Post on 05-Nov-2019
i
ANALISIS KETIDAKADILAN GENDER DALAM
BUKU PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI
(Studi Komparasi Buku Pendidikan Agama Islam dan
Kristen kelas XI Tingkat SMA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh
Sakbani
111-14-203
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITU AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
ii
iii
ANALISIS KETIDAKADILAN GENDER DALAM
BUKU PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI
(Studi Komparasi Buku Pendidikan Agama Islam dan
Kristen kelas XI Tingkat SMA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh
Sakbani
111-14-203
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITU AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
iv
v
vi
vii
MOTTO
Sesuatu yang tidak berguna adalah sesuatu yang tidak kita yakini
-Muhammad Abdillah bin Malik Al Andalusi-
أيها شهداء ب ٱلذين ي مين للا قو ول يجرمنكم شن ٱلقسط ءامنوا كونوا قو
أل تعدلوا ٱتقوا هو أقرب للتقوى و ٱعدلوا على إ ٱلل خبير بما ٱلل
٨تعملو
Artinya
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan (Q. S Al-Maidah: 8)
viii
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini Kupersembahkan untuk:
1. Bapak Nur Aziz dan Ibu Saidah tercinta yang telah mendidik membimbing,
mencurahkan kasih sayang serta doanya. Terima kasih atas segala pengorbanan
dan kerja keras bapak ibu dalam membesarkanku, sejak dalam kandungan
hingga kini tumbuh dewasa.
2. Kakak-kakakku, mbak Siti Aisiyah, mbak Mutoh, mbak Musyawarah, mbak
Rochimah, serta mas Mustaqim yang selalu mendorong dan membantuku
untuk menyelesaikan studi.
3. Ibu Dra. Djamiatul Islamiyah, M. Ag yang senantiasa sabar memberikan
koreksi dan pengarahan hingga terselesaikanya penulisan skripsi ini.
4. Bapak guru SMA N 3 Salatiga yang telah mendukung dan memberikan
fasilitas dalam bentuk buku-buku “Pendidikan Agama dan Budi Pekerti”.
5. Sahabatku-sahabatku yang senantiasa memberikan masukan, saran, kritik, dan
motivasi untuk terus berkarya.
6. Teman-temanku seperjuangan serta Dewan Ustadz Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadiin Salatiga yang telah memberikan semangat dan dukungan
terhadap studi yang saya jalani.
7. Teman-teman posko 3 KKN IAIN Salatiga tahun 2018 yang telah memberikan
semangat dan motivasi.
8. Teman-teman PPL IAIN Salatiga di SMAN 3 Salatiga yang telah membantu
penulis mengumpulkan buku “Pendidikan Agama dan Budi Pekerti”.
ix
KATA PENGANTAR
بسم ن ٱلل حم حيم ٱلر ٱلر
Puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,
hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Analisis Ketidakadilan Gender Dalam Buku Pendidikan
Agama Dan Budi Pekerti (Studi Komparasi Buku Pendidikan Agama Islam dan
Kristen Kelas X Tingkat SMA)“. Sholawa serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada insan mulia nan agung Nabi Muahmmad SAW, keluarga,
sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Penyusun menyadari bahwa kemampuan yang penulis miliki masih terbatas,
sehingga dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kelemahan. Arahan
dan bimbingan dari berbagai pihak sangat membantu terselesaikanya skripsi ini.
Oleh karena itu, pada kesempatan dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Ibu Dra. Djamiatul Islamiyah, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi
5. Bapak dan ibu dosen serta karyawan IAIN salatiga yang telah memberikan
ilmu kepada penulis.
6. Bapak, ibu, dan saudara-saudara tercinta yang telah memberikan motivasi dan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan yang senantiasa mendukung, membantu,
mendoakan serta menemani belajar di kampus.
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materill dalam
penulisan skripsi ini.
x
Demikian ucapan terima kasih ini penulis sampaikan, semoga Allo SWT
senantiasa memberikan balasan yang belipat ganda kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya. Dengam keterbatasan wawasan dan kemampuan penulis, karya
ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya ini.
Salatiga, 5 Septembar 2018
Penulis
Sakbani
NIM. 11114203
xi
ABSTRAK
SAKBANI, 2018. Analisis Ketidakadilan Gender dalam Buku Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti ( Studi Komparasi Buku Pendidikan Agama Islam dan
Kristen Kelas XI di SMA). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dra. Djamiatul Islamiyah,
M. Ag.
Kata Kunci: Ketidakadilan Gender, Buku PAI, Buku PAK
Pendidikan agama bertujuan untuk mewujudkan manusia yang utuh dan
berkepribadian unggul, salah satunya diwujudkan dengan sikap meniadakan
ketidakadilan gender. Gender sendiri telah menjadi suatu permaslahan yang
cukup pelik dalam dunia pendidikan. Muatan ketidakadilan gender
dimungkinkan dapat ditemukan pada buku teks Pendidikan Agama dan Budi
Pekerti.
Konsep gender adalah perbedaan sosial yang berpangkal pada perbedaan
jenis kelamin, dimana perbedaan sosial itu dibakukan dalam tradisi dan sistem
budaya masyarakat. Ketidakadilan gender adalah suatu sistem atau struktur yang
menempatkan laki-laki ataupun perempuan pada posisi yang tidak semestinya.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap konten ketidakadilan
gender dalam buku pendidikan agama dan budi pekerti, kemudian melakukan
komparasi terhadap kedua buku tersebut
Penelitian dengan judul Analisis Ketidakadilan Gender dalam Buku
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti (Studi Komparasi Buku Pendidikan Agama
Islam dan Kristen Kelas XI di SMA) adalah penelitian jenis kepustakaan atau
library research, data yang dipakai berupa data primer serta sekunder. Teknik
pengumpulan datanya berupa pemilahan berbagai dokumentasi dari sumber
primer dan sekunder, sedangkan metode analisis datanya berupa metode analisis
isi atau content analysis.
Hasil penelitian ini menyimpulkan antara lain: masih ditemukan muatan
dalam buku PAI maupun PAK kelas XI tingkat SMA, yang mengandung unsur
ketidakadilan gender, baik berupa gambar atau ilustrasi maupun yang berbentuk
redaksi kalimat. Dalam buku PAI sendiri ditemukan 7 konten ketidakadilan
gender yang tersebar dalam 7 tema, dengan rincian 4 berbentuk ilustrasi dan 3
berbentuk redaksi kalimat. Sedangkan dalam buku PAK, ditemukan 6 muatan
ketidakadilan gender yang tersebar kedalam 5 tema pembelajaran, dengan
rincian 5 berbentuk ilustrasi, dan sisanya berbentuk redaksi kalimat.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL LUAR ........................................................................... i
LEMBAR BERLOGO IAIN .............................................................................. ii
HALAMAN SAMPUL DALAM .................................................................. .... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................................................... vi
MOTO ................................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix
ABSTRAK .......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ...................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................ ................ 6
1. Manfaat teoritis ................................................................................. 7
2. Manfaat praktis.................................................................................. 7
E. Kajian Pustaka ......................................................................................... 8
xiii
F. Definisi Operasional................................................................................ 10
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 14
BAB II KERANGKA TEORI
A. Landasan Teori
1. Konsep sek dan gender...................................................................... 16
2. Konsep ketidakadilan gender ............................................................ 18
3. Upaya menuju kesetaraan dan keadilan gender ................................ 23
B. Gender dalam Perspektif Islam ............................................................... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Sumber Data ............................................................................................ 30
B. Langkah-Langkah Penelitian .................................................................. 31
C. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 31
D. Teknik Analisis Data ............................................................................... 32
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A. Identitas Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti .................... 34
B. Identitas Buku Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti ................. 35
C. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan Buku ....................................... 36
D. Konten Materi ......................................................................................... 41
E. Paparan Data
1. Temuan muatan ketidakadilan gender
a. Temuan muatan ketidakadilan gender dalam buku pai ............... 61
b. Temuan muatan ketidakadilan gender dalam buku pak .............. 68
F. Analisis Data Muatan Ketidakadilan Gender .......................................... 72
xiv
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................. 81
B. Saran ........................................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Perbedaan antara gender dan seks ............................................. 20
2. Tabel 4.1 Paparan data muatan ketidakadilan gender dalam buku PAI .... 60
3. Tabel 4.2 Paparan data muatan ketidakadilan gender dalam buku PAK .. 68
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Tampilan depan buku PAI ................................................................ 34
Gambar 3.2 Tampilan depan buku PAK ............................................................... 35
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
2. Lampiran 2 Daftar Nilai SKK
3. Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi
4. Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Wacana tentang gender telah menjadi sebuah diskursus yang hangat
dalam beberapa dekade dewasa ini. Diskursus gender merupakan pokok
masalah yang universal, dalam arti tidak hanya menjadi wacana bagi
kelompok atau golongan tertentu saja yang tersekat oleh batas geografis
maupun ideologis, melainkan menjadi sebuah topik global yang melintas
ruang dan waktu.
Kaitanya dengan relasi antara laki-laki dan perempuan, kesadaran
akan reformasi pola hubungan antar keduanya kearah yang lebih adil dan
bernuansa kesetaraan terus berlanjut serta tetap menjadi wacana yang menarik
untuk diperbincangkan (Nasution, 2002: 2). Sebab secara historis terungkap
adanya dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam berbagai aspek
kehidupan.
Berawal dari sinilah kemudian timbul asumsi-asumsi tentang
ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kaum hawa tidak pantas
memegang kekuasaan sebagaimana kaum adam dikarenakan perbedaan
secara biologis serta kemampuan keduanya, meskipun perbedaan itu
sebenarnya tidak serta merta menjadikan perbedaan peran, potensi bahkan
kesempatan dalam beragam aspek kehidupan.
Namun ketimpangan peran sosial berdasar gender itu tetap
dipertahankan dengan dalih doktrin agama. Agama dilibatkan untuk
2
melestarikan sebuah kondisi dimana perempuan dipersepsikan tidak setara
dengan laki-laki (Umar, 1998 :97). Persepsi yang timpang ini lambat laun
mengakar kuat serta membudaya dalam komunitas umat manusia.
Budaya suatu masyakat atau negara akan disosialisakan serta
diwariskan, agar generasi selanjutnya memiliki cara berfikir, berperasaan dan
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut (Muthali’in, 2001:
5). Selanjutnya, nilai-nilai budaya gender yang telah termanifestasi kedalam
cara berfikir, bersikap dan berperasaan yang tertanam dalam budaya nasional
secara otomatis akan disosialisasikan ke tengah-tangah masyarakat. Salah
satu institusi budaya yang melakukan sosialisasi secara masif adalah lembaga
pendidikan. Melalui rancang bangun kurikulum yang terwujud dalam
berbagai buku ajar, dapat dibaca dan dicermati ada tidaknya ketidakadilan
gender. Barangkal hal itu terjadi tanpa adanya kesengajaan. Namun jika tidak
ada yang memberi evaluasi, maka bukan tidak mungkin konstruk pemikiran
bias gender akan terus lestari dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pada sisi yang lain, sekolah sebagai sebuah institusi edukasi
sekaligus budaya dalam penyelenggaraan pembelajaraanya terikat secara
ketat dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Pendidikan dan gender ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan,
karena kebutuhan belajar dasar dalam pelaksanaan pendidikan adalah
kebutuhan setiap manusia, baik laki-laki dan perempuan, dengan berbagai
tingkatan usia. Di sisi lain, pendidikan sebagai proses transformasi yang
dibangun atas budaya, bahasa dan nilai-nilai spiritualitas kelompok mampu
3
mendorong pendidikan, keadilan sosial, perlindungan lingkungan, sistem
religius, politik dan sosial yang toleran, menerima nilai-nilai humanis dan hak
asasi manusia.( Remiswal, 2013: 20). Setidaknya ada tiga isu dalam
transformasi dan tuntutan global yaitu isu demokrasi, hak asasi manusia dan
gender. Pendidikan tidak hanya sekedar proses pembelajaran tetapi
merupakan salah satu “narasumber” bagi segala pengetahuan karenanya ia
instrument aktif transfer nilai termasuk nilai yang berkaitan dengan ketiga isu
tersebut. (Muthali’in, 2001: 1). Maka sangat wajar jika pendidikan menjadi
sebuah instrument sosialisasi kebudayaan yang berlangsung secara formal,
termasuk di sekolah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya menjawab isu
tersebut melalui kebijakan perubahan kurikulum dan tinggal bagaimana
implementasi dalam bahan ajar terutama isu gender meskipun pada
kenyataannya masih membawa dampak bias gender dalam masyarakat yang
berakibat pada kurang optimalnya pembangunan sumber daya manusia yang
unggul di segala bidang tanpa memandang jenis kelamin. (Muawanah, 2009
:53).
Keadilan dan kesetaraan merupakan ide pokok, tujuan dan misi
utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun
keharmonisan kehidupan bermasyarakat, bernegara serta membangun
keluarga berkualitas. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-
laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
4
hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan
nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Keadilan
gender adalah suatu perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Perbedaan biologis tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi
mengenai hak sosial, budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin
tertentu. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban
ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun
laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, ditandai dengan tidak
adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan dengan demikian
mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas
pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan.
Dalam memenuhi kesetaraan dan keadilan gender diatas, maka
pendidikan perlu memenuhi dasar pendidikan yakni menghantarkan setiap
individu atau rakyat mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut
pendidikan kerakyatan. Adapun ciri-ciri kesetaraan gender yang harus ada
dalam pendidikan menurut penulis adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada
setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, atau perbedaan lainnya
yang ada pada anak didik.
2. Memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap
individu.
5
3. Pendidikan harus menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Setiap anak didik dalam pendidikannya sebisa mungkin diarahkan agar
mendapatkan kualitas sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya.
Ketidakadilan gender dapat dilihat dalam buku bacaan wajib di
sekolah, yang sebagian besar mentransfer nilai atau norma gender yang
berlaku dalam kebudayaan masyarakat. Artinya, sistem nilai gender akan
berpengaruh pada kehidupan sistem sosial di sekolah. (Muawanah, 2009: 54).
Ketidakadilan gender yang terdapat dalam buku teks atau bahan ajar
dapat ditemukan dalam berbagai mata pelajaran di sekolah, termasuk mata
pelajaran agama. Pendidikan agama yang merupakan instrumen transfer nilai-
nilai agama sesuai dengan doktrin yang termaktub dalam kitab suci haruslah
menanamkan nilai keadilan, demokrasi dan menyeluruh dalam berbagai aspek
kehidupan.
Berangkat dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk
menganalisis muatan ketidakadilan gender pada pendidikan Agama Islam dan
Kristen. Analisis dilakukan berdasarkan buku teks siswa mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Kristen kurikulum 2013 kelas XI tingkat SMA.
Dengan demikian penulis mengangkat “Analisis Ketidakadilan Gender Dalam
Buku Teks Pendidikan Agama Dan Budi Pekerti (Studi Komparasi Buku
Pendidikan Agama Islam dan Kristen kelas XI Tingkat SMA).
6
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan paparan latar belakang diatas, maka pertanyaan
penelitian tersebut, sebagai berikut:
a. Bagaimana konsep gender dan ketidakadilan gender?
b. Bagaimana komparasi ketidakadilan gender antara buku “Pendidikan
Agama Islam Dan Budi Pekerti” dengan buku “Pendidikan Agama Kristen
dan Budi Pekerti “ kelas XI tingkat SMA?.
