Post on 14-Apr-2016
description
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE)
Clinical Guideline on Feverish Illness in Children (2007), demam sangat sering
terjadi pada anak, biasanya gejala ini mengindikasikan adanya suatu bentuk
infeksi yang terjadi di tubuh. Selain itu, demam dapat juga disebabkan oleh
penyakit autoimun, tumor, kelainan metabolik, medikasi, peradangan kronik, dan
lain-lain (Doley et al., 2007).
Dua puluh persen dari pasien anak yang datang berobat ke dokter adalah
karena alasan demam (El-Radhi et al., 2009). Berdasarkan penelitian kohort
terhadap anak yang mengunjungi dokter karena alasan demam, Hay et al. (2005)
menemukan bahwa 20% anak ketika berusia dibawah 6 bulan dibawa ke dokter
dengan alasan demam dan 32% ketika anak telah berusia antara 6 bulan hingga 5
tahun. Menurut Hasil Survei Kesehatan Nasional (Suskernas) pada tahun 2004
diketahui bahwa dari 9.084 rumah tangga yang disurvei, didapati 29% anak
mengalami demam dalam kurun waktu 2 minggu sebelum survei. Selain itu,
didapati hasil bahwa demam di desa sangat tinggi dibandingkan dengan di kota
(41% banding 28%) dan di luar pulau Jawa-Bali prevalensi demam sedikit lebih
tinggi dibandingkan di pulau Jawa-Bali.
Data kunjungan pasien rawat jalan ke Puskesmas Manyak Payed
periode Januari-September 2014 menunjukkan bahwa dua diagnosis
terbanyak adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan Common
Cold, yang memiliki gejala demam sebagai salah satu gejala klinisnya. Dari
data kunjungan poliklinik anak di Puskesmas Manyak Payed dijumpai kasus
dengan gejala demam (ISPA, Common Cold, Tonsilitis, Bronkopneumonia,
Bronkitis, dan ISK) sebanyak 2976 kasus selama Januari – September 2014
atau sebanyak 19% dari seluruh kunjungan rawat jalan di Puskesmas
Manyak Payed
Sebagian besar (95,7%) ibu merasa khawatir bila anaknya demam (Purwoko
dkk, 2002). Kekhawatiran ibu tersebut disebabkan oleh beberapa alasan antara
2
lain anak menjadi rewel (64%), anak tidak mau makan (20,5%), takut anak
menjadi kejang (26,5%), dan menurut survei tersebut sebagian besar (64%)
khawatir karena cemas demam tersebut merupakan akibat dari penyakit yang
berat. Disamping itu, kecemasan pada ibu dapat diakibatkan oleh kurangnya
informasi yang disampaikan oleh dokter kepada orangtua mengenai manajemen
demam yang benar ketika anaknya sakit (Crocetti et al., 2001).
Di masyarakat masih banyak terdapat konsep yang salah mengenai demam
pada anak, hal ini tampak berdasarkan indikator penggunaan antipiretik dengan
dosis yang tidak tepat dan pelaksanaan teknik kompres yang tidak sesuai (Crocetti
et al., 2001). Disamping itu, masih banyak ibu yang beranggapan bahwa demam
disebabkan oleh kelelahan, masuk angin, atau tumbuh gigi (Purwoko dkk, 2002).
Selain itu, dalam mengatasi demam pada anak masih banyak ibu yang melakukan
kompres dengan air dingin dan beranggapan bahwa antipiretik dapat membunuh
kuman.
Berdasarkan gambaran permasalahan tentang kekeliruan konsep dalam
penanganan demam yang dimiliki oleh ibu dari penelitian-penelitian tersebut,
maka peneliti ingin menggali informasi yang lebih dalam tentang tingkat
pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu
di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.
1.2. Pernyataan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan pertanyaan sebagai berikut :
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang
penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu.
3
1.3.2. Tujuan Khusus,
Penelitian ini memiliki sejumlah tujuan khusus, antara lain:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan demam anak
pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.
2. Mengetahui tingkat sikap tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.
3. Mengetahui tingkat tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk bidang-
bidang sebagai berikut :
1. Bidang akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan
demam anak oleh ibu.
2. Bidang pelayanan masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk mengetahui hal-hal
yang selama ini keliru mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu
tentang penatalaksanaan demam pada anak, sehingga dapat dilakukan
edukasi yang lebih efektif mengenai demam, terutama dalam hal
penatalaksanaannya.
3. Bidang pengembangan penelitian
Penelitian ini dapat menjadi suatu pendahuluan dan bahan rujukan bila
topik yang serupa ingin diteliti oleh peneliti-peneliti lainnya.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu dari organ-organ dalam tubuh atau yang disebut suhu inti tubuh,
sangat konstan dari waktu ke waktu (Guyton & Hall, 2006). Suhu inti adalah
pencerminan kandungan panas total tubuh. Untuk mempertahankan kandungan
panas total yang konstan sehingga suhu inti stabil maka pemasukan dan
pengeluaran panas harus seimbang. Pemasukan panas terjadi melalui penambahan
panas dari lingkungan eksternal dan produksi panas internal. Sedangkan
pengeluaran panas terjadi melalui pengurangan panas dari permukaan tubuh yang
terpajan ke lingkungan eksternal (Sherwood, 2001).
Regulasi suhu tubuh secara umum dikendalikan oleh mekanisme umpan
balik antar saraf yang hampir keseluruhannya berada di pusat pengaturan suhu
yang terletak di hipotalamus. Untuk dapat mendeteksi kenaikan ataupun
penurunan suhu tubuh, maka tersebarlah reseptor-reseptor suhu yang terletak di
area preoptik hipotalamus anterior, di jaringan dalam tubuh dan juga kulit. Sinyal-
sinyal tersebut nantinya akan diintegrasikan secara keseluruhan di area preoptik
hipotalamus posterior (Guyton & Hall, 2006).
Apabila temperature hipotalamus terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka
hipotalamus akan melakukan prosedur penurunan suhu tubuh ataupun kenaikan
suhu tubuh. Mekanisme penurunan suhu tubuh bila suhu tubuh terlalu tinggi
adalah dengan cara vasodilatasi pembuluh darah di kulit, berkeringat, dan dengan
menurunkan produksi panas. Sedangkan mekanisme tubuh untuk menaikan suhu
tubuh bila suhu tubuh terlalu rendah adalah dengan cara vasokonstriksi pembuluh
darah di kulit, piloereksi, dan meningkatkan produksi panas (Guyton & Hall,
2006).
