Post on 02-Mar-2019
ANALISIS KELAYAKAN DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL TAHU
DI KABUPATEN KUNINGAN-JAWA BARAT
(Studi Kasus : Industri Kecil Tahu Lamping)
NUNUNG NURHAYATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa semua
pernyataan dalam tugas akhir yang berjudul :
ANALISIS KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA
INDUSTRI KECIL TAHU DI KABUPATEN KUNINGAN-JAWA BARAT
(STUDI KASUS : INDUSTRI KECIL TAHU LAMPING)
Merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan
komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas
akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2011
Nunung Nurhayati
P054090135
iii
ABSTRACT
NUNUNG NURHAYATI, Feasibility Analysis and Business Development
Strategy for Small Tofu Industry in Kuningan District, West Java (Case Study:
Tahu Lamping Small Industry). Under the supervision of H. MUSA HUBEIS and
SAPTA RAHARJA.
Kuningan District where agriculture is the inhabitant main livelihood, has
the potential for agro based processing industry sectors. Small and Medium
Industries (SMI) is business entity that able to provide job labor as well as source
of public revenue. One of Small Industries (SI) which sustain to grow since the
1960's at the Kuningan District is Tofu industry. In 2009, Tofu SI which is mostly
family business amount to 67 units spread over several sub-districts.
The purpose of this study were to analyze business performance, to analyze
the needs and feasibility of business development and to formulate a strategy in
business development of Tofu SI. Data collection methods used were field
surveys and in-depth interviews with related experts. Information obtained from
the District Government and Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI). Data
processing technique was using Friedman test and the Analytical Hierarchy
Process (AHP). The uniqueness of the Tahu Lamping SI is in the its production
system which include accuracy and appropriateness in every production process,
layout of production sites, so that the flow of production line can be performed
effectively and efficiently, waste disposal treatment, fine selection of raw
materials and Just-in-time (JIT) sales practices.
Feasibility analysis of business development Tahu Lamping SI obtained Net
Present Value (NPV) Rp. 395.696.655, Internal Rate of Return (IRR) is 38,72%,
Benefit/Cost Ratio (B/C ratio) is 3,10, Pay Back Period (PBP) during 1.19 years
and Break Even Point (BEP) value of 260.304 units. All these criteria show that
further business development is feasible. Tofu business development strategy
based on AHP analysis covers aspects of product manufacturing processes, waste
management and business financing. Priority strategies to improve the quality of
products is by training human resources such as scheduling techniques relating to
utilization of raw materials, raw material selection, division of work, techniques
for preparing simple Standard Operational Procedure (SOP) and also supervision
and quality control of products. Priority strategies for wastewater treatment efforts
is the training of in wastewater treatment such as technique of tofu waste
converted into biogas, producing nata de soya and biofilter,. While the priority
strategies in the business financing is working capital loans from supplier
cooperatives which is the KOPTI.
Keywords: Business Development Strategy, Feasibility Analysis, Small
Industries, Tofu, Quality.
iv
RINGKASAN
NUNUNG NURHAYATI. Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha
Industri Kecil Tahu di Kabupaten Kuningan-Jawa Barat (Studi Kasus : Industri
Kecil Tahu Lamping). Di bawah bimbingan H. MUSA HUBEIS sebagai Ketua
dan SAPTA RAHARJA sebagai Anggota.
Kabupaten Kuningan sebagai daerah dengan pertanian merupakan mata
pencarian utama penduduknya, memiliki potensi dalam sektor industri pengolahan
hasil pertanian. Industri Kecil Menengah (IKM) adalah kelompok usaha yang
mampu menyerap banyak tenaga kerja dan menjadi sumber pendapatan
masyarakat. Salah satu industri kecil (IK) yang bertahan dan terus berkembang
sejak tahun 1960-an di Kabupaten Kuningan adalah industri tahu. IK tahu yang
umumnya merupakan usaha turun temurun ini, pada tahun 2009 mencapai 67 unit
yang tersebar di beberapa Kecamatan, namun pengembangan usahanya belum
optimal.
Tujuan dari kajian ini adalah menganalisa kinerja usaha, menganalisa
kebutuhan dan kelayakan pengembangan usaha serta merumuskan strategi dalam
pengembangan usaha IK tahu. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
pengumpulan data primer dan sekunder melalui survei lapangan, wawancara
dengan pendekatan pakar atau kuesioner. Data diperoleh dari Pemda Kabupaten
Kuningan, Provinsi Jawa Barat, dan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI)
Kabupaten Kuningan, serta teknik dan pengolahan data menggunakan uji
Friedman dan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Keunggulan IK tahu lamping adalah dalam proses pengolahan produk yang
meliputi ketelitian dan ketepatan dalam setiap proses produksi, tata letak tempat
produksi yang teratur, sehingga aliran proses produksi dapat dilakukan dengan
efektif dan efisien, saluran pembuangan limbah yang memadai, pemilihan bahan
baku yang teliti dan Just in time (JIT) penjualan.
Analisa kelayakan pengembangan usaha IK tahu didapatkan nilai Net
Present Value (NPV) Rp. 395.696.655 (positif), Internal Rate of Return (IRR)
38,72% (lebih besar dari discount rate 14%), Benefit/Cost Ratio (B/C ratio) 3,10
(lebih besar dari 1), Pay Back Period (PBP) selama 1,19 tahun (kurang dari umur
ekonomis 10 tahun) dan titik impas produksi (260.304 unit tahu). Kesemua
kriteria tersebut menunjukan pengembangan usaha tahu layak untuk dilaksanakan.
Analisa senstivitas terhadap kenaikan harga kedelai dan penurunan harga
jual produk. Pada kenaikan harga kedelai 50%, usaha sudah tidak layak
dikembangkan lagi karena memiliki nilai NPV negatif, IRR di bawah discount
rate dan Net B/C kurang dari 1. Pada penurunan harga jual produk 20%, proyek
sudah tidak layak dikembangkan lagi karena memiliki nilai NPV negatif, IRR
dibawah discount rate dan Net B/C kurang dari 1.
v
Strategi pengembangan usaha tahu meliputi aspek proses pengolahan
produk, pengolahan limbah dan pembiayaan usaha. Prioritas strategi untuk
peningkatan kualitas produk adalah dengan pelatihan SDM berkaitan dengan
teknik penjadwalan terkait penggunaan bahan baku, pemilihan bahan baku,
pembagian pekerjaan, teknik penyusunan Standar Operational Procedure (SOP)
sederhana serta pengawasan dan pengendalian mutu produk. Prioritas strategi
dalam upaya pengolahan limbah adalah dengan pelatihan SDM dalam pengolahan
limbah cair seperti pengolahan limbah tahu menjadi biogas, pembuatan nata de
soya dan teknik biofilter,. Sedangkan Prioritas strategi dalam pembiayaan usaha
adalah pinjaman modal usaha dari koperasi, yaitu KOPTI.
Strategi pengembangan IK tahu berimplikasi terhadap aspek teknis,
manajemen dan lingkungan. Diperlukan komitmen dan kerjasama yang baik antar
pihak terkait diantaranya Pemda, KOPTI, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan
Hidup, Dinas Perindustrian, lembaga penelitian dan lembaga keuangan.
vi
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii
ANALISIS KELAYAKAN DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL TAHU
DI KABUPATEN KUNINGAN-JAWA BARAT
(Studi Kasus: Industri Kecil Tahu Lamping)
NUNUNG NURHAYATI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
viii
Tugas Akhir : Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan
Usaha Industri Kecil Tahu di Kabupaten Kuningan-
Jawa Barat (Studi Kasus: Industri Kecil Tahu
Lamping)
Nama Mahasiswa : Nunung Nurhayati
Nomor Pokok : P054090135
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS. Dipl, Ing DEA
Ketua
Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Industri Kecil dan Menengah
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS. Dipl, Ing DEA
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Dahrul Syah. M.Sc
Tanggal Ujian : 14 Februari 2011 Tanggal Lulus :
ix
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Analisis Kelayakan
dan Strategi Pengembangan Usaha Industri Kecil Tahu di Kabupaten Kuningan-
Jawa Barat (Studi Kasus : Industri Kecil Tahu Lamping)” yang merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi
Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian
Bogor (IPB).
Banyak pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian tugas akhir ini,
maka penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS. Dipl, Ing DEA selaku ketua Komisi
Pembimbing atas motivasi, bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
2. Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA selaku anggota Komisi Pembimbing atas
pembimbingan dan perhatiannya.
3. Prof.Dr.Ir.H Eriyatno, MSAE dan Dr. Lala M Kolopaking atas segala
bimbingan dan dukungan semangatnya.
4. Wawan Supandi, SE sekretariat KOPTI Kabupaten Kuningan dan Ibu Ani
atas segala kerjasama dan bantuannya.
5. Bapak Toto beserta istri pemilik usaha tahu lamping cahaya rasa yang telah
mengijinkan penulis melakukan penelitian, beserta para karyawannya atas
kerjasama dan bantuannya.
6. Bapak, Mama, Aa, Teteh, Mas Jaya dan keluarga serta seluruh keluarga yang
telah memberikan do’a, dukungan dan semangat.
7. Teman-teman MPI Angkatan XII atas kekompakan, semangat dan
bantuannya terutama teman satu bimbingan dan perjuangan Pak Mul dan Pak
Wisman, sekretariat MPI, Sinta dan teman-teman di PSP3 atas semangat dan
doanya.
8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir
ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulis berharap bahwa Tugas Akhir ini dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Februari 2011
Penulis
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan-Jawa Barat pada tanggal 20 Oktober 1983
sebagai anak bungsu dari Bapak Eko Salka dan Ibu Sarti. Pendidikan Sarjana
ditempuh di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2009 diterima di
Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Saat ini penulis adalah asisten peneliti di Pusat Studi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan (PSP3)-IPB.
xi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Perumusan Permasalahan ..................................................................... 3
1.3. Tujuan................................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4
2.1. Definisi UKM ....................................................................................... 4
2.2. Tahu ...................................................................................................... 5
2.3. Pendekatan Sistem.............................................................................. 10
2.4. Kelayakan Usaha ................................................................................ 11
2.5. Manajemen Strategi............................................................................ 14
III. METODE KAJIAN ...................................................................................... 19
3.1. Kerangka Pemikiran Kajian ............................................................... 19
3.2. Pengumpulan Data ............................................................................. 20
3.3. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................ 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 27
4.1. Keadaan Umum .................................................................................. 27
4.2. Kendala Pengembangan IK Tahu ....................................................... 29
4.3. Analisa Usaha Tahu ........................................................................... 31
4.4. Analisa Potensi Pasar ......................................................................... 42
4.5. Kelayakan Pengembangan Usaha Tahu ............................................. 47
4.6. Analisa Sensitivitas ............................................................................ 51
4.7. Strategi Pengembangan IK Tahu....................................................... 58
4.8. Implikasi Strategi Pengembangan IK Tahu ....................................... 67
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 69
A. Kesimpulan......................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 71
LAMPIRAN ................................................................................................ 73
xii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Produksi dan impor kedelai Indonesia ........................................................... 6
2. Nilai gizi tahu dan kedelai (% berdasarkan berat kering).............................. 6
3. Rendemen dan mutu tahu mentah.................................................................. 7
4. Syarat mutu tahu ............................................................................................ 9
5. Keuntungan penggunaan metode AHP ........................................................ 25
6. Penilaian kriteria berdasarkan skala perbandingan Saaty. ........................... 26
7. Perkembangan IK di Kabupaten Kuningan dari tahun 2004-2009 .............. 27
8. Jumlah IK tahu di Kabupaten Kuningan ..................................................... 28
9. Anggota KOPTI-Kabupaten Kuningan tahun 2009 .................................... 28
10. Nilai persediaan kacang kedelai per 31 Desember 2009 ............................. 29
11. Perbedaan BNMK dan BMK ....................................................................... 30
12. Biaya produksi tahu ..................................................................................... 41
13. Kondisi perekonomian Kabupaten Kuningan tahun 2007-2008 ................. 44
14. Rataan Pendapat Konsumen ........................................................................ 45
15. Prakiraan penjualan tahu dengan menggunakan metode single exponential
smoothing with trend (α=0,5, β=0,5) ........................................................... 46
16. Biaya investasi produksi tahu ...................................................................... 47
17. Biaya tetap ................................................................................................... 48
18. Nilai analisa finansial dan kelayakan .......................................................... 50
19. Nilai analisa finansial dengan pendugaan kenaikan harga kedelai .............. 55
20. Nilai analisa finansial dengan pendugaan penurunan harga penjualan
produk .......................................................................................................... 58
21. Analisa faktor dan unsurnya ........................................................................ 59
22. Prioritas faktor, aktor, tujuan dan strategi proses pengolahan produk ........ 60
23. Prioritas faktor, aktor, tujuan dan strategi pembiayaan usaha ..................... 63
24. Prioritas faktor, aktor, tujuan dan strategi pengolahan limbah .................... 65
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Model lima kekuatan Porter......................................................................... 16
2. Roda strategi bersaing.................................................................................. 17
3. Konteks dimana strategi bersaing dirumuskan ............................................ 18
4. Tahapan Kajian ............................................................................................ 19
5. Diagram alir proses pembuatan tahu ........................................................... 32
6. Proses perendaman kedelai .......................................................................... 33
7. Proses penggilingan kedelai ........................................................................ 34
8. Proses penyaringan bubur kedelai ............................................................... 34
9. Pencetakan tahu ........................................................................................... 35
10. Pengepresan tahu ......................................................................................... 36
11. Pemotongan tahu ......................................................................................... 36
12. Penaburan garam ......................................................................................... 37
13. Proses penggorengan tahu ........................................................................... 37
14. Tekstur tahu setelah digoreng ...................................................................... 38
15. Pedagang keliling tahu ................................................................................. 40
16. Tata niaga penjualan tahu ............................................................................ 40
17. Ampas tahu .................................................................................................. 42
18. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Kuningan tahun 2000-2008 ................ 43
19. Proyeksi pertumbuhan penduduk Kabupaten Kuningan tahun 2009-2015 . 43
20. Proyeksi penjualan tahu ............................................................................... 47
21. Struktur AHP proses pengolahan produk .................................................... 60
22. Struktur AHP pembiayaan usaha ................................................................. 62
23. Model pembiayaan usaha ............................................................................ 64
24. Struktur AHP pengolahan limbah ................................................................ 65
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Analisa kelayakan usaha tahu ...................................................................... 74
2. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 10% ................................... 79
3. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 20% ................................... 81
4. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 30% ................................... 83
5. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 40% ................................... 85
6. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 50% ................................... 87
7. Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 10% .. 89
8. Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 15% .. 91
9. Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 20% .. 93
10. Rekapitulasi kuesioner uji Friedman ........................................................... 95
11. Perhitungan proyeksi pertambahan penduduk ........................................... 102
12. Perhitungan proyeksi penjualan dengan menggunakan WinQSB ............. 103
13. Perhitungan strategi pengembangan usaha dengan AHP .......................... 104
14. Kuesioner survey lapangan ........................................................................ 107
15. Kuesioner Uji Friedman ............................................................................ 113
16. Kuesioner AHP untuk proses pengolahanp Produk................................... 115
17. Kuesioner AHP untuk pengolahan limbah ................................................ 119
18. Kuesioner AHP untuk pembiayaan usaha ................................................. 123
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu pangan strategis bagi bangsa Indonesia
yang merupakan sumber gizi protein nabati utama. Kebutuhan kedelai
nasional mencapai 2.240.000 ton setiap tahunnya. Sampai saat ini produksi
kedelai lokal hanya mampu memenuhi 20-30% kebutuhan kedelai nasional,
sehingga pemerintah masih harus mengimpor kedelai dari beberapa negara
penghasil kedelai dunia seperti United State of America, Brazil, Argentina,
China, India dan Paraguay. Dengan demikian Indonesia masih
menggantungkan 70-80% kebutuhan kedelai pada impor dari negara.
Kedelai telah menjadi bagian makanan sehari-hari bangsa Indonesia
selama lebih dari 200 tahun. Saat ini sebagian besar kedelai yang
dikonsumsi masyarakat telah melalui proses pengolahan. Proses pengolahan
telah merubah bahan baku kedelai menjadi berbagai produk pangan olahan.
Pengolahan kedelai dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu dengan
fermentasi dan tanpa fermentasi. Pengolahan melalui fermentasi akan
menghasilkan kecap, oncom, tauco, dan tempe. Sedangkan bentuk olahan
tanpa melalui fermentasi adalah susu kedelai, tahu, tauge dan tepung
kedelai.
Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai bentuk olahan kedelai
berupa tahu. Tahu dikenal sebagai makanan rakyat, karena harganya yang
murah sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Setiap
1 kg kedelai mengandung kurang lebih 300-400 (40%) protein, 200-350
(35%) karbohidrat, 150-200 (20%) lemak dan sisanya merupakan zat-zat
mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium dan vitamin anti beri-beri
(Sarwono dan Saragih, 2001).
Kebiasaan makan tahu menjadi budaya yang turun temurun, karena
selain harganya murah, tahu dapat diolah menjadi berbagai variasi masakan.
Tahu sudah menjadi kebutuhan pokok untuk masyarakat Indonesia. Tahu
diperdagangkan dengan berbagai variasi, bentuk, ukuran dan nama.
Beberapa daerah memiliki tahu berciri khas, selain untuk dikonsumsi
2
masyarakat sekitar tetapi juga dijadikan sebagai oleh-oleh khas daerah
tersebut.
Kabupaten Kuningan sebagai daerah dengan pertanian merupakan
mata pencarian utama penduduknya, memiliki potensi dalam sektor industri
pengolahan hasil pertanian. Perkembangan industri kecil (IK) di Kabupaten
Kuningan dari tahun 2004-2009 cenderung terus meningkat, terutama dalam
sektor perdagangan dan industri pertanian.
Sesuai kondisi potensi daerah Kabupaten Kuningan, Industri Kecil
Menengah (IKM) adalah kelompok usaha yang mampu menyerap banyak
tenaga kerja dan menjadi sumber pendapatan masyarakat. Salah satu IK
yang bertahan dan terus berkembang sejak tahun 1960-an di Kabupaten
Kuningan adalah industri tahu. IK tahu yang umumnya merupakan usaha
turun temurun ini, pada tahun 2009 mencapi 67 unit yang tersebar di
beberapa kecamatan.
Diduga pengembangan usaha IK tahu di Kabupaten Kuningan belum
optimal disebabkan keterbatasan permodalan, keterampilan usaha, sarana
produksi, manajemen dan pemasaran. Padahal peningkatan jumlah
penduduk dan perekonomian masyarakat yang meningkat setiap tahunnya
merupakan kondisi yang menguntungkan untuk IK tahu. Selain itu program
pengembangan tempat wisata oleh Pemda Kuningan yang diiringi oleh
peningkatan jumlah wisatawan juga merupakan pasar potensial untuk IK
tahu. Oleh karena itu diperlukan analisa pengembangan usaha dan strategi
pengembangan usaha yang tepat, sehingga menjadi IK berkelanjutan.
3
1.2. Perumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka perumusan
masalah kajian ini adalah :
1. Bagaimana kinerja usaha tahu di Kabupaten Kuningan-Jawa Barat ?
2. Fasilitas/ kebijakan yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha tahu ?
3. Bagaimana kelayakan pengembangan usaha tahu ?
4. Bagaimana merumuskan strategi pengembangan usaha ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah :
1. Menganalisa kinerja usaha IK tahu di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
2. Menganalisa kebutuhan pengembangan usaha IK tahu di Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat.
3. Menganalisa kelayakan pengembangan usaha IK tahu.
4. Merumuskan strategi dalam pengembangan usaha IK tahu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi UKM
Menurut Hubeis (2009), UKM didefinisikan dengan berbagai cara
yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya. Oleh karena
itu, perlu dilakukan tinjauan khusus terhadap definisi-definisi tersebut agar
diperoleh pengertian yang sesuai tentang UKM, yaitu menganut ukuran
kuantitatif yang sesuai dengan kemajuan ekonomi.
Berbagai definisi mengenai UKM dalam Hubeis (2009) yaitu:
1. Di Indonesia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM
berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi.
a. Badan Pusat Statistik (BPS): UKM adalah perusahaan atau industri
dengan pekerja antara 5-19 orang.
b. Bank Indonesia (BI): UKM adalah perusahaan atau industri dengan
karakteristik berupa: (a) modalnya kurang dari Rp. 20 juta; (b) untuk
satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5 juts; (c)
memiliki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan;
dan (d) omzet tahunan ≤ Rp 1 miliar.
c. Departemen (Sekarang Kantor Menteri Negara) Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah (UU No. 9 Tahun 1995): UKM adalah kegiatan
ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan
kekayaan bersih RP 50 juta – Rp. 200 Juta (tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan ≤ Rp 1 miliar; dalam
UU UMKM/ 2008 dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp 500 juta
dan penjualan bersih tahunan Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar.
d. Keppres No. 16/ 1994: UKM adalah perusahaan yang memiliki
kekayaan bersih maksimal Rp. 400 juta.
e. Departemen Perindustrian dan Perdagangan:
1) Perusahaan memiliki aset maksimal Rp 600 juta di luar tanah dan
bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung),
2) Perusahaan memiliki modal kerja di bawah Rp 25 juta
(Departemen Perdagangan sebelum digabung)
5
f. Departemen Keuangan: UKM adalah perusahaan yang memiliki
omset maksimal Rp 600 juta per tahun dan atau aset maksimum Rp
600 juta di luar tanah dan bangunan.
g. Departemen Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan
standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merk Dalam Negeri
(MD) dan Merk Luar Negeri (ML).