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan konsep gender dan ketidakadilan gender.
b. Mengetahui komparasi ketidakadilan gender antara buku “Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti dengan buku “Pendidikan Agama Kristen
dan Budi Pekerti “ kelas XI tingkat SMA.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian berjudul “Analisis Ketidakadilan Gender dalam
Buku Teks Pendidikan Agama dan Budi Pekerti (Studi Komparasi Buku
Pendidikan Agama Islam dan Kristen Kelas XI Tingkat SMA) ini akan
memberikan beberapa kegunaan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis-Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan yang
mendalam tentang gender dan ketidakadilan gender, sehingga ada konsep
7
yang jelas dalam materi buku ajar Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti serta Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti yang mampu
mengakomodasi konsep keadilan gender demi menjaga dan memelihara
keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa melalui
pendidikan agama.
b. Secara Praktis.
Temuan penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan
sumber masukan khususnya:
1. Bagi Tenaga Pendidik.
Penelitian ini akan menjadi paradigma baru bagi para pendidik
supaya lebih sadar bahwa semua anak mempunyai hak dan kesempatan
yang sama untuk mengakses pendidikan guna mengembangkan potensi
yang dimiliki sejak lahir tanpa adanya diskriminasi dengan dasar
apapun seperti perbedaan jenis kelamin, dan latar belakang sosial anak
2. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagi pemerintah khususnya terkait kebijakan pengadaan buku ajar yang
muatanya lebih berbasis pada keadilan atau kesetaraan gender pada di
tingkat SMA /MA.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi
peneliti berikutnya yang ingin mengkaji lebih mendalam atau dengan
8
tujuan Verifikasi sehingga dapat memperkaya temuan-temuan penelitian
baru.
E. Kajian Pustaka.
Berdasarkan penelusuran peneliti tentang fokus penelitian yang akan
dilakukan, peneliti menemukan beberapa penelitian yang masih memiliki
keterkaitan dengan judul “ Ketidakadilan Gender dalam Buku Pendidikan
Agama” yang bersifat literatur atau kepustakaan (library research) yang
membahas mengenai ketidakadilan gender, baik berasal dari jurnal
pendidikan, skripsi maupun tesis. Adapun penelitian terdahulu yang penulis
temukan sebagai berikut:
Hidayat dalam judul Bias gender dalam buku Bahasa Arab untuk
tingkat madrasah Tsanawiyah. Penelitian ini menemukan adanya muatan bias
gender dalam penjelasan buku teks tersebut.
Nurfadhlina pernah melakukan penelitian dalam judul Bias Gender
Dalam Buku - Buku Teks Pendidikan Agama Islam (Analisis Konten Pada
Buku-Buku Teks Pendidikan Agama Islam Kelas XII SMA/SMK pada tahun
2016. Tesis ini menyimpulkan bahwa: 1) Gender merupakan cara pandang
yang membedakan laki-laki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya
yang dikonstruksikan oleh manusia, Gender juga tidak bersifat menetap dan
bukan kodrat Tuhan. Sementara bias gender adalah mengunggulkan salah
satu jenis kelamin dalam kehidupan sosial atau kebijakan publik. Begitu juga
dalam pendidikan. 2) Bahwa buku teks merupakan salah satu sumber belajar
9
dan bahan ajar yang banyak digunakan dalam pembelajaran. Sementara buku
teks pelajaran pendidikan Agama Islam adalah buku yang dijadikan pegangan
siswa pada jenjang tertentu sebagai media pembelajaran (instruksional) yang
berkaitan dengan studi Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mencakup
beberapa standar kompetensi atau kompetensi Inti dan kompetensi dasar yang
telah ditetapkan. 3) Dalam buku teks pendidikan agama Islam untuk kelas XII
MA/SMA/SMK/MAK masih ditemukan adanya bias-bias gender, baik dari
segi gambar ilustrasi yang ditampilkan, dalil-dalil yang digunakan, dan pada
konten isi materi. namun demikian masih dalam taraf kewajaran sehingga
menurut penulis kedua buku ini masih layak dan tepat digunakan siswa
sebagai buku pegangan.
Zeni dalam judul Analisis Teks Buku Pendidikan Agama Islam Untuk
SMA kelas X: Perspektif Kesetaraan Gender. Dalam penelitian ini berhasil
memperoleh temuan adanya muatan kesetaraan gender di dalam penjelasan
buku teks PAI karya Syamsuri, tapi sekaligus terdapat bias didalamnya
karena adanya perbedaan arketip spiritual dan arketip pernikahan. Bentuk
muatan nilai kesetaraan yang dirumuskan antara lain. Penggunaan kata
muslim/muslimah, siswa/siswi, mukmin/mukminah dalam penjelasan;
beberapa gambar menunjukkan adanya potensi yang sama antara laki-laki dan
perempuan dalam memperoleh prestasi; beberapa rumusan yang tidak
mengarah pada diskriminasi gender seperti jenis kelamin Tuhan dan malaikat,
proses biologis manusia, serta kesempatan pendidikan bagi perempuan.
Sedangkan bias gender didalamnya dirumuskan dengan kualitas maskulin
10
yang ditampilkan dengan frekuensi yang lebih banyak dan pembagian peran
publik yang lebih banyak bagi laki-laki serta domestik bagi perempuan.
Dari beberapa penelitian yang telah dipaparkan diatas, jika ditelaah
secara cermat, maka akan ditemukan beberapa persamaan, diantaranya dalam
metodologi penelitian yang digunakan oleh Zeni dan Nurfadhlina, keduanya
menggunakan metode kualitatif dengan model library research. Selain itu
kedunya juga berusaha membedah bagaimana muatan gender yang terdapat
pada buku ajar PAI. Disisi lain nampak perbedaan dari fokus kajian yang
diteliti, dimana Zeni berfokus pada kesetaraan gender, sedangkan Nurfadhlina
meneliti bias gender sebagai fokus kajianya.
Perbedaan penelitian yang disebutkan diatas dengan penelitian
penulis, yaitu terletak pada objek yang dikaji, dimana penelitian terdahulu
secara garis besar masih membahas bias gender dalam buku Pendidikan
Agama Islam, dengan objek kajian buku Teks siswa kelas X, sedangkan
penulis mengkaji ketidakadilan gender. Kemudiaan, titik fokus yang diteliti
berkonteks islam, sedangkan penulis tidak hanya untuk konteks islam saja.
Dengan demikian masih ada ruang bagi peneliti untuk membahas isu lain
yakni ketidakadilan gender secara lebih spesifik dan terfokus pada komparasi
buku Pendidikan Agama Islam dan Kristen kelas XI.
F. Definisi Operasional.
Dalam penelitian sangat diperlukan definisi operasional untuk
menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda, maka peneliti bermaksud
11
menjelaskan istilah-istilah di dalam judul penelitian ini. Istilah-istilah yang
harus penulis jelaskan, yaitu sebagai berikut:
1. Gender.
Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan KBBI, tetapi
istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di kantor Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dengan istilah “gender”. Gender
diartikan sebagai interpretasi mental kultural terhadap perbedaan kelamin
yakni laki-laki dan perempuan, serta untuk menunjukan pembagian kerja
yang dianggap tetap bagi keduanya (Maslikah dkk, 2012 : 2). Sementara
pengertian gender secara etimologis berasal dari kata gender yang berarti
jenis kelamin (Shadily, 2001: 272.). Sedangkan menurut Fatima gender
adalah “the term referred to the grammatical categories that indexed sex
in the structure of human languages and refer to the construction of the
categories ‘masculine’ and ‘feminine’ in society”. (Sadiqi, 2003: 20). Atau
dengan kata lain gender adalah istilah yang secara tata bahasa mengacu
pada penunjukan jenis kelamin dalam struktur bahasa manusia dan
penunjukkan pada sifat laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dari
beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa gender merupakan
perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis
dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun
perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang.
12
2. Ketidakadilan Gender.
Faqih mendefinisikan bahwa ketidakadilan gender adalah suatu
sistem atau struktur yang menempatkan laki-laki ataupun perempuan pada
posisi yang tidak semestinya (Faqih dalam Maslikah, 2012: 22).
3. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam merupkan upaya dalam memberikan
bimbingan agama islam atau ajaran islam dan nilai-nilainya agar menjadi
pandangan dan sikap hidup seseorang. Pada pengertian ini terwujud dua
hal yakni (1) segenap kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu
peserta didik dalam menanamkan atau menumbuh kembangkan agama
islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidup yang
diwujudkan dalam sikap dan dikembangkan dalam ketrampilan hidupnya
sehari-hari, (2) segenap fenomena peristiwa perjumpaan antara dua orang
atu lebih yang dampaknya ialah tertanamnya ajaran islam dan nilai-
nilainya pada salah satu atau beberapa pihak (Muhaimin, 2005:7-8).
4. Pendidikan Agama Kristen.
Pendidikan Agama Kristen merupakan wahana pembelajaran yang
memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengenal Allah Tritunggal
melalui karyan Nya dan mewujudkan pengenalanya melalui sikap hidup
yang mengacu pada nilai-nilai kristiani. Melalui pendidikan agama kristen,
siswa diharapkan dapat mengalami perjumpaan dengan Tuhan yang
dikenal, dipercaya dan diimaninya. Pembelajaran pendidikan agama
13
kristen bersumber dari Alkitab, yang diharapkan dapat memperteguh iman
siswa kepada Tuhan, memiliki budi pekerti luhur, menghormati sesama
manusia dan ciptaan Tuhan yang lain (Supit, dkk, 2014 : vii).
Sedangkan hakikat Pendidikan Agama Kristen menurut hasil
lokakarya strategi PAK di Indonesia pada tahun 1999 adalah suatu usaha
yang dilakukan secara terncana dan berkelanjutan dalam rangka
mengembangkan kemampuan siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus
dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah dalam diri Tuhan
yesus kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap
sesama dan lingkungan hidupnya (Supit, dkk, 2014 :vii).
5. Buku Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
Buku teks merupakan buku yang berisi tentang uraian materi
bidang studi tertentu, yang disusun secara sistematis dan telah diseleksi
berdasarkan orientasi pembelajaran, perkembangan siswa, untuk
diasimilasikan. Buku tersebut dipakai untuk sarana belajar siswa dalam
kegiatan pembelajaran disekolah (Luwihta, 2016 :18). Dalam
Permendiknas nomor 2 tahun 2008 pasal 1 dijelaskan bahwa “buku teks
adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar
dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, ahlak mulia,
kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan
kepekaan, dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan
kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan”.
14
Selanjutnya mengenai pendidikan agama dalam PP no 55 tahun
2007 telah dijelaskan bahwa pendidikan agama merupakan pendidikan
yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan
ketrampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaranya, yang
dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran atau kuliah pada
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
G. Sistematika Penulisan.
Untuk dapat melakukan pembahasan yang sistematis, maka peneliti
menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bagian awal berisi sampul, halaman judul, halaman persetujuan,
halaman pengesahan, pernyataan keaslian, motto, persembahan, kata
pengantar, daftar isi, daftar lampiran dan abstrak yang memuat tentang uraian
singkat yang dibahas dalam skripsi.
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab pertama berisi
pendahuluan. Pada bab pendahuluan, pertama-tama dipaparkan konteks
penelitian yang mengungkapkan berbagai permasalahan yang diteliti sehingga
diketahui hal hal yang melandasi munculnya fokus penelitian yang akan
dikaji dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang membantu proses penelitian.
Dalam bab ini, tujuan merupakan arah yang akan dituju dalam penelitian
kemudian dilanjutkan manfaat penelitian yang menjelaskan kontribusi apa
yang akan diberikan setelah selesai penelitian baik secara teoritis maupun
15
praktis serta uraian tentang metodologi penelitian, kajian pustaka, definisi
operasional dan sistematika pembahasan.
Bab kedua berisi tentang pengertian gender dan ketidakadilan
gender.
Bab ketiga berisi tentang gambaran umum buku Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti tingkat SMA yang terdiri dari identitas buku, latar belakang
dan tujuan penyusunan buku, serta konten materi.
Bab keempat berisi paparan data dan analisis terkait muatan
ketidakadilan gender dari buku Pendidikan Agama dan Budi Pekerti yang
meliputi agama Islam dan Kristen.
Bab kelima berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran,
serta pada bagian akhir dilengkapi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Konsep Seks dan Gender.
Banyak orang awam yang sering mencampur adukkan antara konsep
seks dengan gender sebagai sesuatu yang sama, padahal keduanya sangat jauh
berbeda. Pemahaman dan pembedaan terhadap kedua konsep tersebut sangat
diperlukan dalam melakukan analisis guna memahami problem-problem
ketidakadilan gender yang sering menimpa kaum perempuan.
Kata seks berasal dari bahasa Inggris sex, yang berarti jenis kelamin
(Shadily, 1983: 211). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang
melekat pada jenis kelamin tertentu, misal laki-laki yang memiliki jangkung
dan mereproduksi sperma. Sedangan perempuan adalah jenis manusia yang
memiliki alat repoduksi seperti rahim, dan saluran melahirkan. Alat-alat
tersebut secara biologis melekat pada manusia jenia sperempuan dan laki-laki
selamanya. Artinya secara biologis alat-alat tersebut tidak dapat
dipertukarkan.
Gender secara konseptual menurut Faqih adalah sebuah sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara
sosial maupun kultural dan sangat mungkin terjadi perubahan ciri dari sifat
laki-laki dan perempuan dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat
yang lain (Faqih dalam Maslikhah, 2012: 9). Misal perempuan cenderung
dikenal lemah lembut, cantik, dan keibuan. Sementara laki-laki dipersepsikan
sebagai sosok yang kuat, rasional dan perkasa. Ciri-ciri tersebut merupakan
sifat yang dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang lemah lembut, serta
ada pula perempuan yang bersifat perkasa. Secara garis besar konsep gender
adalah menyangkut semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki
dan perempuan, yang dapat berubah dari waktu-kewaktu serta berbeda dari
tempat-ketempat lainya.
Gender membangun sifat biologis, dari yang tadinya bersifat alami,
kemudian melebih-lebihkanya, dan pada akhirnya menempatkanya pada
posisi yang tidak relevan. Semisal, sama sekali tidak ada alasan biologis yang
dapat menjelaskan mengapa para perempuan harus berlenggok dan para lelaki
harus membusungkan dada, mengapa perempuan harus memakai kutek di
kakinya sementara laki-laki tidak. Masyarakat beranggapan bahwa jika
gender diwariskan melalui praktek pengasuhan anak, maka hal tersebut
bersifat sosial, sedangkan kelamin atau seks diwariskan atau langsung
diturunkan secara biologis.
Berikut adalah tabel perbedaan antara gender dan seks (Maslikhah
dkk, 2012: 21).
Tabel 2.1
Seks Gender
Bersifat kodrat
Tidak dapat berubah
Berlaku sepanjang zaman
Tidak dapat ditukar
Ciptaan Tuhan
Tidak bersifat kodrat
Dapat berubah
Tergantung waktu dan budaya
Dapat ditukar
Buatan manusia
B. Ketidakadilan Gender.
Perbedaan gender sering menimbulkan masalah ketidakadilan gender
(gender inequalities) baik bagi kaum laki-laki dan perempuan. Ketidakadilan
gender merupakan sistem dan struktur dimana keduanya sama-sama menjadi
korban dari sistem tersebut (Faqih dalam Maslikhah dkk, hal 12). Adapun
berbagai macam manifestasi ketidakadilan tersebut adalah terjadinya
marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan
tidak penting dalam pengambilan keputusan politik, pembentukan stereotype
atau pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan
lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Dari
berbagai manifestasi ketidakadilan, masing-masing tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lainya saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
Misalnya, jika kita mau menyoroti masalah marginalisasi ekonomi kaum
perempuan hal ini terjadi karena ada stereotype tertentu atas diri kaum
perempuan dan hal ini dapat memicu adanya subordinasi, kekerasan terhadap
perempuan, yang akhirnya menjadi sebuah keyakinan, ideologi dan visi kaum
perempuan sendiri.
