Post on 21-Mar-2019
Oleh :
PUTRA JAYA PRADANA
3607 100 048
1 07/07/2014
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP-ITS 1
ARAHAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KEMAMPUAN PENAMPUNGAN AIR DI
KAWASAN KONSERVASI (STUDI KASUS : KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA)
PEMBIMBING :
Ir. Heru Purwadio, MSP
SIDANG TUGAS AKHIR (PW09-1333)
3
LATAR BELAKANG
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan di daerah cekungan atau depresi, situ-situ, dan daerah rawa sudah banyak yang hilang karena ditimbun dan dibangun perumahan perkantoran dan gedung-gedung
Berdasarkan RTRW Kota Surabaya 2013, kawasan konservasi di wilayah timur diarahkan pada wilayah pantai timur.
Tambak-tambak rakyat mengalami perubahan gradual oleh perkembangan kegiatan hunian seperti Pakuwon City, Bumi Marina Mas, Sukolilo Park Regency, Sukolilo Dian Regency, Green Semanggi Mangrove,
Muncul
masalah
penurunan
kemampuan
penampungan
air di Kawasan
Pamurbaya
Kemampuan penampungan air pada tahun 2003 adalah sebesar 55.901.416,23 m3. Pada tahun 2013 kemampuan penampungan air sebesar 52.975.770,23 m3. Dalam periode 10 tahun (antara 2003-2013), terjadi penurunan volume kemampuan penampungan air sebesar 2.925.646,00 m3.
Perubahan penggunaan lahan dari ruang terbuka hijau (RTH),
tambak, rawa dan kawasan lain yang mampu menampung air
menjadi permukiman
Semakin berkurangnya kemampuan penampungan air di
kawasan Pamurbaya
FAKTOR-FAKTOR APA SAJA YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN
PENAMPUNGAN AIR DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA?
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN DAN SASARAN
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penampungan air di Pamurbaya.
2. Menentukan pemintakatan (zonasi) berdasarkan faktor yang menyebabkan penurunan kemampuan penampungan air di Pamurbaya
3. Merumuskan arahan pengendalian pengggunaan lahan di kawasan Pamurbaya berdasarkan kemampuan penampungan air.
menentukan arahan
pengendalian di Pantai
Timur Surabaya
berdasarkan
kemampuan penampungan air.
WILAYAH PENELITIAN
Lingkup wilayah
penelitian ini adalah
kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), batas wilayah
bersumber dari
review RDTRK
Pantai Timur
Surabaya (1999)
Luas wilayah
penelitian
+ 44, 023 km2 atau 4.402,3 Ha.
KERANGKA BERFIKIR PENELITIAN
Sumber : Penulis, 2014
Latar Belakang
Tujuan Studi
Rumusan Masalah
Arahan Pengendalian Penggunaan
Lahan di Kawasan Pantai Timur
Surabaya
Peningkatan debit air larian
(run off) dan banjir
Kemampuan penampungan
air terbatas
-Pertumbuhan penduduk
-Peningkatan kegiatan sosial dan ekonomi
-Regulasi manusia
Penggunaan
Lahan
Peningkatan perubahan penggunaaan dari
lahan ruang terbuka menjadi lahan
terbangun
Kondisi fisik
Lingkungan
(curah hujan, hidrologi,
topografi, jenis tanah,
dll)
Perkembangan Perkotaan Pesisir
Perubahan kemampuan
penampungan air
Indikator Penelitian Indikator –Indikator yang Mempengaruhi Kemampuan Penampungan Air
Indikator Dalam Teori Sumber
Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan Resiko Bencana (2010)
Muttaqin (2006)
Kodoatie; Syarief (2008)
Sedimentasi
Penyempitan sungai
Perubahan Penggunaan Lahan
Penyumbatan Sampah
Kerusakan saluran drainase
Adanya bangunan di atas jaringan drainase
Kurangnya ketersediaan sarana
drainase dan kawasan penampungan air
Kurangnya pengawasan
Kurangnya perbaikan
Persepsi kumuh dari drainase
Terbatasnya biaya pemeliharaan
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memelihara
: Indikator tidak digunakan dalam penelitian
Keterangan :
No Indikator Variabel
1
1
Sedimentasi Pengendapan di estuari
2
2
Penyempitan sungai Penyempitan sungai akibat
okupansi masyarakat
4
3
Perubahan
Penggunaan Lahan
Perubahan lahan tambak
menjadi lahan terbangun
Reklamasi di muara
Lahan mangrove yang
hilang
7
4
Terbatasnya biaya
pemeliharaan
Anggaran untuk
pengendalian
penggunaan lahan
Sintesa Pustaka
PENDEKATAN DAN SAMPEL
12
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan positivisme
Jenis penelitian ini adalah eksplanatori dan
deskriptif dengan model penelitian studi kasus.
Penelitian eksplanatori digunakan dalam
merumuskan Indikator-Indikator yang
menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan penampungan air di Pamurbaya.
Hasil penelitian ini akan dipaparkan dan menjadi
dasar dalam penelitian deskriptif.
Untuk mencapai sasaran ke-3 yakni, menentukan
arahan pengendalian penggunaan lahan
berdasarkan kemampuan penampungan air di
Pamurbaya diperlukan pengambilan sampel. Metode
pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dilakukan melalui Purposive Sampling sebagai representasi dari kelompok
stakeholders utama.
DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
No Variabel Definisi Operasional
1 Pengendapan di
estuari
Luas pengendapan sedimentasi yang terjadi di
estuari (Ha)
2 Penyempitan sungai
akibat okupansi
masyarakat
Luas badan air/sungai yang beralih fungsi
menjadi lahan terbangun (Ha)
3 Perubahan lahan
tambak menjadi lahan
terbangun
Luas perubahan penggunaan lahan dari lahan
tambak menjadi kawasan yang terbangun.
(Ha)
4 Reklamasi di muara
Luas reklamasi yang dilakukan oleh
masyarakat (Ha)
5 Lahan mangrove yang
hilang
Luas lahan mangrove yang hilang akibat
penebangan atau dialih fungsi menjadi
penggunaan lahan lain (Ha)
6 Anggaran
pengendalian
penggunaan lahan
Besarnya anggaran pengendalian
penggunaan lahan untuk mempertahankan
kemampuan penampungan air dari
pemerintah (Rupiah).
TAHAPAN ANALISIS PENELITIAN
Mengidentifikasi
faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan
penampungan air di
Pamurbaya
Analisis Deskriptif Kualitatif
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan
penampungan air di Pamurbaya
Merumuskan arahan
pengendalian pengggunaan
lahan di kawasan Pamurbaya berdasarkan kemampuan
penampungan air.
Analisis Delphi
Arahan pengendalian pengggunaan
lahan di kawasan Pamurbaya berdasarkan kemampuan
penampungan air.
1
3
2. Menentukan pemintakatan
(zonasi) berdasarkan faktor yang
menyebabkan penurunan
kemampuan penampungan
air di Pamurbaya
Analisis Weighted Overlay
dengan tool software
ArcGIS 10.1
Pemintakatan (Zonasi)
berdasarkan kemampuan
penampungan air di Pamurbaya
2
No
Kelurahan Luas
Administasi (Km2)
Luas Wilayah
Penelitian (Km2)
1 Sukolilo 0,991 0,975
2 Dukuh Sutorejo 1,791 0,609
3 Kalisari 4,967 4,921
4 Kejawan Putih 3,193 2,976
5 Keputih 18,834 16,467
6 Medokan Semampir 2,387 0,624
7 Medokan ayu 8,581 7,135
8 Wonorejo 6,732 5,890
9 Gunung Anyar Tambak 4,688 4,361
Total 52,164 43,958
Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kota Surabaya. Lingkup wilayah penelitian ini
adalah kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) bersumber dari review RDTRK Pantai Timur Surabaya (1999) meliputi sebagian sembilan (9) kelurahan paling timur Kota Surabaya
yang berhadapan langsung dengan laut.
Wilayah Penelitian
Sedimentasi yaitu proses pengendapan dari suatu material yang berasal dari angin, erosi air, gelombang laut
serta gletsyer. material yang dihasilkan dari erosi yang dibawa oleh aliran air dapat diendapkan di tempat yang
ketinggiannya lebih rendah (Pangestu, 2013). Sedimentasi yang terjadi dapat menurunkan kemampuan
penampungan air pada suatu daerah.
Pengendapan di
Estuari
No Kelurahan Luas
Pengendapan di Estuari (Ha)
1 Sukolilo 2,69
2 Dukuh Sutorejo 1,60
3 Kalisari 26,30
4 Kejawan Putih 14,29
5 Keputih 10,32
6 Medokan Semampir -
7 Medokan ayu 6,75
8 Wonorejo 2,29
9 Gunung Anyar Tambak 3,20
Total 67,44
Rata-rata 8,43
: Pengendapan sedimentasi
dominan
Keterangan :
19
Analisis deskriptif : pengendapan di estuari
Variabel Analisis
Pengendapan di Estuari
Kondisi eksisting :
Dalam periode 2012-2013, total sedimentasi di estuari pada
wilayah penelitian sebesar 67,44 Ha. Pengendapan di estuari
mendominasi di Kelurahan Kalisari sebesar 26,30 Ha. Rata-rata
sedimentasi muara tiap kelurahan sebesar 8,43 Ha.
Pada wilayah penelitian menujukkan fenomena
pengendapan sedimentasi yang cukup tinggi sehingga
terjadi proses alami peninggian lahan di estuari.
Literatur:
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko Bencana
(2010), menyebutkan daya tampung sistem pengaliran air
dapat berkurang akibat semakin meningkatnya sedimentasi
di muara/estuari. Sedimentasi yang tinggi menyebabkan
daerah muara akan melebar dan meninggi sehingga
cekungan-cekungan yang mampu menampung air dapat
menghilang.
Pembahasan:
Sedimentasi muara di wilayah penelitian cukup tinggi.
Dengan adanya sedimentasi di muara, maka cekungan-
cekungan yang dapat menampung air dapat menghilang.
Hal ini menyebabkan air yang dapat ditampung oleh daerah
penampungan air lain akan berkurang.
Kesimpulan:
Sedimentasi yang tinggi pada muara di wilayah penelitian
berpengaruh terhadap penurunan kemampuan
penampungan air.