5
2.2. Demam
2.2.1. Definisi
Menurut kamus kedokteran Stedman edisi 26 (1995) didalam Kayman
(2003), demam adalah suatu respon fisiologis yang kompleks terhadap penyakit
yang dimediasi oleh sitokin pirogenik dan ditandai dengan meningkatnya suhu
tubuh inti, serta memicu suatu reaksi akut dengan mengaktivasikan sistem imun.
2.2.2.Etiologi
Secara garis besar, terdapat dua kategori besar demam yang sering terjadi,
yaitu demam yang disebabkan infeksi dan demam yang disebabkan non-infeksi
(Widjaja, 2001). Hal yang sama disampaikan oleh El-Radhi et al. (2009), dimana
untuk demam infeksi biasanya diakibatkan oleh infeksi saluran pernafasan akut,
pneumonia, gastroenteritis, hepatitis akibat virus, infeksi saluran kemih, infeksi
HIV, infeksi sistem saraf pusat, osteomielitis, septik arthritis, eksanthema ,dan
penyakit tropis. Sedangkan demam non-infeksi biasanya diakibatkan oleh
penyakit hematologi, neoplasma, penyakit rematik, vaskulitis ,dan lain-lain.
2.2.3.Patogenesis
Patogenesis demam berawal dari adanya endotoksin ataupun pirogen
eksogen yang memicu monosit, makrofag, ataupun sel kupfer untuk memproduksi
sitokin yang nantinya akan berperan sebagai pirogen endogen. Sitokin-sitokin ini
diduga mempengaruhi organum vasculosum of lamina terminalis (OVLT) yang
selanjutnya akan mengaktivasi area preoptik hipotalamus dan pada akhirnya akan
mempengaruhi termoregulasi tubuh (Barret et al., 2010).
2.2.3.1.Pirogen Eksogen
Pirogen Eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah
terpapar. Umumnya pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag, atau
monosit, untuk meransang sintesis interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang
mungkin berperan sebagai pirogen eksogen (misalnya endotoksin) bekerja
langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT,
6
dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung
pada hipotalamus (Soedarmo dkk, 2010). Pirogen eksogen nantinya akan memicu
produksi pirogen endogen (Ng et al., 2002). Secara umum pirogen eksogen
terbagi atas :
a. Pirogen mikrobial
1. Bakteri gram-negatif
Pirogen bakteri gram-negatif berasal dari endotoksin yang dimilikinya.
Komponen aktif endotoksin berupa lipopolisakarida yang terdapat pada
permukaan luar bakteri (El Radhi et al., 2009).
2. Bakteri gram-positif
Pirogen utama bakteri gram-positif adalah peptidoglikan dinding sel.
Contoh dari produk bakteri gram-positif adalah enterotoksin yang
dihasilkan oleh Staphylococcus aureus (Fauci et al.,2008).
3. Virus
Virus menyebabkan demam dengan cara menginvasi langsung kedalam
makrofag, reaksi imunologik terhadap komponen virus termasuk
pembentukkan antibodi, induksi oleh interferon, dan nekrosis sel akibat
virus (Soedarmo dkk, 2010).
4. Jamur
Jamur dapat menimbulkan demam dengan pirogen eksogen yang
dimilikinya, dan hal ini dapat terjadi baik bila jamur dalam keadaan hidup
maupun mati (Soedarmo dkk, 2010).
b. Pirogen non-mikrobial
1. Fagositosis
Fenomena ini sering terjadi pada saat proses transfusi darah dan anemia
hemolitik imun, dimana terjadi fagositosis terhadap antigen non-mirobial
(Soedarmo dkk, 2010).
2. Kompleks antigen-antibodi
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik
sebagai akibat reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang
7
tersensititasi atau oleh antigen yang diaktivasi sel-T (Soedarmo dkk,
2010).
3. Steroid
Sebagian steroid bersifat sebagai antipiretik endogen namun ada juga
steroid yang dapat memicu demam dengan menginduksi dilepasnya IL-1,
sebagai contoh etiocholanolone (Soedarmo dkk, 2010).
4. Pirogen non-mikrobial lainnya
Terdapat beberapa hal lagi yang dapat memicu demam, seperti hormon,
obat-obatan, pendarahan intracranial, dll (El-Radhi et al., 2009).
2.2.3.2.Sistem monosit-makrofag
Pirogen-pirogen eksogen yang telah disebutkan sebelumnya memicu sel
monosit dan makrofag untuk melepaskan sitokin seperti IL-1, IL-6, dan juga TNF
(tumor necrosis factor) (El-Radhi et al., 2009).
2.2.3.3.Pirogen endogen
a. Interleukin-1 (IL-1)
Berbagai macam aktivator dapat dapat bereaksi terhadap fagosit mononuklear
serta sel lainnya serta menginduksi sel melepaskan interleukin-1. Interleukin-1
yang telah dilepaskan akan dibawa melalui aliran darah ke pusat pengatur
suhu di hipotalamus (Nairn, 2001).
b. TNF
Seperti IL-1, TNF juga dapat memicu demam dan selain itu TNF juga dapat
memicu produksi IL-1. Akantetapi, tidak seperti IL-1, TNF tidak memiliki
efek langsung terhadap aktivasi sel stem dan limfosit (El-Radhi et al., 2009).
c. Interleukin-6 (IL-6)
Sama seperti IL-1 dan TNF, IL-6 memicu demam, memberikan respon akut
dan dengan durasi yang serupa (El-Radhi et al., 2009).
8
2.2.3.4.Peningkatan thermostatic set point hipotalamus
Sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF yang telah dilepaskan oleh monosit
ataupun makrofag akan masuk ke sirkulasi sistemik (Fauci et al.,2008). IL-1
selanjutnya akan memicu sintesis PGE2 (prostaglandin E2) di OVLT yang terletak
didaerah hipotalamus. Dengan meningkatnya PGE2 maka akan terjadi pula
peningkatan thermostatic set point yang akan memberi isyarat kepada saraf
eferen, terutama simpatis untuk memulai menahan panas (vasokonstriksi) dan
memproduksi panas (menggigil) (Soedarmo dkk, 2010).