Peran gender (gender role) sebagai ketentuan sosial, yang oleh
masyarakat diyakini sebagai sebuah kodrat menyebabkan ketimpangan sosial
yang bersumber dari perbedaan peran gender. Masyarakat perlu mendapatkan
pemahaman yang memadai, sehingga mereka dapat membedakan antara
kodrat dan konstruksi sosial. Adanya ketidakadilan gender ini disebabkan
oleh perilaku dan perlakuan sosial seperti marginalisasi perempuan,
penempatan perempuan pada marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan
terhadap perempuan dan beban kerja majemuk yang tidak proposional (Faqih,
dalam Maslikah: 12).
1. Marginalisasi Perempuan.
Marginalisasi secara umum berarti proses penyingkiran.
Menurut seorang ahli sosiologi Inggris, Alison scoot terdapat beragam
bentuk marginalisasi, diantaranya; (1) proses pengucilan, perempuan
dikucilkan dari kerja upahan, atau jenis kerja tertentu, (2) proses
pergeseran perempuan kepinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja,
yaitu berupa kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan yang memiliki
hidup yang tidak stabil, upahnya rendah, dinilai tidak atau kurang
terampil, (3) proses feminisasi atau segregasi, pemusatan perempuan
pada jenis pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan), atau pemisahan yang
semata-mata dilakukan oleh perempuan saja atau laki-laki saja, (4) proses
ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang merujuk diantaranya
perbedaan upah (Saptari dan Holzner dalam Maslikah dkk, 2012: 13).
Marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat kerja,
namun sering terjadi juga dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur
tertentu dan bahkan negara. Misalkan marginalisasi dalam keluarga
dalam bentuk diskriminasi fasilitas, kesempatan dan hak-hak yang
diperoleh antara anak laki-laki dan perempuan. selain itu marginalisasi
juga sering diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan.
2. Subordinasi dalam Gender.
Munculnya anggapan bahwa perempuan itu irrasional ataupun
emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, sehingga
memunculkan sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang
tidak penting. Subordinasi pada perempuan khususnya secara meluas
terjadi dalam lapisan masyarakat, di Jawa misalnya perempuan tidak
perlu sekolah tinggi-tinggi, karena pada akhirnya akan ke dapur juga
potensi perempuan sering dinilai tidak fair oleh sebagian besar
masyarakat. Sehingga sangat sulit bagi perempuan untuk menembus
posisi strategis dalam komunitas terutama yang berhubungan dengan
peran pengambilan keputusan. Jika ada perempuan yang mampu
menempati posisi tersebut tentu dia telah melalui kompetisi yang sangat
ketat dan perjuangan yang sangat panjang. Hal in terutama terjadi di
masyarakat bawah dan kalangan yang kurang berpendidikan.
Lain halnya kalau yang mengalami hal tersebut adalah laki-laki.
Disamping itu agama sering dijadikan tameng dan pengukuhan dari
pandangan-pandangan semacam itu, sehingga perempuan selalu menjadi
manusia kelas dua.
3. Stereotype dalam Gender.
Stereotype adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu
kelompok tertentu. Stereotype selalu dikonotasikan negatif dan sering
menimbulkan kerugian dan ketidakadilan. Stereotype dalam gender
sering mengakibatkan ketidakadilan gender terutama dialami oleh
perempuan. stereotype merupakan salah satu bentuk ketidakadilan
gender. Misalkan mengapa pada sebuah kasus pemerkosaan selalu yang
diduga pertama kali dari pihak perempuan yang berdandan atau
berpakaian minim (misalnya) yang dapat memancing syahwat laki-laki
yang melihatnya. Berawal dari sini, mendorong laki-laki berbuat asusila
terhadap perempuan yang berpakaian minim tersebut. Tanpa analisa yang
lebih jauh, selalu saja perempuan yang menjadi korban sekaligus pemicu
terjadinya pemerkosaan, perempuan selalu menanggung kerugian yang
lebih besar dibandingkan laki-laki.
4. Kekerasan dalam Gender.
Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi terhadap fisik
ataupun integritas mental psikologis (Faqih dalam Maslikah dkk, 2012:
13). Kekerasan terhadap manusia pada dasarnya berasal dari banyak
sumber, salah satu diantaranya adalah kekerasan terhadap satu jenis
kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan yang bias gender,
misalnya adanya anggapan bahwa laki-laki pemegang supremasi dan
dominasi terhadap berbagai sektor kehidupan, sehingga dianggap wajar
jika perempuan menerima perlakuan tersebut. Kekerasan terhadap
perempuan diantaranya, pemerkosaan, pemukulan, penganiyaan, dan
pembunuhan.
5. Beban Kerja Majemuk dalam Gender.
Beban kerja yang terlalu banyak dan tidak proposional
seringkali diterima kaum perempuan khususnya di kalangan keluarga
miskin. Pekerjaan domestik yang dibebankan kepada perempuan menjadi
identik dengan dirinya. Hal ini menyebabkan posisi perempuan sarat
dengan pekerjaan yang beragam, memiliki waktu yang tidak terbatas dan
dengan beban yang cukup berat (misalnya; memasak, menyuci,
menyetrika, mengepel, mengasuh anak-anak dan lain-lainya). Pekerjaan
domestik yang berat tersebut dilakukan bersamaan dengan fungsi
reproduksi, haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Hal itu masih
ditambah dengan beban kerja ekonomi sebagai penyangga utama dalam
mencari nafkah.
Sementara laki-laki dengan peran publiknya menurut kebiasaan
masyarakat, tidak bertanggung jawab terhadap beban domestik tersebut
yang hanya layak dikerjakan oleh perempuan. pembagian kerja secara
dikotomis, publik-domestik, menyebabkan beban kerja perempuan terlalu
berat dan banyak, dianggap pekerjaan rendah dan tidak memperoleh
imbalan materiil yang seimbang dengan beban kerjanya.
6. Kesenjangan Gender
Kesenjangan gender sudah “mendarah daging” dalam kehidupan
masyarakat. Masyarakat telah memberikan petunjuk-petunjuk umum
untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan sejak awal kehidupan
manusia. Situasi dan kondisi menempatkan laki-laki pada kedudukan
yang lebih unggul dan menang daripada perempuan yang dianggap
lemah. Keberadaan budaya dan masyarakat patriarkis di tengah
kehidupan manusia ikut pula andil dalam menempatkan perempuan
dalam memberikan peran dan tanggung jawab kepada mereka.
C. Upaya Menuju Kesetaraan dan Keadilan Gender
Perbedaan gender dengan pemilihan sifat, peran dan posisi tidak
menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Pada
kenyataanya perbedaan gender telah memicu ketidakadilan gender, bukan
saja pada perempuan namun juga laki-laki (Maslikhah dkk, 2012: 26). Studi
gender pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan
ketidakadilan gender. Keadilan gender biasanya merujuk pada aplikasi
keadilan sosial dalam hal pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki
dan perempuan. keadilan disini tidak berarti bahwa laki-laki dan perempuan
harus sama dalam segala hal, namun yang dimaksud dengan keadilan gender
disini adalah pemberian kesempatan dan akses tidak tergantung pada
perbedaan jenis kelamin.
Banyak tokoh yang mengritik adanya ketidakadilan gender tersebut.
Mereka berjuang untuk menyuarakan keadilan gender dimana antara laki-laki
dan perempuan memiliki dan menikmati status yang sama. Upaya-upaya yang
dapat ditempuh untuk mewujudkan keadilan gender diantaranya sebagai
berikut:
1. Menerima dan memandang secara wajar perbedaan yang ada pada laki-
laki dan perempuan.
2. Mendiskusikan bagaimana cara merombak struktur masyarakat yang
membedakan peran dan relasi antara laki-laki dan perempuan, serta
berupaya menyeimbangkanya.
3. Meneliti kemampuan dan bakat masing-masing untuk terlibat dalam
pembangunan masyarakat, memberikan solusi-solusi dan mempersiapkan
masa depanya.
4. Memperjuangkan terus menerus hak asasi manusia di dalamnya termasuk
urusan gender.
5. Mengupayakan perkembangan dan penegakan demokrasi dan
pemerintahan yang baik dalam semua institusi masyarakat dan
melibatkan perempuan dalam semua level.
6. Pendidikan merupakan kunci bagi keadilan gender, karena pendidikan
merupakan tempat untuk menstransfer norma-norma, pengetahuan dan
kemampuan mereka (Maslikah dkk, 2012 :27).
Beberapa macam upaya perwujudan keadilan gender diatas,
setidaknya bisa dijadikan sebagai sebuah renungan oleh semua kalangan
masyarakat untuk segera diimplementasikan kedalam suatu tatanan kehidupan
nyata demi percepatan tujuan kehidupan yang berkeadilan.
D. Gender Perspektif Islam
Islam memandang bahwa perempuan mempunyai hak yang sejajar
dengan laki-laki sebagaimana pernyataan seorang pakar feminim asal Maroko
Fatima Sadiqi, dia mengatakan Within this context, women’s honor and status
were, on the one hand, closely related to the male members of their family
and by extension their tribe, and on the other the chief factor determining the
familial and tribal status. This gender thinking did not vanish with the
progress of Islam. We see from the Prophet’s life itself how his first marriage
(to Khadåjah) raised him in status into a respected circle. Later on, his
marriages to a number of wives bestowed “honor and status” on them as
Ummu al-mu’minån (mother of the believers) and underpinned the honor and
political alliances of the families and tribes from which his wives came.
(Sadiqi, 2003: 31). Dengan kata lain, bahwa dalam kontek tersebut
kemuliaan dan status perempuan adalah sama dengan laki-laki, baik dalam
keluarga maupun masyarakat. Islam begitu memperhatikan masalah gender,
sebagaimana kita bisa memperhatikan dalam kehidupan Rasul Muhammad
SAW bersama istri beliau yang pertama yakni Siti Khadijah. Bahkan istri
beliau yang bernama Siti Aisyah mendapat gelar Ummul Mukminin, suatu
gelar yang begitu menjunjung harkat kaum perempuan.
Sementara Fatima Mernissi, yang juga sama-sama pejuang hak-hak
kaum perempuan dari Maroko menegaskan bahwa Islam pada prinsipnya
memandang persamaan potensi antara laki-laki dan perempuan,
ketidaksamaan yang muncul dikemudian hari, bukanlah bersumber dari satu
ideologi yang membenarkan sifat inferioritas perempuan, melainkan akibat
dari lembaga-lembaga sosial tertentu yang dibentuk untuk membatasi
kekuatanya dimana termasuk didalamnya pemisahan dan subordinasi legal
dalam struktur keluarga (Mernissi dalam Maslikah, 2102: 61).
Di dalam Al-Quran sendiri, dijelaskan terkait kesetaraan laki-laki
dan perempuan.
ئكة إني جاعل في وإذ ا أتجعل فيها من يفسد ٱلرض قال ربك للمل قالو
خليفة
ماء فيها ويسفك س لك قال إني أعلم ما ل تعلمو ٱلد ونحن نسبح بحمدك ونقد
ئكة كلها ثم عرضهم على لسماء ٱءاد وعلم ٠٣ ب ٱلمل وني بأسماء فقال أن
ؤل دقين ه ٠٣ء إ كنتم
Artinya
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui". Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar (Q.S. al-Baqarah, 2:30–31).
Amina Wadud menjelaskan ayat diatas dengan mengatakan The part
of the statement “on the earth” not only emphasizes that being on earth is
fundamental to the Islamic conception of human destiny, it also defies any
implication that the human sojourn on the earth is a type of punishment, or
“fall” of an originally sinful creature. The second and more important aspect
of this statement is the intent implied, “I will create a ‘khalifah’.” This shows
that the characteristic of khilafah (trusteeship or agency) is fundamental and
essential to being human. That is why the term khalifah is foundational to an
ethics of human dignity. On a more pragmatic level, I have explored the
significance of this aspect of human dignity in the context of civil society,
where I use the term khalifah to refer to “citizen.” Here, my first task is to
review some fundamental and perhaps universal implications of what it means
to fulfill this task of khilafah as implied by the Qur’anic term. Then I will
emphasize khilafah in its particular relation to gender and the dignity of
women. (Wadud, 2006: 51). Secara garis besar Wadud menjelaskan bahwa kata
Khalifah adalah makna suatu agen yang mendasar dalam kehidupan manusia.
Lebih lanjut ia memaparkan terkait signifikansi antara aspek martabat manusia
dengan masyarakat yang beradab. Intinya kata Khalifah secara khusus
berkaitan dengan gender dan harkat perempuan. Dengan demikian jelaslah
bahwa ayat yang terkadang digunakan untuk melegitimasi kaum laki-laki ini,
sejatinya mengajarkan konsep keadilan gender.
ت و ٱلمسلمين إ ت و ٱلمؤمنين و ٱلمسلم نتين و ٱلمؤمن ت و ٱلق نت دقين و ٱلق ٱلص
ت و دق برين و ٱلص ت و ٱلص بر شعين و ٱلص ت و ٱلخ شع قين و ٱلخ ٱلمتصد
ت و ق ئمين و ٱلمتصد ت و ٱلص ئم
فظين و ٱلص ت فروجهم و ٱلح فظ كرين و ٱلح ٱلذ ٱلل
ا و ت كثير كر أعد ٱلذ ا ٱلل غفرة وأجرا عظيم ٠٣لهم م
Artinya
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu´, laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar” (Qs. Al-Ahzab: 35).
ت و وٱلمؤمنو وينهو عن ف ٱلمعروبعضهم أولياء بعض يأمرو ب ٱلمؤمن
ة ويقيمو ٱلمنكر لو ة ويؤتو ٱلص كو ويطيعو ٱلز ئك ۥ ورسوله ٱلل أول
ه سيرحمهم إ ٱلل ١٣ عزيزح حكيم ٱلل
Artinya
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”.( Qs. At Taubah: 71).
أيها حدة وخلق منها زوجها ٱلذيربكم ٱتقوا ٱلناس ي ن نفس و خلقكم م
ا ونساء و ٱتقوا وبث منهما رجال كثير ٱلرحا و ۦتساءلو به ٱلذي ٱلل
إ اكا عليكم ر ٱلل ٣ قيب
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu”.(QS. An-Nisa’: 1).
Nasaruddin Umar memberikan analisis secara kritis terhadap ayat
yang menjelaskan tentang asal usul penciptaan manusia ini. Dengan
menggunakan analisis linguistik, dia memaparkan bahwa kata nafs yang
terulang sebanyak 295 kali dalam Al-Qur’an, dengan seluruh derivasinya, tidak
satupun yang dengan tegas menunjukan kepada pengertian Adam. Menurutnya
kalau dikatakan bahwa nafs wahidah adalah Adam, berarti Adam juga menjadi
asal usul kejadian hewan dan tumbuh-tumbuhan sebagaimana dijelaskan pada
surat As-Syura ayat: 11. Lebih lanjut dia mengutarakan kata nafs wahidah
dalam kerangka asal usul subtansi kejadian manusia. Asal usul manusia dari air
sebagai mahkluk biologis tidak bemasalah dalam tinjauan kesetaraan gender
karena tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan.. Asal usul manusia
pertama dari tanah juga tidak bermasalah dalam tinjuan kesetaraan gender
karena keduanya dinyatakan bersumber dari unsur dan mekanisme yang sama.
Ayat yang dikemukakan diatas memberikan informasi bahwa
penciptaan manusia sejak awal tidak menunjukkan adanya perbedaan subtansi
antara laki-laki dan perempuan. Ini mengisyaratkan bahwa Al-Quran
mempunyai pandangan yang positif terhadap keadilan gender (Umar, 1999:
241). Sebagai pedoman umat Islam, tentunya ayat-ayat Al-Quran diatas, tidak
hanya dibaca saja, melainkan harus diimplementasikan dalam kehidupan
masyarakat muslim sehari-hari, agar manusia bisa merasakan nikmat-nikmat
yang Alloh turunkan melalui wahyu-Nya.
