Post on 27-Oct-2015
description
KUINOLON
Antibiotika golongan kuinolon, bekerja dengan menghambat satu atau lebih enzim
topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri.
URAIAN:
Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan Kuinolon lama. Golongan
Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang termasuk golongan ini antara lain adalah
Spirofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin,
Sparfloksasin, Lornefloksasin, Flerofloksasin dan Gatifloksasin.
Mekanisme Kerja Kuinolon :
Pada saat perkembang biakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi
dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini
akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah.
Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase.
Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman
dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
Indikasi:
Gastroenteritis termasuk kolera, shigelosis, diare turis (traveller’s diarrhea),
campylobacter dan salmonella; kankroid; penyakit radang panggul (dengan doksisiklin dan
metronidazole); penyakit legionela; meningitis (termasuk profilaksis meningitis
mengingokokus); infeksi saluran napas termasuk infeksi pseudomonas pada cystic fibrosis,
tetapi tidak pada pneumonia peneumokokus; infeksi saluran kemih; infeksi tulang dan sendi;
septicemia; antraks; infeksi kulit; otitis eksterna; profilaksis pada bedah.
Kontraindikasi : Riwayat gangguan tendon berhubungan dengan penggunaan kuinolon.
Efek Samping dan Interaksi Obat :
Golongan antibiotika Kuinolon umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Efek
sampingnya yang terpenting ialah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat.
Sifat-sifat farmakologi :
a. obat golongan kuinolon didistribusikan lebih luas
b. Sebagian besar dieksresikan di dalam urine
1. Sediaan di Pasaran
a. Spirofloksasin
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan
Spirofloksasin 250 mg, 500 mg, 750 mg bahkan ada yang 1.000 mg. Juga tersedia
dalam bentuk infus dengan kandungan Spirofloksasin 200 mg/100 ml.
b. OfloksasinAntibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan
Ofloksasin 200 mg dan 500 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus dengan kandungan
Ofloksasin 200 mg/100 ml.
c. MoksifloksasinAntibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
Moksifloksasin kandungan 400 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus dengan
kandungan Moksifloksasin 400 mg/250 ml.
d. LevofloksasinAntibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan Levofloksasin 250 mg dan 500 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus
dengan kandungan Levofloksasin 500 mg/100 ml.
e. PefloksasinAntibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan
Pefloksasin 400 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus dengan kandungan Pefloksasin
400 mg/125 ml dan ampul dengan kandungan Pefloksasin 400 mg/5 ml.
f. NorfloksasinAntibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan
400 mg.
g. SparfloksasinAntibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan
200 mg.
h. LornefloksasinAntibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan 400 mg.
i. FlerofloksasinAntibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan 400 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus dengan kandungan 400 mg/100
ml.
j. GatifloksasinAntibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan kandungan
400 mg. Juga tersedia dalam bentuk vial untuk ijeksi dengan kandungan 400 mg/40 m
Absorpsi
Pada pemberian dosis 100 mg, kadar serum puncak rata-rata adalah 1,0 mcg/ml setelah 2 jam.
Sedang pada dosis 200 mg dan'300 mg, kadar puncak rata-rata berturutturut adalah 1,65
mcg/ml dan 2,8 mcg/ml.
Distribusi
Pada pemberian per oral, ofloxacin didistribusi dengan baik kedalam berbagai jarinigan
termasuk kulit, saliva, tonsila palatina, sputum, prostat, cairan prostat, kandung empedu,
empedu, air mata, uterus, ovarium, dan duktus ovarii.
Pengobatan dilakukan selama 5 hari dengan dosis yaitu 1-2 tetes pada mata yang terinfeksi,
setiap 2 jam sekali, hingga lebih 8 kali per hari, untuk hari pertama dan kedua.
Selanjutnya setiap 4 jam sekali hingga lebih dari 4 kali per hari, untuk hari ke-3 hingga hari
ke-5. Sebagai kesimpulan, tetes mata levofloxacin 0.5% jika diberikan dalam dosis 5 hari,
aman dan efektif untuk terapi konjungtivitis bakterial pada pasien anak. Terapi dengan lev-
ofloxacin 0.5% memiliki keuntungan klinis karena aktivitas antibakteri spektrum luas yang
dimiliki levofloxacin, terutama dalam melawan organisme gram positif seperti S. Pneumo-
niae.
Floxa 0.6ml mini dose
Sedian ini adalah antibiotik Ofloxacin 3,00 mg yang merupakan tetes mata steril yang
berwarna kuning muda.
Obat ini memiliki akifitas bakterisid terutama pada bakteri gram negative seperti Pseu-
domonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes, Proteus dan Klebsiella sp, bekerja dengan
cara menghambat sintesis protein sel bakteri tersebut juga terhadap strain yang sensitive
dari Staphylococci termasukS.aureus dan S.epdermidis (koagulase positif dan koagulase
negative termasuk strain yang tahan Penicilinase). Streptococci termasuk juga beberapa spe-
sies non-haemolytic dan beberapa jenis streptococcus pneumonia.
