Post on 15-May-2017
ASIDOSIS METABOLIK
Edi Ikhsan, S.Ked
Dokter Muda Ilmu Kedokteran Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh
2010
Pembimbing
dr. Azwar Risyad, Sp. An
Bagian Ilmu Kedokteran Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pertimbangan fisiologis keseimbangan asam – basa adalah homeostasis dari kadar
hidrogen ([H+]) pada cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme yang
normal. Meskipun terbentuk banyak asam sebagai hasil metabolisme, namun ([H+]) cairan
tubuh tetap rendah. Kadar H+ normal darah arteri adalah 4 x 10-8 mEq/L atau sekitar 1
persejuta dari kadar Na+. Meskipun rendah, kadar ([H+)] yang stabil perlu dipertahankan agar
fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi (naik turun) sangat mempengaruhi
aktivitas enzim sel.1
Peningkatan [H+] menyebabkan larutan menjadi bertambah asam, dan penurunannya
menyebabkan larutan menjadi bertambah basa. [H+] berada dalam jumlah yang kecil,
sehingga para ahli kimia menggunakan skala pH sebagai cara untuk menyatakan [H+]. pH
adalah logaritma negatif dari kadar ion hidrogen (pH = - log [H+]). Dengan demikian [H+]
sebesar 0,0000001 g/L sama dengan 10-7 g/L, sama dengan pH 7. Nilai pH berbanding
terbalik dengan [H+]. Apabila [H+] meningkat, pH menurun, demikian juga jika [H+]
menurun, maka pH meningkat. Kadar pH yang lebih rendah berarti larutan itu lebih asam,
sedangkan pH yang tinggi berartilarutan itu lebih alkali atau basa. Air mempunyai pH 7, dan
bersifat netral karena jumlah ion hidrogennya (asam) [H+] tepat sama dengan jumlah ion
hidroksil (basa) (OH-). Larutan asam mempunyai pH kurang dari 7, sedangkan larutan alkali
atau basa mempunyai pH lebih besar dari 7. Skala pH berkisar dari 1 (paling asam) sampai 14
(paling alkali). 1
Nilai pH darah atau cairan ekstrasel (ECF) adalah sedikit basa yaitu 7,4. Batas normal pH
darah adalah dari 7,38 – 7,42 (deviasi standar 1 dari nilai rata – rata) atau 7,35 – 7,45 (deviasi
standar 2 dari nilai rata – rata). 1
Berdasarkan uraian di atas maka asam merupakan substansi yang mengadung 1 atau lebih
ion H+ yang dapat dilepaskan dalam larutan (donor proton). Asam kuat seperti asam klorida
(HCl), hampir terurai sempurna dalam larutan sehingga melepaskan lebih banyak ion H+. ,
Asam lemah seperti asam karbonat (H2CO3), hanya terurai sebagian dalam larutan sehingga
lebih sedikit ion H+ yang dilepaskan.1
Ikatan hidrogen memegang kunci utama dalam memelihara integritas molekul biologis.
Struktur semua protein, enzim – enzim penting sangat peka terhadap perubahan konsentrasi
H+. Jadi konsentrasi H+ harus tetap terjaga agar tidak mengganggu aktifitas selelur.
Kegagalan dalam menjaga keseimbangan ini berakibat kepada kematian sel.2
Asidosis metabolik merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan peningkatan
keasaman plasma, diikuti dengan penurunan tekanan parsiil CO2 di dalam arteri dan
berhubungan dengan kondisi mengancam nyawa. 3
Asidosis metabolik dapat juga diartikan sebagai penurunan ion hidrogen ([H+]). Asidosis
metabolik bukan merupakan penyakit tetapi lebih kepada keadaan abnormal biokimia.4
Asidosis metabolik disebabkan antara lain oleh produksi asam yang terlalu banyak,
berkurangnya ekskresi asam, atau hilangnya alkali tubuh. Pada analisa gas darah menunjukan
pH kurang dari 7,35 dan serum bikarbonat (HCO3-) kurang dari 18 mRq/L. Tanda dan gejala
asidosis metabolik tidaklah spesifik dan diagnosisnya berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Keterlambatan dalam diagnosis asidosis metabolik akan meningkatkan
mortalitas dan mordibitas.5 Asidosis metabolik juga merupakan kompensasi terhadap
peningkatan pCO2 dalam darah. Penyebab lainnya termasuk akumulasi keton dan asam laktat,
gagal ginjal, konsumsi obat atau racun. Walaupun gejala dan tanda asidosis tidak spesifik,
namun umumnya berupa mual dan muntah, lethargi, serta takipneu.6
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Fisiologi Keseimbangan Asam
Ion H+ merupakan salah satu komponen ion – ion yang berada dalam cairan ekstrasel di
samping ion Na+ dan ion K+. Dalam keadaan normal kadar ion H+ adalah sebesar 40
nanomol/L, secara kasar senilai persejuta kadar ion Na+ dan ion K+ dalam milimol/L. Ikatan
ion H+ dengan protein yang bermuatan negatif sangat kuat dan lebih kuat dibandingkan
dengan ikatan ion Na+ dan ion K+ dengan protein. Meningkat atau berkurangnya ikatan ion H+
dengan protein akan merubah muatan protein, bentuk molekul protein yang akhirnya
menimbulkan kerusakan jaringan akibat perubahan fungsi protein. Konsekuensi dari hal ini
tubuh harus menjaga kadar ion H+ tetap dalam batas normal walaupun pembentukan asam
maupun basa terus berlangsung dalam kehidupan manusia. Pengaturan kadar ion H+ ini
dimungkinkan dengan tiga cara yaitu 1) Penyangga kimiawi di dalam maupun di luar sel.