Pada wilayah penelitian terdapat saluran pengendali banjir, yakni Kali Wonokromo, dan 10
saluran primer. terjadi penyempitan saluran akibat okupansi masyrakat yang membangun
permukiman di badan air.
Penyempitan Sungai Akibat
Okupansi Masyarakat
Penyempitan Sungai akibat okupansi masyarakat di Medokan Semampir.
Permukiman di badan air
No Kelurahan Luas Sungai yang Menyempit
m2 Ha
1 Sukolilo 0,00 0,00
2 Dukuh Sutorejo 0,00 0,00
3 Kalisari 10.643,11 1,06
4 Kejawan Putih 6.857,81 0,69
5 Keputih 6.857,81 0,69
6 Medokan Semampir 10.199,64 1,02
7 Medokan ayu 24.187,75 2,42
8 Wonorejo 10.881,19 1,09
9 Gunung
Anyar Tambak 14.072,23 1,41
Total 83.699,54 8,37
Rata-rata 11.957,08 1,20
: Penyempitan sungai akibat okupansi
masyarakat dominan
Keterangan :
Variabel Analisis
Penyempitan Sungai
Akibat Okupansi Masyarakat
Kondisi eksisting :
Badan air berupa sungai yang mengalami penyempitan akibat okupansi msyarakat di wilayah penelitian sebesar 83.699,54 m2 atau 8,37 Ha. Rata-rata setiap kelurahan mengalami penyempitan sungai sebesar 11.957,08 m2 atau 1,2 Ha. Sungai yang mengalami penyempitan akibat okupansi banyak terjadi Kelurahan Medokan Ayu yakni seluas 2,42 Ha.
Literatur:
Khusus untuk saluran drainase, penyebab menurunnya kemampuan penampungan air adalah adanya bangunan lain di atas sistem jaringan (Kinerja Sistem Drainase yang Berkelanjutan Berbasis Partisipasi Masyarakat , Muttaqin, 2006). Dengan adanya sebagian kawasan sempadan sungai yang telah berdiri bangunan permukiman maka diperkirakan akan ada aktifitas manusia yang akan mengganggu fungsi penampungan air saluran. Aktifitas tersebut dapat berupa pembuangan samapah langsung ke saluran atau mengakibatkan longsoran tanah ke saluran sehingga terjadi
penyempitan saluran dan menurunkan kemampuan penampungan air (Tata Ruang Air, Kodoatie; Syarief, 2008)..
Pembahasan:
Pada wilayah penelitian di Kelurahan Kalisari, Kejawan Putih, Medokan Semampir, Gunung Anyar Tambak dan Medokan Ayu terjadi okupansi permukiman pada sungai. Munculnya okupansi permukiman ini akan menyempitkan sungai dan mengganggu
fungsi sungai sebagai penampungan dan penyaluran air.
Kesimpulan
Penyempitan sungai akibat okupansi masyrakat berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan penampungan air.
Analisis deskriptif : penyempitan sungai akibat okupansi masyarakat
Penggunaan
Lahan
No Kelurahan
Jenis penggunaan Lahan
Total Permukiman Fasum Sawah
Mangro
ve Tambak
1 Sukolilo 4,57 88,55 0,00 3,72 0,66 97,50
2 Dukuh Sutorejo 5,23 0,05 0,00 1,68 53,92 60,88
3 Kalisari 265,56 0,00 28,14 51,24 147,00 491,94
4 Kejawan Putih 164,60 0,00 0,00 24,36 108,57 297,53
5 Keputih 229,51 0,00 0,00 141,08 1276,18 1646,77
6
Medokan
Semampir 43,22 0,00 0,58 0,00 18,56 62,36
7 Medokan ayu 120,86 0,00 14,96 34,85 542,50 713,17
8 Wonorejo 104,46 0,00 0,00 31,65 452,87 588,98
9
Gunung Anyar
Tambak 68,33 0,00 7,67 16,58 342,83 435,41
Total 1006,33 88,60 51,35 305,14 2943,10 4394,53
Persentase (%) 22,90 2,02 1,17 6,94 66,97 100,00
0 500 1000 1500 2000
Sukolilo
Dukuh Sutorejo
Kalisari
Kejawan Putih
Keputih
Medokan Semampir
Medokan ayu
Wonorejo
Gunung Anyar Tambak
Permukiman
Fasum
Sawah
Mangrove
Tambak
Penggunaan lahan tambak
terbesar terdapat di
Kelurahan Keputih, yakni
sebesar 1.276,18 Ha.
Sedangkan penggunaan
lahan permukiman terbesar
terdapat di Kelurahan
Kalisari, yakni sebesar
265,56 Ha.
Pada Tahun 2013, jenis penggunaan lahan
yang mendominasi penggunaan lahan tambak
dengan luas menjadi sebesar 2.943,10 Ha
(66,97 %), disusul oleh penggunaan lahan
permukiman sebesar 1006,33 Ha (22,9 %),
selanjutrnya berturut-turut adalah penggunaan
lahan mangrove 305,14 Ha (6,94 %), fasilitas
umum 88,60 Ha (2,02 %) dan sawah 51,35 Ha
(1,17 %).
