjaga
keseimbangan antara yang kuat dan yang lemah, yang kaya dengan yang
miskin serta adanya kontrol sosial dari setiap anggota masyarakat terhadap
pelaksanaan pemberdayaan
Menurut Sumodingningrat (2004:41) pemberdayaan tidak bersifat
selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan
kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi.
Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu strategi
hingga dapat mencapai status mandiri. Strategi intervensi sosial dalam program
pemberdayaan masyarakat merupakan suatu siklus perubahan yang berusaha
mencapai ke taraf yang lebih baik
35
Menurut Sulistiyani (2004:83-84) menyatakan bahwa proses belajar
dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap.
Tahapan strategi yang harus dilalui tersebut meliputi:
1) Penyadaran dan pembentukan perilaku masyarakat menuju perilaku sadar
dan peduli sehingga masyarakat merasa membutuhkan peningkatan
kapasitas diri dan sadar akan kekurangannya.
2) Transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan
keterampilan agar terbuka wawasan dan pemberian keterampilan dasar
sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan
sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan untuk mengantarkan pada
kemandirian.
Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:3), dengan menekankan
pada proses, maka pemberdayaan masyarakat memiliki tahapan strategi
sebagai berikut:
1) Penyadaran. Pada tahap ini, dilakukan sosialisasi terhadap komunitas agar
mereka mengerti bahwa kegiatan pemberdayaan ini penting bagi peningkatan
kualitas hidup mereka, dan dilakukan secara mandiri (self help)
2) Pengkapasitaan. Sebelum diberdayakan, komunitas perlu diberikan
kecakapan dalam mengelolanya. Tahap ini sering disebut sebagai capacity
bulding, yang terdiri atas pengkapasitasan, organisasi, dan system nilai.
3) Pendayaan. Pada tahap ini, target diberikan kekuasaan, daya, dan peluang
sesuai dengan kecakapan yang sudah diperolehnya.
36
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan strategi pemberdayaan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan yang akan dijalankan guna
mencapai suatu tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dengan memperhatikan
aspek SDM, dana, kekuatan, lingkungan dan berusaha menemukan masalah-
masalah yang terjadi dengan mengikutsertakan semua anggota masyarakat
dalam setiap tahap pembangunan, memberikan timbal balik sesuai dengan
pengorbanan masyarakat, tenggang rasa dan keseimbangan dalam masyarakat,
serta adanya kontrol sosial dari anggota masyarakat. Tahapan strategi
pemberdayaan masyarakat melalui penyadaran, pengkapasitasan, dan
pendayaan sehingga masyarakat mampu mandiri dalam meningkatkan taraf
hidup yang lebih baik.
f. Program dan Dampak Pemberdayaan
Pemberdayaan harus dilakukan secara terus menerus, komprehensif,
dan simultan sampai ambang batas tercapainya keseimbangan yang dinamis
antara pemerintah dan semua segmen yang diperintah. Menurut Talizidu
(2003:132) diperlukan berbagai program pemberdayaan diantaranya:
1. Pemberdayaan politik, yang bertujuan meningkatkan daya tawar yang
diperintah terhadap pemerintah. Bargaining ini dimaksud agar yang
diperintah mendapatkan apa yang merupakan haknya dalam bentuk
barang, jasa, layanan, dan kepedulian tanpa merugikan pihak lain. Utomo
menyatakan bahwa birokrasi yang berdaya dan tangguh adalah yang
memiliki kualitas kehidupan kerja (quality of work life) yang tinggi dan
berorientasi kepada:
37
a. Partisipasi dalam pengambilan keputusanb. Program pengembangan karirc. Gaya kepemimpinand. Derajat tekan yang dialami oleh karyawane. Budaya organisasi
2. Pemberdayaan ekonomi, diperuntukan sebagai upaya meningkatkan
kemampuan yang diperintah sebagai konsumen agar dapat berfungsi
sebagai penanggung dari dampak negatif pertumbuhan, pembayaran resiko
salah urus, pemikul beban pembangunan, kegagalan program, akibat
kerusakan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat diarahkan guna
meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif sehingga mampu
menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar.
Upaya peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling
tidak harus ada perbaikan akases terhadap empat hal, yaitu akses terhadap
sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar dan akses
terhadap permintaan.
Ekonomi masyarakat adalah segala kegiatan ekonomi dan upaya
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (basic need) yaitu
sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian bisa
dipahami bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan upaya
untuk meningkatkan kemampuan atau potensi masyarakat dalam kegiatan
ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan dapat berpotensi dalam proses
pembangunan nasional
38
3. Pemberdayaan lingkungan, dimaksud sebagai program perawatan dan
pelestarian lingkugan, agar pihak yang diperintah dan lingkungannya
mampu beradaptasi secara kondusif dan saling menguntungkan.
Dari konsep pemberdayaan masyarakat, maka secara umum kegiatan
pemberdayaan masyarakat menurut Hutomo (2009:7-10) dapat dikelompokkan
dalam beberapa kegiatan yaitu:
1. Bantuan Modal
Salah satu aspek yang dihadapi oleh masyarakat yang tidak berdaya
adalah permodalan. Tidak adanya modal mengakibatkan masyarakat tidak
mampu berbuat sesuatu untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.
Pemberdayaan dalam aspek ekonomi menjadi faktor penting yang harus
dilakukan. Dalam konteks ini, ada dua hal penting yang perlu dicermati,
yaitu pertama, lemahnya ekonomi masyarakat ini bukan hanya terjadi oleh
masyarakat yang memiliki usaha. Tetapi juga masyarakat yang tidak
mempunyai faktor produksi atau masyarakat yang pendapatanya bergantung
pada gaji. Dalam pemberdayaan aspek ini, nampak pemberdayaan
masyarakat perlu dipikirkan bersama. Kedua, perlunya mencermati usaha
pemberdayaan masyarakat melalui aspek pemodalan ini adalah :
a. Bagaimana pemberian bantuan modal ini tidak menimbulkan
ketergantungan masyarakat.
b. Bagaimana pemecahan aspek modal ini dilakukan melalui penciptaan
sistem yang kondusif baru melalui usaha mikro, kecil, dan menegah
untuk mendapatkan akses dilembaga keuangan
c. Bagaimana skema penggunaan atau kebijakan pengalokasian modal ini
tidak terjebak pada perekonomian subsistem.
39
2. Bantuan Pembangunan Prasarana
Usaha untuk mendorong masyarakat berdaya, maka perlu ada sebuah
bantuan untuk pembanguanan prasarana. Prasarana di tengah-tengah
masyarakat yang tidak berdaya akan mendorong dan menggali potensi yang
dimiliki masyarakat dan mempermudah mereka melakukan aktifitasnya.
3. Bantuan Pendampingan
Pendampingan masyarakat memang perlu dan penting. Tugas utama
pendamping adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi, dan menjadi
mediator untuk masyarakat.
4. Kelembagaan
Keberadaan sebuah lembaga atau organisasi di tengah-tengah
masyarakat merupakan salah satu aspek penting untuk menciptakan
keberdayaan. Adanya lembaga akan mempermudah masyarakat untuk
berkoordinasi, selain mereka dilatih untuk hidup tertib. Fungsi lembaga
tersebut untuk memfasilitasi masyarakat dan memberikan kemudahan dalam
melakukan akses-akses yang diinginkan seperti, pemodalan, media
musyawarah.
Menurut Suharto (2010:58) pemberdayaan merujuk pada kemampuan
orang, khususnya kelompok renta dan lemah sehingga mereka mempunyai
kekuatan dan kemampuan dalam:
a. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
dalam arti bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan.
40
b. Menjangkau sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatan dan memperoleh/memenuhi barang-barang dan
jasa-jasa yang mereka perlukan.
c. Berpartisipasi dalam setiap proses pembangunan dan keputusan-keputusan
yang mempengaruhi mereka.
Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil pemberdayaan
dapat dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan, peningkatan pendapatan, dan
partisipasi.
3. Peranan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa
a. Pemerintah Daerah
Pemerintahan daerah menurut Pasal 1 ayat 2 Undang–Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan
tujuan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembantuan. Untuk mewujudkan pembagian urusan
pemerintahan yang bersifat konkuren antara pemerintah, pemerintahan daerah
provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota ditetapkan kriteria
pembagian urusan pemerintahan yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi. Penggunaan ketiga kriteria tersebut diterapkan secara kumulatif
41
sebagai satu kesatuan dengan mempertimbangkan keserasian dan keadilan
hubungan antar tingkatan dan susunan pemerintahan
Pemerintah daerah sebagai ‘agen perubahan’ dapat menerapkan kebijakan
pemberdayaan masyarakat dengan tiga arah tujuan, yaitu enabling,
empowering, dan protecting. Enabling dimaksudkan untuk menciptakan
suasana atau iklim yang dapat memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkembang. Sedangkan empowering, ditujukan untuk memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-
langkah nyata, yakni dengan menampung berbagai masukan dan menyediakan
prasarana dan sarana yang diperlukan. Protecting, artinya melindungi dan
membela kepentingan masyarakat lemah. Adapun peranan pemerintah daerah
sebagai berikut :
1. Fungsi Pelayanan
Fungsi utama pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan
terbaik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di semua sektor. Masyarakat
tidak akan dapat berdiri sendiri memenuhi kebutuhannya tanpa adanya
pemerintah daerah yang memberikan pelayanan. Ini merupakan fungsi yang
bersifat umum dan dilakukan oleh seluruh daerah di Indonesia. Sebagai
contoh fungsi pelayanan dalam pemberdayaan ini adalah pemerintah harus
mampu menampung aspirasi dari masyarakat akan ketidakberdayaan
mereka dan menanggapinya dengan perencanaan program yang sesuai
dengan ketidakberdayaan masyarakat tersebut.
42
2. Fungsi Pengaturan
Pemerintah daerah memiliki fungsi pengaturan (regulating) untuk
mengatur seluruh sektor dengan kebijakan-kebijakan dalam bentuk
peraturan pemerintah daerah, dan peraturan lainnya. Maksud dari fungsi ini
adalah agar stabilitas daerah terjaga, dan pertumbuhan daerah sesuai dengan
yang diinginkan. Sebagai contoh fungsi pengaturan ini adalah produk
kebijakan peraturan daerah, peraturan bupati yang mengacu pada upaya
mengurangi ketidakberdayaan masyarakat.
