Post on 20-Apr-2018
1
A. Judul Karya: Motif Emum Berangkat dalam Ekpresi Kriya Kayu
B. Latar Belakang Penciptaan
Kesenian merupakan produk budaya suatu bangsa, semakin tinggi nilai kesenian
satu bangsa maka semakin tinggi nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Sebagai
salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian tidak pernah lepas dari
masyarakat, sebab kesenian juga merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan segala
bentuk ungkapan cipta, rasa dan karsa manusia.
Kesenian sebagai ungkapan kreativitas manusia akan tumbuh dan hidup apabila
masyarakat masih tetap memelihara, memberi peluang bergerak, serta menularkan dan
mengembangkan untuk kemudian menciptakan sesuatu kebudayaan baru. Sebagai
produk budaya yang melambangkan masyarakatnya maka kesenian akan terus
berhadapan dengan masyarakat dalam arti kesenian menawarkan interpretasi tentang
kehidupan, kemudian masyarakat menyambutnya dengan berbagai cara (Yandri,
2009:158).
Menurut Soedarso Sp (dalam Mikkes Susanto, 2002:102) “Seni adalah karya
manusia yang mengkomunikasikan pengalaman batin disajikan secara indah atau
menarik hingga merangsang timbulnya pengalaman batin pula pada manusia lain yang
menikmati”
Motif Emun Berangkat adalah salah satu warisan budaya masyarakat di daerah
Gayo (Aceh). Emun Berangkat merupakan salah satu motif dari kerawang Gayo, bagi
masyarakat Gayo produk budaya ini memilki peran dan fungsi yang sangat besar dalam
sejarah perkembangan peradaban Gayo. karena motif ini disamping dapat dinikmati
sebagai hasil sebuah karya seni juga mengandung penggambaran budaya Gayo itu
sendiri.
Menurut Sudarjo Motif merupakan pokok dari suatu ide dalam karya seni.
Hubungan dengan kedudukan dengan ornamen, maka motif merupakan bentuk pokok
yang diolah dengan cara menyusun dalam berbagai variasi, sehingga menghasilkan satu
2
pola. Sedangkan menurut Dalidjo motif merupakan bentuk-bentuk nyata yang dipakai
sebagai titik tolak dalam menciptakan ornamen (Zainal, 2002:14).
Etnik Gayo merupakan suatu suku tang terdapat di dataran tinggi Gayo, yaitu
berada di jantung Provinsi Aceh. Masyarkat Gayo merupakan bagian dari melayu tua,
menelusuri asal usul orang Gayo, tidak banyak sumber atau artefak, yang ada hanya
cerita atau yang dikenal dengan istilah Kekeberen atau cerita turun temurun dari
keturunan Raja Lingga (Reje Lingge). Asal suku Gayo adalah dari negeri ROM
(Romawi). Masyarakat Gayo istilah Romawi sangat sulit disebut jadi disingkat dengan
istilah ROM. Raja permata kerajaan Lingga adalah anak dari raja Romawi kuno,
bertempat dikota Istambul Turki. Begitu juga dengan asal kata Lingge yang artinya
adalah suara. Karena menurut pendapat masyarakat tersebut, Reje Lingge (Raja Lingga)
mendengar suara tetapi tidak ditemukan dari mana arah suara tersebut. Sehingga raja
Lingga (Reje Lingge) memberi nama kerajaannya dengan nama Lingge (suara). Raja
Lingga (Reje Lingge) bernama Adi Genali (Mahmud Ibrahim 2007:14).
Menurut Iwan Gayo dalam Ensiklopedia Aceh Kerawang adalah ragam hias
masyarkat Gayo yang berupa motif-motif, pola atau corak yang ditampilkan pada
pakaian atau untuk memperindah bentuk bangunan, motifnya terdiri dari Ulen-Ulen
(Bulan), Tei Kukur (Kotoran Burung), Emun Berangkat (Awan Berarak) dan Pucuk
Rebung (Pucuk Rebung) dan lain-lain (1988: 1250).
Jadi Motif Kerawang Gayo adalah bentuk pokok atau pola ragam hias suatu
benda yang diterapkan pada pakaian adat, rumah adat, dan pada kerajinan masyarakat
tradisional Gayo. Ada beberapa jenis motif dalam Kerawang gayo, salah satunya adalah
motif Emun berangkat.
Motif Emun Berangkat (beriring) yaitu motif geometrik yang merupakan
lingkaran memusat dengan berbagai ragam hias. Motif emun berangkat (awan yang
berarak) adalah lambang ketinggian cita-cita dengan harapan bahwa manusia akan
mampu mengarungi cobaan hidup di dunia ini (Syukri-Kompas: 2012)
Motif emun berangkat berbentuk melengkung ke satu titik pusat lingkaran.
Lengkungannya bukanlah berbentuk lingkaran penuh, akan tetapi lengkungan yang
memiliki tunas atau cabang untuk mmenyambungan motif selanjutnya. Adanya
pengulangan motif dengan dibalik arah lengkungannya, dan begitul seterusnya terjadi
pengulangan yang panjang.
