Post on 23-Oct-2015
description
KASUS 1
Anyang-Anyangan
Seorang laki-laki berumur 25 tahun datang ke dokter dengan keluhan buang air
kecil sering anyang-anyangan sejak kemarin. Frekuensi buang air kecil bisa e”
10x sehari, volumenya tidak sebanyak biasanya dan rasa ingin berkemih cepat
muncul kembali sehingga ia sering bolak balik kamar mandi. Pasien mengaku
tidak demam dan tidak ada kelainan buang air besar. Keluhan ini dirasakan setelah
pasien bepergian ke luar kota. Pasien jarang minum air putih dan enggan
mengunakan wc umum sehingga ia baru menggunakannya bila rasa ingin buang
air kecil sudah tidak bisa ditahan. Pasien merasa sangat terganggu dengan keluhan
yang dideritanya dan sangat khawatir ada yang salah dengan saluran kemihnya.
STEP 1 (Klarifikasi Istilah)
1. Anyang-anyangan : Sensasi dimana saat buang air kecil terasa sakit,
kalaupun keluar sedikit dan ada rasa ingin buang air kecil lagi tetapi tidak
dapat keluar. Frekuensi berkemih sering dalam waktu yang pendek yang
disebabkan oleh bakteri E.coli.
STEP 2 (Rumusan Daftar Masalah)
1. Penyebab dari anyang-anyangan?
2. Frekuensi dan volume normal buang air kecil?
3. Mekanisme berkemih?
4. Struktur makroskopis dan mikroskopis organ yang terlibat?
5. Pembentukan urine?
6. Refleks berkemih?
7. Fungsi ginjal?
8. Hubungan air minum dan berkemih?
9. Hubungan menahan buang air kecil dan anyang-anyangan?
1
STEP 3 (Analisis Masalah)
1. Penyebab anyang-anyangan:
a. Kurang minum
b. Menahan buang air kecil
c. Terlalu banyak duduk
d. Infeksi saluran kemih
e. Terbiasa meminum air dalam keadaan dingin atau panas
2. Frekuensi berkemih normal : 5-6 kali per hari
Volume berkemih normal : 300 mL setiap miksi
3. Mekanisme berkemih
Volume urin meningkat Intravesicalis menaik keregangan dinding
vesicalis
Pusat berkemih (lumbosakral) saraf spinal refleks spinal (n.
Perlvicus) rasa ingin berkemih
4. - Makroskopis organ yang terlibat :
a. Ren : setinggi vertebrata thorakal XII (kiri) dan vertebra lumbal
III (kanan)
b. Ureter
c. Vesica urinaria
d. Urethra
- Mikroskopis organ yang terlibat :
a. Ginjal
Nefron
Korteks : Tubulus kontortus proksimal
Tubulus kontortus distal
Medulla : Ansa Henle
Duktus koligens
Glomerulus : Sel endotel kapiler yang berpori-pori, sel
mesangeal, sel podosit
Apparatus : Sel epitoloid, sel mesangeal
5. Pembentukan urine :
a. Filtrasi (glomrtulus dan kapsula bowman) menjadi urine primer
2
Pembentukan
Urine
Anyang-anyangan
Pembentukan
Urine
Pembentukan
Urine
Pembentukan
Urine
Pembentukan
Urine
Pembentukan
Urine
Anyang-anyangan
Pembentukan
Urine
Anyang-anyangan
Pembentukan
Urine
Anyang-anyangan
Pembentukan
Urine
Anyang-anyangan
Pembentukan
Urine
Anyang-anyangan
Pembentukan
Urine
Anyang-anyangan
Pembentukan
Urine
Anyang-anyangan
Pembentukan
Urine
FungsiGinjal
Hubungan air minum dan berkemih
Hubungan menahan BAK dan anyang-anyangan
MekanismeBerkemih
Stuktur makro dan mikro organ yang terlibat
Anyang-anyangan
RefleksMiksi
Hormon yang mempengaruhi BarierFiltrasi
PembentukanUrine
b. Reabsorbsi (Tubulus kontortus proksimal dan lengkung henle) menjadi
urine sekunder
c. Augmentasi (Tubulus kontortus distal)
6. SB
7. Fungsi ginjal :
a. Pengaturan pH darah (ekskresi H+)
b. Pengaturan tekanan darah (pengeluaran enzim renin)
c. Pengaturan komposisi ionik ginjal (pengatur kadar Na, K)
8. SB
9. Karena adanya bakteri yang berjuta-juta yang harus dikeluarkan, bila tidak
dikeluarkan akan terjadi infeksi, adanya batu ginjal, kristal. Oleh karena
itu harus banyak minum air putih supaya vesica urinarianya terkuras dan
kembali bersih.
