Post on 29-Jan-2020
ANALISA KINERJA KEUANGAN TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KOTA
DI SUMATERA BAGIAN TENGAH
Desi Handayani1)
, Fera Sriyunianti 2)
1,2)
Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Padang, Padang
Kampus Limau Manis – Padang
mail : desihandayanisupriyadi@gmail.com1)
, fera_sri@yahoo.co.id2)
Abstrak Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perataan distribusi pendapatan serta penciptaan kesejahteraan
masyarakat haruslah diimbangi dengan pemerataan di setiap daerah. Pengelolaan daerah yang dilakukan secara
ekonomis, efisien dan efektif serta mampu memenuhi value for money,partisipatif, transparan, akuntabilitas dan
adil mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan indeks pembangunan manusianya serta
memakmurkan daerahnya. Perkembangan ekonomi dan kependudukan yang terjadi di Sumatera bagian tengah
berpengaruh terhadap konstelasi perekonomian nasional. Namun jumlah penduduk miskin masih memenuhi
persentase yang banyak. Pertumbuhan yang tinggi terpusat di perkotaan seperti Kota Batam, Kota Pekanbaru,
Kota Padang dan Kota Jambi. Kota-kota tersebut merupakan pusat aktivitas ekonomi di Wilayah Sumatera
Bagian Tengah dengan kontribusi sebesar 50 persen terhadap total ekonomi Wilayah Sumatera Bagian Tengah.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja keuangan daerah yang diukur dari rasio
keuangan (Rasio Derajat Desentralisasi, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah, Rasio Efekivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) di kabupaten/kota pada 3 Provinsi di Sumatera Bagian Tengah tahun 2011-2013. Yaitu Sumatera Barat,
Riau, dan Jambi. Dari rasio dilakukan pemeringkatan kinerja keuangan pemerintah kabupaten kota di wilayah
Sumatera bagian tengah. Analisis terhadap kinerja keuangan dapat digunakan untuk mendorong dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya meningkatkan IPM dan memakmurkan daerah. IPM
digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam hal penyediaan layanan publik.
Data diperoleh dari BPS dan Laporan Keuangan Pemda.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa Rasio Derajat Desentralisasi berpengaruh terhadap
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sedangkan tiga variabel independen lain lain tidak berpengaruh terhadap
IPM. Penelitian ini memiliki keterbatasan data pada pemerintahan daerah kabupaten kota.
Kata Kunci: Kinerja Keuangan Daerah, IPM, layanan publik, rasio keuangan.
1. Pendahuluan
Pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal dan kewenangan daerah diharapkan dapat memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Khusaini, 2006). Unsur penting dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai instrumen kebijakan, APBD mendukung
posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Kinerja anggaran
pemerintah daerah selalu dikaitkan dengan bagaimana unit kerja pemerintah daerah dapat mencapai tujuan kerja
dengan alokasi anggaran yang tersedia (Ekawarna, Sam. dan Rahayu., 2009). Salah satu alat untuk menganalisis
kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio
keuangan terhadap APBD (Halim dan Kusufi, 2012).
Untuk menjalankan pemerintahan yang diemban langsung oleh daerah, tentunya akan sangat bertopang dengan
pendapatan daerah itu sendiri. Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, daerah akan mampu
memenuhi dan membiayai keperluan yang diharapkan oleh masyarakat (Christy dan Adi, 2009). Untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah hendaknya mampu
mengubah proporsi belanja yang dialokasikan untuk tujuan dan hal-hal yang positif seperti melakukan
71
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
aktivitas pembangunan yang berkaitan dengan program-program kepentingan publik. Adanya program-program
untuk kepentingan publik diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik yang akhirnya
berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat (Setyowati dan Suparwati (2012). Untuk meningkatkan
IPM tidak semata-mata hanya pada pertumbuhan ekonomi, namun pembangunan dari segala aspek (Ardiansyah
dan Widiyaningsih,2014). Agar pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pembangunan manusia, maka perlu disertai
dengan pembangunan yang merata sehingga adanya jaminan bahwa semua masyarakat merasakan hasil
pembangunan.
Terdapat tiga indikator terpenting yang dijadikan tolak ukur untuk menyusun Indeks Pembangunan
Manusia. Pertama, usia panjang yang diukur dengan rata- rata lama hidup penduduk atau angka harapan hidup di
suatu negara. Kedua, pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang bisa
membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga). Ketiga, penghasilan
yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara.