2.2.4.Manifestasi Selama Demam
Biasanya pada anak tidak ada perasaan subjektif yang dirasakan pada saat
demam, melainkan hal tersebut biasanya disadari oleh orangtua. Manifestasi yang
didapati selama masa demam biasanya bervariasi, tergantung pada umur anak,
tingkat keakutan, tingginya demam dan etiologi dari demam itu sendiri. Simptom
yang dirasakan antara lain menggigil, mialgia, anorexia, nyeri kepala, tidur yang
berlebihan, fatigue, haus, delirium, dan oliguria. Sedangkan tanda-tanda yang
tampak pada anak yang demam berupa penurunan kesadaran, gelisah, takikardia,
takipnu, tekanan darah meningkat, wajah merah, proteinuria, penurunan GFR,
murmur, dll (El-Radhi et al., 2009).
2.2.5.Pemeriksaan dan Diagnosis
Pengukuran suhu tubuh merupakan cara paling sering yang digunakan untuk
menentukan ada tidaknya demam. Secara umum pelaksanaan pengukuran suhu
tubuh dapat dilakukan secara:
a. Taktil
Menurut Purwoko dkk (2002), perabaan demam yang dilakukan oleh ibu
bermanfaat sehingga teknik ini dapat dilakukan untuk penilaian awal ada atau
tidaknya demam pada anak. Akantetapi, menurut Soejatmiko (2005) dalam
Wati (2010) teknik perabaan dengan tangan tidak dapat mengetahui dengan
cepat jika suhu tubuh anak meningkat dengan cepat.
9
b. Instrumental
Berdasarkan Concise Oxford Dictionary 10th, termometer merupakan suatu
instrument yang berfungsi mengukur suhu. Menurut Ng et al. dalam
Childhood Fever Revisted (2002), termometer terbagi atas termometer
mercuri, termometer elektronik, termometer dengan indiktor kristal cair dan
termometer radiometer. Pemeriksaan suhu juga bervariasi berdasarkan letak
anatomis (Avner, 2009). Disebutkan juga bahwa suhu tubuh inti paling akurat
diukur di arteri pulmonalis. Akantetapi, Avner (2009) juga menyebutkan,
bahwasanya lokasi tersebut sulit diakses, sehingga lokasi perifer seperti aksila,
oral, rektal, dan membran timpani lebih sering. Masing-masing lokasi
memiliki rentang nilai normal tersendiri, dimana oral normalnya 36,4oC-
37,4oC, rektal normalnya 37oC-37,8oC, aksila normalnya 35,8oC-36,6oC, dan
membran timpani normalnya 36,9oC-37,5oC (Price & Gwin, 2008).
Berdasarkan protocol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call
Center (A&AAC) dalam Kayman (2003) tentang manajemen demam pada
anak, anak dapat dikatakan demam bila memiliki suhu rectal diatas 38oC, suhu
axilla diatas 37,5oC, atau suhu timpani diatas 38,2oC. Hal ini juga diperkuat
didalam Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2008), disebutkan bahwa seorang anak mempunyai gejala
demam bila suhu aksilanya diatas 37,5oC.
2.2.6.Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan pada balita demam adalah sebagai berikut :
2.2.6.1.Antipiretik
Penurunan demam dengan cara menurunkan set point hipotalamus yang
meningkat dapat dilakukan langsung melalui menurunkan produksi PGE2 pada
pusat termoregulasi. Sintesis dari PGE2 bergantung pada aktivitas dari enzim
siklooksigenase. Substrat dari siklooksigenase sendiri adalah asam arakhidonat
yang dilepaskan dari membran sel. Oleh karena itu, inhibitor dari siklooksigenase
adalah antipiretik yang potent (Fauci et al, 2008). Penurunan pusat suhu akan
10
diikuti respon fisiologi termasuk penurunan produksi panas, peningkatan aliran
darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi,
konveksi, dan penguapan (Soedarmo dkk, 2010).
Antipiretik tidak menurunkan demam ke tingkat normal, tidak mengurangi
durasi episode febril, dan tidak mempengaruhi suhu tubuh ketika normal.
Keefektifan dari antipiretik ini tergantung dari tingkatan demamnya, kecepatan
absorpsi, dan dosis yang diberikan (El-Radhi et al., 2009). Antipiretik sebaiknya
diberikan bila suhu tubuh anak 38,5oC ke atas (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).
Adapun klasifikasi antipiretik adalah sebagai berikut :
a. Asetaminofen (Parasetamol)
Asetaminofen merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang
sama dan telah digunakan sejak 1893 (Wilmana & Gunawan , 2007). Dosis 10-
15 mg/kgBB direkomendasikan setiap 4 jam (Arvin, 1999).
b. Asam proprionat (Ibuprofen)
Ibuprofen adalah derivat sederhana dari asam propionat, obat ini sering
digunakan karena dapat dengan mudah didapatkan (Katzung, 2006). Ibuprofen
bereaksi dengan memblok sintesis PGE2 melalui penghambatan
siklooksigenase. Dosis 5-10 mg/kgBB direkomendasikan setiap 6-8 jam
(Arvin, 1999).
c. Salisilat (Aspirin)
Aspirin saat ini telah jarang dipergunakan dikarenakan telah lebih banyak obat
yang memiliki efektifitas lebih baik dan range aman yang lebih tinggi. Aspirin
bekerja sebagai antipiretik dengan cara menjadi inhibitor non-selektif kedua
bentuk siklooksigenase ataupun menginhibisi IL-1 (Katzung, 2006). Dosis 10-
15 mg/kgBB memberikan efek antipiretik , dapat diberikan 4-5 kali/hari
(Soedarmo dkk, 2010).
Asetaminofen dan ibuprofen umumnya dianggap sebagai obat yang aman
dan efektif apabila digunakan dengan dosis yang tepat. Terapi kombinasi antara
asetaminophen dan ibuprofen dapat menyebabkan balita dan anak dalam keadaan
faktor resiko yang lebih besar terhadap efek samping (Sullivan et al., 2011).