3
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengangkat Motif Emun Berangkat
dalam Ekpresi Kriya Kayu. Alasannya Motif Emun Berangkat merupakan produk
budaya sealain memiliki nilai estetika juga memiliki bentuk yang menarik, serta nilai
filosofis yang tinggi. Melalui Motif Emun Berangkat, selain mengangkat karya seni
sebagai ekpresi, secara tidak langsung pengkarya telah mengangkat fenomena budaya
dan sosial masyarakat Gayo. Betapa pentingnya karya seni, selain memilki nilai
estetika, nilai funsi juga mampu mangangkat budaya tradisi yang telah tertinggal.
C. Rumusan Ide Penciptaan
Perwujudan sebuah karya seni kriya bukan hanya berbicara mengenai fungsi
semata. Akan tetapi karya yang mampu melahirkan nilai-nilai budaya yang mampu
memberi pesan moral dan sosial kepada masyarakat. Nilai-nilai dimunculkan berupa
tanda-tanda, seperti simbol, icon, dan indek. Dengan demikian ide penciptaan karya ini
dapat dirumuskan
1. Bagaimana mewujudkan visualisasi Motif Emun Berangkat ke dalam ekpresi karya
seni
2. Bagaimana wujud visual karya melalui Motif Emun Berangkat dalam ekpresi kriya
kayu
3. Bagaimana mewujudkan karya seni melalui Motif Emun Berangkat ke dalam
budaya global.
D. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Tujuan dalam penciptaan tugas akhir karya seni ini adalah:
a. Untuk lebih memahami nilai-nilai estetika, bentuk dan makna yang
terkandung dalam Motif Emun Berangkat
4
b. Merealisasikan gagasan bentuk Motif Emun Berangkat yang bersumber dari
nilai budaya ke dalam karya seni kriya.
c. Memperkenalkan Motif Emun Berangkat dalam penciptaan karya kriya
kayu untuk tetap menjaga dan mempertahankan hasil budaya lokal.
2. Manfaat
a. Meningkatkan kemampuan kreativitas kriyawan dalam berproses
menciptakan karya seni di kalangan akademik.
b. Sebagai media komunikasi penyampaian pesan moral dari seniman kepada
masyarakat umum.
c. Mendorong seniman atau kriyawan untuk berfikir kreatif, dan professional.
Sehingga karya yang dihasilkan mampu memberikan penbelajaran ilmu dan
pengetahuan kepada masyarakat, baik dalam konteks nilai budaya, nilai
estitika, maupun nilai filosifis melalui karya seni kriya.
E. Keaslian Karya (Orisinalitas)
Karya seni yang diciptakan oleh seniman sangat erat hubungannya dengan karya
yang pernah lahir sebelumnya. Karena suatu karya yang memiliki nilai filosofis akan
tetap filosofisnya selama karya tersebut dalam konteks budaya yang sama. Akan tetapi
penerapan karyanya akan berbeda dengan bentuk aslinya, begitu juga dengan nilai yang
terkandung di dalamnya akan mengalami pengembangan. Fenomena ini sering disebut
sebagai nilai orisinalitas karya (keaslian karya)
Orisinalitas adalah proses kreatif yang melibatkan perenungan secara mendalam
serta menghindari peniruan secara buta (peniruan semata mata demi peniruan). Suatu
karya seni dianggap orisinil jika sebuah karya dapat menampilkan kebaruan konsep,
persoalan, bentuk atau gaya yang ditampilkan adalah baru dan yang menjadi karya
5
memiliki kebaruan dapat dilihat dari adanya kecakapan konseptual (Sumartono,
1992:2)
Orisinalitas: sifat sebuah karya yang serba baru menurut konsep maupun bentuk
dan temanya, sehingga ada perbedaan dari karya-karya lain yang telah terkenal. Sejak
zaman romantik, orasinalitas dianggap sebagai syarat agar sebuah karya pentas dihitung
sebagai karya seni. (mike susanto, 2002:81)
Berdasarkan hal tersebut maka untuk menjaga orisinalitas karya seni yang akan
diciptakan, maka dilakukan penelitian ke lapangan dan studi pustaka tentang Motif
Emun Berangkat sebagai ide penciptaan karya seni. Hasil dari penelitian tersebut dan
studi pustaka yang dilakukan, maka akan diketahui karya-karya yang bertemakan Motif
Emun Berangkat sebagai ide penciptaan karya seni yang menggunakan media kayu
belum ada. Namun penerapan Motif Pucuk Rebung ini sering dipergunakan oleh
Masyarakat Gayo pada pakaian adat, Tolak angin rumah, dan kerajinan gtradisional
seperti kendi gayo, guci dan sebagainya.
Penerpan motif tradisi pada sebuah benda bersifat tradisi seperi pakaian adat,
rumah adat, kerajinan tradisional dan sebagainya. Tentu berbeda dengan karya yang
diciptakan nantinya Motif Emun Berangkat dalam ekpresi Kriya Kayu. Motif tradisional
diterapkan pada benda tradisional lebih berwujud kepada penerapan motif aslinya.