Floxa diindikasikan untuk mengobati infeksi pada mata yang disebabkan oleh bakteri yang
sensitive. Efek samping yang sering terjadi adalah rasa pedih, gatal, dan merah-merah pada
konjungtiva. Reaksi ini terjadi terhadap kurang dari 3% pasien yang diobati den-
gan Floxa dan reaksi yang sama dapat terjadi pada penggunaan antibiotic aminoglikosida
lainnya. Jika ofloxacin topical digunakan bersama antibiotic aminoglikosida sistemik maka
kadar serum total harus selalu dimonitor.
L F X 0,6 ml mini dose
Sedian antibiotik dengan komposisi Levofloxacin 5,00 mg yang tidak berwarna, jernih, den-
gan pH antara 5-8 yang merupakan suatu anti infeksi.
Memiliki aktifitas bakteriid terutama terhadap bakteri gram negative seperti P.aeruginosa,
Enterococcus sp, Proteus, dan Klebsiella sp, juga terhadap strain yang sensitive dari Staphy-
lococci (termasuk S.aureus dan Streptococci) jugatermasuk S.pneumoniae.
Diindikasikan untuk infeksi ocular eksternal mata seperti konjungtivitis yang disebabkan
mikroorganisme yang peka terhadap Levofloxacin seperti strain Staphylococcus sp, Strepto-
coccus pneumonia, Micrococcus sp., Enterococus sp., Corynebacterium sp., Pseudomonas
sp., Pseudomonas aeruginosa dan Haemophyllus sp. Penggunaan antibiotyik topical beta lak-
tam dengan LFX dapat menurunkan /menghilangkan aktivitas LFX.
Obat ini harus dalam pengawasan dokter karena pemakaian yang lama dapat menyebabkan
pertumbuhan organisme yang tidak sensitive termasuk jamur, yang dapat menimbulkan su-
per infeksi.
Efek samping biasanya adalah rasa pedih, iritasi dan eyelid itching.
Lyteers 0,6 ml mini dose
Zat aktif nya adalah Sodium Chloride 4,4 mg dan Kalium Chloride 0.8 mgsedangkan zat
tambahan nya adalah Saliva Orthana (mucin), yang merupakan sediaan steril mata yang
bekerja sebagai pembasah/lubricant pada mata yang kering dan berfungsi untuk memperta-
hankan agar permukaan mata tetap basah. Membentuk lapisan pelindung pada permukaan
mata yang disebut lapisan air mata (tears film).
Diindikasikan untuk melumasi dan menyejukkan mata kering akibat kekurangan skresi air
mata atau teriritasi karena kondisi lingkungan, ketidaknyamanan karena penggunaan ‘Con-
tact Lens’, gangguan penglihatan karena kelebihan lender pada mata.
Obat ini hampir tidak ada efek samping, dan pengguanaan untuk anak-anak dibawah usia 6
tahun harus dengan pengawasan orang tua nya.
Protagenta 0.6 ml mini dose
Zat yang terkandung di dalamnya adalah Polyvinylpyrrolidone 20,0 mg, Vitamin A, dan
Natrium Hyaluronat. Polyvinylpyrrolidone sebagai bahan yang mempunyai keaktifan khas,
suatu koloid protektif makromolekuler yang secar fisikokimia sangat mirip protein.
Obat ini juga dapat menstabilkan dan sekaligus sebagai pengganti lapisan cairan mata pre
corneal dan karena itu mendorong mempercepat penyembuhan lesion epitel kornea. Karena
fungsi koloid protektifnya.
Diindikasikan untuk menghilangkan gejala iritasi lokal yang disebabkan debu, gas, atau
gangguan lakrimasi. Manifestasi rangsangan pada mata disebabkan produksi cairan air mata
yang kurang atau tidak cukup (mata kering). Selain itu juga sebagai pelicin untuk lensa kon-
tak.
Tropine 1% 0,6 ml mini dose
Mengandung Atropine sulfate 1 mg yuabg merupakan suatu antikolinergik yang meng-
hasilkan dilatasi pupil dan paralisis. Bekerja dengan cara menghambat respon otot sfingter
iris dan otot akomodasi badan ciliar terhadap perangsangan kolinergik, menghasilkan dilatasi
pupil (midriasis) dan paralisi akomodasi (sikloplegia).
Tropine 1% ini digunakan:
- untuk mengukur kesalahan-kesalahan refraksi. Biasanya dianjurkan untuk refraksi
pada anak-anak hingga usia 6 tahun dan pada anak-anak dengan strabismus konvergen
dan tidak digunakan pada orang dewasa karena masa kerjanya yang panjang.
