Post on 28-Jul-2021
ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI
ORGANIK DAN USAHATANI PADI ANORGANIK
(Studi Kasus : Kelompok Tani Sumber Urip dan Kelompok Tani Harta Jaya
di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur)
SKRIPSI
Oleh :
Dhimas Rozil Gufron
11140920000001
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
i
ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI
ORGANIK DAN USAHATANI PADI ANORGANIK
(Studi Kasus : Kelompok Tani Sumber Urip dan Kelompok Tani Harta Jaya
di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur )
Oleh :
Dhimas Rozil Gufron
11140920000001
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada
Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
ii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik
dan Usahatani Padi Anorganik (Studi Kasus: Kelompok Tani Sumber Urip
dan Kelompok Tani Harta Jaya di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ) yang ditulis oleh Dhimas Rozil Gufron
NIM 11140920000001 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam Sidang Munaqosah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada Jum’at 10 Mei 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S1) Program Studi Agribisnis.
Menyetujui,
Penguji I
Ir. Mudatsir Najamuddin, MM
NIP. 19650422 200112 1 001
Penguji II
Dr. Iwan Aminudin, M.Si
NIP. 19700209 201411 1 001
Pembimbing I
Ir. Junaidi, M.Si
NIP. 19660508 201411 1 004
Pembimbing II
Titik Inayah SP, M.Si
NIDN. 2030068704
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud
NIP. 19690404 200501 2 005
Ketua
Program Studi Agribisnis
Dr. Ir. Edmon Daris, MS
NIP. 19580429 198803 1 001
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANA PUN.
Jakarta, 10 Mei 2019
Dhimas Rozil Gufron
11140920000001
iv
CURRICULUM VITAE (CV)
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Dhimas Rozil Gufron
Tempat Tanggal Lahir : Banyuwangi, 16 November 1996
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Alamat Tetap : Desa Gladag Krajan, Rt. 01 Rw. 04
Kec. Rogojampi Kab. Banyuwangi, Jawa Timur
Telpon : 085213000377
Email : Dhimasrozil96@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
2014-2019 Jurusan Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Jakarta
2011-2014 Madrasah Aliyah Amanatul Ummah Surabaya
2008-2011 SMPN 2 Rogojampi, Banyuwangi
2002-2008 MI Islaiyah Rogojampi, Banyuwangi
PENGALAMAN ORGANISASI
2016-2017 Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) UIN Jakarta
2015-2016 Anggota Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI)
2015-2016 Pengurus Departemen Litbang HMJ Agribisnis UIN Jakarta
2014-2015 Pengurus Departemen Keagamaan PMII Komfast UIN Jakarta
2012-2013 Pengurus Osis MA Unggulan Amanatul Ummah Surabaya
v
PENGALAMAN KERJA
2019 Koordinator Kampanye Nasional Muda-Mudi Indonesia
2018 Survei Nasional Pemilu PT. Vinus Pilarindo
2018 Relawan Dompet Dhuafa
2017 Praktek Kerja Lapangan PT Sirtanio Organik Indonesia
vi
RINGKASAN
Dhimas Rozil Gufron, Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik
dan Usahatani Padi Anorganik (Studi Kasus : Kelompok Tani Sumber Urip dan
Kelompok Tani Harta Jaya di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Di Bawah Bimbingan Junaidi, dan Titik
Inayah.
Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika, karena sebagian besar berada
di daerah tropis yang langsung dipengaruhi oleh garis katulistiwa (Karyono,2001 :
142). Indonesia merupakan negara kaya dengan sumberdaya alam. salah satunya
adalah pertanian yang beranekaragam. Salah satu komoditas pertanian yang
menjadi kebutuhan pokok dan memiliki potensi untuk dikembangkan adalah padi
atau beras.
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah sentral penghasil
beras di Provinsi Jawa Timur, namun tingginya produksi padi di Banyuwangi masih
lebih banyak berasal dari hasil usahatani padi anorganik. Sehingga petani padi di
Banyuwangi menjalankan usahataninya tidak menggunakan sistem pertanian
berkelanjutan yaitu usahatani padi organik. Rendahnya minat berusahatani padi
organik menurut Pak Saidi selaku ketua Kelompok Tani Sumber Urip disebabkan
oleh : (1) petani belum banyak berminat dengan sistem pertanian organik (2)
kurangnya pemahaman para petani terhadap sistem pertanian organik (3) belum
optimalnya organisasi petani yang terkait dengan penyuluhan dan sertifikasi dan (4)
kurangnya pengetahuan petani akan potensi dan keuntungan produksi padi organik.
Desa watukebo, kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur
adalah salah satu desa yang petaninya mengusahatanikan padi dengan cara sistem
organik dan sistem anorganik. Salah satu kelompok tani yang berada di Desa
Watukebo yang meproduksi padi organik adalah Kelompok Tani Sumber Urip dan
yang memproduksi padi anorganik ialah Kelompok Tani Harta Jaya . Dari kedua
kelompok tersebut peneliti ingin meneliti manakah pendapatan yang lebih
menguntungkan antara usahatani padi organik dan padi anorganik .
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui perbandingan struktur biaya
usahatani padi organik pada Kelompok Tani Sumber Urip dan usahatani padi
Anorganik pada Kelompok Tani Harta Jaya di Desa Watukebo, Kecamatan
Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. (2) mengetahui perbandingan
pendapatan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik pada kelompok
tani Harta Jaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan November-Desember 2018 di
Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa
lokasi tersebut merupakan salah sau usahatani padi dengan cara organik dan
vii
anorganik. Alat analisis yang digunakan analisis biaya, analisis pendapatan, R/C
rasio dan Uji Beda dua sample t test.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Total biaya usahatani padi organik
sebesar Rp 11,042,735/ha/satu kali musim tanam lebih rendah dibandingkan total
biaya padi anorganik sebesar Rp 11,154,570/ha/ satu kali musim tanam. (2a) Rata-
Rata total penerimaan usahatani padi organik dalam satu musim tanam adalah Rp
27,048,320 dan Rata-Rata total penerimaan usahatani padi anorganik sebesar Rp
26,681,500. (2b) Rata-rata pendapatan usahatani padi organik sebesar Rp
16,005,585 sedangkan usahatani padi anorganik yakni Rp 15,526,930/ha/satu kali
musim tanam. Rata-rata R/C rasio usahatani padi organik dan padi anorganik secara
urut yaitu 2,4 dan 1,7. Oleh sebab itu, usahatani padi organik lebih menguntungkan
dan efisien dibandingkan usahatani padi anorganik dalam satu musim tanam. (3)
Hasil uji beda pendapatan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik
terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan penerimaan petani padi
organik lebih besar dibandingkan penerimaan padi anorganik.
Kata Kunci : Usahatani, Usahatani Padi Organik, Usahatani Padi Anorganik, Uji
Beda
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Assallamu’allaikum Wr.Wb.
Puja dan puji syukur selalu penulis penjatkan atas kehadirat Allah S.W.T
Tuhan yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya yang maha
luas dan tiada batas, sehingga penelitian ini mampu disusun dan diselesaikan
dengan sebaik mungkin. Tidak lupa pula shalawat dan sala penulis panjatkan juga
kepada Nabi Besar Muhammad S.A.W yang telah menerangi kegelapan dunia
dengan cahaya kebenaran, sehingga terlimpah kehidupan harmonis dan penuh
kedamaian. Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini mendapat banyak
pencerahan dan bimbingan, baik dari dosen pembimbing maupun pihak di
lapangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya terutama kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Bapak Mulkan Adima (ALM) dan Ibu Masliha
yang senantiasa memberikan doa, dukungan moril maupun materil yang
tidak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
2. Bapak Ir. Junaidi M.Si selaku pembimbing I, yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan saran dalam
penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan
yang diberikan, aamiin.
3. Ibu Titik Inayah S.P, M.Si selaku dosen Pembimbing II, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan
ix
saran dalam penyelesaian skripsi ini, semoga Allah SWT senantiasa
membalas kebaikan yang diberikan, aamiin.
4. Bapak Ir. Mudatsir Najamuddin, MM, Selaku Dosen Penguji I dalam sidang
munaqosah yang telah bersedia memberikan waktunya dan memberi
masukan serta mengarahkan penulis.
5. Bapak Iwan Aminudin, M.Si, Selaku Dosen Penguji II dalam sidang
munaqosah yang telah bersedia memberikan waktunya dan memberi
masukan serta mengarahkan penulis.
6. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi beserta jajarannya.
7. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Bapak Iwan Aminudin M.Si selaku
Ketua dan Sekretaris Prodi Agribisnis
8. Bapak Dosen penasehat akademik Drs. Acep Muhib, MM senantiasa
memberikan arahan dan motivasi selama kuliah.
9. Bapak Saidi yang senantiasa memberikan saran dan menemui penulis dalam
pengumpulan data skripsi di Desa Watukebo.
10. Seluruh petani responden yang telah bersedia meluangkan waktunya
ditengah kesibukan, sehingga data penelitian ini dapat terkumpul dengan
lengkap.
11. Seluruh Dosen Agribisnis yang telah memberikan ilmu selama perkuliahan,
sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi.
12. Teman-teman Agribisnis 2014 dan Komfast 2014 yang selalu memberikan
support dalam penyelesaian skripsi.
x
13. Temen Jancok squad (Faisal, Bayu, Ridho, Sahrul) yang selalu menghibur
dan mensuport dalam penyelesaian skripsi.
14. Kepada seluruh civitas akademika Agribisnis, Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan layanan
dengan sangat baik sehingga pengerjaan skripsi ini dapat berjalan lancar.
Sebagai penutup, hanya kepada Allah SWT kita kembali segala urusan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan penelitian ini belumlah sempurna
dan masih terdapat kekurangan baik implementasi ataupun penulisan.
Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.
Terutama bagi penulis maupun kepada seluruh pembaca. Aamiin.
Wallahul Muafiq Ila Aqwamith Thariq
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, 10 Mei 2019
Penulis
xi
DAFTAR ISI
PENGESAHAN UJIAN ................................................................................. ii
PERNYATAAN .............................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... iv
RINGKASAN ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
2.1 Usahatani ................................................................................................ 8
2.1.1 Pengertian Usahatani ..................................................................... 8
2.1.2 Biaya usahatani .............................................................................. 9
2.1.3 Pendapatan Usahatani .................................................................... 9
2.1.4 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) ..................................... 11
2.2 Sistem Pertanian Organik ....................................................................... 12
2.3 Komponen Pertanian Organik ................................................................ 14
2.3.1 Persiapan lahan .............................................................................. 15
2.3.2 Persemaian ..................................................................................... 15
2.3.3 Penanaman ..................................................................................... 16
2.3.4 Pemupukan .................................................................................... 16
xii
2.3.5 Pengairan ....................................................................................... 17
2.3.6 Pengendalian Hama dan Penyakit ................................................. 18
2.4 Penanganan Panen dan Pascapanen ........................................................ 18
2.5 Tujuan pertanian Organik ....................................................................... 19
2.6 Pertanian Anorganik ............................................................................... 21
2.7 Perbedaan Usahatani Padi Organik dan Anorganik................................ 23
2.8 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 25
2.9 Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 31
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 31
3.2 Jenis dan Sumber Data............................................................................ 31
3.3 Metode Penarikan Sampel ...................................................................... 32
3.4 Metode Pengumpulan Data..................................................................... 33
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 35
3.5.1 Analisis Struktur Biaya ................................................................. 36
3.5.2 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik ...... 39
3.5.3 Analisis R/C Rasio ........................................................................ 41
3.5.4 Pengujian Hipotesis Perbedaan Dua Sampel Bebas ..................... 42
3.6 Definisi Operasinal ................................................................................. 47
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN ........................................... 49
4.1 Keadaan Wilayah Lokasi Penelitian ...................................................... 49
4.2 Keadaan Penduduk Pada Lokasi Penelitian ............................................ 50
4.2.1 Kependudukan ........................................................................... 50
4.2.2 Mata Pencaharian....................................................................... 51
4.3 Usahatani Padi Organik di Kelompok Tani Sumber Urip ...................... 52
4.4 Usahatani Padi Anorganik di Kelompok Tani Harta Jaya ...................... 54
4.5 Karakteristik Responden ......................................................................... 56
4.5.1 Kelompok Umur ............................................................................ 57
4.5.2 Tingkat Pendidikan ........................................................................ 58
4.5.3 Luas Lahan..................................................................................... 60
4.5.4 Pengalaman Usahatai ..................................................................... 61
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 62
5.1 Analisis Biaya Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik ................. 62
5.2 Analisis Penerimaan dan Pendapatan Padi Organik dan Padi Anorganik 68
xiii
5.3 R/C Rasio Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik ........................... 70
5.4 Analisis Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Usahatani Padi
Anorganik Pada ........................................................................................ 72
BAB VI PENUTUP ...................................................................................... 74
6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 74
6.2 Saran ....................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 76
LAMPIRAN ................................................................................................... 79
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1. Perbedaan Sistem Pertanian Organik dan Anorganik ................................. 22
2. Struktur Biaya Operasional Usahatani Padi Organik dan Anorganik ......... 24
3. Penduduk Desa Watukebo Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..................... 50
4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Watukebo............................................. 51
5. Karakteristik Kelompok Umur Anggota Kelompok Tani Sumber
Urip dan Kelompok Tani Harta Jaya .......................................................... 57
6. Karakteristik Tingkat Pendidikan Anggota Kelompok Tani
Sumber Urip dan Kelompok Tani Harta Jaya ............................................. 59
7. Karakteristik Luasan Lahan Anggota Kelompok Tani Sumber Urip
dan Harta Jaya ............................................................................................. 60
8. Karakteristik Pengalaman Usahatani Kelompok Tani Sumber Urip
dan Kelompok Tani Harta Jaya ................................................................... 61
9. Rata-Rata Biaya Usahatani Padi Organik dan Anorganik
Kelompok Tani Sumber Urip dan Kelompok Tani Harta Jaya ................... 63
10. Analisis Penerimaan dan Pendapatan Padi Organik dan Anorganik ......... 68
11. Hasil Analisis Uji Beda Total Pendapatan Usahatani Padi Organik
dan Usahatani Padi Anorganik ................................................................... 72
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1. Kontribusi Sektor Pertanian, Industri dan Sektor Lainnya
terhadap PDRB ........................................................................................... 1
2. Produksi Padi Pada Tahun 2013-2017 ........................................................ 2
3. Konsumsi Beras Nasioanal Tahun 2017 ..................................................... 3
4. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................................ 30
5. Struktur Organisasi Kelompok Tani Sumber Urip ..................................... 54
6. Struktur Organisasi Kelompok Tani Harta Jaya ......................................... 55
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2014-2015 .................................................................. 79
2. Kuesioner Penelitian Usahatani Padi Organik dan Usahatani
Padi Anorganik .......................................................................................... 80
3. Data Petani Padi Organik dan Anorganik .................................................. 85
4. Biaya Tetap Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik ........................ 86
5. Biaya Irigasi Padi Organik dan Padi Anorganik ........................................ 87
6. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Padi Organik ................................ 88
7. Biaya Penyueutan Peralatan Usahatani Padi Anorganik ............................ 89
8. Biaya Kebutuhan Benih Padi Organik dan Padi Anorganik ...................... 90
9. Biaya Pupuk Usahatani Padi Organik ........................................................ 91
10. Biaya Pupuk Usahatani Padi Anorganik .................................................... 92
11. Biaya Agen Hayati Usahatani Padi Organik .............................................. 93
12. Biaya Pestisida Usahatani Padi Anorganik ................................................ 94
13. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik............................................. 95
14. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Anorganik......................................... 96
15. Hasil Produksi Usahatani Padi Organik dan Anorganik ............................ 97
16. Perhitungan Penerimaan, Pendapatan dan R/C Rasio Usahtani
Padi Organik dan Usahatani Padi Anorganik ............................................ 98
17. Hasil Analisis Uji Beda Total Pendapatan Usahatani Padi Organik
dan Usahatani Padi Anorganik ................................................................... 99
xvii
18. F Tabel ....................................................................................................... 100
19. T Tabel ....................................................................................................... 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika, karena sebagian besar berada
di daerah tropis yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa,
(Karyono,2001:142). Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumberdaya
alam. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki ialah pertanian yang
beranekaragam. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman
pangan memiliki peranan sangat penting dan strategis, hal ini dikarenakan
subsektor tanaman pangan dapat menunjang kehidupan sebagian besar penduduk
Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2017, kontribusi sektor
pertanian termasuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan
jasa pertanian terhadap PDRB mencapai 77,33% seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 1. Kontribusi Sektor Pertanian, Industri dan Sektor lainnya
terhadap Produk Domestik Bruto Nasional,
(Kementerian Pertanian, 2017 : 297).
2
Salah satu komoditas tanaman pangan di Indonesia adalah padi yang hasil
produksinya masih menjadi bahan makanan pokok. Padi merupakan tanaman
pertanian dan tanaman utama dunia.
Berdasarkan lokadata dalam (Badan Pusat Statistik,2017) jumlah
penduduk Indonesia periode 2007 hingga 2016 terus bertambah, dari 225,6 juta
jiwa di tahun 2007 terus naik menjadi 258,7 juta jiwa pada tahun 2016
(lokadata.beritagar.id). Kenaikan jumlah penduduk di Indonesia dapat
mempengaruhi produksi padi di Indonesia.
Berdasarkan Kementerian Pertanian tahun 2017 produksi padi di
Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2 produksi
padi dari tahun ketahun mengalami peningkatan, dari tahun 2013 produksi padi
sebesar 71.280 ton sedangkan produksi padi pada tahun 2017 mengalami
peningkatan sebesar 81.382 ton. kenaikan produksi padi di Indonesia dapat dilihat
pada gambar grafik di bawah ini
Gambar 2. Produksi Padi Tahun 2013-2017 (Kementerian Pertanian 2017 :
83)
3
Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat peningkatan produksi padi nasional
dipengaruhi tingkat konsumsi beras nasional. Berdasarkan Kementerian Pertanian
2017, konsumsi beras nasional mengalami peningkatan dari tahun 2012-2016.
Peningkatan tersebut dapat dilihat pada gambar 3
Gambar 3. Konsumsi Beras Nasional pada Tahun 2012-2016 (Kementan,
2017:302)
Berdasarkan gambar 3 tingkat konsumsi beras pada 2 tahun terakhir (2015-
2016) mengalami peningkatan, pada tahun 2015, konsumsi beras nasional
sebanyak 98,39 kg/kapita/tahun dan konsumsi beras nasional pada 2016 sebanyak
100,57 kg/kapita/tahun, (Kementerian Pertanian, 2017:329). berdasarkan data
kementerian pertanian 2017 dari tahun 2015-2016 konsumsi beras mengalami
peningkatan dengan rata-rata sebesar 2,18 kg per kapita dalam satu tahun.