.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian dalam skripsi ini merupakan jenis penelitian
kepustakaan atau lazim disebut dengan library research. Penelitian ini
dilakukan dengan mencari beragam sumber informasi yang ada pada
perpustakaan seperti buku, koran, majalah, jurnal dan lain sebagainya. Penulis
mengambil data yang bersumber dari beragam buku ilmiah yang berkaitan
dengan tema skripsi ini.
A. Sumber Data.
Peneliti menggunakan sumber data dari beragam karya tulis
dengan topik yang relevan dengan judul penelitian yang diangkat. Dalam
sumber data ini terbagi menjadi data primer dan data sekunder. Adapun
perincian smber data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut
1. Sumber Data Primer.
Sumber data primer berkaitan langsung dengan objek
penelitian dalam skripsi ini. Buku-buku itu antara lain
a. Buku teks siswa PAI dan Budi Pekerti tingkat SMA kelas XI,
kurikulum 2013.
b. Buku teks siswa PAK dan Budi Pekerti tingkat SMA kelas, XI,
kurikulum 2013.
2. Sumber Data Sekunder.
Sumber data sekunder adalah data yang mendukung dan
melengkapi sumber-sumber data primer. Sumber data sekunder yang
menjadi rujukan peneliti diantaranya sebagai berikut
1) Buku ”Menelisik Gender dalam Konstruksi Sosial“, karya Tim
PSGK STAIN Salatiga.
2) Buku “Gender and Self in Islam” karya Etin Anwar.
3) Buku “Inside the Gender Jihad Women’s Reform in Islam” karya
Amina Wadud.
B. Langkah-Langkah Penelitian.
Peneliti memulai penelitian dengan menentukan latar belakang
masalah yang akan diteliti, kemudian membatasinya dalam sebuah
rumusan masalah. Lalu, peneliti mengumpulkan data dengan metode
library research, mereduksi data dan menyajikannya dalam bentuk
deskriptif dan tabel. Kemudian peneliti menganalisa,
mengkategorikannya kedalam unsur-unsur yang hendak diteliti kemudian
membuat sebuah analisa temuan dan kesimpulan.
C. Teknik Pengumpulan Data.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana
pengumpulan datanya merujuk pada berbagai literatur. Sehingga, teknik
yang relevan untuk digunakan adalah teknik pengumpulan data atau
dokumentasi berbagai sumber primer maupun sekunder. (Bungin, 2007
:121).
Menurut Louis Gottschalk kata dokumen seringkali digunakan
para pakar dalam dua pengertian, yaitu; pertama, sebuah sumber tertulis
bagi informasi sejarah sebagai kebalikan daripada kesaksian lisan. kedua,
digunakan bagi surat-surat resmi dan surat-surat negara. Lebih lanjut,
Gottschalk menyatakan bahwa dokumen dalam pengertiannya yang lebih
luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber
apapun baik itu yang berupa tulisan, lisan, gambaran atau arkeologis
(Gottschalk, 1986: 46). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
kalimat dan foto atau gambar yang terdapat dalam buku teks pendidikan
agama Islam dan Kristen sebagai objek kajian yang diteliti.
D. Teknik Analisis Data.
Peneliti menggunakan teknik analisis isi untuk menganalisa
dokumen yang diteliti. Analisis Isi (Content Analysis) atau analisis
dokumen adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat
prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau
dokumen. Secara teknis analisis isi mencakup upaya: (a) Klasifikasi
tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, (b) menggunakan kriteria
sebagai dasar klasifikasi, (c) menggunakan teknik analisis tertentu
sebagai membuat prediksi ( Guba dan Lincoln dalam Basrawi, 2008:
162).
Dalam analisis ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai,
salah satunya adalah untuk menilai perspektif ketidakadilan gender yang
dimunculkan dalam isi buku mata pelajaran. Dalam analisis ini ada
beberapa tujuan yang hendak dicapai, salah satunya adalah untuk menilai
perspektif ketidakadilan gender yang dimunculkan dalam isi buku teks.
BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALISIS MUATAN KETIDAKADILAN
GENDER
Pada bagian ini penulis ingin fokus pada analisis data ketidakadilan
gender dalam Buku Pendidikan Agama Islam dan Kristen. Penulis mengawali
analisis dengan memaparkan data-data yang ditemukan dan tentunya relevan
dengan tema yang diangkat dalam karya tulis ini.
A. Identitas Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA
merupakan pelajaran yang diperuntukkan bagi siswa tingkat menengah atas
(SMA), yang disusun langsung oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia. Penyusunan buku ini
mengacu pada kurikulum 2013 yang telah disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik yaitu kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang telah disusun oleh Kemendikbud.
Pada setiap awal materi pelajaran terdapat kolom peta konsep yang
menggambarkan secara umum materi yang akan dibahas dan sasaran sikap
mulia yang hendak dicapai setelah terselenggaranya pembelajaran tersebut.
Adapun materi yang dikembangkan dalam buku “Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti” ini meliputi 1) Akidah, 2) Akhlak dan Budi Pekerti, 3)
Fiqih, 4) Sejarah Peradaban Islam, 5) Alquran dan Hadist.
Berikut gambaran identitas buku tersebut
Judul Buku : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Jenjang kelas : SMA/MA/SMK/MAK.
Penyusun : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tahun terbit : 2014.
Kota terbit : Jakarta.
Adapun tampilan bagian depan atau cover dari bukunya sebagai berikut
Gambar 3.1
B. Identitas Buku Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti.
Buku “Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti” untuk SMA
merupakan pelajaran yang diperuntukkan bagi siswa tingkat menengah atas
(SMA), yang disusun langsung oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (kemendikbud) Republik Indonesia. Penyusunan buku ini
mengacu pada kurikulum 2013 yang telah disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik yaitu kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang telah disusun oleh kemendikbud.
Pada awal maupun akhir materi dalam buku “Pendidikan Agama
Kristen dan Budi Pekerti” ini terdapat syair-syair lagu rohani, doa-doa kepada
Tuhan, serta kisah-kisah inspiratif. Materi yang disajikan antara lain adalah
ayat-ayat Alkitab, dan nilai-nilai kehidupan umat kristiani sehari-hari.
Berikut gambaran identitas buku tersebut
Judul Buku : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Jenjang kelas : SMA/MA/SMK/MAK.
Penyusun : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tahun terbit : 2014.
Kota terbit : Jakarta
Adapun tampilan bagian depan atau cover dari bukunya sebagai berikut
Gambar 3.2
C. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan Buku
1. Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Pada penyusunan buku pelajaran pasti memiliki latar belakang
atau alasan tertentu disampaikan oleh penyusun. Latar belakang dan tujuan
dalam buku pendidikan agama Islam dan budi pekerti ini dapat dilihat dari
kata pengantar yang disampaiakan oleh menteri pendidikan dan
kebudayaan Muhammad Nuh.
Berikut kutipan kata pengantar tersebut.
Misi utama (innama) pengutusan Nabi adalah untuk
menyempurnakan keluhuran akhlak. Ini dibukikan bahwa didalam
ayat al-Qur’an ini digunakan struktur gramatikal yang
menunjukan sifat eksklusif misi pengutusan Nabi. Sejalan dengan
itu, dijelaskan al-Qur’an bahwa beliau diutus hanyalah untuk
menebarkan kasih sayang kepada semesta alam. Dalam struktur
agama Islam, pendidikan akhlak adalah yang terpenting.
Penguatan akidah adalah dasar. Sementara ibadah adalah sarana,
sedangkan tujuan akhirnya adalah pengembangan akhlak mulia.
Nabi saw. Bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imanya
adalah yang paling baik akhlaknya.” Nabi saw. juga bersabda,
“Orang yang paling baik islamnya adalah yang paling baik
akhlaknya.” Dengan kata lain, hanya akhlak mulia yang dipenuhi
dengan sifat kasih sayang sajalah yang bisa menjadi bukti
kekuatan akidah dan kebaikan ibadah.
Karena itu, pelajaran agama Islam diorientasikan kepada
akhlak yang mulia dan diorientasikan kepada pembentukan anak
didik yang penuh kasih sayang. Bukan hanya penuh kasih sayang
kepada sesama muslim, melainkan kepada semua manusia,
bahkan kepada segenap unsur alam semesta. Hal ini selaras
dengan Kurikulum 2013 yang dirancang untuk mengembangkan
kompetensi yang utuh antara pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap. Peserta didik tidak hanya diharapkan bertambah
pengetahuan dan wawasanya, tetapi juga meningkat kecakapan
dan ketrampilanya serta semakin mulia karakter dan
kepribadianya.
Buku Pelajaran Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XI ini
ditulis dengan semangat itu. Pembelajaranya dibagi-bagi dalam
kegiatan-kegiatan keagamaan yang harus dilakukan siswa dalam
usaha memahami pengetahuan agamanya. Tetapi tidak berhenti
dengan pengetahuan agama sebagai hasil akhir. Pemahaman
tersebut harus diaktualisasikan dalam tindakan nyata dan sikap
keseharian yang sesuai dengan tuntunan agamanya, baik dalam
bentuk ibadah ritual, maupun ibadah sosial. Untuk itu, sebagai
buku agama yang mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi,
rencana pembelajaranya dinyatakan dalam bentuk aktivitas-
aktivitas. Urutan pembelajaran dirancang dalam kegiatan-kegiatan
keagaman yang harus dilakukan oleh siswa. Dengan demikian,
maeri buku ini bukan untuk dibaca, didengar, maupun dihafal
baik oleh siswa maupun guru, melainkan untuk menuntun apa
yang harus dilakukan siswa bersama guru dan teman-teman
sekelasnya dalam memahami dan menjalankan ajaran agamanya.
Buku ini menjabarkan usaha minimal yang harus dikaukan
siswa untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Sesuai
dengan pendekatan yang digunakan dalam kurikulum 2013, siswa
diajak menjadi berani untuk mencari sumber belajar lain yang
tersedia dan terbentang luas disekitarnya. Peran guru dalam
meningkatkan dan menyesuaikan daya serap siswa dengan
ketersediaan kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang
bersumber dari lingkungan sosial dan alam.
Implementasi terbatas kurikulum 2013 pada tahun ajaran
2103/2014 telah mendapat tanggapan yang sangat positif dan
masukan yang sangat berharga. Pengalaman tersebut
dipergunakan semaksimal mungkin dalam menyiapkan buku
untuk implementasi menyeluruh pada tahun ajaran 2014/2015 dan
seterusnya. Walaupun demikian, sebagai edisi pertama, buku ini
sangat terbuka dan perlu terus dilakukan perbaikan dan
penyempurnaan. Untuk itu kami mengundan para pembaca
memberikan kritik, saran dan masukan untuk perbaikan dan
penyempurnaan pada edisi berikutnya. Atas konstribusi tersebut
kami ucapkan terima kasih. Mudah-mudahan kita dapat
memberikan yang terbaik bagi kemajuan dunia pendidikan dalam
rangka memepersiapkan generasi seratus tahun Indonesia
merdeka (2045).
Melihat dari pernyataan diatas yang disampaikan oleh menteri
pendidikan dan kebudayaan, dapat diketahui bahwa latar belakang
penyusunan buku pendidikan agama dan budi pekerti ini adalah untuk
menyempurnakan keluhuran akhlak siswa. Hal ini selaras dengan kurikulum
2013 yang telah dirancang untuk megembngakna kopetensi utuh antara
kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain itu dengan adanya buk pendidikan
agama islam dan budi pekerti diharapkan peserta didik juga bertambah
peetahunaya, wawasan agamanya, menajamkan skill serta semakin mulia
karakter dan kepribadianya.
Selanjutnya, tujuan adanya penyusunan buku tersebut adalah
berusaha untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang
pengetahuan agamanya, mengaktualisasikan dalam tindakan nyata dan sikap
keseharian mereka yang sesuai dengan tuntutan agama islam, baik dalam
bentuk ibadah ritual maupun ibadah sosial, dan pada akhirnya mampu
memberikan konstribusi yang terbaik bagi kemajuan dunia pendidikan dalam
rangka mempersiapkan generasi seratus tahun Indonesia merdeka.
2. Buku Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti.
Pada penyusunan buku pelajaran pasti memiliki latar belakang
atau alasan tertentu disampaikan oleh penyusun. Latar belakang dan tujuan
dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti ini dapat dilihat
dari kata pengantar yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Muhammad Nuh.
Berikut kutipan kata pengantar tersebut.
Rumusan kompetensi telah diterima secara universal mencakup tiga
ranah, yaitu sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Pembelajaran
pengetahuan dipergunakan untuk menghasilkan ketrampilan dan
membentuk sikap. Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan nasional telah
dirumuskan untuk mengembangkan kompetensi peserta didik dalam tiga
ranah tersebut. Tujuan ini juga menegaskan agar sikap spiritual, menjadi
insan beriman dan bertakwa, dan sikap sosial, menjadi insan berakhlak
mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab, tumbuh berimbang.
Keseimbangan ini perlu tercermin dalam pembelajaran agama.
Melalui pembelajaran pengetahuan agama akan terbentuk ketrampilan
beragama dan terwujud sikap beragama siswa. Sikap beragama yang
diharapkan adalah sikap beragama yang utuh dan berimbang, mencakup
hubungan manusia dengan penciptanya dan hubungan manusia dengan
sekitarnya. Untuk memastikan keseimbangan ini, pelajaran agama perlu
diberi penekanan khusus terkait dengan akhlak mulia atau budi pekerti.
Buku pendidikan agama kristen dan budi pekerti kelas XI ini ditulis
dengan semangat itu. Pembelajaranya dibagi-bagi dalam kegiatan-
kegiatan keagamaan yang harus dilakukan siswa dalam usaha memahami
pengetahuan agamanya. Tetapi tidak berhenti dengan pengetahuan agama
sebagai hasil akhir. Pemahaman tersebut harus diaktualisasikan dalam
tindakan nyata dan sikap keseharian yang sesuai dengan tuntunan
agamanya, baik dalam bentuk ibadah ritual, maupun ibadah sosial.
Untuk itu, sebagai buku pendidikan agama yang mengacu pada
kurikulum berbasis kompetensi, rencana pembelajaranya dinyatakan
dalam bentuk aktivitas-aktivitas. Didalamnya dirancang urutan
pembelajaran yang dinyatakan dalam kegiatan-kegiatan keagamana ang
harus dilakukan siswa. Dengan demikian, buku ini menuntun apa yang
harus dilakukan siswa bersama guru dan teman-teman sekelasnya untuk
memahami dan menjalankan ajaran agamanya. Bukan buku yang
materinya ditulis untuk dibaca, didengar, ataupun dihafal oleh siswa
maupun guru.
Buku ini menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan siswa
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan
yang digunakan dalam kurikulum 2013, siswa diajak menjadi berani
untuk mencari sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang luas di
sekitarnya. Peran guru dalam meningkatkan dan menyesuaikan daya
serap siswa dengan ketersediaan kegiatan pada buku ini sangat penting.
Guru dapat memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-
kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan
sosial dan alam.
Implementasi terbatas kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2103/2014
telah mendapat tanggapan yang sangat positif dan masukan yang sangat
berharga. Pengalaman tersebut dipergunakan semaksimal mungkin dalam
menyiapkan buku untuk implementasi menyeluruh pada tahun ajaran
2014/2015 dan seterusnya. Walaupun demikian, sebagai edisi pertama,
buku ini sangat terbuka dan perlu terus dilakukan perbaikan dan
penyempurnaan. Untuk itu kami mengundan para pembaca memberikan
kritik, saran dan masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan pada
edisi berikutnya. Atas konstribusi tersebut kami ucapkan terima kasih.
