Post on 13-Dec-2015
description
Pengertian Amfetamin
Amfetamin adalah suatu senyawa sintetik yang tergolong perangsang susnan
saraf pusat. Amfetamin, dekstroamfetamin, dan met-amfetamin adalah bubuk kristal putih
yang tidak berbau, rasanya pahit, larut dalam air dn sedikit larut dalam alcohol, kecuali
met-amfetamin yang mudah larut larut dalam air maupun alcohol. Dulu amfetamin
digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, antara lain depresi ringan, parkinsonisme,
skizofrenia, penyakit manierre, buta malam, kolon iritabel, dan hipotensi.
Dikenal banyak turunan (derivate) amfetamin yang disintesis dengan tujuan
mengurangi nafsu makan dalam rangka menurunkan beratbadan bagi orang kelebihan
bera badan (obesitas).
Amfetamin digunakan untuk mengurangi rasa cemas yang berlebihan dan
mengurangi selera makan sehingga berat badan turun. Disamping itu, amfetamin juga
digunakan untuk menjaga gairah hidup. Dengan mengonsumsi amfetamin, pengguna
merasa lebih berenergi, lebih gembira, dan senang berbicara.
Pasien yang banyak mengosumsi amfetamin dalam dosis tinggi akan menjadi
agresif dan ganas serta sering mengkhayal. Hal ini akan menimbulkan perasaan yang
tidak menentu serta sering mendengar suara-suara yang tidak jelas sumbernya.
Obat-obatan yang termasuk amfetamin diantaranya dekstroamfetamin
(dexedrina) dan metamfetamin (methedrina). Kedua obat ini sangat efektif untuk
mengobati penyakit kecemasan dan sering muram. Obat ini juga dapat menimbulkan
ketagihan.
Amfetamin
Amfetamin merangsang pelepasan neuro transmitter, norepinefrin dan dopamine,
dari otak dan system saraf simpatis (terminal saraf tepi). Amfetamin menyebabkan
euphoria dan kesiagaan, tetapi juga mengakibatkan tidak dapat tidur, gelisah, tremor, dan
iritabilitas. Masalah-masalah kardiovaskuler seperti meningkatnya denyut jantung,
palpitasi, aritmia jantun, dan meningkatnya tekanan darah, dapat timbul pada pemakaian
yang terus menerus dari amfetamin.
Banyak obat-obatan yang dapat merangsang system saraf pusat (SSP), tetapi
yang pemakaiannya yang disetujui secara medis terbatas hanay pada pengobatan
narkoleps, gangguan penurunan perhatian (GPP) pada anak-anak, obesitas, dan
pemulihan distress pernapasan. Kelompok utama dari perangsang SSP adalah amfetamin
dan kafein yang merangsang korteks serebri dari otak, analeptic dan kafein yang bekerja
pada batang otak dan medulla untuk merangsang pernapasan, dan obat-obat yang
menimbulkan anoreksia yang bekerja pada tingkat tertentu pada korteks serebri dan
hipotalamus untuk menekan nafsu makan. Amfetamin dan obat-obatan yang
menimbulkan anoreksia yang berkaitan telah banyak disalahgunakan. Pemakaian
amfetamin jangka panjang dapat menimbulkan ketergantungan psikologis dan toleransi,
suatu keadaan dimana semakin tinggi dosis obat yang diperlukan untuk menghasilkan
respon awal. Peningkatan dosis obat yang bertahap dan kemudian tiba-tiba dihentikan
dapat menimbulkan depresi dan gejala putus obat.
Waktu paruh dari amfetamin bervariasi dari 4-30 jam. Amfetamin diekskresikan
lebih cepat pada urin yang asam daripada yang basa. Jika dicurigai terjadi toksisitas SSP
atau toksisitas jantung, maka dengan menurunkan pH urin akan membantu ekskresi obat.
Urin yang asam mengurangi waktu paruh dari amfetamin.
