Post on 03-Mar-2019
ANALISIS KEBIJAKAN EKSPOR :
EVALUASI KEBIJAKANPELARANGAN EKSPOR ROTAN
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
Jakarta – 2013
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar NegeriBadan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan PerdaganganKementerian Perdagangan RI
Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 JakartaGedung Utama Lt. 16Telp. +62 21 2352 8683 Fax. +62 21 2352 8693
i
KATA PENGANTAR
Kajian ini merupakan kajian jangka pendek dan menjadi salah satu kegiatan Analisis
Kebijakan Ekspor pada Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. Fokus kajian ini adalah
menganalisis dampak kebijakan pelarangan ekspor rotan mentah terhadap industri dalam
negeri dan perdagangan rotan internasional. Usulan analisis tersebut dilatarbelakangi
anggapan bahwa kebijakan pelarangan ekspor rotan mentah belum dapat meningkatkan
industri hilir rotan dalam negeri dan belum dapat meningkatkan nilai ekspor rotan
Indonesia.
Dari indikasi di atas, perlu dianalisis permasalahan-permasalahan yang muncul
sebagai dampak dari kebijakan pelarangan ekspor rotan, baik bagi perindustrian rotan
dalam negeri maupun kinerja perdagangan internasionalnya. Analisis mengenai kendala
atau hambatan dalam mewujudkan program hilirisasi rotan juga dilakukan dalam kajian
ini sehingga dapat dihasilkan usulan kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak untuk tahap pengembangan dan
penyempurnaan kajian ini di masa akan datang. Besar harapan penulis bahwa informasi
sekecil apapun yang terdapat dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan
menambah wawasan bagi para pembaca.
Jakarta, Maret 2013
Tim Peneliti
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Tujuan Kajian 2
BAB II GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN INDONESIA 3
2.1. Kondisi Industri Rotan Indonesia 3
2.2. Klasifikasi Industri Rotan Indonesia 4
2.3. Kerajinan Rotan Indonesia 5
2.4. Perolehan Bahan Baku Rotan 6
2.5. Peluang Pasar Rotan Indonesia 6
BAB III KINERJA PERDAGANGAN ROTAN INDONESIA 8
3.1. Kinerja Ekspor Rotan Indonesia 8
3.2. Posisi Rotan Indonesia di Dunia 12
BAB IV ISU DAN PERMASALAHAN PERDAGANGAN ROTAN INDONESIA 15
4.1. Isu Dalam Negeri Perdagangan Rotan Indonesia 15
4.1.1. Kelangkaan Bahan Baku Rotan 15
4.1.2. Rendahnya Daya Saing Rotan Indonesia 16
4.1.3. Gap Catatan Ekspor Pemerintah dengan Permintaan bagi
Pelaku Usaha
4.2. Isu Luar Negeri Perdagangan Rotan Indonesia
4.3. Usulan Pelaku Usaha Rotan Dalam Negeri
17
17
20
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 21
5.1. Kesimpulan 21
5.2. Rekomendasi 16
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Negara Pengekspor Rotan di Dunia 8
Tabel 2 Kinerja Ekspor Rotan Indonesia 9
Tabel 3 Kinerja Volume Ekspor Rotan Indonesia 10
Tabel 4 Posisi Indonesia di Pasar Rotan Mentah Dunia 13
Tabel 5 Posisi Indonesia di Pasar Kerajinan Rotan Dunia 14
Tabel 6 Posisi Indonesia di Pasar Furniture Rotan Dunia 14
Tabel 7 Negara Asal Impor Rotan Mentah Cina 18
Tabel 8 Negara Asal Impor Rotan Mentah Singapura 18
Tabel 9 Negara Asal Impor Rotan Mentah Thailand 19
Tabel 10 Negara Asal Impor Rotan Mentah Malaysia 19
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kinerja Struktur Ekspor Rotan Indonesia (USD Juta) 10
Gambar 2 Kinerja Volume Struktur Ekspor Rotan Indonesia (Ribu Ton) 11
Gambar 3 Negara Tujuan Ekspor Rotan Indonesia 2008 10
Gambar 4 Negara Tujuan Ekspor Rotan Indonesia 2012 11
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Rotan sudah sejak lama dikenal sebagai komoditi hasil hutan non-kayu yang
penting dan sangat potensial di Indonesia, dan diperkirakan melibatkan 4 hingga 5 juta
orang pada industri dasar rotan. Tercatat sebanyak 516 spesies rotan (dari sejumlah 600
spesies di dunia) yang terdiri dari 9 genus (ITTO 2007) telah ditemukan di Asia Tenggara.
Sebanyak 350 spesies diketahui dapat ditemukan di Indonesia, namun demikian baru 53
spesies yang diketahui telah diperjualbelikan di pasar lokal maupun internasional. Potensi
Indonesia menghasilkan rotan menurut data dari Departemen Kehutanan adalah 696.900
ton/tahun (AAC).
Namun sangat disayangkan potensi rotan yang besar tersebut tidak membuat
usaha produk rotan berkembang dengan baik di Indonesia. Saat ini dunia usaha rotan
Indonesia menghadapi kondisi kritis, diindikasikan dengan volume dan nilai ekspor
produk rotan yang terus menurun. Pengusaha mebel dan kerajinan rotan menuduh
penurunan tersebut sebagai akibat dari kekurangan bahan baku. Di sisi lain, petani
pemungut rotan merasa kecewa karena merasa penghasilan dari usaha ini tidak bisa lagi
mencukupi penghidupan mereka. Pengusaha rotan menuduh telah terjadi oversupply
sehingga harga jatuh dan petani pemungut enggan berusaha rotan lagi. Situasi sunset ini
semakin diperparah dengan munculnya produk substitusi rotan imitasi yang berbahan
dasar plastik.
Bila dirunut ke belakang, kondisi yang memprihatinkan ini adalah akibat dari
kebijakan pemerintah yang tidak strategis. Kebijakan yang telah diambil hanyalah
menutup dan membuka kran ekspor rotan asalan atau rotan setengah jadi tanpa
memasukkan pertimbangan dan analisis yang komprehensif. Pemerintah beranggapan
bahwa dengan mengatur pasokan bahan baku, seluruh industri rotan bisa dikontrol
sesuai yang dikehendaki, padahal komponen bahan baku yang diakomadasikan dalam
kebijakan-kebijakan tersebut hanyalah salah satu dari 5 kondisi lingkungan industri
menurut Michael Porter (1980).