3. Fungsi Pemberdayaan
Fungsi ini dilaksanakan jika masyarakat tidak mempunyai skill dan
kemampuan untuk bisa keluar dari comfort zone atau zona aman. Contohnya
masyarakat bodoh, miskin, tertindas, dan sebagainya. Pemerintah daerah
wajib mampu membawa masyarakat keluar dari zona ini dengan cara
melakukan pemberdayaan. Pemberdayaan dimaksud agar dapat
mengeluarkan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat sehingga tidak
menjadi beban pemerintah daerah. Pemberdayaan dilakukan untuk
meningkatkan kualitas SDM atau masyarakat. Ketergantungan terhadap
pemerintah akan semakin berkurang dengan pemberdayaan masyarakat
sehingga hal ini akan mempermudah pemerintah daerah mencapai tujuan
daerahnya. Pelaksanaan fungsi pemerintah daerah tersebut dikatakan
berhasil apabila masyarakat di daerah setempat telah berdaya dari aspek
pendidikan, ekonomi, sosial-budaya. Peranan pemerintah daerah dalam
pemberdayaan masyarakat digambarkan seperti di bawah ini
43
1. Pemberdayaan pendidikan merupakan kunci pemberdayaan masyarakat.
Oleh karena pendidikan dapat meningkatkan pendapatan, kesehatan, dan
produktivitas. Seringkali masyarakat berpendidikan rendah yang salah
satu penyebabnya adalah faktor ekonomi, karena dalam pendidikan itu
sendiri membutuhkan biaya yang cukup banyak. Dalam kaitan itu,
Koswara (dalam Sugiri 2010:61) menyatakan bahwa hal-hal yang perlu
diperankan oleh pemerintah daerah dalam konteks pemberdayaan
pendidikan masyarakat adalah:
a. Melakukan upaya peningkatan pengetahuan rakyat melalui suatu
program yang ditunjang dengan penyiapan/penyediaan sarana
pendidikan formal yang memadai;
b. Melakukan upaya peningkatan keterampilan rakyat melalui suatu
program, peningkatan keterampilan yang ditunjang dengan
penyiapan/penyediaan sarana pendidikan non-formal yang memadai;
c. Menstimulasi, mendorong, atau memotivasi rakyat agar mereka mau
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui dialog dan
kampanye pendidikan.
2. Pemberdayaan ekonomi bagi setiap orang merupakan hal yang penting
karena menyangkut otonominya (kemandirian). Faktor ekonomi tersebut
memungkinkan manusia untuk mengontrol dan mengendalikan
kehidupannya sesuai dengan yang mereka inginkan. Menurut Supriatna
(dalam Sugiri 2010:62) hal-hal yang perlu diperankan oleh pemerintah
daerah dalam konteks pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah :
44
a. Membantu masyarakat menyediakan program-program pemberdayaan
dibidang perekonomian dan kesejarteraan masyarakat.
b. Membantu masyarakat memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat
(penyediaan sarana ekonomi);
c. Membantu peningkatan pendapatan masyarakat melalui dorongan
akses dan bantuan permodalan.
3. Pemberdayaan sosial-budaya dalam kehidupan masyarakat hendaknya
tidak ada pembeda-bedaan peran dan tanggung jawab dalam kehidupan
bermasyarakat. Setiap manusia memiliki peran dan tanggung jawab yang
sama, sehingga dapat berpartisipasi dalam kehidupan bermasyankat secara
bersama-sama. Hal-hal yang perlu diperankan oleh pemerintah daerah
dalam konteks pemberdayaan sosial budaya menurut Supriatna (dalam
Sugiri 2010:62) adalah :
a. Membantu dalam penyediaan sarana dan prasarana sosial budaya bagi
masyarakat (sarana keagamaan, kesenian, olahraga, kesehatan, dan
sarana dan prasarana umum yang diperlukan warga);
b. Memberikan bantuan/dana sosial dan juga mendorong partisipasi
warga dalam berswadaya;
c. Melakukan pembinaan dalam kegiatan-kegiatan sosial budaya yang
berkembang di masyarakat.
Dari ketiga komponen pemberdayaan masyarakat diatas, pemberdayaan
pendidikan merupakan faktor kunci, sedangkan pemberdayaan yang lainnya
45
yaitu pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan sosial-budaya adalah faktor
penunjang.
b. Pemerintah Desa
Pemerintahan desa menurut UU No 6/2014 adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
pemerintahan NKRI dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI.
Menurut Adisasmita (2006:38-39) aparatur pemerintah desa sebagai pemimpin
juga sebagai penyelenggara pembangunan harus memiliki tanggung jawab atas
perubahan yang akan terjadi, baik perubahan yang terjadi di dalam masyarakat
maupun perubahan sosial kemasyarakatan. Untuk itu pemerintah desa selaku
kepala pemerintahan dalam usaha mengantisipasi perubahan-perubahan
tersebut harus memiliki kemampuan untuk berpikir atau berbuat secara rasional
dalam mengambil keputusan yang akan terjadi ditengah-tengah masyarakat.
Pemerintah desa memiliki hak dan kewajiban yang tertuang dalam UU No
6/2014 yakni, Pemerintah desa berhak:
1) Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul,
adat-istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa;
2) Menetapkan dan mengelola kelembagaan desa;
3) Mendapatkan sumber pendapatan;
Selain hak, pemerintah desa berkewajiban;
46
1) Melindungi dan menjaga persatuan, keatuan serta kerukunan masyarakat
desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
2) Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa;
3) Mengembangkan kehidupan demokrasi;
4) Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa; dan
5) Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa
Berdasarkan hak dan kewajiban tersebut, pemerintah desa mempunyai
peranan yang lebih penting terhadap kemajuan dan perkembangan desa dalam
meningkatkan pembangunan desa. Menurut Mondong (2011:8) dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Bagan 1. 2 Peranan Pemerintah Desa
Sumber data: Mondong, 2011
1. Pembinaan Terhadap Masyarakat
a) Pembinaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi
Peranan dan prakarsa pemerintah masih dominan dalam perencanaan dan
pelaksanaan maupun untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan
teknis warga desa dalam pembangunan desa. Berbagai teori mengatakan
bahwa kesadaran dan partisipasi warga desa menjadi kunci keberhasilan
warga desa. Sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran warga desa akan
47
pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki
kondisi sosial dan meningkatkan partisipasi warga desa dalam
pembangunan banyak tergantung pada kemampuan pemerintah desa
khususnya pimpinan atau kepala desa.
b) Pembinaan Masyarakat Desa pada Bidang Hukum
Pembinaan di bidang hukum dilakukan oleh pemerintah desa
dengan bekerja sama dengan dinas terkait dan pihak kepolisian yang
dimaksudkan agar kepolisian dapat memberikan bimbingan kepada
masyarakat terkait peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.
c) Pembinaan Masyarakat pada Bidang Agama
Pembinaan ini untuk meningkatkan kehidupan beragama dikalangan
masyarakat. Contohnya kerja bakti untuk membangun atau membersihkan
tempat ibadah. memberikan fasilitas kegiatan keagaman seperti
pembuatan masjid, penambahan alat-alat ceramah keagamaan,
pembentukan ikatan remaja masjid, pengadaan yasinan yang diikuti ibu-
ibu dan Bapak-Bapak
2. Pelayanan Terhadap Masyarakat
Pelayanan terhadap masyarakat merupakan tugas perangkat desa
untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Pelayanan
diharapkan menjadi lebih responsive terhadap kepentingan masyarakat itu
sendiri, dimana paradigma pelayanan masyarakat yang telah berjalan
selama ini beralih dari pelayanan yang sifatnya sentralistik kepada
pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang
berorientasi pada masyarakat.
48
3. Pengembangan Terhadap Masyarakat
Pengembangan terhadap masyarakat dapat berbentuk efektifnya
masyarakat dalam suatu program atau suatu kebijakan. Hal ini dapat
terlihat dalam pelaksanaan kebijakan dalam upaya meningkatkan
pembangunan desa tidak terlepas dari dukungan atau partisipasi dari
masyarakat untuk menaati atau melaksanakan peraturan yang ada.
Peraturan dalam hal ini pada dasarnya memiliki tujuan pada dua aspek
yakni bagi pemerintah desa dan bagi masyarakat itu sendiri.
Dari uraian peranan daerah dan desa dapat kita ketahui begitu
pentingnya kerjasama pemerintah daerah dan desa serta keterlibatan
masyarakat dalam proses pembangunan dan pemberdayaan sehingga proses
pemberdayaan berjalan baik. Masyarakat terlebih dahulu diberikan dasar yang
kokoh agar tingkat partisipasi masyarakat bisa maksimal. Menempatkan
masyarakat sebagai subjek pembangunan memberikan arti bahwa masyarakat
diposisikan sebagai salah satu pilar penting dan strategis disamping pemerintah
daerah dan swasta. Posisi ini juga sekaligus menunjukan bahwa masyarakat
bukan hanya sebagai pelaksana pembangunan, tetapi disamping itu masyarakat
juga berperan sebagai perencana dan pengontrol berbagai program
pembangunan baik program yang datang dari pemerintah maupun program
yang lahir dan dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri.
49
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai “Gerakan Saemaul Undong dalam Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Oleh Saemaul Globalization Foundation di Desa
Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul” ini menggunakan
metode studi kasus dan deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode
studi kasus menurut Rahardjo (2017:3) merupakan serangkaian kegiatan
ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam tentang suatu
program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok
orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam
tentang peristiwa. Metode ini tidak hanya menangkap makna dari sesuatu
yang tersurat, tetapi juga yang tersirat. Dengan kata lain, penelitian ini
diharapkan dapat mengungkap hal-hal mendalam yang tidak dapat diungkap
oleh orang biasa sehingga dibutuhkan kepekaan teoritik mengenai topik atau
tema yang diteliti.
Creswell dalam Ahmad (2015:52) menjelaskan proses penelitian kualitatif
melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan beserta
prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para informan,
menganalisis data secara induktif mulai dari tema khusus ke tema-tema yang
umum dan menafsirkan makna data yang diperoleh tersebut. Penelitian
kualitatif mempunyai karakteristrik seperti yang dijelaskan oleh Creswell
(dalam Ahmad 2015:55) :
50
(1) Konsepnya immatur karena kurangnya teori dan penelitian sebelumnya;
(2) Teori yang ada mungkin saja kurang akurat;
(3) Ada kebutuhan untuk mengeksplorasi dan mendeskripsikan fenomena-
fenomena dan mengembangkan teori;
(4) Bentuk fenomena yang ada mungkin kurang sesuai dengan pengukuran
kuantitatif yang sedang diteliti.
Data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif bukan data yang berupa
angka-angka, melainkan kata-kata yang bersifat kualitatif. Menurut Bogdan
dan Taylor (Moleong, 2013:12) metode kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Berkaitan dengan penjelasan di
atas dan kesesuaian terhadap topik penelitian maka pendekatan kualitatif
digunakan untuk menemukan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat
desa melalui gerakan Saemaul Undong, peranan pemerintah dalam gerakan
Saemaul Undong, dan dampak ekonomi yang timbul dari gerakan Saemaul
Undong tersebut.