Besaran PAD dapat dijadikan tolak ukur seberapa besar kemandirian suatu daerah dalam membiayai
pembangunan daerahnya. Penerimaan daerah yang bersumber dari PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi
belanja modal pemerintah daerah selain untuk mendanai belanja rutin, sehingga kualitas pelayanan publik
semakin baik.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan pemerintah daerah terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) pemerintah daerah kabupaten kota di sumatera bagian tengah. Objek penelitian ini
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BPS dan DJKP dengan cakupan pemerintah kabupaten kota di
Sumatera Bagian Tengah. Pemilihan objek penelitian karena pertumbuhan ekonomi yang tidak merata antara
wilayah kabupaten dengan wilayah kota di Sumatera Bagian Tengah dibandingkan wilayah lain di Sumatera.
2. Tinjauan Pustaka Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dibuat dalam setiap periodenya akan memuat anggaran yang
direncanakan dan akan memuat realisasi dari anggaran tersebut. Dari anggaran yang ditetapkan diperbandingkan
dengan realisasi akan tampak bagaimana pemerintah daerah mengelola keuangannya.
Kinerja keuangan merupakan keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang dicapai sesuai dengan
anggaran dengan kualitas dan kuantitas yang terukur (Ronald dan Sarmiyatiningsih, 2010). Untuk mengetahui
kinerja keuangan pemerintah daerah, digunakan analisis rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan
dalam penelitian ini, untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai berikut:
Rasio Derajat Desentralisasi Derajat Desentralisasi adalah kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli
daerah guna membiayai pembangunan. Derajat desentralisasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kemandirian fiksal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Mahmudi, 2007).
Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah menunjukkan tentang seberapa besar ketergantungan suatu pemerintah
provinsi terhadap pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Pada umumnya, kontribusi terbesar pendapatan
transfer terdapat pada dana perimbangan seperti dana alokasi umum, yaitu dana yang digunakan untuk
pemerataan kemampuan keuangan daerah. Rasio ini adalah perbandingan antara total realisasi pendapatan transfer
dengan total realisasi pendapatan daerah (Mahmudi, 2007)
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan ketergantungan keuangan daerah terhadap sumber pendanaan
yang berasal dari eksternal. Semakin tinggi angka rasio kemandirian keuangan daerah berarti ketergantungan
pemerintah provinsi terhadap pemerintah pusat semakin rendah, dan begitu pula sebaliknya (Mahmudi, 2007).
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah
dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pihak ekstern) antara lain: Bagi hasil
pajak, Bagi hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, Dana
Darurat dan Dana Pinjaman (Widodo, 2001).
72
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
Tabel 1
Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian Daerah (%) Pola Hubungan
Rendah Sekali 0-25 Instruktif
Rendah >25-50 Konsultatif
Sedang >50-75 Partisipatif
Tinggi >75-100 Delegatif
Sumber: Mahmudi, 2007
Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Efektivitas penerimaan PAD menggambarkan kemampuan pemerintah dalam merealisasikan pendapatan asli
daerah dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah ( Halim dan Kusufi, 2012)
yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Semakin besar rasio yang diperoleh maka semakin besar efektivitas pemerintah dalam memungut PAD, namun
jika rasio yang diperoleh main kecil berarti pemerintah tidak efektif dalam memungut PAD, namun jika rasio
semakin kecil berarti pemerintah semakin tidak efektif dalam memungut PAD.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pembangunan manusia didefinisikan sebagai “a process of enlarging people’s choices” atau suatu proses yang
meningkatkan aspek kehidupan masyarakat. Aspek terpenting kehidupan ini dilihat dari usia yang panjang
dan hidup sehat, tingkat pendidikan yang memadai serta standar hidup layak. Secara spesifik, UNDP
menetapkan empat elemen utama dalam pembangunan manusia, yaitu produktivitas (productivity), pemerataan
(equity), kesinambungan (sustainability) dan pemberdayaan (empowerment).
Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan pembangunan lebih berhasil sehingga salah satu indikator
pembangunan, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dihipotesiskan akan meningkat pula (Rondinelli
dan Cheema, 1983; Davoodi dan Zou 1999; Fisman dan Gatti, 2002; Devas dan Grant, 2003; Anand dan Sen,
2000).