2
Konsep yang dikemukakan oleh Michael Porter dalam “Porter’s five forces” dapat
digunakan untuk analisis industri dan perkembangan strategi perusahaan untuk melihat
kemenarikan pasar. Kemenarikan pasar dalam konteks ini merujuk pada profitability
keseluruhan industri. Industri menjadi tak “menarik” bila kombinasi kekuatan bergerak
menurunkan keseluruhan profitability, sedangkan bila kondisi pasar industri bergerak
menuju “kompetisi murni” maka industri dianggap benar-benar tidak menarik.
Pemikiran ini awalnya dikemukakan oleh Bob Hasan pada 1979. Pemikiran ini
sangat masuk akal, mengingat Indonesia mempunyai banyak bahan baku rotan, tapi
semuanya diekspor untuk industri furniture di luar negeri. Bob Hasan mempertanyakan
mengapa rotan tidak diolah di dalam negeri, sehingga pemain industri dalam negeri akan
mendapatkan manfaat dari hulu sampai hilir, artinya added value dari pengolahan rotan
mentah menjadi furniture bisa menjadi milik bangsa ini dan tidak diambil oleh orang lain.
Atas dasar pemikiran seperti itu, maka ditutuplah ekspor rotan bulat asalan dan setengah
jadi. Namun, setelah ekspor rotan bulat asalan dan setengah jadi dilarang, ternyata
belum berhasil meningkatkan produksi industri hilir rotan dalam negeri dan belum bisa
meningkatkan nilai ekspor rotan Indonesia. Dari indikasi tersebut perlu dianalisis
permasalahan-permasalahan yang muncul sebagai dampak dari kebijakan pelarangan
ekspor rotan, baik bagi perindustrian rotan dalam negeri maupun kinerja perdagangan
internasionalnya.
1.2. Tujuan Kajian
Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka tujuan dari kajian ini adalah :
1. Melakukan analisis dampak kebijakan pelarangan ekspor rotan mentah terhadap
industri rotan dalam negeri dan perdagangan rotan internasional.
2. Menganalisis kendala atau hambatan dalam mewujudkan program hilirisasi rotan dan
mengusulkan kebijakan untuk mengatasinya.
3
BAB II
GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN INDONESIA
2.1. Kondisi Industri Rotan Indonesia
Perkembangan peradaban manusia pada saat ini dicirikan dengan kemajuan di
bidang teknologi termasuk industri. Walaupun demikian, pertumbuhan kerajinan relatif
tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi industri saja sehingga industri pengolahan
seperti barang jadi dari rotan masih terbatas pada industri rakyat seperti furniture,
kerajinan dan lain-lainnya. Sebagai industri yang mengolah salah satu hasil hutan, industri
barang jadi rotan termasuk dalam kategori agroindustri.
Di Indonesia, industri rotan terbagi dalam dua daerah utama, pemasok bahan
baku dan produsen kerajinan rotan. Saat ini, sentra daerah pemasok bahan baku berada
di Kalimantan dan Sulawesi. Di Kalimantan, salah satu provinsi pemasok bahan baku
terbesar adalah Kalimantan Tengah. Di provinsi itu, terdapat daerah bernama Katingan di
mana hampir 90 persen wilayahnya dipenuhi hutan rotan. Sedangkan di Sulawesi,
terminal pengiriman rotan berada di Palu, Sulawesi Tengah, dan Kendari, Sulawesi
Tenggara. Kedua kota ini berfungsi sebagai terminal akhir pengiriman bahan baku di
kedua provinsi yang didatangkan dari berbagai daerah penghasil rotan di daerah
pegunungan.
Industri yang bersifat mekanis masih sangat terbatas dan umumnya penghasil
barang setengah jadi. Industri yang bersifat mekanis ini antara lain terdapat di Padang,
Jambi, Banjarmasin, Ujung Pandang dan Surabaya. Sedangkan di kota lainnya, misalnya
Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, dan Bandung terbatas pada industri non mekanis
seperti peralatan rumah tangga. Dalam kaitannya dengan upaya pemerintah dalam
meningkatkan ekspor non- migas, maka industri rotan ini sangat potensial dalam
menghasilkan devisa dari hasil ekspor. Industri pengolahan rotan berkembang pesat sejak
tahun 1989, yaitu sejak adanya larangan ekspor rotan mentah (dalam bentuk asalan dan
belahan bulat) pada tahun 1986 dan rotan setengah jadi (dalam bentuk rotan poles, hati
rotan) pada tahun 1988 dari seluruh wilayah Indonesia.
4
2.2. Klasifikasi Industri Rotan Indonesia
Industri rotan pada saat ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan hasil produksinya, yaitu:
1. Industri yang menghasilkan rotan bahan baku, yaitu kelompok yang menghasilkan
rotan bahan baku berupa rotan bulat W/S (washed and sufurized), rotan belahan
(split), dan rotan poles kasar.
2. Industri yang menghasilkan bahan baku siap pakai atau barang setengah jadi.
Kelompok ini mengolah rotan bulat menjadi bentuk barang-barang setengah jadi
yang disesuaikan dengan sifat-sifat keluarannya.
3. Industri yang menghasilkan barang jadi dan barang-barang kerajinan. Kelompok ini
mengolah bahan baku siap pakai atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi dan
barang-barang kerajinan.
Pengolahan rotan merupakan industri yang padat karya dan tidak memerlukan
tenaga pendidikan serta investasinya relatif murah. Berdasarkan proses produksinya,
mebel dan rotan (rattan furniture) di Indonesia secara umum dibagi menjadi dua jenis,
yaitu :
1. Mebel/furniture rotan yang merupakan hasil industri, dengan ciri-ciri :
Proses produksi mempergunakan peralatan mekanis yang relatif modern.
Ukuran komponen-komponen mebel rotan yang sama, sehingga produksinya
seragam.
Skala produksinya relatif massal dan padat modal.
2. Mebel/furniture rotan yang merupakan hasil kerajinan, dengan ciri-ciri :
Proses produksinya menggunakan alat manual atau semi mekanis.
Ukuran komponen-komponen mebel rotan kadang-kadang tidak sama, sehingga
produksinya tidak seragam.
Aspek lain dari mebel rotan yang nampak adalah desain (design). Umumnya
mebel rotan dapat dikelompokkan kedalam lima kelompok, yaitu :
1. Antique design, yaitu desain-desain yang nampak secara fisik sudah lama walaupun
sebenarnya adalah hasil reproduksi.
5
2. Modern design, yaitu desain-desain yang sifatnya praktis dan biasanya ada tambahan
komponen, sehingga praktis penggunaannya.
3. Country style, yaitu desain-desain yang sudah dikenal sejak jaman dahulu.
4. Contemporary style, yaitu desain-desain yang berhubungan erat dengan kreasi seni
perancangnya.