STEP 4 (Sistematika Masalah)
3
Refleks
Berkemih
Hubungan menahan BAK dan anyang-
anyangan
Mekanisme
Berkemih
Penyebab anyang-anyangan
Fungsi
Ginjal
Hubungan air minum dan berkemih
Stuktur makro dan mikro organ yang
terlibat
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Refleks
Berkemih
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Refleks
Berkemih
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Refleks
Berkemih
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Mekanisme
Berkemih
Stuktur makro dan mikro organ yang
terlibat
Refleks
Berkemih
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Mekanisme
Berkemih
Stuktur makro dan mikro organ yang
terlibat
Refleks
Berkemih
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Hubungan menahan BAK dan anyang-
anyangan
Mekanisme
Berkemih
Stuktur makro dan mikro organ yang
terlibat
Refleks
Berkemih
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Hubungan menahan BAK dan anyang-
anyangan
Mekanisme
Berkemih
Stuktur makro dan mikro organ yang
terlibat
Refleks
Berkemih
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Hubungan air minum dan berkemih Hubungan menahan
BAK dan anyang-anyangan
Mekanisme
Berkemih
Stuktur makro dan mikro organ yang
terlibat
Refleks
Berkemih
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
Hubungan air minum dan berkemih Hubungan menahan
BAK dan anyang-anyangan
Mekanisme
Berkemih
Stuktur makro dan mikro organ yang
terlibat
Refleks
Berkemih
Hormon yang mempengaruhi
Barier
Filtrasi
STEP 5 (Sasaran Belajar)
1. Mekanisme berkemih
2. Struktur makroskopis dan mikroskopis organ yang terlibat
3. Pembentukan urine
4. Refleks miksi
5. Fungsi ginjal
6. Hubungan air minum dan berkemih
7. Hubungan menahan buang air kecil dan anyang-anyangan
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7 (Penjelasan)
1. Otot polos kandung kemih, seperti pada ureter, tersusun secara spiral,
memanjang, dan melingkar. Kontraksi otot melingkar ini, yang disebut
otot detrusor, terutama berperan pada pengosongan vesika selama
berkemih (miksi). Berkas otot berada di samping kiri dan kanan uretra, dan
serabut-serabut otot ini kadang-kadang disebut sfingter uretra interna,
meskipun tidak sepenuhnya melingkari uretra. Lebih distal lagi, terdapat
suatu sfingter pada uretra yang terdiri atas otot rangka, yaitu sfingter uretra
membranosa (sfingter uretra eksterna). Epitel kandung kemih tersusun dari
lapisan superfisial yang terdiri atas sel gepeng dan lapisan dalam yang
terdiri atas sel kubus. (Ganong, 2008)
Fisiologi pengosongan kandung kemih dan dasar fisiologis
kelainan pada proses berkemih ini masih banyak menimbulkan
ketidakpastian. Berkemih pada dasarnya merupakan refleks spinal yang
akan difasilitasi dan dihambat oleh pusat-pusat susunan saraf yang lebih
tinggi, dan seperti pada defekasi berkemih juga dapat secara volunter
difasilitasi dan diinhibitor. Urine yang memasuki vesika tidak begitu
meningkatkan tekanan intravesika sampai vesika terisi penuh. Selain itu,
seperti juga jenis otot polos lainnya, otot vesika memiliki sifat plastis; bila
diregang, ketegangan yang mula-mula dimiliki tidak akan dipertahankan.
4
Hubungan antara tekanan intravesika dan volume vesika dapat dipelajari
dengan cara memasukkan kateter dan mengosongkan vesika, kemudian
dilakukan pencatatan tekanan saat vesika diisi oleh air atau udara dengan
penambahan 50 mL setiap kalinya (sistometri). Grafik antara tekanan
intravesika dengan volume cairan di kandung kemih disebut
sistometrogram. Keinginan pertama untuk berkemih timbul bila volume
vesika sekitar 150 mL, dan rasa penuh timbul pada pengisian sekitar 400
mL. Pendataran segmen Ib merupakan manifestasi hukum Laplace .
Hukum ini menyatakan bahwa tekanan dalam viskus yang bulat sama
dengan dua kali tegangan dinding dibagi oleh jari-jari viskus tersebut.
Pada vesika, ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi organ
tersebut, namun jarijarinya pun ikut bertambah. Oleh sebab itu, tekanan
hanya meningkat sedikit sampai organ tersebut relatif penuh. (Ganong,
2008)
Selama proses berkemih, otot perineum dan sfingter uretra
eksterna melemas; otot detrusor berkontraksi; dan urine akan mengalir
melalui uretra. Susunan otot polos pada kedua sisi uretra ternyata tidak
memegang peran pada proses berkemih, dan fungsi utamanya mungkin
untuk mencegah refluks semen ke dalam vesika selama ejakulasi.
(Ganong, 2008)
Mekanisme awal yang menimbulkan proses miksi volunter belum
diketahui dengan pasti. Salah satu peristiwa awal adalah relaksasi otot
dasar panggul, dan hal ini mungkin menimbulkan tarikan ke bawah yang
cukup besar pada otot detrusor untuk merangsang kontraksinya. Kontraksi
otot perineum dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara volunter, yang
akan mencegah urine untuk mengalir melalui uretra atau menghentikan
aliran urine saat sedang berkemih. Melalui proses belajar, orang dewasa
dapat mempertahankan kontraksi sfingter eksterna sehingga mampu
menunda berkemih sampai saat yang tepat. Setelah berkemih, urine di
uretra wanita akan keluar akibat pengaruh gravitasi. Urine yang tersisa di
uretra pria dikeluarkan oleh sejumlah kontraksi otot bulbokavernosa.
(Ganong, 2008)
5
2. A. Struktur Makroskopis Ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna
merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang
lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125
sampai 175g pada laki-laki dan 115 sampai 155g pada perempuan.
(Sloane, 2003)
1. Lokasi
Ginjal terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen poste
rior yang berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini
merupakan organ retroperitoneal dan terletak di antara otot-otot
punggung dan peritoneum rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal
memiliki sebuah kelenjar adrenal di atasnya. Ginjal kanan
terletak agak di bawah dibandingkan ginjal kiri karena ada hepar
pada sisi kanan. (Sloane, 2003)
2. Jaringan ikat pembungkus. Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan
jaringan ikat.
a. Fascia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini
melabuhkan ginjal pada struktur disekitarnya dan
mempertahankan posisi organ.
b. Lemak perirenal adalah jaringan adiposa yang terbungkus
fascia ginjal. Jaringan ini membatali ginjal dan membantu
organ, tetap pada posisinya.
c. Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan
yang langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah
dilepas.
3. Suplai darah
a. Arteri renalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai
masing-masing ginjal masuk ke hilus melalui cabang anterior dan
posterior.
b. Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri-arteri
interlobaris yang mengalir di antara piramida-piramida ginjal.
c. Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan
6
antara korteks dan medula.
d. Arteri interlobularis merupakan percabngan arteri arkuata di sudut
kanan dan melewati korteks.
e. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen
membentuk sekitar 50 kapilar yang membentuk glomerulus.
f. Arteriol eferen meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk
jaring-jaring kapilar lain, kapilar peritubular yang mengelilingi
tubulus proksimal dan distal untuk memberi nutrien pada tubulus
tersebut dan mengeluarkan zat-zat yan direabsorpsi.
