Post on 30-Oct-2014
description
SKENARIO A BLOK 16
Diego, anak laki-laki, usia 30 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa
bicara dan tidak bisa duduk diam. Diego hanya bisa mengoceh dengan kata-kata
yang tidak dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain. Bila dipanggil sering kali
tidak bereaksi terhadap panggilan. Diego juga selalu bergerak kesana kemari
tanpa tujuan. Senang bermain dengan bola, tetapi tidak suka bermain dengan anak
lain.
Diego anak pertama dari ibu usia 34 tahun. Lahir spontan pada kehamilan
38 minggu. Selama hamil ibu Diego pernah mengalami demam dan sering
mengonsumsi daging mentah tetapi periksa kehamilan dengan teratur ke SpOG.
Riwayat persalinan : lahir langsung menangis. Berat badab waktu lahir 3.500
gram. Diego bisa tengkurap pada usia 6 bulan, berjalan pada usia 12 bulan, tidak
ada riwayat kejang, dan tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini.
Pemeriksaan Fisis dan Pengamatan :
Berat badan 17 kg, tinggi badan 92cm, lingkaran kepala 50 cm. Tidak ada
gambaran dismorfik. Anak sadar, tetapi tidak mau kontak dan tersenyum kepada
pemeriksa. Tidak mau menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak
kesana kemari tanpa tujuan.
Ketika diberikan bola, dia menyusun bola-bola secara berjejer, setelah selesai lalu
dibongkar. Kemudian disusun berjejer lagi, dan dilakukan berulang-ulang.
Tidak ada gerakan-gerakan aneh yang diulang-ulang. Tidak mau bermain dengan
anak lain. Bila memerlukan bantuan, dia menarik tangan ibunya untuk melakukan.
Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif). Tidak melihat ke benda yang ditunjuk.
Tidak bisa meunjuk benda yang ditanya oleh orang lain.
Pemeriksaan fisik umum, neurologis dan laboratorium dalam batas normal.
Tes pendengaran normal.
1
I. Klarifikasi Istilah
1. Dismorfik : kelainan pada perkembangan morfologi/ keadaan
dengan bentuk morfologi yang berbeda
2. Imajinatif : mempunyai/menggunakan imajinasi ; bersifat
khayal
3. Mengoceh : berkata-kata yang bukan-bukan ; meracau ;
berceloteh
4. Lahir spontan : kelahiran normal dimana janin dikeluarkan ke
dunia luar
II. Identifikasi Masalah
1. Diego, anak laki-laki, usia 30 bulan, dibaawa ke klinik karena belum
bisa bicara dan tidak bisa duduk diam.
2. Keluhan tambahan:
a. Mengoceh tidak jelas
b. Tidak bereaksi pada panggilan
c. Bergerak kesana kemari tanpa tujuan
d. Suka bermain bola, tetapi tidak suka bermain dengan anak lain.
3. Ibu diego , hamil diego umur 34 tahun, lahir spontan pada kehamilan
38 minggu. Selama hamil ibu Diego pernah mengalami demam dan
sering mengonsumsi daging mentah tetapi periksa kehamilan dengan
teratur ke SpOG.
4. Pemeriksaan Fisis dan Pengamatan :
a. Tidak mau kontak mata
b. Tidak mau tersenyum
c. Tidak mau menoleh ketika dipanggil namanya
d. Selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan
e. Suka menyusun dan membongkar bola secara berulang
f. Tidak mau bermain dengan anak lain
g. Menarik tangan ibu saat memerlukan bantuan
h. Tidak bisa bermain pura-pura
2
i. Tidak melihat ke benda yang ditunjuk
j. Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain
III. Analisis Masalah
1. Bagaimana perkembangan normal anak sampai usia 30 bulan?
Sintesis
2. Apa saja yang menyebabkan anak 30 bulan:
a. Belum bisa berbicara ?
Gangguan pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar
pembicaraan disekitarnya. Terdapat beberapa penyebab gangguan
pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan
Kelainan organ bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan
mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing
(palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau
kelainan laring.
