Post on 11-Nov-2021
Aktivitas Fisik dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Faktor Prognostik pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rumah
Sakit Husada Jakarta Tahun 2015
Tommy Toar1, Saptawati Bardosono2
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta 2Departemen Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Email: tommytoarhp@gmail.com
Abstrak
Aktivitas fisik dapat mengurangi risiko terjadinya dan mortalitas akibat Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Namun, hasil yang didapatkan dari aktivitas fisik oleh pasien DM tipe 2 berbeda-beda. Selain aktivitas fisik terdapat juga beberapa faktor lain yang memiliki hubungan signifikan terhadap faktor prognostik pasien DM tipe 2. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu hubungan antara aktivitas fisik dan faktor-faktor lain pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional pada 57 subjek pasien di Rumah Sakit Husada Jakarta yang dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik (p > 0,05) antara aktivitas fisik terhadap faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, status gizi, asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein dan pemberian tata laksana pada pasien DM tipe 2. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat dilakukan pada pasien DM tipe 2 tanpa harus memperhatikan faktor-faktor tersebut.
Kata kunci: aktivitas fisik; diabetes mellitus tipe 2; status gizi; asupan energi
Physical activity and the Related Factors associated with Prognostic Factors in Diabetes Mellitus Type 2 patients at Husada
Hospital 2015
Abstract
The effect of physical activity is known to be useful in Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM). However, the outcome of physical activity in T2DM patient is varied. Physical activity is not the only factor for the outcome for T2DM. This study
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
objectives is to find the relation between those factors to physical activity in T2DM patient. A cross-sectional study was designed in this study and 57 subject in Husada Hospital Jakarta is analyzed by using chi-square analysis. The result of this study shows that there are no significant relation (p > 0.05) between physical activity and related factors such as gender, age, nutritional status, energy intake, protein intake, carhbohydrate intake, fat intake and pharmacology therapy in T2DM patients. This result means that physical activity could be done in T2DM patients with or without the other related factors.
Keywords: physical activity; type 2 diabetes mellitus; nutritional status; energy intake
Pendahuluan
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius. Pada tahun 2014, prevalensi diabetes secara global diduga mencapai 9%
dari total orang dewasa usia diatas 18 tahun. Indonesia sendiri masuk ke dalam
sepuluh besar negara dengan penderita diabetes terbanyak, dimana pada tahun
2015 penderita diabetes diduga mencapai angka 12 juta. Namun, hanya 30,4%
penderita DM yang telah terdiagnosis sebelumnya.1
Aktivitas fisik telah terbukti dapat mengurangi risiko dan manifestasi klinis dari
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Di Indonesia sendiri, tercatat sebanyak 26,1%
penduduknya berisiko terkena DM tipe 2 akibat kurang melakukan aktivitas fisik.1
Maka dari itu, penting untuk mengetahui tingkat aktivitas fisik pada pasien DM
tipe 2.
Sebanyak 8% kasus kematian pada pasien DM tipe 2 disebabkan oleh faktor-
faktor yang berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik. Keadaan ini
diperparah dengan tingginya kasus DM tipe 2 di Indonesia, dimana pada tahun
2015 pasien DM tipe 2 di Indonesia mencapai angka 10 juta. Sangat penting untuk
mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan faktor-faktornya pada pasien DM
tipe 2.1
Tidak banyak penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan (seperti usia,
jenis kelamin, status gizi, asupan energi, tata laksana pasien, dan tingkat sosial
ekonomi) dengan aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2. Faktor-faktor yang
terdapat pada pasien DM perlu diketahui hubungannya dengan aktivitas fisik.
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
Karena itu, peneliti tertarik untuk mencari tahu hubungan antara aktivitas fisik
dengan faktor-faktor yang berhubunagn pada pasien DM tipe 2. Pentingnya
penelitian ini adalah agar dapat menjadi referensi untuk penanganan, dalam hal ini
penanganan melalui aktivitas fisik, terhadap pasien DM tipe 2.2,3,4
Tinjauan Pustaka
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disertai dengan
terganggunya metabolisme glukosa yang biasanya disebabkan oleh resistensi
insulin sehingga tubuh tidak dapat merespon insulin dengan baik. Hal ini
menyebabkan kondisi hiperglikemi pada tubuh. Gejala yang paling sering
ditunjukkan adalah polyuria (frekuensi berkemih yang meningkat), sedangkan
gejala lain yang cukup sering terjadi adalah polyphagia (fsering merasa lapar) dan
polydipsia (sering merasa haus).4,5
Prevalensi dari DM tipe 2 telah meningkat dalam beberapa decade terakhir. Pada
tahun 2014, WHO mencatat sebanyak 8,5% terdiagnosis menderita DM tipe 2 dan
diprediksi pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian tertinggi ketujuh di
seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2015 angka kejadian DM tipe 2
mencapai 10 juta jiwa.7
Etiologi dari DM tipe 2 merupakan gabungan antara faktor genetik dan
lingkungan. Keduanya berperan dalam perubahan patofisiologis utama dari DM
tipe 2 yakni resistensi insulin dan disfungsi dari sel- β pankreas. Namun, kedua
perubahan ini diduga memiliki etiologi yang berbeda. Resistensi insulin
disebabkan oleh adanya kelainan pada sinyal insulin (defek pada jaras IRS-1 dan
PI-3-Kinase), kelainan pada transport/fosfolirasi glukosa, dan/atau lipotoksisitas.