Karena suatu hal yang tradisi sifatnya turun temurun tampa ada perubahan dari masa ke
masa. Sedangkan dalam karya yang diciptakan nantinya hanya mewujudkan sebagian
bentuk, ekpresi, simbol dan makna yang terdapat dalam motif Emun Berangkat.
Untuk lebih meyakinkana keaslian perwujudan karya ini, penulis akan
membandingkan benda tradisi Gayo yang diberi motif Motif Emun Berangkat dengan
karya seni yang akan diciptakan nantinya yang berangkat dari Motif Emun Berangkat.
Berdasarkan perkembangan budaya memang Motif Emun Berangkat sudah banyak
diangkat seniman atau desainer sebagai ide pembuatan desain Logo suatu organisai,
desain pakaian, desain stempel, dan desain lainnya. Namun dalam penerapan Kriya
yang merubah wujud asli Motif Emun Berangkat ke dalam karya seni belum ada.
Desain-desain tersebut banyak terdapat di internet, majalah, buku dan sebagainya.
6
Selain itu juga karya seni yang diciptakan nantinya akan dibandingkan dengan kendi
bentuk Motif Emun Berangkat aslinya.
Berikut beberapa Gambar sebagai Perbandingan keaslian Karya
Gambar 1
Penerapan Motif Emun Berangkat Pada Kufiah
Gambar 2
Peneran Motif Emun Berangkat Pada desain Logo
Gambar 3
Penerapan motif Emun Berangkat pada pakaian adat
7
F. Kajian Sumber Penciptaan
Sumber ide dalam mewujudkan karya seni dapat diambil dari beberapa aspek.
misalnya mengangkat karya seni yang sudah ada atau karya seni masa lampau, dan
karya seni yang belum pernah diciptakan. Mewujudkan kembali karya seni masa
lampau bukan berarti mewujudkan karya serupa, akan tetapi mengangkat nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Tentunya dalam menemukan ide dan mewujudkan
karyanya perlu pengkajian secara mendalam mengenai karya tersebut. Adapun
pengkajian sumber yang dilakukan adalah.
1. Studi Lapangan
Melakukan penelitian atau pengamatan terhadap kehidupan realita sehari-
sehari dibutuhkan dalam pencarian ide. Penelitian ini dapat dilaksanakan di daerah-
daerah diseluruh Indonesia. Ada banyak hal yang sangat penting di kaji dalam
penelitiannya, seperti nilai visual, nilai filosofis, nilai sebab akibat, nilai moral, dan
lain-lain. Nilai visual meliputi bentuk, model, ukuran, warna, hiasan atau corak,
jenisnya dan semua yang tampak dalam titik obyek tersebut, sedangkan nilai sebab
akibat dan nilai moral lebih cenderung kepada hidup keseharian obyek. Kegiatan ini
dapat langsung disaksiakan lansung dan wawancara dengan obyek yang
bersangkutan.
2. Studi Pustaka
Karya seni secara akadimis tidak pernah terlepas dari konsep dan filosofi secara
teoritis yang berhubungan dengan karya yang akan diwujudkan nantiya. Konsep dan
filosofi secara teoritis dapat diproleh dari tinjauan pustaka, mencari referensi berupa
buku, majalah, koran, jurnal, media online dan referensi lainnya baik berupa tulisan
maupun gambar.
Seni sebagai ekpresi merupakan hasil ungkapan batin seorang seniman yang
terbabar dalam karya seni lewat medium dan alat. Pada saat seseorang sedang
mengekpresikan emosinya. (Kartika, 2004:6). Sedangkan menurut Wulllur dalam Alex
Sabur, (2003: 424) Melukiskan Ekpresi sebagai “pernyataan batin seseorang dengan
cara berkata, bernyanyi, bergerak, dengan catatan bahwa ekpresi itu selalu tumbuh
karena dorongan akan menjelmakan peranan atau buah pikiran”.
8
Begitu juga halnya dengan Motif Emun Berangkat dalam ekpresi kriya kayu,
mewujudkan nilai-nilai dalam Motif Emun Berangkat tersebut ke dalam karya seni
dengan media kayu. Dalam konteknya nilai Motif Emun Berangkat merupakan sesuatu
yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas. Bagi manusia sesuatu itu bernilai berarti
sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia baik secara religi maupun
secara karya seni.
Nilai adalah ukuran derajat tinggi rendah atau kadar yang dapat didiperhartikan,
diteliti atau di hayati dalam berbagai objek yang bersifat fisik (kongkrit) maupun
abstrak”. Motif Emun Berangkat mempunyai suatu yang dapat diukur dan diteliti karena
bersifat objek atau fisik. Dari itu Motif Emun Berangkat mempunyai nilai estetis. Nilai
estetika dapat di lihat dari segi bentuk dan isi se buah karya seni (Dharsono, 2004: 20)
Menurut Soedarso (2006: 78) Seni adalah bentuk dan isi, seni memilki bentuk
kasatmata ataupun kasatrungu, maksudnya, yang dapat dilihat dan ada yang dapat di
dengar, atau dapat dilihat dan didengar sekaligus. Hal itu merupakan bungkus dari isi
atau konten yang ada di dalamnya. Sedangkan menurut Jakob Sumardjo (2000: 116)
bentuk seni adalah isi seni itu sendiri. Bagaimana bentuknya begitulah isinya, seniman
menciptakan sebuah karya seni karena ada sesuatu yang ingin disampaikannya kepada
orang lain.