- Pengobatan pada iris dan saluran uveal,
- Synechiae posterior (pencegahan dan perawatan) : Atropin dapat digunakan untuk di-
latasi pupil guna memecahkan synechiae posterior dan mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi parah yang ditimbulkan oleh synechiae serta dapat juga digunakan untuk mence-
gah pembentukan Synechiae posterior.
- Midriatik pre operasi dan pasca operasi.
Tidak boleh untuk pasien galukoma atau berkecenderungan menjadi glaucoma misalnya
glaucoma anterior sudut sempit, dan pasien yang menunjukkan hipersensitivitas terhadap
obat ini.
Tropine juga memiliki efek samping yaitu efek samping lokalnya dapat meningkatkan
tekanan intra okuler, rasa menyengat sesaat dan sensitifitas terhadap cahaya sekunder pada
dilatasi pupil. Pemakaian jangka panjangnya dapat menimbulkan iritasi local, hiperaemia,
oedemia dan konjungtivitis.
Sedangkan efek samping sistemik nya yaitu ditandai dengan kekeringan pada mulut, flusing,
kulit kering, bradikardia, diikuti takikardia dengan palpitasi dan aritmia, gangguan saluran
kemih, gangguan pada irama dan pergerakan saluran gatrointensional, diikuti dengan konsti-
pasi. Muntah, pusing dan staggering mungkin dapat terjadi , gatal pada anak-anak dan gang-
guan pencernaan pada bayi.
Lubricen 0,6 ml mini dose
Tiap ml nya mengandung Hydroxypropyl Methylcellulose 2,0 mg, Natrium hyaluronat,
Natrium klorida,, Natrium hydrogen phosphate, dan Natrium dihidrogen phosphate.
Obat ini menyebar secara cepat pada kornea dan konjungtiva membentuk lapisan pelindung
dengan waktu kontak yang lebih lama, berfungisi sebagai lubricant pada matayang kering
karena kekurangan skresi air mata atau pun kekurangan mucus dan berfungsi sebagai air mata
buatan.
Farmakodinamik dari Hydroxypropil Methylcellulose adalah suatu zat yang inert dan tidak
mempunyai aktifitas farmakologi .
Diindikasikan secara topical untuk memberikan lubrikasi seperti air mata untuk meredakan
gejala mata kering dan iritasi mata yang berkaitan dengan produksi air mata juga dapat digu-
naklan sebagai lubrukasi ocular untuk mata buatan.
Cenfresh 0.6ml mini dose
Tiap ml nya mengandung Carboxymethylcellulose Sodium 5 mg, yang bekerja sebagai
pembasah/lubricants pada mata kering serta berfungsi mempertahankan permukaan amata
tetap basah. Obat ini bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan
mata atau lapisan air mata (tears film) yang membasahi mata anda dari hari kehari agar terasa
nyaman.
Diindikasikan untuk mengurangi iritasi ringan pada mata yang kering, melindungi mata
terhadap iritasi lebih lanjut mengurangi rasa tidak nyaman yang dikarenakan angin dan sinar
matahari.
Cendo Xytrol
Pengobatan infeksi mata yg meradang , konjungtivitis akut n kronis yg tak bernanah,
blefarokonjung, keratokonjung, iridosiklitis, iritis, blefaritis, episkleritis,
Penggunaan dlm waktu panjang memicu pertumbuhan organism yg resisten trhdp cendo
xytrol.
KOMPOSISI / KANDUNGAN
Tiap 1 ml Cendo Xitrol Eye Drops mengandung Deksametason 0,1%, Neomisina 3,5 mg, dan
Polimiksina 6000 IU.
FARMAKOLOGI (CARA KERJA OBAT)
Cendo Xitrol adalah obat tetes mata yang mengandung kombinasi obat kortikosteroid (dek-
sametason) dan antibiotik (neomisina dan polimisina). Kortikosteroid mempunyai efek antiin-
flamasi atau menekan peradangan. Sedangkan neomisina dan polimisina mempunyai efek an-
tibakterial.
INDIKASI / KEGUNAAN
Indikasi Cendo Xitrol adalah :
Infeksi mata yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap neomisina dan
polimiksina.
Blefaritis tidak bernanah.
Konjungtivitis tidak bernanah.
Skleritis.
Tukak kornea.
Keratitis.
DOSIS DAN ATURAN PAKAI : lazim diberikan adalah 4 – 6 kali sehari 1 – 2 tetes.
EFEK SAMPING
Reaksi hipersensitivitas atau alergi dapat terjadi meskipun jarang.
Iritasi mata, rasa terbakar, tersengat, gatal, penurunan ketajaman mata.