Kelainan-kelainan tersebut mengubah pengolahan glukosa di dalam tubuh,
sehingga menyebabkan hiperglikemia.7
Untuk memeriksa DM dapat dilakukan dengan pemeriksaan urin maupun
pemeriksaan darah. Baik dalam pemeriksaan urin dan darah pemeriksaan
dilakukan dengan mengukur kadar glukosa dan keton. Glukosa pada plasma
ditentukan menggunakan tabung natrium florida yang akan menghambat glikolisis
sel darah merah. Kriteria WHO untuk intoleransi glukosa adalah gula darah puasa
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
dibawah 140 mg/dL dan gula darah setelah makan 2 jam diantara 140 mg/dL –
200 mg/dL.
Tata laksana DM tipe 2 dapat dilakukan dengan terapi farmakologis atau dengan
perubahan gaya hidup. Tata laksana farmakologis yang utama untuk pasien DM
tipe 2 adalah biguanid. Obat ini diberikan jika perubahan gaya hidup sendirian
tidak mampu untuk meraih kadar glikemik yang diinginkan. Biguanid sendiri
bekerja dengan cara menurunkan produksi glukosa pada hati. Pemberian obat anti
glikemi tambahan (seperti GLP-1 reseptor agonis atau insulin) diberikan jika
monoterapi noninsulin pada dosis maksimal tidak dapat memenuhi target
pengobatan dalam kurun waktu 3 bulan. Namun jika masih belum berhasil,
pilihan terakhir adalah dengan memberikan insulin dosis insentif.9
Selain terapi farmakologis, intervensi gaya hidup merupakan tata laksana yang
penting bagi penderita DM tipe 2. Tidak hanya berguna untuk mencegah DM,
mengatur pola makan, aktivitas fisik yang sesuai, dan penurunan berat badan
memberikan keuntungan medis bagi penderita DM. Asupan makanan yang
dibatasi sebanyak 1.100 kkal/hari dapat menurunkan kadar gula darah puasa pada
penderita obesitas. Setelah penurunan gula darah selama beberapa hari,
sensitivitas insulin pada pasien juga meningkat secara signifikan.10,11
Aktivitas fisik merupakan suatu aktivitas yang meningkatkan kesehatan dan dapat
mengurangi risiko-risiko dari penyakit-penyakit kronik, salah satunya adala DM
tipe 2. Manfaat dari aktivitas fisik untuk pasien DM tipe 2 bervariasi, antara lain
seperti meningkatkan kebugaran kardiorespi, meningkatkan control glikemik,
menurunkan resistensi insulin, memperbaiki kadar lemak dalam tubuh,
mengurangi tekanan darah dan berat badan. 12
Aktivitas fisik sendiri dapat diukur menggunakan kuesioner yang telah divalidasi
oleh WHO. Kuesioner tersebut terdiri dari 16 pertanyaan mengenai aktivitas fisik
pada sehari-hari. Aktivitas fisik yang diteliti adalah aktivitas fisik saat melakukan
pekerjaan, menggunakan transportasi, dan saat melakukan kegiatan rekreasi. Hasil
dari kuesioner ini dibagi ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Pada pasien diabetes tipe 2, aktivitas fisik yang diharapkan adalah minimal
melakukan aktivitas fisik yang sedang. 13
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
Jenis Kelamin memiliki hubungan terhadap DM tipe 2. Hal ini dijelaskan pada
penelitian yang dilakukan oleh Sobers-Grannum (2015) yang menyatakan bahwa
perempuan mengalami risiko lebih tinggi terkena DM tipe 2 karena memiliki
tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah dan lebih berisiko untuk mengalami
obesitas.14,15
Usia merupakan faktor yang berpengaruh dalam DM tipe 2. Semakin
meningkatnya usia disertai dengan meningkatnya prevalensi DM. Di Amerika
Serikat, lebih dari 25% pada individu diatas 65 tahun mengalami diabetes. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya metabolisme dalam tubuh dan meningkatnya gaya
hidup sedenter sehingga meningkatkan berat badan.16
Status gizi dapat dihitung menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Klasifikasinya dibagi menjadi berat badan kurang, berat badan ideal, berat badan
berlebih dan obesitas. Sekitar 80-90% pasien DM tipe 2 mengalami berad badan
berlebih atau obesitas. Risiko kematian akibat dari penyakit kardiovaskuler dan
beberapa jenis kanker dihubungkan dengan tingginya akumulasi lemak dalam
tubuh. Pada penelitian prospektif ditemukan bahwa seseorang dengan IMT diatas
25 kg/m3 memiliki angka kematian lebih tinggi dari 30%.17
Seiring dengan tingginya IMT berhubungan dengan risiko DM tipe 2, maka
asupan energi juga perlu diperhatikan. Aktivitas fisik yang diiringi dengan asupan
makanan yang direkomendasikan berguna untuk menatalaksana DM tipe 2.
