Post on 04-Apr-2018
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
1/14
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dilihat dari segi Agama dan Budaya yang masing masing memiliki keeratan
satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang orang yang belum
memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya pada suatu
kehidupan.
Penulis masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang
mencampur adukkan nilainilai Agama dengan nilainilai Budaya yang padahal
kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, bahkan mungkin
berlawanan. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai nilai agama sekaligus
memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan
Apa itu kehidupan sosial masyarakat, yang tersusun berbentuk makalah dengan
judul agama dalam kehidupan sosial. Penulis berharap apa yang diulas, nanti
dapat menjadi paduan pembaca dalam mengaplikasikan serta dapat menerapkan
konsep yang benar antara agama dalam kehidupan sosial.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep mengenai
agama dalam kehidupan sosial.
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
2/14
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Berdasarkan sudut pandang kebahasaan (bahasa Indonesia pada umumnya)
Agama berasal dari kata sangsakerta yang artinya tidak kacau. Agama diambil
dari dua suku kata, yaitu a yang berarti tidak, dan gama yang berarti kacau. Hal itu
mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu peraturan yang mengatur
kehidupan manusia supaya tidak kacau. Agama dalam bahasa Inggris bermakna
religion, dan religie dalam dahasa Belanda. Keduanya berasal dari bahasa latin,
religio, dari akar kata religare yang berarti mengikat.1
Dalam bahasa arab, agama
dikenal dengan kata al-din dan al-milah. Kata al-din sendiri mengandung berbagai
arti. Ia dapat diartikan al-mulk (kerajaan), al- khidmad (pelayanan), al-ikrah
(pemaksaan), al-ihsan (kebijakan), al-adat (kebiasaan), al-ibadah (pengabdian) dan
lain-lain. Sedangkan pengertian al-din yang berarti agama adalah nama yang
bersifat umum. Artinya tidak ditujukan kepada salah satu agama; ia adalah nama
untuk setiap kepercayaan yang ada di dunia ini.2
Anthony F.C. Wallace
(1966:107) mendifinisikan agama sebagai seperangkat upacara, yang rasionalitas
mitos, dan yang menggerakkan kekuatan supranatural dengan maksud untuk
mencapai atau menghindarkan suatu keadaan pada manusia atau alam.3
Definisi
1Dadang Kahmad, Sosiologi Agam (Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002), 128.
2 Ibid., 14
3Ibid., 120
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
3/14
3
ini mengandung suatu pengakuan bahwa kalau tidak dapat mengatasi masalah
serius yang menimbulkan kegelisahan, manusia berusaha mengatasi dengan
memanipulasikan makhluk dengan kekuatan supranatural. Untuk itu digunakan
upacara keagamaan, yang oleh Wallace.
B. Pengertian Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki
tatanan kehidupan, norma-norma, adat-istiadat yang sama-sama ditaati dalam
lingkungannya. Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang
menjadi dasar kehidupan sosial dalam kehidupan mereka, sehingga dapat
membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri kehidupan yang khas.4
Kehidupan manusia tak terpikirkan di luar masyarakat. Individu-individu tidak bisa
hidup dalam keterpencilan sama sekali selama-lamanya.
Manusia membutuhkan satu sama lainnya untuk bertahan hidup dan untuk
hidup sebagai manusia. Kesaling ketergantungan menghasilkan bentuk kerjasama
tertentu yang rukun, dan menghasilkan bentuk masyarakat tertentu. Sebagai
makhluk sosial seorang individu tidak dapat berdiri sendiri, saling membutuhkan
antara satu dengan yang lain, dan saling mengadakan hubungan sosial ditengah-
tengah masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang saling
berinteraksi, yang memiliki prasarana untuk kegiatan tersebut dan adanya saling
keterikatan untuk mencapai tujuan bersama.5
Ketika kita menyendiri, kita bisa
menikmati kebebasan dan bisa melepaskan diri dari ikatan-ikatan sosial. Tetapi,
4
M Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, CV Pustaka Setia, Bandung, 1999, h. 85 5Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial, (Kanisius, Jakarta. 1999), h. 215
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
4/14
4
ketika kita mulai berhubungan dengan individu lain, kita berada dalam suatu
lingkungan sosial dalam seperangkat aturan, norma, hukum dan nilai yang
mengikat. Kita tidak bisa menikmati kebebasan individual, tetapi terikat berbagai
kewajiban moral terhadap individu yang lain.6
Dalam kehidupannya, manusia tidak dapat keluar dari lingkungan sosial
yang mengikat, sehingga fakta sosial akan membentuk dan mempengaruhi
kesadaran individu serta pelakunya yang berbeda dari karakteritis, biologis, atau
karakteristik individu lainnya yang berangkat dari asumsi umum. Lebih lagi karena
sosial merupakan fakta yang riil. Fakta sosial, sebagai gejala sosial mempunyai tiga
karakteristik utama. Pertama, fakta sosial bersifat eksternal terhadap individu.