Adapun alasan menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini
karena sifat dari masalah penelitian yang menyajikan fenomena, praktek,
implementasi, dan pengalaman gerakan Saemaul Undong dari Saemaul
Globalization Foundation (SGF) dalam melakukan pemberdayaan masyarakat
di Desa Bleberan dan adanya kemudahan penyesuaian pendekatan kualitatif
apabila berhadapan dengan fakta yang sama. Selain itu, dari segi data, data
yang didapat akan kredibel, lebih mendalam, lebih lengkap, dan bermakna
51
sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Metode ini juga memberikan
kemudahan pada peneliti untuk menyesuaikan diri secara langsung dengan
objek penelitian, sehingga secara mudah juga menyesuaikan diri dengan
aturan dan norma di lapangan. Ikatan emosional diantara peneliti dengan
informan dapat diketahui, sehingga dengan mudah menumbuhkan tingkat
kepercayaan.
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini yaitu gerakan Saemaul Undong dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat di Desa Bleberan, Kecamatan Playen,
Kabupaten Gunungkidul yang terdiri dari strategi pemberdayaan ekonomi
melalui gerakan Saemaul Undong, peran pemerintah daerah dan pemerintah
desa dalam gerakan Saemaul Undong, dan dampak ekonomi yang
ditimbulkan dari gerakan tersebut.
3. Subjek Penelitian
Penunjukan informan dengan teknik purposive yaitu informan diambil
dengan kriteria tertentu. Menurut Lexi Moleong (2013:72) informan adalah
orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian, jadi informan harus mempunyai pengalaman tentang
latar penelitian dan sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun
perannya hanya bersifat informal. Dengan demikian, informan dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu yakni mereka yang dianggap berkompeten
untuk menjawab pertanyaan peneliti. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai
informan karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut
52
memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian. Dalam penelitian ini
informan dipilih karena faktor:
1) Pelaksana kegiatan terkait program Saemaul Undong
2) Pengambil keputusan dan penanggungjawab program.
3) Penerima manfaat dari program Saemaul Undong
4) Inisiator dan pendamping program
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang keberadaan informan,
maka berikut ini peneliti menyajikan data-data tentang identitas informan
sebagai berikut :
Tabel 1. 2 Data Identitas Informan
No Nama Jabatan / Pekerjaan Umur(Tahun) J.K Alamat Pendidikan
LamaBekerja(Tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8
1SolehAnwari
Kasubid Penguatan danPotensi MasyarakatBPPM DIY
46 LBangunjiwoBantul
S1 9
2 Suharto
Kasi Kelembagaan danPemberdayaan MasyarakatDP3AKBPD KabupatenGunungkidul
52 LBleberan,Playen
S1 6
3 Supraptono Kepala Desa 44 LPedukuhanPeron
SMA 3
4 Indardi Sekretaris Desa 29 LPedukuhanSawahan 1
SMA 2
5 Kartono Ketua BPD 62 LPedukuhanSawahan 1
S1 4
6 Tri Harjono Tokoh Desa Bleberan 54 LPedukuhanBleberan
SLTA 4
7 Wasidi Ketua BUM Desa 62 LPedukuhanBleberan 1
SMK 1
8 SardjanaBendahara BUMDesa
66 LPedukuhanBleberan
SPG 12
9 Sumari Citro Ketua Gapoktan 52 LPedukuhanSawahan 1
SLTA 15
10 Sri Kustini Ketua KWT 57 PPedukuhanSrikoyo
S1 3
11 Suwarni Ketua PKK 42 PPedukuhanPeron
SMP 3
12 ParniAnggota PKK danKWT
45 PPedukuhanSawahan 1
SD 10
13 Harmanto Ketua Karang Taruna 39 LPedukuhanTanjung 1
STM 1
53
1 2 3 4 5 6 7 8
14MisbahulMunir F
Anggota KarangTaruna / Taruna Tani
32 LPedukuhanBleberan
S1 1
15 WaluyoPetani / AnggotaGapoktan
46 LPedukuhanSawahan 2
SLTA 4
16PraditaNurmaya
Ketua YGSI/ ProgramSGF
28 PKretek,Bantul
S1 3
17DebbyPranung S
Fasilitator SGF 34 PBaciro,Gondokusuman
S1 1
Sumber data : Hasil olah data peneliti, 2018Dari data di atas, yang peneliti jadikan informan adalah sebanyak 17
orang yang terdiri dari masyarakat desa, berbagai perwakilan lembaga
masyarakat, Yayasan SGF, pemerintah desa dan pemerintah daerah. Semua
informan di atas terlibat dalam gerakan Saemaul Undong di Desa Bleberan
sehingga mereka memahami apa yang menjadi objek utama dalam melakukan
penelitian dan memudahkan peneliti dalam mendapatkan data dan informasi
yang dibutuhkan.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bleberan, Kecamatan Playen,
Kabupaten Gunungkidul. Peneliti memilih lokasi penelitian di daerah ini
dengan alasan Desa Bleberan merupakan salah satu dari 4 desa yang menjadi
desa percontohan Saemaul Undong di Indonesia dan hingga tahun ke-3
pelaksanaan program, berdasarkan laporan berkala, desa ini termasuk desa
yang mengalami peningkatan dibidang ekonomi yang signifikan dalam
pelaksanaan program Saemaul Undong.
54
5. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2011:308) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena
tujuan utama penelit ian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data
dapat dilakukan dengan sumber dan cara. Dilihat dari sumber datanya,
pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer yaitu sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber
sekunder yang merupakan sumber data yang tidak secara langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau dokumen yang menyertai . Dilihat dari segi cara, teknik
pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan wawancara, dokumentasi,
observasi (pengamatan). Data yang dihimpun oleh peneliti dengan
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a) Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan dengan melakukan wawancara
langsung dengan informan mengenai pokok bahasan penelitian menggunakan
daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan (Esterberg dalam Sugiyono,
2011:316). Peneliti mendatangi informan ke tempat tugas/tempat tinggal
informan. Wawancara mendalam ini dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara dengan tujuan mendapatkan keterangan secara
mendalam dari permasalahan yang dikemukakan. Wawancara mendalam ini
dilakukan melalui berbincang-bincang secara langsung atau berhadapan muka
dengan yang diwawancarai.
55
Untuk memandu proses wawancara, peneliti menggunakan key
informan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian ini dengan penyusunan
pedoman wawancara. Pedoman wawancara merupakan hal-hal utama
dalam bentuk pertanyaan yang dijadikan acuan oleh peneliti untuk
mengajukan pertanyaan kepada informan. Alat wawancara yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah buku catatan, alat perekam, serta
kamera. Key informan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 1. 3 Pengumpulan Data dengan Key Informan Penelitian
NO PERSONIL HASIL WAWANCARA LOKASI1 2 3 4
2B1
1B-0
Pemerintah DIY danDesa Bleberan :- BPPM DIY- DP3AKBPMD
Kabupaten Gunungkidul- Kepala Desa Bleberan- Ketua BPD Bleberan- Sekretaris Desa
Bleberan
Peran Pemerintah DIY, Pemerintah DesaBleberan dalam pemberdayaan ekonomimasyarakat melalui gerakan SaemaulUndong
Pelaksanaan pemberdayaan ekonomimasyarakat melalui gerakan SaemaulUndong oleh SGF di Desa Bleberan
- Kantor BPPMDIY,- Kantor
DP3AKBPMDKabupatenGunungkidul- Kantor Desa
Bleberan
2C-
Saemaul GlobalizationFoundation (SGF)- Ketua YGSI /
Koordinator SGF- Fasilitator SGF di
Desa Bleberan
Proses kerjasama Pemerintah DIY denganSGF dalam pemberdayaan masyarakatmelalui gerakan Saemaul Undong
Pemberdayaan ekonomi masyarakat melaluigerakan Saemaul Undong oleh SGF di DesaBleberan
Program Kerja SGF di Desa Bleberan Strategi pemberdayaan ekonomi melalui
gerakan Saemaul Undong di Bleberan
Kantor SGFdi Bleberandan FakultasFilsafat UGM
3
D-
BUM Desa “ Sejahtera”Bleberan: Pengurus danAnggota BUM Desa“Sejahtera” DesaBleberan
Program kerja BUMDesa “Sejahtera”Desa Bleberan
Pengelolaan BUMDesa “Sejahtera” DesaBleberan
Dampak ekonomi dari kerjasamapemerintah desa (BUMDesa) denganSGF di Desa Bleberan
KantorBUMDesa“ Sejahtera”DesaBleberan
4
4
Lembaga Desa:PKK,KWT, BUMDesa,BPD, Karang Taruna,Gapoktan, Taruna Tani,dan tokoh DesaBleberan
Dampak ekonomi kerjasama dengan SGFdi Desa Bleberan
Peran masyarakat dalam gerakan SaemaulUndong
Program kerja SGF di Desa Bleberan
DesaBleberan
Sumber data: Disusun oleh peneliti, 2018
56
Informan di atas adalah orang-orang yang sudah diwawancara sebagai data
penelitian. Pimpinan dari lembaga desa di atas juga mewakili para pemangku
kepentingan yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat melalui gerakan
Saemaul Undong di Desa Bleberan.
b) Dokumentasi
Teknik pengumpulan data lainnya dalam penelitian ini adalah
dokumentasi dan kepustakaan. Dokumen adalah catatan peristiwa yang
sudah berlalu, berupa tulisan, gambar, atau karya monumental seseorang
(Sugiyono,2011:326). Dengan demikian, data yang dikumpulkan merupakan
suatu data yang telah ada sebelumnya dan tidak melalui penelitian langsung
pada objek penelitiannya. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh keterangan
yang terkait dengan masalah yang diteliti demi memperkaya informasi.
Dalam penelitian ini, data-data yang dijadikan informasi yaitu data-data yang
ada kaitannya dengan Gerakan Saemaul Undong di Desa Bleberan,
Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Adapun dokumen yang
dijadikan sebagai referensi diantaranya :
Tabel 1. 4 Pengumpulan Data dengan Dokumen Penelitian
No Jenis Dokumen Hasil PenelitianSumber
Dokumen1 2 3 4
1 Kebijakan kerjasamapemberdayaan ekonomimasyarakat melaluigerakan Saemaul Undongdi Desa Bleberan (MSP,MOU, Surat Perjanjian)
Urgensi kerjasamaPemerintah dengan pihakketiga.
Website, ArsipDesa, ArsipPemda DIY danPemdaGunungkidul
2 Profil Desa Bleberan Gambaran umum DesaBleberan
Arsip LPPDDesa Bleberan2017
3 Profil BUM Desa“Sejahtera” Bleberan
Mengetahui gambaranumum BUM Desa“Sejahtera” Desa Bleberan
Arsip LaporanBUMDesaBleberan 2016
57
1 2 3 4
4 Laporan Berkala SGF2015-2018
Mengetahui gambaranumum SGF melaluiberbagai kegiatan
Website, ArsipDesa, ArsipSGF, foto
5 Hasil kajian / penelitianmengenai pemberdayaanmasyarakat melalui gerakanSaemaul Undong
Mengetahui manfaat yangdi dapatkan daripemberdayaan masyarakatmelalui gerakan SaemaulUndong
Website, jurnal
Sumber data: Disusun oleh peneliti, tahun 2018
Dokumen di atas merupakan dokumen yang menjadi referensi dalam
memperoleh data. Pada penelitian ini, peneliti sebagai key instrument terjun ke
lapangan sendiri, baik pada pengumpulan data, analisis dan membuat
kesimpulan dokumen.
c) Observasi (Pengamatan)
Secara singkat observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu
gejala pada objek penelitian, dan unsur-unsur yang tampak itulah yang di
sebut data atau informasi yang harus diamati dan dicatat secara langsung di
lapangan sehingga diperoleh data atau fakta yang berhubungan dengan
masalah yang dikaji (Nasution dalam Sugiyono, 2011:309). Hal terpenting
dalam kegiatan observasi adalah merekam proses aktivitas pemberdayaan,
melihat dokumen pendukung pemberdayaan masyarakat, memetakan pihak-
pihak yang terlibat.