Persoalan bentuk dan isi memang tidak pernah lepas dari sebuah karya seni.
Baik itu seni tradisi, modern, kontenporer dan yang lainnya, persoalan bentuk dan isi
tidak pernah ditinggalkan. Tingginya isi atau makna sebuah karya seni ditentukan oleh
kesempunaan bentuknya. Begitu juga dengan bentuk, apabila ide pemikiran terkonsep
dengan sempurna maka bentuk askan mudah melahirkannya.
Bentuk (form) adalah totalitas dari pada karya seni. Bentuk itu merupakan
organisasi atau satu kesatuan atau komposisi dari unsur pendukung karya. Ada dua
macam bentuk: pertama visual form yaitu bentuk fisik dari sebuah karya seni atau satu
kesatua dari unsur-unsur pendukung karya seni tersebut. Kedua spesial form yaitu
bentuk yang tercipta karena danya hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang
dipancarkan oleh penomena bentuk fisiknya terhadap tanggapan kesadaran emosional.
(Kartika, 2004: 30).
9
Motif Emun Berangkat (Awan berarak) merupakan motif yang berbentuk
geometrik dengan lingkaran memusat, memanjang, dan bersambung secara berulang.
Jika diamati bentuk pengulangan tersebut tampak seperti deretan gunung dan perbukitan
yang terdiri dari lembah dan ngarai, merupakan penggambaran bukit barisan sesui
dengan alam Gayo(Zainal, 2002: 44).
Secara universal bentuk motif emun berangkat sama dengan motif Kaluk Paku
di Sumatera Barat. Yaitu suatu motif yang bentuknya diambil dari tumbuhan paku
melengkung dan menuju satu pusat lingkran. Begitu juga dengan motif emun berangkat
motit yang berbentuk melengkung ke satu titik pusat lingkaran. Mukin perbedaannnya
terletak pada daun dari masing-masing motif. Lengkungan motif emun berangkat
bukanlah berbentuk lingkaran penuh, akan tetapi lengkungan yang memiliki tunas untuk
mmenyambungan motif selanjutnya. Sehingga motif ini tidak berdiri sediri, maliankan
adanya pengulangan motif dengan dibalik arah lengkungannya. Begitulah seterusnya
terjadi pengulangan yang panjang dalam motif emun berangkat ini. Seperti Gambar ()
Gambar 4
Bentuk Motif Emun berangkat
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa bentuk Motif Emun Berangkat bukan
bentuk lingkaran penuh, namun motif berbentuk garis yang melengkung, menuju satu
titik pusat lingkaran. Gambar motif berwarna putih merupakan Motif Emun Berangkat
Pengulangan dari yang terbesar sampai ke motif terkecil namun masih dalam bentuk
yang sama. Kemudian motif berwarna kuning merupakan Motif Emun Berangkat
pengulangan pendek tapi ada pariasi dalam pengulangan, baik secara vertikal horizontal
mapun original.
10
Ada beberapa unsur bentuk yang terdapat dalam Motif Emun Berangkat,
diantaranya garis lengkung diibaratkan sebagai batang tumbuhan yang menjalar atau
induk dari sebuah tumbuh-tumbuhan. kemudian daun yang berbentuk tajam seperti
ujung rencong, daun terdiri dari dua sampai dengan lima disetiap motif sebagai penguat
garis lengkung biat tidak kaku, selain itu juga daun ini menggambarkan awan yang
bergerak yang dihembuskan angin. Seterusnya bunga kapas yang muncul satu sampai
tiga buah setiap sudut-sudut tertentu dalam motif tersebut.
Selain itu juga ada yang mengasumsikan motif emun berangkat ini seperti irama
gerakan angin yang sedang bergerak menuju swatu arah atau satu titik. Menurut tokoh
Gayo Aman Rus (dalam Zainal: 45) Motif emun berangkat lebih earat kaitannya dengan
suatu musim didaearah Gayo, yang dikenal dengan musim depik (Ikan Depik). Musim
ini ditandai dengan keluar ikan depik dari dasar danau laut tawar banyak sekali,
malahan adanya yang menagkapanya berkunye-kunye (satu Kunye: 1000 Liter). Pada
musim ini awan berarak dari arah barat ke arah timur bergumpal-gumpal menuju kesatu
arah disertai tiupan angin dan gerimis sepanjang hari, awan ini mempengaruhi
masyarakat Gayo merasa haru dituangkan ke dalam karya seni yaitu Motif Emun
berangkat.