Asupan energi yang disarakan adalah 1.100 kkal/hari.10
Asupan energi dalam makanan dibagi-bagi lagi menjadi asupan karbohidrat,
asupan protein, dan asupan lemak. Ketiga makronutrien ini dinilai kecukupannya
berdasarkan persentase dari total kalori yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan
makronutrien yang ideal adalah 45% karbohidrat, 25% protein, dan 30% lemak.10
Salah satu tata laksana dalam pasien DM tipe 2 adalah dengan pemberian obat-
obatan. Penanganan farmakologis pada pasien DM tipe 2 dapat berupa pemberiian
obat anti diabetik. Obat anti diabetik lini pertama merupakan golongan biguanid
atau metformin. Metformin bekerja dengan cara menurunkan produksi glukosa
dalam hati. Pemberian obat pada pasien DM tipe 2 diberikan jika penanganan
melalui aktivitas fisik dan pengaturan gaya hidup belum mencapai hasil yang
diinginkan.9
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan memakai data
sekunder dari penelitian thesis “Asupan makronutrien dan gaya hidup serta
hubungannya dengan status HbA1c penyandang diabetes mellitus tipe 2” oleh
Imelda Wiradarma. Variabel bebas penelitian adalah jenis kelamin, usia, status
gizi, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, dan
pemberian tata laksana obat. Variabel terikat penelitian adalah aktivitas fisik.
Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang dirawat di Rumah
Sakit Husada pada bulan Mei-Juni 2015. Kriteria eksklusi penelitian adalah
subjek tidak memiliki data rekam medis yang dibutuhkan yakni jenis kelamin,
usia, status gizi, asupan energi, dan pemberian tata laksana. Jumlah subjek yang
dianalisis adalah 57 pasien.
Hasil Penelitian
Karateristik subjek
Mayoritas subjek pada penelitian ini adalah memiliki tingkat aktivitas fisik yang
rendah, perempuan, usia 50-64 tahun, status gizi obesitas, asupan energi kurang,
asupan protein cukup, asupan lemak lebih, asupan karbohidrat lebih dan sudah
diberi terapi farmakologis. Distribusi data karateristik dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Sebaran subjek menrut karateristik demografis (n=57)
Karateristik n (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 46 (80,7)
Laki-laki 11 (19,3)
Usia (tahun)
30-49 9 (15,8)
50-64 32 (56,1)
65+ 16 (28,1)
Aktivitas Fisik
Rendah 31 (54,4)
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
Tabel 1 Sebaran subjek menrut karateristik demografi (n=57) (lanjutan) Karateristik n (%)
Sedang – Tinggi 26 (45,6)
Status Gizi (IMT)
Rendah
Normal (18,5-22,9)
0 (0)
11 (19,3)
Gemuk (23-24,9) 14 (24,6)
Obese ( >25) 32 (56,1)
Asupan Energi (%)
Kurang (<90) 37 (64,9)
Cukup (90-110) 19 (33,3)
Lebih (>110) 1 (1,8)
Anjuran Kisaran Sebaran Energi Gizi Makro
Energi Protein (%)
Kurang (<5) 0 (0)
Cukup (5-15) 20 (35,1)
Lebih (>15) 37 (64,9)
Energi Lemak (%)
Kurang (<25) 3 (5,3)
Cukup (25-35) 31 (54,4)
Lebih (>35) 23 (40,3)
Energi Karbohidrat (%)
Kurang (<40) 1 (1,8)
Cukup (40-60) 52 (91,2)
Lebih (>60) 4 (7)
Tatalaksana
Telah diberikan obat 54 (94,7)
Belum diberikan obat 3 (5,3)
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
Tabel 2 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan faktor-faktor yang berhubungan
Karateristik Aktivitas Fisik
Ringan (%) Sedang-Berat (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 25 (54,3) 21 (45,7)
Laki-laki 6 (54,5) 5 (45,5)
Usia (tahun)
30-49 4 (44,4) 5 (55,6)
50-64 18 (56,25) 14 (43,75)
65+ 9 (56,25) 7 (43,75)
Status Gizi (IMT)
Rendah (< 18,5) 0 (0) 0 (0)
Normal (18,5-22,9) 6 (54,5) 5 (45,5)