2)Pengaturan parsial CO2 dengan cara pengaturan kecepatan ventilasi paru. 3) Pengaturan
kadar bikarbonat dalam plasma dengan cara pengaturan ekskresi ion H+ melalui ginjal.
Menurut Bronsted, yang disebut dengan asam adalah zat penyumbang ion H+ sedang basa
adalah penerima ion H+. 3
Penyangga di luar sel (extracellular buffer) sebagian besar dilakukan oleh ion HCO3-. Ion
HCO3- bermula dari hidrasi CO2 yang larut dalam cairan ekstra seluler membentuk asam
karbonat (H2CO3). H2CO3 kemudian berdisosiasi menjadi ion H+ dan ion HCO3-. Kadar H2CO3
sangat rendah dibandingkan dengan CO2- terlarut (1:340) dan ion HCO3
- (1:6800) sehingga
reaksi di atas dapat disederhanakan meenjadi CO2 + H2O H+ + HCO3-. Reaksi ke kiri
dan ke kanan sama kuatnya sehingga bila ion H+ berlebihan pada keadaan asidosis metabolik,
ion H+ akan disangga oleh penyangga ion HCO3- membentuk H2CO3. Disamping itu,
keberadaan ion H+ yang berlebihan menyebabkan reaksi bergeser ke arah CO2 + H2O.
Akibatnya CO2 akan berlebih sehingga terjadi hiperventilasi pada paru untuk mengatur
tekanan parsial CO2. Peningkatan ion H+ dalam plasma akan meningkatkan sekresi ion H+
dalam tubulus ginjal. Ion H+ dalam tubulus akan berikatan dengan bikarbonat yang difiltrasi
oleh glomerulus sehingga terdisosiasi menjadi H2O dan CO2 dengan bantuan enzim karbonik
anhidrase dalam lumen tubulus proksimal. Secara pasif CO2 dan H2O akan direabsorbsi
masuk ke dalam sel tubulus proksimal yang kemudian bereaksi dengan H2O membentuk ion
HCO3-. Ion HCO3
- ini kemudian akan masuk ke dalam sirkulasi darah oleh kotranspor Na-
3HCO3 pada membrane basolateral. 3
Penyangga di dalam sel (intracellular buffer) dan penyangga oleh tulang (bone buffer)
sebagian besar dilakukan oleh protein, fosfat organic dan inorganic, hemoglobin dalam sel
darah merah serta oleh disolusi mineral tulang berupa pelepasan CaCO3 dan CaHPO4 ke
ekstrasel. 3
Pada keadaan asidosis metabolik, penyanggaan terjadi sebanyak 43% di luar sel dan 57%
terjadi di dalam sel. Pada keadaan asidosis respiratori, penyanggaan terjadi sebanyak hanya
3% di luar sel dan sebagian besar (97%) terjadi di dalam sel. 3
Proses metabolisme dalam tubuh menghasilkan dua jenis asam, yaitu yang mudah
menguap (volatile) dan tidak mudah menguap (non – volatil). Asam volatil dapat berubah
menjadi bentuk cair maupun gas. Karbondioksida – produk akhir utama dari oksidasi
karbohidrat, lemak, dan asam amino – dapat dianggap sebagai asam karena mampu bereaksi
dengan air untuk membentuk asam karbonat (H2CO3) yang terurai menjadi bentuk H+ dan
HCO3-; 1
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
Karbondioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru, sehingga
karbondioksida sering disebut asam volatil. Sedangkan semua sumber lain H+ dianggap
sebagai asam non-volatil atau asam terfiksasi (fixed - acids). Asam non – volatil tidak dapat
berubah bentuk menjadi gas untuk bisa diekskresi oleh paru – paru, tetapi harus diekskresikan
melalui ginjal. Asam non – volatil dapat berupa anorganik maupun organik. Asam sulfas
adalah produk akhir oksidasi asam amino yang mengandung sulfur, sedangkan asam fosfat
dibentuk dari metabolism fosfolipid, asam nukleat, dan fosfoprotein. Asam organic (seperti
asam laktat dan asam keton) dibentuk pada metabolisme karbohidrat dan lemak dan
kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan air, sehingga dalam keadaan normal asam – asam ini
tidak mempengaruhi pH tubuh. Namun demikian, asam – asam organik ini dapat menumpuk
pada keadaan abnormal tertentu. Asam laktat akan menumpuk jika tidak ada oksigen,
misalnya pada syok sirkulatorik atau henti jantung. Pada diabetes mellitus tak terkontrol,
asam – asam keton (asam asetoasetat dan beta – hidroksibutirat) dapat tertimbun karena
meningkatnya metabolisme lemak. Sekitar 20.000 mmol H2CO3 dan 80 mmol asam non –
volatil diproduksi oleh tubuh setiap hari dan dikeluarkan melalui paru – paru dan ginjal,
secara terpisah.1
Konsentrasi ion hidrogen dan pH
Pengaturan ion hidrogen yang tepat bersifat penting karena hampir semua aktifitas sistem
enzim dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidrogen. Oleh karena itu perubahan
konsentrasi hidrogen sesungguhnya merubah fungsi seluruh sel dan tubuh. Konsentrasi ion
hidrogen dalam cairan tubuh normalnya dipertahankan pada tingkat yang
rendah,dibandingkan dengan ion-ion yang lain,konsentrasi ion hidrogen darah secara normal
dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar 0,00004 mEq/liter. Karena
konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan karena jumlahnya yang kecil ini tidak
praktis, biasanya konsentrasi ino hidrogen disebut dalam skala logaritma dengan
menggunakan satuan pH.7
pH = log 1/H+
pH=-log H+
Normal H+ adalah 0,00000004 Eq/liter.oleh karena itu pH normal adalah:
pH= -log (0,00000004)
pH= 7,4
Dari rumus diatas,bahwa pH berhubungan terbalik dengan konsentrasi ion hidrogen. Oleh
karena itu pH yang rendah berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen yang tinggi dan pH
yang tinggi berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen yang rendah. Seseorang dikatakan
asidosis saat pH turun dari nilai normal dan dikatakan alkolosis saat pH diatas nilai normal.
Batas rendah nilai pH dimana seseorang dapat hidup beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan
batas atas adalah sekitar 8,0.7
Pengaturan perubahan konsentrasi ion hidrogen
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrigen dalam cairan tubuh untuk
mencegah asidosis atau alkalosis 7:
1. Sistem penyangga asam basa kimiawi cairan tubuh
2. Pusat pernafasan
3. Ginjal
Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen ,sistem penyangga cairan tubuh
bekerja dalam waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-perubahan ini. Sistem
penyangga tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya kedalam
tubuh tetapi hanya menjaga agar mereka tetep terikat sampai keseimbangan tercapai kembali.
Kemudian sistem pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit untuk mengeliminasi CO2
dan oleh karena itu H2CO3 dari tubuh. Kedua pengaturan ini menjaga konsentrasi ion
hidrogen dai perubahan yang terlalu banyak sampai pengaturan yang ketiga bereaksi lebih
lambat,Ginjal dapat mengeliminasi kelebihan asam dan basa dari tubuh. Walaupun ginjal
relatif lambat memberi respon,dibandingkan sistem penyangga dan pernafasan, ginjal
merupakan sistem pengaturan asam-basa yang paling kuat selama beberapa jam sampai
beberapa hari.7
Sistem penyangga ion-ion hidrogen dalam cairan tubuh
Penyangga adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion hidrogen,yang
segera bergabung dengan asam basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen
yang berlebihan. Sistem ini bekerja sangat cepet dan menghasilkan efek dalam hitungan
detik. Ada 4 sistem penyangga dalam cairan tubuh.7
1. Sistem penyangga bikarbonat, sistem ini terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat :
asam lemah H2CO3 dan garam bikarbonat NaHCO3. H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh
reaksi CO2 dan H2O,yang dikatalisator oleh enzim karbonik anhidrase. CO2 + H2O H2CO3
Karbonik anhidrase
Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada
enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali didinding alveoli paru dan di
sel-sel epitel tubulus ginjal. H2CO3 berionisasi secara lemah untuk memebentuk sejumlah
kecil H+ dan HCO3- : H2CO3 ↔ H+ + HCO3
-
Bila asam kuat seperti HCl ditambahkan kedalam larutan penyangga bikarbonat,
peningkatan ion hidrogen yang dilepas dari asam ( HCl → H+ + Cl-) disangga oleh HCO3- :
↑H+ + HCO3- → H2CO3 → CO2 + H2O
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk menyebabakan peningkatan
produksi CO2 dan H2O. Dari reaksi ini dapat diliat bahwa ion-ion hidrogen dari asam kuat
HCl bereaksi dengan HCO3- untuk membentuk asam yang sangat lemah yaitu H2CO3 yang
kemudian membentuk H2O dan CO3. CO3 yang berlebihan sangat merangsang pernapasan,
yang mengeluarkan CO2 dari cairan ekstraseluler.7
Komponen kedua dari sistem ini yaitu: garam bikarbonat ( NaHCO3 ). Garam ini
berionisasi unuk membentuk ion-ion natrium dan ion bikarbonat ( HCO3-) sebagai berikut :
NaHCO3 ↔ Na+ + HCO3-. Bila basa kuat NaOH ditambahkan kedalam larutan penyangga
bikarbonat 7:
NaOH + H2CO3 → NaHCO3 + H2O
Ion Hidrosil OH- dari NaOH bergabung dengan H2CO3 untuk membentuk HCO3-
tambahan. Jadi basa lemah menggantikan NaHCO3 menggantikan basa kuat NaOH. Pada
waktu yang bersamaan konsentrasi H2CO3 ( karena bereaksi dengan NaOH ), menyebabkan
CO2 bergabung dengan H2O untuk menggantikan H2CO3
CO2 + H2O → H2CO3 → ↑ HCO3- + H+ +NaOH + Na+
Oleh karena itu hasil akhir adalah cenderung penurunan kadar CO2 dalam darah,
tetapi penurunan ini menghambat pernafasan dan menurunkan laju ekspirasi CO2.