Retardasi Mental
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak
dibandingkan anak lain seusianya. Redartasi mental merupakan
penyebab terbanyak dari gangguan bahasa. Pada kasus redartasi
mental, keterlambatan berbahasa selalu disertai keterlambatan
dalam bidang pemecahan masalah visuo-motor.
Genetik herediter dan kelainan kromosom
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua.
Biasanya juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat
kecil. Biasanya keterlambatan. Menurut Mery GL anak yang lahir
dengan kromosom 47 XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum
usia 2 tahun dan membutuhkan terapi bicara sebelum usia
prasekolah. Sedangkan Bruce Bender berpendapat bahwa
3
kromosom 47 XXY mengalami kelainan bicara ekpresif dan
reseptif lebih berat dibandingkan kelainan kromosom 47 XXX.
Kelainan sentral (otak)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk
menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan
kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering
menggunakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada
pantomim. Pada usia sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan
belajar.
Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena
autism. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada
anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan
dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi
sosial.
Deprivasi Lingkungan
Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari
lingkungannya. Apakah stimulasi yang kurang akan menyebabkan
gangguan berbahasa? Penelitian menunjukkan sedikit
keterlambatan bicara, tetapi tidak berat. Bilamana anak yang
kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang makan
atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena
penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan
saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak.
Pada kasus: penyebabnya adalah autisme
b. Tidak dapat duduk diam ?
Autis
Autis tak khas
Attention Deficit and hyperactive disorder
4
c. Tidak bereaksi terhadap panggilan ?
Autis
Autis tidak khas
Gangguan pendengaran konduksi dan sensorineuronal
Gangguan lobus temporalis
Developmental motorik aphasia
Develonmpental word deafness
d. Tidak suka bermain dengan anak lain?
Autis
Autis tak khas
Gangguan antisocial
Sindrom Asperger
Rett syndrome
3. Apakah hubungan ibu yang pernah demam dan suka makan daging
mentah saat kehamilan dengan kondisi Diego sekarang?
Demam
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tim dari Denmark dan Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS yang menganalisa
lebih dari 97.000 anak berusia 8-14 tahun yang lahir di Denmark
antara tahun 1997 dan 2003. Para ibu yang menderita demam
selama seminggu sebelum trisemester tiga, risikonya memiliki
anak autis naik tiga kali lipat.
4. Apa interpretasi pemeriksaan fisis dan pengamatan?
Hasil Pengamatan Interpretasi
Anak tidak mau kontak mata dan tersenyum
kepada pemeriksa
Gangguan dalam perilaku non-verbal
sebagai bentuk interaksi social timbal-balik
Tidak menoleh ketika dipanggil namanya Gangguan interaksi sosial
Anak selalu bergerak kesana-kemari tanpa Gerakan motorik yang streotipik dan
5
tujuan berulang, hiperkinetis
Menyusun bola secara berjejer, setelah
selesai dibongkar, lalu disusun lagi, lalu
dibongkar lagi, begitu seterusnya
Anak memiliki cara bermain yang berbeda
dengan anak pada umumnya, dimana
aktivitas dan permainannya kaku,
berulang, dan monoton
Tidak mau bermain dengan anak lain Gangguan kualitatif pada interaksi sosial
Menarik tangan ibu tiap kali perlu bantuan Gangguan komunikasi dan berbahasa
Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif) Gangguan dalam hal permainan imajinatif
Tidak melihat benda yang ditunjuk, tidak
bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh
orang lain
Gangguan interaksi social timbal-balik
5. Apa diagnosis banding kasus ini?
6. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus ini?
Pemeriksaan neurogis
6
Pemeriksaan THT
Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Pemeriksaan fisik
MRI,CT Scan
EEG(elektro encepalogram)
7. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan apa diagnosis kerja kasus
ini?
DSM IV
A. Harus ada total 6 (atau lebih) hal dari (1),(2) dan (3), dengan
minimal dua dari (1) dan masing-masing satu dari ( 2 ) dan (3):
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, yang
dimanifestasikan dengan setidak-tidaknya dua dari hal berikut:
a. Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan beberapa
perilaku non verbal seperti tatapan langsung, ekspresi
wajah, postur tubuh dan gestur untuk mengatur interaksi
sosial.
b. Gagal untuk mengembangkan hubungan teman sebaya yang
sesuai menurut tahap perkembangan
c. Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan,
minat, atau pencapaian dengan orang lain (misalnya, tidak
memamerkan, membawa, atau menunjukkan benda yang
menarik minat).
d. Tidak ada timbal balik sosial atau emosional.