Bentuk-bentuk di atas tersusun dengan suatu bentuk nyatu karena adanya
penggabungan dari beberapa unsur rupa, yaitu titik, garis, bidang, dan ruang. Sehingga
menghasilkan suatu bentuk dalam suatu kesatuan. Kemudian adanya penggabungan
beberapa bentuk yang menyatu sehingga tersusun menjadi bentuk Motif Emun
Berangkat tersebut. Maka Motif Emun Berangkat menjadi sebuah karya yang tersusun
secara terstrukur dan terorganisir.
Struktur atau suasana dari suatu karya seni adalah aspek yang menyangkut
keseluruhan dari karya itu dan meliputi juga peranan masing-masing bagian dalam
keseluruhan itu. Kata struktur mengandung arti bahwa di dalamnya karya seni itu
terdapat suatu pengoranisasian, penataan, ada hubungan tertentu antara bagian-bagian
yang tersusun itu. Akan tetapi dengan adanya suatu penyusun atau hubungan yang
teratur antara bagian-bagian, belumlah terjamin bahwa apa yang terwujud sebagai suatu
keseluruhan yaitu merupakan sesuatu yang indah (Djelantik 2001:37).
Motif Emun Berangkat bukan sekadar pola hiasan pada sebuah benda, tetapi ia
merupakan warisan budaya nenek moyang masyarakat Gayo yang sangat erat hubungan
11
dengan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut di antaranya nilai budaya, nilai identitas, dan nilai
filosofis.
Secara nilai budaya Motif Emun Berangkat seabagi salah satu motif Kerawang
gayo memiliki peranan penting dalam budaya Gayo. Oleh karena itu, keberadaan Motif
Emun Berangkat merupakan ekspresi dari keyakinan masyarakat Gayo dalam
menunjukkan eksistensi kebudayaan mereka. Sedangkan Nilai Identitas Motif Emun
Berangkat memiliki bentuk dan ragam hias yang khas dan unik. Dengan menyebut kata
Motif Emun Berangkat atau Motif Kerawang Gayo pada umumnya sudah tentu akan
memberikan identitas budaya bagi masyarakat Gayo.
Kemudian secara filosofis Motif Emun Berangkat memilki makna
kebersamaan, seia-sekata, dan kerukunan. Hal ini dapat dilihat dari bentuknya yang
saling menyatu antara motif yang satu dengan motif yang lain. Tidak ada ruang pemisah
antara lengkungan dan daun serta bunga. Walaupun terjadi beberapa kali pengulangan
motif yang sama, mukin ada sebagian ukurannya kecil sedang samapaik kepada ukuran
terbesar, akan tetapi motifnya tetap saling menyatu.
Begitulah gambaran sistem kemasyarakat Gayo itu sendiri, kebersamaan
merupakan nilai yang terpenting dalam kehidupan bermasayrakat. Sebagaiman pepatah
gayo mengatakan “Pantas Berule Lemem Bertona” (sepapah sepupuh, senasip
sepenanggungan). Hidup seperti satu keluarga, saling menolong, peduli sesama, dan
saling-sehat menasehati.
Berdasarkan penjelasan di atas Motif Emun Berangkat, meliputi bentuk,
struktur , filosofis dan nilai–nilai lain yang terkadung di dalamnya. Maka lahirlah ide-
ide yang baru untuk menciptakan sebuah karya seni. Dengan melahirkan bentuk-bentuk
karya seni baru, dimana karya tersebut berbeda dengan wujud aslinya. Begitu juga
dengan persoalan nilai akan melahirkan nilai-nilai baru. Walaupun demikian bentuk dan
makna sebenarnya tetap diwujudkan sebagai roh dalam karya tersebut. Baik dipandang
secara historis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.
Hal yang demikian akan dijadikan sebagai konsep penciptaan karya, baik karya
fungsional atau karya estetis. Namun yang paling mendasar adalah ide penciptaan karya
nantinya berangkat dari bentuk, nilai, dan filosofis Motif Emun Berangkat .
12
G. Landasan Penciptaan
Karya seni lahir pada dasarnya beranjak dari realitas sosial. Pengalaman pribadi
yang terjadi sehari-hari baik secara sadar maupun secara tidak sadar dapat menjadi ide
dalam penciptaan. Banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut, karena kurangnya
kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan. Sebagai seniman akademis harus peka
terhadap keadaan demikian. Karena pengalaman impirik, fenomena sosial dan nilai
budaya dalam masyarakat dapat dijadikan sebagai landasan dalam menciptakan karya.
Dengan demikian karya yang lahir nanti memiliki pesan kepada masyarakat, seolah-
olah masyarakat sudah pernah merasakan kejadian tersebut. Walaupun belum
merasakan setidaknya masyarakat mampu memberikan penapsiran secara benar
terhadap karya seni yang diciptakan. Seperti yang dikatakan Gustami:
Suatu karya seni memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan kehidupan,
yang biasa tersimpan di balik wujud fisiknya. Telah dikemukakan, karya seni
yang hidup adalah karya seni yang memiliki kekuatan berdialog dengan
penikmatnya, bisa membangkitkan komunikasi, bisa mendendangkan cerita visi
dan misi yang diembannya, sungguh dialog itu adalah komunikasi antara
kriyawan dengan penikmatnya (2004:13).