Mudah-mudahan kita dapat memberikan yang terbaik bagi kemajuan
dunia pendidikan dalam rangka memepersiapkan generasi seratus tahun
Indonesia merdeka (2045).
Berdasarkan kutipan kata pengantar diatas, dapat diketahui bahwa
latar belakang penyusunan buku “pendidikan agama kristen dan Budi pekerti”
ini sejalan dengan kurikulum 2013 yang dirancang agar peserta didik mampu
mengenali potensi sekaligus mengembangkan sikapnya terkait dengan nilai-
nilai luhur kemanusiaan. Selain itu peserta didik juga diharapkan bertambah
wawasanya dalam bidang kajian keagamaan, terampil beragamanya, serta
dapat mewujudkan sikap beragama yang utuh dan berimbang dalam
hubungan manusia dengan penciptanya, sesama manusia, dan lingkunganya.
Kemudian tujuan penyusunan buku tesebut adalah berusaha
memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang agama kristen dan
diwujudkan dalam tindakan nyata, serta sikap keseharian yang sesuai dengan
tuntunan agama kristen, baik dalam bentuk ibadah ritual maupun sosial.
sehingga dapat memberikan berkonstribusi yang optimal bagi kemajuan dunia
pendidikan dalam rangka mempersiapkan generasi seratus tahun Indonesia
merdeka.
D. Konten Materi
1. Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XI.
Buku “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti” ini terdiri dari
11 bab tema pelajaran, setiap babnya terdiri dari 3-7 sub bahasan yang
mencakup renungan, pengamatan, materi dan latihan soal untuk peserta
didik. Kemudian di setiap bab dilengkapi dengan peta konsep, rangkuman
materi untuk memudahkan siswa dalam memahami inti dari materi
pelajaran. Kandungan materi pelajaran yang tersaji dalam buku ini
meliputi: 1) Al-Qur’an dan Hadis, 2) Aqidah, 3) Akhlak dan Budi pekerti,
4) Fiqh, 5) Sejarah Peradaban Islam.
Penyajian dalam buku ini terdapat beberapa rubrik yang dijadikan
fokus aktivitas siswa dalam memberikan penekanan-penekanan pada
aktivitas mandiri kepada peserta didik yaitu dengan fitur-fitur seperti peta
konsep, mari renungkan, mari mengamati, aktivitas siswa, kisah inspiratif
terkait materi, rangkuman, dan evaluasi. Deskripsi mengenai konten materi
yang terdapat dalam buku pendidikan agama islam dan budi pekerti ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Bab I, materi yang disajikan dalam pelajaran pertama ini adalah aqidah
dengan tema” Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup”. Uraian dari bab ini
mencakup beberapa item, diantaranya:
1) Berisi peta konsep Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, mari
mengamati gambar-gambar yang terkait dengan mapel, dan aktivitas
siswa yang berisi tanggapan atas pengamatan tersebut.
2) Berisi penjelasan materi tentang kitab-kitab suci yang diturunkan
sebelum Al-Quran.
3) Berisi tentang hikmah beriman kepada kitab-kitab suci, serta kisah
inspiratif yang terkait dengan materi.
4) Berisi rangkuman materi yang menjelaskan poin-poin utama dari
materi yang telah dipaparkan dan evaluasi berupa soal latihan yang
diberikan kepada peserta didik sebagai uji pemahaman materi.
b. Bab II, materi yang diberikan adalah akhlak dan budi pekerti dengan
tema” Hidup Nyaman dengan Perilaku Jujur”. Berikut ini materi yang
dituangkan ke dalam beberapa bagian, yaitu meliputi:
1) Berisi peta konsep tentang “hidup nyaman dengan perilaku jujur”,
dan mengamati gambar yang terkait dengan materi pelajaran.
2) Berisi pemaparan tentang kejujuran yang disertai dengan dalil Al-
Quran dan Hadist, serta gambar-gambar kegiatan sehari-hari yang
terkait dengan kejujuran.
3) Berisi tentang hikmah bersikap jujur, penerapanya dalam
kehidupan sehari-hari, serta kisah inspiratif yang terkait dengan
kejujuran.
4) Berisi tentang rangkuman materi yang menjelaskan inti utama dari
materi yang telah dipaparkan, serta evaluasi dimana ada lembar
soal yang harus dikerjakan oleh peserta didik.
c. Bab III, pembahasan yang disajikan pada pelajaran ketiga ini berkaitan
dengan fiqh yang bertemakan “kepedulian Umat Islam terhadap
Jenazah”, dan penyajian materi dipaparkan dalam beberapa bagian,
antara lain:
1) Berisi peta konsep tentang tatacara merawat jenazah, dan mari
mengamati gambar-gambar yang berkaitan dengan materi
pelajaran.
2) Berisi penjelasan tentang tata cara merawat jenazah, takziah
sampai berziarah kubur, yang dilengkapi dengan bacaan atau doa-
doa dan gambar yang terkait dengan materi.
3) Berisi tentang penerapan perilaku mulia seorang muslim terhadap
jenazah serta keluarga yang ditinggalkanya dan kisah inspiratif
yang terkait dengan materi.
4) Berisi rangkuman materi yang menjelaskan poin penting dari
materi yang telah dipaparkan dan evaluasi berupa soal latihan yang
diberikan kepada peserta didik.
d. Bab IV, pembahasan pada pelajaran keempat ini adalah materi tentang
fiqh dengan tema” Sampaikan dariku Walau Satu Ayat”. Pemaparan
pada bab ini disajikan dalam beberapa bagian, diantaranya:
1) Berisi peta konsep tentang khutbah, tabligh, serta dakwah, dan
mari mengamati gambar-gambar yang terkait dengan materi.
2) Berisi mutiara khazanah islam yang merupakan penjabaran dari
pokok materi, seperti pentingnya dakwah, khutbah serta tabligh,
dan ketentuan-ketentuan dari ketiganya yang dilengkapi dengan
dalil naqli baik dari Al-Qur’an maupun Hadist.
3) Berisi refleksi akhlak mulia, rangkuman yang merupakan
penjelasan poin penting dari materi serta evaluasi yang berupa
latihan soal.
e. Bab V, pembahasan yang disajikan dalam pembelajaran kelima ini
adalah materi tentang sejarah peradaban islam dengan tema”Masa
kejayaan Islam yang dinantikan Kembali”. Pembahasan dalam bab ini
disajikan dalam beberapa bagian, antar lain:
1) Berisi peta konsep tentang tema, dan mari renungkan tentang
masjid Cordova di Spanyol.
2) Berisi mutiara khazanah islam yang merupakan pemaparan materi,
yaitu periodesasi sejarah Islam, masa kejayaan islam, serta tokoh-
tokoh pada masa kejayaan islam disertai kisah isnpiratif dengan
judul miqdad bin amr (ahli filsafat yang dicintai Alloh dan Rasul-
Nya).
3) Berisi refleksi akhlak mulia, rangkuman yang berupa penjelasan
poin penting dari materi yang telah disajikan, dan evaluasi yang
berupa latihan soal bagi peserta didik sebagai uji pemahaman siswa
terhadap materi.
f. Bab VI, pembahasan yang disajikan pada pembelajaran keenam ini
adalah materi Al-Qur’an Hadist dengna tema” membangun bangsa
melalui perilaku taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja”.
Pembahasan pada bab ini terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu
sebgaai berikut:
1) Berisi peta konsep tentang tema, mari renungkan tentang gambar
suasana lomba cerdas cermat SMA.
2) Berisi mutiara khazanah islam yang merupakan uraian materi
pokok, seperti membaca ayat Al-Qur’an tentang pentingnya taat
aturan, kompetisi dalam kebaikan, serta etos kerja (An-Nisa’/4:59,
Al-Maidah/5:48, At-Taubah/9:105, serta hukum bacaan tajwidnya.
3) Berisi refleksi akhlak mulia, rangkuman yang berupa penjelasan
poin penting dari materi yang telah disajikan, dan evaluasi berupa
latihan soal sebagai uji pemahaman siswa.
g. Bab VII, pembahasan dalam pembelajaran ketujuh merupakan materi
aqidah yang bertema”Rasul-Rasul itu kekasih Alloh SWT”.
Pembahasan pada bab ini terbagi kedalam beberapa bagian, antara lain:
1) Berisi peta konsep tentang tema, mari renungkan tentang gambar
masjid Al-Aqsha di palestina.
2) Bermuatan mutiara khazanah islam yang merupakan penjelasan
dari pokok materi, seperti pengertian Iman kepada Rasul, sifat
Rasul-Rasul Alloh, tugas-tugas Rasul, serta hikmah beriman
kepada Rasul.
3) Berisi refleksi akhlak mulia, rangkuman yang merupakan
penjelasan poin penting dari materi yang telah diuraikan, dan
evaluasi yang berupa sola latihan bagi peserta didik.
h. Bab VIII, pembahasan yang disajikan pada materi kedelapan ini adalah
materi akhlak dengan tema ”Hormati dan Sayangi Orang Tua dan
Gurumu”. Penyajian pada bab ini terbagi kedalam beberapa bagian,
diantaranya:
1) Berisi peta konsep tentang tema, mari mengamati gambar yang
terkait dengan tema.
2) Berisi mutiara khazanah islam yang merupakan penjabaran dari
pokok materi, kisah tentang berbaktinya Uwais Al Qarni pada
Ibunya.
3) Berisi refleksi akhlak mulia, rangkuman yang menjelaskan poin-
poin penting dari materi yang tekah dipaparkan, serta evaluasi
berupa latiha soal bagi siswa untuk menguji pemahaman siswa.
i. Bab IX, pembahasan yang disajikan dalam pelajaran kesembilan ini
adalah materi Fiqh, dengan tema “Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam”.
Penyajian pada bab ini terbagi kedalam beberapa bagian, diantaranya:
1) Berisi peta konsep tentang prinsip dan praktik ekonomi islam, mari
mengamati gambar yang terkait dengan tema.
2) Berisi Mutiara Khazanah Islam yang merupakan penjabaran dari
pokok materi, seperti pengertian muamalah, macam-macam
muamalah, dan perbankan.
3) Berisi rangkuman yang merupakan penjelasan poin penting dari
materi yang telah dipaparkan, dan evaluasi berupa latihan soal
untuk menguji pemahaman siswa terhadap materi.
j. Bab X, pembahasan yang disajikan pada pelajaran kesepuluh ini adalah
materi Sejarah Peradaban Islam dengan tema “Bangun dan Bangkitlah
Wahai Pejuang Islam”. pembahasan disajikan dalam beberapa bagian,
diantaranya:
1) Berisi peta konsep tentang tema, mari mengamati tentang gambar
bangunan masjid di Madinah.
2) Berisi mutiara khazanah islam yang merupakan penjabaran dari
pokok materi, seperti islam Masa Modern (1800-sekarang), Tokoh-
Tokoh Pembaharuan Dunia Islam lengkap dengan gambarnya.
3) Berisi refleksi akhlak mulia, rangkuman yang merupakan
pemaparan poin penting dari semua materi, dan evaluasi berupa
latihan soal untuk uji pemahaman siswa terhadap materi.
k. Bab XI, pembahasan yang disajikan dalam pelajaran kesebelas ini
adalah materi Al-Qur’an dan Hadist dengan tema “Toleransi sebagai
alat pemersatu Bangsa”. Penyajian pada bab ini terbagi kedalam
beberapa bagian, diantaranya:
1) Berisi peta konsep tentang toleransi, mari renungkan tentang
gambar tawuran, suasana idul fitri saling bersalaman, serta siswa
sedang berdiskusi saling menghargai.
2) Berisi mutiara khazanah islam yang merupakan uraian dari pokok
materi, seperti mari membaca Q.S Yunus/10: 40-41, Q.S Al
Maidah/5: 32, memahami hukum tajwidnya, memahami pesan-
pesan mulia dari ayat tersebut yang disertai dengan Hadist terkait,
serta mengamalkan dan membiasakan akhlak mulia dengan
bersikap toleran dan menghindari dari perilaku tindak kekerasan.
3) Berisi refleksi akhlak mulia, rangkuman materi, serta evaluasi
untuk uji pemahaman siswa terkait materi.
2. Buku Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Kelas XI.
Buku pendidikan agama kristen dan budi pekerti kelas XI terdiri
14 bab. Dalam masing-masing babnya terdiri dari 3-4 sub bahasan dan
memuat beberapa kegiatan siswa. Buku ini mengambil ayat-ayat dari
Alkitab yang sesuai dengan masing-masing tema dalam setiap bab sebagai
bahan pembelajaran. Penjabaran buku pendidikan agama kristen dan budi
pekerti kelas XI, yakni sebagai berikut:
a. Bab I, pembahasan pada pelajaran pertama mengambil tema “Tuhan
Pedoman Kehidupan Keluargaku” dengan menggunakan Alkitab
sebagai sumber pembelajaran, yaitu Kejadian/2 :24, korintus/11 :3, dan
Yohanes/2: 1-11, yang memuat beberapa sub bahasan, diantaranya:
1) Pengantar: berisi doa, dan menyanyikan lagu keluarga cemara.
2) Tuhan pedoman kehidupan keluargaku: sub bahasan ini terdiri dari
5 kegiatan sebagai berikut:
a) Kegiatan 1 dimana terdapat sebuah pernyataan yang perlu
didiskusikan oleh peserta didik.
b) Kegiatan 2 berisi teks yang harus dibaca siswa terkait definisi
keluarga.
c) Kegiatan 3, penjelasan bahwa Tuhan adalah oknum pembentuk
sebuah keluarga. kemudian ada tiga hal yang harus didiskusikan
siswa dari penjelasan tersebut.
d) Kegiatan 4, siswa membaca sebuah teks terkait peran Tuhan
dalam keluarga.
e) Kegiatan 5, siswa diminta menuliskan pengalaman yang pernah
dirasakan tentang peran Tuhan dalam kehidupan bersama
keluarga.
3) Penutup, berisi rangkuman materi, dan 3 buah soal yang harus
dikerjakan untuk uji pemahaman siswa terkait materi.
b. Bab II, pembahasan dalam bab ini menggunakan Alkitab sebagai
sumber pembelajaran, yaitu Ulangan/6: 4-9 dan Timotius/1: 3-10
dengan tema”Keluarga Pusat Utama Pendidikan” yang memuat
beberapa sub bahasan, diantaranya;
1) Berisi teks doa, siswa diminta menyanyikan lagu berjudul “Inilah
Rumah Kami”, serta menguraikan kandungan Alkitab: Ulangan 6-
7.
2) Keluarga sebagai pusat utama pendidikan: sub bahasan ini terdiri
dari 4 kegiatan sebagai berikut
a) Kegiatan 1, dimana terdapat sebuah teks dimana peserta didik
diminta untuk menanggapi beberapa pertanyaan.
b) Kegiatan 2, penjelasan mengenai peran keluarga dalam proses
sosialisasi serta edukasi dengan mengambil contoh keluarga
Timotius sebagai model keluarga saleh.
c) Kegiatan 3, peserta didik diminta mengisi sebuah tabel
mengenai contoh-contoh konkret peran keluarga dalam proses
sosialisasi dan edukasi.
d) Kegiatan 4, siswa mendalami Alkitab dengan membaca
Timotius/1: 3-10 kemudian menjawab 4 butir soal.