11
2.2.6.2.Kompres (Tepid Sponging)
Kompres dilakukan dengan kain basah yang hangat (30oC) dan nyaman
pada seluruh bagian tubuh. Penurunan suhu tubuh terjadi ketika air mengalami
evaporasi dari permukaan kulit. Kompres jarang digunakan karena tidak seefektif
antipiretik dalam menurunkan demam (Ward, 2010). Akantetapi berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan oleh Thomas, et al. (2008) dikatakan bahwa
pemberian antipiretik yang diikuti oleh kompres hangat dapat menurunkan suhu
tubuh lebih cepat dibandingkan dengan hanya memberikan antipiretik saja namun
ini hanya berlaku untuk 15-30 menit pertama. Setelah 2 jam penatalaksanaan,
derajat penurunan suhu panas yang terjadi sama dan anak yang dikompres bahkan
merasa lebih kurang nyaman.
2.2.6.3.Pemberian Cairan
Dengan adanya demam yang dialami anak maka kemungkinan akan
terjadinya dehidrasi semakin meningkat. Untuk mengurangi kemungkinan hal ini
terjadi maka orangtua harus lebih giat lagi menyuruh anak untuk minum. Anak
dapat diberikan susu sapi, ASI, susu formula dan air putih (Ward, 2010). Semua
keadaan demam harus ditatalaksana dengan pemberian cairan tambahan, oleh
karena selama demam anak banyak berkeringat dan cairan juga membantu
pelepasan panas lewat kulit (Schmitt, 2004).
2.2.6.4.Pakaian
Pakaian yang digunakan anak sebaiknya minimal saja, karena pelepasan
panas sebagian besar terjadi melalui kulit. Pakaian yang digunakan anak
sebaiknya hanya selapis dan ringan. Selain itu, anak dibiarkan tidur dengan
selimut selapis yang tipis dan ringan. Penggunaan pakaian dan selimut secara
berlebihan harus dihindari, oleh karena dapat menyebabkan demam yang semakin
tinggi (Schmitt, 2004).
12
2.2.6.5.Tirah Baring
Banyak dokter spesialis anak yang melihat bahwa anak yang tidak
beristirahat sama cepat sembuhnya dengan anak yang istirahat di tempat tidur.
Oleh karena itu metode tersebut telah dianggap tidak efektif lagi (Soedarmo dkk,
2010).
2.2.6.6.Rujuk ke Dokter
Menurut Widjaja (2001), untuk mengetahui perlu atau tidaknya
penanganan dokter jika anak balita mengalami demam dapat dilihat dari tanda-
tanda yang muncul, antara lain sebagai berikut:
a. Jika anak yang mengalami demam berusia dibawah enam bulan.
b. Jika anak mengalami gangguan pernafasan.
c. Jika anak secara berulang kali buang air besar atau diare, apalagi bila disertai
muntah-muntah.
d. Jika balita berusia antara 6-12 bulan menolak memakan makanan padat maka
kemungkinan besar ia mengalami peradangan pada tenggorokan. Anak diberi
susu sebagai pengganti makanan padat dan anak diberi antipiretik. Bila dalam
dua hari tindakan ini tidak menyembuhkan maka konsul ke dokter.
e. Jika anak balita sering bersin-bersin dan keluar cairan ingus dari hidungnya
maka kemungkinan anak mengalami radang tenggorokan. Bila demam dalam
dua hari tidak sembuh maka konsul ke dokter.
f. Jika anak mengeluhkan telinganya sakit atau pada anak yang belum mampu
berbicara terlihat menangis sambil menarik-narik daun telinganya maka
kemungkinan terdapat peradangan pada bagian tengah telinga. Hal ini
memerlukan penanganan dokter, terlebih bila dijumpainya sekret dari telinga si
anak
g. Jika terdapat bercak berwarna merah muda setelah mengalami demam selama
beberapa hari maka kemungkinan besar terinfeksi Roseola infentum.
h. Jika mengalami demam dengan diikuti munculnya bercak-bercak maka besar
kemungkinan anak terinfeksi .
13
2.2.7.Komplikasi
Komplikasi yang langsung disebabkan demam jarang terjadi. Mobiditas dan
mortalitas pasien lebih berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit bukan
tingkat dari demamnya (El-Radhi et al., 2009). Komplikasi demam yang dapat
dijumpai antara lain :
a. Dehidrasi
Dehidrasi dapat terjadi akibat peningkatan suhu tubuh, dimana setiap kenaikan
suhu 1oC dapat meningkatkan 10% kehilangan cairan insensible. Selain itu,
dehidrasi dapat terjadi akibat penggunaan obat antipiretik yang memicu
terjadinya keringat berlebihan (El-Radhi et al., 2009).
b. Kejang demam
Kejang yang terjadi pada kejang demam terkait dengan peningkatan suhu
tubuh diatas 39oC atau lebih (Haslam ,1999).
c. Delirium
Delirium dapat dijumpai ada sebagian anak apabila terjadi peningkatan suhu
tubuh (El-Radhi et al., 2009).
d. Hiperpireksia
Komplikasi lain adalah hiperpireksia dimana suhu tubuh mencapai lebih dari
41oC. Hal ini tidak lazim terjadi dan biasanya tidak berhubungan dengan
infeksi serius. Bayi dan anak pada suhu ini harus dievaluasi secara teliti
namun penanganan sama seperti anak dengan tingkat demam dibawah 39oC
(Avner, 1999).
e. Herpes labialis
Telah dijumapi hubungan antara keadaan demam febril pada anak dengan
aktivasi infeksi herpes simpleks yang laten (El-Radhi et al., 2009).
2.3. Pengetahuan
2.3.1.Definisi Pengetahuan
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2002), disebutkan bahwa istilah
pengetahuan berasal dari kata dasar “tahu” yaitu paham, maklum, mengerti.
Selanjutnya Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa pengetahuan adalah hasil
14
tahu dari manusia yang hanya menjawab “apa”misalnya apa itu air, apa itu
manusia dan sebagainya. Tafsir (2008), mengatakan bahwa pengetahuan adalah
semua yang diketahui. Dari segi motif pengetahuan dapat diperoleh melalui dua
cara: Pertama, pengetahuan diperoleh begitu saja, tanpa niat, tanpa motif, tanpa
keingintahuan, dan tanpa usaha. Kedua, pengetahuan diperoleh karena
diusahakan, biasanya karena belajar.