Peningkatan HCO3- dalam darah dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3
- ginjal.7
Hasil akhir adalah pengubahan asam kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjadi
basa lemah.7
2. Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat
menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( Na2HPO4)
adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na H2PO4) adalah asam lemah.7
HCl + Na2HPO4 ↔ NaH2PO4 + NaCl
NaOH + NaH2PO4 ↔ Na2HPO4 + H2O
3 Sistem protein Sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung gugus
karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa.7
4 Sistem Hemoglobin dalam sel darah merah berfungsi sebagai penyangga pembentukan H+
saat terjadi transpor CO2 di antara jaringan paru.7
Sistem pernafasan
Sistem pernapasan melibatkan perubahan ventilasi pulmonar untuk mengeluarkan CO2 dan
untuk membatasi jumlah asam karbonat yang terbentuk. Pengaturan respiratorik memerlukan
waktu satu sampai tiga menit untuk mulai bekerja dan fungsinya setelah penyangga asam
basa ,pernafasan sistem pengaturan asam basa kedua.8
• Karbon dioksida secara terus menerus ditambahkan kedalam darah vena akibat metabolisme
sel dan transpor ke paru-paru. Saat CO2 terurai dalam paru maka akan terbentuk asam
karbonat yang kemudian akan terurai membentuk ion hidrogen dan ion bikarbonat.8
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-
Karbon dioksida dikeluarkan dari pada paru-paru sehingga reaksi bergerak ke kiri dan plasma
menjadi tidak terlalu asam.
Dalam keadaan normal produksi karbon dioksida diimbangi dengan pengeluarannya seperti
fungsi sistem pernapasan dalam pengaturan asam basa.7
Jika aktivitas metabolik meningkat karena olah raga, akan terjadi peningkatan tekanan
parsial karbon dioksida arteri (pCO2), peningkatan kadar asam karbonat plasma dan
penurunan pH plasma (asidosis). Pernafasan disesuaikan untuk mengeluarkan lebih banyak
karbon dioksida.7
CO2 berlebihan dalam darah berdifusi kedalam sistem saraf pusat untuk mencapai
kemoreseptor sentral. Disistem saraf pusat CO2 membetuk asam karbonat yang terurai
menjadi ion hidrogen. Ion hidrogen ini merangsang kemoreseptor.7
Ion hidrogen menstimulasi kemoreseptor sentral mengakibatkan peningkatan frekuensi
pernafasan dan kedalaman ventilasi. Peningkatan frekuensi perngeluaran CO2 respiratorik
mengurangi asam karbonat dan peningkatan pH.7
Sebaliknya jika pH plasma meningkat ( alkalosis ), frekuensi respiratorik berkurang untuk
mengurangi pengeluaran CO2. Kadar CO2 yang sedikit dalam plasma menyebabakan reaksi
diatas bergerak kekanan dan penurunan pH.7
Pengaturan ginjal
Pengaturan ini berlangsung melalui ekresi urin asam basa. Ginjal mengatur pH darah
mengeluarkan lebih banyak ion hidrogen dan mereabsorpsi lebih banyak ion bikarbonat saat
plasma darah lebih asam dan dengan mengeluarka sedit ion hidrogen dan mereabsorpi sdikit
ion bikarbonat saat plasma darah lebih basa. Fungsi ginjal berlangsung selama beberapa jam
sampai beberapa hari untuk mengatasi perubahan pH dan bekerja melalui mekanisme.3,7:
Sekresi tubular ion hydrogen.7
CO2 dalam cairan intersisial berdifusi kadalam sel epitel dan berikatan dengan air untuk
membentuk asam karbonat yang berionisasi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat.3,7
Ion hidrogen ditranspor secara aktif keluar sel menuju lumen tubulus dan dikeluarkan dari
tubuh dalam urin.3,7
Reabsorpsi dan ekskresi bikarbonat.3,7