IPM adalah ukuran angka harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup yang disusun sebagai
composite index dari beberapa indikator yang relevan dan diberlakukanbagi negara-negara di seluruh dunia.
Pengukuran indeks pembangunan manusia melalui empat faktor yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf,
angka partisipasi kasar dan keseimbangan kemampuan belanja. IPM digunakan sebagai variabel dependen dalam
penelitian ini.
Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Rasio Derajat Desentralisasi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Semakin tinggi PAD yang diperoleh maka semakin tinggi pula dana yang dapat digunakan pemerintah dalam
membangun layanan publik bagi masyarakat. Jika layanan publik dapat terpenuhi dengan baik diharapkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga dapat meningkat. Penelitian sebelumnya dikemukaan hasil bahwa
PAD berpengaruh signifikan terhadap IPM. PAD merupakan salah satu komponen dalam menghitung rasio
derajat desentralisasi (Setyowati dan Suparwati ,2012).
H1: Rasio derajat desentralisasi berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia
(IPM)
2. Pengaruh Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Ardiansyah dan Widyaningsih, 2014 melakukan penelitian dengan menguji apakah Dana Alokasi Umum (DAU)
berpengaruh terhadap IPM, dimana DAU merupakan salah satu komponen dari pendapatan transfer. Ditemukan
hasil bahwa DAU berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap IPM. Apabila pemerintah daerah memiliki
ketergantungan yang rendah terhadap pemeritah pusat maka dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah memiliki
kondisi keuangan yang baik, sehingga pelaksanaan penyediaan layanan publik dapat terpenuhi dengan baik dan
dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
H2: Rasio ketergantungan keuangan daerah berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
3. Pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Semakin tinggi rasio tersebut maka pemerintah daerah semakin berpotensi menyediakan layanan publik
yang baik sehingga peningkatan IPM dapat tercapai. Rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh
%100Daerah riil PotensiBerdasar Ditetapkan yang PADTarget
PAD Penerimaan Realisasi EKD Rasio x
73
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Amalia dan Purbadharmaja ,2014, Dewi dan
Sutrisna , 2014).
H3: Rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
4. Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
Pemerintah daerah yang memiliki pendapatan yang tinggi belum tentu dapat melaksanakan tugas penyediaan
layanan publiknya secara baik jika pendapatan yang diterima tidak dikelola dengan baik. Tingkat keberhasilan
pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasya tidak hanya bergantung pada nominal pendapatannya, namun
juga tata cara pengelolaannya. Rasio efektivitas PAD menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam
memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan. Pemerintah daerah yang mengelola PAD
secara efektif diharapkan memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan tugasnya dalam hal
penyediaan layanan publik. Sehingga dengan layanan publik yang baik akan tercapai IPM yang tinggi.
PAD berpengaruh positif signifikan terhadap IPM (Setyowati dan Suparwati, 2012.: Ardiansyah dan
Widyaningsih, 2014)
H4: Rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM)
3. Metode Penelitian Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten kota di sumatera bagian tengah pada tahun
2011-2013. Sampel yang dipilih adalah seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat,
Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi yang terlihat dalam Laporan Target dan Realisasi APBD Pemerintah
Kabupaten dan Kota di Provinsi masing-masing selama tahun 2011-2013 yang dipublikasikan oleh Direktorat
Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan Indonesia. Dan Pemerintah daerah kabupaten kota di sumatera
bagian tengah pada tahun 2011-2013 yang mempunyai nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.
Sedangkan angka IPM bersumber dari data yang diterbitkan oleh BPS. Sumber data yang digunakan adalah angka dan informasi yang tersedia secara publikasi maupun non publikasi.
Variabel dan Pengukuran Variabel Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Variabel
Independen dalam penelitian ini terdiri dari 4 rasio keuangan, yaitu Rasio Derajat Desentralisasi, Rasio
Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, dan Rasio Efektivitas Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
4. Hasil dan Pembahasan
1. Rasio Kemandirian
Tabel 2.