2. Di negara lain atau tingkat dunia, terdapat berbagai definisi yang
berbeda mengenai UKM yang sesuai menurut karakteristik masing-
masing negara, yaitu :
a. World Bank : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ± 30
orang, pendapatan per tahun US$ 3 juta dan jumlah aset tidak
melebihi US$ 3 juta.
b. Di Amerika : UKM adalah industri yang tidak dominan di sektornya
dan mempunyai pekerja kurang dari 500 orang.
c. Di Eropa : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-40
orang dan pendapatan per tahun 1-2 juta Euro, atau jika kurang dari
10 orang, dikategorikan usaha rumah tangga.
d. Di Jepang : UKM adalah industri yang bergerak di bidang
manufakturing dan retail/ service dengan jumlah tenaga kerja 54-300
orang dan modal ¥ 50 juta – 300 juta.
e. Dik Korea Selatan : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja
≤ 300 orang dan aset ≤ US$ 60 juta.
f. Di beberapa Asia Tenggara : UKM adalah usaha dengan jumlah
tenaga kerja 10-15 orang (Thailand), atau 5 – 10 orang (Malaysia),
atau 10 -99 orang (Singapura), dengan modal ± US$ 6 juta.
2.2. Tahu
Saat ini kebutuhan kedelai Indonesia sebagian besar masih di impor
dari beberapa negara di dunia, perkembangan produksi dan impor kedelai
Indonesia disajikan pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Produksi dan impor kedelai Indonesia
No Tahun Produksi (ton/tahun) Impor (ton/tahun)
1 2000 1.190.000 1.277.685
2 2001 817.017 1.136.419
3 2002 908.924 1.365.253
4 2003 671.600 1,192,717
5 2004 723.483 1.117.790
6 2005 808.353 1.376.000
7 2006 746.611 1.276.000
8 2007 608.000 1.300.000
9 2008 800.000 1.200.000
10 2009 924.511 Data belum tersedia
Sumber : BPS, 2010
Produk olahan kedelai yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia ialah tahu. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian, yaitu
tauhu. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han
sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An yang merupakan seorang
bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang yang mendirikan Dinasti
Han. Di Jepang, tahu dikenal dengan nama tofu. Tofu dibawa oleh para
perantau Cina sehingga makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia
Tenggara, lalu juga akhirnya ke seluruh dunia (Sarwono dan Saragih, 2001).
Tahu dikenal sebagai makanan rakyat karena harganya yang murah,
dapat dijangkau oleh masyarakat lapisan bawah sekalipun. Namun demikian
tahu sering disebut daging tidak bertulang karena kandungan gizinya,
terutama mutu protein, setara dengan daging hewan (Tabel 2). Bahkan,
protein tahu lebih tinggi dibandingkan dengan protein kedelai.
Tabel 2. Nilai gizi tahu dan kedelai (% berdasarkan berat kering)
Zat Gizi Tahu Kedelai
Protein 49 39
Lemak 27 20
Karbohidrat 14 36
Serat 0 5
Abu 4 6
Kalsium 0,913 0,253
Natrium 0,038 0
Fosfor 0,656 0,651
Besi 0,011 0,009
Vitamin B1 0,0001 0,001 (sebagai B kompleks)
Vitamin B2 0,0001 -
Vitamin B3 0,003 -
7
Bahan baku untuk membuat tahu kualitas tinggi adalah kedele putih
berbiji besar. Rendemen dan mutu tahu yang dihasilkan berbeda untuk
setiap jenis kedelai. Pada Tabel 3 disajikan rendemen dan mutu tahu untuk
lima jenis kedelai.
Tabel 3. Rendemen dan mutu tahu mentah
No
Galur
harapan/
varietas
Berat(kg) Rendemen
(%)
Jumlah
Tahu Warna Tekstur
Awal Tahu
1 K-27 2,5 10,15 406 131 Putih Bersih Lembut
2 K-25 2,5 10,23 409 135 Putih Bersih Lembut
3 Burangrang 2,5 9,00 360 117 Putih Sangat Lembut
4 Wilis 2,5 7,62 305 106 Putih Lembut
5 Kedelai impor 2,5 8,65 346 120 Putih Lembut
Rata-rata 2,5 9,13 365 122
Suprapti (2005) menyatakan tahu merupakan makanan rakyat yang
umumnya dikenal dengan tempat pembuatannya, misalnya tahu Sumedang,
tahu Kediri, tahu Kuningan dan lain-lain. Tahu diperdagangkan dengan
berbagai variasi bentuk, ukuran dan nama. Selain tahu putih atau tahu biasa,
di pasar juga dikenal berbagai tahu komersial yang sudah memiliki nama
dan berciri khas, seperti :
1. Tahu Sumedang disebut juga tahu pong alias tahu kulit. Tahu ini
merupakan lembaran-lembaran tahu putih setebal sekitar 3 (tiga) cm
dengan tekstur yang lunak dan kenyal. Tahu putih ini disimpan dalam
wadah yang telah berisi air. Tahu putih yang siap olah biasanya dipotong
kecil-kecil sebelum digoreng. Tahu gorengnya berupa tahu kulit yang
lunak dan kenyal. Isinya kosong (kopong dalam bahasa Jawa), maka
disebut tahu pong. Tahu Sumedang biasanya dikonsumsi sebagai
makanan ringan dan dilalap dengan cabai rawit.
2. Tahu Bandung berbentuk persegi (kotak), tekstur agak keras dan kenyal,
warnanya kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu
digoreng dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan. Tahu ini enak
dimakan dengan lalap cabai rawit.
3. Tahu Cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus dan kenyal
dibandingkan tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm.
Ukuran dan bobot tahu relatif seragam, karena proses pembuatannya
8
dicetak dan dipres dengan mesin. Dalam pembuatannya, digunakan sioko
(kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal protein sari kedelainya.
4. Tahu kuning mirip tahu Cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning
dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan
dalam masakan Cina.
5. Tahu takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Kalau dipijit,
tahunya terasa padat. Proses pengolahan tahu takwa pada prinsipnya
sama dengan tahu biasa, hanya terdapat perbedaan dalam perlakuan,
terutama pada perendaman kedelai dan pengepresan tahu. Bahan bakunya
dipilih kedelai lokal yang berbiji kecil-kecil. Penggumpalan sari kedelai
menggunakan asam cuka. Sebelum dipasarkan, tahu takwa dimasak atau
dicelup beberapa menit dalam air kunyit mendidih sehingga warnanya
menjadi kuning. Tahu dijual dan disimpan dalam keadaan kering tanpa
perlu direndam air seperti tahu putih biasa.
6. Tahu sutera banyak dijual pasar swalayan. Tahu ini sangat lembut dan
lunak. Dulu, tahu ini mudah sekali rusak sehingga harus segera diolah.
Namun, sekarang proses pembuataanya lebih modern sehingga
produknya lebih tahan lama. Oleh karenanya, tahu sutera sekarang
disebut long life tofu. Tahu yang berasal dari Jepang ini biasanya
dikonsumsi sebagai makan penutup (dessert) dan disajikan bersama sirup
jahe agar cita rasanya lebih lezat.
7. Tahu Kuningan adalah tahu putih yang dijual dalam bentuk mentah atau
digoreng. Setelah digoreng, tahu Kuningan mirip dengan tahu Sumedang,
perbedaannya meski digoreng kering bagian dalamnya tidak kepong dan
tetap lembut. Tahu dijual dalam kemasan keranjang dan disantap dengan
cabe rawit lebih nikmat. Tahu Kuningan merupakan makanan khas yang
sering dijadikan buah tangan oleh para pengunjung yang berwisata.
Menurut Sarwono dan Saragih (2001), tahu yang beredar di pasar
tradisional saat ini mutunya masih beragam. Oleh karena itu ada beberapa
hal yang harus diketahui untuk memilih tahu yang bermutu :
1. Tahu sebaiknya tidak menggunakan pewarna, namun beberapa tahu
menggunakan pewarna. Dalam memilih tahu yang berwana harus lebih
9
cermat. Warna yang terlalu cerah atau mencolok, sebaiknya dihindari
karena pewarna yang digunakan biasanya berupa pewarna sintetik,
seperti bahan pewarna cat atau kain.
2. Untuk mengetahui mutu tahu dapat dicium dari aromanya. Aroma tahu
yang agak wangi dan menyengat sebaiknya dihindari karena
kemungkinan diberi pengawet formalin (bukan pengawet makanan).
3. Untuk mengetahui kesegaran, peganglah permukaan tahu. Tahu yang
tidak segar lagi, selain aromanya masam sampai busuk, permukaannya
berlendir, teksturnya lunak dan kurang kompak, bahkan ada kalanya telah
berjamur. Produk semacam ini tidak layak lagi dikonsumsi.
Sedangkan mutu tahu menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN)
pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3142-1998 dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Syarat mutu tahu
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan:
a Bau Normal
b Rasa Normal
c Warna Putih normal atau kuning normal
d Penampakan Normal tidak berlendir dan tidak
berjamur
2 Abu % (b/b) Maks 1,0
3 Protein (Nx6,25) % (b/b) Min 9,0
4 Lemak % (b/b) Min 0,5
5 Serat kasar % (b/b) Maks. 0,1
6 Bahan tambahan makanan % (b/b) Sesuai SNI 01-0222-M dan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 722/ Men.
Kes/Per/IX/1983
7 Cemaran logam:
a Timbal (Tb) mg/kg Maks. 2,0
b Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0
c Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
e Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250,0
d Raksa (Mg) mg/kg Maks. 0,03
8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks.1,0
9 Cemaran Mikroba:
a Escherichia Coli APM/g Maks. 10
b Salmonella /25 g Negatif
10
2.3. Pendekatan Sistem
Sistem didefinisikan sebagai suatu agregasi atau kumpulan obyek-
obyek yang saling menerangkan dalam interaksi dan tergantung satu sama
lain. Dengan kata lain, sistem diartikan sebagai suatu kumpulan unsur-unsur
yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan. Menurut Eriyatno
(1998) sistem adalah totalitas himpunan unsur-unsur yang mempunyai
struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi
ruang dan waktu, dalam upaya mencapai suatu gugus tujuan (goals).
Menurut Marimin (2004), konsep sistem merupakan awal dari studi
sistem yang selanjutnya akan didisain dan dievaluasi. Konsep sistem banyak
dipengaruhi oleh pendapat keteknikan yaitu merupakan proses transformasi
yang mengolah input menjadi output sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Dalam kenyataannya, struktur sistem terdiri dari sub-sistem dan
unsur. Sub-sistem adalah suatu unsur atau komponen fungsional suatu
sistem yang berhubungan satu sama lain. Unsur adalah bagian terkecil
sistem yang dapat diidentifikasi pada tingkat yang paling rendah yang dapat
dikategorikan sebagai individu. Interaksi antar sub-sistem terjadi karena
output dari suatu sub-sistem dapat menjadi salah satu input bagi sub-sistem
lainnya. Jika interaksi antar sub-sistem terganggu, maka proses transformasi
pada sistem secara keseluruhan juga terganggu, sehingga dapat
mengakibatkan ketidaksesuaian dari tujuan yang ingin dicapai.
Dalam Marimin (2005) menyatakan proses transformasi unsur dalam
suatu sistem dapat dinyatakan dalam fungsi matematika, operasi logik dan
proses operasi yang mengkaitkan secara prediktif antara output dan input.
Dalam ilmu sistem transformasi ini dikenal dengan istilah pendekatan
”Kotak Gelap” (black box).
Para ahli sistem memberikan batasan perihal, yang solusinya
sebaiknya menggunakan teori sistem yang pengkajiannya, yaitu persoalan
yang memenuhi karakteristik : (1) Kompleks, (2) Dinamis dan (3)
Probabilistik. Tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok ahli sistem
dalam merancang berbagai solusi, yaitu (1) Sibernetik (Cybernetic), artinya
berorientasi pada tujuan; (2) Holistik (Holistic), yaitu cara pandang yang
11
utuh terhadap kebutuhan sistem; dan (3) Efektif (Effective), sehingga dapat
dioperasionalkan (Marimin, 2005).
Pendekatan kesisteman mengutamakan kajian struktur sistem, baik
yang bersifat penjelasan maupun sebagai pendukung bagi penyelesaian
persoalan. Kajian sistem dimulai dengan identifikasi terhadap adanya
sejumlah kebutuhan, sehingga dapat dihasilkan suatu operasi dari sistem.
Dalam pendekatan sistem umumnya telah ditandai dengan : (1) Pengkajian
terhadap semua faktor yang berpengaruh dalam rangka mendapatkan solusi
untuk mencapai tujuan, dan (2) Adanya model-model untuk membantu
pengambilan keputusan lintas disiplin, sehingga permasalahan yang
kompleks dapat diselesaikan secara komprehensif (Marimin dan Maghfiroh,
2010).
2.4. Kelayakan Usaha
Menurut Umar (2003), studi kelayakan bisnis merupakan penelitian
terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak
layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalisasikan secara rutin
dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang
tidak ditentukan. Dalam menilai kelayakan keuangan suatu usaha biasa
digunakan metode Payback Period (PBP), Break Even Point (BEP), Net
Present Value (NPV) dan B/C rasio.
Metode PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio
antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya
merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan
maksimum PBP yang dapat diterima.
Jika PBP lebih pendek waktunya dari maximum PBP maka usulan
investasi dapat diterima. Metode ini cukup sederhana, sehingga mempunyai
kelemahan. Kelemahan utamanya, metode ini tidak memperhatikan konsep
12
nilai waktu dari uang, di samping tidak memperhatikan aliran kas masuk
setelah PBP. Jadi pada umumnya metode ini digunakan sebagai pendukung
metode lainnya.
BEP adalah suatu alat analisa yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas
produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan,
serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya. Pendapatan
perusahaan merupakan penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan
perusahaan sedangkan biaya operasinya merupakan pengeluaran yang juga
sebagai kegiatan perusahaan. Biaya operasi ini terbagi atas tiga bagian, yaitu
biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi-variabel. Persamaan yang dapat
digunakan dalam menganalisa pulang pokok adalah :
Dimana :
Y = jumlah biaya semi variabel
a = jumlah biaya tetap
b = biaya variabel per unit
x = luas produksi (tingkat produksi)
Menurut Umar (2003), setelah menentukan makna dari biaya dan
pendapatan serta luas produksi, selanjutnya akan dijelaskan perhitungan
pulang pokok secara lengkap sebagai berikut:
1. Keadaan pulang pokok merupakan keadaan dimana penerimaan
pendapatan perusahaan (total revenue) yang disingkat TR adalah sama
dengan biaya yang ditanggungnya (total cost) yang disingkat TC. TR
merupakan perkalian antara jumlah unit barang terjual dengan harga
satuannya, sedangkan TC merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan
biaya variabelnya, sehingga rumus pulang pokok dapat ditulis dalam
bentuk persamaan berikut :
TR= TC atau Q x P = a + bx
Dimana:
Q = tingkat produksi (unit)
P = harga jual per unit
a = biaya tetap
b = biaya variabel
13
2. Perhitungan pulang pokok akan menjadi lebih jelas jika disertai dengan
pemakaian grafik. Keadaan pulang pokok tiap perusahaan akan
bermacam-macam, besar marginal income dan biaya tetap
mempengaruhi tinggi-rendahnya pulang pokok perusahaan. Apabila
biaya tetap relatif tinggi sedangkan marginal income relatif rendah,
maka pulang pokok akan menjadi tinggi, demikian pula sebaliknya.
Keadaan pulang pokok menjadi sedang apabila biaya tetap adalah
rendah dan marginal income yang rendah pula atau sebaliknya.
BEP menggambarkan kondisi penjualan produk yang harus dicapai
untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil
penjualan produknya pada periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang
ditanggung, sehingga tidak memberikan laba atau rugi.
Total Biaya = Volume penjualan (unit) x Harga Jual (Rp)
Volume penjualan saat BEP dapat dihitung dengan persamaan:
NPV yaitu selisih antara present value dari investasi dengan nilai
sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional
maupun aliran kas terminal) di masa yang akan datang. Untuk menghitung
nilai sekarang, perlu ditentukan tingkat bunga relevan (Umar, 2003).
Dimana :
CFt = aliran kas pertahun pada periode t
I0 = investasi awal pada tahun 0
K = suku bunga (discount rate)
14
Dengan kriteria penilaian:
1. Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima
2. Jika NPV < 0, maka usulan proyek ditolak
3. Jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima
ataupun ditolak.
Metode rasio manfaat dan biaya (benefit costs ratio analysis) atau
lebih dikenal dengan istilah B/C Ratio. Metode B/C Ratio pada dasarnya
menggunakan data ekivalensi nilai sekarang dari penerimaan dan
pengeluaran, yang dalam hal ini B/C Ratio merupakan perbandingan antara
nilai sekarang dan penerimaan atau pendapatan yang diperoleh dari kegiatan
investasi dengan nilai sekarang dari pengeluaran (biaya) selama investasi
tersebut berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Kriteria kelayakannnya
adalah bila nilai B/C Ratio > 1 dan dirumuskan dengan:
2.5. Manajemen Strategi
Perumusan strategi merupakan suatu tahapan yang penting dalam
pencapaian tujuan perusahaan. Setiap organisasi atau perusahaan akan
merumuskan strategi yang berbeda, sesuai dengan tujuan dan kondisi
masing-masing. Strategi perusahaan adalah rumusan perencanaan
komprehensif tentang bagaimana sebuah perusahaan dalam mencapai misi
dan tujuannya. Perumusan strategi terangkum dalam suatu manajemen
strategis. Menurut David (2008), manajemen strategik adalah seni atau ilmu
untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi
keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai
tujuannya. Manajemen strategik berfokus pada mengintegrasikan
manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi dan
pengembangan, dan sistem informasi komputer untuk mencapai
keberhasilan organisasi. Manajemen strategis merupakan serangkaian
keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan
dalam jangka panjang dan sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk
mengembangkan usahanya.
15
David (2006) menyatakan bahwa proses manajemen strategik terdiri
atas tiga tahap, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi
strategi. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi,
mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan
kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang,
merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan
dilaksanakan. Isu formulasi strategi mencakup bisnis apa yang akan
dimasuki, bisnis apa yang harus ditinggalkan, bagaimana mengalokasikan
sumber daya, apakah harus melakukan ekspansi atau diversifikasi bisnis,
apakah harus memasuki pasar internasional, apakah harus bergabung atau
membentuk joint venture dan bagaimana menghindari pengambilalihan
secara paksa. Karena tidak ada organisasi/ perusahaan yang memiliki
sumber daya tidak terbatas, maka penyusun strategi harus memutuskan
alternatif strategi mana yang akan memberikan keuntungan terbanyak.
Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan
tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan
mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan
dapat dijalankan. Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya
yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi efektif dan
mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan
dan memberdayakan sistem informasi dan menghubungkan kinerja
karyawan dengan kinerja organisasi (David, 2006).
David (2006) juga menyatakan bahwa evaluasi strategi adalah tahap
final dalam manajemen strategik yang digunakan sebagai alat utama untuk
mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan strategi. Semua strategi dapat
dimodifikasi di masa datang karena faktor internal dan eksternal secara
konstan berubah. Tiga aktivitas dasar evaluasi strategi adalah (1) meninjau
ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, (2)
mengukur kinerja dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi
dibutuhkan karena kesuksesan hari ini tidak menjamin kesuksesan di hari
esok.
16
David (2006) menyebutkan bahwa manajemen strategik adalah
tentang mendapatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif
(competitive advantage). Terminologi ini dapat didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang dilakukan dengan sangat baik oleh sebuah perusahaan
dibandingkan dengan pesaingnya. Ketika sebuah perusahaan dapat
melakukan sesuatu dan perusahaan lain tidak dapat, atau memiliki sesuatu
yang diinginkan pesaingnya, hal tersebut menggambarkan keunggulan
kompetitif. Memiliki dan menjaga keunggulan kompetitif sangat penting
untuk keberhasilan jangka panjang dari suatu perusahaan. Mengumpulkan
dan mengevaluasi informasi tentang pesaing merupakan hal yang penting
untuk keberhasilan formula strategi.