Untuk setiap ion hidrogen yang disekresi dari sel epitel kedalam lumen tubulus,satu ion
natrium secara aktif ditranspor ke dalam sel epitel dari lumen tubulus untuk mempertahankan
keseimbangan elektrokima. Ion natrium dan ion bikarbonat ditranspor secara bersamaan dari
sel epitel menuju cairan intersisial dan masuk kedalam darah.3,7
Dalam kondisi fisiologis normal,laju sekresi ion hidrogen sama dengan laju filtrasi
glomerular terhadap bikarbonat. Ginjal mereabsopsi semua bikarbonat yang terfiltrasi.3,7
Jika pH plasma basa akan menurunkan sekresi ion hidrogen oleh sel tubular sehingga yang
diekskresi dalam urin juga sedikit. Bikarbonat yang terfiltrasi tidak akan terabsopsi
sepenuhnya dan yang diekskresi dalam urin semakin banyak.3,7
Sistem penyangga memungkinkan ion hidrogen diekskresi dalam urin.7
Pasangan penyangga fosfat
Penyangga fosfat terkonsentrasi dalam cairan tubular karena tidak terabsorpsi. Penyangga
fosfat berfungsi untuk mengeluarkan ion hidrogen dari cairan tubuler dan membawanya
kedalam urin.7
Mekanisme ini memungkinkan pengeluaran sejumlah besar ion hidrogen yang disekresi
tanpa melalui asidifikas urine yang dapat merusak traktus urinarius.7
Pasangan penyangga amonia dan ammonium
Sel-sel tubuler mensintesis amonia ( NH3 ) dari asam glutamat. Amonia berdifusi kedalam
lumen tubulus dan bereaksi dengan ion hidrogen untuk membentuk ion amonium ( NH4-). Ion
amonuim diekskresi kedalam urine bersama dengan klorida.7
Selain itu ion amonium mengganti ion natrium atau beberapa ion dasar lainnya unuk
membentuk garam amonium dan melepas ion natrium untuk berdifusi balik kedalam sel
tubulus dan berikatan dengan bikarbonat. Pembentukan ion amonium menyebabakan
terjadinya penambahan lebih banyak ion bikarbonat ke dalam darah dan peningkatan pH
darah.7
2.2 Asidosis Metabolik
2.2.1 Definisi Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem
penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah,
pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan
kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada
akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan
lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika
tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan
berakhir dengan keadaan koma.3
2.2.2 Etiologi Asidosis Metabolik
Penyebab mendasar asidosis metabolika adalah penambahan asam terfiksasi
(nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam harian, atau kehilangan
bikarbonat basa. Peyebab asidosis metabolik umumnya dibagi dalam dua kelompok
berdasarkan selisih anion yang normal atau meningkat. Selisih anion dihitung dengan
mengurangi kadar Na+ dengan jumlah dari kadar Cl- dan HCO3- plasma. Nilai normalnya
adalah 12. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi adalah peningkatan
anion yang tak terukur seperti asam sulfas, asam fosfat, asam laktat dan asam – asam organik
lainnya. Apabila asidosis disebabkan oleh hilngnya bikarbonat (seperti pada diare) maka
selisih anion akan normal. Sebaliknya jika asidosis metabolik disebabkan oleh peningkatan
produksi asam organik (seperti asam laktat pada syok sirkulasi) atau retensi asam sulfas dan
asam fosfat (seperti pada gagal ginjal), maka kadar anion tak terukur (selisih anion) akan
meningkat.1
Asidosis metabolik merupakan akumulasi asam yang berasal dari peningkatan produksi
asam, berkurangnya ekskresi asam; atau hilangnya HCO3 ginjal atau gastrointestinal.