Penggunaan
Lahan
2003 2008 2013
Dalam 10 tahun, lahan mangrove mengalami
penyusutan sebesar 96,63 Ha, tambak mengalami
penurunan luas 162,53 Ha sedangkan lahan
permukiman terus meningkat hingga 242,96 Ha.
Sumber : Data Bappeko Surabaya, Google
Earth Reverse 2003, 2008, Analisis GIS
Perubahan lahan tambak
No Kelurahan Periode Perubahan
Penggunaan Lahan
Tambak - Permukiman
Kecepatan
Perubahan
Penggunaa
n Lahan
(Ha/thn) 2003-
2008
2008-
2013
2003-
2013
1 Sukolilo 0,00 0,00 0,00 0,00
2 Dukuh Sutorejo 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Kalisari 0,00 0,00 0,00 0,00
4 Kejawan Putih 0,00 3,56 3,56 0,36
5 Keputih 20,43 79,42 99,85 9,99
6
Medokan Semampir 0,86 0,00 0,86 0,09
7 Medokan ayu 11,11 38,08 49,20 4,92
8 Wonorejo 1,77 19,38 21,15 2,12
9
Gunung Anyar Tambak 3,12 18,32 21,44 2,14
Total 37,30 158,76 196,06 19,61
Rata-rata 6,22 26,46 32,68 3,27
: Perubahan penggunaan lahan tambak
dominan
Keterangan :
Kecepatan perubahan lahan dari lahan
tambak menjadi permukiman di
wilayah penelitian mencapai 19,61
Ha/Tahun, rata-rata kecepatan
perubahan setiap kelurahan sebesar
3,27 Ha/Tahun. Kecepatan perubahan
lahan tertinggi terjadi di Kelurahan
Keputih, yakni 9,99 Ha/Tahun
Variabel Analisis
Perubahan Lahan Tambak
Menjadi Lahan Terbangun Kondisi eksisting :
Berdasarkan data penggunaan lahan Tahun 2003, 2008 dan 2013 dapat
dilihat adanya perubahan lahan tambak menjadi permukiman.
Kecepatan perubahan lahan dari lahan tambak menjadi permukiman di
wilayah penelitian mencapai 19,61 Ha/Tahun, rata-rata kecepatan
perubahan setiap kelurahan sebesar 3,27 Ha/Tahun. Kecepatan
perubahan lahan tertinggi terjadi di Kelurahan Keputih, yakni 9,99
Ha/Tahun.
Tambak memiliki fungsi penampungan air. Perubahan lahan tambak
menjadi permukiman dalam periode 2003 hingga 2013 menyebabkan
penurunan volume kemampuan penampungan air sebesar 2.925.646 m3
atau rata-rata 292.564,6 m3 per tahun.
Literatur:
Akibat lahan yang semula berupa kawasan, tambak, rawa yang mampu
menyerap dan menampung air diubah menjadi permukiman yang lebih
tinggi dari kawasan sekitar, maka akibatnya air limpasan akan beralih ke
sekitarnya. Selain itu, alih fungsi lahan memperbesar debit air limpasan run
off meningkat antara 6 hingga 20 kali. Sehingga kemampuan
penampungan air juga akan berkurang karena air yang harus ditampung
meningkat, sedangkan wadah tampungnya berkurang. (Tata Ruang Air,
Kodoatie; Syarief, 2008).
Pembahasan:
Dalam periode 2003 hingga 2013, terdapat kecenderungan perubahan
penggunaan lahan belum terbangun seperti tambak dan sawah berubah
menjadi lahan terbangun seperti pemukiman dan fasilitas umum. Hal ini
menyebabkan kemampuan penampungan air berkurang.
Kesimpulan:
Perubahan lahan tambak menjadi permukiman berpengaruh terhadap
berkurangnya kemampuan penampungan air.
Analisis deskriptif : perubahan lahan tambak
Lahan mangrove yang hilang
: Perubahan penggunaan lahan mangrove
dominan
Keterangan :
Kecepatan perubahan lahan dari lahan
mangrove di wilayah penelitian
mencapai 9,26 Ha/Tahun. Rata-rata
perubahan lahan mangrove setiap
kelurahan adalah sebesar 1,85 Ha.
Kecepatan perubahan lahan tertinggi
terjadi di Kelurahan Medokan Ayu,
yakni 4,19 Ha/Tahun. Sedangkan pada
Kelurahan Sukolilo, Dukuh Sutorejo
dan Kalisari tidak terjadi perubahan
penggunaan lahan mangrove.
No Kelurahan
Periode Perubahan Penggunaan Lahan Mangrove
Kecepatan
Perubahan
Penggunaa
n Lahan (Ha/thn)
2003-2008
2008-2013
2003-2013
1 Sukolilo 0,00 0,00 0,00 0,00
2 Dukuh Sutorejo 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Kalisari 0,04 0,00 0,04 0,00
4 Kejawan Putih 1,33 0,00 1,33 0,13
5 Keputih 9,05 0,05 9,10 0,91
6
Medokan Semampir 4,82 0,01 4,83 0,48
7 Medokan ayu 41,87 0,00 41,87 4,19
8 Wonorejo 4,39 0,00 4,39 0,44
9
Gunung Anyar Tambak 31,07 0,01 31,08 3,11
Total 92,57 0,07 92,64 9,26
Rata-rata 18,51 0,01 18,53 1,85
Variabel Analisis
Lahan Mangrove yang
Hilang Kondisi eksisting :
Kecepatan perubahan lahan dari lahan mangrove di wilayah
penelitian mencapai 9,26 Ha/Tahun. Rata-rata perubahan
lahan mangrove setiap kelurahan adalah sebesar 1,85 Ha.