1. Arteriol eferen dari glomerulus nefron korteks memasuki
jaring-jaring kapilar peritubular yang mengelilingi tubulus
kontortus proksimal pada nefron tersebut.
2. Arteriol eferen dari glomerulus pada nefron
jukstaglomerular memiliki perpanjangan pembuluh kapilar
panjang yang lurus disebut vasa recta yang berdesenden ke
dalam piramida medula. Lekukan vasa recta membentuk
lengkungan jepit yang melewati ansa henle. Lengkungan
ini memungkinkan terjadinya pertukaran zat antara ansa
henle da kapilar serta memegang peranan dalam
konsentrasi urine.
g.Kapilar peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian
menyatu dan membentuk vena interlobularis.
h.Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena
arkuata bermuara ke dalam vena interlobaris yang bergabung
untuk bermuara ke dalam vena renalis. Vena ini meninggalkan
ginjal untuk bersatu dengan vena kava inferior.
B. Struktur Mikroskopis Ginjal (Sloane, 2003)
1. Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal.
2. Sinis ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus.
Sinus ini membentuk perlekana untuk jalan masuk dan keluar
ureter, vena dan arteri renalis, saraf dan limfatik.
7
3. Pelvis ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini
berlanjut menjadi dua sampai tida kaliks mayor, yaitu rongga yang
mencapai glandular, bagan penghasil urine pada ginjal. Setiap
kaliks mayor bercabang beberapa (8 sampai 18) kaliks minor.
4. Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur
sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medula dalam dan korteks
luar.
a. Medula terdiri dari massa-massa triangular yang disebut
piramida ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida,
papila, masuk dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus
mulut duktus pengumpul urine.
b. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron
yang merupakan unit struktural dan fungsional ginjal.
Korteks terletak di dalam di antara piramida-piramida
medula yang terdiri dari tubulus-tubulus pengumpul yang
mengalir ke dalam duktus pengumpul
5. Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri
dari satu piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan
jaringan korteks yang melapisinya.
6. Struktur nefron. Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron
yang merupakan unit pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu
komponen vaskular (kapilar) dan satu komponen tubular.
7. Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsul epitel
berdinding ganda disebut kapsul Bowman. Glomerulus dan kapsul
Bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.
a. Lapisan viseral kapsul Bowman adalah lapisan internal
epitelium. Sel-sel lapisan viseral dimodifikasi menjadi
podosit (sel seperti kaki), yaitu sel-sel epitel khusus di
sekitar kapilar glomerular.
(1) Setiap sel podosit melekat pasa permukaan luar kapilar
glomerular melalui beberapa prosesus primer panjang yang
8
mengandung prosesus sekunder yang disebut prosesus kakui
atau pedikel (“kaki kecil”).
(2) Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus
yang sama dari podosit tetangga. Ruang sempit antar
pedikel-pedikel yang berinterdigitasi disebut filtration slits
(pori-pori dari celah) yang lebarnya sekitar 25 nm. Setiap
pori dilapisi selapis membran tipis yang memungkinkan
aliran beberapa molekul dan menahan aliran molekul
lainnya.
(3) Barter filtrasi glomerular adalah barter jaringan yang
memisahkan darah dalam kapilar glomerular dari ruang
dalam kapsul Bowman. Barter ini terdiri dari endotelium
kapilar, membran dasar (lamina basalis) kapilar, dan
filtration slit.
b. Lapisan parietal kapsul Bowman membentuk tepi terluar
korpuskel ginjal. (Sloane, 2003)
(1) Pada kutub vaskular korpuskel ginjal, arteriola aferen
masuk ke glomerulus dan arteriol eferen keluar dari
glomerulus.
(2) Pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus
memfiltrasi aliran yang masuk ke tubulus kontortus
proksimal.
2. Tubulus kontortus proksimal, panjangnya mencapal 15 mm dan
sangat
berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini
terdapat sel-sel epitelial kuboid yang kaya akan mikrovilus
{brush border) dan memperlus area permukaan lumen. (Sloane,
2003)
3. Ansa Henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai
desenden ansa Henle yang masuk ke dalam medula, membentuk
lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik ke atas
9
membentuk tungkai asenden ansa Henle. (Sloane, 2003)
a. Nefron korteks terletak di bagian terluar korteks. Nefron ini
memiliki lekukan pendek yang memanjang ke sepertiga
bagian atas medula.
b. Nefron jukstamedular terletak di dekat medula. Nefron ini
memiliki lekukan panjang yang menjulur ke dalam piramida
medula.
4. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5
mm dan membentuk segmen terakhir nefron. (Sloane, 2003)
a. Di sepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding
arteriol aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan
arteriol mengandung sel-sel termodifikasi yang disebut macula
densa. Macula densa berfungsi sebagai suatu kemoreseptor dan
distimulasi oleh penurunan ion natrium.
b. Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula
densa mengandung sel-sel otot polos termodifikasi yang
disebut sel jukstaglomerular. Sel ini distimulasi melalui
penurunan tekana darah untuk memproduksi renin.
c. Macula densa, sel jukstaglomerular, dan sel mesangium saling
bekerja sama untuk membentuk apartus jukstaglomerular yang
penting dalam pengaturan tekanan darah.
5. Tubulus dan duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul
berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke
sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul
membentuk duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus
pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan
urine ke dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam
pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urine
dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung kemih.