Acidemia ( pH darah arteri < 7.35) yang terjadi merupakan beban asam yang terakumulasi
dari kompensasi pernapasan.Penyebab academia diklasifikasikan berdasarkan pengaruhnya
terhadap selisih.5
Ketoasidosis merupakan komplikasi yang sering pada diabetes mellitus tipe 1, tetapi juga
sering terjadi dengan kondisi alkoholisme kronik, nutrisi kurang, dan puasa. Pada kondisi ini,
tubuh mengubah glukosa menjadi free fatty acid (FFA); FFA diubah di hepar menjadi
ketoacid, acetoacetic acid, dan β-hydroxybutyrate.5
Asidosis laktat merupakan penyebab asidosis metabolik yang sering pada pasien yang di
rawat di rumah sakit. Akumulasi laktat merupakan hasil dari produksi lactate yang terjadi
selama tahap metabolism anaerob. Bentuk paling serius terjadi selama syok.5
Gagal ginjal menyebabkan asidosis selisih anion karena penurunan sekresi asam dan
penurunan reabsorbsi HCO3.5
2.2.3 Patofosiologi Asidosis Metabolik
Metabolisme sel menghasilkan karbon dioksida (CO2). Oleh suatu proses intraseluler
yang reversible, CO2 bergabung dengan air membentuk asam arang (H2CO3-). Asam karbon
dapat terurai menjadi ion – ion hydrogen dan ion – ion HCO3- secara reversible. Acidemia
merupakan tahap dimana terjadi peningkatan konsentrasi H+ dan diukur dalam unit pH. Sel
memiliki rentang perubahan pH yang sempit untuk berfungsi secara optimal.5
Terdapat dua mekanisme utama bagi sel untuk mempertahankan konsentrasi H+ yang
konstan. Sistem penyangga dari CO2 – HCO3- berperan penting. Respon utama terhadap
asidosis metabolik adalah peningkatan ventilasi, hasilnya berupa peningkatan ekskresi CO2
melalui proses difusi di paru. Namun hal ini mengakibatkan pH darah menurun. Selain itu
kelebihan H+ dapat dikeluarkan melalui konversi ke CO2. Formula untuk sistem penyangga
yaitu H+ + HCO3- H2CO3
- CO2 + H2O. Mekanisme kedua untuk mempertahankan
pH adalah dua respon bertahap dari ginjal. Pertama, ion H+ diekskresikan dalam tubulus
proksimal, dimana ion H+ tersebut bergabung dengan HCO3- untuk membentuk asam arang
(H2CO3-). Pada perbatasan tubular sel, asam arang diubah menjadi CO2 dan Air, lalu diabsorsi
kembali. Kedua, Bikarbonat dapat dibentuk kembali melalui proses reverse dari sistem
penyangga di paru (CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-). Oleh karena itu asidosis
metabilok dapat terjadi ketika kedua respon kompensasi ini gagal atau tidak berjalan.5
Buffer
Penurunan bikarbonat yang memicu terjadinya asidosis metabolik terjadi melalui dua
proses terpisah: buffer (dari air dan karbon dioksida) dan proses di ginjal. Reaksi buffer yaitu
:
Persamaan Henderson-Hasselbalch secara matematika menjelaskan hubungan antara pH
darah dan komponen sistem penyangga bikarbonat:
Dengan menggunakan hukum Henry, dapat diartikan [CO2]=0.03xPaCO2
(PaCO2 adalah tekanan CO2dalam darah arteri)
Sehingga diperoleh :
= 6.1 + 1.3
= 7.4
2.2.4 Manifestasi Klinis Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik biasanya asimtomatik, namun jika gejalanya muncul biasanya tidak
spesifik dan dapat berupa fatigue, anoreksia, bingung, takikardi, takipneu, dan dehidrasi.
Manifestasi lainnya tergantung penyebabnya.5
Efek dari memburuknya asidosis metabolik dapat mengancam kehidupan. Peningkatan
keasaman dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pulmonary sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan vaskuler paru. Keadaan ini jika terus berlangsung dapat
menyebabkan terjadinya gagal ventrikel kanan. Pada saat pH arteri kurang dari 7,2 umumnya
sering terjadi depresi miokard. Pada otot pembuluh darah arteri, penurunan pH dapat memicu
terjadinya vasodilatasi sistemik yang kemudian menyebabkan terjadinya hipotensi dan
kegagalan sirkulasi.5
Asidosis metabolik dapat mengakibatkan beberapa perubahan spesifik pada sistem organ
termasuk sistem saraf, kardiovaskular, paru, gastrointestinal, dan disfungsi musculoskeletal.
Gejala sering spesifik dan biasanya diakibatkan oleh etiologi yang mendasari asidosis
metabolik tersebut.8
Kepala, mata, telinga, hidung, tenggorokan
o Tinnitus, pandangan kabur, dan vertigo
o Gangguan penglihatan seperti penurunan visus , photophobia, dan scotomata.
Kardiovaskular
o Palpitasi
o Nyeri dada
Sistem saraf
o Sakit kepala
o Perubahan penglihatan
o Mental confusion
Paru - Subjective dyspnea dari hasil observasi pasien yang hiperventilasi
Gastrointestinal
o Mual dan muntah
o Abdominal pain
o Diare
o Polyphagia
Muskuloskeletal
o Kelemahan otot
o Nyeri tulang
Pemeriksaan Fisik
Sistem saraf
o Kelumpuhan nervus cranial yang dapat terjadi pada keracunan etilen glikol.
o Edema retina yang sering dijumpai pada kasus tertelannya methanol.
o Letargi, stupor, dan koma sering terjadi pada beberap kasus asidosis metabolik, biasanya jika
terjadi bersamaan dengan tertelan racun.
Kardiovaskular: Pada academia yang parah (pH <7.10) dapat memicu terjadinya aritmia
ventrikel yang fatal bagi pasien, dan dapat mengurangi kontraktilitas jantungand serta respon
inotropik terhadap katekolamin yang mnyebabakan hipotensi dan gagal jantung kongestif.