Monroe Beardsley mangatakan, ada tiga unsur utama yang harus dipenuhi dalam
menciptakan karya seni, agar karya tersebut dapat dikatakan indah. Unsur tersebut
adalah 1. Unity (Kesatuan), 2. Comlexity (kerumitan, kompleksitas) dan 3. Intensty
(kesungguhan/intensitas) (Kartika, 2004: 148).
Berdasarkan dua pendapat diatas, landasan penciptaan karya seni didasarkan atas
dua unsur penting yang menjadi satu kesatuan. Unsur tesebut adalah karya seni harus
memiliki nilai-nilai keindahan. Melahirkan nilai keindahan dalam karya seni juga harus
memandang bagaimana masyarakat menikmatinya. Sehingga perpaduan nilai estetika
dengan fenome sosial masyarakat akan menyatu dalam satu kesatuan yang utuh dalam
ekpresi kriya kayu dengan sumber ide Motif Emun Berangkat.
Penerapan visualisasi Motif Emun Berangkat dalam ekpresi kriya kayu akan
dilahirkan dalam bentuk-bentuk simbol, ekpresi, deformasi. Sehingga nilai dan pesan
yang disampaikan nantinya kepada masyarakat tidak lagi nilai tunggal, akan tetapi
sudah menjadi nilai majemuk. Artinya meskipun pengangkatannya dalam nilai budaya
Gayo, pesan yang disampaikan bukan lagi sebagai nilai budaya Gayo secara tunggal.
13
Akan tetapi, nilai-nilai budaya secara global. Sehingga seluruh kalangan masyarakat
dapat menikmati nilai estetika dan pesan moral yang disampaikan.
` Menurut Sausure simbol adalah satu tanda bentuk tanda yag semu natural, yang
tidak sepenuhnya arbirter (terbentuk begitu saja), atau termotivasi. Sedangkan menurut
peirce sebuah tanda berdasarkan konvesi. Simbol seharusnya ditunjukan bagi peirce
(make susanto, 2002: 104).
Simbol Motif Emun Berangkat bagi masyarakat Gayo adalah sebuah warisan
tradisi berupa karya seni rupa yang melambangkan kebersamaan, dan kerukunan. Hal
ini didasarkan kepada penerapannya pada sebuah benda tertentu. Dalam perwujudan
karya seni nantinya bukan lagi mengambil sebatas simbol Motif Emun Berangkat.
Namun penulis mencoba menerapkan simbol-simbol budaya Gayo dalam kontek global
atau penandaan secara umum. Penerapan karyanya akan melahirkan simbol kekuasaan
atas dasar kerajaan linge, simbol kebersamaan dan kerukunan atas dasar bentuk motif,
kemudian simbol Islam atas dasar budaya Gayo dan adat Gayo berlandaskan Islam, dan
simbol lainnya yang berhubungan dengan budaya, sejarah dan kehidupan masyarakat
Gayo.
Ekpresi yang diwujudkan dalam karya ini berupa bentuk, warna dan komponen-
komponen Motif Emun Berangkat. Sehingga melahirkan nilai-nalai yang terkadung
dalam karya tersebut berupa ekpresi karya secara umum. Kemudian bentuk wujud
karyanya akan mengalami perubahan dari bentuk asli baik secara keseuruhan maupun
sebagian atau sering disebut dengan Deformasi.
Deformasi adalah perubahan bentuk yang sangat kuat/besar sehingga kadang-
kadang tidak ada lagi berwujud figur semula atau sebenarnya. Sehingga hal ini dapat
memunculkan figur/karakter baru yang lain dari sebelumnya (Make susanto, 2002: 104)
Melalui definisi tersebut pengkarya akan mewujudkan bentuk karya hanya
mewakili dari bentuk Motif Emun Berangkat yang asli saja. Sehingga karya yang
dihasilkan akan lebih tinggi nilai estetisnya dan juga akan lebih banyak fungsinya baik
secara fisik maupun non fisik.