Rasio Tingkat kemandirian Keuangan Daerah
Kabupaten dan Kota Sumatera Bagian Tengah
Kabupaten / Kota
Rasio Kemandirian
Kriteria
Kabupaten / Kota
Rasio Kemandirian
Kriteria 2011 2012 2013 Rata
2011 2012 2013 Rata
Kab. Agam 0.23 0.05 0.05 0.11 Instruktif
Kab. Bengkalis 0.33 0.39 0.35 0.36 Konsultatif
Kab. Dharmasraya 0.07 0.08 0.06 0.07 Instruktif
Kab. Indragiri Hilir 0.07 0.04 0.08 0.06 Instruktif
Kab. Kep. Mentawai 0.09 0.07 0.05 0.07 Instruktif
Kab. Indragiri Hulu 0.07 0.04 0.04 0.05 Instruktif
Kab. Lima Puluh Kota 0.19 0.03 0.04 0.09 Instruktif
Kab. Kampar 0.12 0.12 0.13 0.12 Instruktif
Kab. Padang Pariaman 0.04 0.04 0.05 0.04 Instruktif
Kab. Kuantan Singgigi 0.02 0.05 0.04 0.04 Instruktif
Kab. Pasaman 0.05 0.06 0.07 0.06 Instruktif
Kab. Palalawan 0.08 0.04 0.06 0.06 Instruktif
Kab. Pasaman Barat 0.05 0.05 0.05 0.05 Instruktif
Kab. Rokan Hilir 0.12 0.10 0.04 0.09 Instruktif
Kab. Pesisir Selatan 0.04 0.05 0.05 0.05 Instruktif
Kab. Rokan Hulu 0.06 0.08 0.07 0.07 Instruktif
Kab. Sijunjung 0.04 0.06 0.06 0.05 Instruktif
Kab. Siak 0.53 0.63 0.18 0.45 Konsultatif
Kab. Solok 0.05 0.04 0.04 0.04 Instruktif
Kab. Kep. Meranti 0.06 0.07 0.04 0.06 Instruktif
Kab. Solok Selatan 0.03 0.05 0.05 0.04 Instruktif
Kota Dumai 0.22 0.19 0.30 0.24 Instruktif
Kab. Tanah Datar 0.08 0.08 0.08 0.08 Instruktif
Kota Pekanbaru 0.30 0.29 0.30 0.30 Konsultatif
74
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
Kota Bukittinggi 0.14 0.11 0.12 0.12 Instruktif
Kab. Batanghari 0.06 0.05 0.06 0.06 Instruktif
Kota Padang 0.14 0.16 0.16 0.15 Instruktif
Kab. Bungo 0.10 0.10 0.10 0.10 Instruktif
Kota Padang Panjang 0.06 0.07 0.11 0.08 Instruktif
Kab. Kerinci 0.06 0.05 0.05 0.05 Instruktif
Kota Pariaman 0.02 0.05 0.02 0.03 Instruktif
Kab. Merangin 0.07 0.04 0.06 0.06 Instruktif
Kota Payakumbuh 0.04 0.12 0.11 0.09 Instruktif
Kab. Muaro Jambi 0.05 0.05 0.06 0.05 Instruktif
Kota Sawahlunto 0.14 0.11 0.08 0.11 Instruktif
Kab. Sarolangun 0.06 0.04 0.04 0.05 Instruktif
Kota Solok 0.07 0.06 0.06 0.06 Instruktif
Kab. Tanjung Jabung Barat 0.09 0.09 0.04 0.07 Instruktif
Sumber : DJKP (data diolah)
Kab. Tanjung Jabung Timur 0.05 0.05 0.02 0.04 Instruktif
Kab. Tebo 0.04 0.05 0.36 0.15 Instruktif
Kota Jambi 0.14 0.13 0.10 0.12 Instruktif
Kota Sungai Penuh 0.04 0.05 0.05 0.05 Instruktif
Tabel 2.di atas memperlihatkan hasil analisis rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kota
Di Sumatera Bagian Tengah tahun 2011-2013 untuk 42 kabupaten kota di Sumatera Barat, Riau Dan Jambi.
Berdasarkan perhitungan rasio kemandirian keuangan diatas terlihat bahwa kemampuan pemerintah daerah
kabupaten/kota di Sumatera Barat dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat pada tahun 2011-2013 masih berada dalam kriteria instruktif, artinya
pemerintah daerah belum bisa melaksanakan otonomi daerah secara finasial. Pemerintah daerah kabupaten
dan kota di Sumatera Barat masih sangat bergantung pada peran pemerintah pusat. Dapat dilihat dari rata-
rata tingkat kemandirian kabupaten/kota yang hanya sebesar 8% , kurang dari 10%. Tingkat kemandirian
daerah kota masih sangat kurang dengan rata-rata persentase tingkat kemandirian sebesar 9%.