Menurut Porter (1993), Model Lima Kekuatan Porter (Porter’s Five-
Forces Model) tentang analisis kompetitif adalah pendekatan yang
digunakan secara luas untuk mengembangkan strategi dalam banyak
industri. Hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi
atas lima kekuatan yaitu (1) persaingan antar perusahaan sejenis, (2)
kemungkinan masuknya pesaing baru, (3) potensi pengembangan produk
substitusi, (4) kekuatan tawar-menawar penjual/pemasok dan (5) kekuatan
tawar-menawar pembeli/konsumen.
Gambar 1. Model lima kekuatan Porter
Pada dasarnya, mengembangkan strategi bersaing adalah
mengembangkan formula umum mengenai bagaimana bisnis akan bersaing,
apa seharusnya yang menjadi tujuannya, dan kebijakan apa yang akan
17
diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Strategi bersaing adalah
kombinasi antara akhir (tujuan) yang diperjuangkan oleh perusahaan dengan
alat (kebijakan) dimana perusahaan berusaha sampai ke sana. Porter
menggambarkan strategi bersaing secara lengkap dalam roda strategi
bersaing. Roda strategi bersaing merupakan suatu alat untuk
menggambarkan aspek-aspek pokok dari startegi persaingan perusahaan
dalam satu halaman. Di pusat roda adalah tujuan-tujuan perusahaan, yang
merupakan definisi secara luas mengenai bagaimana perusahaan ini ingin
bersaing serta sasaran-sasaran ekonomis dan non-ekonomisnya yang
spesifik. Jari-jari roda adalah kebijakan-kebijakan operasi pokok dengan
mana perusahaan berusaha mencapai tujuan-tujuan tersebut (Porter, 1993).
Gambar 2. Roda strategi bersaing
Dalam menyusun strategi bersaing melibatkan pertimbangan dari
empat faktor utama yang menentukkan batas-batas apa yang akan dapat
dicapai oleh perusahaan. Kekuatan dan kelemahan adalah profil dari
kekayaan serta ketrampilan relatif dibandingkan dengan para pesaingnya,
termasuk di dalamnya sumber daya keuangan, pasar, teknologikal,
identifikasi merek dan lain-lain. Nilai-nilai pribadi organisasi dan motivasi-
18
motivasi serta harapan-harapan dari para eksekutif utama dan orang-orang
yang harus melaksanakan strategi yang ditetapkan. Kekuatan dan kelemahan
dikombinasikan dengan nilai-nilai yang menumbuhkan batasan-batasan
internal bagi suatu perusahaan terhadap strategi bersaing bagi suatu
perusahaan.
Batas-batas eksternal disebutkan oleh industri dan lingkungan yang
lebih luas. Peluang-peluang dan kendala-kendala industri akan
menimbulkan lingkungan persaingan yang didalamnya mengandung risiko-
risiko maupun hasil-hasil yang potensional.
Harapan-harapan masyarakat luas akan berdampak terhadap
perusahaan, antara lain (1) Kebijakan pemerintah, (2) Perhatian-perhatian
sosial, (3) Harapan-harapan yang berkembang dan lain sebagainya. Keempat
faktor tersebut harus dipertimbangkan sebelum suatu bisnis menetapkan
tujuan-tujuan serta kebijakan-kebijakan yang dapat ditetapkan secara
realistis.
Gambar 3. Konteks dimana strategi bersaing dirumuskan
III. METODE KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Kajian
Survei lapangan dilakukan untuk menganalisa kinerja bisnis usaha
tahu dan kebutuhan pasar. Hasil analisa kebutuhan pasar menjadi masukan
dalam pengembangan usaha IK tahu, kemudian dilakukan analisa kelayakan
pengembangan usaha. Apabila hasilnya layak, maka dilakukan penyusunan
rencana pengembangan usaha yang akan didukung oleh strategi
pengembangan usaha yang sesuai agar usaha dapat menguntungkan dan
berkelanjutan.
Gambar 4. Tahapan kajian
Ya
Mulai
Survey Lapangan
Kinerja Bisnis Usaha Kecil
Tahu Lamping
Analisa Kelayakan
Pengembangan Usaha
Layak?
Perumusan Strategi Pengembangan Usaha (AHP)
Proses Pengolahan Produk
Pengolahan limbah
Pembiayaan usaha
Strategi Pengembangan Usaha
Analisa Kebutuhan
Pasar
Tidak
Peningkatan
Kapasitas Usaha
Uji Friedman
Karakteristik Produk dan
Minat Konsumen
terhadap Produk
Perencanaan
Pengembangan Usaha
20
3.2. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber bahan bacaan yang
mendukung penelitian. Berdasarkan pengertian tersebut, maka data primer
dalam penelitian ini diperoleh dari pengamatan langsung di lokasi baik
melalui wawancara dengan pendekatan pendapat pakar dan
angket/kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instasi terkait,
laporan-laporan berkala atau tahunan, jurnal dan berbagai literatur yang
berhubungan dengan penelitian. Sumber pokok data sekunder akan
diperoleh dari Pemda Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, dan
KOPTI Kabupaten Kuningan.
3.3. Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan data yang akan digunakan adalah Uji Beda
Freidman dan Analytical Hierarchy Process (AHP).
3.4.1. Uji Beda Friedman
Menurut Santoso (2010), Uji Friedman berguna untuk mengetes
pasangan sampel data ordinal berasal dari populasi yang sama. Uji ini
umumnya digunakan jika skala pengukuran datanya ordinal dan skala
interval maupun rasional yang tidak memenuhi syarat untuk uji t atau
uji F kategori/perlakuan yang diteliti lebih besar dari dua (P > 2) dan
termasuk klasifikasi dua arah (ada peubah lain/sampingan selain
perlakuan) atau berpasangan atau dalam rancangan percobaan/
lingkungan terkenal dengan nama Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Rumus uji Friedman adalah :
k
i
knRiknk
F1
2 )1(3)1(
12
Dimana :
F : nilai Friedman dari hasil perhitungan
Ri : jumlah rank dari kategori/perlakuan ke i
k : banyaknya katagori/perlakuan (i=1,2,3,……,k)
n : jumlah pasangan atau kelompok
21
Hipotesisnya:
Ho : R1 = R2 = R3 =…………..=Rk
H1 : Ri≠Ri’ untuk suatu pasangan Ri (i≠i)
Dimana:
Ri adalah jumlah rangking ke i
Kriteria penerimaan Ho adalah sebagai berikut :
Jika F < X2
(0,05:db=(k-1), maka H diterima
Jika F > X2
0,05:db=(k-1), maka H ditolak
Jika F > X2
0,05:db=(k-1), maka Ho ditolak
Jika Ho ditolak berarti ada pasangan rataan rangking yang
berbeda untuk mencari pasangan mana yang berbeda, maka harus
melakukan uji lanjutan yaitu uji jumlah rangking dengan rumus
berikut :
6
)1()1)(1(;2/
knknkdbttH
Disini k adalah banyaknya kategori /perlakuan dan n adalah
banyaknya pasangan atau kelompok.
Jika HtRiRi ' pada α=0,05 maka Ho diterima berarti
pasangan rangking perlakuan tersebut berbeda nyata (P < 0,05) dan
jika HtRiRi ' pada α=0,05 maka Ho ditolak berarti pasangan
rangking perlakuan tersebut berbeda nyata (P < 0,05) dan jika
HtRiRi ' pada α=0,01 maka Ho ditolak berarti pasangan rangking
perlakuan tersebut berbeda sangat nyata (P > 0,01).
Sugiyono (2010) menyatakan uji Friedman merupakan
perkembangan uji Wilcoxon, dimana uji Wilcoxon digunakan untuk
uji dua contoh berpasangan. Dalam hal ini, berasal dari ulangan
pengukuran yang berasal dari satu contoh atau dari pengukuran yang
sama dari beberapa contoh yang berpasangan. Sedangkan uji
Friedman umumnya digunakan untuk uji n contoh berhubungan
(berpasangan). Uji ini pada prinsipnya ingin menguji apakah n contoh
(lebih dari dua contoh) yang berpasangan satu dengan yang lain
22
berasal dari populasi yang sama. Persyaratan data dalam uji ini adalah
(1) data bertipe nominal atau ordinal, (2) data bertipe interval atau
rasio, namun tidak berdistribusi normal, dan (3) data berjumlah sedikit
(di bawah 30).
3.4.2. Teknik Peramalan
3.4.2.1. Proyeksi Penjualan
Teknik prakiraan atau peramalan (forecasting) merupakan titik
pangkal dalam perencanaan produksi suatu barang dan jasa. Prakiraan
sangat diperlukan untuk menentukan kapan suatu kejadian akan terjadi
atau kapan suatu kebutuhan akan timbul, sehingga dapat diambil
tindakan atau langkah-langkah yang tepat. Hal ini disebabkan adanya
selang waktu antara proses produksi barang dan jasa sampai tiba di
tangan konsumen/pengguna melalui proses penjualan. Oleh karena
prakiraan merupakan suatu usaha dengan menggunakan metode
ilmiah untuk menduga apa yang akan terjadi di masa mendatang,
maka faktor terjadinya kesalahan-kesalahan (error) besar
kemungkinannya untuk terjadi. Namun walaupun demikian dengan
menggunakan teknik prakiraan hal-hal yang terjadi di masa
mendatang dapat diduga lebih baik.
Pada metode kuantitatif model deret waktu (time series)
pendugaan terhadap masa mendatang dilakukan atas dasar nilai
peubah atau galat (error). Metode ini bertujuan untuk mengungkapkan
pola deret data masa lalu dan kemudian mengekstrapolasikannya ke
masa mendatang, namun sebab-sebab terjadinya fluktuasi tidak
diperhatikan. Himpunan data time series terdiri dari himpunan data
inisialisasi dan himpunan data uji. Metode time series ini dapat
dikelompokkan menjadi : (1) Metode Penataan (Averaging Methods),
(2) Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing
Methods), (3) Metode Dekomposisi dan (4) Metode Box-
Jenkins(Auto-regressive Integrated Moving Average Model =
ARIMA)
23
Pemulusan digolongkan menjadi Pemulusan dengan metode
Nilai Rataan (Average Methods) dan Pemulusan Eksponensial.
Pemulusan dengan Metode Nilai Rataan terdiri dari : (1) Perataan
Sederhana (Simple Average), (2) Perataan Bergerak Tunggal (Single
Moving Average) dan (3) Perataan Bergerak Ganda (Double Moving
Average)
Dari berbagai metode pemulusan tersebut dipilih teknik
prakiraan yang memiliki nilai parameter dengan ukuran efektivitas
yang terbaik. Kecermatan hasil prakiraan ditentukan dari selisih antara
hasil prakiraan dan data aktual, kecocokan teknik prakiraan dengan
pola data dan nilai parameter prakiraan. Ukuran parameter prakiraan
dikelompokkan menjadi ukuran baku statistika dan ukuran relatif.
Ukuran relatif merupakan persentase error atau kesalahan prakiraan.
Ukuran baku statistika dapat ditetapkan :
ei = Xi – Fi dengan e = error (galat)
X = datum aktual
F = prakiraan
Beberapa besaran ukuran kecermatan prakiraan yang sering
digunakan adalah :
1. Mean Error (ME)
2. Standard Deviation of Error (SDE)
3. Percentage Error (PE)
4. Mean Absolute Percent Error (MAPE)
3.4.2.2. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk
24
Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah di pengaruhi oleh
besarnya angka fertilitas, mortalitas, migrasi. Rumus untuk
menghitung jumlah pertumbuhan penduduk berdasarkan pertumbuhan
geometrik yaitu :
Pt=Po(1+r)t , Di mana:
Pt = Jumlah penduduk pada tahun t
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal
r = Angka pertumbuhan penduduk
t = Jangka waktu dalam tahun
Pertumbuhan geometri adalah pertumbuhan penduduk berskala
atau bertahap dalam selang waktu tertentu.
3.4.3. AHP
Metode ini dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan
informasi dan berbagai keputusan secara rasional (judgement) agar
dapat memlih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1990). Metode ini
dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang
kompleks dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses
pengekspresian masalah yang dimaksud dalam kerangka berpikir
terorganisir, sehingga memungkinkan dilakukannya proses
pengambilan keputusan secara efektif. Metode ini memiliki
keunggulan tertentu, karena mampu membantu menyederhanakan
persoalan kompleks menjadi persoalan terstruktur, sehingga
mendorong dipercepatnya proses pengambilan keputusan terkait.
Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan
kompleks dan tidak terstruktur, serta bersifat strategik dan dinamis
melalui upaya penataan rangkaian peubahnya dalam suatu hirarki.
Pengolahan data dengan metode AHP dapat dilakukan dengan aplikasi
perangkat lunak CDP V3.04 dan Expert Choice 2000.
Keunggulan lain dari AHP, diantaranya menjelaskan proses
pengambilan keputusan secara grafik, sehingga mudah dipahami oleh
semua pihak yang terlibat dalam proses bersangkutan. Dengan
25
memakai metoda AHP, proses keputusan yang bersifat kompleks
dapat diuraikan menjadi sejumlah keputusan lebih kecil (terbatas),
sehingga dapat ditangani dengan lebih mudah. Selain itu, dalam
aplikasinya, metode ini juga menguji konsistensi berbagai penilaian,
khususnya apabila terjadi penyimpangan penilaian yang terlalu jauh
dari nilai konsistensi yang sempurna (Marimin, 2004).
Tabel 5. Keuntungan penggunaan metode AHP
No Prinsip Penjelasan
1 Kesatuan AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti,
dan luwes untuk aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur.
2 Kompleksitas AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasar
sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
3 Saling
Ketergantungan
AHP mencerminkan kecenderungan alami, dari pemikiran untuk
memilah-milah unsur dalam satu sistem, pada berbagai tingkat
yang berlainan dan pengelompokkan unsur-unsur yang serupa
dalam setiap tingkat.
4 Pengukuran AHP menghasilkan satu skala untuk mengukur hal-hal dan
terwujudnya suatu metode untuk menetapkan prioritas.
5 Konsistensi AHP melacak konsistensi logis dari berbagai pertimbangan yang
dipakai untuk menetapkan berbagai prioritas
6 Sintesis AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan
setiap alternatif.
7 Tawar
Menawar
AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai
faktor sistem dan memungkinkan organisasi dapat memilih
alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuannya.
8 Pemilihan
Konsesus
AHP tidak memaksakan konsesus tetapi mensintesiskan suatu
hasil yang representatif dari berbagai penilaian berbeda.
9 Pengulangan
Proses
AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisinya atas
satu persoalan dan memperbaiki berbagai pertimbangan serta
pengertian melalui berbagai pengulangan.
Marimin (2004) menyatakan beberapa langkah yang dilakukan
dalam metode AHP adalah :
1. Penyusunan Hirarki, untuk menguraikan persoalan menjadi
unsur-unsur, dalam wujud kriteria dan alternatif, yang disusun
dalam bentuk hirarki.
2. Penyusunan kriteria, untuk membuat keputusan yang dilengkapi
dengan (1) uraian subkriteria dan (2) bentuk alternatif yang terkait
26
masing-masing kriteria tersebut untuk dipilih sebagai keputusan
tercantum pada tingkatan paling bawah.
3. Penilaian Kriteria dan Alternatif, untuk melihat pengaruh
strategik terhadap pencapaian sasaran, yang dinilai melalui
perbandingan berpasangan. Nilai dan definisi pendapat kualitatif
berdasarkan skala perbandingan Saaty (1990) adalah seperti
termuat pada Tabel 6.
Tabel 6. Penilaian kriteria berdasarkan skala perbandingan Saaty.
Nilai Keterangan
1 A sama penting dengan B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai berdekatan
4. Penentuan Prioritas, menggunakan teknik perbandingan
berpasangan (pairwise comparisons) untuk setiap kriteria dan
alternatif. Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut diolah dengan
menggunakan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian
persamaan matematik untuk menentukan peringkat relatif dari
seluruh alternatif yang ada. Selanjutnya dilakukan perhitungan
untuk melihat konsistensi penilaian dengan menggunakan cara
perhitungan CR (Consistency Ratio).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum
Industri pengolahan hasil pertanian di Kabupaten Kuningan menjadi
mata pencarian yang juga banyak menyerap tenaga kerja dan menjanjikan
investasi cukup besar secara kumulatif. Industri yang berkembang di
dominasi oleh industri kecil makanan yang padat karya (Tabel 7). Oleh
karena diperlukan perhatian secara khusus untuk membina dan membantu
pelaku industri kecil dan perumahan ini agar mampu bertahan ditengah
derasnya perkembangan industri berskala menengah dan besar baik dari
dalam maupun luar Kabupaten Kuningan. Kesulitan utama yang sering
dihadapi pelaku industri kecil adalah keterbatasan pembiayaan usaha,
teknologi proses dan pengemasan, pengolahan limbah dan strategi
pemasaran, serta persaingan.
Tabel 7. Perkembangan IK di Kabupaten Kuningan dari tahun 2004-2009
No Jenis Usaha Tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 Perdagangan 6.740 7.017 7.264 7.586 7.466 9.818
2 Industri Pertanian 4.885 4.977 5.162 5.503 5.377 2.722
3 Industri Non-pertanian 2.612 2.437 3.043 3.240 3.078 2.437
4 Aneka Usaha 1.416 7.456 1.517 1.439 7.128 4.256
Jumlah 15.653 16.387 16.986 17.769 23.049 20.233
Sumber : BPS, 2009
Industri makanan dari olahan kedelai merupakan IK terbanyak di
Kabupaten Kuningan, pada tahun 2009 berjumlah 201 unit usaha kecil yang
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 634 orang, dimana 67 unit usaha
merupakan IK tahu yang menyerap 190 orang tenaga kerja.
28
Tabel 8. Jumlah IK tahu di Kabupaten Kuningan
No Kecamatan Perusahaan
(Unit)
Tenaga Kerja
(Orang) Investasi (Ribu Rp)
1 Cibingbin 19 56 38.240
2 Kuningan 25 68 178.400
3 Cigugur 11 32 50.000
4 Jalaksana 12 34 41.000
Jumlah 67 190 307.640
Sumber : BPS, 2009
Dalam upaya pengembangan industri kecil tahu Kuningan, Koperasi
Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kabupaten Kuningan memegang peranan
penting terutama dalam penyediaan pembiayaan usaha baik berupa uang
modal usaha, penyediaan bahan baku dan pelatihan. Pada tahun 2009,
jumlah anggota KOPTI-Kab. Kuningan mencapai 161 orang yang tersebar
di 11 Kecamatan (Tabel 9).
Tabel 9. Anggota KOPTI-Kabupaten Kuningan tahun 2009
No Wilayah Kerja Pengrajin (Unit)
Tempe Tahu Jumlah
1 Bojong 4 1 5
2 Cibingbin 6 11 17
3 Cijoho 5 1 6
4 Cikentrungan 2 22 24
5 Cinagara 12 1 13
6 Jalaksana 1 4 5
7 Kapandayan I 23 4 27
8 Kapandayan II 18 5 23
9 Kramat Mulya 7 3 10
10 Kuningan Kota 8 11 19
11 Purwasari 8 4 12
Jumlah 94 67 161
Fasilitas yang diberikan terhadap anggota, yaitu dukungan dan
motivasi dalam hal pengembangan usaha maupun peningkatan produksi
melalui penyuluhan, pelatihan dan forum diskusi rutin. KOPTI-Kabupaten
Kuningan telah mampu melakukan inovasi dan mensosialisasikannya
kepada anggota terkait konversi minyak tanah ke gas Elpiji. Hal ini sangat
membantu anggota untuk mengurangi biaya produksi, sehingga keuntungan
yang dihasilkan bertambah.
Selain itu, KOPTI-Kabupaten Kuningan seringkali bekerjasama
dengan departemen lain yang terkait untuk penyuluhan dan pelatihan
29
anggota. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pembekalan kepada
anggota yang merupakan pelaku IK agar dapat menghasilkan produk yang
sehat, aman, bermutu baik, sehingga dapat bersaing dengan produk industri
menengah dan besar.
Pada tahun 2009 KOPTI-Kab Kuningan meluncurkan produk baru
untuk para anggota, yaitu Simpanan Berjangka (SIMPKA). Simpanan ini
diharapkan dapat menggalang permodalan untuk perkembangan usaha
anggota.
KOPTI-Kabupaten Kuningan berperan sebagai distributor kacang
kedelai utama untuk IK tahu yang menyedikan 6 (enam) jenis kedelai impor
dengan kualitas baik (Tabel 10). Pada tahun 2009, total penjualan kacang
kedelai mencapai 4.772.852 kg yang diperkirakan terus meningkat sejalan
perkembangan jumlah IK pengolahan kedelai di Kabupaten Kuningan.