14
H. Metode Penciptaan
Lahirnya sebuah karya seni tentu bukan lahir begitu saja, akan tetapi mengalami
proses yang tersistematis oleh pengkaryanya. Proses dalam pembuatan karya secara
tersusun akan memudahkan pengkarya dalam menciptakannya. Kematangan konsep
yang dirancang pasti ada nantinya dalam proses pengolahan akan mengalami
perubahan, untuk menambah nilai keindahan ataupun menutupi suatu kesalahan yang
terjadi. Perubahan itu wajar asalkan tidak mengalami perubahan secara keseluruhan
baik dari segi wujud, isi maupun dari konsep dari rancangan karya tersebut. Secara
sistematis menurut Gustami ada tiga metode penciptaan karya seni
Dalam proses melahirkan sebuah karya seni khususnya seni kriya secara
metodologis melalui tiga tahapan utama, yaitu (1) Eksplorasi, yang meliputi
langkah pengembaraan jiwa, dan penjelajahan dalam menggali sumber ide. Dari
kegiatan ini akan ditemukan tema dan berbagai persoalan. Langkah kedua
adalah menggali landasan teori, sumber dan referensi serta acuan visual untuk
memperoleh konsep pemecahan masalah. (2) Perancangan, yang terdiri dari
kegiatan menuangkan ide dari hasil analisis yang telah dilakukan ke dalam
bentuk dua dimensional atau disain. Hasil perancangan tersebut selanjutnya
diwujudkan dalam bentuk karya, dan (3) Perwujudan, yang merupakan
perwujudan menjadi karya. Dari semua tahapan dan langkah yang telah
dilakukan perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui secara menyeluruh
terhadap kesesuaian antara gagasan dengan karya yang diciptakan. (2007:329).
1. Tahap Ekplorasi
Ekplorasi merupakan langkah-langkah awal dalam usaha mewujudkan karya
yang meliputi proses, prinsip serta prosedur yang digunakan untuk menghadapi dan
menyelesaikan masalah. Langkah-langkah tersebut meliputi penggalian sumber
penciptaan baik secara langsung di lapangan maupun pengumpulan data referensi
mengenai tulisan-tulisan dan gambar yang berhubungan dengan karya. Selain itu
juga akan dilakukan pengumpulan data acuan visual sebagai katalog yag mendekati
konsep dasar penciptaan. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis
data untuk memecahkan masalah secara teoritis, yang dipakai nanti sebagai tahap
perancangan.
15
Gambar Acuan
Gambar 5
Motif Emun Berangkat
Gambar 6
Penerapan Motif Emun Berangkat pada desain
Gambar 7
Penerapan Motif emun berangkat pada kain
16
Gambar 8
Penerapan Motif Emun Berangkat pada tas
Gambar 9
Penerapan Motif Emun Berangkat Pada Topi
Gambar 10
Penerapan Motif Emun Berangkat pada kain
17
2. Perancangan
a. Desain Alternatif
Sebelum mewujudkan sebuah karya seni. Perlu adanya penggalian ide dan
imajinasi secara visualisasi, media, teknik dan alat yang digunakan nantinya.
Penggalian idenya berupa membuat gambaran-gambaran umum dengan
mempertimbangkan unsur ide tersebut.
Gambar 11
Desain Alternatif 1
(Karya: Ansar Salihin)
Gambar 12
Desain Alternatif 2
(Karya: Ansar Salihin)
18
Gambar 13
Desain Alternatif 3
(Karya: Ansar Salihin)
Gambar 14
Desain Alternatif 4
(Karya: Ansar Salihin)
Gambar 15
Desain Alternatif 5
(Karya: Ansar Salihin)
19
Gambar 16
Desain Alternatif 6
(Karya: Ansar Salihin)
Gambar 17
Desain Alternatif 7
(Karya: Ansar Salihin)
20
Gambar 18
Desain Alternatif 8
(Karya: Ansar Salihin)
Gambar 19
Desain Alternatif 9
(Karya: Ansar Salihin)
Gambar 20
Desain Alternatif 10
(Karya: Ansar Salihin)
21
b. Desain terpilih
Desain terpilih merupakan desain-desain yang dipilih dari desain
alternatif. Beberapa desain tepilih tentunya dipilih oleh pembimbing dengan
mempertimbangkan dari segi bentuk, makna yang berupa simbol-simbol.
Disamping itu juga memperhatikan keseimbangannya, komposisi, proporsi dan
tehnis dalam pengerjaan. Hal ini dilakukan karena desain terpilih merupakan
desain yang diwujudkan dalam bentuk karya seni yang sesui dengan ide
penciptaan.
Gambar 21
Desain Terpilih 1
Meja Rak TV
Judul: Kekuatan
(Karya: Ansar Salihin)
22
Gambar 22
Desain Terpilih 2
Jam Dinding
Judul: Menempuh
(Karya: Ansar Salihin)
Gambar 23
Desain Terpilih 3
Hiasan Dinding Kaligrafi
Judul: Punah
(Karya: Ansar Salihin)
23
c. Gambar Kerja
Gambar 24
Gambar Kerja desain 1
(Karya: Ansar Salihin)
24
Gambar 25
Gambar Kerja desain 2
(Karya: Ansar Salihin)
Gambar 26
Gambar Kerja desain 3
(Karya: Ansar Salihin)
25
3. Perwujudan Karya
Proses perwujudan merupakan puncak dari penerapan ide yang selama ini
digali. Kemampuan dan keterampilan kriyan dapat diketahui dari proses perwujudan
ini. Proses perwujudan juga melipui beberapa bagian, yaitu (1) bahan, alat, teknik
(2) pembentukan karya dan finishing.
a. Bahan
Bahan pokok yang digunakan yang digunakan dalam karya seni ni adalah
Kayu surian. Sedangkan bahan pendukungnya melipui lem foxi, lem fox,
lem cina, dan bahan pendukung lainnya.