Peneliti melakukan observasi aktif dimana peneliti datang di
tempat kegiatan informan yang diamati, dan ikut terlibat dalam kegiatan
tersebut. Sedangkan objek penelitian yang di observasi menurut Spradley
(Sugiyono, 2011:310) terdiri dari tiga komponen yaitu tempat, pelaku dan
58
aktivitas. Data observasi dalam penelitian ini adalah data pelengkap setelah
wawancara. Artinya selain mendengarkan secara objektif maka perlu
pengamatan secara objektif. Dalam kegiatan observasi peneliti mengambil
foto, gambar. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini melalui observasi
meliputi :
Tabel 1. 5 Pengumpulan Data dengan Observasi PenelitianNo Objek / Kegiatan yang di Observasi Data yang diperoleh
1 2 3
1 Gedung Saemaul Bleberan, Tempat
Pengelolaan Air (PAB), green house,
infrastruktur jalan hasil gotong-royong,
balai pedukuhan, pekarangan warga,
kumbung jamur
Dampak ekonomi dari Gerakan
Saemaul Undong
2 Kegiatan rapat rutin / evaluasi bulanan
SGF dengan lembaga desa (Aparatur
Desa, PKK, KWT, BUMDesa, BPD,
Karang Taruna, Gapoktan, Taruna Tani.
Interaksi antar anggota SGF dengan
lembaga yang terlibat dalam gerakan
Saemaul Undong
3 Kegiatan pembinaan SGF dengan
Pemerintah Desa Bleberan, serta
lembaga-lembaga yang terlibat dalam
gerakan Saemaul Undong di Desa
Bleberan.
Interaksi antara SGF dengan
Pemerintah Desa Bleberan, serta
lembaga-lembaga yang terlibat dalam
gerakan Saemaul Undong di Desa
Bleberan.
Sumber data: Disusun oleh peneliti, 2018
6. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan selama penelitian. Dalam penelitian ini data
dianalisis secara kualitatif, yang menggambarkan, menjelaskan, dan
menafsirkan data dan keterangan yang diperoleh dari hasil penelitian dengan
susunan kata dan kalimat sebagai jawaban terhadap permasalahan yang
diteliti sehingga data yang diperoleh dapat dipahami dan tergambar oleh
pembaca.
59
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2011:334) menyatakan bahwa
yang paling serius dan sulit dalam analisa data kualitatif adalah karena
metode analisanya belum dirumuskan dengan baik. Analisa data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
wawancara, catatan lapangan, observasi, dokumentasi dan bahan lain
sehingga dapat mudah pahami, dan temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain. Aktivitas dalam analisis data penelitian kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai
tuntas, sehingga data penelitian menjadi jenuh. Aktivitas dalam menganalisis
data kualitatif yaitu :
a) Reduksi Data
Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar
yang muncul dari data-data yang tertulis dilapangan. Data yang perlu
direduksi sangat memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus
penelitian, sehingga memberikan gambaran yang tajam dan mempermudah
peneliti untuk mencari jika sewaktu-waktu diperlukan. Dalam proses
mereduksi data, peneliti melakukan pengelompokan informasi yang
diperoleh berdasarkan fokus penelitian. Informasi dari setiap informan
dipilih dan dipisah-pisahkan berdasarkan pokok permasalahan masing-
masing sehingga kesimpulan finalnya dapat diverifikasi. Reduksi data
dalam penelitian ini berlangsung secara terus-menerus selama proses
penelitian berlangsung dan merupakan bagian dari analisis. Adapun data
60
yang direduksi dalam penelitian ini yaitu data berdasarkan transkrip
wawancara dengan informan penelitian.
b) Penyajian Data ( Data Display)
Penyajian data penelitian dibatasi sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Penyajian data berupa sekumpulan informasi
dalam bentuk teks naratif yang di bantu dengan grafik, tabel atau bagan,
teks naratif yang dapat menjelaskan tentang gerakan Saemaul Undong di
Desa Bleberan untuk menerangkan hasil penelitian secara lebih ringan,
mudah dipahami yang bertujuan mempertajam pemahaman peneliti
terhadap informasi yang diperoleh. Penyajian data dalam penelitian ini
sangat membutuhkan kemampuan interpretatif yang baik pada peneliti
sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik. Penyajian data
ditempuh dengan mereview data, menyatukan data, memberikan kode
berdasarkan tema.
c) Penarikan Kesimpulan (Concluding Drawing)
Proses penarikan kesimpulan dilakukan dengan memverifikasi secara
terus menerus saat tahap penelitian berlangsung, karena kesimpulan akan
diambil dengan dukungan bukti dan sampai pada kesimpulan yang
kredibel. Proses penarikan kesimpulan pada penelitian ini dilakukan
dengan mendiskusikan data yang telah diperoleh dari lapangan dengan
teori yang dikemukakan pada kerangka teori. Selain itu juga dengan
mengambil inti dari berbagai rangkaian hasil penelitian yang dilakukan
baik melalui wawancara, dokumentasi, maupun observasi.
61
BAB II
GAMBARAN DESA BLEBERAN DAN GERAKAN SAEMAUL UNDONG
A. Gambaran Desa Bleberan
Desa Bleberan merupakan bagian dari 13 desa di wilayah Kecamatan
Playen Kabupaten Gunungkidul. Jarak desa dengan ibukota Kecamatan Playen 4
km, sedang untuk jarak tempuh dengan ibukota Kabupaten Gunungkidul adalah
10 km, serta jarak dengan ibukota DIY adalah 40 km. Desa Bleberan dapat
digambarkan melalui peta di bawah ini :
Gambar 2. 1 Peta Desa Bleberan
Sumber: LPPD Desa Bleberan tahun 2017
62
1. Kondisi Geografis Desa Bleberan
a) Luas Wilayah
Letak geografis Desa Bleberan berada di ketinggian 188,20 m di atas
permukaan laut dengan suhu 23-33 derajat dan dengan kelembapan berkisar
antara 80%-85%. Luas wilayah Desa Bleberan secara keseluruhan
adalah 16.262.170 ha yang terdiri dari tanah sawah tadah hujan seluas
49.3000 ha, tegalan seluas 489.2170 ha, dan sawah irigasi seluas 15.0000
ha. Desa Bleberan 90% merupakan daerah datar yang terdapat di 7
pedukuhan dan 10% tanah berbukit yang terdapat di 3 pedukuhan. Secara
kondisi wilayah, Desa Bleberan menyerupai daerah Gyeongsanbuk-Do di
Korea Selatan dengan daerah yang kering dan sebagian lahannya adalah
untuk areal persawahan.
b) Batas Wilayah Desa Bleberan
Adapun batas-batas wilayah Desa Bleberan antara lain dapat dilihat pada
tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2. 1 Batas Wilayah Desa Bleberan
Sumber data : LPPD Desa Bleberan 2017
Sebagian daerah di Bleberan berbatasan langsung dengan area hutan,
termasuk sumber air yang di kelola BUMDesa berasal dari hutan
No Batas Wilayah1 Utara Desa Getas dan Desa Dengok
2 Barat Desa Banyusoco dan Kehutanan
3 Selatan Wilayah Kehutanan RPH Karang Mojo
4 Timur Desa Dengok dan Desa Plembutan
63
karangmojo sehingga memerlukan perizinan dari provinsi dalam
pengelolaan areanya.
c) Pembagian Wilayah Pedukuhan
Tabel 2. 2 Jumlah RT dan RW Desa Bleberan
Sumber data : LPPD Desa Bleberan 2017
Dari 11 pedukuhan tersebut 8 pedukuhan menjadi satu hamparan wilayah
dan untuk 3 pedukuhan dipisahkan oleh tanah kehutanan sehingga terlihat
berpulau-pulau.
2. Kondisi Demografis
a) Jumlah Penduduk
Desa Bleberan terdiri dari 1.745 kepala keluarga (KK) dengan jumlah
penduduk sebanyak 5.539 jiwa yang terdiri dari 2.764 jiwa penduduk laki-
laki dan 2.775 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk per-
pedukuhan tersebut dipaparkan secara lengkap dalam tabel dibawah ini :
No PedukuhanJumlah
RTJumlah
RW
1 Peron 5 1
2 Tanjung I 6 1
3 Tanjung II 6 14 Bleberan 10 1
5 Sawahan I 9 1
6 Sawahan II 5 1
7 Putat 7 1
8 Srikoyo 7 1
9 Menggoran I 11 1
10 Menggoran II 11 1
11 Ngrancang 8 1
Jumlah 85 11
64
Tabel 2. 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pedukuhan Desa Bleberan
No PedukuhanJumlah (Jiwa) Jumlah
(Jiwa) Persentase(%)
Laki -Laki Perempuan
1 Peron 156 146 302 5,52 Tanjung I 165 191 356 6,43 Tanjung II 126 138 264 4,84 Bleberan 264 308 572 10,35 Sawahan I 240 244 484 8,76 Sawahan II 226 195 421 7,67 Putat 210 201 411 7,48 Srikoyo 250 264 514 9,39 Menggoran I 399 417 816 14,710 Menggoran II 442 418 860 15,511 Ngrancang 286 253 539 9,7
Jumlah 2764 2775 5539 100Sumber data : LPPD Bleberan 2017
Persebaran penduduk di Desa Bleberan secara umum dipengaruhi oleh
tekstur wilayahnya. Desa Bleberan terdiri dari 11 pedukuhan, 4 diantaranya
merupakan pedukuhan kepadatan penduduk tinggi, yaitu Pedukuhan
Bleberan, Pedukuhan Menggoran I, Menggoran II, dan Pedukuhan
Ngerancang
a) Penduduk Berdasarkan Usia
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk Desa
Bleberan berdasarkan klasifikasikan usia sedikit ada perbedaan dilihat dari
tingkat usia. Hal tersebut dipaparkan dalam tabel dibawah ini:
65
Tabel 2. 4 Penduduk Berdasarkan Usia
NoKelompok
UmurLaki-laki
Perempuan JumlahPersentase
(%)
1 00 – 09 455 476 931 16,8
2 10 – 19 451 396 847 15,3
3 20 – 29 430 379 809 14,6
4 30 – 39 428 428 856 15,5
5 40 – 49 383 394 777 14,0
6 50 – 59 299 332 631 11,4
7 60 – 69 194 236 430 7,8
8 70 – 74 75 66 141 2,5
9 75 - keatas 49 68 117 2,1
Jumlah 2764 2775 5539 100Sumber : Data LPPD Bleberan 2017
Tabel di atas menggambarkan bahwa persebaran jumlah penduduk
Desa Bleberan berdasarkan usia ada sedikit perbedaan, tetapi jumlah
penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan usia cukup merata pada
range 0-59 tahun.
b) Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian
Lahan di pedesaan umumnya dimanfaatkan untuk kehidupan sosial
dan kegiatan ekonomi. Penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi,
misalnya dibidang pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan,
perindustrian, dan perdagangan. Masyarakat Bleberan pada umumnya
bermata pencaharian sebagai petani dan berwiraswasta, dapat diketahui
pada tabel di bawah ini :
66
Tabel 2. 5 Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
No Jenis PekerjaanLaki-laki(Orang)
Perempuan(Orang)
Jumlah(Orang)
Persentase(%)
1 Petani 946 1.216 2.162 61,6
2 Buruh Tani 255 138 393 11,23 (PNS) 53 33 86 2,5
4 Karyawan Swasta 185 104 289 8,2
5 Wiraswasta 353 145 498 14,2
6 Pedagang Keliling 2 14 16 0,5
7 Pengrajin IndustriRumah Tangga lainnya
9 57 66 1,9
Jumlah 1803 1707 3510 100Sumber data: Prodeskel.pmd.Kemendagri, 2016
Tabel di atas menggambarkan bahwa hampir separuh penduduk Desa
Bleberan paling dominan bermatapencaharian sebagai petani, buruh tani,
pengrajin, dan karyawan swasta. Hal tersebut dipengaruhi kultur atau
kebudayaan masyarakat pedesaan yang lekat dengan aktivitas pertanian.
Sebagian dari masyarakat Desa Bleberan, selain sebagai petani juga ada
yang menjadi pekerja sebagai PNS atau pamong desa yang sehari-hari
bekerja di kantor pada sore hari rata-rata mereka juga bertani setelah
mereka selesai dengan pekerjaan mereka di kantor.
3. Potensi Alam Desa Bleberan
Beberapa potensi alam Desa Bleberan yang dapat di kembangkan
diantaranya :
a) Lahan Pertanian
Lahan pertanian di Desa Bleberan 90% adalah merupakan lahan
kering, dimana lahan tersebut mengandalkan dari datangnya curah hujan.
Sedang 10% adalah sawah irigasi yang terdapat di sekitar Air Terjun Sri
67
Gethuk Pedukuhan Menggoran. Lebih rinci, penggunaan lahan tersebut
antara lain :
1. Sawah Tadah Hujan : 49.3000 Ha pola tanam padi-jagung/kedelai;
2. Sawah Irigasi : 15.000 Ha pola tanam padi untuk sepanjang tahun;
3. Pekarangan : 181.6000 Ha tanaman kedelai, jagung dan ketela;
4. Tegal : 489.2170 Ha tanaman kedelai, jagung, ketela dan
b) Potensi Hutan dan Perkebunan
Desa Bleberan dikelilingi wilayah kehutanan yang mempunyai luasan
1626 ha yang terdiri tanaman kayu putih 475 ha, tanaman kayu jati 250 ha,
sisanya 901 ha merupakan lahan kritis yang pada tahun 1997 dikarenakan
maraknya penjarahan kayu yang mengakibatkan rusaknya kawasan hutan di
Desa Bleberan. Namun, saat ini dengan adanya gerakan rehabilitasi hutan,
lahan kritis tersebut kembali menjadi lahan produktif dengan macam
tanaman holtikultura seperti padi, ketela, umbian, kacang-kacangan dan
terong. Dengan dilakukannya kerjasama masyarakat dan Dinas Kehutanan
yang diperkuat dengan MOU Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKM).
Kerjasama yang sifatnya non-formal berupa pengelolaan hutan bersama
masyarakat, cukup mendongkrak pendapatan masyarakat dalam mendukung
swasembada pangan. Pengelolaan lahan dengan mendukung sektor
pertanian antara lain bertujuan untuk meningkatkan komoditas kedelai, padi,
ketela, jagung, serta holtikultura seperti : kacang panjang, ketimun, cabe,
dan terong. Untuk perkebunan tanaman perkebunan yang ada di Desa
Bleberan cukup beragam, antara lain : melinjo, mangga, kelapa, dan pete.
68
c) Potensi Peternakan dan Perikanan
1) Peternakan
Untuk sektor peternakan, masyarakat Desa Bleberan mayoritas
memelihara sapi, kambing dan ayam. Peternakan bagi masyarakat
Gunungkidul pada umumnya, dan Desa Bleberan khususnya merupakan
pendukung pertanian, dengan memanfaatkan limbah/kotoran sebagai
pupuk. Selain itu, memelihara sapi, kambing dan ayam merupakan
tabungan atau investasi petani dalam menghadapi masa kebutuhan
mendesak.
2) Perikanan
Sektor perikanan darat di Desa Bleberan mulai Tahun 2012
mengalami perkembangan yang cukup baik. Pemeliharaan yang awal
mulanya masih konsep tradisional, saat ini mulai beralih teknologi dalam
pengelolaannya. Baik pengelolaan/budidaya menggunakan kolam
permanen, kolam tanah, sistem terpal, keramba dan pemanfaatan sungai.
Tercatat di tahun 2012, di beberapa pedukuhan terdapat kelompok
pembudidaya ikan dengan berbagai jenis ikan, diantaranya Lele, Bawal,
Nila, Patin dan Tombro.
Tabel 2. 6 Kelompok dan Jenis Budidaya
NoKelompokPembudidaya Pedukuhan
SistemBudidaya Jenis Ikan
1 Ubet Manunggal Tanjung ITerpal,Keramba,Sungai
Patin, Bawal,Lele, Gurami,Tombro, nila
2 Tanjung Sari Tanjung II Terpal Lele
3Mina Sawahan II
SawahanII Terpal Lele
Sumber data: Profil Desa Bleberan, 2016
69
d) Potensi Air
Di Desa Bleberan ketersediaan air bawah tanah sebenarnya sangat
cukup karena adanya 4 sumber mata air yang mempunyai debit cukup
besar yaitu:
1) Sumber mata air “Jambe” dengan debit 40 – 60 L/dtk. Sumber mata
air Jambe terletak di tanah kehutanan. Saat ini telah di kelola oleh
BUMDesa guna memenuhi kebutuhan air masyarakat Desa Bleberan
wilayah tengah dan timur yang terdiri dari 7 pedukuhan. Dengan
menggunakan teknologi pompa groundforce 2 buah yang bertenaga
Listrik PLN sebesar 11.000 wat dan mesin diesel mampu menopang
kebutuhan air bersih ± 800 Kepala Keluarga.
2) Sumber mata air “Dong Poh” debit 10 – 15 L/Dtk. Sumber mata air
tersebut juga terletak di tanah kehutanan. Saat ini telah di manfaatkan
untuk kebutuhan air bersih khususnya masyarakat Pedukuhan
Menggoran, dengan fasilitas pompa listrik yang di kelola oleh
kelompok masyarakat setempat dengan konsumen 350 KK.
3) Sumber mata air “Ngandong” dengan debit 20 – 30 L/detik. Sumber
mata air ini lebih banyak di manfaaatkan untuk keperluan mandi cuci
masyarakat di Pedukuhan Menggoran dan sebagian dipompa untuk
memenuhi kebutuhan air bersih di tempat Wisata Gua Rancang
Kencono.
4) Sumber mata air “Ngumbul” dengan Debit 40–60 L/detik Mata air
Ngumbul belum termanfaatkan dengan optimal. Sumber mata air ini
70
baru dipergunakan untuk kebutuhan irigasi sawah seluas 25 ha di
lokasi Wisata Sri Gethuk.
e) Potensi Pariwisata.
Sektor pariwisata Desa Bleberan sangat potensial untuk dapat ditumbuh
kembangkan. Hal ini untuk mendukung bagian dari potensi Kecamatan
Playen yang merupakan kaya akan tempat wisata. Bahkan di tahun 2013
mulai dibangun dan dikembangkan kawasan hutan Wanagama, dengan
dilengkapi rest area, penangkaran rusa, bumi perkemahan dan fasilitas
lain. Desa Bleberan yang kaya akan potensi alam turut berperan dalam
pengembangan wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul. Desa yang
terdiri dari daratan permukiman, pertanian dan kehutanan ini mempunyai
kekayaan wisata alam, antara lain: Gua Rancang Kencana; Gua Song
Oya dan Gua Cabak; Air Terjun Sri Gethuk; Wisata Pendidikan Surya
Sell, Situs Purbakala, Bendung Tanjung.
4. Perekonomian Desa
Perekonomian masyarakat Desa Bleberan dan perkembangan dari tahun
2010 s.d 2016 mengalami peningkatan kesejahteraannya. Secara visual, hal ini
dapat dilihat pada meningkatnya daya beli masyarakat. Peningkatan tersebut di
dominasi pada sektor pertanian 50%, diikuti sektor wisata 30%, sektor
peternakan sapi dan kambing 30%, perikanan 10% dan jasa 10%.
a) Sektor Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
Kerjasama yang sifatnya non-formal berupa pengelolaan hutan bersama
masyarakat, serta kerjasama antara masyarakat dan Dinas Kehutanan yang
71
diperkuat dengan MOU Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKM) cukup
mendongkrak pendapatan masyarakat dalam mendukung swasembada
pangan. Pengelolaan dengan mendukung sektor pertanian antara lain
bertujuan meningkatkan komoditas jagung, kedelai, padi, ketela serta
holtikultura seperti: kacang panjang, mentimun, cabe dan terong. Kondisi
ini menunjukan bahwa sektor pertanian sampai saat ini masih menjadi
andalan masyarakat Desa Bleberan yang memang mayoritas petani dengan
berusaha untuk meningkatkan taraf hidup. Namun, hal ini terkendala dalam
kepemilikan lahan petani yang rata-rata hanya memiliki lahan 0,25 Ha/KK,
sehingga dimasa mendatang perlu meningkatkan aspek manajemen
kelembagaan. Selain itu, kedepan dalam hal pertanian, perkebunan dan
kehutanan perlu mengoptimalkan sumber daya alam dan manusia dengan
didukung teknologi, memperluas daya dukung lahan, dan pendampingan
kelompok-kelompok tani agar menjadi lebih mandiri.
b) Sektor Industri Masyarakat
Mulai tahun 2013 minat masyarakat terhadap usaha kecil menengah
(UKM) mulai nampak seiring dengan geliat dan perkembangan pariwisata
di Desa Bleberan. Pengelolaan hasil pertanian merupakan andalan usaha
yang dijalankan oleh masyarakat untuk mendukung sektor pariwisata.