Pada kasus:
- Tidak suka bermain dengan anak lain
- Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan
- Tidak melihat ke benda yang ditunjuk
(2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi seperti yang
ditunjukkan sekurang-kurangnya satu dari berikut:
7
a. Keterlambatan dalam, atau sama sekali tidak ada,
perkembangan bahasa ucapan
b. Pada individu dengan bicara yang adekuat, gangguan jelas
dalam kemampuan untuk memulai atau mempertahankan
percakapan dengan orang lain
c. Pemakaian bahasa atau bahasa idiosinkratik secara
stereotipik dan berulang
d. Tidak adanya berbagai permainan khayalan atau permainan
pura-pura sosial yang spontan yang sesuai menurut tingkat
perkembangan
Pada kasus:
- Belum bisa bicara,hanya bergumam
- Tidak bisa bermain pura-pura
(3) Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang, dan
stereotipik, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya satu dari:
a. Preokupasi dengan satu atau lebih pola minat yang
stereotipik dan terbatas, yang abnormal dalam intensitas
maupun fokusnya
b. Ketaatan yang tampak tak fleksibel terhadap rutinitas atau
ritual spesifik dan non fungsional
c. Manerisme motorik stereotipik dan berulang
Pada kasus:
- Fokus bermain dengan bola
- Suka menyusun balok,membongkar dan mengulanginya
B. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun
minimal padasalah satu bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan
bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan imajinatif.
8
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif
Masa Anak
PPDGJ – III
Diagnosis multiaksial :
Axis 1 : F 84.0 autisme masa kanak
Axis 2 : R 46.8 ditunda, lakukan tes IQ saat umur 6 tahun, untuk
mengetahui apakah Diego RM atau tidak
Axis 3 : tidak ditemukan
Axis 4 : tidak ditemukan
Axis 5 : 0
Diagnosis kerja : Autis Masa Kanak
8. Bagaimana epidemiologi kasus ini?
Menurut data dari Unesco pada tahun 2011, terdapat 35 juta orang
penyandang autisme di seluruh dunia. Rata-rata, 6 dari 1000 orang
di dunia telah mengidap autisme. Di indonesia, perbandingannya 8
dari setiap 1000 orang.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan penyandang Autisme
ialah 4 : 1.
9. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini?
Pada 80-90% kasus autis tidak diketahui penyebabnya
Faktor resiko:
o Faktor psikodinamika dan keluarga
o Faktor organik-neurologis-biologis
o Faktor genetik
o Faktor imunologis
o Faktor perinatal
o Faktor neuroanatomi
o Faktor temuan biokimiawi
9
10. Apa saja manifestasi klinis kasus ini?
Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
Tidak peka terhadap rasa sakit
Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.
Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda
Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)
Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata
10
Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin
Tidak peduli bahaya
Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)
Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi
Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli
Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa
Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas
Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)
11. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
Sintesis
11
12. Apa komplikasi kasus ini?
Self injury
Gangguan sosial, komunikasi dan perilaku yang menetap
13. Bagaimana prognosis kasus ini?
Bonam
14. Bagaiman preventif kasus ini?
Sintesis
15. Apa KDU kasus ini?
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan
mampu menindaklanjuti sesudahnya
IV. Hipotesis
Diego, anak laki-laki, 30 bulan, mengalami gangguan komunikasi,
interaksi dan perilaku karena mengalami Autis Spectrum Disorder
(Autisme Masa Kanak)
V. Kerangka Konsep
12
Diego, laki-laki, 30 bulan,
tidak bisa berbicara dan
tidak bisa duduk diam
Mengalami gangguan
perilaku, komunikasi,
interaksi sosial
Berdasarkan PPDGJ III,
Diego menyangdang autis
Ibu pernah demam dan
sering mengkonsumsi
dagig mentah selama
hamil
Faktor
Resiko
VI. Sintesis
A. Perkembangan Normal Anak
1. Perkembangan Bahasa
13
2. Perkembangan Motorik
Umur Motor Behavior Adaptive
1 bulan Kepala merebah, tonic neck reflex,
tangan mengepal.