Untuk tingkat kemandirian daerah kabupaten kota di Riaumenunjukkan pola hubungan instruktif yang
berarti daerah kabupaten dan kota provinsi Riau belum mampu sepenuhnya dalam terlepas dari peran
dominan pemerintah pusat dan belum bisa mandiri di bidang finansial sepenuhnya, Namun 3 daerah di
Provinsi Riau sudah memiliki tingkat kemandirian yang cukup tinggi dibandingkan daerah kabupaten yaitu
Kabupaten Bengkalis(36%), Kabupaten Siak(45%), dan Kota Pekanbaru(30%)Dapat diartikan bahwa daerah
perkotaan di Provinsi Riau sudah sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah dibandingkan daerah
tingkat kabupaten yang masih memiliki pola hubungan instruktif dengan tingkat kemandirian sebesar 14%.
Terdapat tiga daerah di Provinsi Riau yang secara berkelanjutan memiliki tingkat kemandirian yang
cukup tinggi dengan pola hubungan konsultatif selama periode 2011-2013, yaitu Kabupaten Bengkalis(36%),
Kabupaten Siak(45%), dan Kota Pekanbaru(30%). Tiga daerah ini menggambarkan tingkat campur tangan
pemerintah sudah mulai berkurang dan peran pemerintah pusat lebih kepada pemberian konsultasi saja.
Daerah tersebut memang lebih maju danmandiri di bandingkan wilayah lain di kabupaten Riau.Daerah
dengan tingkat kemandirian terendah di Provinsi Riau selama periode 2011-2013 adalah Kabupaten Kuantan
Singgigi yang hal ini belum mampu melaksanakan otonomi di daerahnya secara finansial sehingga
membutuhkan banyak campur tangan dari pemerintah pusat.
Dapat dilihat dari tabel di atas rata-rata tingkat kemandirian daerah kabupaten dan kota Provinsi Jambi
tahun 2011-2013 masih terbilang rendah, dengan nilai rata-rata 8% dan pola hubungan instruktif. Ini
menunjukkan bahwa daerah kabupaten dan kota provinsi Jambi masih belum mampu secara finansial berdiri
sendiri dan membutuhkan peran pemerintah ousat yang cukup signifikan. Pada tahun 2011, Kota Jambi
memiliki tingkat kemandirian tertinggi dengan 14%, namun mengalami penurunan secara terus menerus
hingga 10 % di tahun 2013. Kabupaten Tebo mengalami peningkatan yang signifikan di tahun 2013, yaitu
dari 5% menjadi 36% di tahun 2013. Ini menjadikan Kabupaten Tebo sebagai daerah dengan tingkat
kemandirian terbesar pada tahun 2013.Dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur menjadi daerah dengan
tingkat kemandirian terendah dengan 2%.
Tabel 3
IPM kabupaten Kota
Sumatera Bagian Tengah
Kab/Kota IPM
Kab/Kota
IPM
2011 2012 2013
2011 2012 2013
Kepulauan Mentawai 55.90 56.10 56.33
Kuantan Sengingi 65.72 66.31 66.65
Pesisir Selatan 65.80 66.49 67.31
Indragiri Hulu 65.93 66.50 66.68
Solok 65.28 65.62 66.15
Indragiri Hilir 62.82 63.04 63.44
Sawah Lunto/Sijunjung 62.92 63.70 64.48
Pelalawan 66.58 67.25 68.29
75
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
Tanah Datar 66.92 67.29 68.12
Siak 70.20 70.45 70.84
Padang Pariaman 65.89 66.20 67.15
Kampar 69.64 70.08 70.46
Agam 66.94 67.95 68.73
Rokan Hulu 64.20 64.99 66.07
Limapuluh Koto 65.20 65.87 66.30
Bengkalis 69.72 70.26 70.60
Pasaman 61.57 62.26 62.91
Rokan Hilir 64.76 65.09 65.46
Solok Selatan 64.81 65.12 65.86
Kepulauan Meranti 60.38 61.49 62.53
Dharmas Raya 67.40 67.76 68.71
Kota Pekan Baru 77.71 77.94 78.16
Pasaman Barat 62.55 63.33 63.92
Kota Dumai 70.43 71.07 71.59
Kota Padang 78.68 79.00 79.23
Kerinci 65.85 66.71 67.49
Kota Solok 74.68 75.02 75.54
Merangin 64.40 65.31 65.82
Kota Sawah Lunto 67.97 68.59 69.07
Sarolangun 65.20 66.16 67.13
Kota Padang Panjang 73.76 74.22 74.54
Batanghari 66.32 66.97 67.24
Kota Bukit Tinggi 76.30 76.92 77.67
Muara Jambi 63.39 64.17 65.14
Kota Payakumbuh 75.39 75.89 76.34
Tanjung Jabung Timur 57.77 58.63 59.41
Kota Pariaman 73.07 73.47 74.51
Tanjung Jabung Barat 61.98 62.86 63.54
sumber : BPS, data diolah 2016
Tebo 64.45 65.23 65.91
Bungo 66.70 67.20 67.54
Kota Jambi 72.96 73.78 74.21