Cara Kerja Amfetamin
Amfetamin menyebabkan pelepasan norepinefrin, dopamin, dan serotonin dari
neuron prasinaps karena amfetmin berinteraksi dengan transpoter yang terlibat dalam
pelepasan neurotransmiter tersebut. Amfetamin juga menghambat re-uptake norepinefrin
dan dopamin. Amfetamin juga menghambat sistem MAO pada neuron prasinaps. Dengan
demikian, akan terjadi peningkatan aktivitas neuron dopaminergik pascasinaps.
Penggunaan amfetamin secara berulang dalam waktu yang lam menyebabkan
berkurangnya cadangan katekolamin (prekursor norepinefrin maupun dopamin). Neuron
membutuhkan waktu beberapa hari untuk memproduksi lebih banyak katekolamin. Selam
roses adaptasi itu, pengguna amfetamin akan mengalami gejala depresi. Walaupun
amfetamin berpengaruh pada norepinefrin. Serotonin, dan dopamin, pengaruhnya yang
terbesar adalah pada dopamin. Amfetamin juga berpengaruh pada neurotransmiter lain.
Amfetamin dimetabolime di hepar dan diekskresikan dalam bentuk aslinya atau
dalam bentuk metabolitnya. Kecepatan eliminasi amfetamin melalui air seni bergantung
pada pH air seni. Semakin kecil pH, semakin besar kadar amfetamin yang diekskresikan
dalam bentuk yang tidak berubah. Pada ph yang tinggi (alkalis), metabolisme amfetamin
dalam hepar juga berlangsung lebih lama. Psikosis karena amfetamin juga lebih berat
pada orang yang pH air seninya alkalis. Semakin banyak amfetamin yang tersebar di
dalam jaringan ekstravaskuler sebagai akibat penggunaan yang sering atau ketika
toleransi sudah terjadi.
Pengaruh Amfetamin terhadap Pengguna
Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis amfetamin,
jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa
untuk amfetamin sendiri yang dikategorikan dosis rendah sampai dosis sedang adalah 5-
50 mg, biasanya secara oral, sedangkan yang dikategorikan dosis tinggi adalah lebih dari
100 mg, biasanya secara intravena. Dekstroamfetamin mempunyai potensi 3-4 kali
potensi amfetamin. Untuk dekstramfetamin, yang dimaksud dengan dosis rendah sampai
dosis sedang adalah 2,5-20 mg, sedangkan dosis tinggi adalah 50 mg atau lebih.
Dosis kecil semua jenis amfetamin akan menaikkan tekanan darah, mempercepat
denyut nadi, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan euforia,
menghilangkan kantuk, mdah terpacu, menghilangkan rasa lelah dan rasa lapar,
meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan merasa kuat. Walaupun penampilan
motorik meningkatkan, dapat terjadi gangguan deksteritas dan keterampilan motorik
halus.
Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernapasan,
menimbulakn tremor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas motorik, insomnia, agitasi,
mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan kantuk, dan mengurangi tidur.
Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat menimbulakn
prilaku stereoptikal, yaitu perbuatan yang diulang terus-menerus tanpa mempunyai
tujuan, tiba-tiba agresif, melakuakn tindak kekerasan, waham curiga, dan anoreksia yang
berat.
Dosis toksik amfetamin sangat bervariasi. Reaksi yang hebat dapat timbul pada
dosis kecil (20-30 mg) sekalipun, tetapi pada orang yang belum mengalami toleransi, ada
juga yang tetap hidup pada dosis 400-500 mg. pada mereka yang sudah mengalami
toleransi, bahkan bisa tetap hidup dengan dosis yang lebih besar lagi.
Sindrom putus zat pada amfetamin tidak sedramatis seperti gejala putus zat pada opioida.
Gejala putus zat itu antara lain ditandai dengan nafsu makan bertambah, berat badan
bertambah, energy berkurang, kebutuhan tidur meningkat.
Komplikasi Medis
Penggunaan amfetamin melalui suntikan dapat menyebabkan terjadinya angiitis
atau perdarahan intraserebral, kejang, dan koma.
