Post on 12-Jul-2015
AURAT WANITA DAN BATASAN AURAT WANITA DALAM SHALAT
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Perempuan
Semester Genap
OLEH
DEFRIANNANDA 09140006
FEBRI SURYA CAHYANTI 09140007
HARYANTO 09140009
DOSEN PEMBIMBING
GIBTIAH GASIM M.Ag.
JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH
IAIN RADEN FATAH PALEMBANG
2010/2011
PENDAHULUAN
Kewajiban menutup aurat dalam kitab shohih Muslim, Imam Muslim meriwayatkan sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. bersabda yang artinya:
“Ada seorang wanita thawaf di ka‟bah tanpa busana (bertelanjang bulat). Kata wanita itu : siapa
pula yang berani mengganggu saya selagi thawaf? Sambil ia menengok kemaluannya ia berkata pula
melanjutkan: “sekarang nyata kelihatannya sebagian atau seluruhnya, sekalipun kelihatnnya toh tidak
halal baginya.”
Melihat kejadian yang seperti itu, maka turunlah ayat ini:
.....................................
Artinya ”...pakailah pakaianmu yang ondah setiap memasuki masjid...”
Dengan berdasarkan ayat ini, maka seseorang itu wajib menutup aurat sewaktu shalat. Selain
mengatur masalah aurat dalam shalat Islam juga telah mengatur masalah aurat wanita ketika diluar sholat.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan penyusun coba uraikan mengenai masalah aurat tersebut untuk
memberikan pengetahuan bagi kita yang belum tahu, dan mengingatkan bagi yang telah tahu.
RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan aurat tersebut?
2. Apa saja aurat tersebut (dalam shalat dan di luar shalat)?
3. Apakah hukum menggunakan cadar/ apakah wajah termasuk aurat?
4. Apakah suara wanita termasuk aurat?
PEMBAHASAN
Wanita dan Auratnya
Aurat artinya barang yang buruk. Dari kata itu, ada sebutan Aurat ( ), yakni wanita buruk
karena matanya hanya satu.Sedang yang dimaksud di sini ialah bahagian tubuh yang tidak patut
diperlihatkan kepada orang lain. Dan bagian- bagian itu ada bermacam- macam sesuai dengan tempat dan
situasi.
Aurat menurut KBBI adalah bagian tubuh manusia yang harus ditutupi (tidak boleh keliahatan),
kemaluan, organ- organ seks. (Daryanto: 60 : 1997).
Sedangkan menurut Ust. Mahtuf Ahnan, S.Pd. dkk. dalam Risalah Fiqh Wanita aurat ialah bagian
tubuh yang tidak patut (pantas) untuk diperlihatkan kepada orang lain (kecuali kepada suaminya atau
kepada hamba sahaya perempuan, atau sewaktu sendirian diruang tertutup). Sebagaimana hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu Hakim, ia mengatakan :
Artinya” saya bertanya : “manakah dari aurat- aurat kami yang boleh kami perlihatkan dan mana
yang tidak?” maka jawab Nabi: “ peliharalah auratmu, kecuali terhadap istrimu atau hamba
sahayamu”. Saya bertanya pula:, jawab beliau: “ kalau kamu dapat agar tak seorang pun melihat
auratmu. Maka jangan sampai ia melihatmu”. Tanya saya pula: “maka terhadap Allah Tabaraka
Wata‟ala sepatutnya orang lebih merasa malu daripada terhadap sesama manusia.” (HR. Imam Lima
selain An-Nasai).
Selain hadits di atas yang membolehkan seseorang yang bersendirian (diruang tertutup) boleh
membuka auratnya, terdapat pula hadits- hadits yang menunjukkan bahwa bertelanjang sekalipun tidak
ada orang lain, tidak boleh sama sekali.
Jadi menurut penyusun aurat itu adalah bagian tubuh yang tidak boleh diperlihatkan kepada orang
lain kecuali suami atau hamba sahaya perempuan, bagian tubuh yang harus ditutupi.
Selanjutnya yang paling penting dan perlu diingat dalam msalah aurat ini ialah bahwa seorang
wanita wajib menjaga diri, menjaga kehormatan milik satu- satunya.jangan sampai memperlihatkan
auratnya kepada siapapun yang tidak diizinkan untuk melihat, sehingga pada gilirannya ia akan
memperoleh ridho Allah daan berhak untuk menempati syurga yang telah disediakan Allah bagi mereka
yang bertakwa.
Aurat Wanita Dalam Shalat
Menutup aurat adalah wajib, termasuk syarat dalam shalat. Allah SWT. berfirman “Wahai anak
cucu Adam!, pakailah pakaianmu yang bagus pada disetiap (memasuki) masjid”. (QS: Al- A‟raf: 7)
Menurut Ibu Abdilbar, dalam Fiqhun Nisa‟ thaharah dan shalat karangan Adil Sa‟di, “ulama
sepakat mengatakan bahwa tidak shalat orang yang shalat sambil telajang, padahal dia bisa menutup
auratnya.”
Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, jika pakaian itu besar, maka tutuplah
semua auratnya, dan jika pakaian itu sempit, maka lekatkan pada auratnya.” (HR. Bukhari dan Ahmad).
Seorang wanita muslimah yang telah baliqh, hendaknya menyediakan pakaian shalat. Pakaian
shalat bagi seorang wanita bisa berupa gaun, atau baju kurung yang cukup panjang, yang dapat menutupi
kedua kakinya sampai tumit. Bisa juga memakai mukenah yang cukup lebar, panjang, dan tebal. Dengan
demikian pakaian shalat bagi seorang wanita harus bisa menutupi aurat wanita (semua anggota
tubuhnya)kecuali muka dan telapak tangan. Dalam hubungan ini Allah ta‟ala berfirman :
Artinya “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,
atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah
mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
Sedangkan menurut mazhab- mazhab yang dikatakan aurat wanita dalam shalat itu adalah:
a. Hambali
Dalam mazhab ini para ulama berpendapat bahwa aurat wanita dalam shalat itu ialah
badan sampai ujung rambut yang turun dari kedua telinga. Tidak ada yang terkecuali selain muka.
Dan apabila aurat tersebut terbuka sedikit tanpa disengaja, atau terbuka banyak misalnya karena
tertiup angin, kemudian ditutupinya segera tanpa banyak gerak, maka tidak membatalkan shalat.
Tetapi jika terbukanya tersebut secara sengaja maka shalatnya mutlak batal.
b. Hanafi
Menurut mazhab Hanafi yang termasuk aurat wanita adalah seluruh tubuh sampai ujung
rambut yang turun dari atas telinga. Alasan dari mazhab ini ialah Rasulullah yang mengatakan
bahwa WANITA ADALAH AURAT. Tapi mereka mengecualikan telapak tangan dan punggung
kaki. Menurut mazhab ini tidak batal shalat seorang wanita apabila terbuka telapak tangan atau
punggung kaki, tetapi dia harus mengulang kembali shalatnya apabila punggung tangan atau
telapak kakinya terbuka.
c. Syafi’i
Menurut mazhab ini para ulama berpendapat yang termasuk aurat wanita adalah sekujur
badan, kecuali muka, telapak tangan, dan punggung tangan. Apabila auratnya terbuka sewaktu
shalat, sedangkan ia sanggup untuk menutupinya, maka batal shalatnya. Dan apabila auratnya itu
terbuka karena tiupan angin lalu ditutupinya kembali tanpa banyak menggunakan gerak, maka
shalatnya tidak batal. Akan tetapi apabila auratnya terbuka karena sebab lain, misalnya disenggol
anak kecil, maka shalatnya batal.
d. Maliki
Dalam mazhab ini pendirian dan pendapat mereka agak lapang. Mereka telah membagi
aurat menjadi dua bagian, yaitu : Aurat Mugholladhah (berat) dan Aurat Mukhaffafah (ringan).
Aurat yang berat tersebut adalah sekujur badan, kecuali bagian ujung- ujung badan, dada,
dan yang setentang dengan dada di bagian punggung. Aurat mukhaffafah adalah dada, yang
setentang dengan dada di bagian punggung, dua pergelangan tangan, leher, kuduk, kepala, dan
dari lutut sampai ujung kaki. Adapun muka, telapak tangan dan punggungnya tidaklah termasuk
aurat.
Apabila dalam shalat yang terbuka adalah aurat mughodhalah seluruhnya atau sebagian
kecil, padahal dia mampu dengan jalan membeli atau meminjam kain, maka secara mutlak batal
shalatnya. Dan apabila dia shalat kainnya terbuka, maka shalatnya batal, dan dia harus
mengulangnya kembali dari awal.
Jika aurat mukhaffafah yang terbuka baik seluruhnya atau sebagian maka shalat wanita
tersebut tidak batal. Sekalipun membukanya haram atau makruh dalam shalat dan haram untuk
menengoknya. Tetapi disunnahkan bagi wanita itu untuk mengulangi shalatnya segera dengan
aurat tertutup.
Jadi dalam mazhab ini seorang wanita merdeka harus mengulang shalatnya dengan
segera apabila kepalanya terbuka, leher atau kuduk, punggung, antara kedua bahu, pergelangan,
dada atau yang setentang dada dibagian punggung, lutut, betis hingga ujung kaki.
