batasan usia lansia

27
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Lansia 1.1 Defenisi Lansia 1.2 Batasan-Batasan Lansia 1.3 Teori-Teori Penuaan 1.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia 2. Penyakit Kronis 2.1 Defenisi Penyakit Kronis 2.2 Kategori Penyakit Kronis 2.3 Implikasi Penyakit Kronis 2.4 Fase-Fase Penyakit Kronis 2.5 Jenis-Jenis Penyakit Kronis 3. Koping 3.1 Defenisi Koping 3.2 Strategi Koping Universitas Sumatera Utara

description

menjelaskan batasan dari usia lansia

Transcript of batasan usia lansia

Page 1: batasan usia lansia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Lansia

1.1 Defenisi Lansia

1.2 Batasan-Batasan Lansia

1.3 Teori-Teori Penuaan

1.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia

2. Penyakit Kronis

2.1 Defenisi Penyakit Kronis

2.2 Kategori Penyakit Kronis

2.3 Implikasi Penyakit Kronis

2.4 Fase-Fase Penyakit Kronis

2.5 Jenis-Jenis Penyakit Kronis

3. Koping

3.1 Defenisi Koping

3.2 Strategi Koping

Universitas Sumatera Utara

Page 2: batasan usia lansia

1. Lansia

1.1 Defenisi Lansia

Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup

seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode

terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat

(Hurlock, 1999).

1.2 Batasan-Batasan Lansia

Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya

berkisar antara 60-65 tahun. Menurut WHO ada empat tahap batasan umur yaitu usia

pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74

tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) di

atas 90 tahun (Nugroho, 2008).

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu

pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut

dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64

tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan

resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia

lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau

cacat (Mutiara, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: batasan usia lansia

Di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada

Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008).

1.3 Teori-Teori Penuaan

Teori tentang penuaan dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok teori

stokastik dan teori kelompok genetika perkembangan (Kosasih, Setiabudhi, dan

Heryanto, 2005).

1.3.1 Kelompok teori stokastik

Pada kelompok ini proses tua dianggap sebagai akibat dari kumpulan dampak

negatif lingkungan. Adapun teori yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

1. Teori Mutasi Somatik

Teori mutasi somatik dikemukakan pada pertengahan abad 20 dengan dasar

setelah perang dunia saat itu, lingkungan banyak terekspos oleh radiasi yang memicu

mutasi sel. Lebih jauh mutasi sel menyebabkan kemunduran sampai pada kegagalan

organ sehingga dapat menyebabkan kematian (Kosasih, Setiabudhi, dan Heryanto,

2005).

2. Teori Kesalahan Berantai (Error Catasthrophe Theory).

Orgel (1963) mengemukakan teori kesalahan pembentukan protein sel yang

mengandung materi genetik. Jika kesalahan tersebut terus-menerus diturunkan dari

generasi ke generasi, maka lumlah molekul abnormal akan semakin banyak. Menurut

teori ini proses tua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun dan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: batasan usia lansia

berlangsung lama sepanjang kehidupan, dimana terjadi kesalahan transkripsi

(perubahan DNA menjadi RNA) maupun translasi (perubahan RNA menjadi protein

atau enzim). Enzim atau protein yang salah ini akan menyebabkan gangguan pada

metabolisme sehingga mengurangi fungsi sel. Walaupun pada keadaan tertentu sel

mampu memperbaiki kesalahan, namun kemampuan ini sangat terbatas. Kesalahan

beruntun inilah yang akan menimbulkan ”bencana” (catasthrophe) (Kosasih,

setiabudhi, dan heryanto, 2005).

3. Teori Pilin (Cross-Lingking Theory)

Khon dan Bjorksten (1974) mengemukakan teori ini dengan dasar bahwa

makin bertambahnya usia, protein manusia yaitu DNA satu dengan DNA lainnya

akan saling melekat dan memilin (cross-link). Akibatnya protein (DNA) menjadi

rusak dan tidak dapat dicerna oleh enzim pemecah protein (enzim protease), sehingga

elastisitas protein akan berkurang dan akhirnya mengakibatkan kerutan pada kulit,

fungsi penyaring ginjal menjadi berkurang, dan terjadi katarak pada mata (Kosasih,

Setiabudhi, dan Heryanto, 2005).