Tabel 10. Nilai persediaan kacang kedelai per 31 Desember 2009
No Jenis Kedelai Persediaan
(Kg) Harga (Rp)
1 Kedelai USA MTM 18.310 5.777
2 Kedelai USA Pelangi 16.464 6.000
3 Kedelai USA Jempol 8.375 6.000
4 Kedelai USA MTH 6.774 5.800
5 Kedelai USA SBS 1.414 5.860
6 Kedelai USA BW 16.506 5.750
4.2. Kendala Pengembangan IK Tahu
Sebanyak 70-80% kebutuhan kacang kedelai dalam negeri dipenuhi
dengan impor dari negara lain, sisanya dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Industri yang menggunakan bahan baku kedelai terbesar adalah industri tahu
dan tempe yang umumnya berskala kecil dan menengah. Ketergantungan
atas impor kedelai merupakan ancaman bagi keberlanjutan usaha industri
pengolahan kedelai (industri tahu). Diduga hal ini menghambat
perkembangan industri tahu di Indonesia, sehingga diperlukan alternatif
bahan baku untuk industri tahu dalam pengembangan industri tahu di masa
mendatang.
30
Selain itu, faktor budaya dan psikologi masyarakat/konsumen tahu
mempengaruhi pengembangan industri tahu. Masyarakat pulau Jawa
diindikasikan lebih menyukai produk olahan kedelai berupa tahu
dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Hal ini terlihat dengan
sentralisasi industri tahu di daerah Jawa Barat dan beberapa daerah lainnya
di pulau Jawa.
IK tahu di Kabupaten Kuningan sudah berkembang sejak tahun 1960-
an sebagai Bisnis Milik Keluarga (BMK). Dalam BMK, keluarga
merupakan stakeholder utama yang mempengaruhi kinerja, manajemen dan
kesuksesan usaha. Perbedaan dalam sistem bisnis non milik keluarga
(BNMK) dan BMK (Tabel 11).
Tabel 11. Perbedaan BNMK dan BMK
No Dinamika Sistem Keluarga Sistem Bisnis
1 Motif dasar Mencari harmoni Mencari laba
2 Prinsip operasional Menggabungkan antara hasrat dan
kasih sayang
Menggabungkan antara efisiensi dan
obyektivitas
3 Penghargaan Diberikan karena adanya keterlibatan
anggota keluarga di dalam BMK dan
penghargaan diberikan karena adanya
kebutuhan
Penghargaan diberikan karena adanya
kinerja yang dihasilkan
4 Promosi Berdasarkan lama keterlibatan di BMK
dan sistem promosi tidak fleksibel,
karena posisi di dalam keluarga
Promosi diberikan karena keahlian dan
senioritas, kerja keras dari SDM
mendorong tercapainya posisi tertentu
di dalam organisasi
5 Pelatihan Pelatihan dilakukan secara implisit dan
tidak distandarisasi
Pelatihan dilaksanakan secara eksplisit,
diperlukan oleh SDM untuk melakukan
pekerjaan dengan lebih baik dan
terstandarisasi
6 Pemisahan antara
manajerial dan
pemilik
Tidak ada pemisahan yang
terstandarisasi antara fungsi manajerial
dengan pemilik, karena tidak adanya
panduan proses yang jelas
Pemisahan antara pemilik dan fungsi
manajerial diatur dengan jelas, sebagai
proses umum dan memiliki panduan
yang jelas untuk diikuti.
IK tahu merupakan BMK dan pengelolaan usaha bersifat
kekeluargaan sehingga keputusan didominasi oleh anggota keluarga dengan
lebih mengandalkan emosional dibandingkan analisa strategi yang rasional.
Pendapat anggota keluarga yang disegani lebih dihargai dibandingkan
pendapat lainnya, meskipun pendapat tersebut lebih baik dari aspek bisnis.
Hal ini menjadikan perusahaan tidak mampu menganalisa kebutuhan usaha
dan menyusun strategi pengembangan dengan baik. Keputusan yang diambil
lebih bersifat menjaga hubungan silaturahmi keluarga bukan
31
mengembangkan usaha. Dalam bisnis keluarga, kondisi tersulit adalah saat
transisi atu peralihan generasi kepemilikan. Ketika generasi berikutnya tidak
mempunyai kemampuan pengelolaan usaha yang baik, maka usaha akan
menurun bahkan gulung tikar dan sebaliknya usaha tersebut akan meningkat
dan lebih sukses. Kondisi inilah yang menjadi salah satu kendala dalam
pengembangan usaha IK tahu di Kabupaten Kuningan.
4.3. Analisa Usaha Tahu
Studi kasus dilakukan di IK tahu lamping yang beralamat di Jl. Raya
Manis Lor, Kabupaten Kuningan-Jawa Barat. IK tahu ini berdiri pada tahun
2005 dengan kapasitas produksi 10 kg kedelai/hari dengan lima (5) orang
tenaga kerja yang semuanya anggota keluarga. Saat ini sudah mempunyai
20 pegawai dan 15 orang pedagang keliling dengan produksi rataan 200 kg
kedelai/ hari. Pada hari raya dan libur, produksi meningkat hampir dua (2)
kali lipat, yaitu 400-500 kg kedelai. Pemasok utama kedelai adalah KOPTI
Kabupaten Kuningan yang dibantu oleh distributor kedelai swasta dari
Cirebon.
Produk tahu yang dihasilkan dijual dengan harga Rp. 333/potong tahu
atau Rp. 1000/ 3 potong tahu. Harga ini sesuai dengan harga yang telah
ditentukan oleh KOPTI Kabupaten Kuningan. Standarisasi harga ini
dilakukan untuk menghindari ketimpangan harga antar IK tahu, sehingga
menimbulkan persaingan tidak sehat. Harga akan disesuaikan dengan
kenaikan harga bahan baku dan disosialisasikan oleh KOPTI.
32
Kedelai
(1 kg)
Perendaman
Pembersihan
Penggilingan
Pemasakan Penyaringan
Ampas (±2 kg) Sari Kedelai (±5-6 l)
Penggumpalan Bahan Penggumpal
Penyaringan
Air Tahu
(±4-5 l)
Bubur Tahu (±2 kg)
Pencetakan dan Pengepresan
Pemotongan
Penaburan Garam Garam
Penggorengan
Penirisan
Tahu
(56 potong=±1,5 kg)
4.2.1. Aspek Produksi
Prinsip pembuatan tahu di Kabupaten Kuningan-Jawa Barat
sama dengan tahu pada umumnya. Kedelai sebagai bahan baku
utama direndam dalam air, kemudian dilumatkan dan hasilnya
diekstrak sehingga diperoleh sari (susu) kedelai. Setelah itu
ditambahkan zat penggumpal dan diendapkan, kemudian dicetak dan
dipres.
Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan tahu
33
Dalam pembuatan tahu terdapat empat (4) tahapan utama, yaitu :
1. Pembuatan sari kedelai
Biji kedelai sebanyak satu (1) kg dimasukan kedalam bak
perendaman berisi air dingin kemudian direndam selama tiga (3)
jam (Gambar 6). Setelah itu kedelai dibersihkan dari kotoran atau
benda asing, seperti kerikil, pasir dan sisa makanan. Sedangkan
kedelai yang pecah, berlubang, busuk dan berjamur dibuang.
Pembersihan dilakukan secara manual oleh pekerja.
Gambar 6. Proses perendaman kedelai
Kedelai yang telah bersih kemudian digiling menggunakan
mesin giling hingga menjadi bubur halus (Gambar 7). Kedelai
yang telah halus ditampung dalam bak atau ember (penampung
sementara), kemudian dipindahkan kedalam tong kayu untuk
proses pemasakan.
34
Gambar 7. Proses penggilingan kedelai
Tahap berikutnya, proses pemasakan bubur kedelai.
Pemasakan bubur dilakukan pada suhu 100oC selama 10-15
menit. Selanjutnya bubur kedelai disaring untuk mengambil
sarinya (Gambar 8).
Gambar 8. Proses penyaringan bubur kedelai
35
2. Proses penggumpalan dan pengendapan
Penggumpalan dilakukan dengan menambahkan bahan
penggumpal kedalam sari kedelai pada saat suhu sekitar 70-90oC.
Pada saat penambahan bahan penggumpal, terus dilakukan
pengadukan searah sampai terbentuk bubur tahu. Kemudian bubur
tahu diendapkan hingga terpisah dari air tahu (whey).
3. Pencetakan, pengepresan dan pemotongan
Gumpalan bubur tahu dimasukan ke dalam cetakan yang telah
dialasi kain, lalu bagian atas juga ditutup dengan kain serupa dan
papan. Kemudian dipres untuk menghilangkan sisa air tahu. Tahu
dipotong-potong sesuai dengan keinginan.
Gambar 9. Pencetakan tahu
36
Gambar 10. Pengepresan tahu
Gambar 11. Pemotongan tahu
37
4. Penaburan garam dan penggorengan.
Tahu yang sudah dipotong, kemudian ditaburi garam dan
digoreng hingga setengah kering. Tahu Kuningan meski digoreng,
namun bagian dalamnya masih lembut dan empuk.
Gambar 12. Penaburan garam
Gambar 13. Proses penggorengan tahu
38
Gambar 14. Tekstur tahu setelah digoreng
Keunggulan IK tahu Lamping adalah dalam proses pengolahan
produk berikut :
a. Ketelitian dan ketepatan dalam setiap proses produksi, terutama
dalam penyaringan, penggumpalan, pengendapan dan pemasakan,
sehingga produk yang dihasilkan rasanya enak dan tidak berbau.
Kesalahan pada penggumpalan dan pengendapan akan
menyebabkan produk terasa asam atau pahit dan berbau tidak
sedap.
b. Tata letak tempat produksi yang teratur, sehingga aliran proses
produksi dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Dengan
aliran proses produksi yang baik dapat mengoptimalkan sumber
daya produksi juga menghasilkan produk yang baik.
c. Aliran pembuangan limbah, khususnya limbah cair yang memadai
menjadikan tempat produksi bersih dan tidak tergenang air.
d. Pemilihan bahan baku kedelai yang teliti.
e. Just in time penjualan, artinya produk yang diproduksi segera
dipasarkan saat itu juga, sehingga produk masih segar dan enak
saat dimakan oleh konsumen.
39
4.2.2. Aspek SDM
Karyawan yang berkerja di usaha kecil Tahu Lamping
berjumlah 20 orang, dengan masing-masing mempunyai tugas
berbeda. Karyawan laki-laki ditempatkan dibagian produksi yang
bertanggungjawab atas setiap tahapan proses pembuatan tahu mulai
dari perendaman kacang kedelai, pembersihan, penggilingan,
penyaringan, pencetakan dan pemotongan tahu siap digoreng.
Sedangkan karyawan wanita bertugas menggoreng tahu yang telah
dipotong dan ditaburi garam, kemudian disusun di kios penjualan
dan melayani setiap konsumen yang datang.
Dalam pengembangan inovasi produk, pemilik dan karyawan
telah mengikuti beberapa pelatihan baik yang diselenggarakan oleh
KOPTI Kabupaten Kuningan, maupun pihak lain. Pelatihan yang
pernah diikuti di luar kota Kuningan yaitu pelatihan pembuatan tahu
bulat di Bandung selama tiga hari. Selain itu, pemilik juga rutin
mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh KOPTI Kabupaten
Kuningan dan dinas-dinas terkait.
4.2.3. Aspek Pemasaran
Penjualan produk dilakukan secara langsung, serta
didistribusikan oleh pedagang keliling dengan menggunakan sepeda
motor ke sekitar Kuningan dan Cirebon (Gambar 15). Sistem
pemasaran ini dinilai efektif untuk memperluas daerah pemasaran,
sehingga konsumen bisa memilih dan membeli tahu melalui
pedagang keliling, apabila tidak dapat membeli ke kios penjualan
langsung. Alur tata niaga penjualan tahu Lamping dapat dilihat pada
Gambar 16.
40
Gambar 15. Pedagang keliling tahu
Gambar 16. Tata niaga penjualan tahu
Bahan Baku
Industri Kecil
Tahu Lamping
Warung/kios
penjualan tahu
Pedagang
Keliling
KOPTI
Kab. Kuningan
Konsumen
41
4.2.4. Aspek Keuangan
Pada Tabel 12 disajikan biaya yang diperlukan dalam produksi
tahu di IK Tahu Lamping.
Tabel 12. Biaya produksi tahu
No Uraian Jumlah Unit Harga
(Rp) Unit
Biaya (Rp)
Per hari Per bulan Per tahun
1 Bahan Baku
Kedelai 200 kg 6.000 per hari 1.200.000 30.000.000 360.000.000
2 Garam 10 kg 400 per hari 4.000 100.000 1.200.000
3 Bahan Pendukung 100.000 per hari 100.000 2.500.000 30.000.000
4 Tenaga Kerja 20 Orang 800.000 per bulan 640.000 16.000.000 192.000.000
5 Kayu Bakar 200.000 per hari 200.000 5.000.000 60.000.000
6 Bahan Bakar Gas 20 tabung 58.000 per bulan 46.400 1.160.000 13.920.000
7 Bahan Bakar (Solar) 50.000 per hari 50.000 1.250.000 15.000.000
8 Bahan Pelumas 100.000 per bulan 4.000 100.000 1.200.000
9 Minyak Goreng 35 kg 9.000 per bulan 12.600 315.000 3.780.000
10 Listrik dan Telepon 300.000 per bulan 12.000 300.000 3.600.000
11 Peralatan 300.000 per bulan 12.000 300.000 3.600.000
12 Biaya Perbaikan
dan Pemeliharaan 500.000 per bulan 20.000 500.000 6.000.000
Total 2.301.000 57.525.000 690.300.000
Pendapatan yang diperoleh dari penjualan tahu dan ampas tahu.
Penjualan tahu mencapai 3.360.000 unit tahu/tahun dengan harga
jual Rp. 333/unit, sedangkan penjualan ampas tahu Rp. 4.285.714/
bulan. Jadi total pendapatan adalah Rp. 1.170.308.571/tahun dan
keuntungan yang diperoleh adalah Rp. 480.008.571/tahun atau
Rp. 1.600.029/ hari.
4.2.5. Aspek Pengolahan Limbah
Selain penjualan produk utama, yaitu tahu kuningan,
penghasilan lainnya didapat dari penjualan ampas tahu dengan harga
Rp. 4.300.000/bulan ke peternakan sapi yang berada di Desa
Jalaksana. Hal ini menjadi salah satu sumber penghasilan sampingan
yang cukup besar, selain mengurangi limbah padat di tempat
produksi.
42
Gambar 17. Ampas tahu
Untuk saat ini limbah cair masih menjadi kendala dalam
pengembangan usaha tahu. Pada limbah cair yang dihasilkan cukup
banyak, karena hampir sebanding dengan jumlah air yang
dibutuhkan dalam proses produksi. Sampai saat ini limbah cair
belum bisa diolah secara baik, akibat keterbatasan teknologi dan
biaya. Proses yang menghasilkan banyak limbah cair, terutama pada
proses pencucian kacang kedelai, perendaman, penggilingan dan
pemasakan. Untuk sementara limbah cair dialirkan ke septic tank
untuk menghindari pencemaran air dan udara disekitar tempat
produksi.
4.4. Analisa Potensi Pasar
4.3.1. Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Kabupaten Kuningan Tahun 2009 berdasarkan hasil
pendataan keluarga berjumlah 1.106.793 jiwa dengan sex ratio
103,09% (laki-laki berjumlah 561.826 jiwa dan perempuan 544.967
43
jiwa), serta Laju Pertumbuhan Penduduk 1,14% (turun dari LPP
tahun 2008 yang mencapai 1,54%). Pertambahan penduduk
Kabupaten Kuningan dari tahun 2000-2008 dapat dilihat pada
Gambar 18.
Gambar 18. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Kuningan tahun
2000-2008
Berdasarkan data tersebut didapat proyeksi pertumbuhan
penduduk dengan menggunakan rumus pertumbuhan geometrik yang
diasumsikan laju pertumbuhan penduduk rataan 1,18%.
Gambar 19. Proyeksi pertumbuhan penduduk Kabupaten Kuningan
tahun 2009-2015
0.92
0.94
0.96
0.98
1.00
1.02
1.04
1.06
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah Penduduk
(x juta jiwa)
Tahun
1.04
1.06
1.08
1.10
1.12
1.14
1.16
1.18
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Penduduk
(x juta jiwa)
Tahun
44
Diproyeksikan penduduk Kabupaten Kuningan akan terus
bertambah setiap tahunnya. Dengan pertambahan penduduk ini
berarti kebutuhan akan konsumsi menjadi meningkat. Kondisi ini
mendukung perkembangan IK makanan di Kabupaten Kuningan
salah satunya adalah IK tahu.
4.3.2. Pertumbuhan Ekonomi
Pola pengeluaran per kapita rumah tangga di Kabupaten
Kuningan pada tahun 2008, menunjukkan 50,65% pengeluaran
rumah tangga digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan makanan,
atau sisanya (49,35%) untuk konsumsi bukan makanan. Dengan
tingkat daya beli masyarakat Kuningan pada kondisi tahun 2008
sebesar Rp. 543.660 yang akan terus meningkat setiap tahunnya,
dapat dianggap sebagai kondisi menguntungan bagi IK tahu. Berikut
disajikan kondisi perekonomian Kabupaten Kuningan tahun 2007-
2008.
Tabel 13. Kondisi perekonomian Kabupaten Kuningan tahun 2007-
2008
Kondisi Perekonomian Tahun 2007 Tahun 2008
Daya Beli (Rp) 542.600 543.660
Upah Minimum Kabupaten (Rp) 517.500 592.000
Pengeluaran Per Kapita RT :
1. Konsumsi Makanan
2. Konsumsi Bukan Makanan
50,17
49,83
50,65
49,35
Ketenagakerjaan :
1. TPAK
2. TPT
3. TKK
54,24
10,44
89,56
55,60
5,79
94,21
PDRB – Konstan (Rp. Juta) 3.442.801,06 3.584.552,03
PDRB Per Kapita – Konstan (Rp.) 3.470.977,97 3.442.963,06
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 4,22% 4,12%
4.3.3. Pertumbuhan Sektor Pariwisata
Sektor wisata merupakan salah satu penghasil Pendapat Asli
Daerah (PAD) yang cukup potensial dan dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat sekitar obyek wisata, karena Kabupaten
Kuningan sebagai salah satu alternatif tempat tujuan wisata, baik
45
wisatawan domestik maupun mancanegara. Jumlah kunjungan
wisatawan tahun 2008 tercatat 615.621.
Jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara
yang semakin meningkat merupakan target pasar potensial bagi IK
tahu. Selain kebutuhan pokok masyarakat setempat, tahu merupakan
produk yang sering dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang datang
ke Kabupaten Kuningan.
4.3.4. Analisa Produk dan Minat Konsumen
Untuk mengetahui perbedaan minat konsumen terhadap tahu
yang dihasilkan oleh usaha kecil Tahu Lamping dibandingkan
dengan usaha kecil tahu lainnya dilakukan dengan uji Friedman atas
atribut seperti warna, bau, rasa dan tekstur seperti terlihat dalam
Tabel 14.
Tabel 14. Rataan pendapat konsumen
Produk
Atribut
Warna Bau Tekstur Rasa Kunjungan Kepuasan
Pelayanan
Tahu
Lamping 2,30 3,00 2,88 2,14 2,63 2,55
Tahu Non
Lamping 1 1,32 1,55 1,53 1,07 1,32 1,42
Tahu Non
Lamping 2 1,02 1,34 1,20 1,05 1,15 1,02
Hipotesis:
H0 : Terdapat persamaan minat konsumen terhadap ketiga jenis produk tahu
H1 : Terdapat perbedaan minat konsumen terhadap ketiga jenis produk tahu
Dari hasil pengujian pada Tabel 15, terlihat bahwa nilai khi
kuadrat hitung lebih besar darpada khi kuadrat tabel (12,718 >
11,07) dengan nilai nyata 0,026 < 0,05, maka H0 ditolak. Artinya
terdapat perbedaan minat konsumen terhadap ketiga jenis produk
tahu yang ditawarkan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha kecil Tahu
Lamping perlu dikembangkan, karena lebih diminati oleh konsumen
baik masyarakat sekitar maupun wisatawan. Dalam hal ini konsumen
menyukai produk tahu kuningan dari usaha kecil Tahu Lamping ini
46
dikarenakan rasanya yang lebih enak dan gurih, tidak berbau,
teksturnya lembut dan pelayanannya yang ramah.
4.3.5. Proyeksi Penjualan Tahu
Tingkat penjualan usaha kecil tahu lamping terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan menjadi berlipat ganda,
terutama pada saat hari raya dan hari libur. Untuk menghitung
prakiraan penjualan tahu digunakan metode single exponential
smoothing with trend yang dibantu dengan perangkat lunak
WinQSB. Dari data aktual selama 5 tahun terakhir, didapat prakiraan
penjualan tahu pada tahun 2011 mencapai Rp.1.662.099.000, dengan
nilai MAPE 17,32 dan MAD 208.131.600. MAPE dan MAD
merupakan ukuran kecermatan yang digunakan untuk mengukur
sejauh mana selisih atau antara hasil prakiraan dengan data
sebenarnya, nilai ini juga menunjukkan tingkat kecermatan dalam
perhitungan prakiraan perjualan.