Aurat Wanita di Luar Shalat
Kalau aurat wanita di luar shalat para fuqaha telah sepakat mengatakan sekujur badan kecuali
muka dan kedua telapak tangan. Maka aurat di luar shalatnya juga seperti dalam shalat jikalau berhadapan
dengan selain mahramnya. Karena memang demikianlah konsep agama Islam dalam mengatur dan
menganjurkan cara berpakaian wanita muslimah di luar rumah, atau ketika berhaddapan dengan laki- laki
lain yang bukan mahramnya.
Pendapat para ulama mazhab tentang aurat wanita di luar shalat adalah sebagai berikut:
a. Menurut ulama Maliki bahwa aurat wanita di luar shalat terhadap mahramnya yang laki- laki ialah
seluruh tubuhnya selain wajah, dan ujung- ujung badan yaitu leher, kepala, dua tangan dan kaki.
b. Sedangkan menurut ulama Hambali bahwa aurat wanita terhadap mahramnya yang laki- laki adalah
seluruh badan kecuali muka, leher, kepala, dua tangan, telapak kaki dan betis. Demikian juga terhadap
sesama wanita muslim Boleh seorang perempuan memerlihatkan badannya selain anggota antara pusat
dan lutut, baik sewaktu sendirian maupun ketika wanita- wanita itu di sisinya.
Sedangkan aurat wanita dihabapan laki- laki ajnabi adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak
tangan. Karena memang anggota ini tidak termasuk aurat jadi boleh saja membukanya jika dirasa tidak
akan menimbulkan fitnah.
c. Menurut imam Syafi‟i bahwa wajah wanita, seperti kedua belah telapak tangannya dihadapan laki- laki
yang bukan mahramnya adalah tetap aurat. Sedangkan dihadapan wanita kafir, bukan lah aurat.
Demikian juga diperbolehkan apabila seorang wanita muslimah memperlihatkan sebagian anggota
tubuhnya sewaktu bekerja di rumah, seperti menampakkan leher dan lengan tangan. Demikian pula di
hadapan wanita kafir, wajah dan telapak tangan bukan aurat.
Dengan memperhatikan beberapa keterangan di atas dapatlah kita simpulkan bahwa tujuan utama
menutup aurat adalah sebagai benteng (perisai) bagi dirinya, agar terhindar akan timbulnya fitnah dan
akhlak yang tercela (buruk).
Hukum Menggunakan Cadar
Cadar menurut KBBI adalah kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan). Wanita bercadar
seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah
bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur‟an, hadits-hadits shahih serta penerapan
para sahabat Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak
benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka,
untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4
madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar,
bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya
secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah
(dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
Asy Syaranbalali berkata:
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak
tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul
Iidhah)
Al Imam Muhammad „Alaa-uddin berkata:
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu
riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama
wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki”
Al Allamah Al Hashkafi berkata:
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan
kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan
dianjurkan”
Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki,
kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan
syahwat”
Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan
wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah”
Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan
zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar
hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan
sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
Az Zarqaani berkata:
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak
tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh
dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat
ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk
berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga
diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani”
Ibnul Arabi berkata:
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh
menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau
pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam
sebuah persoalan)”
Al Qurthubi berkata:
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik
dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya.
Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya”
Al Hathab berkata:
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak
tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam
Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat”
Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia
berkata: „Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki‟. Al Hathab juga menukil perkataan Al
Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa
hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq
dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak
cantik maka sunnah”
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi‟i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh
tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat
mu‟tamad madzhab Syafi‟i.
Asy Syarwani berkata:
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu
seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu
seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu‟tamad, (3) aurat ketika
berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha”
Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
“Maksud perkataan An Nawawi „aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan‟, ini
adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang
masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram
adalah seluruh badan”
Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat.
Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan”
Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya
tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun
karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah”
* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula
wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari
pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan
kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)”
Madzhab Hambali
Imam Ahmad bin Hambal berkata:
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul
Masiir, 6/31)
Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al „Anqaari, penulis Raudhul Murbi‟, berkata:
«
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat
ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri‟ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam
shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di
hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga
paha” (Raudhul Murbi‟, 140)
Ibnu Muflih berkata:
«
“Imam Ahmad berkata: „Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan
perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat„. Abu Thalib menukil penjelasan
dari beliau (Imam Ahmad): „Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan
apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih
suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan” (Al Furu‟, 601-602)
Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna‟ , ia berkata:
« »
“Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya
pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa‟, 309)
* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup
wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun „Alad Darb,
http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)
Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya
timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai
pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat
timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat
timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang
muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1.Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah
adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj.
Oleh karena itu Allah Ta‟ala berfirman:
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-
tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu‟alihi
Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan
para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari
Islam.
2.Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu‟alaihi
Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. „Aisyah
Radhiallahu‟anha berkata:
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu
mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka
sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita.
Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang
mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja.
Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-
ikutan budaya negeri arab. (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503).
Selain itu menurut Ust. Mahtuf S.Pd. dalam risalah Fiqh Wanita menyatakan bahwa meskipun
para ulama (jumhur) sepakat atas kebolehannya memperlihatkan wajah dan telapak tangan kepadda selain
mahram, namun apabila dikhawtirkan akan dapat menimbulkan fitnah, maka wajah dan telapk tangan
tersebut wajib ditutupi/ dirahasiakan. Dengan menanamkan akidah yang kuat. Demikianlah Allah Yang
Lebih Maha Tahu.
Apakah Suara Wanita Termasuk Aurat?
Dalam menanggapi masalah suara wanita apakah termasuk Aurat atau tidak di hadapan laki- laki
ajnabi , Imam Hanafi dan Imam Syafi‟i memberikan pendapatnya:
Menurut Imam Hanafi, bahwa suara itu tidak termasuk aurat. Karena berdasarkan bahwa para
istri Rasulullah SAW. Pernah bercakap- cakap dengan para sahabat beliau dan para sahabat pun
mendengarkan ajaran- ajaran (hukum- hukum) agama yang disampaikannya. Tapi mazhab ini
mengharamkan mendengar suara wanita jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah sekalipun didengarkan
itu bacaan al- Qur‟an daripadanya.
Menurt Imam Syafi‟i, suara wanita adalah termasuk aurat di hadapan laki- laki yang bukan
mahramnya. Apakah dikhawartirkan timbul fitnah atau tidak.
Menurut hemat kami (Ust. Mahtuf dan Ny. Maria Ulfa) bahwa suara itu tidak termasuk aurat, jika
percakapannya dengan laki- laki ajnabi itu memang dirasa perlu dan penting dan tidak dikhawatirkan
terjadi fitnah serta wanita yang bersangkutan tidak merendahkan suaranya. Dalil yang mendukung bahwa
suara wanita tidak termasuk aurat adalah sebagai berikut:
1. Para istri Rasululllah Saw. Pernah bercakap- cakap dengan para sahabat Rasulullah dalam rangka belajar
belajar hukum agama Islam, dan para sahabat Rasulullah senantiasa mendengar fatwanya.
2. Pada suatu ketika Umar bin Khattab ra. Hendak menentukan jumlah mahar. Tetapi ditolak oleh seorang
wanita dari sudut masjid sambil membaca firman Allah SWT. Umar tidak membantah wanita tersebut,
begitu pula para sahabat yang lain. Bahkan Umar berkata : “ wanita itu betul, dan Umar yang salah.”
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari sedikit penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa seorang wanita itu wajib menutup
auratnya, menjaga diri, menjaga kehormatannya, dan tidak memperlihatkan auratnya kepada siapapun
yang tidak berhak untuk melihatnya. Sehingga pada gilirannya ia akan memperoleh ridho Allah dan
bentuk untuk menempati syurga yang telah disediakan Allah bagi yang bertaqwa.
Sebagaimana kita ketahui bahwa wanita adalah perhiasan dunia yang paling indah, dan menurut
hadits Rasulullah bahwa wanita adalah Aurat karena keindahannya itulah maka wanita diwajibkan untuk
menutup auratnya untuk menghindarkan ia dari fitnah dan menjaganya. Dan merupakan salah satu cara
Allah untuk menyeleksi wanita- wanita bertaqwa yang akan mendapatkan ridho dan berhak tinggal di
SyurgaNya nanti.
Tentang wajah apakah boleh kita membukanya atau tidak, sudah dijelaskan di atas bahwa jumhur
ulama telah sepakat membolehkan membuka muka dan telapak tangan tetapi jika dikhawatirkan akan
menimbulkan fitnah maka hukumnya wajib untuk ditutup.
Untuk suatu kewajiban yang tidak dijalankan dan hukumnya hanya akan diterima oleh manusia
pada hari akhir maka dalam pelaksanaan itu terserah pada keyakinan apa yang dipegang oleh subjek itu
sendiri. Tidak ada yang mampu melarang, hanya kewajiban manusia itu mengingatkan saudaranya, dan
mendoakan yang terbaik untuk saudaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahnan, Mahtuf, Dkk. Risalah Fiqih Wanita Pedoman Ibadah Bagi Kaum Wanita Muslimah dengan
Berbagai Permasalahannya. Surabaya: Terbit Terang.
Sa‟di, Adil. 2006. Fiqhun Nisa‟ Thaharah- Shalat. Jakarta Selatan: PT Mizan Publika.
Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Indonesia.surabaya: Apollo.
Yulian Purnama, 22 Mei 2011 (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503)
Yulian Purnama, 22 Mei 2011 (Fatawa Nurun „Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com
/all/noor/article_4913.shtml)