4. Teori Glikosilasi (Glycosilation Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa bila terjadi proses pengikatan antara gula

(glukosa) dengan protein (proses glikosilasi) maka protein dan glukosa yang terlibat

akan rusak dan tidak berfungsi optimal. Semakin lama hidup seseorang, semakin

banyak pula kesempatan terjadinya pertemuan antara oksigen, glukosa dan protein

yang akan memicu terjadinya keadaan degenerasi seperti katarak, senilis, kulit yang

keriput/ kusam, dan lain-lain (Kosasih, Setiabudhi dan Heryanto, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: batasan usia lansia

5. Teori Pakai dan Rusak (Wear and Tear Theory)

Dr. August Weismann (1982) mengatakan bahwa tubuh dan sel-selnya rusak

karena banyak terpakai dan digunakan secara berlebihan. Organ tubuh seperti hati,

lambung, ginjal, kulit, dan sebagainya dirusak oleh racun (toksik) yang didapat dari

makanan dan lingkungan (Kosasih, Setiabudhi, dan Heryanto, 2005).

1.3.2 Kelompok teori genetika perkembangan

Kelompok teori ini mengemukakan bahwa proses tua merupakan bagian dari

proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, dimana secara genetik telah

terkontrol dan terprogram. Memang tidak dipungkiri bahwa faktor luar (lingkungan)

sangat berpengaruh, namun para ilmuwan percaya bahwa lama hidup dan proses tua

sudah diatur secara instrinsik oleh tubuh, dalam hal ini kaitannya dengan genetik.

Bukti nyata akan hal ini bahwa berbagai spesies memiliki lama hidup yang berbeda

padahal mereka terekspos oleh suasana lingkungan yang sama. Adapun teori yang

termasuk di dalam kelompok teori ini adalah:

1. Teori Neuro Endokrin (hormonal)

Denckla (1974) mengungkapkan bahwa proses tua dipengaruhi oleh aksi

hipotalamus-hipofisis-adrenal. Dengan bertambahnya usia, maka terjadi penurunan

fungsi sel-sel neuron di hipotalamus, sehingga mengakibatkan gangguan produksi

hormon-hormon yang secara otomatis mengganggu fungsi organ terkait. Hormon

sangat vital untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh. Semakin tua seseorang

maka produksi hormon tubuh menjadi berkurang, sehingga kemampuan tubuh untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 6: batasan usia lansia

memperbaiki diri (self repaired) dan mengatur diri (self regulation) menjadi menurun

(Kosasih, Setiabudhi, Heryanto, 2005).

2. Teori Mutasi Genetik

Burnet (1974) mengatakan bahwa tiap spesies mempunyai konstitusi genetik

spesifik. Tingkat ketepatan dan kepatuhan akan menentukan kemungkinan timbulnya

kesalahan atau mutasi, dan sepanjang perjalanan hidup organisme dapat muncul kode

genetik spesifik yang baru (Kosasih, Setiabudhi, Heryanto, 2005).

3. Teori Imunologis

Teori ini berdasarkan dari pengalaman bahwa dengan bertambahnya usia

maka terjadi penurunan kadar imunoglobulin, terutama IgD, peningkatan natural

killer cell, penurunan faal limfosit T, resistensi terhadap infeksi, serta peningkatan

kejadian penyakit autoimun. Salah satu bukti yang ditemukan Brocklehurst (1978)

adalah bertambahnya prevalensi autoantibodi pada orang lanjut usia (Kosasih,

Setiabudhi, dan Heryanto, 2005).