Gemuk (23-24,9) 10 (71,4) 4 (28,6)
Obese ( >25) 15 (46,9) 17 (53,1)
Asupan Energi (%)
Kurang (<90) 22 (59,5) 15 (40,5)
Cukup (90-110) 9 (38,9) 10 (61,2)
Lebih (>110) 0 (0) 1 (100)
Energi Protein (%)
Kurang (<5) 0 (0) 0 (0)
Cukup (5-15) 10 (50) 10 (50)
Lebih (>15) 21 (46,9) 16 (53,1)
Energi Lemak (%)
Kurang (<25) 2 (66,7) 1 (33,3)
Cukup (25-35) 16 (51,6) 15 (48,4)
Lebih (>35) 13 (56,5) 10 (43,5)
Energi Karbohidrat (%)
Kurang (<40) 1 (100) 0
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
Tabel 2 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik dan faktor-faktor yang berhubungan (lanjutan) Karateristik Aktivitas Fisik
Ringan (%) Sedang-Berat (%)
Cukup (40-60) 25 (48,1) 27 (42,9)
Lebih (>60) 3 (75) 1 (25)
Tatalaksana
Telah diberikan obat 29 (53,7) 25 (46,3)
Belum diberikan obat 2 (66,6) 1 (33,4)
Pada penelitian ini ditemukan bahwa aktivitas fisik yang rendah paling banyak
ditemui pada 50 tahun keatas, status gizi normal dan lebih, asupan energi yang
kurang dan lebih, dan asupan karbohidrat kurang dan lebih. Sebaran berdasarkan
aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 3 Hubungan antara aktivitas fisik dan faktor-faktornya pada pasien DM tipe 2
Karateristik Aktivitas Fisik
Ringan
(%)
Sedang-Berat
(%)
p-value
Jenis Kelamin
Perempuan 25 (54,3) 21 (45,7) 0,991**
Laki-laki 6 (54,5) 5 (45,5)
Usia (tahun)
30-49* 4 (44,4) 5 (55,6)
0,86** 50-64* 18 (56,25) 14 (43,75)
65+ 9 (56,25) 7 (43,75)
Status Gizi (IMT)
Rendah (< 18,5) 0 (0) 0 (0)
0,306** Normal (18,5-22,9) 6 (54,5) 5 (45,5)
Gemuk (23-24,9) 10 (71,4) 4 (28,6)
Obese ( >25) 15 (46,9) 17 (53,1)
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
* Dilakukan penggabungan sel
** Uji chi-square
*** Uji Fischer
Pada penelitian ini, hubungan antara aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2 di RS
Husada dengan faktor-faktornya diolah secara analisis statistik chi-square dan
Fischer. Tingkat aktivitas fisik dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang,
dan berat. Namun pada data rekam medis yang tersedia, data aktivitas fisik pada
Tabel 3 Hubungan antara aktivitas fisik dan faktor-faktornya pada pasien DM tipe 2
Karateristik Aktivitas Fisik
Ringan
(%)
Sedang-Berat
(%)
p-value
Asupan Energi (%)
Kurang (<90) 22 (59,5) 15 (40,5)
0,296** Cukup (90-110)* 9 (38,9) 10 (61,2)
Lebih (>110)* 0 (0) 1 (100)
Energi Protein (%)
Kurang (<5) 0 (0) 0 (0) 0,991**
Cukup (5-15) 10 (50) 10 (50)
Lebih (>15) 21 (46,9) 16 (53,1)
Energi Lemak (%)
0,86** Kurang (<25)* 2 (66,7) 1 (33,3)
Cukup (25-35)* 16 (51,6) 15 (48,4)
Lebih (>35) 13 (56,5) 10 (43,5)
Energi Karbohidrat (%)
0,993*** Kurang (<40)* 1 (100) 0
Cukup (40-60)* 25 (48,1) 27 (42,9)
Lebih (>60) 3 (75) 1 (25)
Tatalaksana
Telah diberikan obat 2 (66,7) 1 (33,3) 1***
Belum diberikan obat 29 (53,7) 25 (46,3)
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
intensitas sedang dan berat digabung. Pada Tabel 3 ditemukan bahwa tidak
terdapat satu pun variabel yang berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik.
Pembahasan
Dari penelitian ini ditemukan baik perempuan (54,3%) dan laki-laki (54,5%)
masing-masing kurang melakukan aktivitas fisik. Untuk perempuan, hal ini
sejalan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Han et al.,
2015; Howitt et al., 2015).18,19 Namun, kedua penelitian tersebut menunjukkan
bahwa laki-laki lebih banyak memiliki tingkat aktivitas yang cukup. Jumlah
sampel laki-laki yang terlalu sedikit bisa menjadi faktor pembeda pada hasil
penelitian ini.