Katarak subkapsular posterior dan glaukoma pada penggunaan jangka panjang dan
terus menerus.
Cendo Xitrol Tetes Mata, botol @ 5 ml dan @ 15 ml.
CARA KERJA OBAT :
Alletrol Compositum Tetes Mata merupakan obat kombinasi steroid dan antiinfeksi.
Steroid :
Dexamethasone merupakan kortikosteroid sintetik yang berkhasiat sebagai anti inflamasi
(anti radang) yang ditimbulkan oleh mikroorganisme, zat kimia, iritasi termis, trauma,
maupun allergen. Peradangan dapat ditekan dengan cara menghambat kerja zat-zat seperti
prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi.
Anti infeksi :
- Neomycin Sulphate merupakan garam sulfat dari Neomycin B dan C yang dipro-
duksi oleh biakan Streptomyces fradiae Waksman (Fam. Streptomycetacae), mem-
punyai potensi setara dengan tidak kurang dari 600 ug Neomycin base dihitung dari
basa anhidrat.
- Polymixin B Sulphate merupakan garam sulfat dari poiymixin B1 dan B2 (yang
diproduksi oleh biakan Bacillus polymixa (Prazmewski) Miguia (Fam. Bacillaceae),
mempunyai potensi setara dengan tidak kurang dari 6000 Potyrnixirr B unit per
miligram, dihitung dari basa anhidrat. Neomycin Sulphate dan Polymixin B Sulphate
secara bersama-sama aktif terhadap organisma patogen pada* mata antara lain :
Staphilococcus aureus, Eschericia coli, Haemophylus influenzas, Klebsiella/Enter-
obacter sp, Neisseria sp,dan Pseudomonas aeruginosa. Kombinasi ini tidak poten
melawan Pseudomonas aeruginosa, Serratia mercescens, Streptococci termasuk
Streptococcus pneumoniae.
INDIKASI :
Alletrol Compositum Tetes Mata baik untuk :
- Peradangan pada mata yang disertai dengan infeksi bakteri.
- Chronic anterior uveitis dan luka pada kornea yang disebabkan oleh bahan kimia, ra-
diasi, iritasi termis dan penetrasi benda-benda asing.
- Inflamasi okuler dari palpebral dan bulbar conjunctiva, cornea dan anterior segment.
DOSIS DAN CARA PEMAKAIAN :
Cara pemakaian topikal, diteteskan pada mata. Aturan pemakaian : Dosis awal 1 atau 2 tetes
setiap _ ^ ii *am Dada siann hari dan tiap 2 jam pada malam hari. Jika telah memberikan re -
spon yang baik, dosis dikurangi menjadi 1 tetes setiap 4 jam. Untuk mengontrol gejala, dosis
dikurangi menjadi 1 tetes 3 atau 4 kali sehari.
Pada peresepan awal tidak boleh lebih dari 20 ml dan resep tidak boleh diulang tanpa
evaiuasi lebih jauh.
PERINGATAN DAN PERHATIAN :
- Penggunaan kortikosteroid daiam jangka panjang dapat menyebabkan glaukoma.
kerusakan saraf
mata, mata kabur dan posterior sub capsular cataract, serta kemungkinan terjadi in-
feksi sekunder.
- Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari
organisme yang tidak peka termasuk fungi, perforasi, penipisan pada cornea dan
sclera, tertutupnya infeksi akut purulent mata.
- Penggunaan kombinasi steroid-antiinfeksi dapat menimbulkan masking effectyaitu
keadaan dimana gejala kliniknya berkurang tetapi sebenamya infeksi bertambah be-
rat.
- Bila obat digunakan selama 10 hari atau lebih, maka dianjurkan untuk memonitor
tekanan intraokuler secara rutin.
- Neomycin menyebabkan sensitisasi pada kulit (terutama terjadi skin rash).
- Hati-hati pemakaian pada wanita hamil dan menyusui.
- Bila terjadi iritasi atau sensitisasi hentikan pengobatan dan segera konsuitasi ke dok-
ter.
EFEK SAMPING :
Efek samping kombinasi steroid-antiinfeksi dapat disebabkan oleh komponen steroid (Dex-
amethasone), komponen antiinfeksi (Neomycin dan polymixin), maupun keduanya.
- Komponen steroid mempunyai efek menaikkan tekanan intraokuler sehingga
mungkin dapat menyebabkan glaukomarkerasakan saraf mata, katarak dan meng-
hambat penyembuhan luka.
- Komponen antiinfeksi menyebabkan hipersensitivitas lokal.
- Kombinasi steroid-antiinfeksi dapat menyebabkan infeksi sekunder oleh jamur
maupun bakteri.
KONTRA INDIKASI :
- Epitheial herpes simplex keratitis (denditric keratitis), vaccina, varicella dan
penyaklt viral yang lain pada kornea dan konjungtiva.