(Sloane,2003)
10
C. Struktur makroskopis dan mikroskopis ureter
Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari
pelvis ginjal yang merentang sampai kandung kemih. (Sloane,
2003)
1. Setiap ureter panjangnya antara 25 cm sampai 30 cm dan
berdiameter 4 mm sampai 6 mm. Saluran ini menyempit di tiga
tempat: di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat
melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan
kandung kemih. Batu ginjal dapat tersangkut dalam ureter di
ketiga tempat ini, mengakibatkan nyeri dan disebut kolik ginjal.
2. Dinding ureter terdiri dari 3 lapisan jaringan: lapisan terluar adalah
lapisan fibrosa, di tengah adalah muskularis longitudinal ke arah
dalam dan otot polos sirkular ke arah luar, dan lapisan terdalam
adalah epitelium mukosa yang mensekresi selaput mukus
pelindung.
3. Lapisan otot memiliki aktivitas peristaltik intrinsik. Gelombang
peristalsis mengalirkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.
D. Struktur Makroskopis dan Mikroskopis Vesica Urinaria
Vesica Urinaria adalah organ muskular berongga yang berfungsi
sebagai kontainer penyimpanan urine. (Sloane, 2003)
1. Lokasi. Pada laki-laki, kandung kemih terletak tepat di
belakang simfists pubis dan di depan rektum. Pada perempuan,
organ ini terletak agak di bawah uterus di depan vagina.
Ukuran organ ini sebesar kacang kenari dan terletak di pelvis
saat kosong; organ berbentuk seperti buah pir dan dapat
mencapai umbilikus dalam rongga abdominopelvis jika penuh
berisi urine.
2. Struktur kandung kemih ditopang dalam rongga pelvis dengan
lipatanlipatan peritoneum dan kondensasi fascia. Dinding
kandung kemih terdiri dari 4 lapisan.
11
(1) Serosa adalah lapisan terluar. Lapisan ini merupakan
perpanjangan lapisan peritoneal rongga abdominopelvis dan
hanya ada di bagian atas pelvis.
(2) Otot detrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari
berkas-berkas otot polos yang satu swim lain saling
membentuk sudut. Ini untuk memastikan bahwa selama
urinasi, kandung kemih akan berkontraksi dengan serempak ke
segala arah.
(3) Submukosa adalah lapisan jaringan ikat yang terletak di
bawah mukosa dan menghubungkannya dengan muskularis.
(4) Mukosa adalah lapisan terdalam. Lapisan ini merupakan
lapisan epitel yang tersusun dari epitelium transisional. Pada
kandung kemih yang relaks, mukosa membentuk ruga (lipatan-
lipatan), yang akan memipih dan mengembang saat urine
berakumulasi dalam kandung kemih.
3. Trigonum adalah area halus, triangular, dan relatif tidak dapat
berkembang yang terletak secara internal di bagian dasar kandung
kemih. Sudut-sudutnya terbentuk dart tiga lubang. Di sudut atas
trigonum, dua ureter bermuara ke kandung kemih. Uretra keluar dari
kandung kemih di bagian apeks trigonum. (Sloane, 2003)
E. Struktur Makroskopis dan Mikroskopis Urethra
Uretra mengalirkan urine dari kandung kemih ke bagian eksterior tubuh.
(Sloane, 2003)
1. Pada laki-laki, uretra membawa cairan semen dan urine, tetapi tidak
pada waktu yang bersamaan. Uretra laki-laki panjangnya mencapai 20
cm dan melalui kelenjar prostat dan penis.
a. Uretra prostatik dikelilingi oleh kelenjar prostat. Uretra ini menerima
dua duktus ejakulator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan
duktus deferen dan duktus kelenjar vesikel seminal, serta menjadi
tempat bermuaranya sejumlah duktus dari kelenjar prostat.
12
b. Uretra membranosa adalah bagian yang terpendek (1 cm sampai 2
cm). Bagian ini berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka sfingter
uretra eksternal.
c. Uretra kavernous (penile, bersepons) merupakan bagian yang
terpanjang. Bagian ini menerima duktus kelenjar bulbouretra dan
merentang sampai orifisium uretra eksternal pada ujung penis. Tepat
sebelum mulut penis, uretra membesar untuk membentuk suatu
dilatasi keel, foss navicularis. Uretra kavernus dikelilingi korpus
spongiosum, yaitu suatu kerangka ruang vena yang besar.
2. Uretra pada perempuan, berukuran pendek (3,75 cm). Saluran ini
membuka keluar tubuh melalui orifisium uretra eksternal yang terletak
dalam vestibulum antara klitoris dan mulut vagina. Kelenjar uretra yang
homolog dengan kelenjar prostat pada laki-laki, bermuara ke dalam
uretra. (Sloane, 2003)
3. Panjangnya uretra laki-laki cenderung menghambat invasi bakteri ke
kandung kemih (sistitis) yang lebih sering terjadi pada perempuan.
(Sloane, 2003)
3. Ginjal memproduksi urine yang mengandung zat sisa metabolik dan
mengatur komposisi cairan tubuh melalui tiga proses utama: filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. (Sloane, 2003)
A. Filtrasi Glomerulus
1. Fitrasi glomerulus adalah perpindahan cairan dan zat terlalut dari
kapiler glomerular, dalam gradien tekanan tertentu ke dalam
kapsula bowman. Filtrasi ini dibantu oleh faktor berikut:
a. Membran dalam kapilar glomerular lebih permeabel
dibandingakan kapilar lain dalam tubuh sehingga filtrasi
berjalan dengan sangat cepat.
b. Tekanan darah dalam kapilar glomerular lebih tinggi
dibandingkan tekanan darag dalam kapilar lain karena diameter
13
kapilar arteriol eferen lebih kecil dibandingkan diameter
arteriol aferen.
2. Mekanisme filtrasi glomerular
a. Tekanan hidrostatik (darah) glomerular mendorong cairan dan
zat terlarut keluar dari darah dan masuk ke ruang kapsula
bowman.
b. Dua tekanan yang berlawanan dengan tekanan hidrostatik
glomerular.