4. Teori Radikal Bebas

Harman (1956) menerangkan proses tua berdasarkan timbulnya kerusakan

jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radikal bebas ialah atom atau molekul

dengan susunan elektron tidak lengkap atau tidak berpasangan sehingga bersifat tidak

stabil dan kecendrungan kuat untuk berpasangan. Radikal bebas menyebabkan efek

samping invivo sehingga terjadi injury sel atau disfungsi dan diikuti inflamasi dan

pada akhirnya terjadi penyakit degeneratif (Kosasih, Setiabudhi, dan Heryanto, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: batasan usia lansia

5. Teori Membran

ZsNagy mengakatakan bahwa kemampuan untuk memindahkan berbagai

macam senyawa kimia, panas, dan berbagai proses listrik tergangggu sejalan dengan

proses tua. Membran sel menjadi lebih kering (cairan dan lemak yang berkurang) dan

menjadi lebih padat. Hal ini mengurangi kemampuan sel untuk menjalankan

kemampuan sel untuk menjalankan fungsi normal dan terjadi akumulasi racun

(toksin) yang disebut lifofuchsin yang akan meningkat seiring dengan bertambahnya

usia (Kosasih, Setiabudhi, dan Heryanto, 2005).

6. Teori Gangguan Mitokondria

Mitokondria adalah organel yang menghasilkan energi Adenosine

Triphosphate (ATP). Pada teori radikal bebas dikatakan mitokondria terpapar oleh

banyak radikal bebas yang dapat merusak mitokondria sedangkan sel kurang

mendapat proteksi yang memadai dari proses ini, maka fungsi mitokondria akan

terganggu dan otomatis produksi ATP berkurang. Sel-sel tidak dapat meminjam

energi dari sel lain, maka kerja sel juga terganggu bahkan gagal. Bila sel gagal

menghasilkan energi otomatis organ yang dibentuknya ikut terganggu dan gagal

sehingga berakhir dengan kematian (Kosasih, Setiabudhi, dan Heryanto, 2005).

7. Teori Telomerase

Dasar teori ini didapat oleh grup ilmuwan dari Geron Corporation di Menlo

Park, California. Telomer adalah rangkaian asam nukleat yang terdapat di ujung

kromosom, fungsinya menjaga keutuhan kromosom. Tiap kali sel tubuh membelah,

telomer akan memendek. Apabila ujung telomer sudah sangat pendek, kemampuan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: batasan usia lansia

sel untuk membelah akan berkurang, melambat dan akhirnya sel tidak dapat

membelah lagi (mati) (Kosasih, Setiabudhi, dan Heryanto, 2005).

1.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Constantinides (1994) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/

mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2008).

1.4.1 Perubahan-perubahan fisik

1. Sel

Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya

jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi

protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya

mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%

(Nugroho, 2008).

2. Sistem persarafan

Terjadi penurunan berat otak sebesar 10-20%, cepatnya menurun hubungan

persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya stres,

mengecilnya saraf panca indra, serta kurang sensitifnya terhadap sentuhan. Pada

sistem pendengaran terjadi presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) hilangnya

kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi-bunyi atau

nada-nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, otosklerosis akibat

Universitas Sumatera Utara

Page 9: batasan usia lansia

atrofi membran timpani, serta biasanya pendengaran bertambah menurun pada lanjut

usia yang mengalami ketegangan jiwa/ stres (Nugroho, 2008).

3. Sistem penglihatan

Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih terbentuk

sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak, meningkatnya ambang,

pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat

dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang, serta

menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau (Nugroho, 2008).

4. Sistem kardiovaskular

Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku,

kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya elastisitas pembuluh

darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan

posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah

menurun, mengakibatkan pusing mendadak, serta meningginya tekanan darah akibat

meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Nugroho, 2008).

5. Sistem pengaturan

Temperatur tubuh terjadi hipotermi secara fisiologis akibat metabolisme yang

menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas

akibatnya aktivitas otot menurun (Nugroho, 2008).

6. Sistem respirasi

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya

aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat,

Universitas Sumatera Utara

Page 10: batasan usia lansia

kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, ukuran

alveoli melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk

berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun (Nugroho, 2008).

7. Sistem gastrointestinal

Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk

dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap

di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, atau pahit, esofagus melebar, rasa lapar

menurun, asam lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,

serta melemahnya daya absorbsi (Nugroho, 2008).