5. Another design, desain ini adalah yang tidak termasuk pada poin 1 sampai 4 atau
merupakan campuran dari keempat desain tersebut diatas sehingga dihasilkan suatu
desain baru.
2.3. Kerajinan Rotan Indonesia
Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang
telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun-temurun dari generasi sebelumnya.
Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat
serta relatif seragam bentuknya. Barang-barang kerajinan rotan yang umumnya banyak
diperdagangkan di tingkat lokal adalah keranjang, mebel, tangkai sapu, kurungan burung,
tirai, perangkap binatang, pemukul kasur.
Sedangkan untuk keperluan ekspor umumnya adalah keranjang dan furniture
dalam berbagai bentuk/model. Peluang usaha industri berbahan baku rotan dapat dilihat
antara lain dari meningkatnya volume produksi dan ekspor (untuk pasar luar negeri).
Dalam kondisi ekonomi di dalam negeri yang masih lesu dimana daya beli masyarakat
turun, pasar ekspor merupakan pilihan penting. Disamping itu, industri berbahan baku
rotan ini memiliki kandungan lokal (local content) yang sangat tinggi sehingga tidak
terlalu tergantung pada impor bahan baku.
Manfaat industri kerajinan rotan bagi daerah setempat umumnya berupa :
1. Peningkatan pendapatan daerah/retribusi.
2. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat.
3. Peningkatan pengembangan usaha di bagian hulu dan hilir sebagai multiplier effect
yang positif terhadap pengembangan industri pariwisata dan pemanfaatan limbah
rotan.
4. Peningkatan pendapatan para pengusaha kerajinan rotan.
5. Peningkatan pembangunan daerah.
6
Kerajinan rotan memerlukan polesan halus dengan tangan-tangan trampil mulai
dari membelah rotan, menghaluskan/meraut sesuai ukuran/ keperluan hingga
menganyam sesuai dengan barang yang akan dibuat. (Dinas Kehutanan Propinsi
Sumatera Utara, 2003).
2.4. Perolehan Bahan Baku Rotan
Bahan baku rotan banyak terdapat di Pulau Sumatera, Pulau kalimantan, dan
pulau-pulau lain. Rotan diperoleh dari hutan alam dan sebagian besar berasal dari
tanaman budidaya. Untuk Pulau Sumatera rotan dapat ditemukan di Desa Asahan,
kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, dan di Pulau Kalimantan ada
disekitar sungai Barito, Sungai Kapuas dan Sungai kahayan.
Pemanenan rotan dihutan alam dilakukan oleh 3-5 orang petani rotan yang
menerobos sampai cukup jauh ke dalam hutan untuk mengumpulkan rotan.
Pengumpulan rotan sangat berbahaya karena sering jatuhnya dahan yang mati dalam
proses penarikan rotan. Batang rotan yang telah diambil kemudian dipotong-potong
menjadi 2-3 m untuk rotan diameter besar dan 5-7 m untuk rotan diameter kecil.
Kemudian potongan batang tadi diangkut keluar dari hutan untuk dibawa ke pedangang
pengumpul pertama. Bahan baku mentah ini diterima pedagang pengumpul pertama dari
petani rotan dan kemudian mengolah bahan baku tersebut menjadi bahan setengah jadi
yang dimasak dan dikuliti. Bahan baku yang sudah diolah juga dapat diterima langsung
oleh pengrajin (produsen) besar tergantung dari pola distribusi yang dijalankan
dilapangan, bahan baku rotan setengah jadi yang sudah diterima kemudian diolah
menjadi barang jadi dan dibentuk sesuai fungsi serta kebutuhannya dan dapat langsung
dipasarkan kepada konsumen.
2.5. Peluang Pasar Rotan Indonesia
Rotan menempati nilai perdagangan Internasional yang masih berkembang dalam
perabot, lampit dan barang-barang manufaktur lainnya. Perdagangan luar negeri ini
ditaksir sekitar US$ 4 setiap tahunnya. Suatu perkiraan yang sangat konservatif mengenai
perdagangan dalam negeri ini mencakup nilai barang-barang dalam pasar perkotaan dan
perdagangan pedesaan dari bahan dan hasil produk rotan. Dengan satu atau lain cara 0,7
7
milyar dari 5 milyar manusia di dunia menggunakan atau terlibat dalam perdagangan
rotan dan produk rotannya.
Berkurangnya kawasan hutan mengakibatkan menyusutnya sumber daya dalam
beberapa negara penghasil. Basis sumberdaya dalam beberapa negeri penghasil utama
sebagian dilindungi oleh pelanggaran ekpor barang mentah, ini juga mendorong
perluasan industri manufaktur domestik. Meningkatnya populasi dunia, yang diharapkan
mencapai 8,2 milyar menjelang tahun 2025 diharapkan mendorong kebutuhan yang
meningkat akan sumberdaya ini dan barang jadinya.
Kegiatan penelitian dan pengembangan teristimewa dalam budidaya telah
meningkat secara mencolok selama 1 (satu) dasawarsa terakhir dan kemungkinan besar
akan terus meningkat lebih lanjut. Niaga rotan tampaknya siap berkelanjutan untuk
berkembang baik secara domestik di dalam negeri penghasil maupun global. Indonesia
merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan penghasil rotan yang
cukup luas. Hasil produksi hutan Indonesia merupakan produk unggulan komparatif
dimana hasil produksi rotan dalam segala bentuknya diekspor ke mancanegara, serta
merupakan penghasil devisa yang penting dari sektor non migas. Disamping itu rotan
juga telah dibudidayakan di Kalimantan Timur, Sumatera, Jawa dan daerah lain
8
BAB III
KINERJA PERDAGANGAN ROTAN INDONESIA
3.1. Kinerja Ekspor Rotan Indonesia
Setiap tahun, Indonesia menyuplai sekitar 80% kebutuhan rotan dunia. Dari
jumlah itu, sekitar 90% rotan dihasilkan dari hutan tropis di pulau Sumatra, Kalimantan,
dan Sulawesi. Sedangkan, sisanya dihasilkan dari budidaya rotan. Tanaman ini telah lama
digunakan sebagai bahan baku berbagai kerajinan tangan dan mebel di Indonesia dan
berbagai negara lain seperti Cina, Korea Selatan, dan Eropa. Bahkan, hasil kerajinan rotan
berbagai pengrajin tanah air dihargai cukup mahal berkisar ratusan hingga ribuan dolar
AS meski harga bahan baku semula hanya berkisar Rp 50-80 per kg.