- Infeksi mycobacterial pada mata.
- Penyakit jamur pada mata.
- Penderita yang hypersensitif terhadap komponen dari ALLETROL COMPOSITUM
Tetes Mata. (Hypersensitivitas terhadap komponen antibiotik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan komponen lain).
TEARS NATURALE® II, Artificial Tears
Tetes Mata
Air mata adalah cairan yang sangat penting.
Air mata dengan susunan komponen alamiah yang membentuk lapisan pelindung pada per-
mukaan mata disebut lapisan air mata (tears film). Lapisan air mata melapisi dan membasahi
mata dari hari ke hari agar mata tetap sehat dan nyaman. Tetapi beberapa orang punya air
mata yang jumlahnya kurang dari normal atau kekurangan komponan-komponeo penting. Hal
ini memudahkan rusaknya lapisan air mata sehingga terbentuk titik-titik kering (dryspots) di
kornea, mata jadi sensitif, terasa panas, mengganjal, lelah atau rasa tidak nyaman lainnya.
Kadang-kadang, mata kering dapat meningkatkan produksi air mata untuk mempertahankan
agar permukaan mata tetap basah. Tetapi air mata yang diproduksi tidak lengkap komponen-
nya sehingga tetap terjadi masalah.
TEARS NATURALE® II, Artificial Tears Untuk mata kering dan sensitif.
Mata kering dapat dikurangi dengan TEARS NATURALE® II yang menggantikan kompo-
nen-komponen air mata yang diperlukan untuk mengurangi iritasi mata.
TEARS NATURALE® II menggantikan lapisan air mata.
KOMPOSISI:
Setiap ml mengandung, Zat aktif: Dextran 0.1 % dan Hidroksipropilmetil selulosa 2910 0.3
% (Sistem Polimeryang iarutdaiam air), Zat pengawet: Polyquaternium-1 0.001 %, Zat tam-
bahan; Natrium Bofat, Kalium Klorida, Natrium Klorida, Air purifikasi, Asam Hidroklorida
dan/atau Natrium hidroksida sebagai pengatur pH.
INDIKASI:
- Untuk mengurangi rasa panas dan iritasi karena mata kering.
- Untuk melindungi mata terhadap iritasi lebih lanjut.
- Untuk mengurangi rasa tidak nyaman karena iritasi mata ringan, terkena angin atau
sinar matahari.
Vitamin A Vitamin A telah terbukti sebagai vitamin yang sangat menunjang kesehatan
mata sama halnya dengan beta-carotene. Selain wortel, vitamin ini banyak juga diperoleh
pada daging sapi atau ayam, telur, minyak ikan cod, hati, susu dan mentega.
Vitamin C Kegunaannya sebagai antioksidan bagi sel-sel mata dapat Anda temui pada
buah jeruk, stroberi, brokoli, jambu dan paprika. Mengkonsumsi vitamin C secara rutin baik
untuk mencegah dan penyembuhan penyakit katarak.
Vitamin E Selain baik untuk kulit, vitamin E dapat berfungsi menguatkan sel-sel
retina yang melemah. Sumber vitamin E antara lain terdapat pada kacang hijau, biji bunga
matahari, almond, hazelnuts, kacang tanah dan sayuran hijau.
vitamin C. Jika dalam bahasa kimia, dikenal dengan nama asam askorbat. Tentu
dehidroaskorbat juga nama lain dari vitamin C.
Tetapi, baru-baru ini para ahli di Oregon Health and Science University mengklaim bahwa
vitamin C dapat membantu meningkatkan fungsi sel-sel retina mata dan fungsi otak.
Para peneliti mengemukakan, sel-sel retina baik yang ada di dalam dan luar perlu mendap-
atkan asupan vitamin yang cukup supaya dapat berfungsi dengan baik. Retina sebenarnya
adalah bagian dari sistem saraf pusat dan penemuan ini setidaknya menguatkan dugaan
bahwa vitamin C memiliki manfaat penting untuk kesehatan otak.
Otak memiliki reseptor khusus yang dikenal dengan sebutan GABA. GABA berfungsi dalam
mengatur komunikasi antara sel-sel otak. GABA melakukan peran "rem" pada neuron
rangsang otak. Penelitian ini menunjukkan bahwa GABA sebagai reseptor yang ditemukan
dalam sel-sel retina akan berhenti beroperasi ketika mereka kehilangan vitamin C.
Fakta lain menunjukkan, vitamin C juga diperlukan untuk reseptor GABA di bagian otak
lainnya. Para peneliti mengatakan, antioksidan alami turut melestarikan reseptor dan sel-sel
otak sehingga melindungi mereka dari kerusakan dini.