Artinya, fakta sosial merupakan cara bertindak, berfikir dan berperasaan yang
memperlihatkan sifat patut dilihat sebagai sesuatu yang berbeda di luar kesadaran
yang berbeda. Kedua, fakta sosial itu memaksa individu. Seorang individu dipaksa,
diyakinkan, didorong atau dipengaruhi oleh berbagai fakta sosial dalam lingkungan
masyarakatnya. Artinya fakta sosial mempunyai kekuatan memaksa individu
melepaskan kemauannya sendiri, sehinga eksistensi kemauannya terlingkupi oleh
semua fakta sosial. Ketiga, fakta sosial itu bersifat umum atau tersebar secara
bersama, milik semua individu yang berada dalam lngkungan masyarakat tersebut.
Sosial benar-benar kolektif, sehingga pengaruhnya pada individu juga merupakan
hasil dari kolektif ini
6Kahmad, Sosiologi Agama, h. 15
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
5/14
5
C. Fungsi-Fungsi Agama
Agama bukanlah suatu entitas independen yang berdiri sendiri. Agama terdiri
dari berbagai dimensi yang merupakan satu kesatuan. Masing-masingnya tidak
dapat berdiri tanpa yang lain. seorang ilmuwan barat menguraikan agama ke dalam
lima dimensi komitmen. Seseorang kemudian dapat diklasifikasikan menjadi
seorang penganut agama tertentu dengan adanya perilaku dan keyakinan yang
merupakan wujud komitmennya. Ketidakutuhan seseorang dalam menjalankan lima
dimensi komitmen ini menjadikannya religiusitasnya tidak dapat diakui secara utuh.
Kelimanya terdiri dari perbuatan, perkataan, keyakinan, dan sikap yang
melambangkan (lambang=simbol) kepatuhan (=komitmen) pada ajaran agama.
Agama mengajarkan tentang apa yang benar dan yang salah, serta apa yang baik
dan yang buruk.7
Agama berasal dari Supra Ultimate Being, bukan dari kebudayaan yang
diciptakan oleh seorang atau sejumlah orang. Agama yang benar tidak dirumuskan
oleh manusia. Manusia hanya dapat merumuskan kebajikan atau kebijakan, bukan
kebenaran. Kebenaran hanyalah berasal dari yang benar yang mengetahui segala
sesuatu yang tercipta, yaitu Sang Pencipta itu sendiri. Dan apa yang ada dalam
agama selalu berujung pada tujuan yang ideal. Ajaran agama berhulu pada
kebenaran dan bermuara pada keselamatan. Ajaran yang ada dalam agama memuat
berbagai hal yang harus dilakukan oleh manusia dan tentang hal-hal yang harus
dihindarkan. Kepatuhan pada ajaran agama ini akan menghasilkan kondisi ideal.
7Fauzan Saleh, Asror Yusuf (Ed.)Agama sebagai Kritik Sosial: Membangun Kesalehan
Individu dan Sosial untuk Kesejahteraan yang Humanis, (STAIN Kediri: Ircisod Pers, Jogjakarta,
2005Hlm. 45
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
6/14
6
D. Agama dalam, Kehidupan Sosial
Mereka yang sekuler berusaha untuk memisahkan agama dari kehidupan
sehari-hari. Mereka yang marxis sama sekali melarang agama. Mengapa mereka
melakukan hal-hal tersebut? Kemungkinan besarnya adalah karena kebanyakan dari
mereka sama sekali kehilangan petunjuk tentang tuntunan apa yang datang dari
Tuhan. Entah mereka dibutakan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan,
atau mereka memang menutup diri dari segala hal yang berhubungan dengan
Tuhan.
Alasan yang seringkali mereka kemukakan adalah agama memicu perbedaan.
Perbedaan tersebut menimbulkan konflik. Mereka memiliki orientasi yang terlalu
besar pada pemenuhan kebutuhan untuk bersenang-senang, sehingga mereka tidak
mau mematuhi ajaran agama yang melarang mereka melakukan hal yang
menurutnya menghalangi kesenangan mereka, dan mereka merasionalisasikan
perbuatan irasional mereka itu dengan justifikasi sosial-intelektual. Mereka
menganggap segi intelektual ataupun sosial memiliki nilai keberhargaan yang lebih.