Kecepatan perubahan lahan tertinggi terjadi di Kelurahan
Medokan Ayu, yakni 4,19 Ha/Tahun. Sedangkan pada
Kelurahan Sukolilo, Dukuh Sutorejo dan Kalisari tidak terjadi
perubahan penggunaan lahan mangrove.
Literatur:
Akibat lahan diubah misalnya lahan terbuka seperti
mangrove menjadi permukiman, maka penutup lahan hilang,
akibatnya run off meningkat tajam. Peningkatan ini akan
memperbesar air limpasan sungai. Di samping itu, akibat
peningkatan debit, terjadi pula peningkatan sedimen yang
menyebabkan kemampuan penampungan air menjadi
berkurang (Tata Ruang Air, Kodoatie; Syarief, 2008).
Pembahasan:
Dengan adanya fenomena perubahan lahan mangrove
menjadi tambak maupun permukiman, maka kemampuan
penampungan air di wilayah penelitian juga berkurang.
Kesimpulan:
Lahan mangrove yang hilang berpengaruh terhadap
penurunan kemampuan penampungan air.
Analisis deskriptif : lahan mangrove yang hilang
Reklamasi di muara
: reklamasi di muara dominan
Keterangan :
Daratan hasil reklamasi oleh
masyarakat mencapai 277.625,95 m2
atau 27,77 Ha. Rata-rata setiap
kelurahan dilakukan upaya reklamasi
di muara sebesar 39.664,71 atau 3,97
Ha. Reklamasi tertinggi dilakukan di
Kelurahan Keputih dengan seluas 9,24
Ha. Sedangkan pada Kelurahan Dukuh
Sutorejo dan Kelurahan Medokan
Semampir tidak terlihat reklamasi
lahan.
No
Kelurahan Luas Reklamasi
m2 Ha
1 Sukolilo 20.537,39 2,05
2 Dukuh Sutorejo 0,00 0,00
3 Kalisari 55.694,56 5,57
4 Kejawan Putih 62.430,12 6,24
5 Keputih 92.394,83 9,24
6 Medokan Semampir 0,00 0,00
7 Medokan ayu 31.134,48 3,11
8 Wonorejo 2.583,80 0,26
9 Gunung Anyar Tambak 12.877,78 1,29
Total 277.652,95 27,77
Rata-rata 39.664,71 3,97
Variabel Analisis
Reklamasi di Muara Kondisi eksisting :
Daratan hasil reklamasi oleh masyarakat mencapai 277.625,95
m2 atau 27,77 Ha. Rata-rata setiap kelurahan dilakukan
upaya reklamasi di muara sebesar 39.664,71 atau 3,97 Ha.
Reklamasi tertinggi dilakukan di Kelurahan Keputih dengan
seluas 9,24 Ha. Sedangkan pada Kelurahan Dukuh Sutorejo
dan Kelurahan Medokan Semampir tidak terlihat reklamasi
lahan.
Literatur:
Reklamasi lahan di muara akan mengubah bentang alam
yang berupa cekungan penampungan air. Jika cekungan
penampungan air berkurang atau menghilang maka air
pasang yang ditampung muara akan berkurang dan jika
terjadi air pasang maksimum, air pasang akan meluap lebih
jauh ke daratan. (Tata Ruang Air, Kodoatie; Syarief, 2008).
Pembahasan:
Reklamasi di muara yang terjadi pada Kelurahan Keputih,
Sukolilo, Kejawan Putih Tambak, Wonorejo hingga Gunung
anyar Tambak menurunkan kemampuan penampungan air.
Kesimpulan:
Reklamasi di muara berpengaruh terhadap berkurangnya
kemampuan penampungan air.
Analisis deskriptif : reklamasi di muara
Anggaran Pengendalian Penggunaan Lahan
Anggaran untuk pengendalian
penggunaan lahan cukup besar,
yakni 30 % dari anggaran program
penataan ruang DCKTR Kota
Surabaya.