Kota Sungai Penuh 70.55 71.23 72.09
Hasil statistik deskriptif menunjukan bahwa sampel (N) pada penelitian ini adalah 126 buah. Dari
tabel dapat diketahui nilai minimum variabel IPM adalah 55,90 yaitu IPM kabupaten Mentawai 2011 dan
nilai maksimum 79,23 IPM kota Padang 2013. Nilai rata-rata IPM kabupaten Kota 2011- 2013 adalah
67,71
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Diketahui bahwa pengujian normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov menunjukan nilai
signifikansi sebesar 0,971. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) menunjukan bahwa angka tersebut lebih dari
tingkat signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini
telah terdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas Untuk semua variabel menunjukan angka yang lebih kecil dari 10. Dari hasil pengujian multikolinieritas
dapat diketahui bahwa model-model regresi yang digunakan tidak terjadi gejala multikolinieritas.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dengan melihat asymp sig (2-tailed). Dengan melihat tabel di atas, dapat diketahui bahwa
nilai asymp. sig (2-tailed) dari Runs Test adalah 0,072 (>0,05). Nilai 0,072 (>0,05) menunjukan bahwa
data dalam penelitian ini tidak mengandung gejala autokorelasi.
Uji Heterokedastisitas
Ada tidaknya heterokedastisitas dapat diketahui dengan melihat tingkat signifikansinya terhadap α 5%.
Untuk semua variabel lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti menunjukan model-model regresi yang
digunakan dalam penelitian tersebut tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Uji Model Regresi (Goodness of Fit)
a. Uji Koefisien Determinasi R square Dari uji dapat dilihat bahwa nilai R Square dari hasil uji model regresi sebesar 0,179. Ini berarti
bahwa variabel independen yang terdapat dalam penelitian tersebut mampu menggambarkan 18% dari
variabel dependennya. Sementara sisanya, yaitu sebesar 82% digambarkan oleh variabel independen yang
tidak diteliti dalam penelitian ini.
b. Uji Statistik F Nilai signifikan dari uji statistik F adalah 0,011. Nilai signifikan dari uji statistik F tersebut menunjukan
angka <0,05. Hasil ini menunjukan bahwa data secara keseluruhan layak untuk diteliti. Dapat dikatakan
pula bahwa model regresi fit untuk diteliti.
76
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
Uji Koefisien Regresi Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa Rasio Derajat Desentralisasi memiliki signifikansi sebesar 0,008
(<0,01) dengan nilai t positif 2,709. Dari hasli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Rasio Derajat
Desentralisasi berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan hasil bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berpengaruh terhadap IPM (yang dilakukan oleh Setyowati dan Suparwati (2012). Sesuai dengan hasil
penelitian yang menunjukan bahwa Rasio Derajat Desentralisasi yang dihitung dari hasil pembagian
antara PAD dengan Total Pendapatan Daerah berpengaruh terhadap IPM. Rasio Derajat Desentralisasi
yang semakin tinggi menunjukan bahwa PAD yang dimiliki Kabupaten Kota juga semakin tinggi.
Dengan PAD yang tinggi pemerintah kabupaten Kota memiliki sumber daya pendanaan yang semakin
tinggi, sehingga memungkinkan untuk melaksanakan pengadaan layanan publik yang semakin baik bagi
masyarakat. Layanan publik yang baik dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM. Nilai
signifikansi yang diperoleh adalah 0,607 (>0,1), membuktikan bahwa variabel independen yang berupa
Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah berpengaruh tidak signifikan. Dengan PAD yang rendah, maka
PAD tidak dapat digunakan untuk menutup kebutuhan yang terdapat pada pos belanja operasi. Akibatnya,
pendapatan transfer yang diperoleh digunakan untuk menutup kekurangan dana pada pos belanja operasi.