Tabel 15. Prakiraan penjualan tahu dengan menggunakan metode
single exponential smoothing with trend (α=0,5, β=0,5)
Tahun Data Aktual (Rp) Data Prakiraan (Rp) Forecast Error(Rp)
2006 756.000,000
2007 907.200,000 756.000.000 151.200.000
2008 1.088.640.000 869.400.000 219.240.000
2009 1.306.368.000 1.071.630.000 234.737.900
2010 1.567.642.000 1.340.294.000 227.348.500
2011 1.662.099.000
Ukuran Kecermatan
MAD 208.131.600
MAPE 17,32
α dan β 0,5
Dari hasil perhitungan di atas dapat disajikan dalam bentuk
grafik proyeksi penjualan seperti pada Gambar 20.
47
Gambar 20. Proyeksi penjualan tahu
4.5. Kelayakan Pengembangan Usaha Tahu
Pengembangan usaha diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasar
yang diproyeksi semakin meningkat. Pengembangan usaha memerlukan
biaya investasi Rp. 188.000.000, dengan rincian seperti dimuat pada Tabel
16.
Tabel 16. Biaya investasi produksi tahu
No Uraian Jumlah (unit) Harga (Rp)
1 Lahan dan bangunan
150.000.000
2 Mesin Giling 2 30.000.000
3 Pompa 2 2.000.000
4 Genset 1 6.000.000
Total
188.000.000
Biaya produksi yang diperlukan terbagi menjadi biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan tanah dan bangunan
dengan umur ekonomi sepuluh (10) tahun dan peralatan dengan umur
ekonomis lima (5) tahun.
100
300
500
700
900
1100
1300
1500
1700
Nil
ai
Pen
jua
lan
(x j
uta
ru
pia
h)
Tahun
Data Historis Proyeksi
2006 2007 2008 2009 2010 2011
48
Tabel 17. Biaya tetap
No Uraian Harga Awal Nilai
Sisa
Umur Ekonomi
(Tahun)
Biaya Tetap
(Rp/bulan)
Biaya Tetap
(Rp/tahun)
1 Lahan dan
Bangunan 150.000.000 0 10 1.250.000 15.000.000
2 Mesin Giling 30.000.000 0 5 500.000 6.000.000
3 Pompa 2.000.000 0 5 33.333 400.000
4 Genset 6.000.000 0 5 100.000 1.200.000
Total 1.883.333 22.600.000
Biaya variabel terdiri dari pembelian bahan baku (kedelai), bahan
pendukung, bahan bakar kayu, gas, solar, pelumas, upah tenaga kerja,
pemakaian listrik dan telpon serta perbaikan dan pemeliharaan alat dan
mesin (Lampiran 1). Pada Lampiran 1 diketahui bahwa jumlah biaya
variabel yang harus dikeluarkan setiap tahunnya Rp. 413.580.000. Biaya
total produksi didapatkan dari penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel,
yaitu Rp. 436.180.000.
1. Analisis Biaya Pokok
Biaya pokok produksi adalah biaya total produksi dibagi dengan
volume produksi total. Diketahui biaya total Rp. 436.180.000/tahun dan
jumlah produksi 1.680.000 unit/tahun, maka didapatkan biaya pokok
produksi Rp. 260/ unit (Lampiran 2).
Harga pokok produksi sangat erat kaitannya dengan harga jual,
karena menunjukkan keuntungan dan kerugian yang akan didapat.
Untuk mengetahui apakah perusahaan mendapatkan keuntungan atau
kerugian dapat digunakan nilai rasio. Nilai rasio adalah hubungan
proporsi antara biaya pokok dan harga jual. Nilai rasio lebih dari satu
(> 1), berarti perusahaan mengalami kerugian, sedangkan bila nilai
rasio kurang dari satu (< 1), berarti perusahaan mendapatkan
keuntungan, dan bila nilai rasio sama dengan satu (= 1), berarti
perusahaan dalam keadaan titik impas.
Diketahui biaya pokok produksi Rp. 260/unit, sedangkan harga
jual ditetapkan Rp. 333/unit. Maka besar nilai rasio yang didapatkan
49
adalah 0,78, maka perusahaan mendapatkan keuntungan. Dengan
asumsi harga penjuakan dan biaya pokok tidak berubah selama umur
proyek.
2. Analisis Impas Produksi
Titik impas produksi merupakan titik dimana perusahaan tidak
mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Besar titik impas
dipengaruhi oleh harga jual, biaya tetap total dan biaya variabel rata-
rata (Lampiran 2). Diketahui harga jual tahu Rp. 333/unit, biaya tetap
total Rp. 22.600.000/ tahun dan biaya variabel rataan Rp. 246/unit,
sehingga didapatkan titik impas 260.304 unit/tahun. Jumlah produksi
tahu setiap tahunnya adalah 1.680.000 unit/ tahun. Ternyata produksi
tahu setiap tahunnya lebih besar dari titik impas, maka perusahaan
berada dalam posisi yang menguntungkan. Dengan asumsi produksi
tahu setiap tahunnya tidak berubah selama umur proyek.
3. Analisis Kelayakan
Untuk menilai kelayakan usaha produksi tahu, dapat dilakukan
dengan analisis kelayakan finansial yang meliputi NPV, IRR, B/C
Rasio dan Pay Back Period. Analisis ini dilakukan dengan mengetahui
komponen biaya pengeluaran dan pendapatan selama satu (1) tahun.
a. NPV
NPV merupakan nilai sekarang dari sejumlah uang di masa yang
mendatang dengan menggunakan tingkat bunga tertentu. NPV
bernilai positif maka kelayakan pengembangan usaha tersebut layak
dilakukan. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan discount
factor (DF) 14% menghasilkan NPV Rp. 395.569.655. Hal ini
menunjukan proyek akan mendapatkan keuntungan Rp. 395.569.655
selama periode 10 tahun.
b. IRR
Diketahui NPV positif pada suku bunga 30% bernilai
Rp. 31.907.340 dan NPV negatif pada suku bunga 40% bernilai Rp.
-4.689.798. Sehingga didapatkan nilai IRR sebesar 38,72%, dimana
50
lebih besar dari suku bunga yang berlaku sehingga mengindikasikan
pengembangan usaha IK tahu layak untuk dikembangkan karena
menguntungkan perusahaan.
c. B/C Ratio
Perbandingan untung dan biaya dapat ditentukan sebagai
perbandingan nilai keuntungan ekuivalen terhadap nilai biaya
ekuivalen. Berdasarkan analisis perhitungan B/C ratio diperoleh nilai
3,10 (lebih besar dari 1), maka pengembangan usaha tahu layak
untuk dikembangkan.
d. PBP
PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu
(periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha.
Berdasarkan analisa perhitungan, PBP pengembangan usaha tahu
adalah 1,19 tahun. Total investasi Rp.188.000.000, dengan umur
ekonomi 10 tahun, maka investasi dapat dikembalikan melalui cash
flow (CF) selama 1,19 tahun atau lebih pendek dari umur
ekonominya, maka pengembangan usaha tahu layak untuk
dilaksanakan.
Dengan melihat nilai NPV yang postif, nilai IRR lebih besar dari
discount rate (14-20%), nilai Net B/C lebih besar dari 1 dan PBP lebih
pendek dibandingkan umur ekonominya, maka pengembangan usaha
tahu dengan periode 10 tahun layak untuk dikembangkan.
Tabel 18. Nilai analisa finansial dan kelayakan
No Uraian Satuan Nilai
1 Harga jual tahu Rp/ unit 333
2 Produksi tiap tahun unit 1.680.000
3 Biaya tetap total Rp 22.600.000
4 Biaya variabel total Rp 413.580.000
5 Biaya total Rp 436.180.000
6 Biaya pokok produksi Rp/ unit 260
7 Biaya variabel rata-rata Rp/ unit 246
8 Titik impas produksi unit 260.304
9 NPV Rp 395.569.655. 10 IRR % 38,72
11 Net B/C 3,10
12 PBP tahun 1,19
51
4.6. Analisa Sensitivitas
Analis sensitivitas perlu dilakukan untuk memperkirakan kesalahan
pendugaan terhadap suatu proyek. Kesalahan dapat selalu terjadi, karena
faktor manusia dan faktor lingkungan. Faktor manusia artinya bahwa
manusia sering kali melakukan kesalahan dalam memperhitungkan segala
sesuatu. Sedangkan faktor lingkungan artinya adanya kemungkinan
kenaikan harga mendadak ketika proyek dilaksanakan. Oleh karena itu
analisis sensitivitas dilakukan terhadap beberapa komponen yang mungkin
menimbulkan kenaikan biaya, yaitu :
1. Harga Kedelai
Kedelai merupakan bahan pokok dalam produksi dan harganya
kemungkinan berubah sewaktu-waktu. Besar pendugaan kenaikan harga
kedelai, adalah :
a. Kenaikan harga kedelai 10%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan harga
kedelai 10%, maka harga kedelai menjadi Rp. 6.600/ kg, sehingga
terjadi kenaikan biaya variabel Rp. 431.580.000 dan biaya total
Rp. 454.180.000. Biaya pokok produksi mengalami kenaikan
menjadi Rp. 270/unit, dengan harga jual tahu tetap (Rp. 333/ unit),
maka rasio produksi menjadi 0,81. Besarnya nilai rasio kurang dari
1 menunjukan bahwa usaha produksi masih layak mendapatkan
keuntungan setelah terjadi kenaikan kedelai 10%.
Didapatkan titik impas produksi sebesar 296.950 unit. Setelah
mengalami perubahan biaya terhadap harga kedelai 10%. Dengan
kata lain jumlah produksi setiap tahunnya ternyata lebih besar dari
titik impas produksi, maka usaha produksi tahu tetap pada posisi
menguntungkan. Di sisi lain, terdapat perubahan terhadap nilai
NPV, IRR dan Net B/C akibat kenaikan harga kedelai. Terjadi
penurunan NPV menjadi Rp. 314.949.879, artinya apabila terjadi
kenaikan harga kedelai 10%, maka keuntungan yang didapatkan
oleh perusahaan akan menurun Rp. 314.949.879 selama periode 10
52
tahun, namun NPV masih bernilai positif, artinya masih layak
untuk dikembangkan.
NPV positif Rp. 1.486.044 pada suku bunga 30% dan nilai
NPV negatif Rp. -30.048.360 pada suku bunga 40%, maka
didapatkan nilai IRR 30,47%. Nilai IRR menurun akibat
peningkatan harga kedelai 10%, namun nilainya masih di atas
discount rate 14%. B/C rasio menurun menjadi 2,68 akibat
peningkatan harga kedelai 10%, tetapi masih lebih besar dari 1. Hal
ini menunjukan bahwa pengembangan usaha tahu layak untuk
dikembangkan.
b. Kenaikan harga kedelai 20%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan harga
kedelai 20%, maka harga kedelai menjadi Rp. 7.200/kg, sehingga
terjadi kenaikan biaya variabel Rp. 449.580.000 dan biaya total Rp.
472.180.000. Biaya pokok produksi mengalami kenaikan menjadi
Rp. 281/unit, dengan harga jual tahu tetap (Rp. 333/unit), maka
rasio produksi 0,84. Besarnya nilai rasio kurang dari 1, menunjukan
bahwa usaha produksi masih layak mendapatkan keuntungan
setelah terjadi kenaikan kedelai 20%.
Didapatkan titik impas produksi 345.603 unit, setelah
mengalami perubahan biaya terhadap harga kedelai 20%. Dengan
kata lain, jumlah produksi setiap tahunnya ternyata lebih besar dari
titik impas produksi, maka usaha produksi tahu tetap pada posisi
menguntungkan. Di sisi lain, terdapat perubahan terhadap nilai
NPV, IRR dan Net B/C akibat kenaikan harga kedelai. Terjadi
penurunan NPV menjadi Rp. 234.203.103, artinya apabila terjadi
kenaikan harga kedelai 20%, maka keuntungan yang didapatkan
oleh perusahaan akan menurun menjadi Rp. 234.203.103 selama
periode 10 tahun, namun NPV masih bernilai positif, artinya masih
layak untuk dikembangkan.
NPV positif Rp. 151.327.876 pada suku bunga 20% dan nilai
NPV negatif Rp. -28.935.252 pada suku bunga 30%, maka
53
didapatkan nilai IRR 28,39%. Nilai IRR menurun akibat
peningkatan harga kedelai 20%, tetapi nilainya masih diatas
discount rate 14%. B/C rasio menurun menjadi 2,25 akibat
peningkatan harga kedelai sebesar 20%. Nilai B/C ratio lebih besar
dari 1, hal ini menunjukan bahwa pengembangan usaha tahu layak
untuk dikembangkan.
c. Kenaikan harga kedelai 30%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan harga
kedelai 30%, maka harga kedelai menjadi Rp. 7.800/kg, sehingga
terjadi kenaikan biaya variabel Rp. 467.580.000 dan biaya total Rp.
490.180.000. Biaya pokok produksi mengalami kenaikan menjadi
Rp. 292/unit sedangkan harga jual tahu tetap yaitu Rp. 333/unit,
maka rasio produksi 0,88. Besarnya nilai rasio kurang dari 1,
menunjukan bahwa usaha produksi masih layak mendapatkan
keuntungan setelah terjadi kenaikan kedelai 30%.
Didapatkan titik impas produksi 413.325 unit, setelah
mengalami perubahan biaya terhadap harga kedelai 30%. Dengan
kata lain, jumlah produksi setiap tahunnya ternyata lebih besar dari
titik impas produksi, maka usaha produksi tahu tetap pada posisi
menguntungkan. Di sisi lain, terdapat perubahan terhadap nilai
NPV, IRR dan Net B/C akibat kenaikan harga kedelai. Terjadi
penurunan NPV menjadi Rp. 153.456.327, artinya apabila terjadi
kenaikan harga kedelai 30%, maka keuntungan yang didapatkan
oleh perusahaan akan menurun menjadi Rp. 153.456.327 selama
periode 10 tahun, namun NPV masih bernilai positif, artinya masih
layak untuk dikembangkan.
NPV positif Rp. 86.431.072 pada suku bunga 20% dan nilai
NPV negatif Rp. -59.356.548 pada suku bunga 30%, maka
didapatkan nilai IRR 25,93%. Nilai IRR menurun akibat
peningkatan harga kedelai 30%, tetapi nilainya masih diatas
discount rate 14%. B/C rasio menurun menjadi 1,82 akibat
peningkatan harga kedelai 30%, tetapi masih lebih besar dari 1, hal
54
ini menunjukan bahwa pengembangan usaha tahu layak untuk
dikembangkan.
d. Kenaikan harga kedelai 40%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan harga
kedelai 40%, maka harga kedelai menjadi Rp. 8.400/kg, sehingga
terjadi kenaikan biaya variabel menjadi Rp. 485.580.000 dan biaya
total menjadi Rp. 508.180.000. Biaya pokok produksi mengalami
kenaikan menjadi Rp. 302/unit, tetapi harga jual tahu tetap (Rp.
333/unit), maka rasio produksi menjadi 0,91. Besarnya nilai rasio
kurang dari 1, menunjukan bahwa usaha produksi masih layak
mendapatkan keuntungan setelah terjadi kenaikan kedelai 40%.
Titik impas produksi 514.054 unit, setelah mengalami
perubahan biaya terhadap harga kedelai 40%. Dengan kata lain,
jumlah produksi setiap tahunnya ternyata lebih besar dari titik
impas produksi, hal ini menunjukan usaha produksi tahu tetap pada
posisi menguntungkan. Terdapat perubahan terhadap nilai NPV,
IRR dan Net B/C akibat kenaikan harga kedelai. Terjadi penurunan
NPV menjadi Rp. 72.709.551, artinya apabila terjadi kenaikan
harga kedelai 40%, maka keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan akan menurun Rp. 72.709.551 selama periode 10 tahun,
maka NPV masih bernilai positif artinya masih layak untuk
dikembangkan.
NPV positif Rp. 21.534.268 pada suku bunga 20% dan nilai
NPV negatif Rp. -89.777.844 pada suku bunga 30%, sehingga
didapatkan nilai IRR 21,93%. Nilai IRR menurun akibat
peningkatan harga kedelai 40%, tetapi nilainya masih diatas
discount rate 14%. B/C rasio menurun menjadi 1,39 akibat
peningkatan harga kedelai sebesar 40%, tetapi masih lebih besar
dari 1, hal ini menunjukan bahwa pengembangan usaha tahu layak
untuk dikembangkan.
55
e. Kenaikan harga kedelai 50%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan harga
kedelai sebesar 50%, maka harga kedelai menjadi Rp. 9.000/kg,
sehingga terjadi kenaikan biaya variabel menjadi Rp. 503.580.000
dan biaya total menjadi Rp. 526.180.000. Biaya pokok produksi
mengalami kenaikan Rp. 313/ unit, sedangkan harga jual tahu tetap
(Rp. 333/unit), maka rasio produksi 0,94 dan titik impas produksi
679.699 unit. Terdapat perubahan terhadap nilai NPV, IRR dan
Net B/C akibat kenaikan harga kedelai. Terjadi penurunan NPV
Rp. -8.037.225, IRR 12,63% dan B/C rasio menurun menjadi 0,96.
Tabel 19. Nilai analisa finansial dengan pendugaan kenaikan harga
kedelai
Kenaikan Kedelai
(%)
NPV
(Rp)
IRR
(%)
Net B/C
10 314.949.879 30,47 2,68
20 234.203.103 28,39 2,25
30 153.456.327 25,93 1,82
40 72.709.551 21,93 1,39
50 -8.037.225 12,63 0,96
Nilai NPV, IRR dan Net B/C yang didapat mengalami penurunan
setelah adanya pendugaan kenaikan harga kedelai. Namun pada
kenaikan harga kedelai hingga 40%, NPV masih bernilai positif, IRR
berada di atas discount rate dan Net B/C lebih dari 1. Hal ini
menunjukan bahwa proyek masih layak dikembangkan selama periode
10 tahun dengan discount rate 14%. Namun pada kenaikan harga
kedelai 50%, proyek sudah tidak layak dikembangkan lagi karena
memiliki nilai NPV negatif, IRR di bawah discount rate dan Net B/C
kurang dari 1.
2. Harga Penjualan Produk
Harga penjualan produk kemungkinan dapat turun, karena
penurunan minat konsumen dan persaingan semakin ketat. Besar
pendugaan penurunan harga penjualan produk, yaitu:
56
a. Penurunan harga jual produk 10%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan penurunan
harga jual produk 10%, maka harga jual produk Rp. 299,7/unit.
sehingga terjadi penurunan pendapatan Rp. 510.353.143/tahun.
Biaya pokok produksi tetap Rp. 270/ unit sedangkan harga jual
tahu menurun Rp. 299,7/unit, maka rasio produksi 0,87. Besarnya
nilai rasio kurang dari 1, menunjukan bahwa usaha produksi masih
layak mendapatkan keuntungan setelah terjadi penurunan harga
jual 10%.
Didapatkan titik impas produksi 422.261 unit, setelah
mengalami penurunan harga jual produk 10%. Dengan kata lain,
jumlah produksi setiap tahunnya lebih besar dari titik impas
produksi, hal ini menunjukan usaha produksi tahu tetap pada posisi
menguntungkan. Terdapat perubahan terhadap nilai NPV, IRR dan
Net B/C akibat penurunan harga jual produk. Terjadi penurunan
NPV Rp. 144.735.675, artinya apabila terjadi penurunan harga jual
produk sebesar 10% maka keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan akan menurun Rp. 144.735.675 selama periode 10
tahun, tetapi NPV masih bernilai positif, artinya masih layak untuk
dikembangkan. Nilai IRR menurun 25,59% dan B/C rasio 1,77,
tetapi masih lebih besar dari 14% (discount rate) dan B/C ratio
lebih besar dari 1, menunjukan bahwa pengembangan usaha tahu
masih layak.
b. Penurunan harga jual produk 15%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan penurunan
harga jual produk 15%, maka harga jual produk menjadi menjadi
Rp. 283,1/unit, sehingga terjadi penurunan pendapatan
Rp. 482.381.143/ tahun. Biaya pokok produksi tetap Rp. 270/unit
sedangkan harga jual tahu menurun (Rp. 283,1/unit), maka rasio
produksi menjadi 0,92. Besarnya nilai rasio kurang dari 1, hal ini
menunjukan bahwa usaha produksi masih layak mendapatkan
keuntungan setelah terjadi penurunan harga jual 15%.