4
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah sentra penghasil
padi di Provinsi Jawa Timur. Produksi padi di Banyuwangi pada tahun 2014-2015
tertinggi ketiga tingkat provinsi (lampiran 1) dengan jumlah produksi dari tahun
2014 sebesar 747.808 ton/kapita/tahun, sedangkan produksi padi pada tahun 2015
mengalami peningkatan sebesar 860.239 ton/kapita/tahun. Hal ini dilihat dari
peningkatan jumlah produksi padi di Banyuwangi dari tahun 2014-2015 sebesar
112.431 ton/kapita/tahun, (Badan Pusat Statistik (BPS), 2016)
Namun Tingginya produksi padi di Banyuwangi masih lebih banyak
berasal dari hasil usahatani padi anorgaik. Sehingga petani padi di Banyuwangi
menjalankan usahataninya tidak menggunakan sistem pertanian berkelanjutan
yaitu usatahani padi organik. Berdasarkan wawancara dengan pengurus anggota
kelompok tani di Desa Watukebo, Kec Blimbingsari, Kab Banyuwangi, harga jual
gabah kering panen (GKP) organik di pasaran mencapai Rp. 5200/kg, sedangkan
harga jual gabah kering panen (GKP) anorganik sebesar Rp. 4300/kg. Keuntungan
dalam menjual GKP organik yang terdapat di Desa Watukebo pada dasarnya
sudah diketahui oleh sebagian besar petani di desa tersebut.
Rendahnya minat berusahatani padi organik menurut pak Saidi selaku
ketua kelompok tani sumber urip disebabkan oleh : (1) petani belum banyak
berminat untuk usahatani padi organik, (2) kurangnya pemahaman para petani
terhadap sistem pertanian organik, (3) belum optimalnya organisasi petani yang
terkait dengan penyuluhan dan sertifikasi, dan (4) kurangnya pengetahuan petani
akan potensi dan keuntungan produksi padi organik. Sementara potensi dan
5
keuntungan petani dalam menjual padi organik dapat menghasilkan keuntungan
yang lebih besar daripada menjual padi anorganik.
Pertanian organik merupakan bentuk pertanian berkelanjutan yang ramah
lingkungan dan menghasilkan produk yang aman bagi kesehatan karena
menggunakan pupuk yang aman bagi kesehatan, bahan organik yang digunakan
dalam pertanian organik juga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologi
sehingga tanah yang digunakan sebagai media tanam memiliki kualitas yang baik
dan menghasilkan produksi tanaman yang optimal (Haryono, 2010:188).
Berdasarkan kendala terhadap petani yang sudah di jelaskan dalam
budidaya padi organik tersebut, maka penting bagi petani untuk mengetahui
perbandingan pendapatan usahatani padi organik dan anorganik secara tepat
sebagai bahan evaluasi dan pengembangan pertanian organik ke depannya.
Melalui analisis perbandingan pendapatan nantinya diharapkan dapat
membantu petani untuk melihat apakah usahatani padi organik yang dijalankan
dapat memberi manfaat tambahan dibandingkan dengan usahatani padi anorganik
yang dilakukan petani pada umumnya. Berdasarkan situasi dan kondisi yang telah
dijelaskan, perlu adanya sesuatu penelitian dalam rangka mengambil keputusan
bagi petani dalam mengusahakan pertaniannya. oleh karena itu peneliti ingin
meneliti terkait analisis perbandingan pendapatan usahatani padi organik dan padi
anorganik untuk mengetahui seberapa besar perbandingan pendapatan yang
didapat dari kedua kelompok tani di Desa Watukebo, Kec Blimbingsari, Kab
Banyuwangi, Jawa Timur.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perbandingan struktur biaya usahatani padi organik pada
Kelompok Tani Sumber Urip dan usahatani padi anorganik Kelompok Tani
Harta Jaya yang ada di desa Watukebo Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur ?
2. Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani padi organik pada Kelompok
Tani Sumber Urip dan usahatani padi anorganik kelompok tani Harta Jaya di
Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah , maka tujuan
penelitian ini sebagai berikut :
1. Menganalisis perbandingan struktur biaya usahatani padi organik pada
Kelompok Tani Sumber Urip dan usahatani padi anorganik Kelompok Tani
Harta Jaya di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur
2. Menganalisis perbandingan pendapatan usahatani padi organik pada kelompok
tani Sumber Urip dan usahatani padi anorganik Kelompok Tani Harta Jaya di
Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ataupun tambahan
pengetahuan antara lain :
1. Bagi petani, sebagai salah satu rekomendasi dalam pengambilan keputusan
mengembangkan usahatani padi secara organik ataupun anorganik.
2. Bagi penulis, penelitian ini dapat melatih kemampuan menganalisis masalah
dan memberikan solusi penyelesaiannya. Selain itu, penelitian ini merupakan
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dalam
pemberian penyuluhan ataupun pengembangan usahatani kepada petani.
4. Bagi pembaca, diharapkan memperoleh informasi mengenai perbedaan
pendapatan usahatani padi organik dan padi anorganik.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis perbandingan struktur
total biaya, total penerimaan, total pendapatan dan total R/C rasio padi organik
dan padi anorganik dalam satu kali musim tanam. Penelitian ini dilakukan di
kelompok tani padi organik dan kelompok tani padi anorganik di Desa Watukebo,
Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur yang menanam
pada tahun 2017 dengan luas lahan usahatai 0,5-1 ha per petani. dengan
keterangan harga pada tahun tersebut. Alat analisis yang digunakan adalah
struktur biaya, struktur pendapatan, R/C rasio, Uji F dan Uji T tabel total
pendapatan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 UsahaTani
2.1.1 Pengertian Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat sebanyak-banyaknya.
Menurut Suratiyah (2016:8) ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga
usaha tersebut memberi pendapatan semaksimal mungkin. Dikatakan efektf bila
petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang
dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya
tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input)
(Soekartawi, 2016:1).
Shinta (2011:56) mengatakan terdapat dua faktor yang mempengaruhi
keberhasilan usahatani yaitu:
a. Faktor internal : petani pengelola, tanah, modal, tenaga kerja, teknologi,
jumlah keluarga dan kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga.
b. Faktor eksternal : tersedianya sarana komunikasi dan transportasi, aspek yang
menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil panen dan
harga saprodi), fasilitas kredit dan sarana penyuluh bagi petani.
9
2.1.2 Biaya Usahatani
Biaya adalah semua dana yang digunakan dalam melaksanakan suatu
kegiatan (Padangaran, 2012 : 45). Soekartawi (2016:56) mengemukakan biaya
usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (a) Biaya tetap (Fixed
Cost) dan (b) Biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini umumnya
didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap
ini tidak tergantung pada besar kecilnya poduksi yang diperoleh.
Padangaran (2013:45) menyatakan biaya tetap (fixed cost) merupakan
biaya yang jumlah selalu sama meskipun jumlah produksi berubah-ubah. Biaya
tetap hanya dikenal dalam analisis jangka pendek (short run analysis). Dalam
analisis jangka panjang (long run analysis), semua alat perusahaan mengalami
perubahan sehingga semua biayanya menjadi variabel. Contoh biaya tetap yaitu
penyusutan alat dan mesin. Salah satu metode perhitungan penyusutan alat adalah
metode garis lurus (streigh line methode), yaitu nilai penyusutan sama besarnya
dari tahun ke tahun atau dari bulan ke bulan, tergantung satuan waktu yang
digunakan.
2.1.3 Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
(total cost) (Soekartawi, 2016:57). Penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan
sebagai berikut:
10
TRi = Yi.Pyi
Keterangan :
TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh suatu usahatani
Py = Harga Y
Menurut Soekartawi (2016 : 114) biaya total adalah jumlah dari biaya tetap dan
biaya tidak tetap, maka dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
TC = FC + VC
Keterangan :
TC = Total Biaya
FC = Biaya tetap (fix cost)
VC = Biaya Variabel
Analisis pendapatan dapat dijadikan indikator mengenai sejauh mana
perusahaan yang sedang dijalankan telah berjalan dengan efisien. Perhitungan
pendapatan dalam perusahaan pertanian relatif lebih kompleks dibandingkan
analisis pendapatan dalam perusahaan lain. Hal ini disebabkan oleh cukup
bervariasinya komponen biaya dan komponen penerimaan dalam perusahaan
pertanian (Padangaran, 2013:97). Adapun cara menghitung pendapatan usahatani
menurut Soekartawi (2016:57) sebagai berikut:
Pd = TR-TC
Keterangan :
Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
11
Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila dapat memenuhi kewajiban
membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana
produksi yang lain termasuk kewajiban terdahap pihak ketiga dan dapat menjaga
kelestarian usahanya (Suratiyah, 2017:77).
2.1.4 Rasio Penerimaan dan Biaya (R / C Rasio)
R/C Ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan seluruh
biaya yang digunakan pada saat proses produksi sampai hasil. R/C ratio yang
semakin besar akan memberikan keuntungan semakin besar juga kepada petani
dalam melaksanakan usahataninya (Soekartawi, 2016:85).
Menurut Soekartawi (2016:85), komponen biaya dapat dianalisis
keuntungan usahatani dengan menggunakan R/C Ratio. Analisis yang digunakan
untuk menghitung berapa besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah
yang diinvestasikan dalam perusahaan pada periode yang lalu, hal ini dapat di
tuliskan sebagai berikut :
a = R/C R = Py.Y C = FC+VC a = { (Py.Y)/ (FC+VC)
Keterangan :
R = penerimaa Py = harga Output FC = biaya tetap (fixed cost)
C = biaya Y = Output Vc = biaya tidak tetap (variable cost)
Jika R/C = 1 berarti perusahaan hanya mencapai kondisi pulang pokok.
Artinya jumlah penerimaan yang diperoleh hanya sebesar modal yang digunakan
untuk memperoleh penerimaan tersebut. Jika R/C < 1 berarti pengguna modal rugi
karena jumlah penerimaan lebih kecil dari jumlah modal yang digunakan.
12
Oleh karena itu bahwa R/C >1 berarti penggunaan modal semakin efisien
(Padangaran, 2013:88).
2.2 Sistem Pertanian Organik
Menurut Sutanto (2002:1-2), pertanian organik diartikan sebagai suatu
sistem produksi tanaman yang berdasarkan daur ulang hara secara hayati. Daur
ulang hara merupakan teknologi tradisional yang cukup lama dikenal sejalan
perkembangan peradaban manusia, terutama di Cina. Daur ulang hara dapat
melalui sarana limbah tanaman dan ternak serta limbah lainnya yang mampu
memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.
Menurut International Federation Organic Agriculture Movement
(IFOAM) (dalam winangun 2005 :71), tujuan yang hendak dicapai dengan
penggunaan sistem pertanian organik adalah
a. Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah
yang cukup
b. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usahatani dengan
mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman, serta
hewan.
c. Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
d. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun
di luar usahatani.
e. Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin
dihasilkan oleh kegiatan pertanian.
13
f. Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman
dan hewan.
g. Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian
(terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi
manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan
kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman sehat.
Budidaya padi yang menerapkan prinsip-prinsip organik akan
menghasilkan padi yang bebas residu kimia. Berdasarkan hal itu, hasil pertanian
yang dilakukan secara organik dikenal oleh sebagian kalangan masyarakat dengan
produk/makanan sehat. Penerapan budidaya secara organik pada dasarnya mampu
menekan biaya usahatani dikarenakan pemanfaatan pupuk dan pestisida yang
digunakan berasal dari sumber daya alam sekitar.
Strategi peranan organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa
tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomass tanah yang selanjutnya
setelah mengalami proses menetralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah.
Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian anorganik yang memberikan unsur
hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap
dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Menurut Sutanto (2002:30), beras organik merupakan beras yang berasal
dari padi yang dibudidayakan secara organik atau tanpa menggunakan pupuk dan
pestisida kimia dan menerapkan sistem pangan organik hinga ke tangan
konsumen. Berdasarkan beberapa konsep dan definisi yang telah dijelaskan di
atas, dapat disimpulkan beras organik merupakan suatu produk/hasil usahatani
14
yang ramah lingkungan dengan prinsip pemanfaatan bahan-bahan organik pada
prosesnya. Selain itu, dalam proses usahatani padi organik juga ditekankan agar
mampu mengelola sumber daya secara bijaksana dan terpadu, sehingga
mendorong terciptanya pertanian dan berkelanjutan.
2.3 Komponen Pertanian Organik
Cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam
padi secara konvensional. Perbedaannya hanya pada pemilihan varietas dan
menggunakan pupuk. Pertanian organik biasanya diawali dengan pemilihan bibit
atau benih non-hibrida. Selain untuk mempertahankan keanekaragaman hayati,
bibit non-hibrida sendiri secara teknis memungkinkan untuk hidup dan
berproduksi optimal pada kondisi yang alami. Sementara bibit atau benih hibrida
biasanya dikondisikan untuk dibudidayakan secara anorganik, seperti harus
menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia (Andoko, 2002:50). Selain
pemilihan varietas komponen-komponen lainnya yang mempengaruhi pertanian
organik adalah lahan. Lahan yang terdapat dijadikan pertanian organik adalah
lahan yang terbebas dari bahan agrokimia pupuk dan pastisida. Terdapat dua
pilihan lahan yaitu lahan pertanian yang baru dibuka dan lahan pertanian intensif
yang dikonversi untuk lahan pertanian organik.
Budidaya padi organik memiliki tahapan yang hampir sama dengan
budidaya padi secara anorganik, yaitu terdiri dari persiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen. Perbedaan kedua teknik
15
budidaya tersebut hanya terdapat pada cara pemeliharaan dan pengaplikasian pada
budidaya.
2.3.1 Persiapan Lahan
Pengolahan lahan merupakan tahapan paling utama dalam budidaya
tanaman. Pengolahan lahan bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan
alat tertentu hingga memperoleh susunan tanah (struktur tanah) yang dikehendaki
oleh tanaman. Pengolahan lahan sawah terdiri dari beberapa tahap yaitu :
pembersihan, pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan (penghancuran
gumpalan tanah), penggenangan sawah dan penutupan saluran air yang
digenangkan (Nugraha dan Sulistyowati, 2010:5).
Pada sistem pertanian organik, pengolahan lahan yang dianjurkan ialah
pengolahan tanah konservasi. Pengolahan tanah konservasi adalah sistem
pengolahan yang bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat tumbuh
dan berproduksi secara optimum namun tetap memperhatikan aspek konservasi
tanah dan air.
2.3.2 Persemaian
Pembuatan persemaian memerlukan suatu persiapan yang baik dan tepat
agar mendapatkan bibit padi sehat, sehingga padi dapat tumbuh dan berkembang
dengan optimal. Benih yang digunakan adalah bersertifikat yang jelas diketahui
mutunya. Mutu benih mencakup mutu genetik, fisiologis, fisik dan patologis
(Ilyas et al., 2007:10). Benih padi yang memiliki mutu baik ialah benih yang
memiliki nilai daya berkecambah minimal 80% dan kandungan kadar air
16
maksimal 13%, (Wahyuni et la, (2006:37). Selanjutnya wahyuni et al,
menyatakan bahwa benih padi yang bermutu juga harus memiliki viabilitas dan
vigor yang baik yaitu ≥ 80% dan ≥ 70%.
Pemilihan benih juga meliputi pemilihan varietas yang akan digunakan.
Varietas yang dianjurkan ialah varietas-varietas unggul lokal karena menurut
Wahyuni, varietas unggul lokal mampu beradaptasi dengan baik dengan
lingkungan di lokasi penanaman benih padi tersebut, (Wahyuni et la, (2006:40).
2.3.3 Penanaman
Menurut Nugraha dan Sulistyowati (2010:10), tahap penanaman dibagi
menjadi 2 bagian yaitu pemindahan bibit dan penanaman bibit padi. Kegiatan
pemindahan dan penanaman padi harus disesuaikan dengan metode dan jarak
tanam yang akan digunakan. Anugrah et al. (2008) menyebutkan bahwa pada
metode System of Rice Intensification (SRI) pemindahan bibit dilakukan lebih
awal yaitu pada umur 8-15 hari. Transplantasi pada saat bibit muda dapat
mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam
memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga jumlah
batang yang muncul dalam satu rumpun menjadi lebih banyak, bulir yang
dihasilkan dalam satu malai lebih banyak dan jumlah anakan yang dihasilkan juga
maksimum. Jarak tanam yang digunakan pada metode SRI ialah 25 cm x 25 cm.
2.3.4 Pemupukan
Pemupukan dalam pertanian organik ialah kegiatan pemupukan yang
menggunakan pupuk-pupuk dari bahan organik. Jenis pupuk organik yang dapat
17
digunakan ialah pupuk kandang, pupuk hijau maupun kompos (Anggraini,
2013:52). Selain menggunakan pupuk dari luar, jerami-jerami padi dari
pertanaman sebelumnya juga dapat dikembalikan ke tanah sebagai sumber bahan
organik bagi tanaman. Dosis pupuk yang diberikan pada padi harus disesuaikan
dengan kebutuhan unsur hara padi dan ketersediaan unsur hara di tanah agar tidak
menyebabkan toksisitas. Pemupukan pertanian anorganik menggunakan pupuk
kimia yang terdiri dari UREA, NPK, ZA, SP36.
2.3.5 Pengairan
Kegiatan pengairan harus disesuaikan dengan fase pertumbuhan padi.
Kalsim (2007:9) menyatakan bahwa setiap fase pertumbuhan padi baik fase
vegetatif, generatif dan pemasakan memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda.
Kebutuhan air pada fase vegetatif padi tidak terlalu tinggi. Air pada fase vegetatif
digunakan untuk membantu perkembangan akar-akar baru. Kekeringan yang
terjadi pada fase ini akan menyebabkan pertumbuhan padi kurang optimal dan
menghambat pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan hasil.
Fase generatif merupakan fase yang paling banyak membutuhkan air. Air
digunakan untuk perkembangan malai, masa bunting dan pembentukan bunga.
Kekeringan pada fase generatif dapat menyebabkan terganggunya pembentukan
malai, pembungaan dan fertilisasi yang akan berakibat pada peningkatan sterilisasi
sehingga dapat menurunkan hasil (Kalsim, 2007:5-6).
Menurut Kalsim (2007 :7), kebutuhan air padi pada fase pemasakan akan
menurun secara berangsur-angsur dan akan berhenti membutuhkan air pada tahap
9 atau setelah gabah pada malai menguning. Pengeringan perlu dilakukan pada
18
fase pemasakan, namun jika pengeringan dilakukan terlalu awal maka dapat
menyebabkan gabah menjadi hampa dan beras pecah, dan jika pengeringan
dilakukan terlalu lambat maka akan menyebabkan padi menjadi rebah.