8. Sistem reproduksi

Terjadi penciutan ovari dan uterus, penurunan lendir vagina, serta atrofi

payudara, sedangkan pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur, kehidupan seksual dapat

diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik (Nugroho, 2008).

9. Sistem perkemihan

Terjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, otot-

otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan

terkadang menyebabkan retensi urin pada pria (Nugroho, 2008).

10. Sistem endokrin

Terjadi penurunan semua produksi hormon, mencakup penurunan aktivitas

tiroid, BMR, daya pertukaran zat, produksi aldosteron, progesteron, estrogen, dan

testosteron (Nugroho, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: batasan usia lansia

11. Sistem integumen

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan

kulit kasar dan bersisik kerana kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran

dan bentuk-bentuk sel epidermis, rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam

hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan

vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh,

pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang berkurang jumlah dan

fungsinya (Nugroho, 2008).

12. Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan

pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon

mengerut dan mengalami sclerosis, serta atrofi serabut otot (Nugroho, 2008).

2. Penyakit Kronis

2.1 Defenisi Penyakit Kronis

Menurut Belsky (1990) penyakit kronis adalah penyakit yang mempunyai

karakteristik yaitu suatu penyakit bertahap-tahap, mempunyai perjalanan penyakit

yang cukup lama, dan sering tidak dapat disembuhkan. Sedangkan menurut Adelman

& Daly (2001) penyakit kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang

cukup lama, tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat

disembuhkan dengan sempurna.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: batasan usia lansia

Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya tidak pasti, memiliki faktor

resiko multipel, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan kerusakan fungsi atau

ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkan. Penyakit kronis ini tidak disebabkan

oleh infeksi atau patogen melainkan oleh gaya hidup, perilaku beresiko, pajanan yang

berkaitan dengan proses penuaan.

2.2 Kategori Penyakit Kronis

Menurut Christianson, dkk (1998 dikutip dari Conrad, 1978) ada beberapa

kategori dari penyakit kronis yaitu

1. Lived with illnesses

Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan mempelajari kondisi

penyakitnya selama hidup, dan biasanya mereka tidak mengalami kehidupan yang

mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes, asma,

arthritis, dan epilepsi.

2. Mortal illnesses

Pada kategori ini secara jelas individu kehidupannya terancam dan individu

yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala dari penyakitnya dan

ancaman kematian. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker dan

penyakit kardivaskuler.

3. At risk illnesses

Kategori penyakit ini sangat berbeda dengan dua kategori sebelumnya. Pada

kategori penyakit ini tidak menekankan pada penyakitnya tetapi pada resiko

Universitas Sumatera Utara

Page 13: batasan usia lansia

penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi, dan

penyakit-penyakit yang berhubungan dengan hereditas.

2.3 Implikasi Penyakit Kronis

Penyakit kronis mempengaruhi banyak orang dalam berbagai cara, baik secara

langsung atau tidak langsung. Penting artinya memahami implikasi arti dari penyakit

kronis bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Dengan cara ini individu dapat

mengatasi masalah-masalahnya. Implikasi ini meliputi, yaitu menangani penyakit

kronis mencakup lebih dari menangani masalah-masalah medis, dalam hal ini

pertimbangan sosial dan psikologis penting diketengahkan. Adaptasi terhadap

penyakit dan kecacatan merupakan proses yang berkepanjangan. Setiap perubahan

besar atau penurunan fungsi membutuhkan adaptasi fisik, emosi dan sosial (Smeltzer

& Bare, 2001).

Suatu penyakit kronis dapat mengakibatkan kondisi penyakit kronis lain.

Sebagai contoh, diabetes pada akhirnya dapat mengarah pada terjadinya perubahan

neurologis dan sirkulasi dalam penglihatan, jantung, seksual, dan masalah-masalah

ginjal (Smeltzer & Bare, 2001).