3) Penutup, berisi rangkuman materi serta melengkapi Alkitab:
Amsal/29-17.
c. Bab III, pembahasan pada pelajaran ketiga ini mengambil beberapa ayat
Alkitab sebagai sumber utama, yaitu Efesus/4: 11-15, dan Ulangan/6: 7-
9 dengan tema “Relasi Bermakna antara Keluarga, Gereja, dan
Sekolahku”, yang memuat beberapa sub bahasan, antara lain:
1) Pengantar, berisi doa dan nyanyian bersama.
2) Arti Pendidikan Anak: sub bahasan ini berisi 3 kegiatan dengan
rincian sebagai berikut;
a) Kegiatan 1, peserta didik diminta mendiskusikan tentang
pendidikan diera sekarang.
b) Kegiatan 2, memahami arti Tri Pusat pendidikan, yakni
keluarga, gereja dan sekolah.
c) Kegiatan 3, siswa diminta untuk melengkapi kolom terkait
persamaan serta perbedaan pendidikan di sekolah dan dalam
keluarga.
3) Masalah sosial dalam kehidupan remaja: sub bahasan ini terdiri
dari 3 kegiatan yang merupakan kelanjutan dari kegiatan
sebelumya yaitu:
a) Kegiatan 4, siswa diminta mendiskusikan mengenai hal-hal
yang perlu dikembangkan dan dihindari oleh remaja Kristen.
b) Kegiatan 5, peserta didik diminta untuk menilai diri sendiri
dengan memberikan tanda cek pada kolom yang telah
disediakan.
c) Kegiatan 6, siswa diminta menyelesaikan sebuah proyek
penelitian tentang masalah sosial dalam kehidupan remaja
secara berkelompok.
4) Penutup, berisi rangkuman materi bernyanyi serta berdoa bersama.
d. Bab IV, pembahasan dalam bab ini mengambil beberapa ayat dalam
kitab Alkitab sebagai dalil, yaituYohanes/15: 1-8, Lukas/8: 4-15 dan
Mazmur/1: 1-6. Pelejaran keempat ini mengambil tema” Bertumbuh
sebagai keluarga Allah” yang memuat beberapa sub bahasan,
diantaranya sebagai berikut:
1) Pengantar, berisi doa serta nyanyian bersama.
2) Bertumbuh sebagai keluarga Allah: sub bahasan ini berisi 5
kegiatan dengan rincian sebagai berikut:
a) Kegiatan 1, mengemukakan tentang perubahan yang terjadi pada
diri sendiri baik secara fisik maupun non fisik.
b) Kegiatan 2, siswa diminta mengamati 2 buah gambar anggur,
lalu menganalisisnya.
c) Kegiatan 3, pendalaman materi tentang makna bertumbuh yang
berkualitas dalam keluarga Kristen.
d) Kegiatan 4, membaca Lukas/8: 4-15 lalu mendiskusikan
beberapa pertanyaan.
e) Kegiatan 5, disajikan sebuah gambar pohon, dimana peserta
didik diminta untuk mendeskripsikanya berdasarkan Mazmur/1:
1-6 secara berkelompok, dan hasilnya dipresentasikan.
3) Penutup, berisi rangkuman materi, bernyanyi serta berdoa bersama.
e. Bab V, pembahasan dalam bab ini mengambil ayat Alkitab
Matius/7:24-27, dan Kisah Para Rasul 2: 42 sebagai bahan belajar. Bab
ini mengusung tema “Keluarga yang Kuat, Melahirkan Pribadi yang
Kuat” yang memuat beberapa sub bahasan, antara lain;
1) Pengantar, berisi teks lagu “Ku Cinta K’luarga Tuhan” untuk
dinyanyikan secara bersama sama serta sajian berita berjudul
“Angka Perceraian di Indonesia, Terus Meningkat” untuk
diberikan tanggapanya.
2) Keluarga yang Kuat Melahirkan Pribadi yang Kuat: sub bahasan
ini berisi 6 kegiatan untuk siswa terkait tema pembelajaran,
rincianya sebagai berikut:
a) Kegiatan 1 peserta didik diminta membaca Matius/7: 24-27
selanjutnya mendiskusikan secara berkelompok.
b) Kegiatan 2, berisi pendalaman materi terkait tema yang diusung.
c) Kegiatan 3, berisi refleksi diri terkait sikap seorang Kristiani
yang taat.
d) Kegiatan 4, peserta didik diminta untuk mengidentifikasi diri
sendiri terkait kekuatan dan kelemahan yang melekat pada
masing-masing individu.
e) Kegiatan 5, terdapat 18 aspek sikap yang perlu dipraktekan
dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi pribadi Kristen yang
kuat.
f) Kegiatan 6, siswa diminta menemukan masalah serta solusinya
yang terjadi di lingkungan keluarga yang berkaitan dengan 18
aspek sikap diatas.
3) Penutup, berisi rangkuman materi, nyanyian dan doa bersama.
f. Bab VI, pembahasan dalam pembelajaran keenam menggunakan ayat
Alkitab Lukas/2: 41-52, Keluaran/20: 21, dan Kejadian/4:1-16 sebagai
bahan utama pembelajaran. Bab ini mengangkat tema tentang
“Tanggung Jawabku Terhadap Keluarga”, yang memuat beberapa sub
bahasan sebagai berikut:
1) Pengantar, berisi doa dan nyanyian dengan judul “Di Doa Ibuku”.
2) Tanggung Jawab Anak Terhadap Keluarga: sub bahasan ini terdiri
dari 5 kegiatan dengan rincian sebagai berikut:
a) Kegiatan 1, disajikan artikel berjudul “Kisah Ayah, Anak, dan
Burung Pipit” dan 3 butir soal yang harus dijawab oleh peserta
didik.
b) Kegiatan 2, berisi pendalaman materi terkait tema yang diangkat
dalam pembelajaran.
c) Kegiatan 3, peserta didik diminta memberikan contoh konkret
terkait perkembangan secara kognitif, moral-etika, ego dan
iman.
d) Kegiatan 4, peserta didik diminta membaca kisah Kain dan
Habel dalam Kejadian /4: 1-16 serta mendiskusikanya dengan
teman sebangku.
e) Kegiatan 5, siswa diminta mengisi kolom berisi komitmen
sesuai dengan firman Tuhan.
3) Penutup, berisi rangkuman materi, bernyanyi serta doa bersama.
g. Bab VII, pembahasan pada pembelajaran ketujuh ini mengambil ayat
Alkitab sebagai bahan belajar, yaitu Samuel/2: 12-17; 22-25, Lukas/2:
41-52, Petrus/4:9-10 dan Timotius/4: 7-8. Bab ini mengusung tema
pelajaran tentang “ Keluarga sebagai Gereja Mini” yang memuat
beberapa sub bahasan diantaranya:
1) Pengantar, berisi doa, nyanyian rohani bertajuk “Keluarga Hidup
Indah” dan 4 butir curahan pendapat.
2) Keluarga sebagai gereja mini: sub bahasan ini berisi 5 kegiatan,
yakni:
a) Kegiatan 1, pendalaman materi mengenai gereja serta keluarga
kristen.
b) Kegiatan 2, peserta didik diminta mendiskusikan Samuel/2: 12-
25 dan Lukas/2: 41-52.
c) Kegiatan 3, bermain peran sesuai dengan ajaran Alkitab.
d) Kegiatan 4, berisi curah pendapat yang disajikan dalam bentuk
laporan pendek.
e) Kegiatan 5 belajar melalui penugasan proyek.
3) Penutup, mencakup rangkuman materi serta diakhiri doa bersama
berjudul ” Syukur Padamu, Ya Allah”.
h. Bab VIII, pada pelajaran ini menggunakan Alkitab Kejadian/ 25: 22b-
29 dan Matius/19: 16-26 sebagai dalil. Bab ini membawakan tema”
Keluargaku dalam Gaya Hidup Modern” yang memuat beberapa sub
bahasan, diantaranya:
1) Pengantar, memuat doa serta lagu rohani bertajuk ”Keluarga yang
Damai”.
2) Dampak modernisasi bagi keluargaku: sub bahasan ini berisi 4
model kegiatan, rincianya sebagai berikut:
a) Kegiatan 1, berisi curah pendapat mengenai makna gaya hidup
modern.
b) Kegiatan 2, berisi pendalaman materi sesuai tema yang diusung.
c) Kegiatan 3, siswa mendiskusikan 4 butir soal yang tersaji secara
berkelompok.
d) Kegiatan 4 peserta didik menuliskan makna gaya hidup modern
yang dialami dalam keluarga serta mempresentasikan hasilnya
secara kelompok.
3) Penutup, mencakup rangkuman materi serta nyanyian lagu rohani.
i. Bab IX, pembahasan dalam pelajaran kesembilan ini mengambil
beberapa ayat Alkitab sebagai bahan belajar, yaitu Samuel/1:1-16 dan
Efesus/5:22-23. Bab IX ini mengusung tema “Dampak Modernisasi
Bagi Keluargaku” yang memuat beberapa sub bahasan, antara lain:
1) Pengantar, berisi doa serta nyanyian rohani.
2) Dampak modernisasi bagi keluargaku: berisi 4 kegiatan
diantaranya sebagai berikut:
a) Kegiatan 1, berisi curah pendapat menyangkut modernisasi
dalam kehidupan sehari-hari.
b) Kegiatan 2, mendalami topik yang merupakan penjelasan lebih
rinci terkait tema.
c) Kegiatan 3, siswa mendiskusikan 4 butir soal serta
mempresentasikan secara berkelompok.
d) Kegiatan 4 berbagi pengalaman dengan menceritakan
bagaimana dampak modernisasi di tengah kehidupan keluarga.
3) Rangkuman materi serta doa bersama.
j. Bab X, pembahasan dalam pelajaran kesepuluh ini mengambil ayat
Alkitab sebagai bahan belajar, yaitu Yesaya 57: 21 dan Matius 5:9. Bab
ini mengangkat tema “Keadilan dan Perdamaian dalam Keluarga” yang
memuat beberapa sub bahasan, diantaranya:
1) Pendahuluan
a) sub bahasan ini berisi teks doa dan syair lagu bertajuk “Yesus
Raja Damai”.
b) Berisi pengantar yang berupa ulasan tentang makna perdamaian.
c) Terdapat kegiatan 1, berisi sebuah tugas curah pendapat tentang
makna perdamaian dan keadilan dengan menjawab 3 pertanyaan
yang berkaitan.
d) Keadilan dan perdamaian dalam keluarga:
e) Kegiatan 2, mengamati gambar peristiwa pertengkaran yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
f) Kegiatan 3, membaca teks potongan ilustrasi yang
menggambarkan struktur keluarga yang bermasalah.
g) Kegiatan 4, mendalami Alkitab Yesaya 52:21 dan Matius 5:9.
h) Kegiatan 5, mengomentari sebuah teks cerita terkait tema yang
diangkat.
i) Kegiatan 6, membuat refleksi tentang seberapa jauh
2) Rangkuman materi dan membaca Yakobus 3: 17.
k. Bab XI, pembahasan dalam bab ini menggunakan Alkitab Kejadian/30:
1-24 dan Timotius/1: 5 sebagai bahan belajar. Bab XI ini mengusung
tema “ Home Sweet Home” yang memuat beberapa sub bahasan, antara
lain:
1) Pengantar, berisi doa serta syair lagu berjudul “ Janji yang Manis”.
2) Home sweet home: sub bahasan ini berisi 5 kegiatan, rincianya
sebagai berikut:
a) Kegiatan 1, siswa diminta mendiskusikan 4 butir soal yang
tersaji.
b) Kegiatan 2, belajar dari Alkitab Kejadian/30: 1-24 dan
Timotius/1:5 dan terdapat penjelasan tentang makna keluarga
ideal.
c) Kegiatan 3, siswa merancang proyek kebaktian keluarga
masing-masing.
d) Kegiatan 4, menyusun laporan hasil wawancara terkait makna
keluarga kristen yang ideal.
e) Kegiatan 5, menciptakan sebuah karya seni berbentuk tempelan
foto keluarga.
3) Rangkuman materi serta berdoa bersama.
l. Bab XII, pembahasan dalam pembelajaran kedua belas ini mengambil
Alkitab Efesus/5 :21-6:9, Kolose/3:18-22, Timotius/2:8-11 dan
Titus/2:1-10 sebagai bahan belajar dengan mengambil tema “Keluarga
Kristen Menjadi Berkat bagi Lingkungan” . bab XII ini memuat
beberapa sub bahasan, diantaranya:
1) Pengantar: berisi doa serta curah pendapat.
2) Keluarga menurut Alkitab
a) Kegiatan 1, pemahaman Alkitab khususnya Perjanjian Lama
tekait makna keluarga.
b) Kegiatan 2, membaca Amsal/31:10-31 lalu menjawab 5 butir
soal.
3) Peran anak dalam keluarga kristen yang menjadi berkat
a) Kegiatan 3, siswa berbagi pengalaman tentang tema yang
diangkat.
b) Kegiatan 4, tugas mengamati kemudian menjawab 3 buah soal
yang berkaitan.
4) Penutup, berisi rangkuman materi serta doa bersama.
m. Bab XIII, pembahasan dalam pelajaran ketiga belas ini mengambil
Alkitab Kejadian/1: 28; 6: 14-15 dan Amsal/ 1:7 sebagai bahan belajar
denga tema “Mensyukuri Anugerah Allah Lewat Perkembangan
IPTEK”. Bab ini memuat beberapa sub bahasan, antara lain:
1) Pengantar, berisi doa serta sedikit ulasan terkait sejarah
perkembangan IPTEK.
2) Kemajuan IPTEK:
a) Kegiatan 1, siswa bercerita tentang pengertian IPTEK.
b) Kegiatan 2, evaluasi diri dengan mengisi tabel yang sudah
disediakan. Tabel tersebut berisi pernyataan dan siswa mengisi
pada kolom “sikap saya” terkait dampak perkembangan IPTEK.
c) Kegiatan 3, menyusun laporan hasil wawancara terkait sikap
seorang Kristiani terhadap perkembangan IPTEK.
d) Kegiatan 4, mencari ayat Alkitab yang membahas tentang
IPTEK.
3) Rangkuman materi serta berdoa sebagai penutup pertemuan.
n. Bab XIV, pembahasan dalam pelajaran keempat belas ini mengambil
Mazmur/1: 1-3, Amsal/19:21 dan Yakobus/4: 13-17 sebagai bahan
belajar dengan tema “Berjalan Ke Masa Depan Bersama Tuhan”. Bab
XIV ini memuat beberapa sub bahasan, antara lain:
1) Pengantar, berisi doa serta sedikit ulasan terkait tema yang
diangkat.
2) Arti sebuah cita-cita:
a) Kegiatan 1, siswa berbagi pengalaman dengan teman sebangku
terkait cita-cita sejak masa kecil.
b) Kegiatan 2, mendiskusikan 3 butir soal tentang motivasi.
c) Kegiatan 3, curah pendapat mengenai dasar remaja kristen
dalam meraih impian dan harapan.
d) Kegiatan 4, membuat proyek persiapan dalam menghadapi
perkembangan IPTEK.
3) Rangkuman materi serta doa bersama sebagai penutup pelajaran.
E. Paparan Data
Peneliti menyajikan data yang diperoleh dalam bentuk tabel yang
dibagi dalam 4 kolom guna mempermudah pembaca dalam memahaminya.
Tabel 4.1
Buku Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Sekolah Menengah
Atas (SMA) kelas XI
Tema
Utama
Muatan
Ketidakadilan
Gender
Kritik
Muatan
Perspektif
Berkeadilan
Gender
BAB I Al-
Qur’an
Sebagai
Pedoman
Hidup
Ilustrasi perlombaan
MTQ (Hal 2). Nampak
peserta lomba hanya
dari kaum laki-laki
saja.