Anggaran untuk pengendalian
penggunaan lahan di Kota
Surabaya mencapai Rp
1.247.622.032,00
No Uraian Jumlah (Rupiah)
Persentase
1 Penyusunan Review
Rencana Detail Tata Ruang Kota
789.098.948 18,99
2 Survey dan Pemetaan
Peningkatan Infrastruktur Kota
183.825.522 4,42
3 Pendataan dan Pemetaan Pemanfaatan Ruang
418.458.469 10,07
4 Penataan dan
Penyelenggaraan Bangunan di Kota Surabaya
1.099.646.084 26,47
5 Pengawasan Pengendalian
dan Penertiban Tata Bangunan
546.747.083 13,16
6 Pengendalian Terhadap
Pemanfaatan Rencana Ruang Kota
700.874.949 16,87
7 Penunjang Sekretariat
Verifikasi Prasarana, Sarana
dan Utilitas Kawasan
Industri, Perdagangan,
Perumahan dan Permukiman
1.784.500 0,04
8 Peningkatan Pelayanan
Perizinan Jasa Konstruksi (IUJK)
107.545.740 2,59
9 Pendataan Bidang Tata
Kota dan Bangunan berbasis GIS
306.463.302 7,38
Total 4.154.444.597 100,00
Realisasi Anggaran Program Penataan Ruang Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya Tahun Anggaran 2012
Variabel Analisis
Anggaran pengendalian penggunaan lahan
Kondisi eksisting :
Pada Tahun 2012, anggaran terkait pengendalian penggunaan lahan adalah sebesar Rp 1.247.622.032,00 (satu milyar dua ratus empat puluh tujuh juta enam ratus dua puluh dua ribu tiga puluh dua rupiah), yakni 30 % dari anggaran program penataan ruang. Anggaran tersebut adalah anggaran pengendalian penggunaan lahan untuk dialokasikan lingkup wilayah seluruh Kota Surabaya. Dengan adanya anggaran untuk pengendalian penggunaan lahan, hal ini menunjukkan perhatian Kota Surabaya dalam
pengendalian penggunaan lahan sehingga penggunaan lahan di lapangan tidak banyak menyimpang dari rencana kota. Literatur: Kodoatie dan Syarief (2008) menjelaskan masalah-masalah kemampuan penampungan air di antaranya adalah terbatasnya biaya pengendalian penggunaan lahan. Baik akibat alam maupun intervensi manusia, kemampuan penampungan air dapat
berkurang sehingga perlu anggaran khusus untuk pengendalian penggunaan lahan agar kemampuan penampungan air di daerah tidak berkurang Pembahasan: Anggaran pengendalian penggunaan lahan akan mendukung segala kegiatan pengendalian penggunaan lahan sehingga penggunaan lahan tidak banyak menyimpang dari rencana kota dan kemampuan penampungan air di kawasan akan tidak
berkurang. Kesimpulan: Anggaran pengendalian penggunaan lahan berpengaruh terhadap kemampuan penampungan air di daearah.
Analisis deskriptif : Anggaran pengendalian penggunaan lahan
Analisis penentuan Faktor
Penampungan Air (Deskriptif Kualitatif)
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan, didapatkan variabel yang dapat tidak
memiliki keterkaitan dengan faktor lain atau berdiri sendiri dan variabel yang memiliki
keterkiatan dengan variabel lain. Variabel yang berdiri sendiri menjadi faktor sendiri.
Sedangkan variabel yang memiliki keterkaitan, dijadikan satu faktor. Faktor yang
mempengaruhi kemampuan penampungan air di wilayah penelitian, yaitu :
No Faktor Variabel Anggota 1 Faktor alam berupa
pengendapan sedimentasi di muara
Pengendapan sedimentasi di estuari
2
Faktor kemampuan lahan dalam menyerap dan menampung air di wilayah penampungan air.
1. Penyempitan sungai akibat okupansi
masyarakat,
2. Perubahan lahan tambak menjadi
lahan terbangun,
3. Lahan mangrove yang hilang
4. Reklamasi di muara
3 Faktor anggaran
pengendalian penggunaan lahan.
Anggaran pengendalian penggunaan lahan
Analisis Pemintakatan (Zonasi)
Dalam proses Pemintakatan, dilakukan melalui proses reklasifikasi dan wieghted overlay.
REKLASIFIKASI - Nilai 1 : Kemampuan
penampungan air
rendah
- Nilai 2 : Kemampuan
penampungan air tinggi
WEIGHTED OVERLAY
1. Peta Faktor Alam
Pengendapan
Sedimentasi di Muara,
2. Peta Faktor Fisik dan
Perubahan Lahan
3. Peta Faktor Anggaran
Pengendalian
Penggunaan Lahan.
PETA PEMINTAKATAN
BERDASARKAN
KEMAMPUAN
PENAMPUNGAN AIR
Reklasifikasi
Peta Faktor
Pengendapan
sedimentasi
Peta Faktor
Kemampuan
Lahan
Peta Faktor
Anggaran
Pengendalian
Pengendapan sedimentasi Skor Pertimbangan
Luas pengendapan di pantai >
8,43 Ha
1 -Rata-rata luas pengendapan sedimentasi di
pantai setiap kelurahan adalah 8,43 Ha.
-Semakin luas pengendapan sedimentasi di
pantai maka permukaan lahan tersebut akan
semakin tinggi dan dapat menutup
cekungan-cekungan yang sebelumnya dapat
menampung air.
Luas pengendapan
sedimentasi di pantai < 8,43
Hektar
2
Anggaran Pengendalian
Penggunaan Lahan
Skor Pertimbangan
Tidak ada anggaran
pengendalian penggunaan
lahan
1 Jika ada anggaran pengendalian maka
pengendalian penggunaan lahan akan
dapat dilaksanakan, sehingga
kemampuan penampungan air di
daerah dapat dipertahankan atau
ditingkatkan.
Ada anggaran pengendalian
penggunaan lahan
2
Reklamasi di Pantai Skor Pertimbangan Luas reklamasi di pantai
> 3,97 Ha
1 -Rata-rata luas reklamasi di
pantai setiap kelurahan adalah
3,97 Ha.