2.3.2.Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
(Notoatmodjo, 2003), yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan
tingkatan pengetahuan terendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara
benar. Pada tingkatan ini orang telah dapat menjelaskan, menyimpulkan,
memberikan contoh, dll.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek
kedalam komponen-komponen,tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
15
f. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
g. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruh pengetahuan
seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
d. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.
16
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
f. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
2.4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek yang tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu. Seorang ahli psikologi sosial Newcomb menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan dari motif tertentu.
Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap yang berarti orang (subjek) menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuiting), indikasinya adalah adanya ajakan kepada orang
lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap
suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling
tinggi.
Notoadmodjo (2003) menemukan sikap dalam bersifat positif dan dapat
bersifat negatif. Pada sikap positif kecendrungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif terdapat
sikap menjauhi, menghindari, membenci tidak menyukai objek tertentu.
17
Sikap tersebut mempunyai 3 komponen yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek,
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek,
3. Kecendrungan untuk bertindak.
2.5. Tindakan
Suatu sikap secara otomatis terwujud dalam suatu tindakan tetapi
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti
fasilitas. Tingkat-tingkat tindakan antara lain:
1. Persepsi (Perception), yakni mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (Guided Respon), yakni melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar.
3. Mekanisme (Mecanism), yakni apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi
kebiasaan.
4. Adaptasi (Adaption), yakni suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya
sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut (Notoadmodjo,
2003).
18
BAB 3
METODE
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka dapat dibuat kerangka konsep
penelitian sebagai berikut :
Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
Definisi operasianal dari penelitian ini perlu dijelaskan dengan tujuan
supaya tidak terdapat perbedaan persepsi dalam menginteprestasikan masing-
masing variabel. Dibawah ini akan dijelaskankan definisi operasional dari
penelitian ini :
a. Ibu
Ibu adalah seorang wanita, yang telah menikah dan memiliki anak yang
tinggal bersama-sama dalam satu keluarga.
b. Anak
Anak adalah seorang anak lelaki atau perempuan yang berusia dibawah 5
tahun pada saat penelitian.
c. Desa Tinggal
Desa tinggal adalah desa tempat tinggal ibu dan anak saat penelitian.
d. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah
diselesaikan responden (ibu) saat dilakukan wawancara. Tingkat pendidikan
pada penelitian ini dikategorikan dalam skala ordinal menjadi :
Karakteristik Ibu :
Desa Tinggal Usia Ibu Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu Status Ekonomi
Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan tentang
Penatalaksanaan Demam Anak pada Ibu
19
1. Pendidikan rendah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga
SD/sederajat.
2. Pendidikan menengah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga
SMP/sederajat.
3. Pendidikan tinggi, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat
atau perguruan tinggi.
e. Usia Ibu
Usia adalah lamanya waktu hidup responden (ibu) yang dihitung sejak lahir
hingga ulang tahun terakhir saat dilakukan wawancara. Pada penelitian ini,
usia dikategorikan dengan skala ordinal, yaitu:
1. < 20 tahun
2. 20-35 tahun
3. 36 - 50 tahun
f. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan sehari-sehari oleh ibu.
Pada penelitian ini, pekerjaan dikategorikan dengan skala nominal, yaitu:
1. Pegawai negeri sipil
2. Ibu Rumah Tangga
3. Wiraswasta
4. Petani
5. Lain-lain
g. Status Ekonomi
Status ekonomi, dilihat dari jumlah penghasilan tertinggi yang diperoleh
keluarga dalam satu bulan. Pada penelitian ini, status ekonomi dikategorikan
dengan skala ordinal, yaitu :
1. Status ekonomi menengah ke bawah, yaitu dengan jumlah penghasilan
dibawah Rp. 1.000.000 per bulan.
2. Status ekonomi menengah, yaitu dengan jumlah penghasilan dibawah
Rp. 1.000.000 sampai dengan Rp. 2.500.000 per bulan.
3. Status ekonomi menengah ke atas, yaitu dengan jumlah penghasilan
diatas Rp. 2.500.000 per bulan.
20
h. Penatalaksanaan Demam Anak
Penatalaksanaan demam adalah adalah cara-cara yang dilakukan oleh ibu
dengan tujuan untuk menurunkan demam pada anak. Penatalaksanaan yang
dimaksud antara lain adalah :
1. Penyebab demam
2. Pengukuran suhu anak
3. Pengomperesan
4. Pemberian cairan
5. Pemberian obat penurun panas pada anak
6. Aktivitas atau tirah baring
7. Membawa ke dokter
i. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui (hasil tahu) oleh
ibu tentang demam dan cara –cara penatalaksanaan demam pada balita.
Pengukuran tingkat pengetahuan ibu dilakukan dengan cara
wawancara dan menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner terdiri
dari 15 pertanyaan. Ketentuan nilai adalah bila jawaban benar diberi skor 1
dan bila jawaban salah diberi skor 0 sehingga jumlah skor maksimal yang
dapat diperoleh adalah 15 sedangkan jumlah skor minimal yang dapat
diperoleh adalah 0.
Pada penelitain ini, tingkat pengetahuan dikategorikan dengan skala
ordinal sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu :
1. Pengetahuan baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara
76%-100% (total skor : 11-15)
2. Pengetahuan sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara
40%-75% (total skor :6-10)
3. Pengetahuan kurang, jika total skor yang diperoleh ibu < 40% (total skor
: 0-5)
j. Sikap
Sikap adalah sejauh mana ibu setuju untuk menerapkan pengetahuan
yang dimilikinya mengenai penatalaksanaan demam pada anak.
21
Pengukuran tingkat sikap ibu dilakukan dengan cara wawancara dan
menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner terdiri dari 8
pertanyaan. Ketentuan nilai adalah bila jawaban benar diberi skor 1 dan bila
jawaban salah diberi skor 0 sehingga jumlah skor maksimal yang dapat
diperoleh adalah 8 sedangkan jumlah skor minimal yang dapat diperoleh
adalah 0.