(1) Tekanan hidrostatik dihasilkan oleh cairan dalan kapsula
bowman. Tekanan ini cenderung untuk menggerakkan
cairan keluar dari kapsul menuju glomerulus.
(2) Tekanan osmotik koloid dalam glomerulus yang dihasilkan
oleh protein plasma adalah tekanan yang menarik cairan
dari kapsula bowman untuk memasuki glomerulus.
c. Tekanan filtrasi efektif adalah tekanan dorong netto. Tekanan
ini adalah selisih antara tekanan yang cenderung mendorong
cairan keluar glomerulus menuju kapsula bowman dan tekanan
yang cenderung menggerakkan cairan ke dalam glomerulus
dari kapsula bowman.
EFP = (tekanan hidrostatik glomerular) – (tekanan
kapsular) + (tekanan osmotik koloid glomerular)
3. Laju filtrasi glomerular (glomerular fitration rate [GFR]) adalah
jumlah filtrat yang terbentuk per menit pada semua nefron dari
kedua ginjal. Pada laki-laki, laju filtrasi ini sekitar 125 ml per
menit atau 180 L dalam 24 jam; pada perempuan sekitar 110 ml
per menit. (Sloane, 2003)
4. Faktor yang mempengaruhi GFR (Sloane, 2003)
a. Tekanan filtrasi efektif. GFR berbanding lurus dengan EFP
dan perubahan tekanan yang terjadi akan mempengaruhi GFR.
Derajat konstriksi arteriol aferen dan eferen menentukan aliran
darah ginjal, dan juga tekanan hidrostatik glomerular.
14
(1) Kontriksi arteriol aferen menurunkan aliran darah dan
mengurangi laju filtrasi glomerular
(2) Kontriksi arteriol eferen menyebabkan terjadinya tekanan
darah tambahan dalam glomerulus dan meningkatkan GFR
b. Autoregulasi ginjal. Mekanisme autoregulasi intrinsik ginjal
mencegah perubahan aliran darah ginjal dan GFR akibat
variasi fisiologis rata2rata tekanan darah arteri. Autoregulasi
seperti ini berlangsung pada rentang tekanan darah yang lebar
(antara 80mmHg dan 180mmHg)
(1) Jika rata-rata tekanan arteri meningkat, arteriol aferen
berkontriksi untuk menurunkan aliran darah ginjal dan
mengurangi GFR. Jika rata-rata tekanan arteri menurun,
terjadi vasodilatasi arterial aferen untuk meningkatkan GFR
(2) Autoregulasi melibatkan mekaisme umpan balik dari
reseptor-reseptor peregang dalam dinding arteriol dan dari
apparatus jukstaglomerular
d. Stimulasi simpatis. Suatu peningkatan impuls simpatis, seperti
yang terjadi saat stres, akan menyebabkan kontriksi arteriol
aferen, menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus, dan
menyebabkan penurunan GFR.
e. Obstruksi aliran urinaria oleh batu ginjal atau batu dalam ureter
akan meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman
dan akan menurunkan GFR.
f. Kelaparan, diet yang sangat rendah protein, atau penyakit hati
akan menurunkan tekanan osmotik koloid darah sehingga
meningkatkan GFR
g. Berbagai penyakit ginjal dapat meningkatkan permeabilitas
kapilar glomerular dan meningkatkan GFR.
B. Reabsorpsi Tubulus. Sebagian besar filtrat secara selektif direabsorbsi
dalam tubulus ginjal melalui difusi pasif gradien kimia atau listrik,
transpor aktif terhadap gradien tersebut, atau difusi terfasilitasi.
(Sloane, 2003)
15
1. Reabsorpsi ion natrium
a. Ion-ion natrium ditranspor secara pasif melalui difusi
terfasilitasi dari lumen tubulus kontortus proksimal ke dalam
sel-sel epitel tubulus yang konsentrasi ion natriumnya lebih
rendah.
b. Ion-ion natrium yang ditranspor secara aktif dengan pompa
natrium-kalium, akan keluar dari sel-sel epitel untuk masuk ke
cairan interstisial di dekat kapiler peritubular.
2. Reabsorpsi ion klor dan ion negatif lain
a. Karena ion natrium positif bergerak secara pasif dari cairan
tubulus ke sel dan secara aktif dari sel ke cairan interstisial
peritubular; akan terbentuk ketidakseimbangan listrik yang
justru membantu pergerakan pasif ion-ion negatif.
b. Dengan demikian, ion klor dan bikarbonat negatif secara pasif
berdifusi ke dalam sel-sel epitel dari lumen dan mengikuti
pergerakan natrium yang keluar menuju cairan peritubular dan
kapiler peritubular.
3. Reabsorpsi glukosa, fruktosa, dan asam amino
a. Carrier glukosa dan asam amino sama dengan carrier ion
natrium dan digerakkan melalui kotranspor.
b. Maksimum transpor. Carrier pada membran sel tubulus
memiliki kapasitas reabsorpsi maksimum untuk glukosa,
berbagai jenis asam amino, dan beberapa zat terabsorpsi
lainnya.
c. Maksimum transpor untuk glukosa adalah jumlah maksimum
yang dapat ditranspor (reabsorpsi) per menit, yaitu sekitar
200mg per glukosa. Jika kadar glukosa darah melebihi nilai
maksimum transpornya maka glukosa akan muncul di urine
(glukosuria).
4. Reabsorpsi air. Air bergerak bersama ion natrium melalui osmosis.
Ion natrium berpindah dari area berkonsentrasi air tinggi dalam
16
lumen tubulus kontortus proksimal ke area berkonsentrasi air
rendah dalam cairan interstisial dan kapiler peritubular.
5. Reabsorpsi urea. Seluruh urea yang terbentuk setiap hari difiltrasi
oleh glomeruls. Sekitar 50% urea secara pasif direabsorpsi akibat
gradien difusi yang terbentuk saat air direabsorpsi.