Kondisi kronis menghadirkan dilema etis bagi individu, tenaga kesehatan

profesional, dan masyarakat. Tidak ada pemecahan yang mudah terhadap masalah-

masalah kondisi kronis. Hidup dengan penyakit kronis berarti hidup dengan

ketidakpastian. Meskipun tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi perjalanan

penyakit yang diantisipasi, tetapi mereka tidak dapat menetukan kepastian perjalanan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: batasan usia lansia

penyakit tepatnya seperti apa yang akan dihadapi oleh individu (Smeltzer & Bare,

2001).

2.4 Fase-Fase Penyakit Kronis

Menurut Smeltzer & Bare (2001) ada sembilan fase dalam penyakit kronis,

yaitu:

1. Fase pretrajectory

Individu beresiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor genetik atau

perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit kronis.

2. Fase trajectory

Adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering

tidak jelas karena sedang dievaluasi dan pemeriksaan diagnostik sedang dilakukan.

3. Fase stabil

Terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol.

4. Fase tidak stabil

Adanya ketidakstabilan dari penyakit kronis, kekambuhan gejala-gejala dari

penyakit-penyakit.

5. Fase akut

Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau

komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk menanganinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: batasan usia lansia

6. Fase krisis

Ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang membutuhkan

pengobatan atau perawatan kedaruratan.

7. Fase pulih

Pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan yang dibebani

oleh penyakit kronis.

8. Fase penurunan

Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan

peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.

9. Fase kematian

Ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian

hubungan individual.

2.5 Jenis-Jenis Penyakit Kronis

1. Hipertensi

Penyakit darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka

systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah

menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa

(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya. Nilai normal tekanan darah

seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan

kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHG. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: batasan usia lansia

darah normalnya adalah dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka

pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu beraktifitas

atau berolahraga. Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak

mendapatkan pengobatan dan pengontrolan secara teratur (rutin), maka hal ini dapat

membawa si penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan bisa menyebabkan

kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang

bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada

pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit hypertensi ini merupakan

penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung (Heart attack).

Penyebab hipertensi bisa akibat dari penggunaan obat-obatan seperti golongan

kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat

antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan

tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab

terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi

nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang

dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.

Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi,

diantaranya:

Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi

sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang

yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau

bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah

Universitas Sumatera Utara

Page 17: batasan usia lansia

tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor

tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang

yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.

Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan

darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti

gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu

hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu.

Terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal atau gemuk

(Adsensecamp, 2008).

2. Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic

dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah) yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Gejala umum dari

Diabetes Melitus (DM) adalah banyak kencing (poliuria), haus dan banyak minum

(polidipsia), lapar (polifagia), letih, lesu, penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya, lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, disfungsi

ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.

Pembagian DM ada beberapa jenis, yaitu:

DM tipe 1 yaitu kerusakan fungsi sel beta di pancreas, autoimun, idiopatik.

DM tipe 2 yaitu menurunnya produksi insulin atau berkurangnya daya kerja insulin

atau keduanya.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: batasan usia lansia

DM tipe lain yaitu karena kelainan genetik, penyakit pancreas, obat, infeksi,

antibodi, sidroma penyakit lain.

Gestasional diabetes yaitu DM pada masa kehamilan (Darwin, 2009).

3. Osteoporosis

Penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang

rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang

dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.

Osteoporosis dapat dikelompokkan menjadi:

Osteoporosis primer, sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria

usia lanjut dengan penyebab yang belum diketahui.

Osteoporosis sekunder, disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan

Cushing's disease, hyperthyroidism, hyperparathyroidism, hypogonadism, kelainan

hepar, kegagalan ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alkohol, pemakaian

obat-obatan/corticosteroid, Kelebihan kafein, Merokok.

Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon

utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam

tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75

tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita

memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita

kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit

hitam.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: batasan usia lansia

Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang

berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya

tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya

terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2

kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis

dan postmenopausal. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis

yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda

yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan

tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang. Kepadatan tulang

berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga

pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak

memiliki gejala. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi

kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.