57
Didapatkan titik impas produksi 612.941 unit. Setelah
mengalami penurunan harga jual produk 15%. Dengan kata lain,
jumlah produksi setiap tahunnya ternyata lebih besar dari titik
impas produksi, hal ini menunjukan usaha produksi tahu tetap pada
posisi menguntungkan. Terdapat perubahan terhadap nilai NPV,
IRR dan Net B/C akibat penurunan harga jual produk. Terjadi
penurunan NPV Rp. 19.255.185, artinya apabila terjadi penurunan
harga jual produk 15%, maka keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan akan menurun Rp. 19.255.185 selama periode 10 tahun,
tetapi NPV masih bernilai positif, artinya masih layak untuk
dikembangkan. Nilai IRR menurun 16,84% dan B/C rasio 1,1,
tetapi masih lebih besar dari 14% (discount rate) dan B/C ratio
lebih besar dari 1, menunjukan bahwa pengembangan usaha tahu
masih layak.
c. Penurunan harga jual produk 20%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan penurunan
harga jual produk 20%, maka harga jual produk menjadi menjadi
Rp. 266,4/unit, sehingga terjadi penurunan pendapatan
Rp. 454.409.143/ tahun. Biaya pokok produksi tetap Rp. 270/unit
sedangkan harga jual tahu menurun (Rp. 266,4/unit), maka rasio
produksi 0,97. Besarnya nilai rasio hampir sama dengan satu, hal
ini menunjukan bahwa usaha produksi menghasilkan lebih sedikit
keuntungan.
Didapatkan titik impas produksi 1.117.626 unit, setelah
mengalami penurunan harga jual produk 20%. Dengan kata lain,
jumlah produksi setiap tahunnya ternyata hampir menyamai titik
impas produksi. Di sisi lain, terdapat perubahan drastis terhadap
nilai NPV, IRR dan Net B/C akibat penurunan harga jual produk.
Terjadi penurunan NPV Rp. -106.225.305, artinya usaha sudah
tidak menghasilkan keuntungan sehingga tidak layak dilaksanakan.
Nilai IRR menurun menjadi kurang dari 14% dan B/C rasio 0,4
58
(kurang dari 1), hal ini menunjukan bahwa usaha tidak layak
dilaksanakan.
Tabel 20. Nilai analisa finansial dengan pendugaan penurunan
harga penjualan produk
Penurunan Harga
Jual (%) NPV (Rp) IRR (%) Net B/C
10 144.735.675 25,59 1,7
15 19.255.185 16,84 1,1
20 -106.225.305 -25,71 0,4
Nilai NPV, IRR dan Net B/C yang didapat mengalami penurunan
setelah adanya pendugaan penurunan harga jual produk. Namun pada
penurunan harga jual produk hingga 15%, NPV masih bernilai positif,
IRR berada diatas discount rate dan Net B/C lebih dari 1. Hal ini
menunjukan bahwa proyek masih layak dikembangkan selama periode
10 tahun dengan discount rate 14%. Namun pada penurunan harga jual
produk 20%, proyek sudah tidak layak dikembangkan lagi karena
memiliki nilai NPV negatif, IRR dibawah discount rate dan Net B/C
kurang dari 1.
4.7. Strategi Pengembangan IK Tahu
Perumusan prioritas strategi pengembangan usaha tahu menggunakan
AHP yang meliputi tiga (3) aspek, yaitu proses pengolahan produk,
pembiayaan usaha dan pengolahan limbah. Pada proses pengolahan produk
difokuskan pada peningkatan mutu produk, sehingga dapat meningkatkan
daya saing produk. Aspek pembiayaan usaha difokuskan pada penyediaan
kredit tambahan modal, karena selama ini IK tahu mengalami kesulitan
dalam mengakses pinjaman dari lembaga pembiayaan. Sedangkan pada
aspek pengolahan limbah difokuskan pada pengolahan limbah cair yang
merupakan kendala utama dalam proses produksi tahu, akibat keterbatasan
teknologi, SDM dan biaya, sehingga masalah ini belum dapat diselesaikan
dengan baik.
Pakar pada teknik AHP ini terdiri dari berbagai stakeholder terkait
pengembangan IK tahu di Kabupaten Kuningan-Jawa Barat, yaitu
59
pemerintah daerah (Pemda), KOPTI-Kabupaten Kuningan, lembaga
pembiayaan usaha, akademisi dan praktisi usaha tahu.
4.5.1. Strategi Proses Pengolahan Produk
Struktur AHP dalam proses pengolahan produk terdiri dari
lima (5) level yaitu, level pertama (1) merupakan fokus yaitu
meningkatkan kualitas produk, level kedua (2) adalah faktor yang
mempengaruhi, level ketig (3) adalah aktor yang berperan, level ke
empat (4) adalah tujuan yang ingin dicapai dan level terakhir adalah
alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu
produk. Selengkapnya struktur AHP dapat dilihat pada Gambar 21.
Faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu produk adalah
mutu bahan baku, SDM, standar mutu yang digunakan dan teknologi
pengolahan (Tabel 21).
Tabel 21. Analisa faktor dan unsurnya
No Faktor Unsur
1 Bahan Baku
Varietas kedelai
Mutu kedelai (kadar air, rendemen dan
umur)
2 SDM
Umur
Pendidikan
Pengalaman kerja
Keterampilan kerja
3 Standar Mutu Warna, rasa, tekstur, dan bau produk
4 Teknologi
Pengolahan
Proses penggilingan
Proses penyaringan
Proses pemasakan
Proses pencetakan
Proses penggorengan
Aktor yang berperan dalam pengembangan industri tahu
terutama dalam peningkatan mutu adalah Pemda, KOPTI, lembaga
penelitian dan pengusaha tahu.
60
Gambar 21. Struktur AHP proses pengolahan produk
Berdasarkan survei pakar yang diolah menggunakan teknik
AHP didapatkan prioritas seperti dimuat pada Tabel 22.
Tabel 22. Prioritas faktor, aktor, tujuan dan strategi proses
pengolahan produk
Faktor yang berpengaruh dalam peningkatan mutu produk
adalah keterampilan SDM dengan skor 0,502, standar mutu produk
yang digunakan (0,228), teknologi pengolahan yang diterapkan
(0,186) dan mutu bahan baku yang digunakan (0,084).
Prioritas Faktor Prioritas Aktor Prioritas Tujuan Prioritas Strategi
(Inconsistency =0,01) (Inconsistency =0,04) (Inconsistency =0,06) (Inconsistency =0,01)
SDM 0,502 Kopti 0,495 Peningkatan Nilai
Tambah 0,512 Pelatihan SDM 0,644
Standar Mutu 0,228 Pengusaha Tahu 0,327 Peningkatan SDM 0,343 Produk sesuai standar 0,271
Teknologi
Pengolahan 0,186
Lembaga
Penelitian 0,121
Peningkatan Daya Saing
Produk 0,082
Penerapan Teknologi
Tepat Guna 0,035
Mutu Bahan
Baku 0,084 Pemda 0,057 Penyerapan Tenaga Kerja 0,063
Mutu Produk
Mutu Bahan Baku SDM Standar MutuTeknologi
Pengolahan
Pemda KoptiLembaga
Penelitian
Pengusaha
Tahu
Peningkatan Daya
Saing Produk
Peningkatan
SDM
Penyerapan
Tenaga Kerja
Peningkatan
Nilai Tambah
Penyerapan Teknologi
Tepat Guna
Pelatihan SDM untuk
Proses Pengolahan
Produk sesuai dengan
Standar Berlaku
Fokus
Faktor
Aktor
Tujuan
Alternatif
61
Lembaga yang berperan langsung adalah KOPTI (0,495),
baik dalam penyediaan bahan baku bermutu, peningkatan
keterampilan SDM dan penyuluhan penerapan teknologi. Tujuan
utama yang akan dicapai adalah peningkatan nilai tambah produk
(0,512) yang akan berdampak positif terhadap peningkatan
pendapatan. Dalam hal ini, prioritas strategi yang dapat digunakan
dalam upaya peningkatan kualitas produk adalah dengan pelatihan
SDM (0,644), terutama dalam keterampilan pengolahan produk dan
pengendalian mutu produk.
Pada saat ini ancaman sekaligus tantangan bagi industri kecil
dan menengah (IKM) adalah peningkatan daya saing produk melalui
peningkatan mutu produk. Karena itu penting bagi IKM untuk
menerapkan manajemen mutu yang baik bagi produksinya dan
melakukan efisiensi proses produksinya sehingga harga produk lebih
murah, tetapi memiliki mutu baik, sehingga nantinya dipilih oleh
konsumen.
Oleh karena itu diperlukan pelatihan SDM terkait manajemen
mutu industri yang dapat diselenggarakan oleh Pemda, KOPTI
ataupun pihak swasta, dengan materi berikut :
1. Teknik penjadwalan terkait penggunaan bahan baku, pembagian
pekerjaan dan sebagainya.
2. Teknik penyusunan Standar Operational Procedure (SOP)
sederhana.
3. Teknik pemilihan bahan baku.
4. Teknik pengawasan dan pengendalian mutu.
5. Teknik pemeriksaan dan penyeleksian produk untuk menghindari
kerusakan pada produk akhir beserta tindakan perbaikannya.
62
4.5.2. Strategi Pembiayaan Usaha
Struktur AHP dalam pembiayaan usaha terdiri dari lima (5)
level yaitu, level pertama (1) merupakan fokus penyediaan kredit
untuk modal usaha, level kedua (2) adalah faktor yang
mempengaruhi, level ketiga (3) adalah aktor yang berperan, level ke
empat (4) adalah tujuan yang ingin dicapai dan level terakhir adalah
alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah cair.
Selengkapnya struktur AHP dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Struktur AHP pembiayaan usaha
Berdasarkan survei pakar yang diolah menggunakan teknik
AHP didapatkan prioritas berikut :
Kredit untuk
Tambahan Modal
Ketersediaan
KreditProsedur Tingkat Bunga
Pemda KoptiLembaga
Keuangan MIkro
Pengusaha
Tahu
Mendapatkan
Tambahan Modal
Meningkatkan
Skala Usaha
Meningkatkan
Investasi
Meningkatkan
Pendapatan
Kredit Berbunga Rendah
dan Tanpa Agunan
Pinjaman dari
Koperasi
Pinjaman Individu/
Rentenir
Fokus
Faktor
Aktor
Tujuan
Alternatif
63
Tabel 23. Prioritas faktor, aktor, tujuan dan strategi pembiayaan
usaha
Prioritas Faktor Prioritas Aktor Prioritas Tujuan Prioritas Strategi
(Inconsistency =0,07) (Inconsistency =0,07) (Inconsistency =0,09) (Inconsistency =0,07)
Ketersediaan
kredit 0,614 KOPTI 0,414
Mendapatkan
modal tambahan 0,473
Pinjaman dari
koperasi 0,672
Tingkat bunga 0,268
Lembaga
Keuangan Mikro
(LKM)
0,383 Meningkatkan
pendapatan 0,375
Kredit
berbunga
rendah
0,265
Prosedur
kredit 0,117 Pemda 0,127
Meningkatkan
skala usaha 0,085
Pinjaman dari
individu 0,063
Pengusaha tahu 0,76
Meningkatkn
Investasi 0,066
Berdaasarkan hasil AHP faktor yang berpengaruh dalam
pembiayaan usaha adalah ketersediaan kredit bagi UMKM (0,614),
tingkat bunga (0,268) dan prosedur kredit (0,117).
Aktor yang paling berperan dalam pembiayaan usaha adalah
KOPTI (0,414) dan LKM (0,383). Tujuan utama yang akan dicapai
adalah mendapatkan modal tambahan (0,473), sehingga dapat
meningkatkan pendapatan (0,375). Prioritas strategi yang dapat
digunakan dalam pembiayaan usaha adalah pinjaman dari koperasi
(0,672). Koperasi merupakan mitra yang baik untuk usaha kecil,
yaitu sesuai dengan tujuan koperasi (mensejahterakan anggotanya),
karena prosedur peminjamannya lebih sederhana dibandingkan di
LKM dan perbankan. Maka dari itu, penyaluran kredit usaha melalui
koperasi akan lebih lebih efektif dan efisien untuk mendukung usaha
kecil.
Koperasi khususnya yang bergerak dalam usaha simpan
pinjam, baik Koperasi Simpan Pinjam (KSP) maupun Unit Simpan
Pinjam (USP) merupakan lembaga pembiayaan IKM yang tersebar
hampir diseluruh pelosok tanah air dan mampu bertahan pada saat
krisis moneter tahun 1997/98. KOPTI yang mempunyai kegiatan
simpan pinjam merupakan lembaga yang dapat mendukung
penyediaan pembiayaan untuk IK tahu dalam kegiatan
pengembangan usahanya melalui pemberian kredit modal kerja atau
investasi.
64
Gambar 23. Model pembiayaan usaha
4.5.3. Strategi Pengolahan Limbah
Struktur AHP dalam pengolahan limbah terdiri dari lima
level yaitu, level pertama (1) merupakan fokus yaitu pengolahan
limbah cair, level kedua (2) adalah faktor yang mempengaruhi, level
ketiga (3) adalah aktor yang berperan, level ke empat (4) adalah
tujuan yang ingin dicapai dan level terakhir adalah alternatif strategi
yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah cair. Selengkapnya
struktur AHP dapat dilihat pada Gambar 24.
Bansos
Koordinasi
Linkage Dana
Bergulir
Perkuatan
Permodalan
Industri Kecil Tahu
KSP/
KOPTI-USP
Pemda
Kementerian Kop
dan UKM Perbankan
Modal sendiri
Pelepas Uang/
Rentenir
65
Gambar 24. Struktur AHP pengolahan limbah
Berdasarkan survei pakar yang diolah menggunakan teknik
AHP didapatkan prioritas seperti dimuat pada Tabel 24.
Tabel 24. Prioritas faktor, aktor, tujuan dan strategi pengolahan
limbah
Prioritas Faktor Prioritas Aktor Prioritas Tujuan Prioritas Strategi
(Inconsistency =0,06) (Inconsistency =0,05) (Inconsistency =0,07) (Inconsistency =0,05)
Biaya 0,542 Pengusaha
Tahu 0,508
Meningkatan kebersihan
lingkungan produksi 0,743
Pelatihan SDM
untuk pengolahan
limbah
0,659
Teknologi Pengolahan
Limbah 0,269 KOPTI 0,315
Mengurangi dampak
negatif limbah 0,194 Investasi 0,257
Tempat/lahan 0,137 Pemda 0,101 Meningkatkan
kelestarian lingkungan 0,063
Teknologi
pengolahan limbah 0,79
Volume 0,052 Lembaga
Penelitian 0,76
Persoalan limbah tahu, terutama limbah cair merupakan
kendala terberat bagi para pengusaha tahu. Berdasarkan hasil AHP
faktor yang berpengaruh dalam pengolahan limbah cair, yaitu biaya
Pengolahan
Limbah Cair
VolumeTeknologi
Pengolahan LimbahTempat/Lahan
Pemda KoptiLembaga
Penelitian
Pengusaha
Tahu
Mengurangi Dampak
Negatif Limbah Tahu
Meningkatkan
Kelestarian Lingkungan
Meningkatkan Kebersihan
Lingkungan Sekitar Tempat
Produksi
Teknologi Pengolahan
LimbahPelatihan SDM
Investasi untuk
Pengolahan Limbah
Fokus
Faktor
Aktor
Tujuan
Alternatif
Biaya
66
yang diperlukan untuk pengolahan (0,542), teknologi pengolahan
limbah yang digunakan (0,269), tempat/lahan yang tersedia (0,137)
dan jumlah limbah cair yang dihasilkan (0,052).
Aktor yang paling berperan dalam pengolahan limbah tahu
adalah pengusah tahu (0,508) dan KOPTI (0,315). Tujuan utama
yang akan dicapai adalah meningkatkan kebersihan di sekitar tempat
produksi (0,743). Pengolahan limbah cair yang baik, terutama di
sekitar tempat produksi merupakan salah satu upaya pengendalian
mutu produk yang dihasilkan.
Prioritas strategi yang dapat digunakan dalam upaya
pengolahan limbah adalah dengan pelatihan SDM (0,659) dalam
pengolahan limbah cair. Pelatihan dapat dilakukan oleh KOPTI,
Pemda, Dinas Perindustrian dan Lembaga Penelitian maupun pihak
swasta. Pelatihan teknik pengolahan limbah cair yang dapat diikuti
adalah :
1. Teknik pengolahan limbah cair menjadi biogas. Unit pengolah
limbah cair tahu ini terdiri dari unit utama yang disebut digester,
jaringan pipa pengumpul limbah, penampung gas, trickling
filter, jaringan sisa limbah hasil olahan, kolam penampung air
hasil proses nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan bakteri
metanogenik. Adanya bakteri metanogenik di dalam reaktor
dapat menyebabkan terjadinya proses metanogenesis yang
menghasilkan gas metana. Gas metana yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan sebagai energi alternatif, sehingga dapat
mengurangi dampak pemanasan global.
2. Teknik pembuatan nata de Soya merupakan alternatif pilihan
untuk mengolah limbah cair IK tahu. Nata de Soya atau nata sari
kedelai adalah sejenis makanan dalam bentuk Nata, padat, putih
dan transparan merupakan makanan penyegar pencuci mulut
yang dapat dicampur dengan cocktail, es krim atau cukup
ditambah sirup.
67
3. Teknik biofilter adalah pengolahan air limbah dengan
memanfaatkan kehadiran secara buatan dari kelompok mikroba
yang melekat pada media yang dipakai. Untuk media filter,
bahan harus keras, tahan tekanan, tahan lama dan tidak mudah
berubah. Beberapa bahan media biofilter yang umum dipakai
adalah polimer, kerikil, batu apung, kayu dan perlit.
4.8. Implikasi Strategi Pengembangan IK Tahu
Strategi pengembangan IK tahu akan berimplikasi terhadap berbagai
aspek dalam IK tahu, yaitu aspek teknis, manajemen dan lingkungan.
4.6.1. Teknis
Implikasi penerapan strategi pengembangan IK tahu dalam
aspek teknis adalah terbentuk SOP sederhana pada proses produksi
yang efektif dan efisien, sehingga dapat mengatur proses produksi
menjadi lebih tertib dan teratur. Hal ini diharapkan akan
meningkatkan efisiensi biaya produksi, meningkatkan mutu produk
dan menurunkan tingkat kerusakan produk.
4.6.2. Manajemen
Dalam aspek manajemen, implikasinya adalah memperbaiki
manajemen industri, meningkatkan kinerja karyawan akibat
pembagian kerja yang baik, meningkatkan pengawasan terhadap
pengelolaan pekerjaan, meningkatkan mutu pelayanan, kemudahan
akses pembiayaan atau tambahan modal dari lembaga pembiayaan
dan meningkatkan penjualan dan kepuasan konsumen.
4.6.3. Lingkungan
Dampak terhadap lingkungan yaitu menurunkan polusi udara
dan air, mengurangi risiko kerusakan lingkungan dan menciptakan
lingkungan yang sehat, bersih dan indah. Hal ini juga mendukung
program pemerintah, yaitu menciptakan industri ramah lingkungan
dan menjaga kelestarian lingkungan alam.
68
Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan komitmen dan kerjasama
yang baik antar lembaga terkait, diantaranya Pemda, KOPTI, Dinas
Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian, lembaga
penelitian dan lembaga keuangan.
Industri tahu dan tempe di Indonesia sangat tergantung dengan
pasokan kedelai impor, karena produksi kedelai lokal masih tidak mampu
mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri. Berdasarkan analisa usaha yang
telah dilakukan, prospek industri tahu masih layak untuk dilakukan
beberapa tahun mendatang. Namun kondisi ini akan meningkatkan
ketergantungan Indonesia akan bahan baku kedelai impor, maka diperlukan
alternatif bahan baku untuk dapat memenuhi kebutuhan protein masyarakat.
Dengan adanya bahan baku yang berkarakteristik sama dengan kedelai
maka akan meningkatkan tingkat keberlanjutan industri tahu dan
menurunkan tingkat ketergantungan kedelai impor.
Berdasarkan hasil penelitian di Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), bahwa
kacang komak dapat dijadikan bahan alternatif pembuatan tahu tempe.
Kacang ini masih satu famili dengan kacang kara. Kacang komak tidak jauh
berbeda dengan kacang kedelai, namun dari segi tekstur, kacang komak
lebih lembut. Kandungan protein kacang komak lebih rendah daripada
kedelai (22.7%) dan juga kacang komak tidak membutuhkan input produksi
yang banyak seperti pupuk dan air, tahan hama dan penyakit. Produktivitas
kacang ini cukup tinggi mencapai 6-10 ton/ha dibandingkan dengan kedelai.
Pada penerapannya diperlukan peran serta aktif pemerintah dan
departemen terkait. Proses alih bahan baku ini tidak mudah untuk dilakukan,
maka diperlukan sosialisasi, penyuluhan dan pendampingan terhadap pelaku
usaha. Apabila ada komitmen yang kuat dan kerjasama semua pihak yang
baik, maka dapat diciptakan prospek bisnis yang menguntungkan,
berkelanjutan, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. IK tahu lamping merupakan salah satu usaha kecil tahu berpotensi
untuk dikembangkan, dimana pada tahun 2010 rataan setiap harinya
memperoleh keuntungan Rp. 1.600.029. Hal lainnya keunggulan IK
tahu lamping adalah dalam proses pengolahan produk yang meliputi
(a) Ketelitian dan ketepatan dalam setiap proses produksi, (b) Tata letak
tempat produksi yang teratur, sehingga aliran proses produksi dapat
dilakukan dengan efektif dan efisien, (c) Saluran pembuangan limbah
yang memadai, (d) Pemilihan bahan baku yang teliti dan (e) Just in time
penjualan.