Melihat sekitarnya, tracking eye
movement ada tapi terbatas.
4 bulan Kepala tak merebah lagi, letak
simetris, tangan terbuka.
Tracking eye movement baik,
menggenggam benda yang diberikan
padanya.
7 bulan Duduk dengan sokongan kedua
tangan, memegang kubus, melihat
dan menyentuh kancing.
Memindahkan kubus dari satu tangan
ke tangan yang lain.
10 bulan Duduk tanpa sokongan tangan,
merangkak hingga berdiri.
Bermain dengan 2 kubus, yang satu
disentuhkan dengan yang lain
1 tahun Berjalan dengan bantuan, duduk
bersila. Mengetahui arti kancing,
memasukan dan mengambilnya
dari botol.
Memindahkan kubus kedalam cangkir.
1,5 tahun Berjalan tanpa jatuh. Duduk sendiri
di kursi kecil. Menyusun tumpukan
dengan 3 kubus.
Mengeluarkan kancing dari botol.
Meniru coretan garis lurus.
2 tahun Berlari.
Menyusun tumpukan dari 6 kubus.
Meniru coretan garis lingkaran.
3 tahun Berdiri dengan 1 kaki tanpa jatuh.
Membuat tumpukan dari 10 kubus.
Membuat jembatan dengan 3 kubus.
Meniru gambar silang.
4 tahun Berjinjit. Membuat pintu gerbang dengan 5
kubus. Menggambar orang.
5 tahun Berjinjit dengan kaki bergantian. Dapat menghitung 10 sen.
( Ilmu Kesehatan Anak FK UI)
Saat lahir Ekstremitas, leher, mulut, lidah bergerak secara otomatis
1 bulan Melihat sekeliling dengan gerakan mata menggerakkan
14
ekstremitas, leher di dalam gerakan masal
3 bulan Memejamkan mata terhadap cahaya terang
Menengok ketika mendengar bunyi
Pada sikap telungkup dengan menekan ke bawah dengan
lengan mengangkat kepala, badan ketika ditegakkan
menahan kepala tegak meskipun belum stabil
6 bulan Pada sikap terlentang, mengangkat kepala
Berguling-guling
Memindahkan benda yang dipegang dari 1 tangan ke
tangan lain
Memungut benda-benda kecil, memasukkan benda yang
dipegang ke dalam mulut
9 bulan Duduk
Merangkak
Berdiri berpegangan
Memungut benda kecil dengan telunjuk dan ibu jari
1 tahun Berjalan dengan dituntun atau sendiri
Dapat berputar-putar ketika duduk
Melempar benda-benda yang dipegang
1,5 tahun Ketika berdiri melempar bola tanpa jatuh
Menendang bola tanpa jatuh
2 tahun Lari tanpa jatuh
Mengambil benda di tanah tanpa jatuh
3 tahun Melompat dengan 2 kaki
Berjalan jinjit
Berjalan mundur 2,3 langkah
Membuka kancing baju
Memegang pinsil
4 tahun Dapat mencuci muka sendiri
Berdiri pada 1 kaki
5 tahun Melompat dengan kaki kiri, kanan bergantian
15
Melompat jauh
Berjingkat
Mengancingkan baju
Bergerak mengikuti irama
6-7 tahun Mengikat tali sepatu
7-8 tahun Menyisir rambut
(Markan, S. 2009. Dasar-Dasar Neuropsikologis Klinis. Jakarta: Sagung Seto)
3. Perkembangan Sosial
Umur Status Interaksi Sosial Tindakan
0-1 bulan Belum ada Menangis & Diam, dipengaruhi oleh stimuli
eksternal
Dapat melihat wajah orang.
2-4 bulan Awal reaksi social Tertawa dan tersenyum bila melihat wajah orang.
Bermain dengan tangan dan pakaian, mengenal
botol dan bersiap-siap untuk makan.
5-6 bulan Kontak sosial aktif Minta perhatian ortu dengan membuat suara atau
menyentuh ortu.
8-12
bulan
Perkembangan social
aktif
Membedakan wajah marah & tidak dengan
memalingkan muka. Membedakan suara.