Pada penelitain ini, tingkat sikap dikategorikan dengan skala ordinal
sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu :
1. Sikap baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-100%
(total skor : 7-8)
2. Sikap sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 40%-
75% (total skor :4-6)
3. Sikap kurang, jika total skor yang diperoleh ibu < 40% (total skor : 0-3)
k. Tindakan
Tindakan adalah sejauh mana ibu menerapkan penatalaksanaan demam
pada anak.
Pengukuran tingkat tindakan ibu dilakukan dengan cara wawancara
dan menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner terdiri dari 10
pertanyaan. Ketentuan nilai adalah bila jawaban benar diberi skor 1 dan bila
jawaban salah diberi skor 0 sehingga jumlah skor maksimal yang dapat
diperoleh adalah 10 sedangkan jumlah skor minimal yang dapat diperoleh
adalah 0.
Pada penelitain ini, tingkat tindakan dikategorikan dengan skala
ordinal sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu :
1. Tindakan baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-
100% (total skor : 8-10)
2. Tindakan sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara
40%-75% (total skor : 4-7)
3. Sikap kurang, jika total skor yang diperoleh ibu < 40% (total skor : 0-3)
22
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-
sectional, yang akan dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan
tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu.
3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sampaimah, Desa Sapta Marga,
Desa Alue Sentang, dan Desa Gampong Mesjid. Pengumpulan data
dilakukan mulai dari tanggal 3 November 2014 hingga tanggal 14 November
2014. Alasan dipilihnya keempat desa tersebut sebagai lokasi penelitian
adalah keempat desa tersebut merupakan desa dengan kunjungan rawat
jalan anak dengan gejala demam (ISPA, Common Cold, Bronkitis,
Bronkopneumonia, dan Tonsilitis) terbanyak di Puskesmas Manyak Payed
selama tahun 2014.
3.5. Populasi dan Sampel
3.5.1.Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak dibawah umur 5
tahun dan tinggal di Desa Sampaimah, Desa Sapta Marga, Desa Alue Sentang
dan Desa Gampong Mesjid.
3.5.2.Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Besar
sampel yang dihitung dengan rumus perhitungan besar sample untuk data proporsi
dengan populasi finit (Wahyuni, 2008) :
Z21-/2 P (1-P)
n = --------------------
d2
di mana n = besar sampel minimum
23
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada
tertentu = 1,96
P = harga proporsi di populasi = 0,5
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir = 0,1
Maka didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 96 responden.
Kriteria inklusi :
1. Terdaftar sebagai warga di wilayah kecamatan Manyak Payed
2. Ibu berumur dibawah 50 tahun
3. Memiliki anak dibawah 5 tahun
4. Datang ke Posyandu di desa tinggalnya pada saat dilakukan
penelitian
Kriteria eksklusi :
1. Ibu tidak bersedia menjadi responden penelitian
3.6. Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dari wawancara yang dilakukan peneliti kepada ibu dengan
bantuan kueisioner.
3.7. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu editing untuk
memeriksa hasil kueisioner responden, selanjutnya melakukan coding untuk
mengklasifikasikan data menurut kategori masing-masing serta untuk
memudahkan menganalisis data. Kemudian pemberian skor yang diikuti
memasukkan data ke dalam komputer (entry). Dan terakhir data di analisis
menggunakan program SPSS.
24
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskemas Manyak Payed
4.1.1.1. Data Geografis dan Demografis Wilayah Kerja Puskesmas Manyak
Payed
Puskesmas Manyak Payed terletak di Desa Tualang Baru Kecamatan
Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang. Puskesmas Manyak Payed mempunyai
36 desa, dengan luas wilayah 267,11 Km2. Jarak dari Ibukota Kabupaten ± 17 Km
yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua ataupun kendaraan roda empat
dalam waktu 30 menit.
Adapun jumlah kampung dalam Wilayah Kerja Puskesmas Manyak Payed
adalah sebanyak 36 kampung yang berbatasan wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bendahara
b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Langsa Timur
c. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Karang Baru
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Manyak Payed akhir tahun
2013 sebanyak 32.499 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 7.791 KK. Dan
diketahui rata-rata kepadatan penduduk adalah 121.67 Jiwa/Km2.
Distribusi penduduk tahun 2013, berdasarkan usia, 19.377 jiwa
merupakan kelompok usia produktif (61.22 %) sedangkan 12.602 Jiwa non
produktif (38.78 %). Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh dari bidan
desa, perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan pada awal
tahun 2013 adalah Perempuan / Laki-laki : 16.037 jiwa / 15.942 jiwa. Sex ratio
sebesar 99.4 % ini menggambarkan bahwa dalam 100 orang wanita di wilayah
kerja Puskesmas Manyak Payed terdapat 99 orang pria.
25
Pada tahun 2013 anggota keluarga miskin di wilayah kerja Puskesmas
Manyak Payed sebanyak 21.189 jiwa. Dari data diatas dapat di tarik kesimpulan
bahwa 65.1 % dari jumlah penduduk adalah keluarga miskin.
Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Manyak Payed berjumlah 7.791 KK
dengan rata-rata dalam satu rumah tangga dihuni oleh 4 orang anggota keluarga.
Kecamatan Manyak Payed memiliki 35 sarana pendidikan, terdiri dari 20
Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidayah, 6 Sekolah Menengah Pertama / Madrasah
Tsanawiyah, 2 Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah, 1 Pesantren dan 6
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
4.1.1.2. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Puskesmas Manyak Payed
Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Puskesmas Manyak Payed antara
lain:
1. Bangunan Puskesmas 1 (satu) unit, meliputi ruang kepala puskesmas,
ruang administrasi, ruang program, ruang rawat inap, ruang poliklinik
umum, anak dan lansia, ruang apotik, ruang kesehatan keluarga, ruang
bersalin, dan aula.
2. Puskesmas Pembantu (Pustu) 3 unit, yaitu Puskesmas Pembantu Kampung
Mesjid, Puskesmas Pembantu Pandan Sari dan Puskemas Pembantu Raja
Tuha.