2. Prakiraan peningkatan kebutuhan pasar untuk IK tahu ditunjukkan oleh
pertambahan penduduk, pertumbuhan perekonomian, peningkatan
penjualan dan minat kosumen terhadap produk.
3. Analisa kelayakan pengembangan usaha IK tahu didapatkan nilai NPV
Rp. 395.696.655 (positif), IRR 38,72% (lebih besar dari discount rate),
B/C ratio 3,10 (lebih besar dari 1), PBP selama 1,19 tahun (kurang dari
umur ekonomi 10 tahun) dan titik impas produksi 260.304 unit tahu.
Kesemua kriteria tersebut menunjukan pengembangan usaha tahu layak
untuk dilaksanakan.
4. Prioritas strategi yang dapat digunakan dalam upaya peningkatan mutu
produk adalah pelatihan SDM (0,644) yang berkaitan dengan teknik
penjadwalan terkait penggunaan bahan baku, pemilihan bahan baku,
pembagian pekerjaan, teknik penyusunan SOP sederhana, serta
pengawasan dan pengendalian mutu produk.
5. Prioritas strategi yang dapat digunakan dalam upaya pengolahan limbah
adalah pelatihan SDM (0,659) dalam pengolahan limbah cair seperti
teknik biofilter, pengolahan limbah tahu menjadi biogas dan pembuatan
nata de soya.
6. Prioritas strategi yang dapat digunakan dalam pembiayaan usaha adalah
pinjaman modal usaha dari koperasi (0,672), yaitu KOPTI.
70
B. Saran
1. Diperlukan komitmen dan kerjasama yang baik antar lembaga terkait,
diantaranya Pemda, KOPTI, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup,
Dinas Perindustrian, lembaga penelitian dan lembaga keuangan dalam
pengembangan usaha IK tahu.
2. IK tahu memerlukan perkuatan manajemen sehingga mampu mengatur
sistem produksi, keuangan dan pemasaran dengan tertib, sehingga
mempermudah langkah-langkah dalam pengembangan usaha.
3. Perluasan akses pembiayaan bagi IK tahu, baik dari Koperasi maupun
Lembaga Pembiayaan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Strategis BPS. Jakarta.
______. 2009. Kuningan Dalam Angka 2009. Kuningan.
David, F. R. 2008. Manajemen Strategik. Salemba, Jakarta.
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen.
IPB-Press, Bogor.
______ dan Fajar S. 2007. Riset Kebijakan. IPB-Press, Bogor.
Firdaus, M dan Farid MA. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih untuk
Manajemen dan Bisnis. IPB-Press, Bogor.
Haming, Murdifin dan S. Basalamah. 2010. Studi Kelayakan Investasi Proyek dan
Bisnis. Bumi Aksara, Jakarta.
Hubeis, M. 2007. Dasar-Dasar Manajemen Industri. Inti Primana, Jakarta.
________ . 2009. Prospek Usaha Kecil Dalam Wadah Inkubator Bisnis. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Machfud. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Diktat Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Bogor.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Grassindo, Jakarta.
______. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. IPB-
Press, Bogor.
______ dan N. Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. IPB-Press, Bogor.
Peni, R. 2009. Seri UKM Berbasisi Komputer: Membuat Proposal Bisnis untuk
Bank dengan Excel. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Porter, M. E. 1993. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisa Industri dan Pesaing.
Erlangga, Jakarta.
Saaty, T.L. 1990. The Analitycal Hierarchy Process. RWS Publication, Pittsburg.
Santoso, S. 2010. Statistik Nonparametrik : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS.
Elek Media Komputindo, Jakarta.
Sarwono, B dan Y.P. Saragih. 2001. Membuat Aneka Tahu. Niaga Swadaya,
Jakarta.
72
Sujadi, D. 2000. Laporan Hasil Penelitian: Instrumentasi Proses Pembuatan Tahu
dan Pengolahan Limbahnya. Puslitbang Kalibrasi Instrumentasi dan
Metrologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Sulistyo, J. 2010. Enam Hari Jago SPSS 17. Cakrawala, Jakarta.
Sugiyono. 2010. Statistik Nonparametris. Alfabeta, Bandung.
Suprapti, M.L. 2005. Pembuatan Tahu. Kanisius, Yogyakarta.
Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis: Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana
Bisnis secara Komprehensif. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
74
Lampiran 1. Analisa kelayakan usaha tahu
a. Biaya variabel produksi tahu
No Uraian Jumlah Unit Harga (Rp) Unit Biaya
Per hari Per bulan Per tahun
1 Bahan Baku Kedelai 100 kg 6.000 per hari 600.000 15.000.000 180.000.000
2 Garam 5 kg 400 per hari 2.000 50.000 600.000
3 Bahan Pendukung 100.000 per hari 100.000 2.500.000 30.000.000
4 Tenaga Kerja 10 Orang 1.000.000 per bulan 400.000 10.000.000 120.000.000
5 Kayu Bakar 150.000 per hari 150.000 3.750.000 45.000.000
6 Bahan Bakar Gas 10 tabung 58.000 per bulan 23.200 580.000 6.960.000
7 Bahan Bakar (Solar) 50.000 per hari 50.000 1.250.000 15.000.000
8 Bahan Pelumas 100.000 per bulan 4.000 100.000 1.200.000
9 Minyak Goreng 15 kg 9.000 per bulan 5.400 135.000 1.620.000
10 Listrik dan Telepon 300.000 per bulan 12.000 300.000 3.600.000
11 Peralatan 300.000 per bulan 12.000 300.000 3.600.000
12 Biaya Perbaikan dan
Pemeliharaan 500.000 per bulan 20.000 500.000 6.000.000
Total 1.378.600 34.465.000 413.580.000
75
Lanjutan lampiran1
b. Total pendapatan tiap tahun dan pajak
Hasil pendapatan tiap tahu
Produksi tahu tiap tahun = 1.680.000 unit
Harga penjualan/ unit = Rp. 333
Harga ampas tahu/ tahun = Rp. 6.857.143
Total pendapatan = Rp. 566.297.143
Pajak
Pendapatan kena pajak = Rp. 566.297.143
Pajak penghasilan = Rp. 18.216.400
(50% x 28% x Rp. 566.297.143)
76
Lanjutan lampiran 1
c. Arus kas produksi tahu
Tahun Biaya (Rp/tahun) Pendapatan (Rp/tahun)
Investasi Tetap Variabel Total Penjualan Ampas Total
0 188.000.000 188.000.000 0
1 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
2 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
3 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
4 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
5 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
6 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
7 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
8 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
9 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
10 22.600.000 413.580.000 436.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
77
Lanjutan lamiran 1
Arus kas produksi tahu (lanjutan)
Tahun Biaya Total Total
Pendapatan
Pendapatan
Sebelum
Pajak
Pajak Pendapatan
Bersih
DF
(14%)
Present
Value
0 188.000.000 0 -188.000.000 -188.000.000 1,0000 -188.000.000
1 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,8772 98.159.332
2 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,7695 86.107.622
3 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,6750 75.533.001
4 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,5921 66.256.430
5 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,5194 58.121.246
6 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,4556 50.981.978
7 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,3996 44.715.537
8 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,3506 39.232.400
9 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,3075 34.409.478
10 436.180.000 566.297.143 130.117.143 18.216.400 111.900.743 0,2697 30.179.630
NPV 395.696.655
78
Lanjutan lampiran 1
d. Perhitungan analisis kelayakan usaha
1 Biaya Total
BTT = Rp. 22.600.000
BVT = Rp. 413.580.000
BT = BTT+BVT
BT = Rp. 436.180.000
2 Biaya Produksi
PT = 1.680.000 unit/tahun
BP = BT/PT
BP = Rp. 260 /unit
3 Titik Impas Produksi
Harga jual = Rp. 333 /unit
BVR = Rp. 246 /unit
TIP = BTT/(HJ-BVR)
TIP =
260.304 unit/tahun
4 Internal Rate of Return
NPV1 = Rp. 31.907.340 i1=30%
NPV2 = Rp. -4.689.798 i2=40%
IRR = i1+ ((NPV1/(NPV1-NPV2)*(i2-i1))
IRR = 38,72%
Keterangan:
BTT = Biaya Tetap Total
BVT = Biaya Variabel Total
BT = Biaya Total
PT = Produksi Tahu
BP = Biaya Produksi
BVR = Biaya Variabel Rata-rata
TIP = Titik Impas Produksi
HJ = Harga Jual
79
Lampiran 2. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 10%
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 10%
Tahun Biaya (Rp/tahun) Pendapatan (Rp/tahun)
Investasi Tetap Variabel Total Penjualan Ampas Total
0 188.000.000 188.000.000 0
1 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
2 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
3 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
4 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
5 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
6 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
7 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
8 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
9 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
10 22.600.000 431.580.000 454.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
80
Lanjutan lampiran 2
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 10% (lanjutan)
Tahun Biaya Total Total
Pendapatan
Pendapatan
Sebelum
Pajak
Pajak Pendapatan
Bersih
DF
(14%)
Present
Value
0 188.000.000 0 -188.000.000 -188.000.000 1,0000 -188.000.000
1 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,8772 84.580.276
2 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,7695 74.195.762
3 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,6750 65.084.001
4 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,5921 57.090.722
5 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,5194 50.080.934
6 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,4556 43.929.290
7 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,3996 38.529.729
8 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,3506 33.805.112
9 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,3075 29.649.378
10 454.180.000 566.297.143 112.117.143 15.696.400 96.420.743 0,2697 26.004.674
NPV 314.949.879
81
Lampiran 3. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 20%
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 20%
Tahun Biaya (Rp/tahun) Pendapatan (Rp/tahun)
Investasi Tetap Variabel Total Penjualan Ampas Total
0 188.000.000 188.000.000 0
1 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
2 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
3 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
4 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
5 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
6 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
7 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
8 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
9 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
10 22.600.000 449.580.000 472.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
82
Lanjutan lampiran 3
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 20% (lanjutan)
Tahun Biaya Total Total
Pendapatan
Pendapatan
Sebelum
Pajak
Pajak Pendapatan
Bersih
DF
(14%)
Present
Value
0 188.000.000 0 -188.000.000 -188.000.000 1,0000 -188.000.000
1 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,8772 71.001.220
2 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,7695 62.283.902
3 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,6750 54.635.001
4 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,5921 47.925.014
5 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,5194 42.040.622
6 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,4556 36.876.602
7 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,3996 32.343.921
8 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,3506 28.377.824
9 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,3075 24.889.278
10 472.180.000 566.297.143 94.117.143 13.176.400 80.940.743 0,2697 21.829.718
NPV 234.203.103
83
Lampiran 4. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 30%
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 30%
Tahun Biaya (Rp/tahun) Pendapatan (Rp/tahun)
Investasi Tetap Variabel Total Penjualan Ampas Total
0 188.000.000 188.000.000 0
1 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
2 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
3 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
4 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
5 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
6 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
7 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
8 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
9 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
10 22.600.000 467.580.000 490.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
84
Lanjutan lampiran 4
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 30% (lanjutan)
Tahun Biaya Total Total
Pendapatan
Pendapatan
Sebelum
Pajak
Pajak Pendapatan
Bersih
DF
(14%)
Present
Value
0 188.000.000 0 -188.000.000 -188.000.000 1,0000 -188.000.000
1 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,8772 57.422.164
2 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,7695 50.372.042
3 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,6750 44.186.001
4 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,5921 38.759.306
5 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,5194 34.000.310
6 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,4556 29.823.914
7 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,3996 26.158.113
8 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,3506 22.950.536
9 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,3075 20.129.178
10 490.180.000 566.297.143 76.117.143 10.656.400 65.460.743 0,2697 17.654.762
NPV 153.456.327
85
Lampiran 5. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 40%
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 40%
Tahun Biaya (Rp/tahun) Pendapatan (Rp/tahun)
Investasi Tetap Variabel Total Penjualan Ampas Total
0 188.000.000 188.000.000 0
1 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
2 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
3 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
4 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
5 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
6 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
7 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
8 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
9 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
10 22.600.000 485.580.000 508.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
86
Lanjutan lampiran 5
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 40%
Tahun Biaya Total Total
Pendapatan
Pendapatan
Sebelum
Pajak
Pajak Pendapatan
Bersih
DF
(14%)
Present
Value
0 188.000.000 0 -188.000.000 -188.000.000 1,0000 -188.000.000
1 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,8772 43.843.108
2 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,7695 38.460.182
3 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,6750 33.737.001
4 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,5921 29.593.598
5 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,5194 25.959.998
6 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,4556 22.771.226
7 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,3996 19.972.305
8 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,3506 17.523.248
9 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,3075 15.369.078
10 508.180.000 566.297.143 58.117.143 8.136.400 49.980.743 0,2697 13.479.806
NPV 72.709.551
87
Lampiran 6. Analisa sensitivitas peningkatan harga kedelai 50%
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 50%
Tahun Biaya (Rp/tahun) Pendapatan (Rp/tahun)
Investasi Tetap Variabel Total Penjualan Ampas Total
0 188.000.000 188.000.000 0
1 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
2 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
3 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
4 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
5 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
6 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
7 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
8 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
9 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
10 22.600.000 503.580.000 526.180.000 559.440.000 6.857.143 566.297.143
88
Lanjutan lampiran 6
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga kedelai 50% (lanjutan)
Tahun Biaya Total Total
Pendapatan
Pendapatan
Sebelum
Pajak
Pajak Pendapatan
Bersih
DF
(14%)
Present
Value
0 188.000.000 0 -188.000.000 -188.000.000 1,0000 -188.000.000
1 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,8772 30.264.052
2 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,7695 26.548.322
3 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,6750 23.288.001
4 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,5921 20.427.890
5 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,5194 17.919.686
6 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,4556 15.718.538
7 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,3996 13.786.497
8 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,3506 12.095.960
9 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,3075 10.608.978
10 526.180.000 566.297.143 40.117.143 5.616.400 34.500.743 0,2697 9.304.850
NPV -8.037.225
89
Lampiran 7. Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 10%
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 10%
Tahun Biaya (Rp/tahun) Pendapatan (Rp/tahun)
Investasi Tetap Variabel Total Penjualan Ampas Total
0 188.000.000 188.000.000 0
1 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
2 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
3 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
4 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
5 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
6 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
7 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
8 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
9 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
10 22.600.000 413.580.000 436.180.000 503.496.000 6.857.143 510.353.143
90
Lanjutan Lampiran 7
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 10% (lanjutan)
Tahun Biaya Total Total
Pendapatan
Pendapatan
Sebelum
Pajak
Pajak Pendapatan
Bersih
DF
(14%)
Present
Value
0 188.000.000 0 -188.000.000 -188.000.000 1,0000 -188.000.000
1 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,8772 55.955.626
2 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,7695 49.085.561
3 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,6750 43.057.509
4 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,5921 37.769.409
5 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,5194 33.131.956
6 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,4556 29.062.224
7 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,3996 25.490.046
8 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,3506 22.364.389
9 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,3075 19.615.088
10 436.180.000 510.353.143 74.173.143 10.384.240 63.788.903 0,2697 17.203.867
NPV 144.735.675
91
Lampiran 8. Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 15%
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 15%
Tahun Biaya (Rp/tahun) Pendapatan (Rp/tahun)
Investasi Tetap Variabel Total Penjualan Ampas Total
0 188.000.000 188.000.000 0
1 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
2 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
3 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
4 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
5 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
6 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
7 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
8 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
9 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
10 22.600.000 413.580.000 436.180.000 475.524.000 6.857.143 482.381.143
92
Lanjutan Lampiran 8
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 15% (lanjutan)
Tahun Biaya Total Total
Pendapatan
Pendapatan
Sebelum Pajak Pajak
Pendapatan
Bersih
DF
(14%)
Present
Value
0 188.000.000 0 -188.000.000 -188.000.000 1,0000 -188.000.000
1 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,8772 34.853.773
2 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,7695 30.574.530
3 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,6750 26.819.763
4 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,5921 23.525.899
5 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,5194 20.637.311
6 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,4556 18.102.347
7 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,3996 15.877.300
8 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,3506 13.930.384
9 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,3075 12.217.892
10 436.180.000 482.381.143 46.201.143 6.468.160 39.732.983 0,2697 10.715.985
NPV 19.255.185
93
Lampiran 9. Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 20%
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 20%
Tahun Biaya (Rp/tahun) Pendapatan (Rp/tahun)
Investasi Tetap Variabel Total Penjualan Ampas Total
0 188.000.000 188.000.000 0
1 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
2 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
3 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
4 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
5 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
6 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
7 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
8 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
9 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
10 22.600.000 413.580.000 436.180.000 447.552.000 6.857.143 454.409.143
94
Lanjutan Lampiran 9
Arus kas produksi tahu dengan sensitivitas harga penjualan produk 20% (lanjutan)
Tahun Biaya Total Total
Pendapatan
Pendapatan
Sebelum
Pajak
Pajak Pendapatan
Bersih
DF
(14%)
Present
Value
0 188.000.000 0 -188.000.000 -188.000.000 1,0000 -188.000.000
1 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,8772 13.751.920
2 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,7695 12.063.500
3 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,6750 10.582.017
4 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,5921 9.282.389
5 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,5194 8.142.666
6 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,4556 7.142.470
7 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,3996 6.264.554
8 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,3506 5.496.378
9 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,3075 4.820.697
10 436.180.000 454.409.143 18.229.143 2.552.080 15.677.063 0,2697 4.228.104
NPV -106.225.305
95
Lampiran 10. Rekapitulasi kuesioner uji Friedman
a. Identifikasi responden
96
Lanjutan Lampiran 10.
b. Pendapat konsumen terhadap 3 produk tahu untuk atribut kunjungan
Responden
Produk
Tahu
Lamping Tahu Non Lamping 1 Tahu Non Lamping 2
1 1 2 1
2 2 1 1
3 3 1 1
4 3 2 1
5 3 1 2
6 2 1 1
7 3 2 1
8 2 1 2
9 3 1 1
10 3 2 1
11 3 2 1
12 3 2 2
13 3 1 2
14 3 2 1
15 3 2 2
16 2 1 1
17 3 2 2
18 3 2 1
19 2 1 1
20 2 1 1
21 3 1 1
22 2 1 1
23 3 2 1
24 3 1 1
25 2 1 1
26 2 2 1
27 2 1 1
28 2 1 1
29 2 1 1
30 2 1 1
Skala:
1 = Satu kali
2 = Tiga kali
3 = Lebih dari tiga kali
97
Lanjutan Lampiran 10.
c. Pendapat konsumen terhadap 3 produk tahu untuk atribut warna produk
Responden
Produk
Tahu
Lamping Tahu Non Lamping 1 Tahu Non Lamping 2
1 2 1 1
2 2 1 1
3 2 1 1
4 2 2 1
5 3 2 1
6 3 1 1
7 3 2 1
8 3 1 1
9 2 1 1
10 3 2 1
11 2 1 1
12 2 1 1
13 2 1 1
14 3 2 1
15 3 1 1
16 3 2 1
17 3 1 1
18 2 2 1
19 2 1 1
20 3 2 1
21 2 2 1
22 2 1 1
23 3 2 1
24 2 2 1
25 3 2 2
26 1 1 1
27 2 1 1
28 2 1 1
29 2 1 1
30 2 1 1
Skala:
1 = Putih kusam
2 = Putih
3 = Putih bersih
98
Lanjutan Lampiran 10.
d. Pendapat konsumen terhadap 3 produk tahu untuk atribut bau produk
Responden
Produk
Tahu
Lamping Tahu Non Lamping 1 Tahu Non Lamping 2
1 3 1 1
2 3 2 2
3 3 2 3
4 3 1 2
5 3 1 1
6 3 1 1
7 3 2 2
8 3 2 2
9 3 2 2
10 3 2 1
11 3 1 1
12 3 1 1
13 3 2 1
14 3 1 1
15 3 2 2
16 3 2 2
17 3 2 1
18 3 2 2
19 3 2 1
20 3 1 1
21 3 2 1
22 3 1 1
23 3 1 1
24 3 2 1
25 3 1 1
26 3 2 1
27 3 2 1
28 3 2 2
29 3 2 2
30 3 2 2
Skala:
1 = Bau
2 = Agak bau
3 = Tidak bau
99
Lanjutan Lampiran 10.