-Semakin luas reklamasi lahan,
maka lahan penampungan air
akan berkurang, sehingga
kemampuan penampungan air di
daerah tersebut berkurang.
Luas reklamasi < 3,97
Ha
2
Lahan Mangrove yang
Hilang
Skor Pertimbangan
Kecepatan perubahan
lahan mangrove yang
hilang > 1,85 Ha/Tahun
1 -Rata-rata kecepatan perubahan
lahan mangrove yang hilang setiap
kelurahan adalah 1,85 Ha/Tahun.
-Semakin cepat perubahan lahan
mangrove yang hilang maka lahan
mangrove akan berkurang dan
volume air yang mampu
ditampung oleh lahan mangrove
akan berkurang.
Kecepatan perubahan
lahan mangrove yang
hilang < 1,85 Ha
2
Perubahan Lahan
Tambak Menjadi
Lahan Terbangun
Skor Pertimbangan
Kecepatan perubahan
lahan tambak menjadi
lahan terbangun > 3,27
Ha/Tahun
1 -Rata-rata kecepatan perubahan
lahan tambak menjadi lahan
terbangun setiap kelurahan adalah
3,27 Ha/Tahun.
-Semakin cepat perubahan lahan
tambak menjadi permukiman akan
mengurangi luas lahan tambak.
Jika luas lahan tambak berkurang,
maka volume air yang mampu
ditampung daerah tersebut akan
berkurang.
Kecepatan perubahan
lahan tambak menjadi
lahan terbangun < 3,27
Ha
2
Penyempitan Sungai
Akibat Okupansi
Masyarakat
Skor Pertimbangan
Luas penyempitan sungai
akibat okupansi
masyarakat > 1,2 Ha
1 -Rata-rata luas penyempitan sungai
akibat okupansi masyarakat setiap
kelurahan adalah 1,2 Ha.
-Semakin luas penyempitan sungai
akibat okupansi masyarakat maka
luas permukaan sungai yang
mampu menampung air akan
menyempit.
Luas penyempitan sungai
akibat okupansi
masyarakat < 1,2 Ha
2
Peta Faktor
Pengendapan
sedimentasi
Peta Faktor
Fisik dan
Perubahan
Lahan
Peta Faktor
Anggaran
Pengendalian
Peta Combine
Factor
Berdasarkan
Kemampuan
Penampungan Air
Proses Weighted Overlay
Zona Kemampuan Penampungan Air Tinggi Penyebab utama zona ini memiliki pada zona ini tidak banyak terjadi perubahan lahan
mangrove dan tambak.
Zona Kemampuan Penampungan Air Rendah Penyebab utama zona ini memiliki kemampuan penampungan air yang rendah adalah adanya perubahan lahan mangrove yang cukup tinggi pada periode 2008-2013, sehingga menurunkan kemampuan penampungan air.
Analisis Perumusan Arahan
Pengendalian Penggunaan Lahan
Faktor Arahan Pengendalian
Faktor alam berupa pengendapan
sedimentasi di pantai
1. Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala.
2. Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi berupa
dumping area.
Faktor fisik dan perubahan
penggunaan lahan
1. Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk
melakukan pembuatan kolam penampungan air/embung
(ponds).
2. Melestarikan tambak di kawasan konservasi.
3. Melarang masyarakat yang melakukan reklamasi secara
ilegal.
4. Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi dengan
konsep kerjasama pemerintah dan masyarakat.
5. Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk menahan
limpasan air laut.
6. Mencegah penebangan hutan mangrove.
7. Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi penyempitan
akibat okupansi masyarakat.
8. Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan sempadan
sungai.
9. Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi
permukiman ilegal.
Faktor anggaran pengendalian penggunaan lahan
1. Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis elektronik (e-
procedurement).
2. Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai Timur
Surabaya yang merupakan kawasan konservasi.
3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian.
Analisis Perumusan Arahan
Pengendalian Penggunaan Lahan (Analisis
Delphi)
RESPONDEN ANALISIS DELPHI R1: Staff Bidang Fisik dan Prasarana (Bappeko)
R2: Kepala Seksi Pengendalian Bangunan (Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang)
R3: Staff Badan Lingkungan Hidup, serta
R4: Kepala Seksi Pengujian, Pengawasan dan Pengendalian (Dinas Bina
Marga dan Pematusan).
R5: Planner, Perencana Kota (Praktisi Tata Ruang)
R6: Pemilik Tambak
R7:Penggarap Tambak
R8: Ketua LSM Ecoton (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Analisis Perumusan Arahan
Pengendalian Penggunaan Lahan (Analisis
Delphi) Tahap I
Mintakat Arahan Responden
1 2 3 4 5 6 7 8
Zona Kemampuan
Penampungan Air
Tinggi
(Kelurahan Sukolilo,
Dukuh Sutorejo,
Medokan Semampir,
Wonorejo dan Gunung
Anyar Tambak)
Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala. S S S S S S S S
Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi
berupa dumping area.
T
S
T
S
T
S
T
S
TS T
S
T
S
T
S
Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk
melakukan pembuatan kolam penampungan
air/embung (ponds).