Ekspor rotan Indonesia mencapai USD 193,8 juta di tahun 2011, menempati posisi
pertama sebagai negara pengekspor rotan dengan kontribusi sebesar 33,9% terhadap
total ekspor rotan dunia, diikuti oleh Cina dengan kontribusi yang hampir sama yaitu
33,5% dan Vietnam (7,3%). Ekspor tersebut mencakup produk rotan mentah dan
turunannya (kerajinan dan furniture rotan). Kontribusi ekspor rotan Indonesia dan Cina
mencapai lebih dari separo ekspor rotan dunia, hal tersebut menunjukkan bahwa pasar
rotan di dunia didominasi oleh kedua negara tersebut dan Cina merupakan pesaing berat
yang harus dihadapi Indonesia dalam merebut pasar rotan di dunia (Tabel 3.1.).
Tabel 3.1. Negara Pengekspor Rotan di Dunia
9
No. ExportersEkspor 2011(USD Juta)
Share (%)2011
World 572.2 100.001 Indonesia 193.8 33.872 China 191.6 33.483 Viet Nam 41.6 7.274 Italy 21.4 3.735 Spain 16.2 2.826 Singapore 14.7 2.567 Belgium 11.9 2.088 Germany 11.6 2.039 Netherlands 10.2 1.7810 Thailand 6.7 1.17Sumber : Trademap (diolah Puska Daglu)
Ekspor rotan dibagi menjadi tiga produk, yaitu rotan mentah, kerajinan rotan, dan
furniture rotan dimana kerajinan rotan antara lain terdiri dari tikar dan keranjang,
sedangkan furniture rotan terdiri dari perkakas rumah tangga yang meliputi meja, kursi
dan furniture lainnya. Dalam perkembangannya, ekspor rotan Indonesia mengalami
penurunan selama lima tahun terakhir dengan penurunan rata-rata 13,4% per tahun.
Dari sebesar USD 298,2 juta menjadi hanya USD 158,6 juta di tahun 2012. Jika
dibandingkan dengan tahun 2011, ekspor rotan Indonesia tahun 2012 juga mengalami
penurunan yaitu sebesar 13,3%. Penurunan disebabkan turunnya nilai ekspor rotan
mentah yang memang sudah dilarang ekspornya di tahun 2012. Namun penurunan nilai
ekspor furniture rotan juga menjadi salah satu penyebab turunnya ekspor rotan
Indonesia, apalagi jika dilihat dari kontribusinya yang mencapai 70,9% terhadap ekspor
rotan Indonesia (Tabel 3.2.).
Tabel 3.2. Kinerja Ekspor Rotan Indonesia
2008 2012
EKSPOR ROTAN 298.2 158.6 (13.39) (13.25) 100.00
ROTAN MENTAH 27.9 0.0 (84.45) (99.99) 0.001401200000 Rattans, used primarily for plaiting 27.9 0.0 (84.45) (99.99) 0.00
-
KERAJINAN ROTAN 21.6 46.2 15.81 205.55 29.114601220000 Mats, matting and screens of vegetable materials of rattan 2.3 3.1 8.32 18.89 1.924601939000 Other products of rattan 0.1 0.0 (35.21) (78.01) 0.024602120000 Basketwork, wickerwork & other articles, of vegetable material of rattan19.2 43.1 16.60 246.92 27.17
-
FURNITURE ROTAN 248.7 112.4 (17.29) (12.24) 70.899401510010 Seats of rattan 106.1 74.4 (11.66) 58.39 46.949401510090 Other seats of rattan 21.5 0.8 (47.02) (95.71) 0.489403810010 Bedroom, dining room/living room sets of rattan 47.1 35.4 (8.17) 83.22 22.329403810090 Other furniture of bamboo or rattan 73.9 1.8 (53.51) (95.86) 1.15
Share (%)2012
USD Juta Trend (%)2008-2012
Growth (%)12/11
HS URAIAN
10
Sumber : BPS
Selama 2008-2012, ekspor rotan selalu didominasi oleh produk furniture rotan.
Namun, nilainya terus mengalami penurunan rata-rata 17,3% tiap tahun. Pada tahun
2008-2011, produk rotan yang memberikan kontribusi terbesar setelah furniture rotan
adalah rotan mentah dengan rata-rata kontribusi sebesar 36,7% dan meningkat rata-rata
23,5% tiap tahun. Di tahun 2012, ekspor rotan mentah hamper mendekati 0, dengan
penurunan mencapai 99,99% dibanding tahun 2011. Sementara ekspor kerajinan mentah
mengalami peningkatan sebesar 15,8% tiap tahun selama 2008-2012 dan melonjak tinggi
sampai 205,6% di tahun 2012 dibanding tahun sebelumnya. Kontribusinya terhadap
ekspor rotan selama 2008-2011 hanya sekitar 5%, namun naik menjadi 29,7% terhadap
ekspor rotan Indonesia tahun 2012 (Grafik 3.1.).
Grafik 3.1. Kinerja Struktur Ekspor Rotan Indonesia (USD Juta)
27.9 26.9 32.3 39.6
0.021.6 15.9 16.0 15.1
46.2
248.7
174.8156.1
128.1112.4
2008 2009 2010 2011 2012
Rotan Mentah Kerajinan Rotan Furniture Rotan
Sumber : BPS
Dilihat dari sisi volumenya, penurunan volume ekspor rotan Indonesia lebih besar
dibanding penurunan nilai ekspornya. Selama lima tahun terakhir, volume ekspor rotan
turun rata-rata 19,6% tiap tahun dan turun 47,1% di tahun 2012 dibanding tag=hun
sebelumnya. Begitu juga dengan penurunan volume ekspor furniture rotan, jauh lebih
besar dibanding dengan penurunan nilai ekspornya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
harga rotan olahan masih mengalami peningkatan (Tabel 3.3.).