Dilihat dari karateristik usia pasien, rentang usia lansia (50-64 tahun) dan manula
(65 tahun keatas) memiliki tingkat aktivitas fisik yang ringan. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Akmal (2012), dimana ditemukan pada
lansia dan manula terdapat keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik
dikarenakan kurangnya fasilitas yang mendukung untuk melakukan aktivitas fisik
dengan baik.20 Pada penelitian Irawan (2012) juga menjelaskan bahwa aktivitas
fisik pada lansia dan manula menurun dikarenakan tingginya gangguan depresi.21
Pada penelitian yang dilakukan oleh Windi & Tafal (2014) ditunjukkan bahwa
semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan, semakin kecil juga resiko terjadinya
obesitas. Hal ini tidak sesuai dengan hasil pada penelitian ini, dimana pada pasien
obesitas ditemukan tingkat aktivias fisik dalam tingkat sedang-berat (53,1%).22
Hal ini mungkin disebabkan karena pasien pada penelitian ini sudah melakukan
aktivitas fisik dalam tingkat sedang-berat sebagai salah satu tata laksana untuk
DM tipe 2. Hal tersebut ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Putra et
al (2015) dimana pasien DM tipe 2 memiliki tingkat aktivitas fisik yang baik
setelah diberikan informasi kepada pasien mengenai tata laksana DM Tipe 2.23
Pada penelitian ini didapatkan baik pasien yang memiliki Angka Kecukupan
Energi (AKE) kurang atau pun lebih banyak memiliki tingkat aktivitas fisik
rendah. Sedangkan pasien yang memiliki AKE yang cukup lebih banyak memiliki
tingkat aktivitas yang sedang-berat. Hal ini tidak terlalu sesuai dengan penelitian
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
yang dilakukan oleh Tucker et al (2015) dimana ditemukan bahwa lebih banyak
aktivitas fisik yang tinggi pada asupan energi yang tinggi. Hal ini disebabkan
karena asupan energi yang tinggi digunakan untuk melakukan tingkat aktivitas
fisik sedang-berat. Perbedaan ini dapat terjadi akibat perbedaan pada karateristik
subjek, dimana pada penelitian ini subjek telah dirawat di rumah sakit sehingga
asupan energi telah diatur sedemikian rupa.24
Karateristik angka kecukupan protein pada penelitian ini menunjukkan pasien
yang memiliki angka kecukupan protein lebih kebanyakan memiliki tingkat
aktivitas fisik ringan. Hal ini tidak sesuai dengan teori pada penelitian systematic
review yang dilakukan oleh Pedersen et al (2013) dimana dijelaskan bahwa
tingkat aktivitas fisik yang berat membutuhkan lebih banyak protein untuk
membentuk dan memperbaiki jaringan otot pada saat melakukan aktivitas fisik.
Perbedaan ini dapat terjadi karena penelitian Pederrsen tidak dilakukan
sepenuhnya pada pasien DM tipe 2. Hal ini perlu dipelajari lebih lanjut untuk
mengetahui perbedaan sebaran aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2. Masih
sedikit sekali studi yang meneliti hubungan antara aktivitas fisik dan asupan
protein pada pasien DM tipe 2.25
Penelitian ini menemukan bahwa pada asupan lemak, kebanyakan pasien DM tipe
2 memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah pada semua kelompok. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh He et al (2012) menunjukkan
bahwa subjek yang melakukan aktivitas fisik yang rendah lebih banyak terdapat
pada asupan lemak yang tinggi. Sedangkan untuk subjek dengan asupan lemak
yang rendah kebanyakan ditemui memiliki tingkat aktivitas fisik yang cukup.26
Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan karena pada penelitian ini subjek
yang memiliki asupan lemak yang rendah hanya sedikit (n = 3).
Berdasarkan karateristik asupan karbohidrat, ditemukan bahwa kebanyakan pasien
DM tipe 2 memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah pada semua kelompok. Hal
ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh He et al (2012) dimana
aktivitas fisik yang rendah dikaitkan hanya pada subjek yang memiliki asupan
karbohidrat rendah. Sedangkan untuk subjek dengan asupan karbohidrat yang
cukup dan berlebih kebanyakan ditemui memiliki tingkat aktivitas fisik yang
cukup.26 Perbedaan ini mungkin terjadi karena pada penelitian tersebut (He.,
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
2012), subjek yang memiliki asupan karbohidrat yang tinggi juga memiliki asupan
lemak yang rendah. Sedangkan pada penelitian ini, pasien memiliki tingkat
asupan karbohidrat dan lemak yang bervariasi antar satu sama lain. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaturan kandungan makanan pada pasien DM tipe 2
perlu dievaluasi lebih lanjut.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa pasien DM tipe 2 kebanyakan memiliki
tingkat aktivitas fisik yang rendah baik pada yang sudah maupun belum diberikan
obat sebagai tata laksana. Hal ini sama halnya pada penelitian yang dilakuka oleh
Abu-Ashour et al (2016) dimana baik pada pasien yang sudah maupun terlambat
menerima obat insulin, kedua kategori tersebut menunjukka bahwa kebanyakan
masih memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah.27
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara
aktivitas fisik dengan jenis kelamin pada pasien DM tipe 2 (p = 0,991). Penelitian
ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Han et al (2015) yang
menyatakan bahwa ditemukan hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik
dengan jenis kelamin pada pasien DM, dilandaskan dengan teori yang mendukung
dari Cantu & Fleuriet (2008) bahwa perempuan memiliki lebih banyak batasan
untuk melakukan aktivitas fisik, seperti tanggung jawab rumah tangga dan
mengasuh anak.31 Hasil penelitian meta-analisis dari Sobers-Grannum et al (2015)
juga mendapatkan bahwa pasien DM perempuan di Karibia lebih cenderung untuk
kurang melakukan aktivitas fisik dibandingkan dengan laki-laki. Empat belas dari
lima belas penelitian yang dianalisa menunjukkan bahwa perempuan memiliki
tingkat sedenter yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.15 Perbedaan
yang terjadi pada penelitian ini kemungkinan terjadi karena kebanyakan pasien
pada penelitian ini memiliki usia yang tua sehingga membuat data antar jenis
kelamin menjadi homogen.