4. Asam Urat

Asam urat atau rematik gout (gout artritis) adalah hasil dari metabolisme

tubuh oleh salah satu protein, purin dan ginjal. Dalam kaitan ini, ginjal berfungsi

mengatur kestabilan kadar asam urat dalam tubuh dimana sebagian sisa asam urat

dibuang melalui air seni. Namun bila asam urat berlebihan dan ginjal tidak mampu

lagi mengatur kestabilannya, maka asam urat in akan menumpuk pada jaringan dan

sendi. Pada saat kadar asam urat tinggi, akan timbul rasa nyeri yang hebat terutama

pada daerah persendian. Setiap orang dapat terkena penyakit asam urat. Tetapi

Universitas Sumatera Utara

Page 20: batasan usia lansia

umumnya, banyak dialami para pria, sedangkan pada perempuan persentasenya kecil

dan baru muncul setelah menopause. Kadar asam urat kaum pria cenderung

meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Pada wanita, peningkatan itu dimulai

sejak masa menopause. Hal ini dikarenakan perempuan mempunyai hormon estrogen

yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine. Sementara pada pria, asam

uratnya cenderung lebih tinggi daripada perempuan karena tidak memiliki hormon

estrogen tersebut..

Artritis gout muncul sebagai serangan keradangan sendi yang timbul

berulang-ulang. gejala khas dari serangan artritis gout adalah serangan akut biasanya

bersifat monoartikular (menyerang satu sendi saja) dengan gejala pembengkakan,

kemerahan, nyeri hebat, panas dan gangguan gerak dari sendi yang terserang yang

terjadi mendadak (akut) yang mencapai puncaknya kurang dari 24 jam. Lokasi yang

paling sering pada serangan pertama adalah sendi pangkal ibu jari kaki. Hampir pada

semua kasus, lokasi artritis terutama pada sendi perifer dan jarang pada sendi sentral

(Wibowo, 2006).

5. Reumatoid Arthritis

Artritis reumatoid (AR) merupakan salah satu jenis penyakit rematik yang

merupakan penyakit autoimun. Sendi yang terjangkit biasanya sendi kecil seperti

tangan dan kaki secara simetris (kiri dan kanan) mengalami peradangan, sehingga

terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian sendi mengalami kerusakan. Kerusakan

sendi sudah mulai terjadi pada 6 bulan pertama terserang penyakit ini, dan cacat bisa

Universitas Sumatera Utara

Page 21: batasan usia lansia

terjadi setelah 2-3 tahun bila penyakit tidak diobati. Jenis penyakit rematik

bermacam-macam. Lebih kurang terdapat lebih dari 100 jenis penyakit rematik.

Penyakit rematik memiliki gejala yang mirip satu dengan yang lain.

Reumatoid artritis menyerang lapisan dalam bungkus sendi (sinovium) yang

mengakibatkan radang pada pembungkus sendi. Akibat sinovitis (radang pada

sinovium) yang menahun, akan terjadi kerusakan pada tulang rawan sendi, tulang,

tendon, dan ligament dalam sendi. Peradangan sinovium menyebabkan keluarnya

beberapa zat yang menggerogoti tulang rawan sel sehingga menimbulkan kerusakan

tulang dan dapat berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu

gerak sendi. Gejala Reumatoid arthritis yaitu terjadi peradangan pada sendi, terasa

hangat di bagian sendi, bengkak, kemerahan dan sangat sakit. Biasanya pada banyak

sendi, simetris, sendi terasa kaku di pagi hari. Selain itu, gejala lainnya adalah

demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah, dan anemia. Reumatoid

arthritis dapat menyerang semua usia, dari anak sampai usia lanjut dan perbandingan

wanita : pria adalah 3 : 1 (Sophia, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: batasan usia lansia

3. Koping

3.1.Defenisi Koping

Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,

menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam yang

dapat berupa perubahan cara berfikir, perubahan perilaku atau perubahan lingkungan

yang bertujuan untuk mengatasi stres yang dihadapi (Keliat, 1998). Koping juga

dapat didefinisikan sebagai usaha yang kognitif, perilaku dan emosi untuk mengatasi

tuntutan eksternal dan atau internal yang dinilai sebagai beban atau melebihi sumber

yang dimiliki seseorang. Koping merupakan proses yang dilalui oleh individu dalam

menyelesaikan situasi stresfull. Koping tersebut merupakan respon individu terhadap

situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologiknya (Rasmun, 2004).