6. Reabsorpsi ion organik lain seperti kalium, kalsium, fosfat, dan
sulfat, serta sejumlah ion organik adalah melalui transpor aktif
Otot polos dinding kandung kemih memiliki aktivitas kontraksi sendiri;
namun, bila persarafannya utuh, reseptor regang di dinding vesika akan
mengawali refleks kontraksi yang memiliki ambang yang lebih rendah
daripada respons kontraksi otot itu sendiri. Serabut saraf pelvikus
merupakan serabut aferen refleks pengosongan vesika, dan serabut
parasimpatis vesika yang merupakan serabut eferen juga berjalan
bersama saraf ini. Pusat integrasi refleks ini terdapat di segmen sakral
medula spinalis. Pada orang dewasa, volume urine dalam vesika yang
normalnya merangsang refleks kontraksi kira-kira sebesar 300-400 mL.
Saraf simpatis vesika tidak memegang peranan pada proses berkemih,
namun memerantarai kontraksi otot vesika yang mencegah masuknya
semen ke dalam vesika pada saat ejakulasi. (Ganong, 2008)
Reseptor regang di dinding kandung kemih tidak memiliki sistem
saraf motorik kecil. Namun, ambang untuk refleks pengosongan vesika,
seperti refleks regang, disesuaikan oleh aktivitas pusat-pusat fasilitatorik
dan inhibitorik di batang otak. Terdapat area fasilitatorik di daerah pons
dan area inhibitorik di mesensefalon. Setelah transeksi batang otak tepat
di atas pons, ambang rangsang akan menurun sehingga diperlukan
pengisian yang lebih sedikit untuk merangsang kandung kemih,
sedangkan setelah transeksi di atas mesensefalon, ambang rangsang
untuk refleks pada dasarnya masih normal. Terdapat area fasilitatorik
lain di hipotalamus posterior. Pada manusia dengan lesi di girus frontalis
superior, kemauan untuk berkemih berkurang dan selain itu terdapat
17
kesukaran untuk menghentikan miksi bila telah dimulai. Akan tetapi,
perangsangan pada hewan percobaan menunjukkan adanya daerah lain
di korteks yang turut memengaruhi proses berkemih. Kandung kemih
dapat dibuat berkontraksi oleh fasilitasi volunter refleks pengosongan
yang berasal dari medula spinalis meskipun kandung kemih hanya
mengandung beberapa mililiter urine. Kontraksi volunter otot dinding
perut membantu keluarnya urine dengan cara meningkatkan tekanan
intra-abdomen, namun pengosongan vesika dapat dimulai tanpa harus
mengedan meskipun vesika hampir kosong.
5. Fungsi Utama Ginjal:
1) Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengatur
ekskresi Na+:
Pengaturan volume sirkulasi efektif (ECV) atau volume ECF
secara primer dicapai melalui modifikasi ekskresi Na+ urine,
berlawanan dengan pengaturan osmolalitas ECF yang dicapai
melalui perubahan keseimbangan air. Pemeliharaan Na+ tidak
langsung terlibat dalam osmoregulasi kecuali bila terdapat
perubahan volume yang terjadi secara bersamaan. Osmolalitas
ditentukan oleh rasio zat terlarut (ter-utama garam Na+ dan K+)
terhadap air, sedangkan volume ECF ditentukan oleh jumlah pasti Na+
dan air yang ada. Mekanisme renin-angiotensin-aldosteron berperan
penting dalam pengaturan kadar Na+ rubuh. Renin adalah enzim
pertama dalam kaskade biokimia sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Fungsi sistem ini adalah mempertahankan volume ECF dan tekanan
perfusi jaringan dengan mengubah resistensi pembuluh darah dan
ekskresi Na+ dan air di ginjal. Hipoperfusi ginjal, yang dihasilkan
oleh hipotensi dan penurunan volume, serta peningkatan aktivitas
simpatetik adalah perangsang utama sekresi rennin. Asupan dari
JGA nefron, yang dijalankan sebagaibaroreseptor intrarenal dan peng-
hantar kemoreseptor tubulus distal, telah dijelaskan sebelumnya.
Asupan ke sistem saraf pusat (CNS) diberikan oleh baroreseptor
18
yang terletak di pusat melalui saraf vagus dan glosofaringeal, yang
sebalik-nya, memengaruhi keluaran simpatetik: baroreseptor yang
terletak dalam atrium jantung dan pembuluh darah paru bertekanan
rendah terutama merespons volume atau isi dari cabang pembuluh
darah. Peningkatan volume intravaskular memperbesar atrium
jantung dan menyebabkan penurunan aktivitas simpatis ginjal dan
pelepasan peptida natriuretik atrium (lihat pembahasan selanjutnya),
keduanya meningkatkan ekskresi Na+ ginjal. Penurunan volume
intravaskular memiliki efek yang bertolak belakang. Baroreseptor
terletak dalam arkus aorta dan sinus karotis bertekanan tinggi yang
terutama berespons terhadap tekanan arteri darah. Penurunan tekanan
darah menghasilkan peningkatan aktivitas simpatis ginjal,
menyebabkan retensi Na+ dan air. Peningkatan tekanan intravaskular
memiliki efek yang bertolak belakang. (Ganong, 2008)
Pelepasan renin dari sel JG ke dalam sirkulasi mengawali
rangkaian kejadian yang dimulai dengan pecahnya angiotensinogen
substrat (glikoprotein serum yang dihasilkan hati) menjadi
angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah menjadi angiotensin II
oleh enzim pengubah angiotensin (ACE) yang ada di paru dalam
konsentrasi tinggi tapi ACE juga terdapat di tempat lain, termasuk
ginjal. Begitu terbentuk, angiotensin II memiliki dua efek sistemik
utama: vasokonstriksi arteriol serta meningkatkan reabsorbsi air dan
Na+ ginjal oleh tubulus distal dan duktus pengumpul. Efek kedua
diperantarai peningkatan sekresi aldosteron oleh korteks adrenal, yang
dirangsang oleh angiotensin II. Kedua aksi ini cenderung akan
mengoreksi hipovolemia atau hipotensi (sehingga memulihkan perfusi
jaringan) yang biasanya bertanggung jawab untuk merangsang
sekresi renin. (Ganong, 2008)
Atrium jantung memiliki mekanisme tambahan untuk
mengontrol ekskresi Na+ ginjal dan volume ECF yang secara
berlawanan mengatur mekanisme renin-angiotensin-aldosteron.