CENDO NATACEN MD
Natamycin adalah antibiotik tetraene polyene yang merupakan turunan dari
Streptomycesnatalencis, yang memiliki aktifitas in vitro terhadap berbagai macam
yeast dan filamentous fungi, termasuk Candida, Asperghillus, Cephalosporium dan
Penicillium.
Tiap ml mengandung Natamycin 50 mg
CARA KERJA OBAT :
Natamycin bekerja dengan cara mengikat molekul pada sterol moiety dari pada mem-
bran sel jamur. Polyenesterol complex mengubah permeabilitas daripada membran
yang menyebabkan sel kehabisan kandungan esensialnya. Walaupun efektifitas ter-
hadap fungi tergantung pada dosis, natamycin lebih sebagai fungisidal. Natamycin
tidak efektif in vitro terhadap bakteri-bakteri gram positif ataupun gram negatif.
INDIKASI :
Untuk pngobatan fungi blefaritis konjungtivitis dan keratitis yang disebabkan oleh or-
ganisme yang sensitif termasuk fusarium solani keratitis.
PERINGATAN & PERHATIAN :
- Tidak adanya perbaikan kondisi keratitis setelah 7-10 hari penggunaan obat dapat
mengindikasikan bahwa infeksi disebabkan oleh mikroorganisme yang tidak peka
terhadap Natamycin.
CARA PEMAKAIAN :
Teteskan pada kantung konjungtiva seetiap 1 atau 2 jam. Setelah 3 atau 4 hari diturunkan
menjadi 1 tetes, 6-8 kali sehari.
Penggunaan dilanjutkan selama 14-21 hari atau sampai terjadi perbaikan klinis, penggunaan
dengan frekuensi yang lebih rendah dapat memadai (4-6 kali sehari) pada kasus fungal
blefaritis dan konjungtivitas.
EC Jamur
Keluhan mulai timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian. Pasien akan men-
geluh sakit mata yang hebat,berair, dan silau.Pada mata akan terlihat infiltrat yang berhifa
dan satelit bila terletak didalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan
plaque dan hipopion. Tampak tukak yang jelas dan menonjol ditengah tukak nampak berca-
bang-cabang, dengan endotelium plaque, ganbaran satelit pada kornea, dan lipatan desce-
ment. Sebaiknya diagnostik dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH10% ter-
hadap kerokan kornea yang menunjukkan adanya.
Pasien dengan infeksi jamur dirawat dan diberi pengobatan natamisin 5% setiap 1-2 jam saat
bangun atau anti jamur lain seperti miconazol, amfoterisin, nistatin, dan lain-lain. Diberikan
sikloplegik disertai obat oral anti glaukoma bila terjadi peningkatan tekanan intra okuler. Bila
tidak berhasil diatasi maka dilakukan keratoplasti.
Secara ringkas dapat dibedakan :
Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-cabang
hifa.
Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium
sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.
Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albi-
cans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.
FAKTOR RESIKO
Trauma (mis., lensa kontak, benda asing)
1. Pemakaian kortikosteroid topikal yang lama
2. Operasi kornea seperti keratoplasti tembus, operasi katarak “sutureless”, atau
laser in situ keratomileusis (LASIK)
3. Keratitis kronis akibat herpes simplex, herpes zoster, atau keratoconjungtivitis
vernal
Riwayat penyakit trauma (terutama terkait dengan tumbuhan)
4. Pekerjaan dalam bidang pertanian
KS topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur dengan mengurangi resistensi
kornea terhadap infeksi dan bisa mensupresi respon sistem imun, karena itu merupakan
predisposis terjadinya keratitis fungal.
Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada epithelium
memperbanyak diri nekrosis pada jaringan reaksi inflamasi. Organisme dapat
menembus kedalam membran descmentyang intak dan mencapai bagian anterior atau segmen
posterior. Mikotoksin dan enzimproteolitik menambah kerusakan jaringan yang ada. Keratitis
fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis fungal. Pada kasus ini,organisme
jamur dari segmen posterior menembus membran Descemet dan masuk kedalam stroma
kornea.
PROSES TERJADINYA ATAU PERJALANAN PENYAKIT
Fungi biasanya tidak menyebabkan keratitis mikroba karena normalnya, fungi tidak dapat
berpenetrasi ke dalam lapisan epitel kornea yang intak dan tidak masuk ke dalam kornea
lewat pembuluh darah limbus episklera. Organisme dapat berpenetrasi ke dalam membran
Descement yang intak dan masuk ke dalam stroma.. Ia membutuhkan cedera penetrasi atau
riwayat defek epitel untuk masuk ke dalam kornea. Setelah berada di dalam kornea,
organisme dapat berproliferasi.