Melalui berbagai pelatihan dan pendampingan kekelompok, usaha
masyarakat mulai dikenal oleh instansi guna mendukung perekonomian
daerah. Beberapa kelompok industri tersebut antara lain: makanan hasil
72
olahan pertanian, perikanan, kerajinan alat pertanian, kerajinan kulit,
mebel dan pande besi.
c) Sektor Pariwisata
Di Desa Bleberan pada tahun 2018 ini mengalami perkembangan
yang sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya sarana
prasarana wisata, perdagangan umum, jumlah pengunjung, dan pendapatan
asli desa (PADes). Arah pengembangan pariwisata Desa Bleberan,
pembangunan sarana dan prasarana pendukung potensi alam yang sudah
ada, diharapkan lebih mempunyai daya tarik wisatawan.
5. Kondisi Kelembagaan Desa
Kelembagaan atau organisasi merupakan faktor yang penting dalam
mengembangkan dinamika desa dan pemberdayaan masyarakat. Lembaga yang
ada di desa tersebut merupakan penjelmaan dari aspirasi dan kebutuhan
masyarakat. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kelembagaan di Desa
Bleberan dibedakan dalam 5 (lima) jenis, sebagai berikut:
a) Lembaga Pemerintah Desa
Merupakan lembaga formal yang terdapat di Desa Bleberan. Lembaga
pemerintahan tersebut antara lain Pemerintah Desa Bleberan, yang terdiri
dari Kepala Desa, Seketaris Desa, 3 orang Kepala Urusan (Kaur), Staf
Umum, Kepala Bagian dan 11 Kepala Pedukuhan; dan Badan Perwakilan
Desa (BPD) Bleberan yang berkependudukan setara dengan kepala desa.
73
b) Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan di Bleberan merupakan lembaga yang
dibentuk berdasarkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Lembaga
kemasyarakatan di Desa Bleberan meliputi :
1) PKK, meliputi PKK desa dan PKK dusun,
2) 85 Rukun Tangga (RT) dan 11 Rukun Warga (RW)
3) Karang Taruna, merupakan organisasi pemuda di Desa Bleberan
4) Kelompok Tani dan Wanita Tani, terbentuk karena banyak dari penduduk
Desa Bleberan bermatapencaharian sebagai petani, baik sebagai
penggarap maupun buruh tani.
5) Kelompok peternak, merupakan organisasi yang beranggotakan para
peternak dan membawahi pengelolaan ternak sapi di Desa Bleberan;
6) Kelompok masyarakat peduli Desa Bleberan yang sadar akan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di Bleberan;
7) Kelompok perikanan, kelompok ini mulai membudidayakan ikan-ikan air
tawar.
c) Lembaga Ekonomi
Merupakan lembaga yang dibentuk masyarakat untuk menompang
perekonomian. Lembaga perekonomian tersebut meliputi KSU Trisno
Sapodo (Pedukuhan Bleberan), Koperasi Tani Manunggal (Pedukuhan
Menggoran) dan BUMDesa “Sejahtera”..
d) Lembaga Keamanan
Untuk menjaga keamanan, selain dengan menggalakan kesadaran warga
desa secara mandiri, Desa Bleberan juga mempunyai Hansip dan Linmas
yang berpendudukan sebagai lembaga keamanan desa. Berfungsi menjaga
ketertiban dan keamanan yang ada di desa.
74
6. Pemerintah Desa Bleberan
a) Struktur Pemerintah Desa
Pemerintah desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat
yang memiliki peran strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan
dan keberhasilan pembangunan nasional. Sistem kelembagaan Desa
Bleberan dapat dilihat dari Struktur Pemerintahan Desa Bleberan
selengkapnya adalah sebagai berikut :
Bagan 2. 1 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Bleberan
Sumber data : LPPD Desa Bleberan, 2017
b) Tingkat Pendidikan Pemerintah Desa Bleberan
Pendidikan aparatur perangkat desa juga menjadi hal yang penting
dalam kelembagaan desa untuk memaksimalkan pelayanan kepada
masyarakat desa. Berikut ini merupakan tingkat pendidikan aparatur Desa
Bleberan pada tahun 2015-2021 yang disajikan dalam tabel berikut:
Kepala DesaSupraptono
Kaur. Keuangan
S. NurhayatiKaur. Perencanaan
TF. Ary WKaur. TU & Umum
Sudono
Sekretaris DesaIndardi
Kasi. Kesejahteraan
HartonoKasi Pelayanan
ArifinKasi Pemerintahan
Marmoyato
Ka. DukuhBowo S.
Ka. DukuhSuprap D
Ka. DukuhWakidi
Ka. DukuhSumiyarto
Ka. DukuhSudadi
Ka. DukuhSumarno
Ka. DukuhRusikin
Ka. DukuhRohmadi
Ka. DukuhPurwanto
Ka. DukuhSuharno
Ka. DukuhJamrozi
75
Tabel 2. 7 Tingkat Pendidikan Pegawai Desa BleberanNo Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 SD/Sederajat 0 0
2 SMP/Sederajat 1 5
3 SMA/Sederajat 17 85
4 Perguruan Tinggi/Sederajat
2 10
Jumlah 20 100
Sumber data : LPPD Desa Bleberan, 2017
Berdasarkan tabel di atas maka dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan
yang paling banyak SMA sederajat atau mencapai 85% dari seluruh aparat
desa yang ada. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan aparatur
desa cukup memadai.
c) Visi dan Misi
Sesuai dengan RPJM Desa Bleberan, tertuang Visi dan Misi Desa
Bleberan dengan rincian sebagai berikut :
Visi : Terwujudnya desa wisata yang produktif, indah, tertib, aman, dan
religi (pintar)
Misi :
a. Membangun pemerintah desa, lembaga-lembaga desa, lembaga
pedukuhan dan lembaga kemasyarakatan yang produktif, bersih,
aspiratif, serta berkemampuan.
b. Membangun desa wisata yang indah tertib aman dan agamis.
c. Mengembangkan sumber daya manusia.
d. Kebijakan Pembangunan
76
d) Sasaran Akhir yang Diharapkan
Berdasarkan analisis strategi dan untuk mewujudkan visi dan misi
Desa Bleberan sebagai desa tujuan wisata, untuk enam tahun kedepan
mengharapkan dapat terealisasi kondisi sebagai berikut :
1) Meningkatnya sumber daya masyarakat pedesaan baik SDM
pemerintah maupun masyarakat pedesaan secara umum melalui
sekolah dan pelatihan bagi aparatur desa.
2) Optimalisasi potensi sumber daya alam pertanian melalui
pemanfaatan teknologi unggulan spesifikasi lokasi agar
memiliki daya saing dan nilai komersial.
3) Memperkuat koperasi sebagai lembaga/organisasi keuangan
mikro di pedesaan.
4) Pemberdayaan secara maksimal potensi wisata alam dan budaya
yang ada, melalui perbaikan dan peningkatan kualitas
infrastruktur, sarana dan prasarana serta pemenuhan air bersih.
5) Tertatanya ruang ibukota desa untuk mendukung desain desa
wisata.
6) Meningkatkan kualitas produk, kemampuan, keterampilan
teknologi dan kemandirian industi kecil, untuk mendukung
program wisata.
7) Peningkatan ketaatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dengan pengetahuan,
kebersihan lingkungan dan kesehatan.
8) Peningkatan kualitas masyarakat dan sarana prasarana untuk
keagamaan.
77
B. Gambaran Gerakan Saemaul Undong di DIY
1. Tahapan Kerjasama Pemerintah DIY – Gyeongsangbuk-Do dalam GerakanSaemaul Undong
Bagan 2. 2 Alur Proses Kerjasama Pemerintah DIY–Gyeongsanbuk-Do
Sumber data : Hasil wawancara dengan BPPM DIY, 2018
Gerakan Saemaul Undong di Yogyakarta tidak lepas dari hubungan yang
baik antara Pemerintah DIY dengan Pemerintah Provinsi Gyeongsangbuk-Do
(Korea Selatan) dalam sister city. Menurut Surwandono (2017:113-116)
Kerjasama antara DIY dan Gyeongsangbuk-Do bermula saat staf dari Provinsi
Gyeongsangbuk-Do melakukan kunjungan ke BAPPEDA DIY pada tahun
2001. Kedatangan dua perwakilan Gyeongsangbuk-Do tersebut bertujuan
untuk menyampaikan surat dari Gubernur Gyeongsangbuk-Do kepada
Gubernur DIY yang isinya berupa perkenalan dan rencana adanya
kemungkinan kerjasama. Kedatangan dua perwakilan Gyeongsangbuk-Do
tersebut ditindaklanjuti dengan peninjauan yang dilakukan oleh Mr. Sang-Gon
Kim beserta krunya ke proyek pembangunan Pantai Selatan. Setelah
78
melakukan peninjuan, Mr. Sang-Gon Kim menyatakan rasa tertariknya untuk
bergabung dalam program pengembangan Pantai Selatan tersebut.
Setelah berbagai proses negosiasi, delegasi DIY bertolak ke
Gyeongsangbuk-Do untuk menandatangani Letter of Intent (Lol) pada Bulan
September 2003. Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Paku Alam IX
selaku Wakil Gubernur DIY dan Gubernur Gyeongsangbuk-Do pada waktu itu,
Lee, Eui Geun. Proses selanjutnya terjadi pada bulan Februari 2004, Gubernur
Gyeongsangbuk-Do menyampaikan keinginannya untuk melakukan kunjungan
balasan ke Yogyakarta pada bulan Maret 2004 guna membicarakan dan
menandatangani kerjasama sister city. Hal tersebut terealisasi bulan Januari
2005 ditandai dengan kunjungan delegasi tim Advance Gyeongsangbuk-Do ke
DIY guna membahas draf MoU.
Penandatanganan MoU dilakukan pada bulan Februari 2005 di Kraton
Yogyakarta, oleh masing-masing gubernur dari kedua belah pihak, yaitu Sri
Sultan Hamengku Buwono X dan Lee, Eui Geun. Kerjasama antara Pemerintah
DIY dengan Provinsi Gyeongsangbuk-Do didasarkan pada berbagai peluang
yang baik di bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan seni, pertanian,
pariwisata, perdagangan, industri dan investasi. Gyeongsangbuk-Do
merupakan provinsi yang kaya dan memiliki kemajuan industri yang pesat.
Selanjutnya Pemerintah DIY menunjuk BPPM DIY dan DP3AKBPMD
Kabupaten Gunungkidul untuk menjadi pelaksana teknis program desa
percontohan. Sementara itu, pihak Provinsi Gyeongsanbuk-Do menunjuk SGF
menjadi pelaksana teknis desa percontohan Saemaul di Indonesia. Untuk
79
memudahkan administrasi di Indonesia, SGF membentuk Yayasan Globalisasi
Saemaul Indonesia (YGSI) sebagai bagian dari SGF yang berada di Indonesia.