Atrium jantung menyintesis suatu hormon yang disebut peptida
19
natriuretik atrial (ANP), yang kemudian disimpan dalam granula.
ANP dilepaskan dari granula atrium sebagai respons terhadap
regangan (yaitu, peningkatan volume ECF). ANP meningkatkan
ekskresi Na+ dan air oleh ginjal. Efek diuretik diperantarai oleh sifat
vasodilatasinya, mengakibatkan peningkatan aliran darah ginjal
(RBF) dan tindakan supresifnya pada sekresi ADH dan aldosteron.
(Ganong, 2008)
2) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengatur ekskresi air. (price dan wilson, 2005)
Pada keadaan normal, sebanyak 180 L cairan difiltrasi oleh
glomerulus tiap hari, sedangkan volume urine rata-rata tiap hari sekitar
1 L. Zat terlarut dalam jumlah yang sama juga dapat diekskresikan
per 24 jam dalam urine bervolume 500 mL dengan kepekatan 1400
mOsm/kg, atau dalam urine sebanyak 23,3 L dengan kepekatan sebesar
30 mOsm/kg . Nilai-nilai ini menunjukkan dua hal yang penting:
pertama, paling sedikit 87% air yang difiltrasi akan direabsorpsi,
meskipun volume urine 23 L; kedua, reabsorpsi sisa air yang telah
mengalami filtrasi dapat bervariasi tanpa memengaruhi jumlah total
zat terlarut yang diekskresi. Dengan demikian, bila urine pekat, terjadi
retensi air melalui zat terlarut; dan bila urine encer, terjadi ekskresi air
melebihi ekstresi zat terlarut. Kedua hal ini memiliki arti penting
dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh. Regulator
kunci pada pengeluaran air adalah vasopresin yang bekerja pada
duktus koligentes. (price dan wilson, 2005)
Akuaporin
Riset pada mencit, tikus, dan manusia menunjukkan bahwa difusi
air yang cepat dalam menembus mem-bran sel bergantung pada kanal
air yang terbentuk dari protein-protein yang disebut akuaporin. Pada
manusia telah diketahui empat jenis akuaporin (akuaporin-1, akuaporin-
2, akuaporin-5, dan akuaporin-9), dan lebih banyak lagi yang
didentifikasi pada tikus. (price dan wilson, 2005)
20
Tubulus Proksimal
Banyak zat yang diangkut secara aktif dari cairan di lumen tubulus
proksimal, namun cairan yang diperoleh melalui mikropungsi pada
dasarnya tetap isoosmotik sampai ke ujung tubulus proksimal. Karena
itu, di tubulus proksimal air akan keluar dari tubulus secara pasif akibat
perbedaan osmotik yang dihasilkan oleh transpor aktif zat terlarut
sehingga keadaan isotonik tetap dipertahankan. Karena rasio
konsentrasi inulin (zat yang tak-direabsorpsi) dalam cairan tubulus
terhadap konsenstrasi dalam plasma (TF/P) adalah 2,5-3,3 di ujung
tubulus proksimal, diperkirakan bahwa 60-70% dari zat terlarut dan
60-70% dari air yang difiltrasi telah dikeluarkan saat filtrat mencapai
titik ini. (price dan wilson, 2005)
Akuaporin-1 terletak di tubulus proksimal. Jika gen protein ini
pada mencit di-knockout, permeabilitas air di tubulus proksimal
berkurang 80%, dan osmolalitas plasmanya meningkat menjadi 500
mosm/kg saat mencit tersebut mengalami dehidrasi meskipun
akuaporin lainnya utuh. Pada manusia dengan mu-tasi yang
menghilangkan aktivitas akuaporin-1, gangguan pada metabolisme air
tidak terlalu parah, meskipun respons terhadap dehidrasi berkurang.