b. Alat-alat
a. Alat Gambar dan Tulis
Alat gambar dan tulis ini digunakan ketika membuat perancangan desain atau
Sketsa alternative serta memindahkan desain ke media yang akan digarap.
a. Pensil,
b. Spidol,
c. Penggaris,
d. Jangka,dan
e. Kertas
2. Alat Pemotong
Alat pemotong ini digunakan untuk memotong bahan sesuai dengan
ukuran atau kebutuhan yang diinginkan, alat pemotong gergaji digunakan untuk
membentuk potongan kecil. Beberapa alat pemotong yang digunakan antara
lain:
26
a. Gergaji,
b. Jigshow,
c. Sekrol,
3. Alat Perata
Alat perata digunakan untuk merata permukaan kayu. Bagian yang
nantinya datar akan dirata dengan alat perata mesin atau manual. Seperti ketam
manual dan ketam mesin
a. ketam manual.
b. ketam mesin.
4. Alat Pemukul
Alat pemukul yang digunakan antara lain palu kayu dan palu besi. palu
kayu digunakan untuk memukul pahat ukir sewaktu proses pembentukan. Palu
besi digunakan untuk memukul bagian paku kebagian kulit
a. palu kayu,dan
b. palu besi,
5. Alat Pembentuk
Alat pembentuk digunakan sebagai membentuk sesuai dengan yang
dinginkan minsalnya pahat ukir digunakan untuk pembentukan global.
Sedangkan pahat bubut digunakan untuk membentuk bulatan. dan pisau ukir
digunakan untuk mendetail.
a. Pahat ukir,
b. Pahat bubut, dan
c. Pisau raut
27
6. Alat Pembantu
Alat pembantu ini seperti tang digunakan sebagai membengkokkan besi.
obeng fungsingnya digunakan untuk pemasangan kabel lampu.
a. Tang,
b. Obeng, dan lain-lain.
c. Teknik
a. Teknik ukir rendah
b. Teknik ukir dalam
c. Teknik ukir tembus
d. Teknik Kontruksi
4. Finishing
Finishing adalah suatau rangkaiyan kerja terakhir yang diinginkan agar
diperoleh hasil yang lebih baik. Proses ini dilakukan dua tahap kerja yaitu penghalusan
dengan menggunakan amplas dan proses pewarnaan. Proses amplas dilakukan setelah
karya selesai diolah, untuk menghaluskan permukaan kayu yang terlihat kasar. Finshin
yang digunakan adalah finishing sitem milamin, akan tetapi dalam tahap pewarnaan,
akan menggunakan gradasi warna. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut
a. Gosok dengan kertas amplas no 150
b. Gosok dengan kertas amplas no 180
c. Menutup pori-pori dengan dempul
d. Gosok dengan kertas amplas no 180
e. Pemberian warna
f. Gosok dengan kertas amplas no 200
g. Untuk menonjolkan warna beri sending seller
h. Gosok dengan kertas amplas no 200 ulang 2 x
i. Sebagai finishing akhir memberikan clear gloss dan dop.
28
Kepustakaan
Abidin, Zainal. 2002, Makna Simbolik Warna dan Motif Kerawang Gayo pada Pakaian
Adat Masyarakat Gayo, Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Yogyakarta.
Djelantik, A.A.M. 2004, Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia bekerja sama denga Arti: Bandung.
Gustami, SP. 2007, Butir-Butir Mutiara Estetika, Ide Dasar Penciptaan Karya,
Prasiswa: yogyakarta.
Ibrahim, Mahmud, DKK. 1980, Seni Rupa Aceh, PEMDA NAD: Aceh
Kartika, Dharsono Sony. 2004, Seni Rupa Modern, Rekayasa Sains: Bandung
Mangunsuwito. 2011, Kamus Saku Bahasa Indonesia, Widatamma Pressindo: Jakarta
Mike, Susanto. 2002, Diksi Rupa Kumpulan Istilah Seni Rupa, Kanisius anggota IKAPI:
Yogyakarta.
Sumardjo, Jakob. 2000, Filsafat Seni, ITB: Bandung
Sobur, Alex. 2003, Psikologi Umum, CV Pustaka Setia: Bandung.
Sumartono. 1992, Orisinalitas Karya Seni Rupa dan Pengakuan Internasional, dalam
SENI Jurnal Pengetahan dan Penciptaan Karya Seni, II/02, BP ISI Yoyyakarta:
Yogyakarta.
Soedarso, Sp 1991, Perkembangan Kesenian Kita, BP, ISI Yogyakarta: yogyakarta.
Tamraj, Mahmud, dkk. 1998, Seni Rrupa Aceh, Aceh: tampa penerbit
Widyawati, Setya. 2003, Buku Ajar Filsafat Seni, P2AI bekerja sama dengan STSI
Press Surakarta: Surakarta.
Sumber lain
Muhammad Syukri, 2012 “Batik Gayo, Seni Menyulam Falsafah” Kompas.com diakses
20 September 2012