Akibatnya, mereka menutup indera penangkap informasi yang mereka miliki dan
hanya mengandalkan intelektualitas yang serba terbatas.8
Mereka memahami dunia dalam batas rasio saja. Logika yang mereka miliki
begitu terbatasnya, hingga abstraksi realita yang bersifat supra-rasional tidak
mereka akui. Dan hasilnya, mereka terpenjara dalam realitas yang serba empiri.
Semua harus terukur dan terhitung. Walaupun mereka sampai sekarang masih
belum memahami banyaknya fungsi alam yang bekerja dalam mekanisme supra
8Adnan, Islam Sosialis, Pustaka Rasail, Semarang. Cet. 1 2003.
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
7/14
7
rasional, keterbatasan kerangka berpikir yang mereka miliki menegasikan semua hal
yang tidak dapat ditangkap secara inderawi.
Padahal, pembatasan diri dalam realita yang hanya bersifat empiri hanya akan
membatasi potensi manusia itu sendiri. Dan hal ini menegasikan tujuan hidup yang
selama ini diagungkan para penganut realita rasio-saja, yaitu aktualisasi diri dan
segala potensinya.
Agama, dengan sandaran yang kuat pada realitas supra rasional, membebaskan
manusia untuk mengambil segala hal yang terbaik yang dapat dihasilkannya dalam
hidup. Semua-apakah hal itu bersifat empiri-terukur, maupun yang belum dapat
diukur. Empirisme bukanlah suatu hal yang ditolak agama. Agama yang benar,
yang bersifat universal, mencakup segi intelektual yang luas, yang diantaranya
adalah empirisme. Agama tidak mereduksi intelektualitas manusia dengan
membatasi kuantitas maupun kualitas suatu idea. Agama yang benar, memberi
petunjuk pada manusia tentang bagaimana potensi manusia dapat dikembangkan
dengan sebesar-besarnya. Dan sejarah telah membuktikan hal tersebut.
Kesalahan yang dibuat para penilai agama-lah yang kemudian menyebabkan
realita ajaran ideal ini menjadi terlihat buruk. Beberapa peristiwa sejarah yang
menonjol mereka identikan sebagai kesalahan karena agama. Karena keyakinan
pada ajaran agama. Padahal, kerusakan yang ditimbulkan adalah justru karena
jauhnya orang dari ajaran agama. Kerusakan itu timbul saat agama-yang
mengajarkan kemuliaan- disalahgunakan oleh manusia pelaksananya untuk
mencapai tujuan yang terlepas dari ajaran agama itu sendiri, terlepas dari
pelaksanaan keseluruhan dimensinya.
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
8/14
8
E. Pelembagaan Agama
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan agama? Kami mengurapamakan
sebagai sebuah telepon. Jika manusia adalah suatu pesawat telepon, maka agama
adalah media perantara seperti kabel telepon untuk dapat menghubungkan pesawat
telepon kita dengan Telkom atau dalam hal ini Tuhan. Lembaga agama adalah suatu
organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan menurut keyakinan yang
dianut oleh masing-masing agama. Penduduk Indonesia pada umumnya telah
menjadi penganut formal salah satu dari lima agama resmi yang diakui pemerintah.
Lembaga-lembaga keagamaan patut bersyukur atas kenyataan itu. Namun
nampaknya belum bisa berbangga. Perpindahan penganut agama suku ke salah satu
agama resmi itu banyak yang tidak murni.9
Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa.
Pemaksaan terjadi melalui perselingkuhan antara lembaga agama dengan lembaga
kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman
sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau
lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar
agama sering membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut
agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau
negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut
agama penguasa baru.
9Ibid, hal. 97
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
9/14
9
Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada
umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama monoteis mulai
diperkenalkan. Di Indonesia tradisi saling memanfaatkan berlanjut pada zaman
orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar lima agama resmi.
Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima agama resmi, termasuk
penganut agama suku, terpaksa memilih salah satu dari lima agama resmi versi
pemerintah. Namun ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang
yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka.
Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat
besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih
banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya, daripada
agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap
bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku
umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya
praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi.
Namun nampaknya tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bernuansa agama
suku bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-
mana terutama di desadesa.
10
Demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata,
maka upacarav-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai
dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara agama sukuyang selama ini ditekan
dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan yang mendapat
10M Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, h. 165
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
10/14
10
siraman air dan pupuk yang segar. Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih
tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata
orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat membara.
Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya berakar
dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari
baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka itu
pada umumnya merupakan pemeluk yang fanatik dari salah satu agama monoteis
bahkan pejabat atau pimpinan agama.
F. Nilai Agama dalam kehidupan pribadi dan sosial
Nilai dalam kehidupan tentunya telah diatur sedemikian rupa oleh
masyarakat itu sendiri sehingga masyarakat mengerti akan ketetapan dan batas-
batas dalam bersikap terhadap sesama dan lingkungannya
Agama dapat mengendalikan perasaan seseorang yang kemudian membuat
pemilik perasaan-perasaan itu memiliki pertimbangan penuh dalam melakukan
tindakan-tindakannya. Sehingga apa yang kita lakukan adalah perbuatan yang
berdasarkan pada kaidah bahwa Allah melihat dan mengamati kita di mana saja dan
kapan saja. Hal ini akan membuat kita tidak akan terdorong oleh luapan-luapan
perasaan atau tindakan yang melampaui batas-batas ketentuan Allah. Salah satunya
tercermin dengan bersikap bijaksana dalam berperilaku dan interaksi sosialnya.
Tanpa agama , masyarakat akan berubah menjadi masyarakat Jahiliyah yang
diwarnai oleh kekacauan dimana-mana, masyarakat tersebut akan diliputi oleh
perasaan ketakutan dan kecemasan di berbagai penjuru, karena masyarakatnya
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
11/14
11
menjadi berprilaku liar dan buas. Yang ada di benak mereka hanyalah perbuatan
buruk yang menghancurkan.
Adapun agama yang seharusnya tegak pada masyarakat Islam yaitu agama
"Laa ilaaha illallah Muhammadan Rasuulullah." Makna dari ungkapan tersebut
adalah bahwa masyarakat Islam benar-benar memuliakan dan menghargai agama
itu dan juga berusaha untuk memperkuat agama tersebut didalam akal maupun hati.
Masyarakat itu juga mendidik generasi Islam untuk memiliki agama tersebut serta
berusaha menghalau pemikiran-pemikiran yang tidak benar dan syubhat yang
menyesatkan. Masyarakat tersebut juga berupaya menampakkan (memperjelas)
keutamaan-keutamaan agama dan pengaruhnya dalam kehidupan individu maupun
sosial dengan perantara dari sarana alat komunikasi yang berpengaruh dalam
masyarakat, seperti masjid-masjid, sekolah-sekolah, surat-surat kabar, radio,
televisi, sandiwara, bioskop dan seni dalam segala bidang, seperti puisi. prosa,
kisah-kisah dan teater. Yang nantinya diharapkan dapat diserap dengan lebih baik
oleh mereka yang menerimanya.11
Demikianlah agama dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat dan
demikianlah hendaknya pengaruh agama dalam setiap masyarakat yang
menginginkan menjadi masyarakat Islam, saat ini dan di masa yang akan datang.
Sesungguhnya agama Islamiyah dengan segala rukun dan karakteristiknya adalah
merupakan dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat yang kuat, karena itu
bangunan yang tidak tegak di atas agama Islamiyah maka sama dengan
membangun di atas pasir yang mudah runtuh.
11Ibid., h. 132
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
12/14
12
Begitulah nilai-nilai agama dalam kehidupan pribadi dan sosial yang
mengandung nilai-nilai kebenaran, keyakinan serta ketaatan. Yang merupakan nilai-
nilai yang akan membentuk pribadi yang baik, bijak dan bermanfaat untuk
lingkungannya sehingga nanti secara otomatis dapat menciptakan masyarakat yang
rukun yang berakhlak mulia serta bermanfaat.
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
13/14
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama
yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial,
argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan
kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari
makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang
diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan
sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di
mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu
dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
B. Saran
Dengan dibuat nya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa
memahami dan dapat menerangkan permasalahan mengenai agama agama dan
dalam kehidupan 13sosial.
7/30/2019 Agama Dalam Kehidupan Sosial
14/14
14
DAFTAR PUSTAKA
Dadang Kahmad, Sosiologi Agam Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002
M Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, CV Pustaka Setia, Bandung, 1999
Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial, Kanisius, Jakarta. 1999
Fauzan Saleh, Asror Yusuf (Ed.)Agama sebagai Kritik Sosial: Membangun
Kesalehan Individu dan Sosial untuk Kesejahteraan yang Humanis, (STAIN
Kediri: Ircisod Pers, Jogjakarta, 2005
Adnan, Islam Sosialis, Pustaka Rasail, Semarang.