Pada penelitian ini, didapatkan ditemukan hubungan yang tidak bermakna antara
usia dengan aktivitas fisik (p = 0,86). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Han et al (2015) yang menyatakan adanya hubungan bermakna
antara usia dan aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2, dimana pada usia yang lebih
tua ditemukan lebih banyak yang melakukan aktivitas fisik. Hal ini didukung oleh
teori dalam penelitian Cantu & Fleuriet (2008) dimana adanya peningkatan
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
motivasi pada usia tua dikarenakan meningkatnya resiko untuk terkena penyakit.18
Perbedaan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kategori usia berdasarkan
buletin lansia pusdatin tidak memiliki hubungan yang signifikan dalam
pengaturan aktivitas fisik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Panagiotakos (2007), juga ditemukan adanya
hubungan bermakna antara aktivitas fisik dan DM tipe 2 pada usia tua. Penelitian
tersebut didukung oleh teori bahwa aktivitas fisik yang cukup pada lansia dapat
mencegah komplikasi akibat DM tipe 2.28 Perbedaan pada penelitian ini
kemungkinan terjadi karena adanya perbedaan dalam mengkategorikan subjek,
dimana pada penelitian sebelumnya usia dibagi ke dalam kategori yang lebih
banyak atau diuji sebagai data numerik
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara
aktivitas fisik dengan status gizi pada pasien DM tipe 2 (p = 0,306). Hal ini tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siddiquee (2015) di Bangladesh
yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
aktivitas fisik pada subjek yang beresiko terkena DM tipe 2. Perbedaan ini
kemungkinan terjadi karena subjek pada penelitian ini sudah didiagnosis DM tipe
2 sehingga terdapat perbedaan dalam perlakuan aktivitas fisik. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa status gizi merupakan variabel yang penting dalam
mencegah DM tipe 2, sedangkan saat telah didiagnosis DM tipe 2 aktivitas fisik
harus dilakukan tanpa melihat status gizi.29
Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara
aktivitas fisik dan AKE pada pasien DM tipe 2. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Jarvandi et al (2014) dimana ditemukan bahwa tidak ada
hubungan yang berarti antara asupan energi saat sarapan dengan aktivitas fisik
pada pasien DM tipe 2.30 Pada penelitian yang dilakukan oleh Andrews et al
(2011) juga tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan pada aktivitas fisik
dan asupan energi. Pada penelitian tersebut, asupan makanan telah diatur sesuai
dengan pedoman untuk pasien DM tipe 2.31
Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan
asupan protein. Hal ini sejalan pada penelitian yang dilakukan oleh Sluijs et al
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
(2010), meskipun ditemukan adanya penurunan tingkat aktivitas fisik rendah
seiring meningkatnya asupan protein, tidak ditemukan adanya hubungan yang
signifikan antara kedua variabel tersebut.32 Pada penelitian systematic review oleh
Pedersen et al (2013) dinyatakan bahwa tidak banyak studi-studi yang meneliti
mengenai asupan protein dan aktivitas fisik. Studi-studi yang berhubungan dengan
asupan protein dan aktivitas fisik kebanyakan berdurasi pendek, penelitian pada
atlet, atau penelitian terhadap protein yang spesifik atau suplemen asam amino.
Kurangnya penelitian-penelitian yang berdurasi panjang mengakibatkan hasil
penelitian yang berbeda-beda.33
Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya signifikansi (p = 0,79)
antara aktivitas fisik dan asupan lemak pada pasien DM tipe 2. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Martinez-Gonzales et al (2008) yang
menyebutkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel
tersebut pada pasien DM tipe 2. Pada penelitian tersebut subjek penelitiannya
adalah orang-orang yang melakukan diet makanan Mediterranean (rendah
kandungan lemak)34, dimana hal tersebut serupa dengan jenis makanan tradisional
Indonesia yang memiliki kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan
makanan barat. Penelitian yang dilakukan di Surabaya oleh Linarda & Sindy
(2013) menyatakan bahwa masyarakat Surabaya masih sering untuk mengonsumsi
masakan tradisional Indonesia.35
Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dan
aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2 (p = 0,993). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Han et al (2012), dimana asupan karbohidrat tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap tingkat aktivitas fisik. Pada penelitian
teresebut dijelaskan bahwa asupan karbohidrat pada pasien DM tipe 2 dipengaruhi
oleh adanya perubahan pada tingkat TG, HDL-C, dan LDL sehingga secara tidak
langsung menjelaskan bahwa perubahan asupan karbohidrat tidak hanya
dipengaruhi oleh aktivitas fisik saja.26 Dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan
oleh Stephenson et al (2014) bahwa asupan karbohidrat berpengaruh pada DM
tipe 2 terlepas dari tingkatan aktivitas fisik.36
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tata
laksana obat-obatan dengan aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2. Hal ini tidak
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Koponen et al (2016) yang
menunjukkan bahwa adanya hubungan positif. Pada penelitian tesebut juga
dijelaskan bahwa pasien yang ditatalaksana dengan menggunakan insulin
cenderung untuk melakukan aktivitas fisik yang lebih rendah dibandingkan
dengan pemberian tata laksana obat oral.37
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan kelompok yang memiliki tingkat aktivitas fisik ringan
adalah usia 50 tahun keatas, status gizi normal dan lebih, asupan energi yang
kurang dan lebih, dan asupan karbohidrat kurang dan lebih.
Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan faktor-faktor seperti jenis
kelamin, usia, status gizi, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan
karbohidrat, dan pemberian tata laksana pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.
Saran
Dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan data primer fsn dan desain
studi cohort untuk dapat mengkategorikan data dengan lebih terkontrol.
Dikarenakan banyak sekali perbedaan dengan penelitian sebelumnya, disarankan
memakai sampel yang lebih banyak atau mencari subjek dengan karakteristik
yang lebih homogeny. Dilakukan penelitian serupa dengan menambahkan faktor-
faktor lain seperti tingkat glukosa dalam darah, kondisi sosio-ekonomi, durasi
terjadinya diabetes, faktor psikologis, dan faktor-faktor lainnya
Daftar Pustaka
1. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan analisis
diabetes. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014.
2. Schwingshackl L, Missbach B, Dias S, König J, Hoffmann G. Impact of
different training modalities on glycaemic control and blood lipids in
patients with type 2 diabetes: a systematic review and network meta-
analysis. Diabetologia. 2014;57(9):1789–97.
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
3. Colberg SR, Sigal RJ, Fernhall B, Regensteiner JG, Blissmer BJ, Rubin
RR et al. Exercise and type 2 diabetes: the American College of Sports
Medicine and the American Diabetes Association: joint position statement.
Diabetes Care. 2010; 33: 2692–6.
4. Lee I-M, Shiroma EJ, Lobelo F, Puska P, Blair SN, Katzmarzyk PT. Effect
of physical inactivity on major non-communicable diseases worldwide: an
analysis of burden of disease and life expectancy. Lancet.
2012;380(9838):219–29.
5. Mohammadi S, Karim NA, Talib RA, Amani R. Knowledge, attitude and
practices on diabetes among type 2 diabetic patients in Iran: a cross-
sectional study. Diabetes Metab Syndr. 2015;3(4):520.
6. Roglic G, World Health Organization. Global report on diabetes. Geneva,
Switzerland: World Health Organization; 2016. p 86.
7. Mathers CD, Loncar D. Projections of global mortality and burden of
disease from 2002 to 2030. Samet J, editor. PLoS Medicine.
2006;3(11):e442.
8. Mari A, Tura A, Natali A, Anderwald C, Balkau B, Lalic N, et al.
Influence of Hyperinsulinemia and Insulin Resistance on In Vivo -Cell
Function: Their Role in Human -Cell Dysfunction. Diabetes.
2011;60(12):3141–7.
9. American Diabetes Association. 7. Approaches to Glycemic Treatment.
Diabetes Care. 2015;38(Supplement_1):S41–8.
10. Fowler MJ. Diagnosis, Classification, and Lifestyle Treatment of Diabetes.
Diabetes Care. 2010;28(2):79–86.
11. Taylor R. Type 2 Diabetes: Etiology and reversibility. Diabetes Care.
2013;36(4):1047–55.
12. Armstrong MJ, Sigal RJ. Physical Activity Clinical Practice Guidelines:
What’s New in 2013? Can J Diab. 2013;37(6):363–6.
13. Palermo M, Sandoval MA. Assessment of physical activity level among
patients with type 2 diabetes mellitus at the up – phillipine general hospital
diabetic clinic. Journal of the Asean Federation of Endocrine Societies.
2016;31(2):144-9
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
14. Jelantik IMG, Haryati E. Hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin,
kegemukan dan hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di
wilayah kerja puskesmas matara. Media Bina Ilmiah. 2014;1(8)
15. Sobers-Grannum N, Murphy MM, Nielsen A, Guell C, Samuels TA,
Bishop L, et al. Female gender is a social determinant of diabetes in the
Caribbean: a systematic review and meta-analysis. PLoS One.
2015;10(5):e0126799
16. Kirkman MS, Briscoe VJ, Clark N, Florez H, Haas LB, Halter JB, et al.
Diabetes in Older Adults. Diabetes Care. 2012;35(12):2650–64.