Menurut Yani (1997 dikutip dari McGrath, 1970) koping merupakan proses

dimana individu mencoba untuk mengurangi atau memindahkan stres atau ancaman.

Koping merupakan kombinasi dari persepsi, penampilan, penilaian, dan koreksi yang

diikuti dengan kegiatan lanjut dan perilaku terarah dengan tujuan menguasai,

mengendalikan atau menyelesaikan masalah (Yani,1997 dikutip dari Weimen 1976).

Perilaku koping membantu seseorang beradaptasi terhadap stressor dan

kembali pada keadaan yang stabil sedangkan mekanisme pertahanan ego membantu

seseorang menghindari ancaman (Berger & William, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: batasan usia lansia

3.2 Strategi Koping

Menurut Jhon & MacArthur (1999) Strategi koping menunjuk pada usaha

spesifik, baik secara pikologis yang dilakukan seseorang untuk mengatur,

mentoleransi, mengurangi atau meminimalkan suatu situasi atau kejadian yang penuh

tekanan.

Strategi koping dibedakan menjadi dua, yaitu koping berfokus pada masalah

yang melibatkan usaha untuk mengontrol atau merubah sumber dari stres. Dalam

koping ini individu secara aktif mencari penyelesaian masalah untuk menghilangkan

kondisi atau situasi yang menimbulkan stres. Dan yang kedua yaitu koping yang

berfokus pada emosi yang melibatkan usaha untuk mengatur respon emosional

terhadap stres (Lazarus & Folkman, 1984). Koping berfokus pada masalah bertujuan

untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi seseorang dan lebih sering digunakan

ketika stressor dinilai oleh individu sebagai penerimaan terhadap perubahan,

sedangkan koping berfokus pada emosi berguna jika individu menilai menilai

pengalaman stres dimana tidak dapat memodifikasi peristiwa atau stressor atau ketika

stressor akan terselesaikan dengan terjadinya (Grey, 2000).

Strategi koping yang termasuk koping berfokus pada masalah adalah koping

konfrontasi, penggunaan dukungan sosial, dan perencanaan penyelesaian masalah.

Sedangkan koping yang berfokus pada emosi yaitu kontrol diri, pelepasan diri,

penilaian positif, penerimaan tanggung jawab, dan pelarian atau penghindaran

(Lazarus & Folkman, 1984). Kedua strategi tersebut sering bekerja secara bersamaan

(Wortman, dkk, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: batasan usia lansia

Menurut Kliat (1998) koping berfokus pada masalah melibatkan proses

kognitif, afektif, dan psikomotor seperti berbicara dengan orang lain tentang

masalahnya dan mencari jalan keluar dari nasehat orang lain, mencari tahu informasi

sebanyak-sebanyaknya tentang situasi yang dihadapi, berhubungan dengan kekuatan

supernatural, melakukan latihan penanganan stres, membuat berbagai alternatif

tindakan dalam menangani situasi, dan belajar dari pengalaman masa lalu. Sedangkan

menurut Rasmun (2001) koping yang berfokus pada masalah meliputi kompromi

yaitu cara konstruktif yang digunakan oleh individu dimana dalam menyelesaikan

masalahnya individu menempuh jalan dengan melakukan pendekatan negosiasi atau

bermusyawarah. Yang kedua yaitu dengan menarik diri, dimana reaksi yang

ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis. Dan yang terakhir adalah

perilaku menyerang, dimana reaksi yang ditampilkan oleh individu dalam

menghadapi masalah dapat konstruktif dan destruktif. Tindakan konstruktif misalnya

penyelesaian masalah dengan teknik asertif yaitu tindakan yang dilakukan secara

terus terang tentang ketidaksukaaan terhadap perlakuan yang tidak menyenangkan

baginya, sedangkan tindakan destruktif yaitu individu melakukan tindakan

penyerangan terhadap stressor yang dapat merusak dirinya, orang lain dan

lingkungannya.