3. Pondok Bersalin Desa (Polindes) sebanyak 14 unit
4. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) sebanyak 16 unit
5. Posyandu Plus sebanyak 1 unit
6. Rumah dinas sebanyak 6 unit
7. Kendaraan dinas sebanyak 2 unit mobil ambulans dan 4 unit sepeda motor
4.1.1.3. Jumlah Ketenagakerjaan Puskesmas Manyak Payed
Jumlah tenaga kerja Puskesmas Manyak Payed adalah 119 orang, dengan
62 orang (52,10%) merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), 19 orang (16%)
Pegawai Tidak Tetap (PTT), 21 orang (18%) staf kontrak, 16 orang (13,45%) staf
bakti, dan 1 orang (0,84%) staf titipan.
26
Berdasarkan pendidikan, tenaga kerja Puskesmas Manyak Payed terdiri
dari 3 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 6 orang S-1 Kesehatan
Masyarakat, 41 orang D-III Keperawatan, 27 orang D-III Kebidanan, 2 orang D-
III Lingkungan, 2 orang Analis, 21 orang Bidan, 5 orang SPK, 1 orang D-III PRG,
1 orang SPRG, 2 orang AMF, dan 8 orang SMA. Selain itu terdapat 145 orang
kader dari elemen masyarakat Manyak Payed.
4.1.2. Gambaran Kunjungan Pasien di Puskesmas Manyak Payed
Selama Januari – September 2014 jumlah kunjungan pasien rawat jalan di
Puskesmas Manyak Payed sebesar 15.638 kunjungan, dengan tiga diagnosis
terbanyak adalah common cold (2.240 kasus), Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA) (2.031 kasus) dan penyait pada sistem jaringan otot (1.852 kasus). Daftar
20 Diagnosis kunjungan rawat jalan di Puskesmas Manyak Payed dapat dilihat
pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Daftar 20 Diagnosis Kunjungan Rawat Jalan Puskesmas Manyak
Payed Januari – September 2014
NO Nama Penyakit Jumlah Kasus
1 Common Cold 2,240
2 ISPA 2,031
3 Penyakit Pada Sistem Jaringan Otot 1,852
4 Pelayanan KB 1,188
5 Penyakit Kulit Alergi 1,061
6 Dispepsia 1,100
7 Diare 869
8 Hipertensi 858
9 Sefalgia 603
10 Diabetes Melitus 526
11 Gastroenteritis 525
27
12 Penyakit Lain Saluran Pernafasan
Bagian Atas
514
13 Abses 431
14 Asma Bronkial 420
15 Penyakit Pulpa dan Jaringan
Periapikal
403
16 Lain-lain 380
17 ISK 248
18 Skizofrenia dan gangguan psikotik
kronik lainnya
106
19 Konjungtivitis 146
20 Malaria Tanpa Pemeriksaan Lab
(Malaria Klinis)
137
Total 15,638
Sedangkan untuk kunjungan rawat inap di Puskesmas Manyak Payed
selama Januari – September 2014 sebanyak 893 kasus dengan tiga diagnosis
terbanyak adalah dispepsia (477 kasus), Gastroenteritis (195 kasus) dan Observasi
Febris (95 kasus).
Tabel 4.2 Daftar Diagnosis Kunjungan Rawat Jalan Puskesmas Manyak
Payed Januari – September 2014
No Nama Penyakit Jumlah Kasus
1 Dispepsia 477
2 Gastroenteritis 195
3 Obs. Febris 95
4 Hipertensi 62
5 Colic Abdomen 43
6 Asma Bronkial 42
28
7 Demam Tifoid 34
8 PPOK 30
9 Diabetes Melitus 23
10 Kejang Demam 21
11 CHF 16
12 TB Paru 15
13 KLL / Trauma 14
14 ISK 12
15 Appendisitis 10
16 Haemoptoe 10
Total 893
4.1.3. Deskripsi Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan pada 100 orang responden yang merupakan ibu
yang memiliki anak balita di wilayah kerja Puskesmas Manyak Payed.
Karakteristik yang diamati terhadap responden adalah desa tinggal, tingkat
pendidikan, usia, pekerjaan, dan status sosial ekonomi.
a. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden ditentukan berdasarkan pendidikan terakhir
yang pernah diselesaikan responden. Kategori tingkat pendidikan terbagi atas:
1. Pendidikan rendah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga
SD/sederajat.
2. Pendidikan menengah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga
SMP/sederajat.
3. Pendidikan tinggi, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat
atau perguruan tinggi.
Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa sebagian besar responden
berpendidikan menengah (48%), sedangkan yang berpendidikan tinggi
sebesar 27% dan yang berpendidikan rendah sebesar 25% (Tabel 4.4).
29
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
.
Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Rendah 25 25
2. Menengah 48 48
3. Tinggi 27 27
Total 100 100
b. Usia
Umur responden dibagi berdasarkan tiga kategori, yaitu dibawah 20 tahun,
20- 35 tahun, dan 36-50 tahun. Responden mayoritas berasal dari kelompok
umur 20-35 tahun, yaitu sebesar 67 % dan diikuti oleh kelompok umur 36-50
tahun sebesar 20% (Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
No
.
Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
1. < 20 13 13
2. 20-35 67 67
3. 36-50 20 20
Total 100 100
c. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan yang dilakukan oleh responden pada penelitian dibagi atas pegawai
negeri sipil, ibu rumah tangga, wiraswasta, petani, dan lain-lain. Mayoritas
30
responden adalah ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 55 orang (55%) (Tabel
4.6). Adapun responden yang menjawab pekerjaan lain-lain adalah buruh
pabrik (2 orang).
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
No. Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Pegawai negeri sipil 9 9
2. Ibu Rumah Tangga 55 55
3. Wiraswasta 13 13
4. Petani 21 21
5. Lain-lain 2 2
Total 100 100
d. Status Ekonomi
Status ekonomi responden dinilai dari penghasilan tertinggi keluarga dalam
satu bulan. Status ekonomi dikategori menjadi :
1. Status ekonomi menengah ke bawah, yaitu dengan jumlah penghasilan
dibawah Rp. 1.000.000,00 per bulan.
2. Status ekonomi menengah, yaitu dengan jumlah penghasilan dibawah
Rp. 1.000.000,00 sampai dengan Rp. 2.500.000,00 per bulan.