Desa Bleberan dipilih dari 144 desa yang diajukan oleh DP3AKBPMD
Kabupaten Gunungkidul. Salah satu latar belakang dipilihnya Desa Bleberan
adalah karena adanya BUMDesa (Pradita, 2018) dan adanya kesamaan
demografi antara Desa Bleberan dengan desa yang ada di Provinsi
Gyeongsanbuk-Do Korea Selatan (Soleh,2018).
Perkembangan ekonomi tumbuh dengan cepat di daerah Gyeongsanbuk-
Do setelah diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 1988. Adapun hal
positif yang dapat diperoleh Pemerintah DIY diantaranya adalah mempelajari
dan meniru sistem pemerintahan daerah Gyeongsangbuk-do, yaitu gerakan
Saemaul Undong yang sukses menghantarkan provinsi ini maju dengan sangat
pesat. Di sisi lain, Yogyakarta adalah provinsi yang juga mampu
mendatangkan keuntungan bagi Gyeongsangbuk-Do dengan nilai-nilai budaya,
sumber daya alam serta sumber daya manusia yang sangat berpotensi untuk
dijadikan rekan dalam sister city.
2. Program Kerjasama yang Terlaksana antara Pemerintah DIY–Gyeongsangbuk-Do
Nilai Saemul Undong menjadi unsur penting dalam kerja sama sister city
antara Pemerintah DIY dan Provinsi Gyeongsangbuk-do. Konsep
pembangunan Saemaul Undong yang ada di Korea pada prinsipnya tidak jauh
berbeda dengan konsep gotong-royong yang ada di Indonesia. Semangat
Saemaul Undong menitikberatkan pada prinsip ketekunan, swadaya, dan
80
kerjasama. Hal inilah yang berhasil membawa Korea Selatan berada di titik
sukses seperti saat ini.
Berdasarkan perjanjian yang telah ditandatangani oleh Pemerintah DIY
dan Gyeongsangbuk-Do dalam Memorandum of Understanding (MoU) pada
Februari 2005, terdapat berbagai program kerjasama yang disepakati, yaitu
dalam bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan seni, pertanian,
pariwisata, perdagangan, industri serta investasi. Akan tetapi, setelah
penandatanganan tersebut, DIY mengalami bencana gempa bumi. Hal ini
berdampak pada tertundanya pelaksanaan kerjasama. Berbagai rencana
kegiatan yang telah disusun oleh tim teknis terpaksa ditunda selama dua tahun
hingga keadaan Yogyakarta pulih kembali. Meski demikian, terdapat beberapa
kerjasama Yogyakarta dan Gyeongsangbuk-Do yang sejauh ini sudah berhasil
terlaksana menurut Surwandono (2017:110-112), yaitu:
1. Pemerintah DIY mengirim 16 orang pada bulan Mei hingga Juni untuk
mengikuti kegiatan Saemaul International Academy 2008 dan 2011 di
Kyungwoon University, Gyeongsangbuk-Do dan mengirim Sdr. Imam,
seorang tenaga PNS dari biro kerjasama untuk mengikuti kursus bahasa
Korea selama 6 bulan di Korea Selatan
2. Pada tahun 2009, mahasiswa dari Korea Selatan melakukan bakti sosial di
bidang kesehatan dalam kegiatan Korean Youth Saemaul Volunteer di
Desa Kampung, Gunungkidul. Kegiatan ini juga sekaligus meresmikan
penggunaan gedung Saemaul di desa tersebut.
81
3. Tahun 2011, Kegiatan bakti sosial oleh para mahasiswa dari Korea Selatan
dalam Korean Youth Saemaul Volunteer kembali diadakan pada 18 hingga
30 Juli 2011 di Desa Karangtalun, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
Yogyakarta.
4. DPRD DIY menerima kunjungan delegasi DPRD Gyeongsangbuk-Do
pada 20 September 2011 dan menghasilkan nota kesepahaman antara
kedua lembaga parlemen daerah tersebut.
5. Fasilitasi kerjasama dan bisnis antara pengusaha di Yogyakarta dan Korea
Selatan yang menghasilkan investasi dari Korea Selatan seperti pabrik
rambut palsu, industri lingerie dan real estate. Para pengusaha yang
berasal dari Korea Selatan dan Pemerintah DIY saling berinteraksi melalui
inisiasi kontak-kontak bisnis.
6. Provinsi Gyeongsangbuk-Do memberikan bantuan dalam bentuk prasarana
fisik, yaitu gedung Saemaul di Desa Kampung, Kecamatan Ngawen,
Kabupaten Gunungkidul yang juga digunakan untuk program
pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di gedung Saemaul tersebut.
Selain kerjasama yang telah dipaparkan dalam poin-poin di atas, pada
tahun 2015, Pemerintah DIY melalui Universitas Gadjah Mada (UGM) dan
Provinsi Gyeongsangbuk-Do melakukan kerjasama. UGM dengan mendirikan
Pusat Studi Tri Sakti dan Saemaul Undong. Saat kegiatan peresmian lembaga
tersebut, dijalin juga kerjasama dengan penandatanganan reafirmasi kerjasama
antara Pemerintah DIY dengan Provinsi Gyeongsangbuk-Do yang mana
penandatanganan reafirmasi ini menandai program Saemaul Undong periode
82
kedua dengan melibatkan 3 desa dari 2 kabupaten sebagai sasaran program,
yaitu Desa Sumber Mulyo di Bantul serta Desa Ponjong dan Desa Bleberan di
Gunungkidul. Kerjasama ini berdurasi 5 tahun dengan di koordinir oleh
Yayasan SGF. Yayasan SGF merupakan lembaga yang dibentuk oleh
Pemerintah Provinsi Gyeongsanbuk-do dalam menyebarkan Saemaul Undong
di berbagai negara berkembang. Awalnya SGF melaksanakan program tahun
2005 berdasarkan inisiatif pemerintah provinsi bersama komunitas Saemaul di
Provinsi Gyeongsangbuk (Ji-ha, 2014).
3. Desa Bleberan Sebagai Desa Percontohan
SGF mulai hadir ke Desa Bleberan di akhir tahun 2015 diawali dengan
komunikasi dengan berbagai instansi Pemerintah DIY mulai dari tingkat
provinsi (BPPM DIY) dan tingkat kabupaten (Dinas P3AKBPM&D). Pada
awalnya SGF meminta kepada dinas terkait untuk merekomendasikan desa
yang bisa dijadikan percontohan program Saemaul Undong seperti di Korea
Selatan. Ada beberapa persyaratan khusus yang diberikan oleh SGF untuk
dijadikan desa percontohan yaitu desa tersebut harus memiliki unit usaha
sebagai pondasi ekonomi desa..
Proses seleksi dalam pemilihan Desa Bleberan dilakukan melalui survei
yang dilaksanakan di awal tahun 2016. Survei yang dibuat oleh Tim SGF fokus
pada potensi desa dari segi ekonominya, sehingga kekuatan BUMDesa-lah
yang menjadi sasaran utamanya. Berdasarkan survei itulah akhirnya ditetapkan
desa yang layak dijadikan percontohan untuk diberdayakan oleh SGF. Dari 144
desa yang diajukan oleh Pemkab Gunungkidul kepada SGF, berdasarkan hasil
83
seleksi dan analisa desa yang dilakukan oleh Tim SGF terpilihlah 2 desa untuk
dijadikan desa percontohan, dan salah satunya adalah Desa Bleberan. Hasil dari
analisa Tim SGF, terpilihnya Desa Bleberan karena dipenuhinya kriteria desa
percontohan (Suharto:2018) yaitu Adanya potensi SDA yang dimiliki desa
seperti pertanian dan wisata alam. Selain itu, sumber daya masyarakat dan
aparatur desa yang sudah mencerminkan sikap gotong-royong dan mulai
partisipatif dalam menerima pihak-pihak dari luar. Adanya keragaman mata
pencaharian dan kesejahteraan masyarakat juga menjadi dasar pertimbangan
SGF dalam memilih Desa Bleberan.
Dilihat dari segi perekonomian desa, BUMDesa “Sejahtera” Bleberan
dianggap oleh Tim SGF sudah berjalan baik. Hal ini dibuktikan dengan
berjalannya unit-unit usaha BUMDesa Bleberan yang bergerak di 3 unit usaha
yaitu unit desa wisata, unit PAB dan unit simpan pinjam. Seiring berjalannya
program SGF, saat ini unit usaha akan diupayakan bertambah yaitu unit sewa
gedung dan unit “BUMDesa-mart”. Berdasarkan laporan laba-rugi tahun 2016,
BUMDesa “Sejahtera” Bleberan memiliki keuntungan sebesar Rp. 208.529.436
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.8 Laporan Laba-Rugi BUMDesa Tahun 2016
Sumber data: Presentasi Profil BUMDesa Bleberan, 2018
No Pendapatan Rp No Biaya Rp
1 Pendapatan Unit Wisata 1.902.082.276 1 Biaya Unit Wisata 1.608.306.2982 Pendapatan Unit PAB 262.949.000 2 Biaya Unit PAB 176.553.3003 Pendapatan Unit UED- 18.581.412 3 Biaya Unit UED SP 3.700.0004 Pendapatan Lain 1.940.000 4 Listrik 9.927.8405 Bunga Bank 1.515.124 5 Rapat-rapat 5.749.550
6 Biaya lain-lain 12.175.000
208.529.4362.187.067.812 Jumlah Biaya 2.187.067.812
Hasil usaha/labaJumlah Pendapatan
84
Dengan memastikan kekuatan dan ketahanan ekonomi desa yang tergambarkan
melalui usaha BUMDesa maka hal tersebut menjadi rujukan Tim SGF dalam
memastikan Desa Bleberan sebagai desa percontohan program Saemaul
Undong di DIY.
4. Realisasi Kerjasama Gerakan Saemaul Undong oleh Saemaul GlobalizationFoundation di Bleberan 2015 – 2018
Reafirmasi kerjasama antara Pemerintah DIY - Provinsi Gyeongsanbuk-do
pada tahun 2015 menandai dimulainya kembali gerakan Saemaul Undong di
Yogyakarta dengan semangat yang lebih baru. Sejak 2015-2018 atau memasuki
tahun ke 3 kerjasama, berbagai kegiatan Saemaul Undong melalui Yayasan
Globalization Saemaul Indonesia (YGSI) terlaksana dengan melibatkan
berbagai lapisan masyarakat dan stakeholder mulai dari daerah provinsi,
kabupaten, kecamatan dan desa yang dapat dirangkum dalam tabel berikut:
Tabel 2.9 Kegiatan SGF di Bleberan 2015-2018
No. Waktu Kegiatan Lokasi Pihak Terlibat1 2 3 4 5
117 Januari2016
Bersih SungaiDusun Tanjung
Sungai DusunTanjung
Masyarakat Dusundan relawan SGF
2Februari2016
Perwakilan danKampanye DesaRamah anak danPerempuan
Balai DesaBleberan
BPMPKB GK,Masyarakat DesaBleberan
321-23Maret2016
PelatihanPenguatanKapasitasGapoktan danpengenalanpertanian organik
P4S AmulatKWT, Taruna Tani,DPTPH GK,BP2KP GK,
85
1 2 3 4 5
44-5 April2016
PelatihanPemanfaatanBarang Bekasbagi PKK danGuru PAUD
Balai DesaBleberan
PKK, PAUD,Praktisi Sampah,SGF, Penabulu,
526-27 Juli2016
Pelatihanpembuatan pakanternak
P4S AmulatBP3K, PPL Kec.Playen, SGF
621-28 Juli2016
KunjunganRelawan Sosial Didesa PercontohanSaemaul
Sumbermulyodan Bleberan
TK, SGF, Relawanmahasiswa,
710-11Agustus2016
PelatihanPembuatanMakananBerbahan DasarLokal
Balai DesaBleberan
PKK, KWT, BP3K,PPL Playen,
817Oktober2016
SosialisasiRelawan BaruSGF
BleberanKepala Desa,Pengurus PABBumdes,
912, 15Januari2017
Kerjabaktiperbaikan fasilitasLingkunganramah anak Desa
Bleberan YGSI, Masyarakat
1021 Maret2017
Pelatihanpegolahanmakanan darisumber lokal
Bleberan YGSI, PKK,
1130 Mei2017
Penandatanganandan pembangunanGSG SaemaulBleberan
Balai DesaBleberan
Relawan SGF,Pemdes Bleberan,Sekcam Playen,DP3AKBPMD GK,Tokoh desaBleberan,
1220 Juli2017
Pemasanganjaringan listrikPAB BUMDesa
Balai DesaBleberan
Pemdes, SGF,BUMDesa,
1310September2017
SurveiPengembanganBudidaya Jamur
Desa Bleberan
Praktisi DesaWisata Bisnis HalalRambe anak,Pelaku budidayajamur,
86
1 2 3 4 5
1412-13September2017
PelatihanPemanfaatanLahan PekaranganDesa Bleberan
Desa Bleberan
PPL Pertanian GK,PraktisiPembenihansayuran,
1514September2017
Penanaman TiangListrik PABBUMDesa
Desa BleberanPemdes, SGF,BUMDES,
163 Januari2018
PeresmianJaringan ListrikPAB BUMDesa
Desa Bleberan
Camat Playen,Pemerintah Desa,BUMDesa, TPKPAB DesaBleberan, KepalaDP3AKBPMD,Direktur SGF.
1721Februari2018
Peresmian GSGSaemaul DesaBleberan
Desa Bleberan
AsistenKeistimewaan DIY,BupatiGunungkidul,Relawan SGF,Pemerintah DesaBleberan.
18Maret2018
PersiapanBudidaya JamurTiram
Desa Bleberan
Kelompok PKK,KWT, KarangTaruna DesaBleberan
1924 April, 4Mei 2018
Sekolah LapangKelompok GreenHouse
Desa Bleberan
Penyuluh PertanianGunungkidul,Anggota PKK danKWT Bleberan
206 Juni2018
Rapat JaringanKantor BPPMDIY
Perwakilan BPPMDIY, BKPM DIY,DP3AKBPMDGunungkidul,DPPKBPMDBantul, KecamatanPonjong, Playen,Bambanglipuro,PSTS UGM,Pemerintah DesaBleberan, Ponjong,Sumbmulyo, StafYGSI.
87
1 2 3 4 5
21 Juli 2018Program BudidayaJamur
Desa Bleberan
Tim ahli jamur“Sedyo Lestari”,Mina Jamur GK,PKK, KWT DesaBleberan
2228Agustus2018
Studi BandingAgro WisataJejamuran Sleman
Sleman
Tim Ahli Jamur,PKK, KWT, StafYGSI, timJejamuran Sleman.
2322September2018
Pelatihan OlahanMakananBerbahan dasarJamur
Desa Bleberan
Mitra tim ahlijamur, PKK, KWT,Karang Taruna,Tim YGSI.
2426September2018
Kunjungan BKPMDIY ke DesaBleberan
Desa Bleberan
BKPM DIY,Pemerintah Desa,Tim SGF,kelompok jamur,tim PAB, kelompokgreen house
257-9Agustus2018
Evaluasi danPerencanaanProgrampartisipatif
Kulonprogo
Staf YGSI, YayasanPenabulu,perwakilankelompokGapoktan, KWT,PKK, Karangtaruna, BPD,BUMDesa,Pemerintah desa,
Sumber data : Laporan berkala SGF 2015-2018
Dari tabel di atas, gerakan Saemaul Undong melalui SGF sudah terlaksana
sejak bulan Januari 2016 diawali dengan memantik kepedulian masyarakat
Desa Bleberan melalui kegiatan bersih sungai yang melibatkan warga berbagai
dusun dan relawan SGF. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan lain dalam
pelaksanaan kegiatan melibatkan berbagai pihak baik lembaga maupun
perseorangan, diantaranya dari dinas terkait di DIY dan Gunungkidul,
Kecamatan Playen, Pemerintah Desa Bleberan, lembaga-lembaga desa,
88
masyarakat Desa Bleberan, praktisi perguruan tinggi serta LSM. Pelibatan
lembaga-lembaga tersebut sesuai dengan semangat gotong-royong yang
menjadi ciri khas dari Saemaul Undong.
155
Daftar Pustaka
Buku, Jurnal.
Adisasmita, Rahardjo., 2006. Membangun Desa Partisipatif, Yogyakarta :Graha Ilmu
Ahmad, Jamaluddin. 2015. Metode Penelitian Administrasi Publik Teori danAplikasi. Yogyakarta : Gava Media.
Arifin, Anwar. 1989. Strategi Komunikasi. Bandung : Armico.
Asariansyah, Muhammad Faisal. Choirul,Saleh. Stefanus, Pani Rengu. 2016.Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerataan Pembangunan. Malang:Jurusan Administrasi Publik Universitas Brawijaya.
Bimantoro. Bryan. 2017. Faktor-Faktor Korea Selatan Menerapkan ‘GerakanSaemaul Undong’ Sebagai Paradigma Alternatif Pembangunan.Yogyakarta : UMY.
Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia,Edisi kedua, Jakarta : Balai Pustaka
Eko, Sutoro, Titik Istiyawatun Khasanah, Dyah Widuri, Suci Handayani, NinikHandayani, Puji Qomariyah, Sahrul Aksa, Hastowiyono, Suharyanto,Borni Kurniawan. 2014, Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta :Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD).
Eko, Sutoro. 2004. Reformasi Politik dan pemberdayaan Masyarakat,Yogyakarta: APMD Press.
Erani Yustika, Ahmad. 2015. Indeks Desa Membangun. Jakarta : KementerianDesa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Hikmat, Harry.2001.Strategi Pemberdayaan Masyarakat , Bandung : Humaniora.
Hong, Seunghoon. 2017. Praktek Saemaul Undong di Indonesia dan KerjasamaSister Province Gyeongsangbuk-Do–Daerah Istimewa Yogyakarta (Studikasus Community Development oleh Saemaul Globalization Foundationdi desa Ponjong Kabupaten Gunungkidul DIY). Yogyakarta : UGM.
156
Hutomo, Mardiyatmo. 2009. Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi: Tinjauan Teoritis dan Implementasi. Jakarta : Bappenas.
Hyeon, J. S. 2015. Saemaul Undong A Hope for The World. Gumi City: SaemaulGlobalization Foundation.
Kartasasmita. Ginanjar.1996. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunanyang berakar pada Masyarakat. Jakarta : Bappenas.
Korean Overseas Information Center. 1983. Facts About Korea. Seoul : KoreanOverseas Information Center
Kusuma, Gabriella Hanny. Nurul. Purnamasari. 2016. BUMDES: KewirausahaanSosial yang Berkelanjutan (Analisis Potensi dan Permasalahan yangdihadapi Badan Usaha Milik Desa di Desa Ponjong, Desa Bleberan, danDesa Sumbermulyo). Yogyakarta : Penabulu Foundation.
Lestari, Indah. 2016. Kerjasama Pembangunan Korea Selatan di Vietnam dalamPengembangan Area Pedesaan Melalui Model Saemaul Undong. Global:Jurnal Politik Internasional Vol. 18 No. 2 Hlm. 177-20. Jakarta:Universitas Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT RemajaRosdakarya.
Mondong, Hendra. 2011. Peran Pemerintah Desa Dalam MeningkatkanPartisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Medan : USU
Pusat Studi Saemaul Undong. 2018. Proceedings : International Conference ofSaemaul Undong Implementation for Social Empowerment in Indonesia.Yogyakarta : Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Rahardjo, Mudjia. 2017. Studi Kasus Dalam Penelitian Kualitatif: Konsep DanProsedurnya. Malang : Program Pascasarjana Universitas Islam NegeriMaulana Malik Ibrahim Malang
Saemaul Academy Kyungwon University. 2008. Panduan Saemaul Undong diabad 20. Gyeongsangbuk-do: Akademi Saemaul Universitas Kyungwon.
Soetomo. 2015. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiri, Lasiman. 2010. Peranan Pemerintah Daerah Dalam PemberdayaanMasyarakat. Metro : Jurusan Administrasi Negara STISIPOL DharmaWacana Metro
157
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :Alfabeta.
Suharto. Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: KajianStrategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.Bandung : PT Refika Aditama.
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.Yogyakarta : Gava Media.
Sumodiningrat.Gunawan.1999. Pemberdayaan Masyarakat dan JaringanPengaman Sosial, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Surwandono,Dkk. 2017. Bunga Rampai Hubungan Internasional MasaKini.Yogyakarta : Magister Ilmu Hubungan Internasional, UMY
Taliziduhu, Ndraha. 2003. Kronologi ; Ilmu Pemerintahan Baru. Jakarta : DireksiCipta
Usman.Sunyoto.2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Widjaja. 2004. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat danUtuh. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Winardi, 2000. Kepemimpinan dalam Managemen. Jakarta : Rineka Cipta
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan: SebuahPengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : PT.Elek Media Komputindo.
Peraturan dan Undang- Undang
Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang
Baik- Bappenas, (2007), Modul Penerapan Prinsip – Prinsip Tata
Pemerintahan yang Baik. Jakarta : Bappenas.
Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
158
Laporan, Dokumen Desa
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. 2017. LPPD. Yogyakarta: Pemdes
Bleberan
Monografi Desa Bleberan. 2016. Monografi. Yogyakarta: Pemdes Bleberan
Profil Desa Bleberan. 2016. Profil. Yogyakarta: Pemdes Bleberan
Internet
http://bleberan-playen.desa.id/index.php/first/index/3 diakses pada 9 Juli 2018
pukul 19.40
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/07/16/1483/persentase-penduduk-
miskin-maret-2018-turun-menjadi-9-82-persen.html diakses pada 1 Agustus 2018
pukul 22.00
http://www.fiskal.kemenkeu.go.id/dw-konten diakses pada 31 Januari 2019
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/12/10/1536/hasil-pendataan-potensi-
desa--podes--2018.html diakses pada 31 Januari 2019