Bertindak ramah pada orang yang dikenal, dan
malu pada orang yang belum dikenal.
1-2 tahun Penyempurnaan social
aktif
Anak mencari mengharapkan ada teman bermain,
mencari teman sebaya.
Memberikan mainan bila diminta.
2-4 tahun Masa membangkang Anak berulang-ulang mengatakan “saya mau”
dan akan marah bila tidak terpenuhi.
Sudah mulai mengerjakan tugas yang diberikan
oleh ortunya.
5-6 tahun Masa adaptasi Anak mulai menyesuaikan diri dengan
lingkungan, krn pd masa ini terdapat
perkembangan kesadaran kewajiban dan
16
pekerjaan.
> 6 tahun Masa berpikir dan emosi Anak mulai malas bekerja (harus dirangsang).
Anak mulai tahu membenci dan menyanyangi
orang lain, serta menilai sikap lingkungan
terhadapnya.
> 9 tahun Masa mandiri Anak sedikit mulai menetang pimpinan dan
mencari jalannya sendiri.
( Ilmu Kesehatan Anak FK UI)
B. Autisme Masa Kanak
1. Definisi
Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh
adanya kelainan dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia
3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang: interaksi sosial,
komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang.
2. Epidemiologi
Prevalensi :
2-5 kasus per 10.000 anak (0,02-0,05%) dibawah usia 12
tahun
25% pada anak usia 1 tahun
50% pada anak usia 2 tahun
25% pada anak usia > 2 tahun
Distribusi jenis kelamin
♂ : ♀ = 3-5 : 1
Anak perempuan yang memiliki gangguan autistik cenderung
terkena lebih serius dan kebih mungkin memiliki riwayat
keluarga gangguan kognitif dibandingkan anak laki-laki
Tidak ada hubungan dengan ras, etnis, dan social ekonomi
3. Etiologi
Etiologi pada 80-90% kasus autis tidak diketahui penyebabnya.
- Faktor psikodinamika dan keluarga
17
Tidak ada bukti memuaskan yang menyatakan bahwa jenis
tertentu fungsi keluarga yang menyimpang atau kumpulan factor
psikodinamika yang menyebabkan perkembangan gangguan
autistic. Namun demikian, beberapa anak autistic berspon
terhadap stressor psikososial, seperti kelahiran seorang adik atau
pindah kerumah baru, dengan eksaserbasi gejala.
- Kelainan organic-neurologis-biologis
Gangguan autistic dangejala autistic berhubungan dengan
kondisi yang memiliki lesi neurologis, terutama rubella
congenital, fenilketinuria, sklerosis tuberosus, dan gangguan
Rett.
Empat sampai 32 % orang sutistik memiliki kejang grand mal
pada suatu saat kehidupannya, dan kira-kira 20 sampai 25 %
orang autistic menunjukkan pembesaran ventrikuler pada
pemeriksaan tomografi computer. Pemeriksaan MRI
menemukan hipoplasia pada lobules vermal VI dan VII
serebelar, dan penelitian MRI lain menemukan abnormalitas
kortikal, terutama polimikrogria, pada beberapa pasien autistic.
- Faktor genetika
Dalam beberapa penelitian, antara 2 dan 4 persent sanak saudara
orang autistic ditemukan terkena gangguan autistic. Laporan
klinis dan penelitian menyatakan bahwa anggota keluarga
nonautistik memiliki berbagai masalah bahasa atau kognitif
lainnya yang sama dengan orang autistic tetapi dalam bentuk
yang kurang parah.
- Faktor imunologis
Beberapa bukti menyatalak inkompatibilitas antara ibu dan
embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan autistic.
Limfosit beberapa anak autistic bereaksi dengan antibody
maternal, yang meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan
18
neural embrionik mungkin mengalami kerusakan selama
kehamilan.
- Faktor Perinatal
Selama gestasi, perdarahan maternal setelah trisemester pertama
dan mekonium dalam cairan amnion telah dilaporkan lebih
sering ditemukan pada anak autistic dibandingkan populasi
umum. Beberapa bukti menyatakan tingginya insidensi
pemakaian medikasi selama kehamilan oleh ibu dari anak
autistic.