2.3.6 Pengendalian Hama dan Penyakit
Pemeliharaan padi meliputi penyulaman, penyiangan, pengairan,
pemupukan dan pengendalian OPT. pada saat melakukan penyulaman, bibit yang
digunakan ialah bibit yang berasal dari benih yang sama dengan yang ditanam
sebelumnya. Penyiangan gulma dan pengendalian OPT, pada saat melakukan
penyulaman, bibit yang digunakan ialah bibit yang berasal dari benih yang sama
dengan yang ditanam sebelumnya. Penyiangan gulma dan pengendalian OPT
dapat dilakukan pada saat gulma dan OPT sudah mencapai batas ambang
ekonomi. Untuk mengetahui ambang ekonomi gulma dan OPT perlu dilakukan
monitoring secara rutin.
Pengendalian yang diperbolehkan dalam sistem pertanian organik ialah
pengendalian fisik, mekanis, kultur teknis dan biologi. Pengendalian secara kimia
merupakan pengendalian yang dilarang untuk dilakukan dalam kegiatan budidaya
pertanian organik. Herbisida dan pestisida yang digunakan merupakan pestisida
dan herbisida yang berasal dari bahan-bahan organik seperti daun sirsak, daun
kenikir, daun srikaya, bawang putih dan lain sebagainya.
2.4 Penanganan panen dan pascapanen
Kegiatan panen dan pascapanen merupakan kegiatan teknik budidaya yang
juga perlu untuk diperhatikan agar gabah yang dihasilkan tidak mengalami
19
penurunan kualitas. Panen padi harus dilakukan pada saat yang tepat. Nugraha
dan Sulistyowati (2010:46) menyebutkan bahwa ciri-ciri bulir padi yang sudah
siap dipanen ialah kadar air gabah 21-26%, bulir yang berwarna kuning sudah
mencapai 95%, bulir hijau rendah dan bagian bawah malai terdapat sedikit gabah
hijau.
Penanganan pascapanen meliputi perontokan bulir padi dengan cara
diinjak-injak, dihempas/dibanting atau dengan menggunakan mesin perontok.
Perontokan dengan perontok pedal mekanis hanya memerlukan 7 jam dalam 1
orang untuk 1 hektar hasil panen. Setelah dirontokkan, gabah dibersihkan dengan
cara diayak/ditapi atau dengan blower manual. Kadar kotoran tidak boleh lebih
dari 3 %. Setelah itu, gabah dijemur selama 3-4 hari selama 3 jam per hari sampai
kadar airnya mencapai 14 %. Proses terakhir pasca panen padi ialah
penyimpanan. Gabah yang sudah dibersihkan dimasukkan ke dalam karung
bersih dan jauhkan dari beras karena dapat tertulari hama beras. Gabah siap
dibawa ke tempat penggilingan beras (Nugraha dan Sulistyowati, 2010:67).
2.5 Tujuan Pertanian Organik
Menurut Sutanto (2002:35) tujuan pertanian organik dapat dibedakan
mejadi dua macam, yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik ialah :
1. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman dalam
bidang pertanian.
20
2. Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam
mempertahankan dan meningkakan produktivitas lahan sehingga menunjang
kegiatan budidaya pertanian yang berkelanjutan.
3. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida,
pupuk, dan bahan kimia pertanian lainnya.
4. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga
mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.
5. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian
organik yang telah dimiliki petani secara turun-menurun, serta merangsang
kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan universitas.
6. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan
produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk, dan bahan kimia
pertanian lainnya.
7. Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik maupun global
dengan jalan menjalani kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak
dalam bidang pertanian.
Adapun tujuan jangka pendek yang akan dicapai melalui pengembangan
pertanian organik sebagai berikut (Sutanto, 2002:26) :
1. Ikut serta menyukseskan program pengentasan kemiskinan melalui
peningkatan pemanfaatan peluang pasar dan ketersediaan lahan petani yang
sempit.
2. Mengembangkan agribisnis dengan jalan menjalani kemitraan antara petani
sebagai produsen dan para pengusaha.
21
3. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu bahan kimia pertanian
lainnya dalam rangka ikut meningkatkan kesehatan masyarakat.
4. Mengembangkan dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budidaya
organik baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan yang
mampu meningkatkan pendapatan tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan
lingkungan.
5. Mempertahankan dan melestasikan produktivitas lahan, sehingga lahan
mampu berproduksi secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan generasi
sekarang dan mendatang.
2.6 Pertanian Anorganik
Sistem pertanian anorganik terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi secara global, khususnya di bidang pertanian. Salah satu contoh kecil di
Indonesia mampu berswasembada pangan (terutama beras) sejak tahun 1983.
Tetapi sistem pertanian konvesional tersebut tidak terlepas dari resiko dampak
negatif yang ditimbulkan. Meningkatnya kebutuhan pangan yang seiring dengan
laju pertambahan penduduk, menuntut peningkatan terhadap penggunaan bahan
kimia seperti pupuk dan pestisida.
Adapun dampak negatif yang timbul dari sistem pertanian anorganik, yaitu
sebagai berikut (Schaller dalam Winangun, 2005:15) :
1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian dan
sedimen.
2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida
maupun bahan adiktif pakan.
22
3. Pengaruh negatif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan
makanan.
4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna
yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture)
5. Peningkatan dan ketahanan organisme penggangu terhadap pestisida
6. Penurunan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan
berkurangnya bahan organik.
7. Munculnya risiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pertanian.
Tabel 1. Perbedaan Sistem Pertanian Organik dan Anorganik Berdasarkan Aspek
Input-Output Produksi
No Uraian Sistem Pertanian Organik Sistem Pertanian Anorganik
1 Lahan Olah Tanah Minimum
(OTM)
Olah Tanah Bermulsa (OTB)
Olah Tanah Konvensional
(OTK)
Tanpa Olah Tanah (TOT)
Olah Tanah Intensif (OTI)
2 Benih Varietas Unggul Lokal Varietas unggul
3 Pupuk Pupuk Kandang
Pupuk Hijau
Bokashi
Urea, TSP
KCL, NPK
ZPT
4 Pestisida Pestisida alami
Pengendalian hama terpadu
Insektisida
Herbisida
5 Manajemen Orientasi jangka panjang
Orientasi ekonomi dan
ekologi
Manajemen global dan
indigenous local
Orientasi jangka pendek
Orientasi produk
Manajemen industrial
Sumber : Salikin (2003:56)
23
Terdapat perbedaan antara pertanian organik dan pertanian anorganik yang
ditinjau berdasarkan aspek input-output produki. Perbedaan-perbedaan tersebut
dapat dilihat pada Tabel 1.
2.7 Perbedaan Usahatani Padi Organik dan Anorganik
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menanam padi organik antara
lain, persiapan lahan, pemberian pupuk, dan pengendalian organisme pengganggu.
Pada tahap persiapan lahan, sebaiknya tanah dan air yang digunakan untuk
pertanian organik harus terbebas dari pestisida dan kandungan berbahaya kimia
lainnya. Pada tahap ini, petani melakukan pengolahan lahan sawah dengan cara
membajak menggunakan traktor atau kerbau. Setelah itu, pemberian pupuk
kandang pada usahatani padi organik dapat dilakukan dengan cara ditebarkan
merata keseluruhan permukaan lahan (Andoko, 2002:77).
Usahatani padi organik pupuk yang digunakan seluruhnya berupa pupuk
organik seperti pupuk kandang dan bokashi sebanyak 5 ton/ha (Andoko,2002:79).
Sedangkan pada usahatani padi anorganik, pupuk yang digunakan adalah pupuk
kimia seperti Urea, TSP, dan KCl. Pada pertanian padi anorganik, dosis
pemupukan dengan pupuk kimia semakin meningkat dari tahun ke tahun,
sedangkan pada pertanian padi organik, dosis pemupukan cenderung semakin
menurun.
Menurut Andoko (2002) Perbedaan lain antara usahatani padi organik dan
usahatani anorganik terletak pada pengendalian organisme pengganggu dan
pembersihan gulma tidak menggunakan bahan-bahan kimia. Pengendalian
organisme pengganggu pada usahatani padi organik dilakukan dengan
24
menggunakan pestisida alami, sedangkan pembersihan gulma dilakukan cara
mencabut gulma secara manual oleh tenaga kerja.
Selain itu, perbedaan usahatani padi organik dan padi anorgank juga dapat
dilihat dari segi biaya yang dikeluarkan. Secara ekonomis, usahatani padi organik
lebih menguntungkan dibanding usahatani padi anorganik. Hal ini karena biaya
yang dikeluarkan pada usahatani padi organik lebih kecil dari pada usahatani padi
anorganik (Andoko, 2002:78). Secara rinci perbandingan biaya operasional
usahatani padi secara organik dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Struktur Biaya Operasional Usahatani Padi Organik dan Anorganik
(Rp/ha)
Uraian Organik Persentase
(%)
Anorganik Persentase
(%)
Benih 30kg 150.000 5.09 150.000 3,53
Pupuk kandang/
kompos 5 ton
750.000 25,46 0 0,00
Urea 500kg
KCL 250 kg
Kompos 200kg
Pupuk cair
0
0
150.000
50.000
0,00
0,00
5,09
1,69
600.000
432.500
0
0
14,12
10,18
0.00
0,00
Pestisida organik
Pestisida kimia
50.000
0
1,69
0,00
0,00
750.000
0,00
17,65
Pengolahan lahan
Penanaman
Penyulaman 5HKP
Pengolahan tanah
ringan 10 HKP
Penyiangan 25 HKP
Pemupukan
Penyemprotan 10
HKP
Pemanenan
250.000
250.000
50.000
100.000
250.000
20.000
100.000
775.000
8,48
8,48
1,69
3,39
8,48
0,68
3,39
26,31
250.000
250.000
50.000
100.000
250.000
40.000
100.000
775.000
5,88
5,88
1,17
2,35
5,88
0,94
2,35
18,24
Jumlah 2.945.00 100.00 4.247.500 100,00
Sumber : Andoko (2002:78)
25
Tabel 2 menunjukkan bahwa biaya usahatani padi organik lebih rendah
dibandingkan biaya usahatani padi anorganik. Proporsi biaya tertinggi pada
usahatani padi organik adalah biaya pemanenan dengan persentase sebesar 6,31%,
sedangkan proporsi biaya tertinggi pada usahatani padi anorganik adalah biaya
pembelian pupuk Urea, KCl dan TSP dengan persentase 6,16%
(Andoko,2002:78).
2.8 Penelitian Terdahulu
Poetryani (2011), menganalisis perbandingan efisiensi usahatani,
mengestimasi perbandingan pendapatan, serta mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap biaya produksi dan pendapatan usahatani padi organik
dengan anorganik. Hasil penelitian usahatani padi organik lebih efisien dari segi
biaya dan pendapatan dilihat dari R/C rasio atas biaya total yang dikeluarkan
petani padi organik sebesar 5,96 yang berarti bahwa setiap Rp. 1 dari biaya total
yang dikeluarkan petani padi organik akan memberikan penerimaan sebesar Rp
5,87 sedangkan R/C rasio atas biaya total usahatani padi anorganik sebesar Rp.
3,43. Kemudian R/C rasio tunai usahatani organik adalah sebesar 5,96 yang
berarti bahwa setiap Rp. 1 dari biaya tunai yang di keluarkan oleh petani padi
anorganik akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 3,47. Hasil analisis
pendapatan menunjukan pendapatan total rata-rata usahatani padi organik lebih
besar dibandingkan usahatani padi anorganik, yaitu masing-masing sebesar Rp.
7,90 juta dan Rp. 6,681 juta.
26
Hakim (2013) melakukan penelitian analisis perbandingan Usahatani
kentang tiga desa di Kecamatan pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji usahatani kentang di Kecamatan
Pasirwangi, kabupaten garut, menganalisis struktur biaya dan penerimaan dari
kegiatan usahatani kentang, menganalisis tingkat pendapatan yang di dapatkan
oleh petani.
Penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), analisis deskriptif
dilakukan untuk mengidentifikasi pembiayaan dan pendapatan usahatani kentang
di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut Jawa Barat, dengan melakukan
pengamatan, wawancara, dan diskusi. Alat analisis yang dilakukan adalah R/C
ratio, analisis pedapatan diketahui bahwa kegiatan usahatani kentang di
Kecamatan Pasirwangi masih menguntungkan hal ini dapat dilihat dari pendapatan
yang dimiliki positif yaitu, pendapatan usahatani kentang atas biaya tunai sebesar
Rp. 36.805.507,26 dan pendapatan usahatani atas total biaya sebesar
RP.813.204,20.
Berdasarkan efisiensi usahatani melalui analisis R/C ratio, usahatani
kentang di Kecamatan Pasirwangi dinyatakan efisien. Hal tersebut dapat dilihat
dari nilai R/C >1 yaitu 1,96 untuk biaya tunainya dan 1,86 atas biaya totalnya,
nilai tersebut menunjukan bahwa setiap satu rupiah akan diterima sebesar nilai
1,96 rupiah untuk biaya tunainya dan 1,86 rupiah atas biaya totalnya.
Dari hasil uji beda berdasarkan pendapatan dari ketiga desa diketahui
terdapat perbedaan pada pendapatan masing-masing desa, hal ini tersebut dapat
dilihat dari hasil Fhitung < Ftabel, dimana tolak H0 dan terima H1. Dari hasil uji
27
beda berdasarkan efisiensi dari ketiga desa diketahui bahwa efisiensi di ketiga
desa tidak memiliki perbedaan, hal ini tersebut dapat dilihat dari efisiensi Fhitung
< Ftabel.
Angga Deva (2017), perbandingan pendapatan usahatani kentang
monokultur dan tumpangsari (Studi Kasus : Desa Kebun Baru, Kecamatan Kayu
Aro Barat, Kabupaten Kerinci, Jambi). Hasil penelitian ini bahwa total biaya pada
usahatani kentang sebesar Rp. 16.834.250/ha/tahun relatif sama dengan biaya
tetap tumpangsari kentang-cabai merah kerinting yakni Rp. 16.876.000/ha/tahun.
Biaya variabel untuk monokultur kentang Rp. 140.075.218 /ha/tahun lebih besar
1,4 kali dibandingkan tumpangsari kentang-cabai merah keriting Rp. 98.095.950
/ha/tahun. Oleh karena itu total biaya untuk usahatani monokultur kentang sebesar
Rp. 156.090.468 /ha/tahun lebih besar dibandingkan pola tanam tumpangsari
kentang-cabai merah keriting sejumlah Rp. 114.972.40 /ha/tahun. Sedangkan
pendapatan yang diperoleh hasil produksi tumpang sari kentang-cabai merah
keriting sejumlah Rp 330.145.050 /ha/tahun, lebih tinggi dibandingkan
pendapatan petani monokultur kentang sebesar Rp. 193.352.582 /ha/tahun.
Berdasarkan uji beda dengan variable total biaya, total penerimaan, total
pendapatan dan R/C rasio terdapat perbedaan yang signifikan antara usahatani
pola tanam monokultur kentang dengan tumpangsari kentang-cabai merah
keriting. Hal ini dikarenakan penerimaan petani tumpangsari kentang-cabai merah
keriting lebih besar dengan biaya yang dikeluarkan lebih efisien.
28
2.9 Kerangka Pemikiran Operasional
Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur merupakan memiliki 2 kelompok tani yang melakukan usahataninya
dengan menanam berbagai jenis tanaman pangan. Kelompok tani tersebut adalah
Kelompok Tani Sumber Urip dan Kelompok Tani Harta Jaya. Kedua kelompok
tani ini dalam menjalankan usahataninya menggunakan sistem yang berbeda.
Kelompok Tani Sumber Urip menggunakan sistem organik dan Kelompok Tani
Harta Jaya menggunakan sistem anorganik. Menurut pengurus Kelompok Tani
Sumber Urip untuk usahatani dengan sistem organik menganggap sebagai salah
satu solusi bagi revolusi hijau karena dapat mengajarkan petani untuk
menggunakan input-input pertanian seperti pupuk dan pestisida yang ramah
lingkungan serta mengajarkan petani untuk memanfaatkan kearifan lokal dalam
bertani. Selain itu, produk yang dihasilkan dari pertanian organik aman untuk
dikonsumsi oleh konsumen, menyuburkan tanah, dan menjaga keanekaragaman
hayatiNamun, kegiatan pertanian organik masih sulit untuk dikembangkan. Hal ini
karena adanya keinginan petani yang ingin praktis dalam mengolah lahannya dan
produktivitas padi organik yang dihasilkan masih dibawah produktivitas
anorganik sehingga menyebabkan harga beras organik lebih mahal dari pada beras
anorganik. Menurut pak Saidi selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Urip Adapun
masalah yang terdapat pada petani yang belom melaksanakan sistem pertanian
yang berkelanjutan (usahatani organik) diantaranta : (1) petani belum banyak
berminat untuk usahatani organik, (2) kurangnya pemahaman para petani terhadap
sistem pertanian organik, (3) belom optimalnya organisasi petani yang terkait
29
dengan penyuluhan dan sertifikasi, dan (4) kurangnya pengetahuan petani akan
potensi dan keuntungan produksi padi organik . Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian untuk membandingkan usahatani padi organik dan anorganik khususnya
di Desa Watukebo dengan tujuan supaya petani mengetahui sistem pertanian
mana yang lebih baik dan menguntungkan.
Penelitian ini menganalisis perbandingan pendapatan usahatani padi
organik pada Kelompok Tani Sumber Urip dan usahatani padi anorganik pada
Kelompok Tani Harta Jaya yang meliputi analisis biaya, analisis pendapatan, dan
analisis R/C rasio untuk melihat apakah usahatani tersebut menguntungkan atau
tidak. Pendapatan yang dibandingkan pada penelitian ini atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Selain itu, untuk mengetahui apakah pendapatan yang
diperoleh oleh petani padi organik pada kelompok tani Sumber Urip dan padi
anorganik pada kelompok tani Harta Jaya berbeda nyata atau tidak maka
dilakukan pengujian beda nyata dengan menggunakan alat analisis statistik, yaitu
uji beda nyata. Untuk lebih jelas gambaran dari penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 4.