Organisme yang menginfeksi defek pada epitel sebenarnya merupakan mikroflora normal
yang terdapat pada konjungtiva dan andeksa. Fungi filamentosa merupakan kausa tersering
dari infeksi pasca trauma. Fungi filamentosa berproliferasi di dalam stroma kornea tanpa
melepaskan substansi kemotaktik, sehingga menunda munculnya respon imun host/ respon
inflamasi. Berbeda dengan fungi filamentosa, Candida albicans memproduksi fosfolipase A
dan lisofosfolipase pada permukaan blastospora, untuk membantu ia masuk ke dalam
jaringan. Fusarium solani, yang merupakan fungus yang virulen, dapat menyebar di dalam
stroma kornea dan berpenetrasi ke dalam membrane Descemet. Trauma kornea akibat
tumbuhan merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya keratomikosis. Terutamanya,
petani yang tidak memakai alat proteksi diri, khususnya kaca mata. Trauma akibat pemakaian
lensa kontak juga adalah salah satu faktor resiko terjadinya keratomikosis. Trauma kornea
paling sering menyebabkan keratomikosis dan merupakan factor resiko major tipe keratitis
tersebut .
Seorang dokter harus mempertimbangkan besar kemungkinan suatu keratomikosis jika pasien
mempunyai riwayat trauma kornea, terutama adanya kontak dengan tumbuhan atau tanah.
Resiko trauma akibat pemakaian lensa kontak adalah kecil, dan bukan merupakan faktor
resiko major untuk keratomikosis.
Selain dari itu, kortikosteroid topikal diketahui dapat mengaktivasi dan meningkatkan
virulensi organisme jamur dengan menurunkan resistensi kornea terhadap infeksi. Candida sp
menyebabkan infeksi okuler pada hospes yang mengalami imunodefisiensi dan pada kornea
dengan ulkus kronik. Pemakaian kortikosteroid yang semakin meningkat sejak 4 dekade yang
lalu telah berimplikasi sebagai suatu penyebab utama peningkatan insidensi keratomikosis.
Tambahan, pemakaian kortikosteroid sistemik dapat menekan respon imun hospes, sehingga
terjadi perdisposisi kepada keratomikosis. Faktor resiko lainnya termasuk operasi kornea
(mis., PK, keratotomi radial) dan keratitis kronik (mis., herpes simpleks, herpes zoster, atau
konjungtivitis vernal/alergi).
Jika pada hospes normal keratomikosis acapkali didahului oleh trauma, atau pemakaian
steroid, pada penderita AIDS kelainan ini dapat timbul secara spontan tanpa faktor
predisposisi pada kornea, dan dapat terjadi pada satu mata atau dua mata.
DIAGNOSIS BANDING
Keratitis bakterialis
sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada
pasien dengan ulkus kornea bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan
hipopion sering ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mikrobakteri atau
bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan kor-
tikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan predispo-
sisi terjadinya infeksi bakterial.
Keratitis virala
Dapat disebabkan oleh virus herpes simplex, varicella-herpes zoster atau adenovirus.
Pasien keratitis akibat nfeksi herpes simplex sering datang dengan keluhan nyeri berat dan
gambaran seperti infiltrat yang bercabang-cabang (keratitis dendritik). Tes sensitivitas pula
menurun, bahkan pada infeksi herpes zoster bisa hilang sama sekali.
Endoftalmitis
Didiagnosa bila inflamasi melibatkan kedua-dua bilik mata depan dan belakang.
Tanda klasik pada endoftalmitis adalah penurunan visus, hiperemis konjungtiva, nyeri yang
memberat, edema palpebra, dan hipopion. Kemosis konjugtiva dan edema kornea dapat dite-
mukan. Penyebab terjadi endoftalmitis bisa secara eksogen (mis. pasca operasi) atau endogen
(penyebaran secara hematogen ; mis. jalur IV yang terinfeksi, atau dari organ tubuh lain yang
terinfeksi).
Antibiotik
2.1.2. Aktivitas dan spektrum
Antibiotik spektrum sempit seperti penisilin-G, eritromisin dan klindamisin hanya bekerja
terhadap bakteri gram positif manakala streptomisin, gentamisin dan asam nalidiksat khusus
aktif terhadap bakteri gram negatif.
Antibiotik spektrum luas seperti sulfonamida, ampisilin dan sefalosporin bekerja
terhadap lebih banyak bakteri gram positif maupun gram negatif.
2.1.3. Mekanisme kerja
Antibiotik menghambat mikroba melalui mekanisme yang berbeda yaitu
(1) mengganggu metabolisme sel mikroba; (2) menghambat sintesis dinding sel mikroba; (3)
mengganggu permeabilitas membran sel mikroba; (4) menghambat sintesis protein sel
mikroba; dan (5) menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba.
Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba ialah sulfonamid,
trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja
ini diperoleh efek bakteriostatik.
Antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis
enzim atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan
sering menyebabkan sel lisis meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin,
vankomisin, ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding
sel terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan.
Obat yang termasuk dalam kelompok yang mengganggu permeabilitas
membran sel mikroba ialah polimiksin, golongan polien serta berbagai
antimikroba kemoterapeutik umpamanya antiseptic surface active agents.
Polimiksin sebagai senyawa ammonium-kauterner dapat merusak membran sel
setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba.
Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba ialah golongan
aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Sel mikroba
perlu mensintesis berbagai protein untuk kehidupannya. Penghambatan sintesis
protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin berikatan dengan komponen
30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu
sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan
nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik aminoglikosid dan lainnya yaitu
gentamisin, kanamisin dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama namun
potensinya berbeda.
Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba termasuk
rifampisin dan kuinolon. Rifampisin adalah salah satu derivat rifamisin, berikatan
dengan enzim polymerase-RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA
oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada
kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk
spiral sehingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil (Gunawan, Setiabudy,
Nafrialdi, Elysabeth, 2007).
Golongan antibiotik
Menurut Stephens (2011), walaupun terdapat hampir 100 antibiotik namun
mayoritasnya terdiri dari beberapa golongan. Golongan-golongan tersebut adalah :
1. Golongan penisilin.
Penisilin merupakan antara antibiotik yang paling efektif dan paling
kurang toksik. Penisilin mengganggu reaksi transpeptidasi sintesis dinding sel
bakteri. Golongan penisilin dapat terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu :
- Penisilin natural yaitu yang didapat dari jamur Penicillium chrysogenum.
Yang termasuk di sini adalah penisilin G dan penisilin V.
- Penisilin antistafilokokus, termasuk di sini adalah metisilin, oksasilin dan
nafsilin. Penggunaan hanya untuk terapi infeksi disebabkan penicillinaseproducing
staphylococci.
- Penisilin dengan spektrum luas yaitu ampisilin dan amoksisilin. Ampisilin
dan amoksisilin mempunyai spektrum yang hampir sama dengan penisilin
G tetapi lebih efektif terhadap basil gram negatif.
- Penisilin antipseudomonas yaitu termasuk karbenisilin, tikarsilin dan
piperasilin. Ia dipanggil begitu karena aktivitas terhadap Pseudomonas
aeruginosa (Harvey, Champe, 2009).
2. Golongan sefalosporin.
Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena mempunyai cincin
beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman gram positif dan gram negatif,
tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing antibiotik sangat beragam, terbagi
menjadi 3 kelompok, yakni:
- Generasi pertama bertindak sebagai subtitut penisilin G. Termasuk di sini
misalnya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, sefradin. Generasi pertama
kurang aktif terhadap kuman gram negatif.
- Generasi kedua agak kurang aktif terhadap kuman gram positif tetapi lebih
aktif terhadap kuman gram negatif, termasuk di sini misalnya sefamandol
dan sefaklor.
Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap kuman gram negatif, termasuk
Enterobacteriaceae dan kadang-kadang peudomonas. Termasuk di sini
adalah sefoksitin (termasuk suatu antibiotik sefamisin), sefotaksim dan
moksalatam.
- Generasi keempat adalah terdiri dari cefepime. Cefepime mempunyai
spektrum antibakteri yang luas yaitu aktif terhadap streptococci dan
staphylococci (Harvey, Champe, 2009).
3. Golongan tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik yang menghambat sintesis protein. Golongan ini aktif terhadap
banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Tetrasiklin merupakan obat pilihan
bagi infeksi Mycoplasma pneumonia, chlamydiae dan rickettsiae. Tetrasiklin
diabsorpsi di usus halus dan berikatan dengan serum protein. Tetrasiklin
didistribusi ke jaringan dan cairan tubuh yang kemudian diekskresi melalui urin
dan empedu (Katzung, 2007).
4. Golongan aminoglikosida
Aminoglikosida termasuk streptomisin, neomisin, kanamisin dan
gentamisin. Golongan ini digunakan untuk bakteri gram negatif enterik.
Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein yang ireversibel
(Katzung, 2007).
5. Golongan makrolida
Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum
antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi
penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Antara obat dalam
golongan ini adalah eritromisin. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif
(Katzung, 2007).
6. Golongan sulfonamida dan trimetropim
Sulfonamida menghambat bakteri gram positif dan gram negatif.
Trimetropim menghambat asam dihidrofolik reduktase bakteri. Kombinasi
sulfamektoksazol dan trimetoprim untuk infeksi saluran kencing, salmonelosis
dan prostatitis (Katzung, 2007).
7. Golongan flurokuinolon
Flurokuinolon merupakan golongan antibiotik yang terbaru. Antibiotik
yang termasuk dalam golongan ini adalah ciprofloksasin (emedicineheath, 2011).