Menurut Rasmun (2004 dikutip dari Bell, 1997) ada dua metode koping yang

digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah, metode tersebut adalah metode

koping jangka panjang dan metode koping jangka pendek.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: batasan usia lansia

Metode koping jangka panjang merupakan cara yang konstruktif dan efektif

serta realistis dalam menangani masalah psikologis untuk kurun waktu yang lama,

seperti berbicara dengan orang lain, mencoba mencari informasi, menghubungkan

situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan supranatural, melakukan

latihan fisik untuk mengurangi ketegangan atau masalah, membuat berbagai alternatif

tindakan untuk mengurangi situasi dan mengambil pelajaran dari peristiwa atau

pengalaman masa lalu.

Metode koping jangka pendek merupakan cara yang digunakan untuk

mengurangi stres dan cukup efektif untuk sementara, tetapi tidak efektif jika

digunakan dalam jangka panjang, seperti menggunakan alkohol atau obat-obatan,

melamun dan fantasi, mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak

menyenangkan, tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil,

banyak tidur, banyak merokok, menangis dan beralih pada aktifitas lain agar dapat

melupakan masalah.

Menurut Smeltzer & Bare (2001) berdasarkan dari 57 penelitian keperawatan

yang ditelaah Jalowiec pada tahun 1993, ada lima koping yang sangat penting bila

seseorang menghadapi penyakit yaitu mencoba merasa optimis mengenai masa

depan, menggunakan dukungan sosial, menggunakan sumber spiritual, mencoba tetap

mengontrol situasi maupun perasaan, dan mencoba menerima kenyataan yang ada.

Koping cara lain yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah meliputi pencarian

informasi, menyusun ulang prioritas kebutuhan dan peran, menurunkan tingkat

harapan, melakukan kompromi, membandingkan dengan orang lain, perencanaan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: batasan usia lansia

aktifitas untuk menghemat energi, memahami tubuhnya, dan melakukan bicara

sendiri untuk meningkatkan keberanian diri.

Merasa optimis mengenai masa depan yaitu adanya harapan akan

kesembuhan penyakitnya, adanya fikiran yang berpusat pada kepercayaan dasar

bahwa ada solusi terhadap kebutuhan dan masalah yang sedang dihadapi.

Menggunakan dukungan sosial, dukungan sosial merupakan informasi

verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang

yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan

hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah

laku penerimanya dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial

secara emosional merasa lega karena diperhatikan (Kuntjoro, 2002 dikutip dari

Gottlib, 1983).

Menggunakan sumber spiritual, seperti berdoa, menemui pemuka agama

atau aktif pada pertemuan ibadah (Rasmun, 2004). Tidak sedikit klien yang menderita

penyakit mencari dukungan spiritual dengan mendekatkan diri pada Tuhan sebagai

sumber kopingnya, karena komponen dukungan spiritual adalah bimbingan, yaitu

adanya hubungan kerja atau hubungan sosial yang memungkinkan seseorang

mendapatkan informasi, saran atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi

kebutuhan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dan berasal dari guru, alim

ulama, dan figure yang dituakan dalam upaya mendekatkan diri pada Tuhan

(Kuntjoro, 2001 dikutip dari Cutrona, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Page 27: batasan usia lansia

Mengontrol situasi maupun perasaan, merupakan pengendalian diri tanpa

menunjukkan emosi atau bereaksi dengan tenang tanpa menunjukkan emosi atau

perasaan (Wortman, dkk, 1999).

Menerima kenyataan yang ada, menerima keadaan atau sadar akan keadaan

dirinya yang menderita suatu penyakit dan cenderung mencari hikmah dari keadaan

tersebut. Penerimaan berbagai kenyataan hidup merupakan keyakinan atau pandangan

positif dapat menjadi sumber psikologis yang sangat penting untuk membentuk

koping seseorang dalam menghadapi masalahnya.

Universitas Sumatera Utara