S S S S S S S S
Melestarikan lahan tambak di kawasan konservasi. S S S S S T
S
T
S
S
Melarang masyarakat yang melakukan reklamasi
secara ilegal.
S T
S
T
S
S S T
S
T
S
S
Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi
dengan konsep kerjasama pemerintah dan masyarakat.
S S S S S S S S
Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk
menahan limpasan air laut.
S S S S S S S S
Mencegah penebangan hutan mangrove. S S S S S S S S
Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi
penyempitan akibat okupansi masyarakat.
S S S S S S S S
Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan
sempadan sungai.
S S S S S S S S
Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi
permukiman ilegal.
T
S
T
S
T
S
T
S
TS T
S
T
S
T
S
Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis
elektronik (e-procedurement).
T
S
T
S
T
S
T
S
TS T
S
T
S
T
S
Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai
Timur Surabaya yang merupakan kawasan konservasi.
S S S S S S S S
Peningkatan peran serta masyarakat dalam
pengendalian
S S S S S S S S
Zona Kemampuan
Penampungan Air
Rendah
(Kelurahan Kalisari,
Kejawan Putih
Tambak, Keputih, dan
Medokan Ayu)
Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala. S S S S S S S S
Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi
berupa dumping area.
T
S
S T
S
S S S S T
S
Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk
melakukan pembuatan kolam penampungan
air/embung (ponds).
S S S S S S S S
Melestarikan lahan tambak di kawasan konservasi. S S S S S S S S
Tahap I ....lanjutan
Zona Kemampuan
Penampungan Air
Rendah
(Kelurahan Kalisari,
Kejawan Putih
Tambak, Keputih, dan
Medokan Ayu)
Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala. S S S S S S S S
Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi
berupa dumping area.
T
S
S T
S
S S S S T
S
Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk
melakukan pembuatan kolam penampungan
air/embung (ponds).
S S S S S S S S
Melestarikan lahan tambak di kawasan konservasi. S S S S S S S S
Melarang masyarakat yang melakukan reklamasi
secara ilegal.
S S S S S S S S
Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi
dengan konsep kerjasama pemerintah dan masyarakat.
S S S S S S S S
Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk
menahan limpasan air laut.
S S S S S S S S
Mencegah penebangan hutan mangrove. S S S S S S S S
Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi
penyempitan akibat okupansi masyarakat.
S S S S S S S S
Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan
sempadan sungai.
S S S S S S S S
Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi
permukiman ilegal.
S S S S S S S S
Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis
elektronik (e-procedurement).
T
S
T
S
T
S
T
S
TS T
S
T
S
T
S
Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai
Timur Surabaya yang merupakan kawasan konservasi.
S S S S S S S S
Peningkatan peran serta masyarakat dalam
pengendalian
S S S S S S S S
Analisis Perumusan Arahan
Pengendalian Penggunaan Lahan (Analisis
Delphi)
Tahap II
Arahan yang telah mencapai kesepakatan tidak setuju, yakni arahan tersebut tidak sesuai
untuk dilaksanakan, adalah arahan Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi berupa dumping area, Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi permukiman ilegal dan Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis elektronik (e-
procedurement) pada zona kemampuan penampungan air tinggi. Sedangkan pada zona
kemampuan penampungan air rendah, arahan yang tidak disetujui adalah Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis elektronik (e-procedurement).
Mintakat Arahan yang belum mancapai kesepakatan
Zona Kemampuan
Penampungan Air
Tinggi
Melestarikan lahan tambak di kawasan
konservasi.
Melarang masyarakat yang melakukan
reklamasi secara ilegal.
Zona Kemampuan
Penampungan Air
Rendah
Penambahan lokasi pembuangan khusus
sedimentasi berupa dumping area.
HASIL ANALISIS DELPHI
Mintakat Arahan Pengendalian Penggunaan Lahan
Zona Kemampuan
Penampungan Air Tinggi
(Kelurahan Sukolilo, Dukuh
Sutorejo, Medokan Semampir,
Wonorejo dan Gunung Anyar
Tambak)
1. Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala.
2. Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk melakukan pembuatan kolam
penampungan air/embung (ponds).
3. Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi dengan konsep kerjasama pemerintah dan
masyarakat.
4. Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk menahan limpasan air laut.
5. Mencegah penebangan hutan mangrove.
6. Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi penyempitan akibat okupansi masyarakat.
7. Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan sempadan sungai.
8. Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai Timur Surabaya yang merupakan
kawasan konservasi.
9. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian.
Zona Kemampuan
Penampungan Air Rendah
(Kelurahan Kalisari, Kejawan
Putih Tambak, Keputih, dan
Medokan Ayu)
1. Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala.
2. Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi berupa dumping area.
3. Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk melakukan pembuatan kolam
penampungan air/embung (ponds).
4. Melestarikan lahan tambak di kawasan konservasi.
5. Melarang masyarakat yang melakukan reklamasi secara ilegal.
6. Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi dengan konsep kerjasama pemerintah dan
masyarakat.
7. Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk menahan limpasan air laut.
8. Mencegah penebangan hutan mangrove.
9. Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi penyempitan akibat okupansi masyarakat.
10. Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan sempadan sungai.
11. Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi permukiman ilegal.
12. Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai Timur Surabaya yang merupakan
kawasan konservasi.
13. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian.