ARAHAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN LAHAN...

50
Oleh : PUTRA JAYA PRADANA 3607 100 048 07/07/2014 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP-ITS 1 ARAHAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KEMAMPUAN PENAMPUNGAN AIR DI KAWASAN KONSERVASI (STUDI KASUS : KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA) PEMBIMBING : Ir. Heru Purwadio, MSP SIDANG TUGAS AKHIR (PW09-1333)

Transcript of ARAHAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN LAHAN...

Oleh :

PUTRA JAYA PRADANA

3607 100 048

1 07/07/2014

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP-ITS 1

ARAHAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KEMAMPUAN PENAMPUNGAN AIR DI

KAWASAN KONSERVASI (STUDI KASUS : KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA)

PEMBIMBING :

Ir. Heru Purwadio, MSP

SIDANG TUGAS AKHIR (PW09-1333)

2

Pendahuluan

3

LATAR BELAKANG

Pertumbuhan penduduk dan pembangunan di daerah cekungan atau depresi, situ-situ, dan daerah rawa sudah banyak yang hilang karena ditimbun dan dibangun perumahan perkantoran dan gedung-gedung

Berdasarkan RTRW Kota Surabaya 2013, kawasan konservasi di wilayah timur diarahkan pada wilayah pantai timur.

Tambak-tambak rakyat mengalami perubahan gradual oleh perkembangan kegiatan hunian seperti Pakuwon City, Bumi Marina Mas, Sukolilo Park Regency, Sukolilo Dian Regency, Green Semanggi Mangrove,

Muncul

masalah

penurunan

kemampuan

penampungan

air di Kawasan

Pamurbaya

Kemampuan penampungan air pada tahun 2003 adalah sebesar 55.901.416,23 m3. Pada tahun 2013 kemampuan penampungan air sebesar 52.975.770,23 m3. Dalam periode 10 tahun (antara 2003-2013), terjadi penurunan volume kemampuan penampungan air sebesar 2.925.646,00 m3.

Perubahan penggunaan lahan dari ruang terbuka hijau (RTH),

tambak, rawa dan kawasan lain yang mampu menampung air

menjadi permukiman

Semakin berkurangnya kemampuan penampungan air di

kawasan Pamurbaya

FAKTOR-FAKTOR APA SAJA YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN

PENAMPUNGAN AIR DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA?

RUMUSAN MASALAH

TUJUAN DAN SASARAN

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penampungan air di Pamurbaya.

2. Menentukan pemintakatan (zonasi) berdasarkan faktor yang menyebabkan penurunan kemampuan penampungan air di Pamurbaya

3. Merumuskan arahan pengendalian pengggunaan lahan di kawasan Pamurbaya berdasarkan kemampuan penampungan air.

menentukan arahan

pengendalian di Pantai

Timur Surabaya

berdasarkan

kemampuan penampungan air.

WILAYAH PENELITIAN

Lingkup wilayah

penelitian ini adalah

kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), batas wilayah

bersumber dari

review RDTRK

Pantai Timur

Surabaya (1999)

Luas wilayah

penelitian

+ 44, 023 km2 atau 4.402,3 Ha.

KERANGKA BERFIKIR PENELITIAN

Sumber : Penulis, 2014

Latar Belakang

Tujuan Studi

Rumusan Masalah

Arahan Pengendalian Penggunaan

Lahan di Kawasan Pantai Timur

Surabaya

Peningkatan debit air larian

(run off) dan banjir

Kemampuan penampungan

air terbatas

-Pertumbuhan penduduk

-Peningkatan kegiatan sosial dan ekonomi

-Regulasi manusia

Penggunaan

Lahan

Peningkatan perubahan penggunaaan dari

lahan ruang terbuka menjadi lahan

terbangun

Kondisi fisik

Lingkungan

(curah hujan, hidrologi,

topografi, jenis tanah,

dll)

Perkembangan Perkotaan Pesisir

Perubahan kemampuan

penampungan air

8

Tinjauan Pustaka

Indikator Penelitian Indikator –Indikator yang Mempengaruhi Kemampuan Penampungan Air

Indikator Dalam Teori Sumber

Rencana Aksi Nasional

Penanggulangan Resiko Bencana (2010)

Muttaqin (2006)

Kodoatie; Syarief (2008)

Sedimentasi

Penyempitan sungai

Perubahan Penggunaan Lahan

Penyumbatan Sampah

Kerusakan saluran drainase

Adanya bangunan di atas jaringan drainase

Kurangnya ketersediaan sarana

drainase dan kawasan penampungan air

Kurangnya pengawasan

Kurangnya perbaikan

Persepsi kumuh dari drainase

Terbatasnya biaya pemeliharaan

Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memelihara

: Indikator tidak digunakan dalam penelitian

Keterangan :

No Indikator Variabel

1

1

Sedimentasi Pengendapan di estuari

2

2

Penyempitan sungai Penyempitan sungai akibat

okupansi masyarakat

4

3

Perubahan

Penggunaan Lahan

Perubahan lahan tambak

menjadi lahan terbangun

Reklamasi di muara

Lahan mangrove yang

hilang

7

4

Terbatasnya biaya

pemeliharaan

Anggaran untuk

pengendalian

penggunaan lahan

Sintesa Pustaka

11

Metode penelitian

PENDEKATAN DAN SAMPEL

12

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan positivisme

Jenis penelitian ini adalah eksplanatori dan

deskriptif dengan model penelitian studi kasus.

Penelitian eksplanatori digunakan dalam

merumuskan Indikator-Indikator yang

menyebabkan terjadinya penurunan

kemampuan penampungan air di Pamurbaya.

Hasil penelitian ini akan dipaparkan dan menjadi

dasar dalam penelitian deskriptif.

Untuk mencapai sasaran ke-3 yakni, menentukan

arahan pengendalian penggunaan lahan

berdasarkan kemampuan penampungan air di

Pamurbaya diperlukan pengambilan sampel. Metode

pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dilakukan melalui Purposive Sampling sebagai representasi dari kelompok

stakeholders utama.

DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

No Variabel Definisi Operasional

1 Pengendapan di

estuari

Luas pengendapan sedimentasi yang terjadi di

estuari (Ha)

2 Penyempitan sungai

akibat okupansi

masyarakat

Luas badan air/sungai yang beralih fungsi

menjadi lahan terbangun (Ha)

3 Perubahan lahan

tambak menjadi lahan

terbangun

Luas perubahan penggunaan lahan dari lahan

tambak menjadi kawasan yang terbangun.

(Ha)

4 Reklamasi di muara

Luas reklamasi yang dilakukan oleh

masyarakat (Ha)

5 Lahan mangrove yang

hilang

Luas lahan mangrove yang hilang akibat

penebangan atau dialih fungsi menjadi

penggunaan lahan lain (Ha)

6 Anggaran

pengendalian

penggunaan lahan

Besarnya anggaran pengendalian

penggunaan lahan untuk mempertahankan

kemampuan penampungan air dari

pemerintah (Rupiah).

TAHAPAN ANALISIS PENELITIAN

Mengidentifikasi

faktor-faktor yang

mempengaruhi kemampuan

penampungan air di

Pamurbaya

Analisis Deskriptif Kualitatif

Faktor-faktor yang

mempengaruhi kemampuan

penampungan air di Pamurbaya

Merumuskan arahan

pengendalian pengggunaan

lahan di kawasan Pamurbaya berdasarkan kemampuan

penampungan air.

Analisis Delphi

Arahan pengendalian pengggunaan

lahan di kawasan Pamurbaya berdasarkan kemampuan

penampungan air.

1

3

2. Menentukan pemintakatan

(zonasi) berdasarkan faktor yang

menyebabkan penurunan

kemampuan penampungan

air di Pamurbaya

Analisis Weighted Overlay

dengan tool software

ArcGIS 10.1

Pemintakatan (Zonasi)

berdasarkan kemampuan

penampungan air di Pamurbaya

2

15

Gambaran Umum Dan

Pembahasan

No

Kelurahan Luas

Administasi (Km2)

Luas Wilayah

Penelitian (Km2)

1 Sukolilo 0,991 0,975

2 Dukuh Sutorejo 1,791 0,609

3 Kalisari 4,967 4,921

4 Kejawan Putih 3,193 2,976

5 Keputih 18,834 16,467

6 Medokan Semampir 2,387 0,624

7 Medokan ayu 8,581 7,135

8 Wonorejo 6,732 5,890

9 Gunung Anyar Tambak 4,688 4,361

Total 52,164 43,958

Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kota Surabaya. Lingkup wilayah penelitian ini

adalah kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) bersumber dari review RDTRK Pantai Timur Surabaya (1999) meliputi sebagian sembilan (9) kelurahan paling timur Kota Surabaya

yang berhadapan langsung dengan laut.

Wilayah Penelitian

Sedimentasi yaitu proses pengendapan dari suatu material yang berasal dari angin, erosi air, gelombang laut

serta gletsyer. material yang dihasilkan dari erosi yang dibawa oleh aliran air dapat diendapkan di tempat yang

ketinggiannya lebih rendah (Pangestu, 2013). Sedimentasi yang terjadi dapat menurunkan kemampuan

penampungan air pada suatu daerah.

Pengendapan di

Estuari

No Kelurahan Luas

Pengendapan di Estuari (Ha)

1 Sukolilo 2,69

2 Dukuh Sutorejo 1,60

3 Kalisari 26,30

4 Kejawan Putih 14,29

5 Keputih 10,32

6 Medokan Semampir -

7 Medokan ayu 6,75

8 Wonorejo 2,29

9 Gunung Anyar Tambak 3,20

Total 67,44

Rata-rata 8,43

: Pengendapan sedimentasi

dominan

Keterangan :

19

Analisis deskriptif : pengendapan di estuari

Variabel Analisis

Pengendapan di Estuari

Kondisi eksisting :

Dalam periode 2012-2013, total sedimentasi di estuari pada

wilayah penelitian sebesar 67,44 Ha. Pengendapan di estuari

mendominasi di Kelurahan Kalisari sebesar 26,30 Ha. Rata-rata

sedimentasi muara tiap kelurahan sebesar 8,43 Ha.

Pada wilayah penelitian menujukkan fenomena

pengendapan sedimentasi yang cukup tinggi sehingga

terjadi proses alami peninggian lahan di estuari.

Literatur:

Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Resiko Bencana

(2010), menyebutkan daya tampung sistem pengaliran air

dapat berkurang akibat semakin meningkatnya sedimentasi

di muara/estuari. Sedimentasi yang tinggi menyebabkan

daerah muara akan melebar dan meninggi sehingga

cekungan-cekungan yang mampu menampung air dapat

menghilang.

Pembahasan:

Sedimentasi muara di wilayah penelitian cukup tinggi.

Dengan adanya sedimentasi di muara, maka cekungan-

cekungan yang dapat menampung air dapat menghilang.

Hal ini menyebabkan air yang dapat ditampung oleh daerah

penampungan air lain akan berkurang.

Kesimpulan:

Sedimentasi yang tinggi pada muara di wilayah penelitian

berpengaruh terhadap penurunan kemampuan

penampungan air.

Pada wilayah penelitian terdapat saluran pengendali banjir, yakni Kali Wonokromo, dan 10

saluran primer. terjadi penyempitan saluran akibat okupansi masyrakat yang membangun

permukiman di badan air.

Penyempitan Sungai Akibat

Okupansi Masyarakat

Penyempitan Sungai akibat okupansi masyarakat di Medokan Semampir.

Permukiman di badan air

No Kelurahan Luas Sungai yang Menyempit

m2 Ha

1 Sukolilo 0,00 0,00

2 Dukuh Sutorejo 0,00 0,00

3 Kalisari 10.643,11 1,06

4 Kejawan Putih 6.857,81 0,69

5 Keputih 6.857,81 0,69

6 Medokan Semampir 10.199,64 1,02

7 Medokan ayu 24.187,75 2,42

8 Wonorejo 10.881,19 1,09

9 Gunung

Anyar Tambak 14.072,23 1,41

Total 83.699,54 8,37

Rata-rata 11.957,08 1,20

: Penyempitan sungai akibat okupansi

masyarakat dominan

Keterangan :

Variabel Analisis

Penyempitan Sungai

Akibat Okupansi Masyarakat

Kondisi eksisting :

Badan air berupa sungai yang mengalami penyempitan akibat okupansi msyarakat di wilayah penelitian sebesar 83.699,54 m2 atau 8,37 Ha. Rata-rata setiap kelurahan mengalami penyempitan sungai sebesar 11.957,08 m2 atau 1,2 Ha. Sungai yang mengalami penyempitan akibat okupansi banyak terjadi Kelurahan Medokan Ayu yakni seluas 2,42 Ha.

Literatur:

Khusus untuk saluran drainase, penyebab menurunnya kemampuan penampungan air adalah adanya bangunan lain di atas sistem jaringan (Kinerja Sistem Drainase yang Berkelanjutan Berbasis Partisipasi Masyarakat , Muttaqin, 2006). Dengan adanya sebagian kawasan sempadan sungai yang telah berdiri bangunan permukiman maka diperkirakan akan ada aktifitas manusia yang akan mengganggu fungsi penampungan air saluran. Aktifitas tersebut dapat berupa pembuangan samapah langsung ke saluran atau mengakibatkan longsoran tanah ke saluran sehingga terjadi

penyempitan saluran dan menurunkan kemampuan penampungan air (Tata Ruang Air, Kodoatie; Syarief, 2008)..

Pembahasan:

Pada wilayah penelitian di Kelurahan Kalisari, Kejawan Putih, Medokan Semampir, Gunung Anyar Tambak dan Medokan Ayu terjadi okupansi permukiman pada sungai. Munculnya okupansi permukiman ini akan menyempitkan sungai dan mengganggu

fungsi sungai sebagai penampungan dan penyaluran air.

Kesimpulan

Penyempitan sungai akibat okupansi masyrakat berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan penampungan air.

Analisis deskriptif : penyempitan sungai akibat okupansi masyarakat

Penggunaan

Lahan

No Kelurahan

Jenis penggunaan Lahan

Total Permukiman Fasum Sawah

Mangro

ve Tambak

1 Sukolilo 4,57 88,55 0,00 3,72 0,66 97,50

2 Dukuh Sutorejo 5,23 0,05 0,00 1,68 53,92 60,88

3 Kalisari 265,56 0,00 28,14 51,24 147,00 491,94

4 Kejawan Putih 164,60 0,00 0,00 24,36 108,57 297,53

5 Keputih 229,51 0,00 0,00 141,08 1276,18 1646,77

6

Medokan

Semampir 43,22 0,00 0,58 0,00 18,56 62,36

7 Medokan ayu 120,86 0,00 14,96 34,85 542,50 713,17

8 Wonorejo 104,46 0,00 0,00 31,65 452,87 588,98

9

Gunung Anyar

Tambak 68,33 0,00 7,67 16,58 342,83 435,41

Total 1006,33 88,60 51,35 305,14 2943,10 4394,53

Persentase (%) 22,90 2,02 1,17 6,94 66,97 100,00

0 500 1000 1500 2000

Sukolilo

Dukuh Sutorejo

Kalisari

Kejawan Putih

Keputih

Medokan Semampir

Medokan ayu

Wonorejo

Gunung Anyar Tambak

Permukiman

Fasum

Sawah

Mangrove

Tambak

Penggunaan lahan tambak

terbesar terdapat di

Kelurahan Keputih, yakni

sebesar 1.276,18 Ha.

Sedangkan penggunaan

lahan permukiman terbesar

terdapat di Kelurahan

Kalisari, yakni sebesar

265,56 Ha.

Pada Tahun 2013, jenis penggunaan lahan

yang mendominasi penggunaan lahan tambak

dengan luas menjadi sebesar 2.943,10 Ha

(66,97 %), disusul oleh penggunaan lahan

permukiman sebesar 1006,33 Ha (22,9 %),

selanjutrnya berturut-turut adalah penggunaan

lahan mangrove 305,14 Ha (6,94 %), fasilitas

umum 88,60 Ha (2,02 %) dan sawah 51,35 Ha

(1,17 %).

Penggunaan

Lahan

2003 2008 2013

Dalam 10 tahun, lahan mangrove mengalami

penyusutan sebesar 96,63 Ha, tambak mengalami

penurunan luas 162,53 Ha sedangkan lahan

permukiman terus meningkat hingga 242,96 Ha.

Sumber : Data Bappeko Surabaya, Google

Earth Reverse 2003, 2008, Analisis GIS

Perubahan lahan tambak

No Kelurahan Periode Perubahan

Penggunaan Lahan

Tambak - Permukiman

Kecepatan

Perubahan

Penggunaa

n Lahan

(Ha/thn) 2003-

2008

2008-

2013

2003-

2013

1 Sukolilo 0,00 0,00 0,00 0,00

2 Dukuh Sutorejo 0,00 0,00 0,00 0,00

3 Kalisari 0,00 0,00 0,00 0,00

4 Kejawan Putih 0,00 3,56 3,56 0,36

5 Keputih 20,43 79,42 99,85 9,99

6

Medokan Semampir 0,86 0,00 0,86 0,09

7 Medokan ayu 11,11 38,08 49,20 4,92

8 Wonorejo 1,77 19,38 21,15 2,12

9

Gunung Anyar Tambak 3,12 18,32 21,44 2,14

Total 37,30 158,76 196,06 19,61

Rata-rata 6,22 26,46 32,68 3,27

: Perubahan penggunaan lahan tambak

dominan

Keterangan :

Kecepatan perubahan lahan dari lahan

tambak menjadi permukiman di

wilayah penelitian mencapai 19,61

Ha/Tahun, rata-rata kecepatan

perubahan setiap kelurahan sebesar

3,27 Ha/Tahun. Kecepatan perubahan

lahan tertinggi terjadi di Kelurahan

Keputih, yakni 9,99 Ha/Tahun

Variabel Analisis

Perubahan Lahan Tambak

Menjadi Lahan Terbangun Kondisi eksisting :

Berdasarkan data penggunaan lahan Tahun 2003, 2008 dan 2013 dapat

dilihat adanya perubahan lahan tambak menjadi permukiman.

Kecepatan perubahan lahan dari lahan tambak menjadi permukiman di

wilayah penelitian mencapai 19,61 Ha/Tahun, rata-rata kecepatan

perubahan setiap kelurahan sebesar 3,27 Ha/Tahun. Kecepatan

perubahan lahan tertinggi terjadi di Kelurahan Keputih, yakni 9,99

Ha/Tahun.

Tambak memiliki fungsi penampungan air. Perubahan lahan tambak

menjadi permukiman dalam periode 2003 hingga 2013 menyebabkan

penurunan volume kemampuan penampungan air sebesar 2.925.646 m3

atau rata-rata 292.564,6 m3 per tahun.

Literatur:

Akibat lahan yang semula berupa kawasan, tambak, rawa yang mampu

menyerap dan menampung air diubah menjadi permukiman yang lebih

tinggi dari kawasan sekitar, maka akibatnya air limpasan akan beralih ke

sekitarnya. Selain itu, alih fungsi lahan memperbesar debit air limpasan run

off meningkat antara 6 hingga 20 kali. Sehingga kemampuan

penampungan air juga akan berkurang karena air yang harus ditampung

meningkat, sedangkan wadah tampungnya berkurang. (Tata Ruang Air,

Kodoatie; Syarief, 2008).

Pembahasan:

Dalam periode 2003 hingga 2013, terdapat kecenderungan perubahan

penggunaan lahan belum terbangun seperti tambak dan sawah berubah

menjadi lahan terbangun seperti pemukiman dan fasilitas umum. Hal ini

menyebabkan kemampuan penampungan air berkurang.

Kesimpulan:

Perubahan lahan tambak menjadi permukiman berpengaruh terhadap

berkurangnya kemampuan penampungan air.

Analisis deskriptif : perubahan lahan tambak

Lahan mangrove yang hilang

: Perubahan penggunaan lahan mangrove

dominan

Keterangan :

Kecepatan perubahan lahan dari lahan

mangrove di wilayah penelitian

mencapai 9,26 Ha/Tahun. Rata-rata

perubahan lahan mangrove setiap

kelurahan adalah sebesar 1,85 Ha.

Kecepatan perubahan lahan tertinggi

terjadi di Kelurahan Medokan Ayu,

yakni 4,19 Ha/Tahun. Sedangkan pada

Kelurahan Sukolilo, Dukuh Sutorejo

dan Kalisari tidak terjadi perubahan

penggunaan lahan mangrove.

No Kelurahan

Periode Perubahan Penggunaan Lahan Mangrove

Kecepatan

Perubahan

Penggunaa

n Lahan (Ha/thn)

2003-2008

2008-2013

2003-2013

1 Sukolilo 0,00 0,00 0,00 0,00

2 Dukuh Sutorejo 0,00 0,00 0,00 0,00

3 Kalisari 0,04 0,00 0,04 0,00

4 Kejawan Putih 1,33 0,00 1,33 0,13

5 Keputih 9,05 0,05 9,10 0,91

6

Medokan Semampir 4,82 0,01 4,83 0,48

7 Medokan ayu 41,87 0,00 41,87 4,19

8 Wonorejo 4,39 0,00 4,39 0,44

9

Gunung Anyar Tambak 31,07 0,01 31,08 3,11

Total 92,57 0,07 92,64 9,26

Rata-rata 18,51 0,01 18,53 1,85

Variabel Analisis

Lahan Mangrove yang

Hilang Kondisi eksisting :

Kecepatan perubahan lahan dari lahan mangrove di wilayah

penelitian mencapai 9,26 Ha/Tahun. Rata-rata perubahan

lahan mangrove setiap kelurahan adalah sebesar 1,85 Ha.

Kecepatan perubahan lahan tertinggi terjadi di Kelurahan

Medokan Ayu, yakni 4,19 Ha/Tahun. Sedangkan pada

Kelurahan Sukolilo, Dukuh Sutorejo dan Kalisari tidak terjadi

perubahan penggunaan lahan mangrove.

Literatur:

Akibat lahan diubah misalnya lahan terbuka seperti

mangrove menjadi permukiman, maka penutup lahan hilang,

akibatnya run off meningkat tajam. Peningkatan ini akan

memperbesar air limpasan sungai. Di samping itu, akibat

peningkatan debit, terjadi pula peningkatan sedimen yang

menyebabkan kemampuan penampungan air menjadi

berkurang (Tata Ruang Air, Kodoatie; Syarief, 2008).

Pembahasan:

Dengan adanya fenomena perubahan lahan mangrove

menjadi tambak maupun permukiman, maka kemampuan

penampungan air di wilayah penelitian juga berkurang.

Kesimpulan:

Lahan mangrove yang hilang berpengaruh terhadap

penurunan kemampuan penampungan air.

Analisis deskriptif : lahan mangrove yang hilang

Reklamasi di muara

: reklamasi di muara dominan

Keterangan :

Daratan hasil reklamasi oleh

masyarakat mencapai 277.625,95 m2

atau 27,77 Ha. Rata-rata setiap

kelurahan dilakukan upaya reklamasi

di muara sebesar 39.664,71 atau 3,97

Ha. Reklamasi tertinggi dilakukan di

Kelurahan Keputih dengan seluas 9,24

Ha. Sedangkan pada Kelurahan Dukuh

Sutorejo dan Kelurahan Medokan

Semampir tidak terlihat reklamasi

lahan.

No

Kelurahan Luas Reklamasi

m2 Ha

1 Sukolilo 20.537,39 2,05

2 Dukuh Sutorejo 0,00 0,00

3 Kalisari 55.694,56 5,57

4 Kejawan Putih 62.430,12 6,24

5 Keputih 92.394,83 9,24

6 Medokan Semampir 0,00 0,00

7 Medokan ayu 31.134,48 3,11

8 Wonorejo 2.583,80 0,26

9 Gunung Anyar Tambak 12.877,78 1,29

Total 277.652,95 27,77

Rata-rata 39.664,71 3,97

Variabel Analisis

Reklamasi di Muara Kondisi eksisting :

Daratan hasil reklamasi oleh masyarakat mencapai 277.625,95

m2 atau 27,77 Ha. Rata-rata setiap kelurahan dilakukan

upaya reklamasi di muara sebesar 39.664,71 atau 3,97 Ha.

Reklamasi tertinggi dilakukan di Kelurahan Keputih dengan

seluas 9,24 Ha. Sedangkan pada Kelurahan Dukuh Sutorejo

dan Kelurahan Medokan Semampir tidak terlihat reklamasi

lahan.

Literatur:

Reklamasi lahan di muara akan mengubah bentang alam

yang berupa cekungan penampungan air. Jika cekungan

penampungan air berkurang atau menghilang maka air

pasang yang ditampung muara akan berkurang dan jika

terjadi air pasang maksimum, air pasang akan meluap lebih

jauh ke daratan. (Tata Ruang Air, Kodoatie; Syarief, 2008).

Pembahasan:

Reklamasi di muara yang terjadi pada Kelurahan Keputih,

Sukolilo, Kejawan Putih Tambak, Wonorejo hingga Gunung

anyar Tambak menurunkan kemampuan penampungan air.

Kesimpulan:

Reklamasi di muara berpengaruh terhadap berkurangnya

kemampuan penampungan air.

Analisis deskriptif : reklamasi di muara

Anggaran Pengendalian Penggunaan Lahan

Anggaran untuk pengendalian

penggunaan lahan cukup besar,

yakni 30 % dari anggaran program

penataan ruang DCKTR Kota

Surabaya.

Anggaran untuk pengendalian

penggunaan lahan di Kota

Surabaya mencapai Rp

1.247.622.032,00

No Uraian Jumlah (Rupiah)

Persentase

1 Penyusunan Review

Rencana Detail Tata Ruang Kota

789.098.948 18,99

2 Survey dan Pemetaan

Peningkatan Infrastruktur Kota

183.825.522 4,42

3 Pendataan dan Pemetaan Pemanfaatan Ruang

418.458.469 10,07

4 Penataan dan

Penyelenggaraan Bangunan di Kota Surabaya

1.099.646.084 26,47

5 Pengawasan Pengendalian

dan Penertiban Tata Bangunan

546.747.083 13,16

6 Pengendalian Terhadap

Pemanfaatan Rencana Ruang Kota

700.874.949 16,87

7 Penunjang Sekretariat

Verifikasi Prasarana, Sarana

dan Utilitas Kawasan

Industri, Perdagangan,

Perumahan dan Permukiman

1.784.500 0,04

8 Peningkatan Pelayanan

Perizinan Jasa Konstruksi (IUJK)

107.545.740 2,59

9 Pendataan Bidang Tata

Kota dan Bangunan berbasis GIS

306.463.302 7,38

Total 4.154.444.597 100,00

Realisasi Anggaran Program Penataan Ruang Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya Tahun Anggaran 2012

Variabel Analisis

Anggaran pengendalian penggunaan lahan

Kondisi eksisting :

Pada Tahun 2012, anggaran terkait pengendalian penggunaan lahan adalah sebesar Rp 1.247.622.032,00 (satu milyar dua ratus empat puluh tujuh juta enam ratus dua puluh dua ribu tiga puluh dua rupiah), yakni 30 % dari anggaran program penataan ruang. Anggaran tersebut adalah anggaran pengendalian penggunaan lahan untuk dialokasikan lingkup wilayah seluruh Kota Surabaya. Dengan adanya anggaran untuk pengendalian penggunaan lahan, hal ini menunjukkan perhatian Kota Surabaya dalam

pengendalian penggunaan lahan sehingga penggunaan lahan di lapangan tidak banyak menyimpang dari rencana kota. Literatur: Kodoatie dan Syarief (2008) menjelaskan masalah-masalah kemampuan penampungan air di antaranya adalah terbatasnya biaya pengendalian penggunaan lahan. Baik akibat alam maupun intervensi manusia, kemampuan penampungan air dapat

berkurang sehingga perlu anggaran khusus untuk pengendalian penggunaan lahan agar kemampuan penampungan air di daerah tidak berkurang Pembahasan: Anggaran pengendalian penggunaan lahan akan mendukung segala kegiatan pengendalian penggunaan lahan sehingga penggunaan lahan tidak banyak menyimpang dari rencana kota dan kemampuan penampungan air di kawasan akan tidak

berkurang. Kesimpulan: Anggaran pengendalian penggunaan lahan berpengaruh terhadap kemampuan penampungan air di daearah.

Analisis deskriptif : Anggaran pengendalian penggunaan lahan

Analisis penentuan Faktor

Penampungan Air (Deskriptif Kualitatif)

Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan, didapatkan variabel yang dapat tidak

memiliki keterkaitan dengan faktor lain atau berdiri sendiri dan variabel yang memiliki

keterkiatan dengan variabel lain. Variabel yang berdiri sendiri menjadi faktor sendiri.

Sedangkan variabel yang memiliki keterkaitan, dijadikan satu faktor. Faktor yang

mempengaruhi kemampuan penampungan air di wilayah penelitian, yaitu :

No Faktor Variabel Anggota 1 Faktor alam berupa

pengendapan sedimentasi di muara

Pengendapan sedimentasi di estuari

2

Faktor kemampuan lahan dalam menyerap dan menampung air di wilayah penampungan air.

1. Penyempitan sungai akibat okupansi

masyarakat,

2. Perubahan lahan tambak menjadi

lahan terbangun,

3. Lahan mangrove yang hilang

4. Reklamasi di muara

3 Faktor anggaran

pengendalian penggunaan lahan.

Anggaran pengendalian penggunaan lahan

Analisis Pemintakatan (Zonasi)

Dalam proses Pemintakatan, dilakukan melalui proses reklasifikasi dan wieghted overlay.

REKLASIFIKASI - Nilai 1 : Kemampuan

penampungan air

rendah

- Nilai 2 : Kemampuan

penampungan air tinggi

WEIGHTED OVERLAY

1. Peta Faktor Alam

Pengendapan

Sedimentasi di Muara,

2. Peta Faktor Fisik dan

Perubahan Lahan

3. Peta Faktor Anggaran

Pengendalian

Penggunaan Lahan.

PETA PEMINTAKATAN

BERDASARKAN

KEMAMPUAN

PENAMPUNGAN AIR

Reklasifikasi

Peta Faktor

Pengendapan

sedimentasi

Peta Faktor

Kemampuan

Lahan

Peta Faktor

Anggaran

Pengendalian

Pengendapan sedimentasi Skor Pertimbangan

Luas pengendapan di pantai >

8,43 Ha

1 -Rata-rata luas pengendapan sedimentasi di

pantai setiap kelurahan adalah 8,43 Ha.

-Semakin luas pengendapan sedimentasi di

pantai maka permukaan lahan tersebut akan

semakin tinggi dan dapat menutup

cekungan-cekungan yang sebelumnya dapat

menampung air.

Luas pengendapan

sedimentasi di pantai < 8,43

Hektar

2

Anggaran Pengendalian

Penggunaan Lahan

Skor Pertimbangan

Tidak ada anggaran

pengendalian penggunaan

lahan

1 Jika ada anggaran pengendalian maka

pengendalian penggunaan lahan akan

dapat dilaksanakan, sehingga

kemampuan penampungan air di

daerah dapat dipertahankan atau

ditingkatkan.

Ada anggaran pengendalian

penggunaan lahan

2

Reklamasi di Pantai Skor Pertimbangan Luas reklamasi di pantai

> 3,97 Ha

1 -Rata-rata luas reklamasi di

pantai setiap kelurahan adalah

3,97 Ha.

-Semakin luas reklamasi lahan,

maka lahan penampungan air

akan berkurang, sehingga

kemampuan penampungan air di

daerah tersebut berkurang.

Luas reklamasi < 3,97

Ha

2

Lahan Mangrove yang

Hilang

Skor Pertimbangan

Kecepatan perubahan

lahan mangrove yang

hilang > 1,85 Ha/Tahun

1 -Rata-rata kecepatan perubahan

lahan mangrove yang hilang setiap

kelurahan adalah 1,85 Ha/Tahun.

-Semakin cepat perubahan lahan

mangrove yang hilang maka lahan

mangrove akan berkurang dan

volume air yang mampu

ditampung oleh lahan mangrove

akan berkurang.

Kecepatan perubahan

lahan mangrove yang

hilang < 1,85 Ha

2

Perubahan Lahan

Tambak Menjadi

Lahan Terbangun

Skor Pertimbangan

Kecepatan perubahan

lahan tambak menjadi

lahan terbangun > 3,27

Ha/Tahun

1 -Rata-rata kecepatan perubahan

lahan tambak menjadi lahan

terbangun setiap kelurahan adalah

3,27 Ha/Tahun.

-Semakin cepat perubahan lahan

tambak menjadi permukiman akan

mengurangi luas lahan tambak.

Jika luas lahan tambak berkurang,

maka volume air yang mampu

ditampung daerah tersebut akan

berkurang.

Kecepatan perubahan

lahan tambak menjadi

lahan terbangun < 3,27

Ha

2

Penyempitan Sungai

Akibat Okupansi

Masyarakat

Skor Pertimbangan

Luas penyempitan sungai

akibat okupansi

masyarakat > 1,2 Ha

1 -Rata-rata luas penyempitan sungai

akibat okupansi masyarakat setiap

kelurahan adalah 1,2 Ha.

-Semakin luas penyempitan sungai

akibat okupansi masyarakat maka

luas permukaan sungai yang

mampu menampung air akan

menyempit.

Luas penyempitan sungai

akibat okupansi

masyarakat < 1,2 Ha

2

Peta Faktor

Pengendapan

sedimentasi

Peta Faktor

Fisik dan

Perubahan

Lahan

Peta Faktor

Anggaran

Pengendalian

Peta Combine

Factor

Berdasarkan

Kemampuan

Penampungan Air

Proses Weighted Overlay

Zona Kemampuan Penampungan Air Tinggi Penyebab utama zona ini memiliki pada zona ini tidak banyak terjadi perubahan lahan

mangrove dan tambak.

Zona Kemampuan Penampungan Air Rendah Penyebab utama zona ini memiliki kemampuan penampungan air yang rendah adalah adanya perubahan lahan mangrove yang cukup tinggi pada periode 2008-2013, sehingga menurunkan kemampuan penampungan air.

Analisis Perumusan Arahan

Pengendalian Penggunaan Lahan

Faktor Arahan Pengendalian

Faktor alam berupa pengendapan

sedimentasi di pantai

1. Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala.

2. Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi berupa

dumping area.

Faktor fisik dan perubahan

penggunaan lahan

1. Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk

melakukan pembuatan kolam penampungan air/embung

(ponds).

2. Melestarikan tambak di kawasan konservasi.

3. Melarang masyarakat yang melakukan reklamasi secara

ilegal.

4. Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi dengan

konsep kerjasama pemerintah dan masyarakat.

5. Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk menahan

limpasan air laut.

6. Mencegah penebangan hutan mangrove.

7. Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi penyempitan

akibat okupansi masyarakat.

8. Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan sempadan

sungai.

9. Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi

permukiman ilegal.

Faktor anggaran pengendalian penggunaan lahan

1. Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis elektronik (e-

procedurement).

2. Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai Timur

Surabaya yang merupakan kawasan konservasi.

3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian.

Analisis Perumusan Arahan

Pengendalian Penggunaan Lahan (Analisis

Delphi)

RESPONDEN ANALISIS DELPHI R1: Staff Bidang Fisik dan Prasarana (Bappeko)

R2: Kepala Seksi Pengendalian Bangunan (Dinas Cipta Karya dan Tata

Ruang)

R3: Staff Badan Lingkungan Hidup, serta

R4: Kepala Seksi Pengujian, Pengawasan dan Pengendalian (Dinas Bina

Marga dan Pematusan).

R5: Planner, Perencana Kota (Praktisi Tata Ruang)

R6: Pemilik Tambak

R7:Penggarap Tambak

R8: Ketua LSM Ecoton (Lembaga Swadaya Masyarakat)

Analisis Perumusan Arahan

Pengendalian Penggunaan Lahan (Analisis

Delphi) Tahap I

Mintakat Arahan Responden

1 2 3 4 5 6 7 8

Zona Kemampuan

Penampungan Air

Tinggi

(Kelurahan Sukolilo,

Dukuh Sutorejo,

Medokan Semampir,

Wonorejo dan Gunung

Anyar Tambak)

Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala. S S S S S S S S

Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi

berupa dumping area.

T

S

T

S

T

S

T

S

TS T

S

T

S

T

S

Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk

melakukan pembuatan kolam penampungan

air/embung (ponds).

S S S S S S S S

Melestarikan lahan tambak di kawasan konservasi. S S S S S T

S

T

S

S

Melarang masyarakat yang melakukan reklamasi

secara ilegal.

S T

S

T

S

S S T

S

T

S

S

Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi

dengan konsep kerjasama pemerintah dan masyarakat.

S S S S S S S S

Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk

menahan limpasan air laut.

S S S S S S S S

Mencegah penebangan hutan mangrove. S S S S S S S S

Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi

penyempitan akibat okupansi masyarakat.

S S S S S S S S

Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan

sempadan sungai.

S S S S S S S S

Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi

permukiman ilegal.

T

S

T

S

T

S

T

S

TS T

S

T

S

T

S

Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis

elektronik (e-procedurement).

T

S

T

S

T

S

T

S

TS T

S

T

S

T

S

Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai

Timur Surabaya yang merupakan kawasan konservasi.

S S S S S S S S

Peningkatan peran serta masyarakat dalam

pengendalian

S S S S S S S S

Zona Kemampuan

Penampungan Air

Rendah

(Kelurahan Kalisari,

Kejawan Putih

Tambak, Keputih, dan

Medokan Ayu)

Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala. S S S S S S S S

Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi

berupa dumping area.

T

S

S T

S

S S S S T

S

Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk

melakukan pembuatan kolam penampungan

air/embung (ponds).

S S S S S S S S

Melestarikan lahan tambak di kawasan konservasi. S S S S S S S S

Tahap I ....lanjutan

Zona Kemampuan

Penampungan Air

Rendah

(Kelurahan Kalisari,

Kejawan Putih

Tambak, Keputih, dan

Medokan Ayu)

Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala. S S S S S S S S

Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi

berupa dumping area.

T

S

S T

S

S S S S T

S

Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk

melakukan pembuatan kolam penampungan

air/embung (ponds).

S S S S S S S S

Melestarikan lahan tambak di kawasan konservasi. S S S S S S S S

Melarang masyarakat yang melakukan reklamasi

secara ilegal.

S S S S S S S S

Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi

dengan konsep kerjasama pemerintah dan masyarakat.

S S S S S S S S

Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk

menahan limpasan air laut.

S S S S S S S S

Mencegah penebangan hutan mangrove. S S S S S S S S

Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi

penyempitan akibat okupansi masyarakat.

S S S S S S S S

Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan

sempadan sungai.

S S S S S S S S

Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi

permukiman ilegal.

S S S S S S S S

Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis

elektronik (e-procedurement).

T

S

T

S

T

S

T

S

TS T

S

T

S

T

S

Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai

Timur Surabaya yang merupakan kawasan konservasi.

S S S S S S S S

Peningkatan peran serta masyarakat dalam

pengendalian

S S S S S S S S

Analisis Perumusan Arahan

Pengendalian Penggunaan Lahan (Analisis

Delphi)

Tahap II

Arahan yang telah mencapai kesepakatan tidak setuju, yakni arahan tersebut tidak sesuai

untuk dilaksanakan, adalah arahan Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi berupa dumping area, Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi permukiman ilegal dan Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis elektronik (e-

procedurement) pada zona kemampuan penampungan air tinggi. Sedangkan pada zona

kemampuan penampungan air rendah, arahan yang tidak disetujui adalah Efisiensi pengendalian melalui perijinan berbasis elektronik (e-procedurement).

Mintakat Arahan yang belum mancapai kesepakatan

Zona Kemampuan

Penampungan Air

Tinggi

Melestarikan lahan tambak di kawasan

konservasi.

Melarang masyarakat yang melakukan

reklamasi secara ilegal.

Zona Kemampuan

Penampungan Air

Rendah

Penambahan lokasi pembuangan khusus

sedimentasi berupa dumping area.

HASIL ANALISIS DELPHI

Mintakat Arahan Pengendalian Penggunaan Lahan

Zona Kemampuan

Penampungan Air Tinggi

(Kelurahan Sukolilo, Dukuh

Sutorejo, Medokan Semampir,

Wonorejo dan Gunung Anyar

Tambak)

1. Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala.

2. Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk melakukan pembuatan kolam

penampungan air/embung (ponds).

3. Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi dengan konsep kerjasama pemerintah dan

masyarakat.

4. Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk menahan limpasan air laut.

5. Mencegah penebangan hutan mangrove.

6. Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi penyempitan akibat okupansi masyarakat.

7. Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan sempadan sungai.

8. Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai Timur Surabaya yang merupakan

kawasan konservasi.

9. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian.

Zona Kemampuan

Penampungan Air Rendah

(Kelurahan Kalisari, Kejawan

Putih Tambak, Keputih, dan

Medokan Ayu)

1. Pengerukan sedimentasi di muara secara berkala.

2. Penambahan lokasi pembuangan khusus sedimentasi berupa dumping area.

3. Mewajibkan pengembang perumahan skala besar untuk melakukan pembuatan kolam

penampungan air/embung (ponds).

4. Melestarikan lahan tambak di kawasan konservasi.

5. Melarang masyarakat yang melakukan reklamasi secara ilegal.

6. Menambah hutan mangrove di kawasan konservasi dengan konsep kerjasama pemerintah dan

masyarakat.

7. Memulihkan lahan mangrove yang gundul untuk menahan limpasan air laut.

8. Mencegah penebangan hutan mangrove.

9. Normalisasi sungai untuk daerah yang terjadi penyempitan akibat okupansi masyarakat.

10. Mencegah okupansi masyarakat di badan air dan sempadan sungai.

11. Memulihkan lahan tambak yang berubah menjadi permukiman ilegal.

12. Peningkatan sosialisasi rencana kota di kawasan Pantai Timur Surabaya yang merupakan

kawasan konservasi.

13. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian.

50

Design

Environment Economics

Planning

50

TERIMA KASIH

Residential

Transportation Mapping

History

Social

Comunity

Tourism

Utilities