Tabel 3.3. Kinerja Volume Ekspor Rotan Indonesia
11
2008 2012
EKSPOR ROTAN 117.7 41.7 (19.62) (47.07) 100.00
ROTAN MENTAH 30.9 0.0 (82.52) (99.99) 0.011401200000 Rattans, used primarily for plaiting 30.9 0.0 (82.52) (99.99) 0.01
-
KERAJINAN ROTAN 7.0 12.4 10.43 224.10 29.734601220000 Mats, matting and screens of vegetable materials of rattan 0.4 0.4 (0.07) (14.96) 0.884601939000 Other products of rattan 0.0 0.0 (33.53) (77.98) 0.024602120000 Basketwork, wickerwork & other articles, of vegetable material of rattan6.6 12.0 11.13 257.96 28.83
-
FURNITURE ROTAN 79.7 29.3 (21.60) (18.83) 70.269401510010 Seats of rattan 34.4 17.9 (18.61) 46.85 42.889401510090 Other seats of rattan 6.3 0.3 (42.33) (92.07) 0.829403810010 Bedroom, dining room/living room sets of rattan 15.1 10.5 (9.67) 68.73 25.239403810090 Other furniture of bamboo or rattan 24.0 0.6 (54.39) (95.87) 1.32
Share (%)2012
Ribu Ton Trend (%)2008-2012
Growth (%)12/11
HS URAIAN
Sumber : BPS
Ekspor turunan rotan memang memberikan nilai tambah yang lebih besar
dibanding dengan ekspor rotan mentah. Namun jika volume yang dieskpor mengalami
penurunan yang lebih signifikan, maka nilai ekspornya juga belum bisa ditingkatkan.
Pelarangan ekspor rotan mentah di tahun 2012 memang berhasil meningkatkan ekspor
kerajinan rotan, namun belum berhasil dalam meningkatkan ekspor furniture rotan
(Grafik 3.2.).
Grafik 3.2. Kinerja Volume Struktur Ekspor Rotan Indonesia (Ribu Ton)
30.9 27.933.0
38.9
0.07.0 4.4 4.3 3.8
12.4
79.7
55.646.1
36.129.3
2008 2009 2010 2011 2012
Rotan Mentah Kerajinan Rotan Furniture Rotan
Sumber : BPS
Negara tujuan ekspor kerajinan rotan Indonesia adalah Belanda, Amerika Serikat,
Jepang, Korea Selayan, dan Jerman. Pada tahun 2008, masing-masing memberikan
kontrisi terhadap total ekspor kerajinan rotan Indonesia sebesar 16%, 24%, 16%, 14,%,
dan 3%. Sementara sisanya 27% kerajinan rotan di eskpor ke negara-negara lain.
12
Sementara negara tujuan ekspor furniture rotan Indonesia adalah Jepang, Amerika
Serikat, Jerman, Inggris, dan Rusia. Kelima negara tersebut memberikan kontribusi
terhadap total ekspor furniture rotan ke dunia di tahun 2008 sebesar 45%, sedangkan
sisanya 55% dieskpor ke negara-negara lain (Grafik 3.3.).
Grafik 3.3.Negara Tujuan Ekspor Rotan Indonesia 2008
BELANDA,3.53 , 16%
AMERIKASERIKAT, 5.11
, 24%
JEPANG, 3.60 ,16%
KOREASELATAN, 2.98
, 14%
JERMAN, 0.62, 3%
LAINNYA, 5.79, 27%
Kerajinan RotanJEPANG, 22.68
, 9%
AMERIKASERIKAT,
33.16 , 13%
JERMAN,36.16 , 15%
INGGRIS,14.55 , 6%
FEDERASIRUSIA, 4.79 ,
2%
LAINNYA,137.32 , 55%
Furniture Rotan
Sumber : BPS
Negara tujuan ekspor kerajinan rotan mengalami diversifikasi di tahun 2012,
terlihat dari kelima negara tujuan ekspornya yang memberikan kontribusi terhadap
ekspor kerajinan rotan mencapai 73% di tahun 2008, menurun menjadi 68% di tahun
2012. Namun, untuk ekspor furniture rotan justru desentralisasi pasar ekspor dimana
kontribusi ekspornya ke lima negara utama tujuanekspornya meningkat menjadi 60% di
tahun 2012 dari sebelumnya hanya 45% di tahun 2008 (Grafik 3.4.).
Grafik 3.4. Negara Tujuan Ekspor Rotan Indonesia 2012
13
BELANDA,11.65 , 25%
AMERIKASERIKAT, 6.90
, 15%
JEPANG, 4.84 ,11%
KOREASELATAN, 4.26
, 9%
JERMAN, 3.66, 8%
LAINNYA,14.86 , 32%
Kerajinan Rotan
JEPANG, 25.16, 22%
AMERIKASERIKAT,
17.59 , 16%
JERMAN,13.40 , 12%INGGRIS, 6.51
, 6%
FEDERASIRUSIA, 4.99 ,
4%
LAINNYA,44.78 , 40%
Furniture Rotan
Sumber : BPS
3.2. Posisi Rotan Indonesia di Dunia
Sebagai negara pengkspor rotan terbesar di dunia, Indonesia menyupali 65%
kebutuhan rotan mentah dunia di tahun 2011, diikuti oleh Singapura dan Cina dengan
kontribusi masing-masing 19,4% dan 5,8%. Ekspor rotan mentah dunia mengalami
peningkatan 17,8% di tahun 2011, begitu pula ekspor dari Indonesia (22,5%),
Singapura(19,6%) dan Cina (5,8%). Namun, ekspor dari beberapa negara mengalami
penurunan, seperti Malaysia (17,6%), Hongkong (13,1%), Spanyol (6,3%), dan Taiwan
(7,5%) (Tabel 3.4.).
Tabel 3.4. Posisi Indonesia di Pasar Rotan Mentah Dunia
No. ExportersEkspor 2011(USD Juta)
Pertumbuhan(%) 2011
Share (%)2011
World 61.0 17.78 100.001 Indonesia 39.6 22.52 64.932 Singapore 11.8 19.56 19.363 China 3.5 10.51 5.774 Malaysia 1.8 (17.58) 3.035 Hong Kong, China 1.8 (13.12) 2.936 Germany 0.6 76.68 0.917 Myanmar 0.5 - 0.878 Belgium 0.2 153.41 0.379 Spain 0.2 (6.25) 0.2510 Chinese Taipei 0.1 (7.52) 0.20
Sumber : Trademap (diolah Puska Daglu)
14
Ekspor kerajinan rotan dunia turun 0,8% menjadi USD 177,5 juta di tahun 2011.
Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara pengekspor kerajinan rotan denga
kontribusi 8,6% terhadap ekspor kerajinan rotan dunia 2011. Angka tersebut mengalami
penurunan 5,1% dibanding tahun 2010. Posisi pertama ditempati Cina dengan kontribusi
sebesar 66,8% dan di posisi kedua Vietnam dengan kontribusi 11,2%. Ekspor Cina juga
mengalami penurunan 3,3%, namun ekspor Vietnam justru naik 27% (Tabel 3.5.).