Dengan demikian tidak terdapat alokasi yang cukup untuk pos belanja modal, yaitu pos belanja yang
berhubungan dengan pengadaan layanan publik.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerahmenunjukan nilai signifikansi 0,056 (<0,1). Dari hasil
tersebut diketahui bahwa Rasio Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap
IPM. Hasil tersebut berbeda dengan yang telah dihipotesiskan sebelumnya. Dalam hipotesis disebutkan
bahwa Rasio Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh positif signifikan.
Rasio Kemandirian Keuangan yang baik dapat menurunkan kualitas layanan publik dikarenakan
anggaran yang dimilki terserap untuk pos belanja operasi. Padahal layanan publik juga membutuhkan
dana bukan hanya untuk menambah fasilitas, namun juga mempertahankan kualitas layanan publik agar
tidak menurun. Apabila anggaran untuk pemeliharaan layanan publik tidak terpenuhi maka akan
menurunkan IPM sebagai gambaran dari baik atau buruknya layanan publik. Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah memiliki signifikansi kurang dari 0,1, namun arah yang berbeda dengan yang terdapat dalam
hipotesis.
Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan variabel yang tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependennya. Dalam hasil uji koefisien regresi Rasio Efektivitas
Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,236 (>0,1). PAD tidak mampu
digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang terdapat dalam pos belanja operasi. Jika sebagian besar atau
seluruh PAD digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang terdapat dalam pos belanja operasi, maka
PAD tidak mampu digunakan untuk memenuhi aktivitas dalam pos belanja modal. Dimana pos belanja
modal tersebut merupakan pos pengeluaran yang berkaitan dengan pengadaan layanan publik. PAD
pemerintah kabupaten kota yang melebihi target penerimaan tidak mempengaruhi pengadaan layanan
publik bagi masyarakat. Dengan demikian, IPM sebagai gambaran keberhasilan pemerintah dalam
pengadaan layanan publik juga tidak akan terpengaruh.
5. Kesimpulan dan Saran Pelayanan publik merupakan salah satu tugas utama dari pemerintah daerah untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat
akan meningkatkan IPM sebagai salah satu gambaran dari keberhasilan penyediaan layanan publik.
Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Rasio Derajat Desentraliasi dan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh terhadap IPM. Namun Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
memiliki arah yang berbeda. Sedangkan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas
PAD tidak berpengaruh terhadap IPM.
Keterbatasan, Saran, dan Implikasi
Penelitian ini hanya menggunakan populasi penelitian pemerintah kabupaten kota di sumatera
bagian Tengah dikarenakan keterbatasan data dilevel kabupaten/kota. Hal ini mengakibatkan
kemungkinan hasil penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan untuk semua tingkat pemerintah daerah.
Penelitian ini menggunakan data IPM yang merupakan data jadi dari BPS dihitung dengan menggunakan
rumus perhitungan BPS. Keterbatasan penelitian lainnya adalah aspek penting lainnya yang seharusnya
dilibatkan dalam mengukur indeks pembangunan manusia seperti aspek kebijakan publik, aspek
manajemen keuangan dan aspek psikologis personalitas pembuat keputusan di pemerintah daerah.
77
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
Implikasi atas keterbatasan tersebut untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan variabel
non keuangan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa variabel non keuangan seperti kebijakan pemerintah
daerah dapat menjelaskan dengan baik seberapa besar tingkat alokasi belanja modal APBD agar mampu
mendorong laju indeks pembangunan manusia sebagai salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat.
Demikian juga periode waktu penelitian yang hanya 3 tahun sehingga tidak bisa melihat secara
menyeluruh kinerja keuangan dalam mempengaruhi IPM.
Daftar Pustaka [1] Amalia, F.R. dan Ida Bagus Putu Purbadharmaja. 2014. Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah Dan
Keserasian Alokasi Belanja Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. E- Jurnal Ekonomi Pembangunan
Universitas Udayana Vol. 3, No. 6 [2] Anand, Sudhir dan Amartya Sen. 2000. The Income Component oh the Human Development Index. Journal
of Human Development, Vol. 1, No. 1.