- Temuan Neuroanatomi
Lobus temporalis diperkirakan sebagai bagian penting dalam
otak yang mungkin abnormal dalam gangguan autistic. Temuan
lain pda gangguan autistic adalah penuruanan sel purkinje di
serebelum, kemungkinan menyebabkan kelainan atensi,
kesadaran, dan proses sensorik.
- Temuan biokimia
Pada beberapa anak autistic, peningkatan homovanillic acid
(suatu metenolit utama dopamine) dalam cairan serebrospinalis
adalah disertai dengan peningkatan penarikan diri dan
stereotipik. Beberapa bukti menyatakan keparahan gejala
menurun saat rasio 5-hydroxyindoleacettic acid (5-HIAA,
metabolit serotonin) cairan serebrospinal terhadap homovallinic
acid cairan serebrospinalis meningkat.
Faktor Risiko
- Toksoplasmosis
- Perdarahan antenatal
- Hiperemisis gravidarum
- Berat badan lahir rendah
- Trauma lahir
- Asfiksia
19
- Kejang demam
- Mump, Measles, dan Rubella (MMR)
4. Manifestasi Klinis
Interaksi sosial (minimal ada 2)
komunikasi non verbal(eye contact,gesture dan ekspresi wajah)
Peer relationship(hubungan dengan anak-anak sebaya)
Spontanious sharing(pointing dan showing)
Tindakan timbale balik(social/emotional reciprocity)
Pada kasus:
e. Tidak suka bermain dengan anak lain
f. Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan
g. Tidak melihat ke benda yang ditunjuk
Komunikasi (minimal ada 1)
Impair conversation skill
Penggunaan bahasa yang atipikal dan berulang serta
stereotipikal (echolalia, pronoun reversal)
Kurang bisa melakukan symbolic play dan social imitation
Pada kasus
Belum bisa bicara,hanya bergumam
Tidak bisa bermain pura-pura
Keterbatasan minat dan aktivitas (minimal ada 1)
Terfokus pada satu minat dan suka menyusun suatu object
Fokus pada bagian-bagian dari suatu objek (seperti roda pada
mobil-mobilan)
Kepatuhan atau ketertarikan untuk rutinitas yang non fungsional
Repetitive motor mannerism (self stimulatory behavior)
Pada kasus
Fokus bermain dengan bola
Suka menyusun balok,membongkar dan mengulanginya
Berlari tanpa alasan yang jela
5. Tatalaksana
20
- Untuk dokter umum, apabila mencurigai/ menegakkan diagnosa
autistik mempunyai kewajiban untuk merujuk ke spesialis anak
(ahli tumbuh kembang anak)
- Medikamentosa
Adanya abnormalitas anatomi dan kimia otak pada penyandang
autisme.
Pemberian haloperidol(Haldol) menurunkan gejala
perilaku(hiperaktivitas, stereotipik, menarik diri,
kegelisahan, hubungan objek abnormal, iritabilitas, dan
afek yang labil) dan mempercepat proses belajar.
Fenfluramine (Pondimin) menurunkan kadar serotonin
darah
Naltroxone (Trexan) antagonis opiat yang(sedang
diteliti) diharapkan dapat menurunkan gejala autistik
Lithium (Eskalith) menurunkan perilaku agresif /
melukai diri sendiri
- Psikoterapi
Tujuan :
Meningkatkan perilaku prososial
Perilaku sosial dapat diterima
Menurunkan gejala perilaku yang aneh
Memperbaiki komunikasi verbal dan nonverbal
Bertahan hidup mandiri ketika dewasa
Jenis-jenis :
Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah
dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan
autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan
khusus pada anak dengan memberikan positive
reinforcement (hadiah/pujian).
Terapi Wicara
21
Anak yang mengalami hambatan bicara dilatih dengan
proses pemberian reinforcement dan meniru vokalisasi
terapis,terapi bicara dalam upaya meningkatkan
kemampuan komunikasi anak autis.
Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan
dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku
dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pensil dengan
cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan
menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam
hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih
mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.
Terapi Fisik /fisioterapi
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif.
Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan
perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya
kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus.
Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak
menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki
keseimbangan tubuhnya.
Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme
adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak
anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan
berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama
ditempat bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan
memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan
teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya
Terapi Bermain
22
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik
membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain
dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara,
komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain
bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik
tertentu.
Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya
seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak
heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku
negatif tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak
tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental
Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan.
Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat
perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan
sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan
berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih
mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual
learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai
untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui
gambar-gambar, misalnya dengan metode dan PECS
(Picture Exchange Communication System). Beberapa
23
video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan
ketrampilan komunikasi.
Penanganan Biomedis
Diperkenalkan oleh Paul Shattock, PhD dariuniversitas
Sunderland, Inggris. Hasil penelitian: anak ASD tidak dapat
mencerna casein (protein susu) dan gluten (protein gandum)
dengan sempurna sehingga menjadi peptide yang efeknya
seperti opioid. Tujuan : memperbaiki metabolisme tubuh dengan
mengatur pola makan. Pemeriksaan sebelum melakukan diet
dapat dilakukan pemeriksaan berikut :
Urin : jumlah peptide
Feses : jamur, bakteri, pencernaan
Darah : alergi makanan, sistem kekebalan tubuh
Rambut : logam berat
- Diet
Diet tanpa gluten dan tanpa kasein
Berbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan
gangguan autisme. Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet
tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan
minuman yang mengandung gluten dan kasein.
Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga
“rumput” seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley.
Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu
dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu.
Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan
menyebabkan masalah yang serius/memicu timbulnya gejala.
Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan
pokok orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung
gluten. Beberapa contoh resep masakan yang terdapat pada situs
Autis.info ini diutamakan pada menu diet tanpa gluten dan tanpa
kasein. Bila anak ternyata ada gangguan lain, maka tinggal
24
menyesuaikan resep masakan tersebut dengan mengganti bahan
makanan yang dianjurkan. Perbaikan/penurunan gejala autisme
dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu antara 1-
3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet
tersebut tidak ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok
dan anak dapat diberi makanan seperti sebelumnya.
Makanan yang dihindari adalah :
Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan
minuman yang dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya
roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni,
spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.
Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant,
saus tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga
menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu
hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya.
Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya,
es krim, keju, mentega, yogurt, dan makanan yang
menggunakan campuran susu.
Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti
sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap,
dan sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi
anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe
menggunakan fermentasi ragi.
Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam
kaleng.
Makanan yang dianjurkan adalah :
Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung
gluten, misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung
beras, tapioca, ararut, maizena, bihun, soun, dan sebagainya.
25
Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein,
misalnya susu kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan),
unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang
merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-
kacangan lainnya.
Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning,
kangkung, tomat, wortel, timun, dan sebagainya.
Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga,
pisang, jambu, jeruk, semangka, dan sebagainya.
Diet anti-yeast/ragi/jamur
Diet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi
jamur/yeast. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa
pertumbuhan jamur erat kaitannya dengan gula, maka makanan
yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast, dan jamur.
Makanan yang perlu dihindari adalah :
Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti, yang
menggunakan gula dan yeast.
Semua jenis keju.
Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis,
hotdog, kornet, dan lain-lain.
Macam-macam saus (saus tomat, saus cabai), bumbu/rempah,
mustard, monosodium glutamate, macam-macam kecap,
macam-macam acar (timun, bawang, zaitun) atau makanan yang
menggunakan cuka, mayonnaise, atau salad dressing.
Semua jenis jamur segar maupun kering misalnya jamur kuping,
jamur merang, dan lain-lain.
Buah yang dikeringkan misalnya kismis, aprokot, kurma,
pisang, prune, dan lain-lain.
Fruit juice/sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol, dan
semua minuman yang manis.
26
Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat
tumbuh dengan cepat pada sisa makanan tersebut, kecuali
disimpan dalam lemari es.
Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu.
Setelah itu, untuk mencobanya biasanya diberikan satu per satu.
Bila tidak menimbulkan gejala, berarti dapat dikonsumsi.
Makanan yang dianjurkan adalah :
Makanan sumber karbohidrat: beras, tepung beras, kentang, ubi,
singkong, jagung, dan tales. Roti atau biscuit dapat diberikan
bila dibuat dari tepaung yang bukan tepung terigu.
Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan
hasil laut lain yang segar.
Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan
(almod, mete, kacang kedelai, kacang hijau, kacang polong, dan
lainnya). Namun, kacang tanah tidak dianjurkan karena sering
berjamur.
Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti
brokoli, kol, kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam,
terong, sawi, tomat, buncis, kacang panjang, kangkung, tomat,
dan lain-lain.
Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas.
Diet untuk alergi dan inteloransi makanan
Anak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang
sering menimbulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu,
cokelat, gandum/terigu, dan bias lebih banyak lagi. Cara
mengatur makanan untuk anak alergi dan intoleransi makanan,
pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya.
Makanan yang diduga menyebabkan gejala alergi/intoleransi
harus dihindarkan. Misalnya, jika anak alergi terhadap telur,
maka semua makanan yang menggunakan telur harus
27
dihindarkan. Makanan tersebut tidak harus dipantang seumur
hidup. Dengan bertambahnya umur anak, makanan tersebut
dapat diperkenalkan satu per satu, sedikit demi sedikit.
6. Komplikasi
Bebapa anak dengan autisme dapat menderita kehilangan semua atau
bebrapa kemampuan berbicara yang ada sebelumnya. Anak dengan
autisme ada yang ditemukan suka menyakiti diri sendiri, seperti melukai
diri sendiri, memukul diri sendiri, bahkan memutilasi diri sendiri tanpa
merasa sakit. Jika tidak ditata laksanan dengan baik, anak dengan
autisme dapat berkembang dengan gangguan kepribadian yang lebih
parah, mereka hidup dengan dunia mereka sendiri tapi tidak menjadi
skizofrenia dengan halusinasi atau delusi.
7. Prognosis
Prognosis anak dengan autisme bergantung pada beberapa hal, yaitu:
Beratnya gejala atau kelainan otak,
Usia,
Kemampuan bicara,
Inteligensia atau kecerdasan,
Terapi intensif dan terpadu.
Pada usia antara 12 hingga 24 bulan, anak dengan autisme dapat
kehilangan kemampuan bicara. Sebagai aturan umum, anak dengan
autistik dengan IQ di atas 70 dan menggunakan bahasa komunikatif pada
usia 5 hingga 7 tahun memiliki prognosis yang terbaik. Dua per tiga anak
dengan autistik akan menjadi sangat bergantung pada keluarga pada usia
dewasa karena mengalami kecacatan parah. Hanya 1-2% yang mencapai
satatus normal mandiri dengan pekerjaan yang mencukupi, dan 5-10%
mencapai status ambang normal.Prognosis membaik jika lingkungan
bersifat suportif dan mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut.
8. Pencegahan
28
Pencegahan sejak kehamilan
Periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan
kandungan lebih awal, kalu perlu berkonsultasi sejak
merencanakan kehamilan.
Melakukan pemeriksaan skrening secara lengkap terutama infeksi
virus TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, herpes atau
hepatitis).
Periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan
kandungan secara rutin dan berkala, dan selalu mengikuti nasehat
dan petunjuk dokter dengan baik. Bila terdapat peradarahan selama
kehamilan segera periksa ke dokter kandungan.
Menghindari paparan alergi berupa asap rokok, debu atau makanan
penyebab alergi sejak usia di atas 3 bulan. Hindari paparan
makanan atau bahan kimiawi atau toksik lainnya selama
kehamilan. Jaga higiene, sanitasi dan kebersihan diri dan
lingkungan. Konsumsilah makanan yang bergizi baik dan dalam
jumlah yang cukup. Sekaligus konsumsi vitamin dan mineral
tertentu sesuai anjuran dokter secara teratur.
Pencegahan saat persalinan
Bila terdapat faktor resiko persalinan seperti : pemotongan tali
pusat terlalu cepat, asfiksia pada bayi baru lahir (bayi tidak
menangis atau nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi
selama persalinan, persalinan lama, letak presentasi bayi saat lahir
tidak normal, berat lahir rendah ( < 2500 gram) maka sebaiknya
dilakukan pemantauan perkembangan secara cermat sejak usia
dini
Pencegahan saat bayi
Hindari faktor resiko.
29