e. Pendapat konsumen terhadap 3 produk tahu untuk atribut tekstur produk
Responden
Produk
Tahu
Lamping Tahu Non Lamping 1 Tahu Non Lamping 2
1 3 3 1
2 3 3 2
3 3 1 1
4 3 2 2
5 3 1 1
6 3 1 1
7 3 2 2
8 3 1 1
9 2 2 2
10 3 1 1
11 3 1 1
12 3 1 1
13 3 2 1
14 3 1 1
15 2 1 1
16 3 2 1
17 3 2 2
18 3 1 1
19 2 1 1
20 3 1 1
21 3 2 1
22 3 2 2
23 3 1 1
24 3 1 1
25 3 2 1
26 3 3 2
27 3 3 2
28 3 2 1
29 3 2 1
30 3 2 1
Skala:
1 = Kasar
2 = Agak kasar
3 = Lembut
100
Lanjutan Lampiran 10.
f. Pendapat konsumen terhadap 3 produk tahu untuk atribut rasa produk
Responden
Produk
Tahu
Lamping Tahu Non Lamping 1 Tahu Non Lamping 2
1 2 1 1
2 3 1 1
3 3 1 1
4 3 1 1
5 2 1 1
6 3 1 1
7 2 1 1
8 2 1 1
9 2 1 1
10 2 1 1
11 2 1 1
12 2 1 1
13 2 1 1
14 2 1 1
15 2 1 1
16 2 1 1
17 2 2 1
18 3 1 2
19 2 2 1
20 2 1 1
21 2 1 1
22 2 2 2
23 2 1 1
24 2 1 1
25 2 1 1
26 2 1 1
27 2 1 1
28 2 1 1
29 2 1 1
30 2 1 1
Skala:
1 = Tidak enak
2 = Enak
3 = Sangat enak
101
Lanjutan Lampiran 10.
g. Pendapat konsumen terhadap 3 produk tahu untuk atribut kepuasan pelayanan
Responden
Produk
Tahu
Lamping Tahu Non Lamping 1 Tahu Non Lamping 2
1 2 1 2
2 2 2 1
3 3 1 1
4 2 2 1
5 3 2 2
6 2 2 1
7 3 2 1
8 2 1 1
9 2 2 2
10 2 1 1
11 2 2 1
12 2 2 1
13 2 2 2
14 2 2 1
15 2 2 2
16 2 2 2
17 3 2 2
18 2 1 1
19 2 2 1
20 2 2 2
21 2 2 2
22 2 2 2
23 2 2 2
24 2 2 2
25 2 2 2
26 2 2 2
27 2 2 2
28 2 2 2
29 2 2 2
30 2 2 2
Skala:
1 = Tidak ramah
2 = Ramah
3 = Sangat ramah
102
Lampiran 11. Perhitungan proyeksi pertambahan penduduk
Rumusa Pertumbuhan Geometri :
Pt =Po(1+r)t , di mana:
Pt = Jumlah penduduk pada tahun t
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal
r = Angka pertumbuhan penduduk
t = Jangka waktu dalam tahun
Tahun Jumlah Penduduk (x Juta jiwa)
2000 0,97
2001 0,98
2002 0,99
2003 1,00
2004 1,01
2005 1,02
2006 1,02
2007 1,03
2008 1,04
2009 1,09
2010 1,10
2011 1,12
2012 1,13
2013 1,14
2014 1,16
2015 1,17
0.80
0.85
0.90
0.95
1.00
1.05
1.10
1.15
1.20
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jum
lah
(Ju
ta ji
wa)
Tahun
103
Lampiran 12. Perhitungan proyeksi penjualan dengan menggunakan WinQSB
a. Input data
b. Output proyeksi penjualan
c. Output grafik
104
Lampiran 13. Perhitungan strategi pengembangan usaha dengan AHP
a. Strategi proses pengolahan produk
1) Faktor
2) Aktor
3) Tujuan
4) Strategi
105
Lanjutan Lampiran 13.
b. Strategi pengolahan limbah
1) Faktor
2) Aktor
3) Tujuan
4) Strategi
106
Lanjutan Lampiran 13.
c. Strategi pembiayaan usaha
1) Faktor
2) Aktor
3) Tujuan
4) Strategi
107
Lampiran 14. Kuesioner survey lapangan
Kuesioner
Strategi Pengembangan Industri Tahu
1. Identitas Pengusaha
Nama pengusaha
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Alamat
2. Identitas Usaha
Nama usaha
Status
Alamat
Tahun berdiri
Izin usaha
Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja : 0rang
1. Tenaga tetap: ...
2. Tenaga kerja harian:...
Pendidikan tenaga kerja
1. SD:...
2. SMP:...
3. SMA:...
4. Perguruan Tinggi:...
Jam kerja Jam Masuk:
Jam istirahat:
Jam Pulang:
Hari libur:
Total jam kerja/hari:
Total jam kerja/bulan:
108
Lanjutan Lampiran 14.
3. Keragaan Usaha
Jenis produk
Nama Jumlah
Produksi/bulan
Lama produksi Kapasitas
produksi
Tahu
Bahan baku
Nama produk Bahan Baku Keterangan
Kedelai Kebutuhan:
Pemasok:
Kemudahan memperoleh:
Cara membeli:
Kestabilan harga:
Proses Produksi
Nama produk Tahapan Produksi
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
109
Lanjutan Lampiran 14.
Penjualan
Omzet Penjualan Per Bulan
Volume Penjualan Per Bulan
Harga produk/unit
Daerah Pemasaran
Kemungkinan Perluasan
Daerah Perluasan Yang Dituju
Distribusi Penjualan
Cara Pembayaran
Modal
Jumlah modal
Modal sendiri
Modal luar/pinjaman
Sumber pinjaman
Sistem pembayaran pinjaman
110
Lanjutan Lampiran 14.
Struktur Biaya
Investasi
1. Bangunan
2. Peralatan produksi
3. Alat Transportasi
4. Kios
5. Lain-lain
Biaya Tetap
1. Upah tenaga kerja
2. Pemeliharaan dan perbaikan
3. Lain-lain
Biaya Tidak Tetap
1. Bahan baku utama
2. Bahan pelengkap
3. Listrik
4. Air
5. BBM
6. Lain-lain
Total Biaya
111
Lanjutan Lampiran 14.
Struktur Pendapatan
Pendapatan/bulan
Total Biaya
Margin keuntungan
4. Data Eksternal
1. Jumlah Pesaing
2. Keterlibatan dengan bank
a. Pinjaman
b. BUMN
c. Mempunyai rekening bank
d. Transaksi pembelian lewat bank
e. Transaksi penjualan lewat bank
3. Keterlibatan dengan assosiasi
a. Nama perkumpulan (assosiasi)
b. Bentuk forum komukasi
c. Status keanggotaan
4. Pembinaan pemerintah
a. Nama instansi
b. Bentuk pembinaan
c. Jumlah dan waktu pembinaan
112
5. Sarana pendukung
a. Jaringan telekomunikasi
b. Jaringan internet
c. Kondisi jalan
d. Jarak dengan pusat kota
6. Kendala-kendala usaha
a. Pembiayaan
b. SDM
c. Teknologi
d. Pemasaran
113
Lampiran 15. Kuesioner Uji Friedman
1. Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
2. Apakah Anda pernah mengkonsumsi tahu ?
3. Apa saja yang menjadi pertimbangan Anda ketika memilih tahu ?
a. Warna
b. Bau
b. Tekstur
c. Rasa
d. Kemasan
e. Harga
f. Lokasi Penjualan
g. Cara Penjualan
(Pilihan boleh lebih dari satu)
Pertanyaan No. 4-13 (untuk tahu lamping) silahkan pilih salah satu jawaban
yang menurut Anda paling sesuai.
4. Apakah Anda mengetahui tahu lamping ?
a. Ya b. Tidak
5. Berapa kali Anda membeli tahu lamping ?
a. Satu Kali b. Tiga Kali c. Lebih dari Tiga Kali
6. Menurut Anda, bagaimana warna tahu lamping (sebelum digoreng) ?
a. Putih Kusam b. Putih c. Putih Bersih
7. Menurut Anda, bagaimana bau tahu lamping ?
a. Bau b. Agak Bau c. Tidak Bau
8. Menurut Anda, bagaimana tekstur tahu lamping ?
a. Kasar b. Agak Lembut c.Lembut
9. Menurut Anda, bagaimana rasa tahu lamping ?
a. Tidak Enak b. Enak c. Sangat Enak
10. Menurut Anda, bagaimana cara pengemasan tahu lamping ?
a. Tidak Rapi b. Rapi c. Sangat Rapi
11. Menurut Anda, bagaimana harga tahu lamping ?
a. Mahal b. Rata-rata c. Murah
12. Menurut Anda, bagaimana lokasi penjualan tahu lamping ?
a. Sulit Dijangkau b. Mudah Dijangkau c. Sangat Mudah Dijangkau
13. Menurut Anda, bagaimana pelayanan penjual tahu lamping ?
a. Tidak Ramah b.Ramah c. Sangat Ramah
114
Lanjutan Lampiran 15.
Pertanyaan No. 14-22 (untuk non-lamping) silahkan pilih salah satu jawaban
yang menurut Anda paling sesuai.
14. Berapa kali Anda membeli tahu non-lamping ?
a. Satu Kali b. Tiga Kali c. Lebih dari Tiga Kali
15. Menurut Anda, bagaimana warna tahu non-lamping (sebelum digoreng) ?
a. Putih Kusam b. Putih c. Putih Bersih
16. Menurut Anda, bagaimana bau tahu non-lamping ?
a. Bau b. Agak Bau c. Tidak Bau
17. Menurut Anda, bagaimana tekstur tahu non-lamping ?
a. Kasar b. Agak Lembut c.Lembut
18. Menurut Anda, bagaimana rasa tahu non-lamping ?
a. Tidak Enak b. Enak c. Sangat Enak
19. Menurut Anda, bagaimana cara pengemasan tahu non-lamping ?
a. Tidak Rapi b. Rapi c. Sangat Rapi
20. Menurut Anda, bagaimana harga tahu non-lamping ?
a. Mahal b. Rata-rata c. Murah
21. Menurut Anda, bagaimana lokasi penjualan tahu non-lamping ?
a. Sulit Dijangkau b. Mudah Dijangkau c. Sangat Mudah Dijangkau
22. Menurut Anda, bagaimana pelayanan penjual tahu non-lamping ?
a. Tidak Ramah b.Ramah c. Sangat Ramah
115
Lampiran 16. Kuesioner AHP untuk proses pengolahanp Produk
1. STRUKTUK AHP UNTUK PROSES PENGOLAHAN PRODUK
Aktor:
Tujuan:
Kualitas Produk
Kualitas Bahan
Baku SDM Standar
Mutu
Teknologi
Pengolahan
Pemda Kopti Lembaga
Penelitian
Peningkatan Daya
Saing Produk
Peningkatan
SDM
Penerapan
Teknologi
Tepat guna
Pelatihan SDM
untuk Proses
Pengolahan
Penyerapan
Tenaga Kerja
Produk sesuai
dengan standar
yang berlaku
Fokus:
Faktor:
Alternatif:
Pengusaha
Tahu
Peningkatan
Nilai Tambah
116
Lanjutan Lampiran 16.
2. KUESIONER
Petunjuk Pengisian Skala Penilaian:
Perbandingan Skala Penilaian
A sama prioritas dengan B 1
A sedikit lebih prioritas dari B 3
B sedikit lebih prioritas dari A - 3 *)
A jelas lebih prioritas dari B 5
B jelas lebih prioritas dari A - 5
A sangat jelas lebih prioritas dari pada B 7
B sangat jelas lebih prioritas dari pada A - 7
A mutlak lebih prioritas dari pada B 9
B mutlak lebih prioritas dari pada A - 9
Nilai skala 2,4,6,8 atau -2, -4, -6, -8 diberikan bila terdapat sedikit saja
perbedaan tingkat prioritas dengan patokan (sebagai nilai tengah)
Keterangan :*) Skala ini digunakan untuk memudahkan pengisian. Waktu
akan diproses dengan AHP, skala ini akan dikonversikan
ke dalam nilai yang sebenarnya (sebagai misal : –3
dikonversikan menjadi 1/3).
A. LEVEL 1. MEMBANDINGKAN FAKTOR
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Faktor berikut:
ELEMEN
FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Kualitas
Bahan Baku SDM Standar Mutu
Teknologi
Pengolahan
Kualitas Bahan
Baku 1 … …
…
SDM 1 … …
Standar Mutu 1 …
Teknologi
Pengolahan 1
117
Lanjutan Lampiran 16.
B. LEVEL 2. MEMBANDINGKAN AKTOR
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Aktor berikut:
ELEMEN
AKTOR A
ELEMEN AKTOR B
Pemda Kopti Lembaga
Penelitian
Pengusaha
Tahu
Pemda 1 … … …
Kopti 1 … …
Lembaga
Penelitian 1
…
Pengusaha
Tahu 1
C. LEVEL 3. MEMBANDINGKAN TUJUAN
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Tujuan berikut:
ELEMEN
TUJUAN A
ELEMEN TUJUAN B
Peningkatan
Daya Saing
Produk
Peningkatan
SDM
Penyerapan
Tenaga
Kerja
Peningkatan
Nilai
Tambah
Peningkatan
Daya Saing
Produk
1 … …
…
Peningkatan
SDM 1 …
…
Penyerapan
Tenaga Kerja 1
…
Peningkatan
Nilai Tambah 1
118
Lanjutan Lampiran 16.
D. LEVEL 4. MEMBANDINGKAN ALTERNATIF
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Alternatif berikut:
ELEMEN
ALTERNATIF
A
ELEMEN ALTERNATIF B
Penerapan
Teknologi
Tepat guna
Pelatihan
SDM untuk
Proses
Pengolahan
Produk sesuai
dengan standar
yang berlaku
Penerapan
Teknologi
Tepat guna
1 … …
Pelatihan SDM
untuk Proses
Pengolahan
1 …
Produk sesuai
dengan standar
yang berlaku
1
119
Lampiran 17. Kuesioner AHP untuk pengolahan limbah
1. STRUKTUR AHP UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH
Aktor:
Tujuan:
Pengolahan
Limbah Cair
Volume Teknologi
Pengolahan Limbah
Tempat/
Lahan Biaya
Pemda Kopti Lembaga
Penelitian
Mengurangi Dampak
Negatif Limbah Tahu
Meningkatkan
Kelestarian Lingkungan
Teknologi
Pengolahan
Limbah
Pelatihan SDM
untuk Pengolahan
Limbah
Meningkatkan Kebersihan
Lingkungan Sekitar Tempat Produksi
Investasi untuk
Pengolahan
Limbah
Fokus:
Faktor:
Alternatif
:
Pengusaha
Tahu
120
Lanjutan Lampiran 17.
2. KUESIONER
Petunjuk Pengisian Skala Penilaian:
Perbandingan Skala Penilaian
A sama prioritas dengan B 1
A sedikit lebih prioritas dari B 3
B sedikit lebih prioritas dari A - 3 *)
A jelas lebih prioritas dari B 5
B jelas lebih prioritas dari A - 5
A sangat jelas lebih prioritas dari pada B 7
B sangat jelas lebih prioritas dari pada A - 7
A mutlak lebih prioritas dari pada B 9
B mutlak lebih prioritas dari pada A - 9
Nilai skala 2,4,6,8 atau -2, -4, -6, -8 diberikan bila terdapat sedikit saja
perbedaan tingkat prioritas dengan patokan (sebagai nilai tengah)
Keterangan :*) Skala ini digunakan untuk memudahkan pengisian. Waktu
akan diproses dengan AHP, skala ini akan dikonversikan
ke dalam nilai yang sebenarnya (sebagai misal : –3
dikonversikan menjadi 1/3).
A. LEVEL 1. MEMBANDINGKAN FAKTOR
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Faktor berikut:
ELEMEN
FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Volume Teknologi
Pengolahan
Limbah
Tempat/
Lahan Biaya
Volume 1 … … …
Teknologi
Pengolahan
Limbah
1 …
…
Tempat/ Lahan 1 …
Biaya 1
121
Lanjutan Lampiran 17.
B. LEVEL 2. MEMBANDINGKAN AKTOR
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Aktor berikut:
ELEMEN
AKTOR A
ELEMEN AKTOR B
Pemda Kopti Lembaga
Penelitian
Pengusaha
Tahu
Pemda 1 … … …
Kopti 1 … …
Lembaga
Penelitian 1
…
Pengusaha
Tahu 1
C. LEVEL 3. MEMBANDINGKAN TUJUAN
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Tujuan berikut:
ELEMEN
TUJUAN A
ELEMEN TUJUAN B
Mengurangi
Dampak
Negatif
Limbah Tahu
Meningkatkan
Kelestarian
Lingkungan
Meningkatkan
Kebersihan
Lingkungan
Sekitar Tempat
Produksi
Mengurangi
Dampak
Negatif Limbah
Tahu
1 … …
Meningkatkan
Kelestarian
Lingkungan
1 …
Meningkatkan
Kebersihan
Lingkungan
Sekitar Tempat
Produksi
1
122
Lanjutan Lampiran 17.
D. LEVEL 4. MEMBANDINGKAN ALTERNATIF
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Alternatif berikut:
ELEMEN
ALTERNATIF
A
ELEMEN ALTERNATIF B
Teknologi
Pengolahan
Limbah
Pelatihan SDM
untuk
Pengolahan
Limbah
Investasi untuk
Pengolahan
Limbah
Teknologi
Pengolahan
Limbah
1 … …
Pelatihan SDM
untuk
Pengolahan
Limbah
1 …
Investasi untuk
Pengolahan
Limbah
1
123
Lampiran 18. Kuesioner AHP untuk pembiayaan usaha
1. STTUKTUR AHP UNTUK PEMBIAYAAN USAHA
Aktor:
Tujuan:
Kredit Untuk
Tambahan Modal
Ketersediaan
Kredit Prosedur Tingkat
Bunga
Pemda Kopti Pengusaha
Tahu
Mendapatkan
Tambahan Modal
Meningkatkan
Skala Usaha
Kredit Berbunga
Rendah dan Tanpa
Agunan dari Bank
Pinjaman dari
Koperasi
Meningkatkan
Investasi
Pinjaman dari
Individu/ Rentenir
Fokus:
Faktor:
Alternatif:
Meningkatkan
Pendapatan
Lembaga
Keuangan Mikro
124
Lanjutan Lampiran 18.
2. KUESIONER
Petunjuk Pengisian Skala Penilaian:
Perbandingan Skala Penilaian
A sama prioritas dengan B 1
A sedikit lebih prioritas dari B 3
B sedikit lebih prioritas dari A - 3 *)
A jelas lebih prioritas dari B 5
B jelas lebih prioritas dari A - 5
A sangat jelas lebih prioritas dari pada B 7
B sangat jelas lebih prioritas dari pada A - 7
A mutlak lebih prioritas dari pada B 9
B mutlak lebih prioritas dari pada A - 9
Nilai skala 2,4,6,8 atau -2, -4, -6, -8 diberikan bila terdapat sedikit saja
perbedaan tingkat prioritas dengan patokan (sebagai nilai tengah)
Keterangan :*) Skala ini digunakan untuk memudahkan pengisian. Waktu
akan diproses dengan AHP, skala ini akan dikonversikan
ke dalam nilai yang sebenarnya (sebagai misal : –3
dikonversikan menjadi 1/3).
A. LEVEL 1. MEMBANDINGKAN FAKTOR
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Faktor berikut:
ELEMEN
FAKTOR A
ELEMEN FAKTOR B
Ketersediaan
Kredit Prosedur
Tingkat
Bunga
Ketersediaan
Kredit 1 … …
Prosedur 1 …
Tingkat Bunga 1
125
Lanjutan Lampiran 18.
B. LEVEL 2. MEMBANDINGKAN AKTOR
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Aktor berikut:
ELEMEN
AKTOR A
ELEMEN AKTOR B
Pemda Kopti Lembaga Keuangan
Mikro
Pengusaha
Tahu
Pemda 1 … … …
Kopti 1 … ...
Lembaga
Keuangan Mikro 1 ...
Pengusaha Tahu 1
C. LEVEL 3. MEMBANDINGKAN TUJUAN
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Tujuan berikut:
ELEMEN
TUJUAN A
ELEMEN TUJUAN B
Mendapatkan
Tambahan
Modal
Meningkatkan
Skala Usaha
Meningkatkan
Investasi
Meningkatkan
Pendapatan
Mendapatkan
Tambahan
Modal
1 … … …
Meningkatkan
Skala Usaha 1 … ...
Meningkatkan
Investasi 1 ...
Meningkatkan
Pendapatan
1
126
Lanjutan Lampiran 18.
D. LEVEL 4. MEMBANDINGKAN ALTERNATIF
Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana
pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar
Alternatif berikut:
ELEMEN
ALTERNATIF
A
ELEMEN ALTERNATIF B
Kredit Berbunga
Rendah dan
Tanpa Agunan
dari Bank
Pinjaman dari
Koperasi
Pinjaman dari
Individu/
Rentenir
Kredit
Berbunga
Rendah dan
Tanpa Agunan
dari Bank
1 … …
Pinjaman dari
Koperasi 1 …
Pinjaman dari
Individu/
Rentenir
1