[3] Ardiansyah, Vitalis Ari dan Widiyaningsih. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli Dearah, Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Simposium Nasional Akunstansi 17. Lombok: SNA 17 Mataram, Lombok. Universitas Mataram.
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id. Di unduh tanggal 30 Oktober 2014.
[4] Batafor, G. G. 2011. Evaluasi Kinerja Keuangan Dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten
Lembata – Provinsi NTT. Tesis, Universitas Udayana Denpasar. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/ unud-434-976970535-tesis.pdf accessed Oct 29, 2012.
[5] Badan Pusat Statistik. Katalog BPS: 4102002. Indeks Pembangunan Manusia. BPS Jakarta- Indonesia
[6] Christy, Fhino Andrea dan Priyo Hari Adi. 2009. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan
Kualitas Pembangunan Manusia. The 3rd National Conference UKWMS, Surabaya. [7] Davoodi, H. dan Zou, H.F. 1998. Fiscal Decentralization and Economic Growth: A Cross- Country Study.
Journal of Urban Economics, 43: 244-257.
[8] Devas, N. dan Grant, U. 2003. Local Government Decision-Making-Citizen Participation and Local Accountability: Some Evidence from Kenya and Uganda. Public Administration and Development, 23.
[9] Dewi, P.A.K dan I Ketut Sutrisna. 2014. Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Bali. E- Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas
Udayana Vol. 4, No. 1. [10] Ekawarna. S. U, Sam. I dan Rahayu. S. 2009. Pengukuran Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Cakrawala Akuntansi, Vol.1 No.1, hal
49-66.
[11] Fisman, R. dan Gatti, R. 2002. Decentralization and Corruption: Evidence across Countries.Journal of Public Economics, 83: 325–345.
[12] Halim, Abdul dan Kusufi, M.S. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat.
Jakarta.
[13] Khusaini, Muhammad Dr. 2006. Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah, BPFE Unibraw.
[14] Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah: Panduan Bagi Eksekutif, DPRD, dan
Masyarakat dalam Pemngambilan Keputusan Ekonomi, Sosial dan Poliik. Yogyakarta: Unit Penerbitdan
Percetakan YKPN. [15] Peraturan Presiden Nomor 6 tahun 2011 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Propinsi dan
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011.
[16] Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah. [17] Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuagan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
[18] Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah. [19] Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
[20] Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. [21] Ronald, A dan Sarmiyatiningsih, D. 2010. Analisis Kinerja Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi Sebelum
Dan Sesudah Diberlakukannya Otonomi Daerah Di Kabupaten Kulon Progo. EFEKTIF Jurnal Bisnis dan
Ekonomi, Vol. 1 No.1, Juni 2010, 31-42.
[22] Rondinelli, D.A. dan Cheema, G.S. 1983. Implementing Decentralization Policies: An Introduction, in Decentralization and Development: Policy Implementation in Developing Countries, edited by G.S. Cheema &
Rondinelli, D.A., Beverly Hills, California, Sage.
[23] Sasana,Hadi.2009.Analisis Dampak Pertumbuhan Ekonomi,Kesenjangan antar Daerah, dan Tenaga Kerja
Terserap Terhadap Kesejahteraan di Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah dalam Era Desentralisasi.Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol 16 No.1412- 3126.Semarang:FE UNDIP.
78
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
[24] Setyowati, Lilis dan Yohana Kus Suparwati. 2012. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD
dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai Variabel Intervening (Studi Empiri pada Pemerintah
Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah). Jurnal Prestasi Vol. 9 No. 1.
[25] Widodo, Adi. Waridin. dan Maria, Johanna. 2001. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Pembangunan Manusia di
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan.
Biodata Penulis Desi Handayani, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, lulus tahun 2004. Tahun 2016 sedang melanjutkan studi Magister Pendidikan Ekonomi (M.PdE) dari Program
Magister Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Padang. Saat ini sebagai Staf pada Jurusan/Prodi Akuntansi Politeknik
Negeri Padang.
Fera Sriyunianti, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Bung Hatta, lulus tahun 2002. Tahun 2007 menyelesaikan studi Magister dari Program Magister Universitas Gajah
Mada. Saat ini sebagai Staf pada Jurusan/Prodi Akuntansi Politeknik Negeri Padang.
79
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x