Dari ilustrasi itu,
pembaca bisa
terjebak pada
sebuah
pemahaman
yang tidak
sempurna terkait
dengan semangat
keadilan gender,
kesetaraan laki-
laki dan
perempuan
dalam
mendapatkan
hak-haknya serta
berkonstribusi
dalam bidang
keagamaan.
Ketidak
terlibatan
Dalam rangka
menciptakan
sebuah kondisi
yang berkeadilan
gender, sudah
sepatutnya
menampilkan
ilustrasi atau
gambar yang
merepresentasikan
konstribusi kaum
perempuan dalam
bidang
keagamaan..
Sumber: Sumber: Sumber:
Gambar 1.3 Q
perempuan
dalam kegiatan
tersebut seolah-
olah
mengasumsikan
bahwa
perempuan itu
kurang layak
berkecimpung di
ranah publik.
BAB II Hidup
Nyaman
dengan
Perilaku Jujur
Ilustrasi keihklasan
seorang bapak
memberikan bantuan
kepada seorang ibu
yang membutuhkan
(Hal 25).
Gambar ini bisa
menimbulkan
banyak persepsi,
salah satunya
ialah memberi
kesan bahwa
perempuan itu
makhluk yang
lemah dan cocok
menjadi objek
untuk dibantu.
Untuk menghapus
stigma negatif
tersebut, maka
perlu diciptakan
sebuah kondisi yang
mampu
memposisikan
kesetaraan antara
laki-laki dan
perempuan. misal
ditampilkan juga
gambar seorang
laki-laki memberi
bantuan kepada
sesama laki-laki. Ini
tentu akan
berdampak pada
persepsi masyarakat
luas bahwa ternyata
yang laki-laki pun
bisa menjadi
mahkluk yang
lemah dan cocok
menjadi objek
untuk diberi
bantuan.
BAB IV
Sampaikan
Dariku Walau
Satu Ayat
Dalam salah satu sub
bab berjudul
“mengkritisi sekitar
kita” halaman 55 pada
lembar aktivitas siswa
ditemukan sebuah
redaksi kalimat berikut
“Hermansyah adalah
seorang siswa kelas XI
salah satu SMA. Ia
rajin beribadah, rajin
mengajak teman untuk
ikut pengajian, kajian
Islam dan lain
sebagainya”.
Menilik redaksi
kalimat tersebut,
siswa selaku
pembaca bisa
terbawa pada
sebuah
penafsiran bahwa
laki-laki itu lebih
unggul daripada
perempuan,
karena contoh
yang diangkat
hanya laki-laki
saja. padahal
perempuan pun
mampu untuk
mandiri serta
berperan dalam
berbagai bidang
kegiatan di
masyarakat.
Sebagai tindakan
preventif untuk
meminimalisir
kesalahan
penafsiran, maka
perlu ditampilkan
contoh yang
seimbang antara
laki-laki dan
perempuan,
sehingga kesan
yang muncul adalah
kesetaraan antara
keduanya.
BAB V Masa
Kejayaan
Islam yang
Dinantikan
Tema ini menampilkan
beberapa nama atau
tokoh di era Kejayaan
Islam sebagai materi
Dari nama-nama
tokoh yang
disebutkan,
semuanya adalah
Berdasarkan fakta
sejarah, sebenarnya
dari kaum
perempuan pun
Kembali utama diantaranya:
1. Ilmu filsafat
Alkindi
Alfarabi
Ibnu Bajah
2. Kedokteran
Ar-Razi
Jabir bin Hayyam
3. Matematika
Al-Khawarizmi
Umar Alfarukhan
4. Astronomi
Al-Farazi
Al-Gattani
(Hal: 74).
kaum adam, tentu
hal ini bisa saja
dimaknai bahwa
seolah-olah kaum
perempuan
sedikit sekali
bahkan tidak
sama sekali
berkonstribusi di
era kejayaan
Islam, padahal
secara hakiki
keberadaan
perempuan
merupakan
pelengkap bagi
laki-laki, dimana
keduanya saling
mengisi dan
membantu.
muncul nama atau
tokoh yang
memberikan
konstribusi
signifikan di Era
Kejayaan Islam,
seperti Zubaidah
Binti Ja’far, istri
Khalifah Harun Ar
Rasyid, dan
menjadi ibu negara
yang memiliki
pengaruh sangat
besar dalam
Kekhalifahan
Abbasyiyah. Selain
itu ada pula nama
Turan, istri
Khalifah Al
Ma’mun, dan
Buran, salah satu
putri dari menteri
Al Ma’mun.
Nama-nama ini
perlu ditampilkan
guna memberikan
pemahaman kepada
siswa, bahwa kaum
perempuan
memiliki potensi
serta konstribusi
yang sama dengan
laki-laki.
BAB VI
Membangun
Bangsa
Melalui
Perilaku Taat,
Kompetisi
dalam
Kebaikan, dan
Etos Kerja
Ilustrasi seorang
bapak yang
sedang
memberikan
bantuan kepada
perempuan yang
membutuhkan
dalam rangka
mencari Ridha
Alloh dan
berlomba-lomba
dalam kebaikan
(Hal: 95).
Ilustrasi ini
tentunya bisa
semakin
menguatkan
image di
masyarakat akan
inferioritas kaum
perempuan serta
superioritas laki-
laki atas mereka.
Siswa selaku
generasi penerus
bangsa hendaknya
dihindarkan dari
kesan negatif yang
telah mengakar di
masyarakat,
khususnya kesan
yang seakan-akan
memposisikan
perempuan di
bawah laki-laki,
semisal dalam bab
ini dimunculkan
juga ilustrasi
seorang perempuan
yang sedang
membantu seorang
laki-laki yang
membutuhkan,
dengan adanya
gambar seperti itu,
image siswa
terhadap sosok
perempuan akan
lebih proposional
dan berkeadilan.
Dimana mereka
bisa menganggap
bahwa kedudukan
laki-laki dan
perempuan itu
setara.
BAB X
Bangun dan
Bangkitlah
Wahai
Pejuang Islam
Konten materi dalam
bab X ini mengangkat
nama atau tokoh
pembaru dunia Islam
masa modern sebagai
fokus pembelajaran
diantaranya:
Muhammad bin Abdul
Wahhab, Syah
Waliyullah,
Muhammad Ali Pasha,
Al-Tahtawi, Jamaludin
al Afgani, Muhammad
Abduh, Rasyid Rida,
Sayyid Ahmad Khan,
Sultan Mahmud II dan
Muhammad Iqbal.
(Hal: 169-176).
Membaca konten
materi tersebut,
bisa membawa
siswa kepada
suatu kesan atau
persepsi bahwa
kaum laki-laki
merupakan satu-
satunya pelaku
pembaharu Dunia
Islam serta
menafikan
konstribusi kaum
hawa di era
tersebut. Hal ini
sekali lagi
dikarenakan tidak
ada tokoh atau
nama perempuan
yang
dimunculkan.
Dengan merunut
pada kronologi
sejarah, ditemukan
nama atau tokoh
pembaharu dunia
Islam yang ternyata
mereka berasal dari
kalangan
perempuan, seperti
Amina Wadud,
Fetima Mernissi
dan lain sebagainya.
Mereka adalah para
mujadid yang telah
berkonstribusi bagi
umat Islam
khususnya dalam
hal
memperjuangkan
hak-hak kaum
perempuan. Dengan
adanya
pencantuman nama
atau tokoh
perempuan tersebut,
bisa memberikan
sebuah pemahaman
bagi siswa
bahwasanya
perempuan itu
memiliki andil
dalam masa
pembaruan Islam,
dan tentunya akan
semakin
memuluskan
langkah menuju
tercapainya kondisi
kehidupan yang
berkeadilan gender.
BAB XI
Toleransi
sebagai Alat
Pemersatu
Bangsa ilustrasi dua orang laki-
laki yang sedang
bersalaman dalam
rangka menumbuhkan
rasa persaudaraan
untuk menjaga
perdamaian. (Hal
:187).
Mengamati
ilustrasi tersebut
dimana tidak
ditampilkanya
gambar
perempuan bisa
memunculkan
beragam
persepsi, salah
satunya sebuah
kesan akan rasa
superioritas laki-
laki terhadap
perempuan,
yakni bahwa
urusan menjaga
persatuan dan
perdamaian.
Idealnya
ditampilkan juga
gambar perempuan
bersalaman dengan
perempuan baik
sesama muslimah
atau dengan non
muslimah, sehingga
pembaca bisa
memahami bahwa
tugas atau peran
menjaga pesatuan
dan perdamaian
adalah tanggung
jawab bersama,
baik laki-laki
maupun perempuan.
Tabel 4.2
Buku Pendidikan Agama Kristen Dan Budi Pekerti Sekolah
Menengah Atas (SMA) kelas XI
Tema
Utama
Muatan
Ketidakadilan
Gender
Kritik
Muatan
Perspektif
Berkeadilan Gender
BAB II
Keluarga
Pusat Utama
Pendidikan
Gambar ibu-ibu
yang sedang
mengasuh dan
mendidik anak-
anaknya (Hal: 16).
Gambar
disamping bisa
membawa pada
makna dan kesan
bahwa kewajiban
mengurus,
mengasuh dan
mendidik anak
masih dibebankan
kepada
perempuan (ibu)
saja,
Sebenarnya peran atau
tugas mengasuh,
mendidik serta
mengurus anak adalah
peran yang bisa
dipertukarkan kepada
laki-laki. Hal ini
diperlukan guna
tercipta kesetaraan
antara keduanya
dalam sebuah
keluarga. Maka
idealnya dalam bab ini
ditampilkan juga
semisal gambar laki-
laki yang sedang
mengajari anaknya
belajar atau sedang
mengasuh anaknya.
Sehingga bisa
memberi pemahaman
bahwa kewajiban akan
anak adalah tanggung
jawab bersama antar
ayah dan ibu.
BAB VII
Keluarga
sebagai
Gereja Mini
Ilustrasi Imam Eli
sedang mengkader
Samuel menjadi
hakim untuk umat
Tuhan (Hal :61).
Ilustrasi
disamping secara
tidak langsung
bisa mengarahkan
pembaca kepada
suatu pemaknaan
bahwa ternyata
sedikit sekali
kesempatan bagi
perempuan untuk
ikut
berkonstribusi di
bidang
keagamaan. Ini
tentu bisa
semakin
menguatkan
anggapan bahwa
wilayah
perempuan adalah
domestik saja.
Untuk mengkonstruk
pemahaman siswa
agar lebih peka
dengan keadilan
gender, hendaknya
ditampilkan juga
sebuah gambar
dimana muncul sosok
perempuan, tidak
hanya laki-laki saja.
Sehingga peserta didik
bisa mempunyai
sebuah pemahaman
bahwa antara laki-laki
dan perempuan adalah
setara dalam hal
memperoleh
kesempatan untuk
ikut berpartisipasi di
bidang keagamaan.
BAB VIII
Keluargaku
dalam Gaya
Hidup
Modern
Mengamati
gambar tersebut,
bisa semakin
mengaburkan
tugas atau peran
laki-laki dalam
Anggapan yang keliru
dan telah melekat kuat
dalam masyarakat,
yakni bahwa
mengasuh anak adalah
tanggung jawab
Gambar ibu-ibu
yang sedang
menjaga anaknya
serta berbelanja (Hal
:70).
hal mengasuh
anak-anaknya,
padahal pada
hakikatnya,
kewajiban
mengasuh anak
menjadi tugas
bersama antara
laki-laki dan
perempuan.
perempuan saja,
hendaknya segera
diluruskan, karena itu
bertentangan dengan
kosep keadilan
gender. Pemunculan
ilustrasi atau gambar
sosok bapak-bapak
yang sedang
mengasuh anaknya
bisa menjadi salah
satu langkah konkrit
untuk mempercepat
tercapainya kehidupan
yang berkeadilan
gender.
BAB X
Keadilan dan
Perdamaian
dalam
Keluarga
Gambar perempuan
sedang mengepel
lantai (Hal : 91).
Ilustrasi
disamping bisa
berdampak pada
sebuah asumsi
bahwa tugas
mengurus rumah
adalah kewajiban
perempuan
semata, padahal
peran itu bisa
dipertukarkan
kepada laki-laki.
Secara konseptual,
wacana keadilan
gender berupaya
menciptakan suatu
keseimbangan antara
laki-laki dan
perempuan dalam hal
menunaikan tugas dan
kewajibanya.
Mengurus rumah
adalah kewajiban
bersama antara ayah
dan ibu, sehingga
sudah sewajarnya
apabila ditampilkan
juga gambar bapak
atau ayah yang sedang
mengepel lantai, agar
kesan keadilan gender
bisa sampai kepada
para pembaca.
BAB XI
Home Sweet
Home
Di halaman 99
dimuat sebuah kisah
kehidupan Yakub
yang ingin menikahi
Rahel, putri Laban,
akan tetapi
nampaknya Laban
berusaha
mempersulit Yakub
untuk mencapai
tujuannya itu.
Berikut kutipan
ceritanya
“Yakub marah dan
akhirnya Laban
berjanji akan
memberikan Rahel
apabila Yakub
bekerja lagi padanya
selama 7 tahun”.
Menilik redaksi
kata yang dipakai
pada cerita
tersebut yakni
kata
memberikan,
seakan akan
memunculkan
kesan bahwa
keberadaan
perempuan itu
hampir sama
dengan sebuah
barang yang bisa
dipindah
tangankan dengan
leluasa, layaknya
barang dagangan.
Hendaknya redaksi
kalimat yang
ditampilkan
menggunakan pilihan
kata yang berpijak
pada semangat
keadilan serta
kesetaraan gender,
bukan malah
sebaliknya, misalnya
saja kata
memberikan Rahel
tersebut bisa diganti
dengan
mengikhlaskan atau
yang lainya. Sehingga
kesan yang nampak
adalah bahwa
perempuan merupakan
makhluk yang mulia
serta mempunyai
kedudukan yang sama
dengan laki-laki.
Selanjutnya berdasarkan temuan yang ada dalam dua tabel diatas,
penulis berupaya memberikan analisis seputar ketidakadilan gender dari buku
tersebut.
F. Analisis Muatan Ketidakadilan Gender dalam Buku Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti.
Jika kita merunut kembali tulisan Faqih tentang faktor ketidakadilan
gender sebagaimana berikut, yakni marginalisasi perempuan, penempatan
perempuan pada marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan terhadap
perempuan dan beban kerja majemuk yang tidak proposional. Hal itu bisa
dilihat aplikasinya dalam rancang bangun kurikulum pendidikan SMA
melalui pilihan gambar dan redaksi kata dalam buku Pendidikan Agama dan
Budi Pekerti kelas XI sebagaimana telah dipaparkan dibagian sebelumnya.