Sebagian besar akuaporin ditemukan di ginjal, meski-pun akuaporin-9
ditemukan di leukosit, hati, paru, dan limpa manusia; dan akuaporin-5
ditemukan di kelenjar lakrimal manusia. Peran kunci akuaporin-1 dan
akua-porin-2 dalam ekskresi air. (price dan wilson, 2005)
Ansa Henle
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ansa Henle nefron
jukstamedularis memanjang sampai ke piramid medula ginjal sebelum
mengalirkan cairannya ke tubulus kontortus distal di korteks, dan
semua duktus koligentes akan kembali melalui piramid medula sampai
ke ujung piramid dan akhirnya bermuara di pelvis renalis. Terjadi
21
peningkatan osmolalitas interstisial yang bertahap di piramid,
osmolalitas normal di ujung papila kira-kira 1200 mosm/kg H2O, atau
kira-kira empat kali osmolalitas plasma. Ansa Henle pars desendens
bersifat permeabel terhadap air, namun pars asendensnya tidak
permeabel (Tabel 38-8). Na+, K+, dan Cl- mengalami kotranspor keluar
dari lumen bagian tebal ansa Henle pars asendens (lihat uraian
berikutnya). Dengan demikian, cairan di pars desendens ansa Henle
menjadi hipertonik karena air akan ditarik oleh interstisial yang
hipertonik. Di pars asendens, cairan tubulus akan menjadi lebih
encer dan saat sampai di ujung, cairan ini akan bersifat hipotonik
terhadap plasma karena terjadi perpindahan Na+ dan Cl- keluar dari
lumen tubulus. Saat melalui ansa Henle, sekitar 15% air yang difiltrasi
kembali direabsorpsi sehingga saat mencapai tubulus distal, kadar air
dalam filtrat hanya tersisa sebesar 20% dari kadar awal dan nilai TF/P
inulin menjadi sekitar 5. (price dan wilson, 2005)
Di bagian tebal pars asendens, suatu zat pengangkut membawa
secara bersamaan satu Na+, satu K+, dan dua Cl- dari lumen tubulus ke
dalam sel tubulus. Hal ini adalah contoh lain transpor aktif sekunder;
Na+ diangkut secara aktif keluar dari sel menuju interstisial oleh pompa
Na+-K+ ATPase di membran basolateral sel, sehingga Na+ intrasel tetap
rendah. Pengangkut Na+-K+-2C1- memiliki 12 ranah (domain)
transmembran, dengan ujung-ujung amino dan karboksil yang terletak di
dalam sel. Pengangkut ini adalah anggota dari famili transporter yang
di-temukan di banyak lokasi lain, meliputi kelenjar liur, saluran cerna,
dan jalan napas. (price dan wilson, 2005)
K+ berdifusi balik ke dalam lumen tubulus dan kembali ke
interstisial melalui ROMK dan kanal K+ lainnya. Cl- bergerak ke dalam
interstisial melalui kanal CIC-Kb. (price dan wilson, 2005)
22
6. Pada keadaan normal, sebanyak 180L cairan difiltrasi oleh glomerulus
tiap hari, sedangkan volume urine rata-rata tiap hari sekitar 1L. Zat
terlarut dalam jumlah yang sama juga dapat diekskresikan per 24jam
dalam urine bervolume 500 mL dengan kecepatan 1400 mosm/kg,
atau dalam urin sebanyak 23,3L dengan kepekatan 30 mosm/kg.
(Guyton,2008)
Nilai-nilai ini menunjukan dua hal penting:
1) Paling sedikit 87% air yang difiltrasi akan direabsorbsi, meskipun
volume urine 23L
2) Reabsorbsi sisa air yang telah mengalami filtrasi dapat bervariasi
tanpa mempengaruhi jumlah total zat terlarut yang diekskresi
Dengan demikian, bila urine pekat terjadi retensi air melalui zat
terlarut dan jika urine encer, terjadi ekskresi air melebihi ekskresi zat
terlarut. Kedua hal ini memiliki arti penting dalam konsentrasi dan
pengaturan osmolaritas cairan tubuh. Regulator kunci pada
pengeluaran air adalah vasopresin yang bekerja pada duktus
koligentes. (Guyton,2008)
Arteri renalis memasuki ginjal melewati hilum dan bercabang
membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis, dan
arteri aferen yang menuju ke kapiler glomerulus tempat sejumlah
besar cairan dan zat terlarut difiltrasi untuk memulai pembentukan
urin. Ujung distal kapiler pada setiap glomerulus bergabung
membentuk arteriol aferen yang menuju jaringan kapiler kedua yaitu
kapiler peritubular yang mengelilingi ginjal.
Dengan mengatur tahamam arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat
mengatur tekanan hidrostastik pada kapiler glomerulus dan kapiler
peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi. (Guyton,2008)
Kapiler mengosongkan isinya ke dalam pembuluh vena, yang
berjalan secara pararel ke vena interlobularis, vena arkuata, vena
23
interlobaris, dan vena renalis yang meninggalkan ginjal.
(Guyton,2008)
7. Otot detrusor yang menyediakan tenaga pendorong untuk
pengosongan kandung kemih. Terdiri atas serat-serat otot polos yang
saling berjalan di bawah pengaruh saraf-saraf otonom parasimpatis
panggul yang berasal dari segmen sakral II, sakral III, dan sakral IV
medulla spinalis otot polos pada daerah trigonum kandung kemih
diinervasi oleh serabut-serabut motorik dari segmen thorakolumbalis
(T 11 hingga L 2) dari saraf simpatis. Lapisan otot ini meluas dalam
uretra posterior dan berperan sebagai suatu sfingter internal yang
involunter yang membantu mempertahankan kontinensia air kemih
dalam keadaan tanpa kontrol volunter sekalipun. Sfingter uretra
eksternal dan otot-otot perineum berada di bawah pengaruh volunter
melalui saraf pudendus. (Guyton,2008)
Jaras sensoris dari suhu, nyeri dan distensi dari kandung kemih
melalui saraf pelvis ke saraf spinalis antara kandung kemih dan korda
spinalis sakralis. Lalu berjalan naik melalui jaras sakrobulbaris
menuju medula oblongata dan ke pusat kortikal, dimana impuls
timbul, dan dikembalikan ke bawah melalui traktus retikulospinalis
lateral dan ventral, dan normalnya akan menekan busur refleks spinal
sakral yang mengendalikan pengosongan kandung kemih. Bila tidak
ditekan oleh kontrol korteks, korda sakralis secara refleks mengubah
impuls motorik yang kuat dan menyebabkan otot detrusor
berkontraksi lama. Lama kelamaan otot detrusor akan relaksasi dan air
kemih akan keluar sedikit demi sedikit yang mengakibatkan anyang-
anyangan. (Guyton,2008)
8. Urine terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut berikut:
(Ganong, 2008)
1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam
urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses
penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.
24
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan
buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah
konstituen normal dalam jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat,
fosfat, kalsium, dan magnesium.
5. Hormon atau katabolit hormon ada secara normal dalam urine.
6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia axing, pigmen, vitamin, atau
enzim secara normal ditemukan dalam jumlah kecil.
7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah,
sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat
mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau
kalkuli.
25
Daftar Pustaka
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC. Jakarta
Ganong, W, F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. EGC. Jakarta
Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta
Price dan Wilson. 2005. Patofisiologi Volume 2. EGC. Jakarta
26