30
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Perbandingan Pendapatan
Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
Kebutuhan Pangan
(Beras) Meningkat
Kelompok Tani Sumber
Urip dengan usaha tani
padi organik
Kelompok Tani Harta Jaya
dengan usaha tani padi
anorganik
Usaha tani yang lebih menguntungkan antara Usaha tani padi organik dengan usaha
tani anorganik
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dengan
Usahatani Padi Anorganik
Uji membedakan
pendapatan, uji
hipotesis dua rata-rata
Usahatani Padi di Watukebo
Struktur Biaya
(TC = FC+VC)
Produksi dan
produktifitas
Pendapatan (Pd = TR-
TC) dan R-C rasio
(R/C = TR/TC)
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2018. Tempat
penelitian di Kelompok Tani Sumber Urip dan Kelompok Tani Harta Jaya yang
ada di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi,
Provinsi Jawa Timur. Lokasi dipilih secara purposive (sengaja), dengan
pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu lokasi yang memiliki
kelompok tani padi organik dan kelompok tani padi anorganik sehingga tepat bagi
penulis untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer dan
sekunder. Data primer bersumber dari hasil kuesioner dan wawancara dengan
anggota kelompok tani padi organik dan kelompok tani padi anorganik sebagai
responden. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah biaya usahatani,
penerimaan, jumlah produksi, harga, serta pendapatan petani responden pada
tahun 2017. Sedangkan Data sekunder diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik)
Kabupaten Banyuwangi, Dinas Pertanian dan Balai Penyuluhan Pertanian
Kabupaten Banyuwangi, untuk mengetahui luas lahan serta produksi padi organik
dan padi anorganik.
32
3.3 Metode Penarikan sampel
Pada penelitian ini, anggota Kelompok Tani Sumber urip padi organik dan
anggota Kelompok Tani padi anorganik Anorganik Desa Watukebo, Kecamatan
Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur yang berusahatani padi pada tahun 2017.
Melalui wawancara dengan ketua kelompok tani dan identifikasi terhadap petani
di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, diketahui
terdapat 20 orang petani yang menanam padi organik dalam satu kelompok tani
Sumber Urip. Dikarenakan jumlah petani responden padi organik yang relatif
kecil, maka menurut, (Sugiono, 2005) ditentukan metode pengambilan sampel
diambil keseluruhan populasi sebesar 20 petani responden. Selain itu, metode ini
dapat memberikan informasi secara rinci mengenai keadaan usahatani padi
organik. Kriteria petani responden untuk pola tanam organik ialah menanam padi
dalam satu lahan seluas 0,5- 1 hektar pada tahun 2017.
Pengambilan sampel petani responden pada usahatani padi anorganik
menggunakan purposive sampling (sengaja). Purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, (Sugiono, 2005:78). Dalam hal
ini jumlah petani responden pola tanam padi organik berjumlah 20 orang yang
menjalankan usahataninya selama satu kali musim tanam, sehingga sampel petani
responden pola tanam anorganik juga diambil 20 orang yang menjalankan
usahataninya selama satu kali musim tanam. Hal ini dilakukan agar jumlah sampel
sama. Kriteria petani responden padi anorganik yaitu luas lahan 0,5 – 1 hektar dan
menanam padi tahun 2017. Jadi petani responden dalam penelitian ini berjumlah
33
40 orang yang menjalankan usahataninya selama satu kali musim tanam. Terdiri
dari 20 orang petani pola tanam padi organik selama satu kali musim tanam dan
20 orang petani dengan pola tanam anorganik selama satu kali musim tanam.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Kepada 40
orang petani responden, terdiri dari 20 anggota kelompok tani padi organik dan 20
anggota dari kelompok tani padi anorganik selama satu kali musim tanam. Untuk
menghindari pertanyaan yang kurang dipahami oleh petani, dilakukan wawancara
langsung ke petani responden. Tujuannya agar jawaban yang diberikan oleh petani
responden bisa tepat dan akurat. Kuesioner penelitian berisi pertanyaan mengenai
data pribadi responden, data struktur biaya, data hasil produksi, harga, penerimaan
dan pendapatan petani padi organik dan petani padi anoganik pada tahun 2017.
Secara terperinci metode pengumpulan data dijelaskan sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lokasi
penelitian, yaitu dari Usahatani padi organik kelompok tani Sumber Urip dan
Usahatani padi anorganik kelompok tani Harta Jaya yang berlokasi di Desa
Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi. Data primer
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang membedakan antara usahatani
padi organik dan padi anorganik. Adapun data primer yang diperoleh dalam
penelitian melalui wawancara, obsertasi seperti penjelasan :
34
a. Wawancara
Wawancara merupakan cara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi
dengan cara bertanya langsung dengan responden. Kegiatan wawancara dilakukan
oleh peneliti melalui tanya tawab dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan
(kuisioner) (Lampiran 2). Teknik wawancara digunakan oleh peneliti untuk
mendapatkan data terkait informasi usahatani padi organik dan usahatani padi
anorganik yang sesuai dengan topik penelitian.
b. Observasi
Winartha (2006:57) menjelaskan bahwa observasi merupakan studi yang
disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan
jalan pengamatan dan pencatatan. Teknik observasi dilakukan oleh peneliti untuk
mengetahui fakta yang terjadi di daerah penelitian berdasarkan pengamatan
sendiri. Dalam teknik ini pengamatan dilakukan secara langsung terhadap kondisi
yang terdapat di lokasi penelitian. Penelitian melakukan pengamatan diantaranya
kondisi kelompok tani Sumber Urip dan kelompok tani Harta Jaya.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah diolah dari badan usaha ataupun
pihak lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder dalam
prosesnya dapat diperolah melalui :
a. Dokumen atau arsip
Metode pengumpulan data berupa dokumen merupakan teknik yang
berguna untuk menunjang data dengan mengumpulkan dokumen atau arsip dari
kelompok tani Sumber Urip dan kelompok tani Harta Jaya serta sumber lain yang
35
sesui dengan kebutuhan penelitian. Dalam teknik ini, pengumpulan data yang
diperlukan meliputi data struktur organisasi, biaya dan jumlah produksi.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh rujukan
teoritis yang berkaitan dengan penelitian. Sumber dalam model ini dapat diperoleh
dari berbagai pustaka ilmiah yang mendukung penelitian, antara lain seperti buku,
referensi, hasil penelitian terdahulu, jurnal, literatur, dan artikel yang berkaitan
dengan topik penelitian.
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data kuantitatif. Data dari
hasil penelitian ditabulasi. Kemudian dilakukan analisis terhadap data yang
terkumpul. Data yang terkumpul adalah identitas petani responden, struktur biaya,
penerimaan, produksi, harga dan uji beda pendapatan padi organik dan padi
anorganik yang di lakukan di tempat penelitian pada kelompok tani Sumber Urip
dan kelompok tani Harta Jaya. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan
analisis pendapatan yang terdiri dari perhitungan total biaya, penerimaan, serta
pendapatan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik. Selanjutnya
dilakukan analisis R/C rasio untuk melihat perbandingan penerimaan terhadap
usahatani padi organik, tujuannya untuk mengetahui apakah ada perbedaan
signifikan antara pendapatan kedua model tanam tersebut. Pengolahan data
dilakukan dengan bantuan software Microsoft excel. Adapun penjabaran dari
analisis data dijelaskan sebagai berikut :
36
3.5.1 Analisis Struktur Biaya
Analisis struktur biaya dilakukan dengan mengelompokkan biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk memproduksi padi organik dan padi anorganik yang
terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variable (variable cost). Biaya tetap
menurut Padangaran (2013:45 ) yaitu penyusutan alat, dalam penelitian ini rumus
yang digunakan adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah
penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila
dijual. Cara menghitung penyusutan alat dengan metode garis lurus menurut
Suratiyah (2016:44).
Penyusutan per tahun = 𝐶𝑜𝑠𝑡−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎
𝑈𝑚𝑢𝑟 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠
Padangaran (2013:45) menjelaskan bahwa biaya variabel yaitu biaya
tenaga kerja, harga benih (bibit), tenaga kerja, harga pupuk, pestisida dan harga
bahan penolong lainnya. Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan
tenaga kerja adalah mam days atau HKO (hari kerja orang) dan JKO (jam kerja
orang). Pemakaian HKO ada kelemahannya karena masing-masing daerah
berlainan (1 HKO di daerah B belum tentu sama dengan HKO daerah A), dihitung
jam kerjanya sering kali dijumpai upah borongan yang sulit dihitung, baik HKO
maupun JKO nya. Sehingga biaya tenaga kerja dianalisis berdasarkan tingkat upah
per HKO yang berlaku di lokasi penelitian.
Berdasarkan rumus yang di kembangkan oleh Soekartawi (2016:56) untuk
menghitung biaya tetap dan tidak tetap (variabel) pola tanam padi organik dan
padi anorganik sebagai berikut :
37
a. Biaya tetap usahatani padi organik dan padi anorganik
1. Biaya tetap padi organik
Keterangan :
FCk = Biaya tetap usahatani padi organik
Xik = Jumlah input yang membentuk biaya tetap usahatani padi organik
Pxik = Harga input usahatani padi organik
nk = Macam input usahatani padi organik
2. Biaya tetap padi anorganik
Keterangan :
FCp = Biaya tetap padi anorganik
Xip = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap padi anorganik
Pxip = Harga input usahatani padi anorganik
np = Macam input usahatani padi anorganik
b. Biaya tidak tetap usahatani padi organik dan padi anorganik
38
1. Biaya tidak tetap (variabel) padi organik
Keterangan :
VCk = Biaya tidak tetap usahatani padi organik
Xik = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya variabel usahatani
padi organik
Pxik = Harga input biaya tidak tetap usahatani padi organik
nk = Macam input usahatani padi organik
1. Biaya tidak tetap (variabel) padi anorganik
Biaya variabel untuk padi anorganik yaitu:
Keterangan :
VCc = Biaya tidak tetap
Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tidak tetap
Pxic = Harga input biaya tidak tetap usahatani padi anorganik
nc = Macam input usahatani padi anorganik
39
3.5.2 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik
Analisis pendapatan dapat dijadikan indikator mengenai sejauh mana
perusahaan yang sedang dijalankan telah berjalan dengan efisien. Perhitungan
pendapatan dalam perusahaan pertanian relatif lebih kompleks dibandingkan
dengan analisis pendapatan dalam perusahaan lain. Hal ini disebabkan oleh cukup
bervariasinya komponen biaya dan komponen penerimaan dalam perusahaan
pertanian (Padangaran, 2013:97). Berdasarkan rumus yang di jelaskan oleh
Soekartawi (2016:57) pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan
semua biaya. Dapat dijelaskan rumus total biaya, penerimaan dan pendapatan
pada usahatani padi organik dan usahatani anorganik sebagai berikut :
a. Total Biaya Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap
(VC) atau ditulis dalam rumus usahatani padi organik dan padi anorganik sebagai
berikut:
1. Total Biaya Usahatani Padi Organik
TCm = FCk + VCk
Keterangan :
TCm = Total biaya padi organik
FCk = Biaya tetap padi organik
VCk = Biaya tidak tetap padi organik
2. Total Biaya Usahatani Padi Anorganik
TCp = FCp + VCk
40
Keterangan :
TCp = Total biaya padi anorganik
FCp = Biaya tetap padi anorganik
VCk = Biaya tidak tetap padi anorganik
b. Penerimaan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual atau ditulis dalam rumus usahatani padi organik dan padi
anorganik sebagai berikut:
1. Penerimaan usahtani padi organik dalam satu lahan dalam 1 tahun tanam
TRm = Yk . Pk
Keterangan :
TRm = Total penerimaan padi organik
Yk = Produksi padi organik yang di peroleh
Pk = Harga padi organik
2. Penerimaan usahatani padi anorganik dalam satu lahan dalam 1 tahun tanam
TRp = Yk.Pk
Keterangan :
TRp = Total penerimaan padi anorganik
Yk = Produksi padi anorganik
Pk = Harga padi anorganik
41
c. Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
atau ditulis dalam rumus usahatani padi organik dan padi anorganik
1. Pendapatan usahatani padi organik
Pdm = TRm – TCm
Keterangan :
Pdm = Pendapatan usahatani padi organik
TRm = Total penerimaan padi organik
TCm = Total biaya Padi organik
2. Pendapatan usahatani padi anorganik
Pdp = TRp – TRc
Keterangan :
Pdp = Pendapatan usahatani padi anorganik
TRp = Total penerimaan padi anorganik
TCp = Total biaya padi anorganik
3.5.3 Analisis R/C Rasio
Soekartawi (2016:85) R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau
dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara rumus
matematik yang dikembangkan oleh (Soekartawi, 2016:85), dapat dituliskan
sebagai berikut :
a. Analisis R/C rasio padi organik
R/Cm = TRm / TCm
Keterangan :
42
R = Return (penerimaan)
C = Cost (biaya)
R/Cm = R/C rasio padi organik
TRm = Total penerimaan padi organik
TCm = Total biaya padi organik
b. Analisis R/C rasio Padi Anorganik
R/Cp = TRp / TCp
Keterangan :
R/Cp = R/C rasio padi anorganik
TRp = Total penerimaan padi anorganik
TCp = Total biaya padi anorganik
3.5.4 Pengujian Hipotesis Dua Sampel Bebas (independent samples test)
Supranto (2009:72) menjelaskan bahwa salah satu penggunaan statistik
dalam penelitian adalah untuk menguji hipotesis tentang perbedaan pendapatan.
distribusi t digunakan untuk menguji hipotesis mengenai nilai parameter,
maksimal 2 populasi (jika lebih dari 2, harus digunakan uji F), dan dari sampel
yang kecil misalnya n < 100, bahkan sering kali ≤ 30. Untuk n yang cukup besar
(n ≥ 100, atau mungkin cukup n > 30) dapat digunakan distribusi normal,
maksudnya menggunakan tabel normal yaitu (tabel z ) yang dapat digunakan
sebagai pengganti tabel t. Uji beda ini dilakukan pada pupolasi petani padi organik
dan petani padi anorganik. Tujuannya untuk mengetahui apakah terdapat
43
perbedaan yang signifikan antara pendapatan petani padi organik dan petani padi
anorganik. Pada pola tanam padi organik, petani bisa menanam padi dengan
kuantitas benih sebanyak 30kg/ha, sedangkan pada petani padi anorganik untuk
kuantitas benihnya sebanyak 35-40kg/ha. Hal ini dikarenakan untuk pola tanam
organik menggunakan pola tanam SRI sedangkan pada pola tanam padi anorganik
menggunakan pola tanam jajar legowo.
Pada pola tanam padi organik dan anorganik untuk biaya tetapnya sama,
tetapi biaya variabel tersebut berbeda sehingga pengeluaran antara usahatani padi
organik dan usahatani padi anorganik akan berbeda. Sehingga untuk pupuk yang
digunakan dalam usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik mengalami
perbedaan pula, untuk usahatani padi organik menggunakan pupuk organik dan
usahatani padi anorganik menggunakan pupuk kimia.
Perbedaan keuntungan yang diperoleh antara kedua pola tanam antara
usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik dapat dianalisis
menggunakan uji beda secara statistik. Hal ini perlu diuji hasil pendapatan antara
usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik. Jika kelompok sampel yang
ingin diuji perbedaan rata-rata hitungnya hanya terdiri dari dua kelompok, teknik
statistik yang dipergunakan. Untuk penelitian ini dengan menggunakan sampel
kecil yaitu <30 maka untuk menguji uji beda pendapatan menggunakan teknik uji
t (t-tes).
Jika kelompok sampel yang ingin diuji perbedaan rata-rata hitungannya
hanya terdiri dari dua kelompok, teknik statistik yang dipergunakan pada
umumnya adalah teknik t-tes. Pengujian hipotesis menggunakan t-test. Terdapat
44
beberapa rumus t-test yang digunakan untuk pengujian, dan berikut ini pedoman
penggunaan menurut (Sugiyono, 2005 :197) sebagai berikut :
a. Bila jumlah anggota n1 = n2, dan varians homogen ( 12
= 22) maka dapat
digunakan rumus t-test baik untuk separated varians, maupun pool varians.
Untuk melihat harga t-tabel digunakan dk = n1 + n2 – 2.
b. Bila n1 = n2, varians homogen ( 12
= 22), dapat digunakan rumus t-test
dengan pooled varians. Derajat kebebasannya (dk) = n1 + n2 – 2.
c. Bila jumlah anggota sampel n1 = n2, dan varians tidak homogen ( 12
= 22
)
maka dapat digunakan rumus t-test baik untuk separated, maupun pool varians,
untuk melihat harga t-tabel digunakan derajat kebebasannya (dk) n1-1 atau n2-1.
d. Bila n1 = n2 dan varians tidak homogen ( 12
= 22) . untuk ini digunakan t-
test dengan separated varians. Harga t sebagai pengganti t-tabel dihitung dari
selisih harga t-tabel dengan dk (n1-1) dan dk (n2-1) dibagi dua, dan kemudian
ditambahkan dengan harga t yang terkecil.
Dengan demikian, sebelum dilakukan perbandingan pendapatan usahatani
padi organik dan padi anorganik, terlebih dahulu dihitung varians agar uji
homogen dapat dilakukan, adapun cara untuk menghitung varians :
a. Varians
Varians merupakan kuadrat standar deviasi. Rumus yang digunakan sama
dengan menghitung standar deviasi, perbedaannya terletak pada komponen
dasar. Pada standar deviasi menggunakan akar kuadrat, sedangkan pada varians
tanpa akar kuadrat, (Partino dan Idrus, 2009 :101).
45
S2
S2
Rumus varian sebagai berikut :
b. Uji Homogen
Sugiyono (2005 : 198) varian kedua sampel homogen atau tidak, maka perlu
diuji homogenitas variansnya terlebih dulu dengan uji F
Adapun kriteria untuk varians terbesar atau derajat kebebasan pembilang
adalan (n1-1), sedangkan varians terkecil atau derajat kebebasan penyebut adalah
(n2-1). Hasil pembilang dan penyebut uji F dibandingkan dengan harga F tabel.
Berdasarkan hasil hitung uji F untuk kesalahan 5%, jika F hitung lebih kecil dari F
table maka varians kedua kelompok data tersebut dapat dinyatakan homogen.
1. Menurut Sugiyono (2005 : 197) untuk rumus t-test separated varians adalah :
Keterangan :
X1 = Rata-rata variabel ke 1
X2 = Rata-rata variabel ke 2
1 = Varian populasi ke 1
2 = Varian populasi ke 2
N1, N2 = Jumlah subjek sampel ke-1 dan ke-2
2. Menurut Sugiyono (2005 : 198) untuk rumus t-tes polled Varians adalah :
46
S2
S2
Keterangan :
X1 = Rata-rata variabel ke 1
X2 = Rata-rata variabel ke 2
1 = Varian populasi ke 1
2 = Varian populasi ke 2
N1, N2 = Jumlah subjek sampel ke-1 dan ke-2
3. Varians Popolasi (S2)
Varians populasi (S2) diperoleh dari kombinasi kedua data sampel, dengan rumus
sebagai berikut, Nugiyantoro, Dkk (2012 :184)
Sehingga rumus untuk menghitung varian populasi total pendapatan dengan
rumus sebagai berikut :
Rumus varian populasi total pendapatan.
a. Data Homogen
b. Data Tidak Homogen
47
Adapun kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut :
1. Jika thit < ttabel (α = 0,05) maka H0 diterima, berarti tidak ada perbedaan
total pendapatan antara petani padi organik dengan petani anorganik . Jika thit
> ttabel (α = 0,05) maka H0 ditolak, berarti terdapat perbedaan total
pendapatan antara petani padi organik dengan petani padi anorganik.