Misalnya marginalisasi, yaitu dimana perempuan dikucilkan dari
berbagai sektor kehidupan, sehingga kesempatan untuk ikut berpartisipasi
serta berkonstribusi menjadi terbatas bahkan hilang sama sekali (Faqih dalam
Maslkikah dkk, 2012: 13). Dari muatan yang dimunculkan dalam buku
Pendidikan Agama Islam tersebut, yang termasuk dalam kategori
marginalisasi adalah (1) ilustrasi perlombaan MTQ, dimana peserta yang
ditampilkan hanya laki-laki saja. Ini tentunya bisa mengarahkan pembaca
buku pada pemahaman yang kurang sempurna berkaitan dengan semangat
kehidupan yang berkeadilan gender, dimana hak kaum perempuan untuk ikut
memberikan sumbangsih dalam bidang keagamaan seolah-olah dibatasi, dan
adanya monopoli kaum laki-laki dalam bidang tersebut. (2) kutipan cerita
seorang siswa bernama Hermansyah yang nampak diunggulkan daripada
siswa lainya serta tidak ada nama siswi yang dimunculkan. (3) kutipan tokoh
atau nama orang yang berjasa di era kejayaan Islam dan era Pembaharuan
Islam, dimana semuanya adalah nama laki-laki, tanpa ada satupun tokoh atau
nama perempuan yang nampak. Redaksi kalimat yang demikian bisa
menimbulkan sebuah kesan yang seakan menyudutkan posisi perempuan
dalam kancah kehidupan bermasyarakat, dimana eksistensi mereka seolah-
olah terabaikan, kurang berguna serta tidak ada konstribusinya bagi kemajuan
sebuah peradaban yang pernah dan akan dicapai. Padahal tidak mungkin
sebuah kaum mampu mencapai peradaban yang tinggi tanpa adanya dorongan
serta bantuan dari kaum perempuan, sebagaimana pepatah mengatakan
dibalik kesuksesan seorang pria, pasti ada wanita yang mendampinya. (4)
Ilustrasi dua orang laki-laki yang sedang bersalaman, dalam rangka menjaga
persatuan dan kedamaian. Dalam konteks kekinian, setiap individu ingin
menjadi subjek yang berperan, bukan menjadi objek, termasuk kaum
perempuan. Kaitanya dengan urusan menjaga keamanan dan kedamaian,
posisi mereka setara dengan laki-laki, karena tidak jarang, perempuanlah
yang mampu meredam sebuah gejolak, atau bahkan sebaliknya menimbulkan
permasalahan yang mengganggu stabilitas keamanan, sehingga dengan kata
lain, keberadaan perempuan tidak bisa dipandang sebelah mata dalam urusan
menjaga persatuan dan kedamaian.
Sementara dalam buku PAK, yang masuk kategori marginalisasi
adalah ilustrasi Imam Eli yang sedang mengkader Samuel, dimana dalam
gambar itu tidak nampak adanya keterlibatan perempuan dalam urusan
keagamaan. Gambar yang demikian tentunya bagi orang yang awam akan
masalah gender, bukanlah hal yang krusial, dan dianggap biasa saja, padahal
jika ini dibiarkan dan tidak ada upaya pembenahan, maka anggapan bahwa
urusan keagamaan dan menjadi agamawan adalah ranah laki-laki, bukan
perempuan akan abadi di tengah-tengah masyarakat.
Apabila ilustrasi serta redaksi kalimat yang tidak berkeadilan gender
diatas dikonstruk dalam sebuah bingkai penafsiran, maka akan bisa
memunculkan sebuah kesan atau tafsir bahwa ruang bagi perempuan untuk
berkonstribusi dalam berbagai bidang kehidupan begitu terbatas, posisi
mereka begitu tersudut, bahkan pada tahap paling akhir, mereka akan
tersingkirkan sama sekali dari ranah-ranah kehidupan tersebut.
Selain marginalisasi sebagaimana dikemukakan diatas, ditemukan
juga faktor ketidakadilan gender dalam buku tersebut, yakni stereotip.
Stereotip sebenarnya hanya sebuah pelabelan saja, akan tetapi dalam konteks
ketidakadilan gender, ini merupakan sebuah bentuk perlakuan dimana
kelompok tertentu diberikan semacam label atau penanda yang bersifat
negatif yang cenderung bersifat merugikan (Maslikah dkk, 2012: 13). Dari
beberapa bagian isi buku PAI, ditemukan ilustrasi yang mengarah kepada
sikap stereotip, seperti ilustrasi seorang bapak yang sedang memberikan
bantuan kepada seorang ibu, dimana ilustrasi ini bisa memberikan stigma
negatif, salah satunya adalah kesan bahwa perempuan itu makhluk yang
lemah serta layak menjadi objek untuk dibantu. Tentunya hal ini sangat
merugikan kaum hawa, karena secara tidak langsung mereka dicap sebagai
makhluk yang hidupnya menggantungkan pada bantuan orang lain. Padahal
faktanya, banyak perempuan yang mampu hidup mandiri, dan tidak jarang
justru kaum laki-lakilah yang mengantungkan nafkah pada kaum perempuan.
Sedangkan dalam buku PAK, beban kerja majemuk menjadi muatan
ketidakadilan gender yang paling banyak ditemukan. Perlakuan ini menimpa
kaum perempuan, dimana mereka dibebankan dengan tugas domestik yang
begitu berat, seperti mengasuh serta mendidik anak, mengurus rumah, bahkan
sampai menjadi tulang punggung ekonomi keluarga (Maslikah dkk, 2012:
14). Semestinya perempuan diberi tugas yang proposional, tidak melulu
dibebani tugas domestik yang sebenarnya dapat dipertukarkan antara laki-laki
dan perempuan, sehingga akan tercapai suatu hubungan yang seimbang serta
berkeadilan dalam keluarga.
Selanjutnya dari perspektif agama Islam, ketidakadilan gender pada
hakikatnya bertentangan dengan salah satu pedoman hidup umat Islam yakni
Al-Qur’an, dimana secara eksplisit dalam beberapa suratnya telah
menjelaskan terkait kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan.
kita bisa membaca dari surat Al-Ahzab: 35.
ت و ٱلمسلمين إ ت و ٱلمؤمنين و ٱلمسلم نتين و ٱلمؤمن ت و ٱلق نت دقين و ٱلق ٱلص
ت و دق برين و ٱلص ت و ٱلص بر شعين و ٱلص ت و ٱلخ شع قين و ٱلخ ٱلمتصد
ت و ق ئمين و ٱلمتصد ت و ٱلص ئم
فظين و ٱلص ت فروجهم و ٱلح فظ كرين و ٱلح ٱلذ
ا و ٱلل ت كثير كر أعد ٱلذ غفرة وأجرا ٱلل ا لهم م ٠٣عظيم
Artinya
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu´, laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar” (Qs. Al-Ahzab: 35).
dan At-Taubah: 71.
ت و وٱلمؤمنو وينهو عن ٱلمعروف بعضهم أولياء بعض يأمرو ب ٱلمؤمن
ة ويقيمو ٱلمنكر لو ة ويؤتو ٱلص كو ويطيعو ٱلز ئك ۥ ورسوله ٱلل أول
ه سيرحمهم إ ٱلل ١٣ عزيزح حكيم ٱلل
Artinya
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”.( Qs. At Taubah: 71).
Inti dari kedua ayat tersebut menerangkan bahwa tidak dibedakan
antara laki-laki dan perempuan dalam hal beribadah, kesempatan untuk
beramal serta menggapai ampunan dan rahmat dari Alloh SWT. Berlandaskan
pada dalil diatas, maka tidak layak apabila ada dikotomi yang bersifat negatif
dan merugikan antara laki-laki dan perempuan, seperti perempuan yang
diasosiasikan dengan sifat lemah, sementara laki-laki bersifat kuat, laki-laki
bekerja di ranah publik sedangkan perempuan di ranah domestik, hal tersebut
lambat laun jika dibiarkan akan menjadi jurang pemisah antara keduanya.
Konsep kesetaraan yang diajarkan Al-Qur’an sebagaimana
tercantum diatas sudah sepatutnya diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari, agar antara laki-laki dan perempuan terjadi pola hubungan yang
harmonis, tidak ada istilah monopoli oleh satu pihak terhadap pihak lain
dalam suatu bidang tertentu, serta tidak ada rasa lebih unggul, sehingga
merendahkan yang lainya.
Hakikatnya semua manusia dihadapan Alloh adalah sama, diciptakan
dari unsur yang sama sebagaimana termaktub dalam surat An-Nisa: 1
أيها حدة وخلق منها زوجها ٱلذيربكم ٱتقوا ٱلناس ي ن نفس و خلقكم م
ا ونساء و ٱتقوا وبث منهما رجال كثير ٱلرحا و ۦتساءلو به ٱلذي ٱلل
إ اكا عليكم ر ٱلل ٣ قيب
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu”.(QS. An-Nisa’: 1).
Ayat diatas secara ekplisit membawa pesan bahwa Al-Qur’an
sebagai penunjuk jalan umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada
umumnya tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan (Umar,
1994: 241).
Lebih lanjut menurut beberapa penggiat hak-hak kaum feminis,
seperti Amina Wadud, Fatima Mernissi, dan Fatima Sadiqi, menyatakan
bahwa ketidakadilan gender merupakan tindakan yang bertentangan dengan
fitrah manusia, serta tidak ada dalil logis ataupun ideologi yang
melegalkanya, kalaupun toh dianggap ada, itu karena kesalahan mufasirnya.
Amina Wadud mencontohkan sebuah ayat yang sering dipakai untuk
melegitimasi kedudukan laki-laki terhadap perempuan, yakni surat Al
Baqarah ayat: 30-31, dalam ayat tersebut terdapat kata Kholifah, yang sering
diasosiasikan kepada kaum laki-laki, sehingga akan nampak bahwa laki-laki
lebih unggul daripada kaum perempuan. Menurut analisa Wadud, kata
Kholifah merujuk pada martabat manusia secara umum, baik laki-laki
maupun perempuan, bukan bermakna khusus sebagimana dipahami oleh
sebagian orang sehingga dia menekankan bahwa kholifah berkaitan erat
dengan gender dan martabat kaum perempuan (Wadud, 2006: 51).
Berkaca pada pemahaman Amina Wadud tersebut, maka pola
hubungan yang sesuai antara laki-laki dan perempuan adalah kesetaraan,
karena keduanya sama-sama memikul tugas sebagai wakil Alloh di bumi,
tidak boleh ada satu pihak yang merasa lebih unggul dalam suatu bidang
kehidupan tertentu, bahkan sampai memonopoli sehingga pihak lain merasa
tersingkirkan. Keduanya merupakan partner yang saling melengkapi, bukan
saling menjatuhkan. Hegemoni suatu kelompok hanya akan menimbulkan
ketimpangan, mengungkung potensi, serta menutup akses pihak lain yang
ingin berperan serta, baik dalam lingkup yang kecil, semisal keluarga, sampai
pada wilayah yang lebih luas lagi, yakni kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Sementara Fatima Mernissi, menilai bahwa ketidadilan gender
muncul akibat dari adanya lembaga-lembaga sosial tertentu yang membatasi
peran perempuan termasuk pemisahan serta subordinasi atas mereka
(Mernissi dalam Maslikah, 2012: 61). Kita bisa melihat bagaimana
masyarakat mendudukkan posisi perempuan dalam ranah kehidupan sehari-
hari, mulai dari anggapan-anggapan negatif yang disematkan kepada mereka
seperti adanya asumsi bahwa perempuan tidak layak menduduki suatu posisi
tertentu, tidak ahli dalam suatu bidang kehidupan, mahkluk yang lemah,
kurang terampil dsb, atau bahkan sampai perlakuan yang tidak berpijak pada
semangat kesetaraan dan persamaan seperti penyingkiran kaum perempuan
dalam suatu bidang, dan beban kerja majemuk yang memberatkan
perempuan. Jika kita mau meniliti secara seksama, ketidakadilan yang
menimpa kaum perempuan sejatinya bukanlah kodrat, melainkan akibat
konstruksi sosial masyarakat yang telah lama mengakar, dan dianggap
sebagai sesuatu yang sudah mapan. Padahal secara fitrah, manusia menempati
suatu posisi yang sama, meskipun berbeda secara bahasa, jenis kelamin, suku
ataupun yang lainya.
Apa yang disuarakan oleh Mernissi, digaungkan pula oleh sesama
aktivis feminis yang masih senegara, yakni Fatima Sadiqi. Dia
menggambarkan bagaimana perempuan ditempatkan pada sebuah posisi yang
mulia, dengan mengambil contoh salah satu istri Nabi yang diberi gelar
Ummul Mukminin (Sadiqi, 2003: 31). Gelar tersebut mencerminkan bahwa
perempuan memiliki status atau derajat yang luhur dalam kehidupan umat
manusia, maka sudah sewajarnya apabila kaum perempuan mendapatkan
sebuah status yang sama dengan laki-laki.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Berdasarkan pemamparan pada bab-bab sebelumnya, maka karya
penelitian ini secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
Konsep gender adalah perbedaan sosial yang berpangkal pada
perbedaan jenis kelamin, dimana perbedaan sosial itu dibakukan dalam tradisi
dan sistem budaya masyarakat. Gender bukanlah kodrat Tuhan, melainkan
suatu produk pemikiran manusia yang bersifat dinamis serta tergantung
dengan perubahan dan tuntutan zaman.
Ketidakadilan gender adalah suatu sistem atau struktur yang
menempatkan laki-laki ataupun perempuan pada posisi yang tidak semestinya
atau bisa juga sebuah kesan dan perlakuan yang mengunggulkan suatu jenis
kelamin tertentu dalam kehidupan sosial atau kebijakan publik sehingga
menyebabkan ketimpangan. Adanya ketidakadilan gender disebabkan oleh
perilaku dan perlakuan sosial seperti marginalisasi perempuan, penempatan
perempuan pada marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan terhadap
perempuan dan beban kerja majemuk yang tidak proposional.
Komparasi ketidakadilan gender yang ditemukan dalam buku PAI
maupun PAK kelas XI tingkat SMA, yang masih mengandung unsur
ketidakadilan gender, baik berupa gambar atau ilustrasi maupun yang
berbentuk redaksi kalimat.
Dalam buku PAI sendiri ditemukan 7 konten ketidakadilan gender
yang tersebar dalam 7 tema, dengan rincian 4 berbentuk ilustrasi dan 3
berbentuk redaksi kalimat. Sedangkan dalam buku PAK, ditemukan 6 muatan
ketidakadilan gender yang tersebar kedalam 5 tema pembelajaran, dengan
rincian 5 berbentuk ilustrasi, dan sisanya berbentuk redaksi kalimat.
Selanjutnya terkait dengan materi yang disajikan oleh buku
“Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti” serta buku “Pendidikan Agama
Kristen dan Budi Pekerti” secara keseluruhan sudah memadai untuk anak usia
16-18 tahun atau setara dengan tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas).
Hanya saja khusus untuk PAK, banyak muatan materi yang agak sulit
dipahami, dikarenakan materi yang ditampilkan berbasis pada budaya asing
yang berbeda jauh dengan budaya lokal asli negara kita.
B. SARAN
Ketidakadilan gender merupakan sesuatu hal yang penting untuk
diketahui, spirit untuk menghapus ketidakadilan gender dalam segala lini
kehidupan perlu digerakkan, termasuk dalam dunia pendidikan agama.
Pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan selaku
pembuat kebijakan terkait penyusunan atau perancangan kurikulum serta
buku teks ajar pendidikan agama untuk memberikan perhatian yang lebih
serius terhadap masalah gender tersebut, sehingga buku-buku yang beredar di
sekolah dapat mencerminkan konten materi yang berpijak pada semangat
keadilan gender. Bagi para guru agama sebaiknya juga concern dalam
masalah gender, sehingga peserta didik terbentuk dengan baik, bukan hanya
pendidikan agamnaya, namun juga sekaligus “melek” gender. Tidak hanya
buku agama Islam dan Kristen saja, akan tetapi semua buku agama-agama
yang lain. Hal ini bertujuan agar semua peserta didik di sekolah mempunyai
kesadaran akan arti pentingnya sebuah keadilan gender dalam kehidupan
berkeluarga, berbangsa dan bernegara, sehingga menjadi generasi muda yang
hebat dan dapat dibanggakan.
C. PENUTUP
Akhirnya, ada yang perlu digaris bawahi, bahwa penelitian ini belum
menggunakan analisis yang holistik dalam konteks referensi normatif maupun
studi gender, oleh karena itu masih diperlukan studi studi berikutnya yang
lebih inten dalam masalah ini. Penulis berharap penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi siap pun yang berminat dalam masalah gender.
.