Tabel 3.5. Posisi Indonesia di Pasar Kerajinan Rotan Dunia
No. ExportersEkspor 2011(USD Juta)
Pertumbuhan(%) 2011
Share (%)2011
World 177.5 (0.77) 100.001 China 118.5 (3.32) 66.772 Viet Nam 19.9 26.96 11.213 Indonesia 15.3 (5.11) 8.604 Germany 3.2 (59.99) 1.815 Belgium 2.5 36.15 1.426 Myanmar 2.2 - 1.237 Sweden 2.1 54.77 1.198 Netherlands 1.8 (31.47) 0.999 Hong Kong, China 1.6 6.92 0.8910 United States of America 1.5 (20.81) 0.83Sumber : Trademap (diolah Puska Daglu)
Ekspor furniture rotan dunia juga mengalami penurunan sebesar 7,4% di tahun
2011 menjadi USD 333,8 juta. Meskipun juga mengalami penurunan, Indonesia masih
mejadi negara pengekspor furniture rotan terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar
41,6%. Negara-negara pengekspor furniture rotan lainnya adalah Cina (20,8%), Vietnam
15
(6,5%), Italia (6,2%), dan Spanyol (4,6%). Diantara sepuluh negara pengekspor furniture
terbesar di dunia mengalami penurunan kecuali Cina (naik 27,6%), Vietnam (45,7%), Italia
(0,9%), dan Thailand (38,6%) (Tabel 3.6.).
Tabel 3.6. Posisi Indonesia di Pasar Furniture Rotan Dunia
No. ExportersEkspor 2011(USD Juta)
Pertumbuhan(%) 2011
Share (%)2011
World 333.8 (7.44) 100.001 Indonesia 139.0 (19.46) 41.642 China 69.6 27.58 20.843 Viet Nam 21.6 45.71 6.474 Italy 20.5 0.92 6.155 Spain 15.4 (1.56) 4.626 Belgium 9.2 (21.56) 2.757 Netherlands 8.4 (9.34) 2.528 Germany 7.9 (49.17) 2.369 Thailand 5.6 38.62 1.6810 United States of America 5.1 (8.67) 1.53
Sumber : Trademap (diolah Puska Daglu)
16
BAB IV
ISU DAN PERMASALAHAN
PERDAGANGAN ROTAN INDONESIA
4.1. Isu Dalam Negeri Perdagangan Rotan Indonesia
Melihat kinerja ekspor rotan yang mengalami penurunan, maka perlu
diperhatikan hal-hal yang menjadi penyebabnya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan
adalah industri di dalam negeri. Saat ini, persaingan perdagangan kerajinan dan mebel
rotan tidak hanya terjadi di tingkat nasional, tapi juga internasional. Hal itu karena sejak
10 tahun terakhir banyak negara mulai menyadari nilai ekonomis tinggi yang bisa
diperoleh melalui berbagai kerajinan dan furniture berbahan baku rotan. Saat ini kini
perdagangan rotan dunia tidak hanya didominasi pengusaha Indonesia, tapi juga
pengusaha asal negara Cina, Eropa seperti Italia, dan Korea Selatan. Beberapa hal yang
menjadi masalah dalam industri rotan dalam negeri antara lain adalah kelangkaan bahan
baku, lemahnya daya saing, dan perbedaan pencatatan ekspor oleh pemerintah dengan
pelaku usaha.
4.1.1. Kelangkaan Bahan Baku Rotan
Sebagaimana diketahui bahwa sejak diterapkan kebijakan larangan ekspor bahan
baku rotan, harga rotan semakin tinggi dan sulit mendapatkan bahan baku rotan dengan
kualitas tinggi. Menurut salah seorang pengusaha rotan di Surabaya yang ditemui,
kelangkaan ini disebabkan oleh adanya ekspor besar-besaran di bulan November dan
Desember 2011 yaitu sampai tiga kali dari ekspor normal di bulan-bulan sebelumnya.
Peningkatan ekspor bahan baku rotan ini dipicu oleh isu yang beredar mengenai
pelarangan ekspor bahan baku rotan yang mulai diberlakukan pada Januari 2012.
Sementara itu, industri furniture rotan menyatakan tidak mengetahui mengenai isu
pelarangan ekspor rotan mentah/asalan sebelum kebijakan tersebut diberlakukan. China
yang impor bahan baku berasal dari Indonesia diduga antisipasi untuk musim hujan dan
perayaan imlek juga menjadi penyebab tingginya ekspor bahan baku rotan. Selain itu,
17
kelangkaan beberapa jenis rotan di pasaran tersebut, diperkirakan karena para petani
enggan mencari rotan ke hutan karena pedagang khawatir rotan tidak banyak diserap
oleh industri.
Pada akhirnya perusahaan terpaksa mengambil bahan baku dengan kualitas lebih
rendah. Akan tetapi harga jual produk furniture cenderung stagnan, sehingga
keuntungan yang didapatkan perusahaan penghasil furniture rotan cenderung
berkurang. Selain itu, daya saing yang rendah (variasi model sedikit), upah tenaga kerja
yang mahal disamping masih banyaknya pilihan pekerjaan yang lebih menguntungkan,
infrastuktur dan jalinan distribusi menjadi kendala bagi rotan olahan luar Jawa untuk bisa
bersaing dengan rotan dari Jawa. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab tetap
turunnya kinerja ekspor produk rotan, khususnya furniture rotan meski ekspor rotan
mentah sudah dilarang.
4.1.2. Rendahnya Daya Saing Rotan Indonesia
Menurut perusahaan pengimpor rotan dari Indonesia di Jepang, dalam
perkembangannya, produk/furniture rotan asal Indonesia mengalami penurunan
kualitas, desain kurang kreatif dan supply lambat. Saat ini hanya Hazama Co.Ltd yang
masih mampu memproduksi rotan di Indonesia dengan kualitas yang bisa diterima oleh
Department store di Jepang. Dengan kondisi ini diharapkan pihak Indonesia dapat segera
mengantisipasinya karena furniture rotan merupakan produk khas Indonesia dengan
bahan baku yang berlimpah. Terkait dengan hal tersebut perlu ada kebijakan untuk
menjaga agar bahan baku rotan tidak sampai keluar, sehingga bisa diantisipasi
munculnya produk/furniture rotan dari negara lain. Namun, hal tersebut harus diikuti
oleh peningkatan kreatifitas industri rotan itu sendiri.
