Aliran Islam

Post on 29-Jan-2016

13 views 0 download

description

Makalah tentang aliran aliran dalam islam

Transcript of Aliran Islam

NAMA : CANTIKA HADI K.

ROSI MISFALAH

YUMNA CITRA K

Aliran Mu’tazilah

Aliran m’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan

sebagai kaum rasionalis islam, disamping maturidiyah samarkand. Aliran ini muncul sekitar

abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan

dan kebudayaan islam. disamping itu, aneka kebudayaan asing dan macam-macam agama

bertemu dikota ini. dengan demikian luas dan banyaknya penganut islam, semakin banyak

pula musuh-musuh yang ingin menghancurkannya, baik dari internal umat islam secara

politis maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis.

mereka yang non islam merasa iri melihat perkembangan islam begitu pesat sehingga

berupaya untuk menghancurkannya. adapaun hasarat untuk menghancurkan islam dikalangan

peneluk islam sendiri,

dalam sejarah, mu’tazilah timbul berkaitan dengan peristiwa Washil bin Atha’ (80-131) dan

temannya, amr bin ‘ubaid dan Hasan al-basri, sekitar tahun 700 M. Washil termasuk orang-

orang yang aktif mengikuti kuliah-kuliah yang diberikan al-Hasan al-Basri di msjid Basrah.

suatu hari, salah seorang dari pengikut kuliah (kajian) bertanya kepada Al-Hasan tentang

kedudukan orang yang berbuat dosa besar (murtakib al-kabair). mengenai pelaku dosa besar

khawarij menyatakan kafir, sedangkan murjiah menyatakan mukmin. ketika Al-hasan sedang

berfikir, tiba-tiba Washil tidak setuju dengan kedua pendapat itu, menurutnya pelaku dosa

besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada diantara posisi keduanya (al

manzilah baina al-manzilataini). setelah itu dia berdiri dan meninggalkan al-hasan karena

tidak setuju dengan sang guru dan membentuk pengajian baru. atas peristiwa ini al-Hasan

berkata, “i’tazalna” (Washil menjauhkan dari kita). dan dari sinilah nama mu’tazilah

dikenakan kepada mereka.

untuk mengetahui corak rasional kaum mu’tazilah ini dapat dilihat dari ajaran-ajaran pokok

yang berasal darinya, yakni al-ushul al-khamsah. Ajaran ini berisi at-tauhid, al-’adlu, al-

wa’du dan al-wa’idu, al-manzilah baina al-manzilataini dan amar ma’ruf nahyi munkar.

dalam hal attauhid (kemahaesaan Tuhan), merupakan jaran dasar terpenting bagi kaum

mu’tazilah, bagi mereka, tuhan dikatakan Maha Esa jika ia merupakan dzat yang unik, tiada

sesuatupun yang serupa dengan Dia. oleh karena itu, mu’tazilah menolak paham

Antropomorphisme/al-tajassum, yaitu paham yang menggambarkan tuhan menyerupai

makhluknya, misalnya Tuhan Bertangan dsb. untuk menghindari paham ini, mu’tazilah

melakukan interpretasi metaforis terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang Dzonni : yadullah

(Tangan Allah), berarti kekuasaan Allah, Wajhullah (Wajah Allah), Berarti keridhaa-Nya

Dsb.

mereka juga menolak paham beatific vision, yaitu pandangan bahwa tuhan dapat dilihat dai

akhirat nanti (dengan mata kepala). satu satunya sifat tuhan yang betul-betul tidak mungkin

ada pada makhluk-Nya adalah sifat qadim. paham ini mendorong mu’tazilah untuk

meniadakan sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri diluar dzat Tuhan.

Aliran Syiah

Istilah Syi'ah berasal dari Bahasa Arab (شيعة) "Syī`ah". Lafadz ini merupakan bentuk

tunggal, sedangkan bentuk pluralnya adalah "Syiya'an". Pengikut Syi'ah disebut "Syī`ī" (

.(شيعي

"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah "Syi`ah `Ali" ( علي yang berarti (شيعة

"pengikut Ali", yang berkenaan dengan turunnya Q.S. Al-Bayyinah ayat "khair al-bariyyah",

saat turunnya ayat itu Nabi Muhammad bersabda, "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah

orang-orang yang beruntung - ya 'Ali anta wa syi'atuka hum al-faizun".[2]

Kata "Syi'ah" menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Pembela dan pengikut seseorang.

Selain itu juga bermakna: Kaum yang berkumpul atas suatu perkara.[3]

Adapun menurut terminologi Islam, kata ini bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali

bin Abu Thalib adalah yang paling utama di antara para sahabat dan yang berhak untuk

memegang tampuk kepemimpinan atas kaum Muslim, demikian pula anak cucunya.[4]

Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu,

Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimanaSunni juga mengalami perpecahan.

Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber

pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah

Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.

Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan

menantuMuhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah

Nabi Muhammad, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni.

Menurut keyakinan Syi'ah, Ali berkedudukan sebagai khalifah dan imam melalui washiat

Nabi Muhammad.

Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Ahlus Sunnah menjadikan perbedaan pandangan

yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat,

dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi

dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.

Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam

Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun

sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.

Aliran Khawarij

Khawārij (Arab: خوارج baca Khowaarij, secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar") ialah

istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalamIslam yang awalnya mengakui

kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Pertama kali muncul pada pertengahan abad

ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, dan merupakan bentuk yang berbeda

dari Sunni dan Syi'ah.

Disebut atau dinamakan Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan

pemimpin kaum muslimin.[1]

Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman khalifah Ali bin

Abi Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul disuatu tempat yang

disebut Khouro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al

Khoruriyyah

Ajaran

Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah:

Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.

Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah,

dan Zubair melawan Ali bin Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima

dan membenarkannya) dihukumi kafir.

Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan

tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa

menjadi kholifah asalkan mampu memimpin dengan benar .

Aliran Murji’ah

Aliran Murji'ah adalah aliran Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham

dengan Khowarij. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan Khowarij.

Pengertian murji'ah sendiri ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang

sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang

berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa

hanyalah Allah SWT, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok

ini tetap diakui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat.

Secara garis besar, ajaran-ajaran pokok Murji'ah adalah:

1. Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan ini tak dituntut

membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang

janggal dan sulit diterima kalangan Murjites sendiri, karena iman dan amal perbuatan

dalam Islam merupakan satu kesatuan.

2. Selama meyakini 2 kalimah syahadat, seorang Muslim yang berdosa besar tak

dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya

Allah yang berhak menjatuhkannya di akhirat.

Tokoh utama aliran ini ialah Hasan bin Bilal Muzni, Abu Sallat Samman, dan Diror bin

'Umar. Dalam perkembangan selanjutnya, aliran ini terbagi menjadi kelompok moderat

(dipelopori Hasan bin Muhammad bin 'Ali bin Abi Tholib) dan kelompok ekstrem

(dipelopori Jaham bin Shofwan).

Aliran Jabariah

Jabariyah adalah sebuah ideologi dan sekte bidah di dalam akidah yang muncul pada abad

ke-2 hijriah di Khurasan. Jabariyah memiliki keyakinan bahwa setiap manusiaterpaksa oleh

takdir tanpa memiliki pilihan dan usaha dalam perbuatannya. Tokoh utamanya adalah Ja’ad

bin Dirham dan Jahm bin Shafwan.

Ideologi

Menurut Asy-Syahrastani 548 H/1153 M, Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan

dari hamba secara hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah. Artinya,

manusia tidak punya andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang

menentukan segala-galanya.

Keyakinan Jabariyah bertolak belakang dengan keyakinan Qadariyah namun keduanya

dikatakan menyimpang dari akidah Ahlussunnah yang berada dipertengahan, karena menurut

akidah Ahlussunnah mengenai takdir bahwa setiap manusia memiliki pilihan dan kebebasan

dalam menentukan kehendak, manusia diperintahkan untuk berusaha yakni diperintah berbuat

baik dan dilarang berbuat kejahatan, dijanjikan pahala atau diancam siksa atas konsekuensi

dari perbuatannya, sementara apapun yang akan dilakukannya sudah ditetapkan (telah

tertulis) dalam takdirnya, yang mana setiap makhluk tidak pernah mengetahui bagaimana

takdirnya (baik atau buruk) kecuali setelah terjadinya (berlakunya) takdir itu.

Aliran Qodariyah

Qadariyah (bahasa Arab: قدرية) adalah sebuah ideologi dan sekte bid'ah di dalam akidah

Islam yang muncul pada pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Kelompok ini

memiliki keyakinan mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk berada di luar

kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah. Para hamba berkehendak bebasmenentukan

perbuatannya sendiri dan makhluk sendirilah yang menciptakan amal dan perbuatannya

sendiri tanpa adanya andil dari Allah

Ideologi[sunting | sunting sumber]

Ideologi Qadariyah murni adalah mengingkari takdir. Yakni tidak ada takdir, semua perkara

yang ada merupakan sesuatu yang baru (terjadi seketika), di luar takdir dan ilmu Allah. Allah

baru mengetahuinya setelah perkara itu terjadi.[3]

Namun paham Qadariyah yang murni dapat dikatakan telah punah, akan tetapi masih bisa

dijumpai derivasinya pada masa sekarang, yaitu mereka tetap meyakini bahwa perbuatan

makhluk adalah kemampuan dan ciptaan makhluk itu sendiri, meskipun kini menetapkan

bahwa Allah sudah mengetahui segala perbuatan hamba tersebut sebelum terjadinya. Imam

Al-Qurthubi berkata, “Ideologi ini telah sirna, dan kami tidak mengetahui salah seorang dari

muta’akhirin (orang sekarang) yang berpaham dengannya. Adapun Al-Qadariyyah di hari ini,

mereka semua sepakat bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatan hamba sebelum

terjadi, namun mereka menyelisihi As-Salafush Shalih (yaitu) dengan menyatakan bahwa

perbuatan hamba adalah hasil kemampuan dan ciptaan hamba itu sendiri

Pelopornya sekte ini adalah Ma'bad al-Juhani, seorang penduduk kota Bashrah dan

muridnya Ghailan ad-Dimasyqi. Paham bid'ah ini tersebar di Bashrah dan mempengaruhi

banyak penduduknya ketika tokoh kota tersebut, ‘Amr bin ‘Ubaid mengikuti paham ini.

Imam Al-Auza'i mengatakan, “Yang pertama kali mencetuskan paham mengingkari takdir

adalah Susan, seorang penduduk Irak. Ia awalnya adalah seorang Nasrani yang masuk Islam,

(namun) kemudian kembali kepada agamanya semula. Ma’bad al-Juhani menimba (paham

ini) darinya, kemudian Ghailan bin Muslim ad-Dimasyqi menimbanya dari Ma’bad.”[5] Imam

Muslim meriwayatkan dalam Kitab Shahih-nya dari Yahya bin Ya’mar, ia berkata, “Yang

pertama kali memelopori (menyebarkan) paham ingkar takdir di Bashrah adalah Ma’bad al-

Juhani.” “Penduduk Bashrah banyak yang terpengaruh dengan paham sesat ini setelah

melihat ‘Amr bin ‘Ubaid mengikutinya.”