3.6 Definisi Operasional
1. Usahatani padi adalah orgnisasi dari sumberdaya alam (lahan, air, dan cahaya
matahari), tenaga kerja, dan modal kerja (sarana produksi) yang ditunjukan
kepada produksi padi.
2. Biaya usahatani adalah semua dana tetap dan tidak tetap (variabel) yang
digunakan dalam melaksanakan suatu kegiatan usahatani padi organik dan
usahatani padi anorganik.
3. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi biaya tetap ini
tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh.
4. Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh yang diperoleh.
5. Penerimaan usahatani padi organik adalah hasil perkalian produksi harga jual
padi organik pada satu kali musim tanam.
6. Penerimaan usahatani padi anorganik adalah hasil perkalian produksi harga
jual padi anorganik pada satu kali musim tanam.
48
7. Pendapatan usahatani padi organik adalah selisih antara total penerimaan
dikurangi total biaya usahatani padi organik.
8. Pendapatan usahatani padi anorganik adalah selisih antara total penerimaan
dikurangi total biaya usahatani padi anorganik.
9. R/C rasio padi organik dan anorganik adalah perbandingan antara penerimaan
padi organik dan biaya yang dikeluarkan. Tujuannya untuk menghitung berapa
besarnya penerimaan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan.
10. R/C rasio anorganik adalah perbandingan penerimaan padi anorganik dan
biaya yang dikeluarkan.
49
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Wilayah Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari,
Banyuwangi. Secara geografis, sisi utara Desa Watukebu berada pada 9,19o LS,
sisi selatan berada pada 36,60o LS, sisi barat berada di 114,21
o BT, dan sisi timur
di 32,65o BT. Desa Watukebo termasuk daerah dengan dataran sedang karena
daerahnya berada di 91 mdpl. Curah hujan pertahun berkisar 1.500 – 2.000 mm
dengan suhu rata-rata 26o sampai 32
oC.
Secara administrasi, Desa Watukebo terletak di Kecamatan Blimbingsari,
Kabupaten Banyuwangi dengan dibatasi oleh desa-desa dan Selat Bali. Sebelah
utara Desa Watukebo dibatasi oleh Desa Karangbendo dan Blimbingsari. Sebelah
timur dibatasi oleh Selat Bali, sebelah selatan dibatasi Desa Bomo dan
Gintangan, serta di sebelah barat Desa Watukebo terdapat Desa Kaotan dan
Rogojampi.
Luas Desa Watukebo yakni 1.132 Ha yang terbagi ke dalam 6 dusun.
Dusun-Dusun yang ada di Watukebo yakni Dusun Krajan, Dusun Patoman, Dusun
Gepuro, Dusun Gunung Agung, Dusun Glondong, dan Dusun Amerthasari. Luas
lahan yang ada terbagi kedalam beberapa kelompok sesuai kegunaannya masing-
masing, seperti untuk pemukiman, pertanian, perkebunan, kegiatan ekonomi dan
lain-lain. Berikut adalah rincian dari lahan yang memiliki kegunaan dalam luasan
lahan yang dimiliki Desa Watukebo yang digunakan dalambidang pertanian
50
diantaranya : Tanah Sawah (494 Ha), Tanah Kering (498 Ha), Tanah Perkebunan
(463 ha), Tanah Pekarangan ( 3 Ha), dan Tanah Lain-lain (135 Ha).
4.2 Keadaan Penduduk pada Lokasi Penelitian
4.2.1 Kependudukan
Berdasarkan data administrasi desa pada tahun 2017, jumlah penduduk
Desa Watukebo Sebanyak 12.107 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK)
sebanyak 4.450 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit
dibanding penduduk perempuan yakni berjumlah 5.974 jiwa sedangkan penduduk
perempuan berjumlah 6.133 jiwa. Distribusi penduduk setiap dusun di Desa
Watukebo sebagai berikut : Dusun Krajan (2173 jiwa). Dusun Gepro (1117 jiwa),
Dusun Patoman (2636 jiwa), Dusun G. Agung (3302 jiwa), dan Dusun
Amerthasari (2001 jiwa).
Sebagian besar penduduk Desa Watukebo tidak sempat mendapatkan
pendidikan yang layak, 49% dari penduduknya tamat Sekolah Dasar (SD). Hanya
18% penduduk yang menyelesaikan studi Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan
hanya 0,8% yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi. Rincian penduduk
berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2017 terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penduduk Desa Watukebo Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkatan Pendidikan Jumlah (Orang)
1 Belom sekolah 729
2 Tidak Tamat SD 684
3 Tamat SD/sederajat 5.966
4 Tamat SLTP/sederajat 2.381
5 Tamat SMA/sederajat 2.202
6 Tamat Perguruan Tinggi 103
7 Buta Aksara (55 tahun ke atas) 12 Sumber : Arsip Desa Watukebo (2017:1)
51
Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa penduduk di Desa Watukebo
belum memiliki tingkat kesadaran yang baik dalam hal pendidikan. Rendahnya
tingkat pendidikan yang diperoleh nantinya akan berpengaruh terhadap
tranformasi informasi dan teknologi dalam pengembangan pertanian yang ada di
Desa Watukebo.
4.2.2 Mata Pencaharian
Tabel 4. Mata pencaharian Penduduk Desa Watukebo
No Profesi Jumlah (Orang)
1 Petani 891
2 Buruh Tani 765
3 Pedagang 123
4 PNS (Pegawai Negeri Sipil) 36
5 TNI dan Polri 14
6 Guru negeri 42
7 Pensiunan 12
8 Bidan 2
9 Tenaga Medis 5
10 Dukun bayi 3
11 Tukang cukur 3
12 Tukang batu 105
13 Tukang kayu 70
14 Tukang jahit 25
15 Sopir 60
16 Resperasi sepeda motor 60
17 Resperasi sepeda 17
18 Peternkan 4833
19 Nelayan 457
20 Jasa 68
21 Buruh industri 563
22 Lain-lain 4009 Sumber : Arsip Desa Watukebo (2017:1)
Kebanyakan mata pencaharian penduduk Desa Watukebo adalah sebagai
peternak. Banyak tanah yang cenderung kurang subur dimanfaatkan penduduk
untuk mengembangbiakkan berbagai hewan ternak. Hewan ternak yang banyak
dikembangkan diantaranya sapi, kambing dan ayam. Selain peternak, mayoritas
52
penduduk Desa Watukebo berprofesi sebagai petani, tanaman yang dibudidayakan
oleh petani yang ada di Desa Watukebo adalah tanaman padi. Rincian mata
pencaharian di Desa Watukebo pada Tahun 2017 terdapat pada Tabel 4.
Berdasarkan rincian data mata pencaharian penduduk di Desa Watukebo
pada Tabel 4 hampir semua penduduknya berprofesi sebagai peternak sebesar
4833 orang, sementara untuk penduduk yang berprofesi sebagai petani dan buruh
tani sebanyak 1656 orang. Banyaknya peternak dan petani di desa tersebut
menjadi tandensi bagi desa dengan tingkat pendidikan rendah. Sebagian besar
penduduk yang berprofesi petani merupakan keuntungan tersendiri dalam
pengembangan pertanian. Kondisi tersebut disebabkan karena tersedianya lahan
yang cukup luas dan potensial untuk mengembangkan pertanian.
4.3 Usahatani Padi Organik di Kelompok Tani Sumber Urip
Kelompok tani sumber urip mulai menerapkan budidaya tanaman padi
secara organik sejak tahun 2012. Selain itu bermula dari kesadaran dari beberapa
anggota, keinginan petani untuk beralih ke pertanian secara organik tidak lepas
dari upaya pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi melalui Dinas Pertanian
dalam mendukung pengembangan produksi padi organik di kelompok tani
Sumber Urip. Adapun berbagai program yang dilakukan berupa peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pembinaan Sekolah Lapang dan
Pelatihan serta fasilitasi sarana dan prasarana produksi termasuk alat dan mesin
pertanian.
53
Langkah awal yang diterapkan oleh petani dalam sistem organik metode
System Of Rice Intensification (SRI) adalah dengan cara tidak menggunakan
pupuk kimia, sedangkan untuk pestisida kimia masih digunakan oleh para petani
dengan pengurangan intensitas pada praktiknya. Upaya dilakukan secara bertahap
guna mengantisipasi menurunnya hasil produksi secara drastis. Setelah hasil
produksi dan pertumbuhan padi mulai stabil, petani mulai berkomitmen untuk
tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Petani telah sepenuhnya memilih
menggunakan pupuk organik dan agensi hayati.
Pengajuan sertifikasi organik pada lembaga yang ditetapkan merupakan
langkah berikutnya yang diambil oleh pihak kelompok tani. Sebelum
mendapatkan sertifikat organik, kelompok tani Sumber Urip telah mendapatkan
sertifikat prima 3 untuk komoditas padi seluas 25 ha yang dikeluarkan provinsi
Jawa Timur sebagai pihak yang berwenang. Untuk mendapatkan sertifikat prima
3, lahan pertanian harus dinyatakan bebas pestisida dan pupuk kimia selama 2
tahun. Kelompok tani Sumber Urip mendapatkan sertifikasi bebas prima 3 sejak
26 juni tahun 2014 dan berlaku hingga 25 juni 2017.
Proses sertifikasi organik yang ditargetkan oleh kelompok tani Sumber
Urip harus melewati proses penilaian selama ± 1 tahun. Penilaian dilakukan oleh
tim Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (LSOS) sebanyak 2 tahap. Metode
penilaian dilakukan melalui wawancara dengan petani serta pengambilan sampel
lahan untuk memastikan lahan yang disertifikasi bebas bahan kimia. Pada tahap
pertama tim penilai memberikan saran perbaikan. Selanjutnya, pada tahap kedua
tim penilai kembali datang untuk melakukan checking ulang perbaikan.
54
Struktur Organisasi Kelompok Tani Sumber urip dapat dilihat dibawah ini :
Gambar 5. Stuktur Organisasi Kelompok Tani Sumber Urip
4.4 Usahatani Padi Anorganik di Kelompok Tani Harta Jaya
Kelompok tani Harta Jaya merupakan kelompok tani yang bergerak
dibidang budidaya padi secara Anorganik sejak Tahun 2012. Kelompok tani harta
jaya berdiri karena pemekaran dari kelompok tani Sumber Urip, yang tadinya
pada Kelompok tani Sumber Urip merupakan kelompok tani yang bergerak
dibudidaya padi anorganik. Berjalannya waktu di Tahun 2012 setelah adanya
55
pemekaran dari kelompok tani Sumber Urip yang dijadikan kelompok tani
budidaya padi organik, para anggota kelompok tani Sumber Urip yang masih
membudidayakan padi secara anorganik membuat kelompok tani Harta Jaya agar
petani dalam membudidayakan padi anorganiknya nanti bisa diperhatikan oleh
pemerintah daerah. Karena dengan adanya kelompok tani nantinya semua anggota
petani yang membudidayakan padi secara anorganik agar bisa mendapat bantuan
dari dinas pertanian yang ada di Kab. Banyuwangi.
Kelompok tani Harta jaya memiliki kurang lebih 50 anggota petani. Pada
kelompok tani Harta Jaya ini kebanyakan membudidayakan tanaman padi dan
berbagai macam tanaman lainnya seperti: Jagung, Keledai, Kacang-kacangan dll.
Jumlah lahan yang dimiliki anggotanya berkisaran 0,5-2ha. Adapun struktur
organisasi yang ada pada kelompok tani Harta jaya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur Organisasi Kelompok Tani Harta Jaya
56
4.5 Karakteristik Responden
Responden adalah petani yang berusahatani padi di Desa Watukebo
dengan cara membudidayakan padi organik dan anorganik pada Kelompok Tani
Sumber Urip dan Kelompok Tani Harta Jaya. Jumlah responden yang ditetapkan
dalam penelitian ini adalah 40 dengan kriteria anggota aktif pada Kelompok Tani
Sumber Urip yang berjumlah 20 orang dengan usahataninya padi organik dalam
satu kali musim tanam dan responden petani yang berusahatani padi anorganik
yang ada di kelompok tani Harta Jaya berjumlah 20 responden dengan
usahataninya selama satu kali musim tanam.
Anggota aktif yang ada di kelompok tani Sumber Urip maupun kelompok
tani Harta Jaya merupakan anggota yang terdaftar secara administrasi dan juga
rutin membayar kontribusi bagi kelompok. Selain itu, dalam melakukan analisis
perbandingan pendapatan, peneliti juga menetapkan responden yang melibatkan
para ahli sebagai key informan. Responden tentunya merupakan para pakar yang
mengetahui aspek-aspek yang membedakan antara budidaya padi organik dan padi
anorganik.
Adapun total responden dalam penelitian ini berjumlah 40 petani dengan
masing-masing petani berusahatani dengan masa tanam selama satu kali yaitu
pada masa tanam musim penghujan. Adapun karakteristik responden dalam
penelitian perbandingan pendapatan padi organik dan padi anorganik adalah
(kelompok umur, tingkat pendidikan, luas lahan dan pengalaman ushatani).
57
4.5.1 Kelompok Umur
Karakteristik responden berdasarkan faktor umur merupakan salah satu hal
yang perlu diketahui karena berpengaruh pada perilaku petani dalam mengelola
usahataninya. Selain itu tingkat umur juga dapat berpengaruh pada produktifitas
petani dalam melakukan pekerjaannya.
Tabel 5. Karakteristik Kelompok Umur Anggota Kelompok Tani Padi Organik
(Sumber Urip) dan Kelompok Tani Padi Anorganik (Harta Jaya)
Umur Petani
(tahun)
Responden Petani Organik Responden Petani Anorganik
Jumlah Persentase
(%) Jumlah
Persentase
(%)
Umur 31-40 8 40 4 20
Umur 41-50 6 30 3 15
Umur 51-60 6 30 8 40
Umur 61-70 0 0 4 20
Umur 71-80 0 0 1 5
Total 20 100 20 100 Sumber: Data Primer (Diolah), 2018
Petani padi organik dan padi anorganik yang menjadi responden memiliki
kisaran umur antara 31 tahun sampai 80 tahun. Responden petani organik
sebagian besar berada pada kelompok umur 31 tahun sampai 40 tahun, yaitu
sebanyak 8 orang dengan persentase 40%. Selanjutnya responden dengan umur 41
tahun sampai umur 50 tahun sebanyak 6 orang dengan persentase 30% dan
responden yang berumur 51 tahun sampai 60 tahun sebanyak 6 orang dengan
persentase 30%. Sedangkan responden petani padi anorganik sebagian besar
berada pada rentang uur 51-60 tahun sebanyak 8 orang dengan persentase 40%.
Kemudian responden pada golongan umur 31-40 tahun dan 61-70 tahun sebanyak
4 orang dengan persentase 20% dan responden yang jumlahnya paling sedikit
yaitu dengan umur antara 71-80 tahun berjumlah 1 orang dengan persentase 5 %.
58
Hasil olah data tersebut menunjukan bahwa petani padi yang
mengusahakan padi organik didominasi oleh petani yang berumur produktif yaitu
berkisaran umur 30 sampai 40 tahun. Sehingga dapat diketahui bahwa pada
umumnya semakin muda umur petani cenderung memiliki rasa keingintahuan
yang lebih tinggi dan berani untuk mencoba inovasi baru. Sementara untuk petani
padi anorganik banyak dilakukan oleh petani dari umur produktif hingga tidak
produktif. Dengan adanya petani dengan kisaran umur 50-60 tahun yang
menerapkan petani organik, maka dapat diketahui bahwa aspek umur tidak selalu
menentukan dalam proses adopsi inovasi terhadap sikap pengambilan keputusan
petani dalam mengusahatanikan pertaniannya.
4.5.2 Tingkat Pendidikan
Karakteristik tingkat pendidikan responden penting untuk diketahui karena
berhubungan secara langsung terhadap kemampuan petani terkait pemahaman
dalam berusahatani secara organik maupun anorganik. Tingkat pendidikan
memiliki hubungan secara tidak langsung terhadap sikap petani dalam
menjalankan atau mengadopsi inovasi sistem usahatani. Biasanya petani yang
berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam mengadopsi suatu inovasi.
Sebaliknya petani yang berpendidikan rendah agak sulit dalam mengadopsi atau
menerapkan suatu inovasi.
Adapun karakteristik tingkat pendidikan anggota kelompok tani Sumber Urip dan
kelompok tani Harta Jaya sebagai berikut :
59
Tabel 6. Karakteristik Tingkat Pendidikan Anggota Kelompok Tani Padi Organik
(Sumber Urip) dan Kelompok Tani Padi Anorganik (Harta Jaya)
Tingkat
Pendidikan
Responden Petani Organik Responden Petani Anorganik
Jumlah Persentase
(%) Jumlah
Persentase
(%)
Tidak
Sekolah 0 0 0 0
Tidak Tamat
SD 3 15 3 15
Tamat SD 5 25 13 65
SMP 4 20 0 0
SMA 8 40 3 15
Diploma/PT 0 0 1 5
Total 20 100 20 100 Sumber: Data Primer (Diolah), 2018
Tingkat pendidikan formal responden petani padi pada kelompok tani
Sumber Urip dan kelompok tani Harta Jaya dimulai dari tidak sekolah sampai
Diploma/S1. Petani responden didominasi oleh petani dengan pendidikan akhir
sekolah menengah atas (SMA) yaitu sebanyak 8 orang dengan persentase 40%,
petani padi organik yang berpendidikan tamatan SD sebanyak 5 orang dengan
persentase 25%, kemudian petani organik yang berpendidikan SMP sebanyak 4
orang dengan persentase 20% dan petani padi organik yang tidak tamat SD 3
orang dengan persentase 15%. Sedangkan tingkat pendidikan petani responden
padi anorganik paling banyak didominasi oleh tamatan SD yaitu sebanyak 13
orang dengan persentase 65%, diikuti tidak tamat SD dan pendidikan akhir
sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 3 orang dengan persentase 15% dan
pendidikan akhir Diploma/S1 sebanyak 1 orang dengan persentase 5%.
Mengacu pada data petani responden pada kelompok tani Sumber Urip dan
kelompok tani Harta Jaya, menunjukan bahwa mayoritas petani memiliki
pendidikan yang rendah. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada kesulitan petani
60
dalam menyerap dan menerapkan informasi untuk pengembangan tanaman padi.
Namun dengan kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan bagi petani untuk
mampu mengaplikasikan berbagai informasi dengan cara keaktifan dalam
aktivitas yang terdapat pada kedua kelompok Sumber Urip dan kelompok tani
Harta Jaya.