Pengembangan industri rotan dalam negeri seharusnya juga menjadi perhatian
khusus dari pemerintah apabila ingin sukses dalam mengembangkan hilirisasi rotan
Indonesia. Turunnya daya saing produk rotan Indonesia disebabkan oleh kurangnya
kreatifitas pengrajin rotan dalam negeri. Terdapat lebih dari 300 jenis rotan yang tumbuh
di hutan Indonesia. Namun, jenis rotan yang menjadi bahan baku industri hanya sekitar
20-an. Dari jumlah itu, hanya enam jenis rotan yang biasa menjadi komoditas ekspor ke
berbagai negara. Dari pengakuan pengepul rotan besar asal Sulawesi Tenggara, mereka
biasanya melakukan pengiriman ekspor lima jenis rotan ke Cina dan Korea Selatan. Rotan
18
tersebut adalah rotan jenis Lambang, Batang, Tohiti, Karompu, dan Jermasi. Selain itu,
rotan lain yang juga bisa diekspor adalah jenis Sega. Sedangkan, rotan jenis lain yang
sering digunakan sebagai bahan baku industri kerajinan nasional adalah Manau, Tabu-
Tabu, Suti, Pahit, Kubu, Lacak, Slimit, Cacing, Semambu, dan Pulut.
4.1.3. Gap Catatan Ekspor Pemerintah dengan Permintaan bagi Pelaku Usaha
Jika dilihat dari ekspor produk kerajinan rotan, memang mengalami peningkatan,
namun merupakan hal yang sangat dilematis jika kenyataannya antara kondisi lapang
dengan catatan ekspor di pemerintahan tidak sesuai. Nilai ekspor yang disampaikan
dalam publikasi pemerintah Indonesia dengan nilai yang tingi sangat jelas bukan hanya
furniture rotan, tetapi segala jenis furniture asalkan di dalamnya mengandung unsur
rotan tanpa melihat berapa besar komposisi rotan yang digunakan dalam furniture
tersebut.
Menanggapi ekspor funiture rotan yang dikabarkan meningkat pada beberapa
surat kabar menjadi pertanyaan bagi para pelaku usaha industri funiture rotan di
Surabaya karena pelaku usaha justru merasakan sebaliknya, bahwa buyer mengurangi
permintaan terhadap produk rotan dan telah terjadi sejak beberapa tahun terakhir.
Sebagian pelaku usaha juga ada yang beralih pada funiture rotan sintetik dengan frame
berupa tembaga. Ada juga yang hanya menggunakan frame berupa tembaga dan
menggunakan rotan, enceng gondok, kulit, batu atau pandan untuk hiasannya. Hal yang
diperkirakan menjadi sebab adanya data peningkatan ekspor furniture rotan adalah
penentuan HS produk rotan dimana produk furniture yang hanya menggunakan bahan
baku rotan 10% juga dimasukkan ke dalam HS produk rotan. Hal ini menyebabkan terjadi
kesimpulan semu peningkatan ekspor furniture rotan. Seharusnya pemerintah harus
tegas dalam pengelompokan barang ekspor seperti furniture, apakah masuk ke olahan
kayu atau olahan rotan dengan memperhatikan komposisi bahan yang digunakan.
4.2. Isu Luar Negeri Perdagangan Rotan Indonesia
Larangan ekspor rotan mentah di tahun 2012 tidak hanya menimbulkan
permasalahan di dalam negeri, namun juga menimbulkan isu adanya ekspor ilegal.
Catatan ekpor rotan mentah Indonesia tahun 2012 mengalami penurunan drastis,
19
bahkan hampir nol. Namun berbeda dengan catatan impor negara utama tujuan ekspor
rotan mentah Indonesia, yaitu Cina, Singapura, Thailand, India, dan Malaysia.
Tahun 2012, Cina masing menerima rotan mentah dari Indonesia sebesar USD
12,6 juta atau 68% dari total impornya. Meskipun mengalami penurunan, namun nilai
tersebut masih menunjukkan angka yang tinggi, padahal catatan pemerintah Indonesia
menunjukkan bahwa tidak ada ekspor rotan mentah ke Cina selama 2012 (Tabel 4.1.).
Tabel 4.1. Negara Asal Impor Rotan Mentah Cina
% Change2010 2011 2012 2010 2011 2012 2012/2011
World 32.21 37.02 18.55 100.00 100.00 100.00 - 49.881 Indonesia 29.73 35.30 12.62 92.30 95.34 68.02 - 64.242 Malaysia 0.77 0.50 2.93 2.39 1.35 15.81 488.633 Philippines 0.72 0.56 1.06 2.24 1.52 5.73 89.094 Myanmar 0.80 0.43 0.97 2.49 1.15 5.25 127.715 Singapore 0.15 0.18 0.68 0.47 0.48 3.65 280.18
Rank Negara Pemasok % ShareUSD Juta
Sumber : GTIS (diolah)
Singapura mencatat adanya impor rotan mentah dari Indonesia sebesar USD 3,8
juta atau 36,8% dari total impor rotannya di tahun 2012. Kekurangan kebutuhan rotan
mentahnya dipenuhi dari Malaysia yang meningkat 171% di tahun 2012. Sementara
catatan Indonesia menunjukan tidak ada ekspor rotan ke Singapura (Tabel 4.2.).
Tabel 4.2. Negara Asal Impor Rotan Mentah Singapura
% Change2010 2011 2012 2010 2011 2012 2012/2011
World 7.16 10.60 10.20 100.00 100.00 100.00 - 3.741 Malaysia 1.81 2.28 6.17 25.26 21.50 60.52 170.952 Indonesia 5.09 7.78 3.75 71.11 73.37 36.78 - 51.743 China 0.20 0.49 0.19 2.85 4.63 1.84 - 61.824 Vietnam - - 0.03 0.00 0.00 0.33 0.005 India 0.01 - 0.02 0.17 0.00 0.24 0.00
Rank Partner Country % ShareUSD Juta
Sumber : GTIS (diolah)
Data impor rotan mentah Thailand memperlihatkan bahwa Indonesia masih
menjadi negara pemasok terbesarnya meskipun mengalami penurunan. Impor rotan
mentah Thailand dari Indonesia tahun 2012 mencapai USD 0,6 juta dengan kontribusi
37,1%. Seperti halnya Singapura, kekurangan pemenuhan kebutuhan impor rotan
20
mentah Thailand dari Indonesia, disuplai dari Malaysia, sehingga angka impornya naik
lebih dari 8 kali lipatnya di tahun 2012 (Tabel 4.3.).