Pada penggunaan amfetamin dosis tinggi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya
psikosis dan gangguan mental lain, pengurangan berat badan, penyakit infeksi akibat
kurang menjaga kesehatan tubuh, serta penyakit lain akibat efek langsung amfetamin
sendiri, atau akibat kebiasaan makan yang buruk, kurang tidur, atau penggunaan alat
suntik yang tidak steril.
Selain komplikasi medis, pengguna amfetamin yang kronis akan mengalami
kemunduran dalam kehidupan individual, social, dan pekerjaan. Penggunaan amfetamin
yang paling sering menyebabkan psikosis.
Belum dapat dibuktikan bahwa amfetamin dapat menimbulkan cacat konginetal,
tetapi sudah terbukti bayi yang lahir dari seorang perempuan pengguna amfetamin akan
mempunyai berat badan yang kurang, mengalami hambatan dalam pertumbuhan, serta
perdarahan intraserebral.
Efek Farmakologis
1. Amfetamin dapat menimbulkan pembebasan NE (efek alfa dan beta yang kuat)
dan dopamine. Ekskresinya melalui urin dan umumnya dalam bentuk tidak
berubah
2. Stimulasi SSP menimbulkan iritabilitas, takipnue, euphoria, penekanan nafsu
makan, peningkata aktivitas motorik, dan dosis tinggi dapat menimbulkan
psikosis yang dapat diobati dengan obat blockade dopamine.
3. Pada kardiovaskuler, amfetamin meningkatkan tekanan darah, menurunkan
refleks denyut jantung dan merupakan aritmogenik pada dosis tinggi
Indikasi Klinik
1. Penyakit kurang perhatian pada anak-anak (disfungsi otak yang minimal,
hiperaktivitas).
2. Sebagai narkolepsi
3. Penekanan nafsu makan, hanya digunakan untuk jangka pendek (beberapa
minggu) karena efek adiksinya.
Efek Samping
Efek samping amfetamin dapat berupa :
1. Lemah, pusing, insomnia, disfori, tremor, sakit kepala, reaksi psikotik (jarang)
2. Palpitasi, takikardi. Hipertensi
3. Diare atau konstipasi
4. Impoten
5. Dosis yang berlebihan dapat menimbulkan konfusi, delirium, paranoid, psikosis,
aritmia jantung, hipertensi atau hipotensi, nyeri abdomen (pengasaman urin
mempercepat ekskresi obat ini)
6. Penyalahgunaan dapat menimbulkan ketergantungan obat.
Cara Mengosumsi
Amfetamin dikonsumsi dengan cara ditelan (oral) dan akan diabsorbsi seluruhnya
ke dalam darah. Pada penggunaan secara intravena, amfetamin akan sampai ke otak
dalam beberapa detik. Penggunaan melalui inhalasi uap amfetamin, mula-mula uap
amfetamin akan mengendap di paru, kemudian diabsorbsi melalui selaput lender hidung
pada penggunaan dengan menyedot melalui hidung.
Farmakodinamik
Metilfenidat dan pemolin memperbaiki GPP dengan mengurangi hiperaktivitas
dan memperbaiki lamanya perhatian. Obat seperti amfetamin ini dianggap lebih efektif
daripada amfetamin dalam mengobati GPP.
Obesitas telah diobati dengan amfetamin yang diresepkan atau dengan obat-obat
seperti amfetamin yang dijual bebas. Amfetamin pernah dianjurkan sebagai obat-obat
yang menimbulkan anoreksia untuk pemakaian jangka pendek (4-12 minggu). Karena
dapat timbulnya toleransi, ketergantungan, dan penyalahgunaan, amfetamin kini tidak
dianjurkan lagi pemakaiannnya untuk penekan nafsu makan.
DAFTAR PUSTAKA
Joewana, Satya. 2004 . Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. Jakarta : EGC
Kee, Joy.L dan Evelyn R.Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : EGC
Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI. 2004. Kumpulan Kuliah
Farmakologi. Jakarta : EGC
Semium, Yustinus. 2006. Gangguan Mental 2. Yogyakarta : Kanisius