4.5.3 Luas Lahan
Lahan merupakan faktor penting dalam usahatani padi, luasan lahan
berhubungan erat dengan hasil produksi yang diperoleh. Luas lahan petani padi
organik pada kelompok tani Sumber Urip dengan usahatani padi organik.
seluruhnya berkisar antara 0,5-1 hektar yaitu sebanyak 100%. Sedangkan pada
kelompok tani Harta Jaya dengan usahatani padi anorganik seluruhnya berkisaran
antara 0,5-1 hektar yaitu 100%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa petani responden
kelompok tani Sumber Urip dan Harta Jaya memiliki lahan yang hampir merata
yaitu seluas 0,5-1 hektar dalam berusahataninya. Distribusi petani responden
berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik Luasan Lahan Anggorta Kelompok Tani Padi Organik
(Sumber Urip) dan Anggota Kelompok Tani Padi Anorganik (Harta
Jaya)
Luas Lahan
(ha)
Responden Petani Organik
(%)
Responden Petani Anorganik
(%)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
0,5 9 45 9 45
1 11 55 11 55
Total 20 100 20 100 Sumber: Data Primer (Diolah), 2018
61
4.5.4 Pengalaman Usahatani
Tabel 8. Karakteristik Pengalaman Usahatani Anggota Kelompok Tani Padi
Organik (Sumber Urip) dan Kelompok Tani Padi Anorganik (Harta
Jaya)
Pengalaman
Berusahatani
Responden Petani Organik
(%)
Responden Petani Anorganik
(%)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Sedikit (0-10) 20 100 0 0
Sedang(11-20) 0 0 4 20
Banyak (>21) 0 0 16 80
Total 20 100 20 100 Sumber: Data Primer (Diolah), 2018
Berdasarkan segi pengalaman usahatani yang dilakukan dari kedua
kelompok tani tersebut, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara petani
padi organik dan padi anorganik. Melihat pada Tabel 8. Dapat diketahui bahwa
sebagian besar petani organik memiliki sedikit pengalaman yaitu kurang dari 10
tahun dengan mencakup keseluruhan petani yang ada di kedua kelompok.
Sedangkan untuk petani Anorganik yang ada di kelompok tani Harta Jaya telah
memiliki pengalaman yang sedang sampai banyak dengan rincian 16 petani atau
setara dengan 80% telah berusahatani selama lebih dari 21 tahun dan 4 orang
petani atau setara dengan 20% telah berusahatani selama antara 11-20 tahun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa petani responden yang ada di
kelompok tani Sumber Urip dan Harta Jaya memiliki perbedaan dalam segi
pengalaman, yaitu petani anorganik yang rata-rata sudah relatif berpengalaman
dan petani organik yang masih memiliki pengalaman yang sedikit. Hal ini dapat
menimbulkan keberhasilan dalam menjalani usahatani padi. Minimnya
pengalaman pada petani padi organik diduga karena usahatani padi organik yang
dijalankan masih tergolong baru atau sejak tahun 2012.
62
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Biaya Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
Menurut Soekartawi (2016 : 56) biaya usahatani adalah seluruh dana yang
dikeluarkan untuk usahatani, dan diklarifikasikan menjadi dua yakni biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya usahatani yang diperhitungkan pada penelitian ini
adalah biaya yang dikeluarkan oleh para petani per 1 ha dalam satu musim tanam.
Total biaya usahatani diperoleh dari hasil penjumlahan total biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan petani padi organik maupun anorganik
meliputi biaya pajak lahan, sewa lahan, sewa traktor, penyusutan peralatan, dan
irigasi. Sedangkan untuk biaya variabel (biaya tidak tetap) terdiri dari biaya benih,
pupuk, agen hayati atau pestisida, dan tenaga kerja. Analisis struktur biaya pada
Kelompok Tani Sumber Urip dan Kelomopok Tani Harta Jaya menunjukkan
bahwa besarnya biaya tetap antara usahatani padi organik dan anorganik hampir
sama. Sedangkan biaya variabel dapat diketahui bahwa terhadap beberapa
perbedaan dalam hasil yang didapatkan. Berdasarkan hasil olah data pada
Microsoft exel rata-rata biaya per hektar lahan pola tanam padi secara organik
pada Kelompok Tani Sumber Urip dan pola tanam padi secara anorganik
Kelompok Tani Harta Jaya dapat dilihat pada tabel 9.
63
Tabel 9. Rata-Rata Biaya Usatahani Padi Organik dan Anorganik
Uraian Padi Organik (Rp/ha) Padi Anorganik (Rp/ha)
Biaya Tetap
Pajak Lahan 200.000 200.000
Sewa Lahan 5.000.000 5.000.000
Sewa Traktor 1.250.000 1,250,000
Penyusutan Peralatan 66.860 77.600
Irigasi 20.000 20.000
Biaya Variabel
Benih 351.000 478.000
Pupuk 2.000.000 1.791.841
Agen Hayati/Pestisida 750.000 1.002.582
Tenaga Kerja 1.404.875 1.334.547
Biaya Total 11.042.735 11.154.570 Sumber: Data Primer (Diolah), 2018
Berdasarkan hasil rata-rata biaya usahatani padi organik dan rata-rata
usahatani padi anorganik yang disajikan pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa pada
biaya tetap yaitu biaya pajak lahan, sewa lahan, sewa traktor, dan irigasi memiliki
kesamaan dalam nominal nilai pembayaran. Untuk biaya pajak lahan sengaja
diperhitungkan dengan asumsi bahwa terdapat suatu nilai pada setiap lahan baik
yang dimiliki sendiri maupun sewa. Kemudian untuk penggunaan traktor dalam
kegiatan pengolahan lahan menggunakan satu unit traktor dengan sistem sewa.
Sistem sewa pembayaran traktor per musim tanam yang perlu dikeluarkan petani
adalah sebesar Rp 1.250.000/ha/ musim tanam. Biaya tetap selanjutnya yang
diperhitungkan adalah biaya irigasi. Bentuk pembayaran dalam kegiatan pengairan
adalah berupa uang iuran kepada pihak HIPPA (Himpunan Petani Pemakai Air)
sebesar Rp 20.000 satu kali musim tanam . Adapun untuk biaya penyusutan
peralatan pertanian relatif hampir sama mengacu pada total hasil keseluruhan.
Biaya penyusutan peralatan usahatani padi organik sebesar Rp 66.860, sedangkan
penyusutan peralatan pada usahatani padi anorganik sebesar Rp 77.600. Adapun
64
Jenis alat pertanian yang digunakan dalam usahatani padi organik dan usahatani
padi anorganik juga tidak jauh berbeda yaitu berupa cangkul, sabit, tengki atau
spayer, ember dan garu. Peralatan seperti cangkul dan sabit digunakan petani
untuk tujuan menggemburkan tanah dan membersihkan lahan sekitar sawah.
Untuk tangki atau hansprayer biasa berfungsi sebagai alat semprot pengendali
hama dan penyakit tanaman, namun terdapat perbedaan pada perawatan padi
organik dan anorganik terhadap bahan yang digunakan yaitu agen hayati pada
pertanian organik dan pestisida kimia pada pertanian anorganik. Ember sendiri
merupakan alat untuk kegiatan menabur pupuk kesawah. Sedangkan garu biasa
digunakan oleh petani sebagai penanda lubang tanaman pada pengukuran jarak
tanam proses penanaman.
Biaya variabel yang dikeluarkan petani meliputi biaya benih, pupuk, agen
hayati/pestisida , dan tenaga kerja. Berbeda dengan biaya tetap, penggunaan biaya
variabel antara usahatani padi organik dan anorganik terdapat perbedaan yang
signifikan. Tabel 9. Menunjukan rata-rata pengeluaran untuk benih pada usahatani
padi organik senilai Rp 351.000/ha/ musim tanam dan Rp 478.000/ha/ musim
tanam untuk benih padi anorganik. Tingginya biaya yang dikeluarkan untuk benih
pada padi anorganik salah satunya karena penggunaan input benih yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sistem tanam padi organik. Berdasarkan data yang
diperoleh diketahui bahwa rata-rata kebutuhan benih per ha padi usahatani padi
organik cukup sebanyak 30 kg, sedangkan pada usahatani padi anorganik rata-rata
membutuhkan benih sebanyak 35-40kg. Perbedaan dari budidaya padi organik dan
padi anorganik terletak pada metode tanam, yaitu usahatani padi organik dengan
65
sistem tanam System Of Rice Intensification (SRI) dan Jajar Legowo untuk
metode tanam anorganik. Sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan benih pada
pertanian organik dengan sistem tanam System Of Rice Intensification (SRI) lebih
dapat menghemat biaya dan kuantitas benih dibanding pertanian anorganik pada
usahatani yang dijalankan.
Selain biaya benih, biaya variabel selanjutnya yang dikeluarkan petani
adalah biaya pupuk. Biaya pupuk merupakan biaya terbesar dalam total biaya
tetap pada kegiatan usahatani yang dilakukan petani. Biaya penggunaan pupuk
usahatani padi organik memiliki jumlah sedikit lebih tinggi yaitu Rp 2.000.000/ha/
musim tanam dibanding usahatani padi anorganik yaitu sebesar Rp 1.791.841/ha/
musim tanam. Petani organik dalam pelaksanaannya masih melakukan kerjasama
dengan Asosiasi Pebuat Pupuk Organik (APPO) Banyuwangi, untuk biaya pupuk
organik sendiri petani perlu mengeluarkan biaya sebesar Rp. 400 per kg.
Sedangkan untuk pupuk yang digunakan pada pertanian anorganik yaitu berupa
Urea, SP36, KCl, NPK, TSP, Phonska, dan ZA. Belum adanya petani organik
yang dapat memproduksi pupuk organik secara mandiri berakibat pada besarnya
biaya yang harus dikeluarkan dalam pemenuhan kebutuhan pupuk. Sehingga
kedepannya petani padi organik diharapkan agar mampu mengembangkan atau
memproduksi sendiri pupuk organik.
Informasi selanjutnya yang diketahui dalam pengeluaran biaya variabel
oleh petani padi adalah biaya agen hayati ataupun pestisida. Mengacu pada Tabel
9. Diketahui bahwa penggunakaan pestisida pada usahatani padi anorganik
memiliki pengeluaran yang lebih besar daripada usahatani padi organik, yaitu
66
masing-masing sebesar Rp 750.000/ha/ musim tanam untuk padi organik dan Rp
1.002.582/ha/ musim tanam untuk padi anorganik. Untuk penggunaan agen hayati
pada usahatani padi organik, petani menggunakan jenis, Bakteri Merah, Verti dan
Corrin dalam melakukan pengendalian hama penyakit pada tanaman. Berdasarkan
data yang diperoleh dapat diketahui rata-rata penggunaan agen hayati sejumlah 30
liter per musim tanam. Namun menurut pernyataan dari petani pada proses
wawancara, dijelaskan bahwa penggunan agen hayati dalam pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dilakukan ketika terjadi serangan yang
dirasa telah melewati ambang batas.
Kelompok tani Sumber Urip dalam kegiatan pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) mendapat dukungan penuh dari Pos Pelayanan
Agensi Hayati (PPAH) wilayah Banyuwangi sebagai mitra dalam hal penyedia
agensi hayati sebagai pengganti pestisida kimia. Sedangkan untuk pestisida yang
digunakan oleh petani padi anorganik terdiri dari dua jenis pestisida, yaitu
pestisida cair dan bubuk. Sedangkan untuk pengaplikasiannya secara semprot dan
tabur. Adapun macam-macam jenis atau merk yang dipakai oleh petani yaitu
Virtako, Regent, Miotrin, Antrakol, Furadan, dan Starban.
Biaya variabel lainnya dalam usahatani adalah terletak pada biaya tenaga
kerja yang dikeluarkan. Secara umum sebagian besar penggunaan kerja pada
lokasi penelitian menggunakan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Namun ada
juga tenaga kerja dari dalam keluarga, meliputi penyiangan dan memasukan air
dari irigasi ke lahan. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa
pengeluaran biaya tenaga kerja pada usahatani padi organik dan usahatani padi
67
anorganik membutuhkan biaya rata-rata upah sebesar Rp 1.404.87/ha/ musim
tanam dan Rp 1.334.547/ha/ musim tanam. Untuk kegiatan dalam usahatani padi
organik dan usahatani padi anorganik yang menggunakan tenaga kerja yang
terbesar terdapat pada kegiatan pemupukan, yaitu masing-masing biaya rata-rata
sebesar Rp 223.438/ha/ musim tanam dan Rp 378.750/ha/ musim tanam .
Mengacu pada pengeluaran yang digunakan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa penggunaan tenaga kerja pada kedua jenis usahatani tersebut hampir
membutuhkan upah pengeluaran yang hampir sama untuk tenaga kerja.
Nominal tertinggi pada biaya tetap baik usahatani padi organik dan padi
anorganik dikeluarkan untuk estimasi biaya sewa lahan. Untuk nominal tertinggi
pada biaya variabel dari kedua jenis usahatani terletak pada kegiatan penyedian
pupuk bagi tanaman. Berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan
sebelumnya dapat diketahui total pengeluaran biaya produksi usahatani padi
organik dan usahatani padi anorganik. Nilai total pengeluaran rata-rata pada
usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik, sebesar Rp 11.042.735/ha/
musim tanam untuk rata-rata total biaya usahatani padi organik. Sedangkan untuk
petani anorganik diperoleh pengeluaran rata-rata sebesar Rp 11.154.570/ha/
musim tanam. Berdasarkan hasil dan pembahasan pada uraian diatas menurut
teori Andoko (2002 : 78) mengatakan untuk biaya total padi organik lebih kecil
dari pada total biaya usahatani padi anorganik itu benar, karena dapat ditarik
kesimpulan total biaya produksi usahatani padi organik sedikit lebih rendah
daripada total biaya produksi padi anorganik.
68
5.2 Analisis Penerimaan dan Pendapatan Padi Organik dan Padi Anorganik
Hasil analisis penerimaan dan pendapatan padi organik dan padi anorganik
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis Penerimaan dan Pendapatan Padi Organik dan Anorganik
No Uraian Padi Organik Padi Anorganik
Jumlah produksi (kg/ha) 5202 kg 6205 kg
Harga Jual (Rp/kg) Rp 5200 Rp 4300
1 Penerimaan (Rp/kg) Rp 27.048.320 Rp 26.681.500
Biaya tetap (Rp/ha) Rp 6.53.860 Rp 6.547.600
Biaya Variabel (Rp/ha) Rp 4.505.875 Rp 4.606.970
2 Biaya total (Rp/ha) Rp 11.042.735 Rp 11.154.570
3 Pendapatan (Rp/ha) Rp 16.005.585 Rp 15.526.930
4 R/C rasio 2,4 1,7 Sumber: Data Primer (Diolah), 2018
5.2.1 Penerimaan Padi Organik dan Padi Anorganik
Penerimaan usahatani merupakan nilai dari total produksi usahatani
(output) yang diperoleh petani (Soekartawi,2016:56). Output dari kegiatan
usahatani padi baik padi organik maupun anorganik adalah berupa padi saat
memasuki masa panen. Hasil wawancara dengan petani responden menunjukan
bahwa mayoritas petani menggunakan sistem tebasan dalam model penjualan
yang diterapkan. Sistem tebasan untuk hasil panen padi organik melibatkan pihak
UD. Sritanjung Lestari sebagai perusahaan mitra dan penyalur produk beras
organik ke konsumen. Sedangkan untuk petani anorganik, petani bebas memilih
antara dijual ke pihak perusahaan atau penebas lainnya. Oleh karena itu, petani
responden disini tidak melakukan panen dan pascapanen lebih lanjut, melainkan
69
sepenuhnya menjadi tanggung jawab penebas atau pengepul yaitu pihak
perusahaan atau para penebas.
Penerimaan usahatani padi yang diperoleh kelompok tani Sumber Urip
dipengaruhi oleh jumlah produksi dalam kegiatan usahatani yang dijalankan.
Jumlah produksi yang tinggi nantinya akan menghasilkan penerimaan menjadi
semakin besar dan sebaliknya. Mengacu pada hasil analisis penerimaan padi
organik dan padi anorganik yang disajikan pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa
jumlah produksi pada padi anorganik satu kali musim tanam lebih tinggi dengan
nilai produksi seberat 6,205 kg/ha dibandingkan dengan 5,202 kg/ha pada padi
organik. Namun jika melihat dari penerimaan usahatani padi organik sedikit lebih
tinggi dibandingkan penerimaan usahatani padi anorganik dengan masing-masing
sejumlah Rp 27.048.320 per ha dan Rp 26.861.500 per ha. Hal itu dikarenakan
terdapat perbedaan nilai jual yang lebih tinggi antara padi organik dengan padi
anorganik. Jika pada padi anorganik harga rata-rata gabah per kilo senilai Rp
4.300 per kilo. Sedangkan nilai rata-rata harga gabah pada padi organik sejumlah
Rp 5.200 per kilo. Berdasarkan hasil penelitian Indah Wulandari yang berjudul
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dengan Padi
Anorganik (kasus: Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede Kecamatan Bogor
Barat) benar bahwa hasil penerimaan padi organik lebih tinggi dibandingkan hasil
penerimaan padi anoganik. Adapun perhitungan penerimaan usahatani padi
kelompok tani Sumber urip dan kelompok tani Harta Jaya dapat dilihat pada
Lampiran 3.
70
5.2.2 Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
Pendapatan usahatani merupakan salah satu indikator keberhasilan atau
tidaknya suatu usahatani dijalankan. Pendapatan usahatani dapat diketahui dengan
cara jumlah total penerimaan dikurangi biaya total usahatani. Pada Tabel 9.
Diketahui bahwa rata-rata penerimaan hasil usahatani padi organik sebesar Rp
27.048.320 dan penerimaan padi anorganik sebesar Rp 26.681.500. sedangkan
untuk biaya total padi organik dan padi anorganik yang diketahui secara urut yaitu
sebesar Rp 11.042.735 per hektar dan Rp 11.154.570 per hektar. Sehingga pada
analisis perhitungan diketahui bahwa jumlah perolehan rata-rata pendapatan
usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik
dengan nilai sebesar Rp 16.005.585 dibandingkan Rp 15.526.930. Berdasarkan
hasil penelitian Indah Wulandari yang berjudul Analisis Perbandingan Pendapatan
Usahatani Padi Organik dengan Padi Anorganik (kasus: Kelurahan Sindang Barat
dan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat) mengatakan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara pendapatan padi organik dan padi non organik. Hal ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa hasil pada penelitian ini sama terkait perbedaan
pendapatan antara padi organik dan padi anorganik. Perhitungan keuntungan padi
organik dapat dilihat pada Lampiran 3.