Tabel 4.3. Negara Asal Impor Rotan Mentah Thailand
% Change2010 2011 2012 2010 2011 2012 2012/2011
World 2.25 2.18 1.68 100.00 100.00 100.00 - 22.851 Indonesia 1.50 1.32 0.62 66.84 60.72 37.09 - 52.872 Cambodia 0.18 0.25 0.34 8.18 11.55 20.26 35.383 Malaysia - 0.03 0.25 0.00 1.45 15.14 704.604 Singapore 0.19 0.13 0.19 8.53 6.13 11.14 40.225 China 0.18 0.21 0.14 7.93 9.83 8.43 - 33.85
Rank USD JutaPartner Country % Share
Sumber : GTIS (diolah)
Beberapa negara seperti Singapura dan Thailand mengalihkan permintaan suplai
rotan mentah mereka dari Indonesia ke Malaysia. Sementara itu, Malaysia sendiri juga
mengimpor rotan mentah dari Indonesia. Nilai impornya di tahun 2012 sebesar USD 0,07
juta atau 10% dari impor rotan mentahnya dari dunia (Tabel 4.4.).
Tabel 4.4. Negara Asal Impor Rotan Mentah Malaysia
% Change2010 2011 2012 2010 2011 2012 2012/2011
World 0.74 0.75 0.66 100.00 100.00 100.00 - 12.691 Philippines 0.41 0.36 0.50 56.17 47.92 76.43 39.282 Indonesia 0.20 0.32 0.07 27.73 42.34 10.16 - 79.053 China 0.11 0.06 0.03 15.28 7.85 5.06 - 43.684 Myanmar - - 0.03 0.00 0.00 4.81 0.005 New Zealand - - 0.01 0.00 0.00 2.25 0.00
Rank USD JutaPartner Country % Share
Sumber : GTIS (diolah)
Salah satu hambatan yang dirasakan oleh pelaku usaha dalam negeri adalah
keharusan verifikasi distribusi rotan asalan dalam negeri dan verifikasi ekspor barang dari
rotan. Kebijakan ini menyebabkan pelaku usaha harus mengeluarkan biaya tambahan
(biaya lembur karyawan untuk menunggu dokumen LS, biaya inap di pelabuhan, biaya
dokumen) untuk mendapatkan dokumen laporan survey. Keterlambatan verifikator
(Sucofindo) untuk melakukan verifikasi barang juga akan mempengaruhi kualitas bahan
baku rotan karena terjadinya penurunan kadar air rotan dalam kontainer selama waktu
tunggu. Namun, verifikasi tersebut sangat penting untuk dilakukan, untuk mencegah
21
terjadinya ekspor illegal. Dengan adanya verifikasi tersebut saja, masih terdapat ekspor
illegal, apalagi jika tidak dilakukan verifikasi. Sehingga salah seorang pelaku usaha rotan
di Surabaya menyatakan bahwa ekspor illegal bisa dicegah dengan mewaspadai ekspor
dari para pelaku ekspor rotan asalan yang dulu beroperasi dan meningkatkan kinerja
verifikator di lapang.
4.3. Usulan Pelaku Usaha Rotan Dalam Negeri
Para pelaku usaha rotan dalam negeri menyampaikan beberapa usulan dalam
rangka mengatasi permasalahan yang muncul terkait kebijakan larangan ekspor rotan
mentah dan usaha dalam meningkatkan ekspor rotan serta mengembangkan industri
rotan dalam negeri. Usulan tersebut adalah:
1. Adanya forum diskusi beberapa instansi terkait untuk menyatukan ide yang
melibatkan pemerintah Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Kehutanan dengan 3 asosiasi ASMINDO, APRI dan AMKRI serta pemain
industri rotan yang full (100%) menggunakan bahan baku rotan di daerah sentra
industri rotan yaitu Jawa Timur, Solo, Cirebon dan Jepara.
2. Pemerintah dapat memfasilitasi dalam mencarikan pasar baru produk hasil rotan dan
kebijakan yang menguntungkan semua pihak, serta penegakan hukum terkait
penyelundupan rotan yang menyebabkan penurunan persediaan sehingga harga
cenderung meningkat.
3. ASMINDO sebagai forum asosiasi mebel dan juga mengurus mebel rotan memiliki
daftar industri rotan yang lengkap dan terbaru. Demikian juga Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur memiliki data terbaru perusahaan yang masih
bergerak di bidang rotan dan yang telah tutup atau berganti ke sektor lain.
4. Wakil ASMINDO yang juga Direktur PT. Bintang Selatan mengusulkan adanya
kebijakan kredit modal pembelian bahan baku sebesar 50% dari total ekspor produk
rotan tahun sebelumnya dari dari pemerintah lewat perbankan dengan bunga lebih
rendah (6%). Tenor pinjaman sebaiknya dalam jangka waktu pendek optimum 4 bulan
dengan jaminan underlying asset sebesar jumlah pinjaman. Berdasarkan masukan
dari Direktur PT. Bintang Selatan dan Direktur PT. Surimas Raya Sentosa, kebijakan
kredit murah untuk pengusaha rotan ini yang meningkatkan pertumbuhan industri
22
rotan di tanah air pada saat larangan ekpor bahan baku rotan diberlakukan pada
tahun 1986.
23
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan kajian mengenai
dampak kebijakan pelarangan ekspor rotan adalah:
1. Kebijakan larangan ekspor rotan mentah Indonesia yang bertujuan untuk menjaga
bahan baku rotan dalam negeri menimbulkan beberapa dampak negatif antara lain
langkanya bahan baku untuk industri rotan dalam negeri, rendahnya daya saing rotan
Indonesia, terjadinya perbedaan persepsi atau gap antara catatan ekspor pemerintah
dengan realisasi permintaan bagi pelaku usaha, dan adanya ekspor ilegal.
2. Pada dasarnya, kebijakan larangan ekspor rotan mentah mendapat dukungan dari
beberapa pihak terkait tujuannya dalam mengamankan bahan baku rotan dan
mengembangkan industri rotan dalam negeri. Namun pemerintah harus memberikan
dukungan lebih kepada para pengusaha rotan dalam negeri baik pengusaha di hilir
maupun di hulu antara lain dalam memperbaiki infrastruktur, pengamanan terhadap
adanya ekspor ilegal, dan menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung seperti
trade financing.
5.2. Rekomendasi
Beberapa rekomendasi atau usulan kebijakan yang dapat disampaikan
berdasarkan hasil kajian adalah:
1. Dalam mengembangkan industri hilir dalam negeri, pemerintah sebaiknya juga
memperhatikan kesiapan para pengusaha di industri hilir, dan memberikan dukungan
penuh, baik dari segi fasilitasi, infrastruktur, perizinan, dan pengamanan perdagangan
untuk menghindari terjadinya ekspor impor illegal.
2. Untuk mendukung program hilirisasi, pemerintah sebaiknya memberikan dukungan
lebih kepada para pengusaha seperti memperbaiki infrastruktur, fasilitas, dan
24
meningkatkan pengamanan perdagangan untuk mengurangi adanya ekspor impor
illegal.