17. Wharton S, Sharma AM, Lau DCW. Weight Management in Diabetes.
Can J Diabetes. 2013;37:S82–6.
18. Han BH, Sadarangani T, Wyatt LC, Zanowiak JM, Kwon SC, Trinh-
Shevrin C, et al. Correlates of physical activity among middle-aged and
older Korean Americans at risk for diabetes. J Nurs Scholarsh.
2015;48(1):48-57
19. Howitt C, Hambleton IR, Rose AMC, Hennis A, Samuels TA, George KS,
et al. Social distribution of diabetes, hypertension and related risk factors
in Barbados: a cross-sectional study. BMJ Open. 2015;5(12):e008869
20. Akmal HF. Perbedaan asupan energi, protein, aktivitas fisik dan status gizi
antara lansia yang mengikuti dan tidak mengikuti senam bugar lansia.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/37552/1/Hilda_Fauzia_A-G2A008093-
LAP.KTI.pdf
21. Irawan H. Gangguan depresi pada lanjut usia. CDK-210. 2013;40(11):815-
9.
22. Widianti W, Tafal Z. Aktivitas fisik, stres, dan obesitas pada pegawai
negeri sipil. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2014 Feb;8(7):330-6.
23. Putra GPK, Rondhianto, Wijaya D. Pengaruh perencanaan diet diabetes
mellitus dengan model self care terhadap diet self care behar dan kolesterol
total pada klien dengan diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas
rambipuji Kabupaten Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 2015
May;3(2):319-26
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
24. Tucker LA, Erickson A, LeCheminant JD, Bailey BW. Dairy Consumption
and Insulin Resistance: The Role of Body Fat, Physical Activity, and
Energy Intake. J Diabetes Res. 2015;2015:1–11.
25. Pedersen AN, Kondrup J, Børsheim E. Health effects of protein intake in
healthy adults: a systematic literature review. Food Nutr Res.
2013;57:21245.
26. He YN, Feskens EJ, Li YP, Zhang J, Fu P, Ma GS, et al. Association
between high fat-low carbohydrate diet score and newly diagnosed type 2
diabetes in Chinese population. Biomed Environ Sci. 2012:25(4):373-82
27. Abu-Ashour W, Chibrikova L, Midodzi W, Twells L, Gamble J. Factors
associated with early insulin initiation in Type 2 diabetes: a Canadian
cross-sectional study. Diabet Med. 2016 Jan 19.
28. Panagiotakos DB, Polystipioti A, Polychronopoulos E. Prevalence of type
2 diabetes and physical activity status in elderly men and women from
Cyprus (the MEDIS Study). Asia Pac J Public Health. 2007;19:22-8.
29. Siddiquee T, Bhowmik B, Da Vale Moreira NC, Mujumder A, Mahtab H,
Khan AKA, et al. Prevalence of obesity in a rural Asian Indian
(Bangladeshi) population and its determinants. BMC Public Health. 2015
Dec;15(1):1-9
30. Jarvandi S, Schootman M, Racette SB. Breakfast intake among adults with
type 2 diabetes: influence on daily energy intake. Public Health Nutr.
2015;18(12):2146–52.
31. Andrews R, Cooper A, Montgomery A, Norcross A, Peters T, Sharp D, et
al. Diet or diet plus physical activity versus usual care in patients with
newly diagnosed type 2 diabetes: the Early ACTID randomised controlled
trial. Lancet. 2011;378(9786):129–39.
32. Sluijs I, Beulens JWJ, van der A DL, Spijkerman AMW, Grobbe DE, van
der Schouw YT. Dietary intake of total, animal, and vegetable protein and
risk of type 2 diabetes in the European Prospective Investigation into
Cancer and Nutrition (EPIC) NL study. Diabetes Care. 2010; 33: 43–8.
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016
33. Pedersen AN, Kondrup J, Børsheim E. Health effects of protein intake in
healthy adults: a systematic literature review. Food Nutr Res.
2013;57:21245.
34. Martinez-Gonzalez MA, Fuente-Arrillaga C d. l., Nunez-Cordoba JM,
Basterra-Gortari FJ, Beunza JJ, Vazquez Z, et al. Adherence to
Mediterranean diet and risk of developing diabetes: prospective cohort
study. BMJ. 2008 Jun 14;336(7657):1348–51.
35. Linarda F, Sindy. Perilaku masyarakat Surabaya terhadap keputusan
pembelian makanan tradisional Indonesia ditinjau dari faktor eksternal &
internal. Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa. 2013;1(2):514-28.
36. Stephenson EJ, Smiles W, Hawley JA. The relationship between exercise,
nutrition and type 2 diabetes. Med Sport Sci. 2014;60:1-10.
37. Koponen AM, Simonsen N, Suominen S. Determinants of physical activity
among patients with type 2 diabetes: the role of perceived autonomy
support, autonomous motivation and self-care competence. Psychol Health
Med. 2016 Mar 7;1–13.
Aktivitas Fisik ..., Tommy Toar Huberto Purnomo, FK UI, 2016