5.3 R/C Rasio Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
R/C rasio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya yang
digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan atau efisiensi pada dua jenis
usahatani yang dijalankan. Tingginya pendapatan usahatani tidak selalu
71
menjadikan usahatani yang dijalankan lebih efisien dari segi biaya dibandingkan
dengan pendapatan yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan pendapatan tidak
membuktikan balas jasa dalam penggunaan faktor produksi yang dijalankan.
Untuk mengetahui kelayakan yang diperoleh maka menggunakan analisis R/C
rasio yang menunjukan besarnya penerimaan tiap satu satuan biaya yang
dikeluarkan. Semakin besar nilai R/C rasio akan menghasilkan penerimaan
usahatani yang semakin besar dibandingkan dengan biaya produksi yang
dikeluarkan dalam berusahatani.
Berdasarkan Tabel 9 sisi tingkat kelayakan antara usahatani organik dan
anorganik menunjukan nilai yang hampir sama. Nilai R/C rasio dari kedua metode
tersebut masing-masing berada pada angka 2,4 untuk usahatani padi organik dan
R/C rasio 1,7untuk usahatani padi anorganik. Hal ini dikarenakan sistem padi
organik dan anorganik telah layak untuk dilaksanakan karena memiliki R/C rasio
lebih dari 1. Nilai R/C rasio dari usahatani padi organik mengindikasi setiap
usahatani sebesar Rp. 1,- akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,4.
Sedangkan untuk usahatani padi anorganik mengindikasikan setiap pengeluaran
usahatani sebesar Rp. 1,- akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,7.
Berdasarkan hasil penelitian Indah Wulandari yang berjudul Analisis
Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dengan Padi Anorganik (kasus:
Kelurahan Sindang Barat dan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat) benar, bahwa
untuk tingkat kelayakan usahatani padi organik lebih layak dibandingkan
usahatani padi anorganik.
72
5.4 Analisis Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Padi
Anorganik
Uji beda yang dilakukan pada pendapatan usahatani padi organik dan
usahatani padi anorganik berguna untuk mengetahui perbedaan secara statistik
antara total pendapatan pada usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik.
Sebelum dilakukan uji beda dua populasi dengan Uji t test, terlebih dahulu
dilakukan uji F untuk mengetahui apakah kedua populasi tersebut mempunyai
ragam yang homogen atau tidak homogen.
Kedua kelompok data dikatakan homogen jika dk (derajat kebebasan)
untuk rumus varian populasi dan t table adalah N1 + N2 -2 yaitu 20+20-2,
sedangkan dk (derajat kebebasan) tidak homogen maka dk (derajat kebebasan)
adalah N1 -1 atau N2 -1 yaitu 20-1. Pada penelitian ini jumlah sampel yang sama
yaitu 20, maka F table dengan tingkat kesalahan sebesar 5 % adalah 2,165. Maka
rumus t untuk sampel yang sama yakni Separated Varian. Berikut adalah hasil uji
beda total pendapatan antara usahatani padi organik dan padi anorganik.
Tabel 11. Hasil Analisis Uji Beda Total Pendapatan Usahatani Padi Organik dan
Usahatani Padi Anorganik
Hasil Usahatani Padi Organik Usahatani Padi Anorganik
N1 = 20
Varian = 27.411.902.618.525
N1 = 20
Varian = 9.242.211.429.609
F = Varian Terbesar = 27.411.902.618.525 = 2,97
Varian Terkecil 9.242.211.429.609
F hitung 2,97 > F table 2,165
S2 = 702.031.762.748.995
t hitung 18,48 > t table 2,093 = Ho ditolak
Sumber : Data primer (diolah), 2018
73
Berdasarkan hasil perhitungan uji F pada tabel 11 diketahui bahwa, F
hitung lebih besar dibandingkan F tabel yaitu 2,97 > 2,165. Dengan demikian
kedua kelompok varian data adalah tidak homogen, sehingga dk adalah N1-1 atau
N2-1 yaitu 20-1 = 19, dengan taraf kesalahan sebesar 5 %, maka T tabel adalah
2,093. Dari hasil t hitung antara pendapatan usahatani padi organik dan usahatani
padi anorganik diperoleh hasil sebesar 18,48.
Dari tabel 11, diketahui bahwa t hitung > t tabel, sehingga Ho ditolak,
maka terdapat perbedaan pendapatan antara petani padi yang menggunakan sistem
organik dengan petani padi yang menggunakan sistem anorganik. Perbedaan ini
dikarenakan rata-rata total biaya usahatani padi organik lebih rendah dibandingkan
usahatani padi anorganik, selain itu rata-rata penerimaan padi organik lebih besar
dibandingkan rata-rata penerimaan padi anorganik, sehingga rata-rata pendapatan
padi organik lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik. Hal ini lah yang
menyebabkan perbedaan pendapatan pada usahatani padi organik dan pendapatan
usahatani padi anorganik.
Berdasarkan hasil penelitian Indah Wulandari yang berjudul Analisis
Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dengan Padi Anorganik (kasus:
Kelurahan Sindang Barat dan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat). Terkait hasil uji
beda pada perbandingan pendapatan terdapat perbedaan yang signifikan, sesuai
dengan hasil dan pembahasan pada penelitian ini terkait uji beda yang dilakukan
perbedaan ini dikarenakan rata-rata total biaya usahatani padi organik lebih rendah
dibandingkan usahatani padi anorganik, selain itu penerimaan, pendapatan padi
organik lebih besar dibandingkan penerimaan dan pendapatan padi anorganik.
74
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai “Perbandingan Pendapatan
Padi Organik Pada Kelompok Tani Sumber Urip dan Padi Anorganik pada
Kelompok Tani Harta Jaya. Maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi organik pada kelompok
tani Sumber urip adalah rata-rata sebesar Rp 11.042.735 ,- sedangkan untuk
usahatani padi anorganik pada kelompok tani Harta Jaya adalah sebesar Rp
11.154.570. Dengan rincian biaya tetap usahatani padi organik sebesar Rp
6.536.860/ha/satu musim tanam sedangkan biaya tetap pada usahatani padi
anorganik sebesar Rp 6.547.600/ha/satu musim tanam. Rata-rata total biaya
yang dikeluarkan oleh usahatani padi anorganik sedikit lebih besar dibanding
dengan rata-rata total biaya usahatani padi organik dikarenakan oleh beberapa
faktor antara lain : benih dan pestisida yang di pakai terlalu banyak.
2. Besarnya jumlah pendapatan atas rata-rata biaya total per satu kali musim
tanam yang diterima oleh petani padi organik lebih besar sebanyak Rp
16.005.585 ,- dibandingkan pendapatan atas rata-rata biaya total yang
diperoleh oleh petani padi anorganik lebih kecil sebesar Rp 15.526.930,-.
Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh kedua kelompok tani sama-sama
menguntungkan. Hal ini tersebut terlihat pada nilai kelayakan usahatani yang
didapatkan, nilai R/C rasio usahatani padi organik lebih layak dengan nilai 2,4
dibandingkan dengan padi anorganik senilai 1,7. Berdasarkan dari hasil
75
perhitungan uji perbedaan pendapatan usahatani padi organik dan usahatani
padi anorganik dapat diketahui bahwa ada perbedaan pendapatan yang
signifikan antara usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa, t hitung > t tabel dengan nilai
18,84 > 2,093, sehingga Ho ditolak.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh diatas, saran yang diberikan
berkaitan perbandingan pendapatan usahatani padi organik dan usahatani padi
anorganik sebagai berikut :
1. Mengacu pada hasil penelitian, menunjukan bahwa total biaya usahatani padi
organik lebih rendah dibandingkan total biaya padi anorganik dan untuk
pendapatan, tingkat kelayakan padi organik lebih tinggi dibandingkan
usahatani secara anorganik. Anggota Kelompok Tani Harta Jaya sebaiknya
beralih ke usahatani padi organik serta bekerja sama dengan Kelompok Tani
Sumber Urip untuk melaksanakan usahatani padi Organik.
76
DAFTAR PUSTAKA
Andoko A. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.
Anggraini, F, A. Suryanto., dan N. Aini. 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit
pada Tanaman Padi Sawah (Oryza Sative L.) Varietas INPARI 13 J.
Produksi Tanaman. 1 (2) : 52-60.
Anuhrah, I.S., Sumedi., dan I.P. Wardana. 2008. Gagasan dan Implementasi
System of Rice Intensification (SRI) dalam Kegiatan Budidaya Padi
Ekologis (BPE). Analisis Kebijakan Pertanian. 6(1): 75-99.
Badan Pusat Statistik. 2015. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi
Sawah dan Ladang, 2013-2015. https://jatim.bps.go.id/ Diakses pada tanggal 20 April 2018
Deva, A., 2017. Perbandingan Pendapatan Usahatani Kentang Monokultur dan
Tumpangsari (Studi Kasus : Desa Kebun Baru, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kabupaten Kerinci, Jambi). [skripsi]. Jakarta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Sains dan Teknologi.
Hakim, Maulana Rizal. 2013. Analisis Perbandingan Usahatani Kentang Tiga
Desa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. [skripsi].
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Haryono, G. 2010. Budidaya Padi Organik Majalah Ilmiah Dinamika.
INFOAM. 2005. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik. In: Infoam General
Assembly.
Ilyas., S., A. Sudarsono., T.S. Kadir., A. Yukti., Y. Fiana., S. Fadhilah., dan U.S.
Nugraha. 2007. Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi.
Bogor: IPB., riset Unggulan Kemitraan.
Kalsim, D.K. 2007. Rencana Oprasional Sistem Irigasi untuk Pengembangan
S.R.I. (Online). (http://www.tep.Faperta.ipb.ac.id, diakses pada 20 april
2018).
Kementerian Pertanian,2017. Statistik Pertanian 2017. Jakarta.
Karyono TH. 2001. Wujud Kota Tropis di Indonesia : Suatu Pendekatan Iklim,
Lingkungan dan Energi. Jakarata.
Lokadata.2017. Jumlah penduduk dan pertumbuhannya tahun 2007-2016.
[Online] [diakses pada 20 Agustus 2018]; tersedia pada
https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/jumlah-penduduk-indonesia-
dan-pertumbuhannya-2007-2016-1499396486.
77
Nugraha, R., dan E. Sulityowati. 2010. Efektifitas Kompos Sapah Perkotaan
Sebagai Pupuk Organik dalam Menigkatkan Produktivitas dan
Menurunkan Biaya Produksi Budidaya Padi. Bandung.
Nurgiyantoro, Mochamad Yadi dan Elang Ilik Martawijaya. 2011. Sukses Bisnis
Jamur Tiram di Rumah Sendiri. Bogor : IPB Press
Padangaran, Ayub M. 2013. Analisis Kuantitatif pembiayaan Perusahaan
Pertaian. Bogor : IPB Press.
Partino, HR dan HM Idrus. 2009. Statistis Deskriptif. Yogyakarta: Safiria Insani
Press.
Poetryani, A. 2011 Analisis Perbandingan Efisiensi Usaha Tani Padi Organik
dengan Anorganik. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Depertemen Agribisnis.
Rance U, Abdi. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi Teori dan
APlikasi Alfabeta, Bandung.
Salikin KA. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Shinta, Agustina. 2011. E-Book Ilmu Usahatani. Malang : Universitas Brawijaya
Press.
Silikin KA. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisis., Yogyakarta.
Soekartawi. 2016. Ilmu Usahatani. Jakarta : Universitas Indonesia (UI press).
Soetrisno, R. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian: Sebuah Tinjauan
Sosiologis. Kanisius, Yogyakarta.
Sugoyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.
Suratiyah, Ken. 2016. Ilmu Usahatani Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.
Supranto, M.I. Setatistik Teori dan Aplikasi. Ed ke-7 (Erlangga, 2009).
Sutanto r. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan
Berkembangan. Kanisius, Jakarta.
Wahyuni., S., T.S. Kadir dan U.S. nugraha 2006. Hasil dan Benih Padi Gogo
pada Lingkungan Tumbuh Berbeda. Penelitia Pertanian tanaman Pangan. 25 (1):
30-37.
78
Wahyuni Indah. 2011. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi
Organik dengan Usahatani Padi Anorganik (Kasus: Kelurahan Sindang
Barang dan Situ gede, Kecamatan Bogor Barat). [Skripsi]. Bogor.
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Winangun YW. 2005. Membangun Karakter Pertanian Organik dalam era
Globalisasi, Kanisius, Yogyakarta.
Winartha, I Made, 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi, CV. Andi Offict,
Yogyakarta.
79
Lampiran
Lampiran 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Banyuwangi 2014-2015
Sumber : BPS (2015)
NO Kabupaten 2014 2015
Luas Panen
(Ha)
Produktivitas
(KW/ha)
Produksi (ha) Luas Panen
(Ha)
Produktivitas
(kw/ha)
Produksi (Ton)
1 Pacitan 34 325 46,72 160 364 37 132 44,63 165 713
2 Ponorogo 66 133 63,56 420 357 69 010 64,19 442 989
3 Trenggalek 28 403 59,70 169 560 29 799 62,25 185 484
4 Tulungagung 47 238 61,20 289 083 49 761 60,22 299 674
5 Blitar 52 608 57,59 302 958 56 353 62,55 352 505
6 Kediri 51 118 55,95 286 003 56 082 59,57 334 097
7 Malang 64 889 67,52 438 116 67 648 69,52 470 283
8 Lumajang 72 589 55,19 400 617 75 733 57,32 434 074
9 Jember 164 307 59,55 978 373 164 656 61,03 1 004 898
10 Banyuwangi 115 645 64,66 747 808 131 943 65,20 860 239
11 Bondowoso 59 710 53,00 316 465 70 862 53,74 380 812
12 Situbondo 44 176 57,40 253 556 58 713 55,34 324 901
13 Probolinggo 60 070 48,70 292 546 62 781 47,36 297 358
14 Pasuruan 98 089 67,42 661 321 106 307 67,98 722 642
15 Sidoarjo 30 349 66,66 202 309 30 266 79,10 239 400
16 Mojokerto 50 779 59,31 301 178 53 945 59,35 320 174
17 Jombang 69 098 62,40 431 175 74 387 60,58 450 655
18 Nganjuk 82 433 57,23 471 760 87 728 60,79 533 321
19 19. Madiun 81 679 63,71 520 417 81 498 64,33 524 281
20 Magetan 47 360 64,08 303 495 48 678 63,82 310 663
21 Ngawi 122 923 60,06 738 304 124 430 61,14 760 725
22 Bojonegoro 150 945 56,17 847 857 145 254 57,26 831 791
23 Tuban 85 549 62,85 537 665 87 984 62,09 546 310
24 Lamongan 153 968 62,29 959 135 145 278 64,37 935 176
25 Gresik 62 053 60,68 376 553 61 136 64,74 395 812
26 Bangkalan 52 284 59,69 312 080 50 104 62,50 313 159
27 Sampang 47 973 50,48 242 174 46 667 53,38 249 124
28 Pamekasan 26 830 56,78 152 341 26 601 59,34 157 858
29 Sumenep 33 265 57,02 189 670 34 516 59,35 204 847
80
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Usahatani Padi Organik dan Usahatani Padi
Anorganik
Assalamualaikum Wr. Wb.
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi “Analisis
Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
(Studi Kasus Kelompok Tani Sumber Urip dan Kelompok Tani Harta Jaya) Desa
Watukebo, Kec. Blimbingsari, Kab. Banyuwangi, Jawa Timur, oleh Dhimas
Rozil Gufron (1114092000001) Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
KUESIONER USAHATANI PADI ORGANIK/ANORGANIK
Petunjuk Pengisian
1. Isian jawaban pada kolom atau tempat tersedia sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya.
2. Hasil pengisian kuesioner ini hanya ditunjukan untuk penelitian ilmiah
semata.
A. Data Responden
1. NAMA :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
a. Laki-laki
b. Wanita
4. Pendidikan Terakhir (lingkari salah satu)
a. Tidak Sekolah
b. Tidak Tamat SD
c. SD/sederajat
d. SMP/sederajat
e. Universitas (D3/S1)
81
f. Lainnya, yaitu….
5. Jumlah Anggota Keluarga
a. 2
b. 3
c. 4
d. 5
6. Pekerjaan
a. Utama : b. Sampingan :
7. Lamanya Berusahatani
a. 3 thn
b. 4 thn
c. 5 thn
d. 6 thn
e. 7 thn
f. >7thn
B. Penguasaan Lahan dan Model
1. Luas lahan yang dimiliki
a. Lahan milik sendiri :………ha
b. Lahan Sewa :………ha
2. Pajak sewa lahan : Rp……….ha
3. Harga sewa lahan :
4. Varietas padi yang ditanam :
5. Umur panen :
6. Awal diperoleh benih padi :
7. Informasi benih unggul
a. Penyuluh
b. Kelompok Tani
c. Media Penyiaran
d. Lainnya:…….
82
8. Tingkat Pendapatan/bulan
a. Rp 300.000-Rp 500.000
b. Rp 500.000-Rp 1.000.000
c. >Rp 1000.001
C. Biaya Produksi Usahatani Padi Organik/Anorganik
1. Biaya Sarana Produksi
No Jenis Saprodi Jumlah
(kg/L
Harga/satuan
(Rp)
Total Biaya
1 Benih
2 Pupuk
a. Kandang
b. Urea
c. ZA
d. NPK
e. Lainnya…
3 Pestisida
4
5
6
Jumlah
83
2. Biaya Tetap
No Uraian Jumlah
Fisik
Satuan Harga per
satuan
(Rp)
Total
(Rp)
1 Biaya Sewa Lahan
2 Biaya pajak
3 Biaya irigasi
4 Biaya Sewa Traktor
5
6
7 Biaya Penyusutan Peralatan
Jenis alat Jumlah
unit
Harga
awal
(Rp) &
Harga
akhir
Perkiraan
pemakaian
(tahun)
Total
(Rp)
Cangkul
Sabit/Clurit
Ember
Garu
Tengki/Handsprayer
3. Biaya lain-lain
No Uraian Satuan
Fisik
Satuan Harga/satuan
(Rp)
Total
biaya
(Rp)
1 Biaya Angkut
2 Penanganan
pasca panen
3
4
Total
84
D. Hasil Produksi
No Tenaga (kegiatan) Tenaga Kerja dalam keluarga
Jumlah
(Orang)
Jam Kerja Upah (Rp)
1 Pengolahan Lahan
2 Pembibitan
3 Pengairan
4 Penanaman
5 Pemupukan
6 Penyemprotan
7 Penyiangan
8 Pemanenan
9
10
Kegiatan Tenaga Kerja Luar keluarga
Jumlah
(orang)
Jam Kerja Upah (Rp)
1 Pengolahan Lahan
2 Pembibitan
3 Pengairan
4 Penanaman
5 Pemupukan
6 Penyemprotan
7 Penyiangan
8 Pemanenam
9
10
Pernyataan :
a. Adakah kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja local ?...
b. Apakah pemuda di desa ini tidak suka bekerja di sektor pertanian
?...
c. Bagaimana keterampilan tenaga kerja dalam mengoperasikan alat
mesin pertanian ?.....