Paru
o Pasien dengan asidosis metabolik akut mengalami takipneu dan hiperpneu sebagai tanda fisik
yang khas.
o Pernafasan kussmaul, yaitu suatu usaha pernafasan yang sangat dalam.
o Hiperventilasi, jika tidak ada penyakit paru yang jelas, maka harus dipikirkan kemungkinan
asidosis metabolik.
Musculoskeletal: Asidosis metabolik kronik (misalnya, uremia, renal tubular acidosis
[RTA]).
Selain itu tampilan klinis asidosis metabolik dapat juga muncul sesuai dengan pH
tertentu. Pada pH lebih dari 7,1 tampilan klisis yang sering muncul yaitu rasa lelah (fatique),
sesak nafas (kussmaull), nyeri perut, nyeri tulang, dan mual muntah.sedangkan pada pH
kurang atau sama dengan 7,1 maka tampilan klinis yang sering muncul antara lain gejala
yang sama pada pH > 7,1 ditambah dengan efek inotropik negative (aritmia), konstriksi vena
perifer, dilatasi arteri perifer (penurunan retensi perifer) , penurunan tekanan darah, aliran
darah ke hati menurun, dan konstriksi pembuluh darah paru sehingga pertukaran O2
terganggu.3
2.2.5 Analisa Gas Darah dan Interpretasi
Metabolik asidosis dapat didiagnosis dengan lima langkah berikut, menggunaan informasi
dari analisa gas darah dan konsentrasi elektrolit serum. Gambar berikut memperlihatkan
algoritma untuk penilaian asidosis metabolik.5
1. Menentukan apakah pasien mengalami alkalemic atau academic berdasarkan pH
darah arteri (normal, 7,38 – 7,42). Darah dengan pH kurang dari 7,38 bersifat asam.
2. Menentukan apakah gangguan primer penyebab acidemia adalah metabolik atau
asidosis. Nilai normal HCO3- dalam serum adalah 18 – 22 mEq/ L. Jika nilai HCO3
-
serum kurang dari 18 mEq/L maka menunjukan asidosis metabolik primer.
3. Menentukan apakah asidosis yang terjadi gap atau nongap yan muncul. Selisih anion
dihitung sebagai Na+ - (HCO3- + Cl-) dan nilai normalnya adalah 12±2 mEq/L3.
4. Menentukan apakah sistem respirasi sudah mengkompensasi dalam mengeluarkan dan
mengurangi kadar CO2 (normal pCO2 36 – 44 mmHg).
Gambar 1.1 Algoritma penilaian asidosis metabolik, DKA = diabetic ketoasidosis, GI = gastrointestinal, IV = intravenous, RTA = renal tubular asidosis2.2.6 Penatalaksanaan Asidosis Metabolik
Indikasi korensi asidosis metabolik yang dilakukan harus tepat agar tidak semakin
membahayakan pasien. Langkah pertama adalah menetapkan berat ringannya gangguan
asidosis. Gangguan disebut letal bila pH darah kurang dari 7 atau kadar ion – H lebih dari 100
nmol/L. Gangguan yang perlu mendapat perhatian bila pH darah 7,1 – 7,3 atau kadar ion – H
antara 50 – 80 nmol/L. Langkah kedua adalah menetapkan anion gap atau bila perlu anion
gap urin untuk mengetahui dugaan etiologi asidosis metabolik. Langkah ketiga adalah bila
kita mencurigai adanya kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta anion gap dengan
delta HCO3 (delta anion gap : anion gap pada saat pasien diperiksa dikurangi dengan median
anion gap normal; Delta HCO3 normal dikurangi dengan kadar HCO3 pada saat pasien
diperiksa). Bila rasio lebih dari 1, asidosis disebabkan oleh asidosis laktat atau lebih tepat 1,6.
Langkah ketiga adalah menetapkan sampai sejauh mana koreksi dapat dilakukan.3
Pada penurunan fungsi ginjal, koreksi dapat dilakukan secara penuh hingga mencapai kadar
ion – HCO3 20 – 22 meq/L. Pertimbangan yang dilakukanadalah mencegah terjadinya ,
mengurangi kemungkinan malnutrisi, mengurangi percepatan gangguan tulang (renal
osteodistrofi).
Pada ketoasidosis diabetik, atau pada asidosis laktat tipe A, koreksi dilakukan bila kadar ion
– HCO3 dalam darah sebesar kurang dari atau sama dengan 5 meq/L atau bila terjadi
hiperkalemi berat atau setelah koreksi insulin pada DM dan koreksi oksigen pada asidosis
laktat, asidosis belum terkendali. Koreksi dilakukan sampai kadar ion – HCO3 sebesar 10
meq/L.
Pada asidosis metabolik bercampur dengan asidosis respiratorik, tidak dalam ventilator,
koreksi harus dilakukan secara hati – hati atas pertimbangan depresi pernapasan.
Koreksi dilakukan dengan pemberian larutan Na – bikarbonat, setelah diketahui
kebutuhan bikarbinat pada pasien. Kebutuhan bikarbonat adalah berapa banyak bikarbonat
yang akan diberikan untuk mencapai kadar bikarbonat darah yang kita tuju.3
Untuk ini kita harus mengetahui ‘bicarbonat – space’ atau ruang – bikarbonat (Ru –
bikar) pasien pada kadar bikarbonat tertentu dari pasien. Ruang bikarbonat adalah besarnya
kapasitas penyangga total tubuh, termasuk bikarbonat ekstraseluler, protein intraseluler dan
bikarbonat tulang.3
Rumus untuk menghitung ruang – bikarbonat pada kadar bikarbonat plasma tertentu
adalah sebagai berikut3:
Ru – bikar = {0,4 + (2,6 : [HCO3]} x BB (kg)
Contoh :
Ru – bikar pada kadar bikarbonatplasma 20 meq/L adalah :
{0,4 + (2,6 : 20} x BB atau 0,53 BB atau 53% BB (lihat tabel 2)
HCO3
meq/L
% BB
Ru – bikar
HCO3
meq/L
% BB
Ru – bikar
HCO3
meq/L
% BB
Ru – bikar
1 300 9 69 17 55
2 170 10 66 18 54
3 127 11 64 19 54
4 105 12 62 20 53
5 92 13 60 21 52
6 83 14 58 22 52
7 77 15 57 23 51
8 72 16 56 24 51
Tabel 2.1. Ruang bikarbonat
Ruang – bikarbonat (Ru - bikar) pada keadaan bikarbonat plasma tertentu. Bila kita
menginginkan menaikan kadar bikarbonat plasma dari 10 meq/L menjadi 20 meq/L, maka
bikarbonat yang kita butuhkan adalah sebagai berikut 3:
Ru – bikarbonat pada keadaan 10 meq/L = {0,4 + (2,6 : 10} x BB atau 66% BB
Ru – bikarbonat pada keadaan 20 meq/L = {0,4 + (2,6 : 20} x BB atau 53% BB
Bila berat badan 60 kg, maka bikarbonat yang dibutuhkan adalah :
{(0,66 + 0,53) : 2} x 60 x (20 - 10)} = 357 meq
Rerata Ru – bikar x Berat Badan x Delta Bokarbonat Plasma
357 meq bikarbonat kita berikan secara intra vena selama 1 sampai 8 jam, tergantung berat
ringannya asidosis yang terjadi (letal atau tidak letal).3
BAB III
KESIMPULAN
Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem
penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah,
pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan
kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida.
Penyebab mendasar asidosis metabolika adalah penambahan asam terfiksasi
(nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam harian, atau kehilangan
bikarbonat basa.
Terdapat dua mekanisme utama bagi sel untuk mempertahankan konsentrasi H+ yang
konstan. Sistem penyangga dari CO2 – HCO3- berperan penting. Respon utama terhadap
asidosis metabolik adalah peningkatan ventilasi, hasilnya berupa peningkatan ekskresi CO2
melalui proses difusi di paru. Namun hal ini mengakibatkan pH darah menurun. Selain itu
kelebihan H+ dapat dikeluarkan melalui konversi ke CO2. Formula untuk sistem penyangga
yaitu H+ + HCO3- H2CO3
- CO2 + H2O. Mekanisme kedua untuk mempertahankan
pH adalah dua respon bertahap dari ginjal.
Asidosis metabolik biasanya asimtomatik, namun jika gejalanya muncul biasanya
tidak spesifik dan dapat berupa fatigue, anoreksia, bingung, takikardi, takipneu, dan
dehidrasi. Manifestasi lainnya tergantung penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, S.A and Wilson, L.M. 2006. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta2. Das, B. 2003. Acid – Base Disorders. Indian J. Anaesth 47 (5) : 373 - 379
3. Siregar, P. 2007. Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik In : Sudoyo, A.W.
(eds.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Penerbitan FKUI pp 143 - 146
4. Priestley, M.A. 2010. Acidosis Metabolic. (Online). (Available at http://emedicine.medscape.com/article/906440-overview. Diakses 30 Mei 2010)
5. Charles, J.C and Heilman, R.L. 2005. Clinical Review Article :Asidosis Metabolic. (Online). (Available at http://www.turner – white.com . Diakses 30 Mei 2010)
6. Lewis, J.L. 2008. Acidosis Metabolic. (Online). (Available at http://www.merck.com/mmpe/sec12/ch157/ch157c.html. Diakses 30 Mei 2010)
7. Guyton and Hall. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta
8. Quinn, A. 2008. Metabolic Acidosis. (Online). (Available at http://emedicine.medscape.com/article/768268-overview. Diakses 30 Mei 2010)