TTD Petani
85
Lampiran 3. Data Petani Padi Organik dan Anorganik
No Petani Organik Umur Petani
Anorganik
Umur
1 Saidi 45 Pahrul 38
2 Miswat 56 Satrio 53
3 Nyoman 40 Abdul 53
4 Ponidi 52 Tarmadi 55
5 Sunaryo 48 Sariyah 60
6 Ahmad Royani 40 Sunaryo 55
7 Sutrisno 36 Ulwiyah 45
8 Ishaq 53 Ardiyanto 48
9 Isman 40 Syamsuri 63
10 Hendro 45 Syafa’at 40
11 Buasan 55 Tukiran 68
12 Paiman 51 Gimin 52
13 Samsuri 39 Suwito 61
14 Heru 36 Mijan 72
15 Sahroni 45 SUyatno 52
16 Suroso 56 Saiful 39
17 Suparno 49 Royan 42
18 Sumito 42 Made 51
19 Supiyan 36 Miluh 68
20 Muklis 39 Kamal 37
86
Lampiran 4. Biaya Tetap Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
No Usahatani Padi Organik Usahatani Padi Anorganik
Pajak Lahan
(Rp/ha)
Sewa lahan
(Rp/ha)
Sewa
Traktor
(Rp/ha)
Pajak Lahan
(Rp/ha)
Sewa Lahan
(Rp/ha)
Sewa
Traktor
1 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000
2 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000
3 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000
4 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 5 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 6 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 7 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 8 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 9 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 10 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 11 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 12 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 13 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 14 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 15 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 16 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 17 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 18 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 19 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000 20 200.000 5.000.000 1.250000 200.000 5.000.000 1250000
87
Lampiran 5. Biaya Irigasi Padi Organik dan Padi Anorganik
No Irigasi Padi Organik
(Rp/ha)
Irigasi Padi Anorganik
(Rp/ha)
1 20.000 20.000
2 20.000 20.000
3 20.000 20.000
4 20.000 20.000
5 20.000 20.000
6 20.000 20.000
7 20.000 20.000
8 20.000 20.000
9 20.000 20.000
10 20.000 20.000
11 20.000 20.000
12 20.000 20.000
13 20.000 20.000
14 20.000 20.000
15 20.000 20.000
16 20.000 20.000
17 20.000 20.000
18 20.000 20.000
19 20.000 20.000
20 20.000 20.000
88
Lampiran 6. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Padi Organik
Responden Biaya Penyusutan Alat (Rupiah) Total
Cangkul Sabit Ember Garu Handsprayer
1 10.000 10.000 3000 3000 30000 56.000
2 10000 10000 1000 3000 40000 64000
3 10000 12000 3000 3000 30000 58.000
4 15000 10000 1500 3000 30000 59500
5 20000 10000 3000 4000 30000 67.000
6 30000 18000 1400 3000 50000 102400
7 15000 5000 2000 4000 30000 56.000
8 10000 10000 1000 3000 30000 54000
9 30000 12000 2000 3000 40000 87.000
10 15000 10000 2000 4000 30000 61000
11 10000 10000 1500 4000 40000 65.500
12 15000 16000 2000 3000 40000 76000
13 20000 5000 1500 3000 30000 59.500
14 20000 5000 4500 4000 30000 63500
15 20000 5000 1000 3000 30000 59.000
16 20000 5000 1500 3000 30000 59500
17 20000 10000 3000 3000 30000 66.000
18 20000 18000 1500 3000 40000 82500
19 20000 12000 4800 3000 40000 79.800
20 20000 5000 3000 3000 30000 61000
Rata-Rata 66.860
89
Lampiran 7. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Padi Anorganik
No Biaya Penyusutan Alat (Rupiah ) Total
(Rp) Cangkul Sabit Ember Garu Handsprayer
1 20000 5000 2000 3000 30000 60000
2 40000 7000 3000 3000 30000 83000
3 30000 9000 1400 3000 30000 73400
4 40000 18000 1400 3000 30000 92400
5 30000 8000 2000 3000 30000 73000
6 17000 7000 1400 3000 35000 63400
7 30000 6000 2400 3000 35000 76400
8 15000 8000 1400 3000 70000 97400
9 15000 9000 2000 3000 80000 109000
10 15000 8000 1500 3000 30000 57500
11 15000 8000 2000 3000 35000 63000
12 15000 9000 1500 3000 30000 58500
13 15000 18000 2000 3000 30000 68000
14 15000 18000 2000 3000 70000 108000
15 15000 18000 2000 3000 30000 68000
16 15000 8000 2000 3000 35000 63000
17 15000 8000 2000 3000 80000 108000
18 15000 9000 2000 3000 35000 64000
19 15000 8000 2000 3000 30000 58000
20 15000 8000 2000 3000 80000 108000
Rata-Rata (Rupiah) 77.600
90
Lampiran 8. Biaya Kebutuhan Benih Padi Organik dan Padi Anorganik
No
Benih Organik Benih Anorganik
Kuantitas
(kg/ha)
Harga (kg) Total
(kg/ha)
Kuantitas
(kg/ha)
Harga
(kg)
Total
(kg/ha)
1 30 12.000 360000 40 12.000 480000
2 30 12.000 360000 40 12.000 480000
3 30 12.000 360000 40 12.000 480000
4 30 12.000 360000 40 12.000 480000
5 30 12.000 360000 40 11.000 440000
6 30 12.000 360000 40 12.000 480000
7 30 11.000 330000 40 12.000 480000
8 30 12.000 360000 40 12.000 480000
9 30 12.000 360000 40 12.000 480000
10 30 12.000 360000 40 12.000 480000
11 30 11.000 330000 40 12.000 480000
12 30 12.000 360000 40 12.000 480000
13 30 11.000 330000 40 12.000 480000
14 30 11.000 330000 40 12.000 480000
15 30 11.000 330000 40 12.000 480000
16 30 11.000 330000 40 12.000 480000
17 30 12.000 360000 40 12.000 480000
18 30 12.000 360000 40 12.000 480000
19 30 12.000 360000 40 12.000 480000
20 30 12.000 360000 40 12.000 480000
Rata-Rata (Rupiah) 351.000 Rata-Rata (Rupiah ) 478.000
91
Lampiran 9. Biaya Pupuk Usahatani Padi Organik
NO
Pupuk
Luas
Lahan (ha)
Kuantitas
(kg)
Harga
(kg) Total
1 Kandang 1 5000 400 2000000
2 Kandang 1 5000 400 2000000
3 Kandang 1 5000 400 2000000
4 Kandang 1 5000 400 2000000
5 Kandang 1 5000 400 2000000
6 Kandang 1 5000 400 2000000
7 Kandang 1 5000 400 2000000
8 Kandang 1 5000 400 2000000
9 Kandang 1 5000 400 2000000
10 Kandang 1 5000 400 2000000
11 Kandang 1 5000 400 2000000
12 Kandang 1 5000 400 2000000
13 Kandang 1 5000 400 2000000
14 Kandang 1 5000 400 2000000
15 Kandang 1 5000 400 2000000
16 Kandang 1 5000 400 2000000
17 Kandang 1 5000 400 2000000
18 Kandang 1 5000 400 2000000
19 Kandang 1 5000 400 2000000
20 Kandang 1 5000 400 2000000
Rata-Rata (Rupiah) 2.000.000
92
Lampiran 10. Biaya Pupuk Usahatani Padi Anorganik
No
Pupuk Anorganik
Urea SP36 KCl NPK TSP Phonska ZA Kandang
1 450000 100000 0 0 200000 230000 0 0
2 360000 100000 0 0 200000 230000 140000 0
3 360000 200000 0 0 0 230000 0 0
4 90000 0 0 0 200000 230000 0 500000
5 135000 0 0 200000 0 230000 140000 500000
6 135000 200000 0 0 100000 230000 0 500000
7 90000 0 0 200000 300000 230000 0 500000
8 90000 0 140000 0 0 230000 0 500000
9 450000 200000 0 0 0 230000 210000 0
10 90000 0 0 100000 0 230000 70000 500000
11 450000 200000 0 200000 200000 230000 0 0
12 360000 200000 140000 0 200000 230000 140000 500000
13 180000 200000 140000 0 0 230000 140000 0
14 135000 200000 0 0 0 230000 140000 0
15 135000 200000 0 0 200000 230000 0 0
16 135000 0 0 300000 0 230000 0 0
17 270000 0 0 0 200000 230000 0 0
18 135000 140000 0 300000 230000 140000 0
19 270000 200000 0 0 0 230000 0 500000
20 360000 200000 0 200000 200000 230000 140000 0
Rata 234000 110000 140000 220000 209.091 230000 148750 500000
Total 1.791.841
93
Lampiran 11. Biaya Agen Hayati UsahaTani Padi Organik
No
Corrine(lt) Verti (lt) BM (Lt)
Total
(lt)
Harga
Rp/lt total (Rp)
1 10 10 10 30 25.000 750000
2 10 10 10 30 25.000 750000
3 10 10 10 30 25.000 750000
4 10 10 10 30 25.000 750000
5 10 10 10 30 25.000 750000
6 10 10 10 30 25.000 750000
7 10 10 10 30 25.000 750000
8 10 10 10 30 25.000 750000
9 10 10 10 30 25.000 750000
10 10 10 10 30 25.000 750000
11 10 10 10 30 25.000 750000
12 10 10 10 30 25.000 750000
13 10 10 10 30 25.000 750000
14 10 10 10 30 25.000 750000
15 10 10 10 30 25.000 750000
16 10 10 10 30 25.000 750000
17 10 10 10 30 25.000 750000
18 10 10 10 30 25.000 750000
19 10 10 10 30 25.000 750000
20 10 10 10 30 25.000 750000
Rata-Rata 750000
94
Lampiran 12. Biaya Pestisida Usahatani Padi Organik
No Biaya Pestisida (Rp)
Virtako Regent Miotrin Elson Starban bayerlatifo Plenum Antrakol Furadan
1 420000 50000 0 70000 0 60000 0 120000 0 2 0 50000 84000 35000 0 0 0 120000 35000 3 420000 0 0 70000 75000 60000 0 120000 0 4 210000 0 0 0 75000 60000 0 0 0 5 0 50000 84000 35000 0 0 0 120000 0 6 210000 0 0 0 0 60000 175000 0 0 7 210000 0 0 35000 75000 0 0 0 35000 8 210000 50000 0 0 75000 0 0 120000 0 9 0 50000 84000 35000 0 60000 350000 0 0 10 210000 0 0 0 75000 0 0 0 0 11 420000 50000 0 0 75000 0 175000 0 0 12 0 50000 84000 0 0 60000 0 0 35000 13 420000 0 0 0 75000 0 0 0 0 14 0 50000 84000 35000 0 60000 0 0 35000 15 210000 0 0 35000 0 120000 0 0 0 16 0 50000 84000 0 0 60000 0 0 0 17 420000 0 0 0 75000 0 175000 0 35000 18 210000 50000 0 35000 0 120000 0 0 0 19 0 50000 84000 0 75000 0 0 120000 0 20 420000 0 0 35000 0 60000 0 0 35000 Rata 306923 50000 84000 42000 75000 70909 218750 120000 35000 Total 1.002.582
95
Lampiran 13. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik
No Biaya Tenaga Kerja (Rupiah)
Olah
Lahan
Semai Pengairan Nanam Mupuk Nyemprot Penyiangan
1
206.250
100.000
22.500
660.000
375.000
240.000
450.000
2
37.500
45.000
10.000
120.000
93.750
150.000
250.000
3
37.500
45.000
10.000
120.000
62.500
180.000
200.000
4
206.250
100.000
22.500
660.000
375.000
200.000
375.000
5
206.250
100.000
22.500
660.000
300.000
200.000
375.000
6
206.250
75.000
22.500
660.000
300.000
250.000
375.000
7
37.500
45.000
10.000
120.000
93.750
180.000
200.000
8
206.250
75.000
22.500
550.000
300.000
200.000
450.000
9
37.500
75.000
10.000
120.000
62.500
120.000
250.000
10
37.500
100.000
10.000
120.000
62.500
240.000
200.000
11
206.250
100.000
22.500
660.000
300.000
150.000
450.000
12
37.500
80.000
10.000
120.000
93.750
150.000
200.000
13
37.500
80.000
10.000
120.000
93.750
180.000
200.000
14
206.250
100.000
22.500
660.000
375.000
300.000
450.000
15
206.250
100.000
22.500
660.000
375.000
250.000
450.000
16
37.500
80.000
10.000
120.000
93.750
150.000
250.000
17
37.500
60.000
10.000
120.000
62.500
180.000
250.000
18
206.250
100.000
22.500
660.000
375.000
200.000
450.000
19
206.250
100.000
22.500
660.000
300.000
300.000
450.000
20
206.250
100.000
22.500
660.000
375.000
250.000
450.000
Rata 130313 83000 16875 411500 223438 203500 336250
Total 1.404.875
96
Lampiran 14. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Anorganik
No Biaya Tenaga Kerja (Rupiah)
Olah
Lahan
Semai Pengairan Nanam Mupuk Nyemprot Penyiangan
1
165.000
100.000 39.375
268.125
450.000
150.000
450.000
2
110.000
100.000 39.375
223.438
300.000
60.000
300.000
3
82.500
75.000 39.375
223.438
375.000
75.000
375.000
4
110.000
100.000 39.375
268.125
300.000
60.000
300.000
5
82.500
75.000 39.375
268.125
450.000
150.000
450.000
6
55.000
75.000 39.375
223.438
300.000
75.000
450.000
7
110.000
75.000 39.375
223.438
300.000
120.000
300.000
8
110.000
100.000 39.375
268.125
450.000
120.000
450.000
9
110.000
75.000 39.375
223.438
300.000
60.000
300.000
10
55.000
75.000 39.375
268.125
450.000
75.000
450.000
11
110.000
100.000 39.375
268.125
300.000
60.000
300.000
12
82.500
100.000 39.375
312.813
375.000
75.000
450.000
13
55.000
75.000 39.375
312.813
450.000
60.000
450.000
14
165.000
100.000 39.375
268.125
375.000
120.000
450.000
15
55.000
75.000 39.375
223.438
450.000
150.000
300.000
16
82.500
75.000 39.375
268.125
300.000
75.000
375.000
17
165.000
75.000 39.375
268.125
375.000
120.000
450.000
18
55.000
100.000 39.375
268.125
450.000
60.000
300.000
19
82.500
100.000 39.375
312.813
450.000
60.000
450.000
20
82.500
75.000 39.375
268.125
375.000
75.000
300.000
Rata
96.250
86.250 39.375
261.422
378.750
90.000
382.500
Total 1.334.547
97
Lampiran 15. Hasil Produksi Ushatani Padi Organik dan Anorganik
No Produksi Padi Organik Produksi Padi Anorganik
Produksi
(kg)
Harga
(Rp)
Total (Rp) Produksi
(kg)
Harga
(Rp)
Total
(Rp)
1 6615 5200 34398000 7500 4300 32250000
2 3515 5200 18278000 7300 4300 31390000
3 3485 5200 18122000 7500 4300 32250000
4 6520 5200 33904000 7200 4300 30960000
5 6540 5200 34008000 4500 4300 19350000
6 6522 5200 33914400 5000 4300 21500000
7 3545 5200 18434000 5000 4300 21500000
8 6500 5200 33800000 4700 4300 20210000
9 3520 5200 18304000 7500 4300 32250000
10 3530 5200 18356000 4500 4300 19350000
11 6500 5200 33800000 7300 4300 31390000
12 3520 5200 18304000 7500 4300 32250000
13 3740 5200 19448000 7500 4300 32250000
14 6545 5200 34034000 5000 4300 21500000
15 6620 5200 34424000 4800 4300 20640000
16 3450 5200 17940000 4700 4300 20210000
17 3515 5200 18278000 7500 4300 32250000
18 6610 5200 34372000 4600 4300 19780000
19 6515 5200 33878000 7500 4300 32250000
20 6725 5200 34970000 7000 4300 30100000
Rata-rata 5202 27.048.320 6205 26.681.500
98
Lampiran 16. Perhitungan Penerimaan, Pendapatan dan R/C rasio Usahatani Padi
Organik dan Usahatani Padi Anorganik
1. Penerimaan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Usahatani Padi
Anorganik
a. Padi Organik
TR = P x q
= Rp 5200 x 5202 kg
= Rp 27,048,320 .-
b. Padi Anorganik
TR = P x q
= Rp 4300 x 6205 kg
= Rp 26,681,500.-
2. Keuntungan (Pendapatan) Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Padi
Anorganik.
a. Padi Organik
II = TR-TC
= Rp 27,048,320 – Rp 11,042,735
= Rp 16,005,585
b. Padi Anorganik
II = TR-TC
= Rp 26,681,500 – Rp 11,154,570
= Rp 15,526,930
3. R/C Rasio Usahatani Padi Organik dan Usahatani Padi Anorganik
a. Padi Organik
= Rp 27,048,320 : Rp 11,042,735
= Rp 2,4
b. Padi Anorganik
= Rp 26,681,500 : Rp 11,154,570
= Rp 1,7
99
Lampiran 17. Hasil Analisis Uji Beda Total Pendapatan Usahatani Padi Organik
dan Usahatani Padi Anorganik
No Usahatani Padi Organik Usahatani Padi Anorganik
1 23.355.265 21.095.430
2 12.756.633 20.235.430
3 12.600.633 21.095.430
4 22.861.265 19.805.430
5 22.965.265 13,772,715
6 22.871.665 15,922,715
7 12.912.633 15,922,715
8 22.757.265 14,632,715
9 12.782.633 21.095.430
10 12.834.633 13,772,715
11 22.757.265 20.235.430
12 12.782.633 21.095.430
13 13.926.633 21.095.430
14 22.991.265 15,922,715
15 23.381.265 15,062,715
16 12.418.633 14,632,715
17 12.756.633 21.095.430
18 23.329.265 14,202,715
19 22.835.265 21.095.430
20 23.927.265 18.945.430
Total 369,804,008 360,734,165
N1 = 20
V = 27,411,902,618,525
N2 = 20
V = 9,242,211,429,609
F = Varian Terbesar = 27,411,902,618,525 = 2,97 Varian Terkecil 9,242,211,429,609
F hitung 2,97 > F tabel 2,165
S2 = 702,031,762,748,995
t hitung 18,84 > t tabel 2,093 = Ho ditolak
100
Lampiran 18 F tabel
101
Lampiran 19. T Tabel