3. Status ekonomi menengah ke atas, yaitu dengan jumlah penghasilan
diatas Rp. 2.500.000,- per bulan
Sebagian besar responden berada pada status ekonomi menengah ke bawah
(45%) dan menengah (44%) (Tabel 4.7).
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Status Ekonomi
No. Jumlah Penghasilan (Rp/bulan) Frekuensi (n) Persentase (%)
1. < 1.000.000 45 45
2. 1.000.000-2.500.000 44 44
3. > 2.500.000 11 11
Total 88 100
31
4.2. Hasil Utama Penelitian
Data lengkap distribusi frekuensi dan persentase jawaban responden untuk
setiap pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu tentang demam
anak terdapat pada tabel berikut.
Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan tentang
Penatalaksanaan Demam Anak
No. Pertanyaan Pengetahuan
Benar
(skor 1)
Salah
(Skor 0)
Total
N % n % %
1. Demam merupakan reaksi tubuh 29 29 71 71 100
2. Tempat pengukuran suhu tubuh 28 28 72 72 100
3. Suhu tubuh normal 30 30 70 70 100
4. Suhu tubuh yang dikatakan demam 42 42 58 58 100
5. Virus penyebab demam anak
tersering
49 49 51 51 100
6. Pengaruh dehidrasi terhadap demam 54 54 46 46 100
7. Pengukuran suhu dengan tangan
tidak efektif
55 55 45 45 100
8. Komplikasi demam 54 54 46 46 100
9. Demam dapat menyebabkan
kematian
58 58 42 42 100
10. Indikasi pemberian antipiretik 64 64 36 36 100
11. Suhu kompres 61 61 39 39 100
12. Cara mengompres anak 51 51 49 49 100
13. Cairan kompres 42 42 58 58 100
14. Kapan membawa anak ke tenaga
kesehatan
38 38 62 62 100
15. Efek samping obat antipiretik 38 38 62 62 100
32
Pertanyaan yang paling banyak dijawab benar oleh responden adalah pertanyaan
nomor 10 (64%), pertanyaan nomor 11 (61%) dan pertanyaan nomor 9 (58%).
Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah responden adalah
pertanyaan nomor 2 (28%), pertanyaan nomor 1 (29%), dan pertanyaan nomor 3
(30%) (Tabel 4.8).
Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden Tentang Sikap tentang
Penatalaksanaan Demam Anak
No. Pertanyaan Sikap
Benar
(skor 1)
Salah
(Skor 0)
Total
N % N % %
1. Saya setuju bahwa demam adalah
keadaan yang berbahaya dan
harus segera diturunkan
43 43 57 57 100
2. Saya setuju bahwa demam dapat
menyebabkan kejang
51 51 49 49 100
3. Saya setuju bahwa semua anak
demam harus diberikan obat
penurun panas
55 55 45 45 100
4. Saya setuju bahwa anak demam
tinggi terus menerus harus segera
dibawa ke tenaga kesehatan
56 56 44 44 100
5. Saya setuju bahwa obat penurun
panas memiliki efek samping
53 53 47 47 100
6. Saya setuju bahwa anak harus
dikompres saat demam
54 54 46 46 100
7. Saya setuju bahwa jika anak
rewel, gelisah atau lemas saat
demam harus segera dibawa ke
tenaga kesehatan
55 55 45 45 100
8. Saya setuju bahwa anak tidak 54 54 46 46 100
33
boleh dikompres dengan alkohol
Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Responden Tentang Tindakan
Penatalaksanaan Demam Anak
No. Pertanyaan Pengetahuan
Benar
(skor 1)
Salah
(Skor 0)
Total
N % n % %
1. Demam harus segera diturunkan 43 43 57 57 100
2. Demam tidak akan turun bila tidak
ditangani
42 42 58 58 100
3. Saya mengukur suhu dengan
termometer
29 29 71 71 100
4. Saya menggunakan obat penurun
panas
54 54 46 46 100
5. Saya membaca cara penggunaan
obat penurun panas
55 55 45 45 100
6. Saya membawa anak ke tenaga
kesehatan jika demamnya tidak
turun
54 54 46 46 100
7. Saya mengompres anak dengan air
hangat
58 58 42 42 100
8. Saya memberi anak minum lebih
banyak saat demam
64 64 36 36 100
9. Saya membawa anak ke tenaga
kesehatan jika mengalami kejang
saat demam
61 61 39 39 100
10. Saya bertanya kepada tenaga
kesehatan cara menangani anak yang
demam
51 51 49 49 100
34
Tabel 4.11 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang
Penatalaksanaan Demam Anak
No. Gambaran Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Kurang 40 40
2. Sedang 45 45
3. Baik 15 15
Total 100 100
Mayoritas responden (45%) memiliki tingkat pengetahuan tentang
penatalaksanaan demam anak dalam kategori sedang, sedangkan hanya 15
responden (15%) yang memiliki tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan
demam anak yang baik (Tabel 4.11).
Tabel 4.12 Distribusi Tingkat Sikap Responden Tentang Penatalaksanaan
Demam Anak
No. Gambaran Sikap Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Kurang 42 42
2. Sedang 38 38
3. Baik 20 20
Total 100 100
Sebanyak 42 responden (42%) memiliki gambaran sikap yang kurang terhadap
penatalaksanaan demam anak, sedangkan 38 (38%) responden memiliki tingkatan
sikap sedang, dan 20 (20%) responden memiliki tingkatan sikap yang baik (Tabel
4.12)
35
Tabel 4.13 Distribusi Tingkat Tindakan Responden Tentang
Penatalaksanaan Demam Anak
No. Gambaran Sikap Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Kurang 37 37
2. Sedang 38 38
3. Baik 25 25
Total 100 100
Sebanyak 37 responden (37%) memiliki tingkatan tindakan yang kurang terhadap
penatalaksanaan demam anak, sedangkan 38 (38%) responden memiliki tingkatan
tindakan sedang, dan 25 (25%) responden memiliki tingkatan tindakan yang baik
(Tabel 4.13)
BAB 5
DISKUSI
36
Pada penelitian ini didapatkan hasil utama berupa tingkat
pengetahuan, sikap dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak
pada ibu di empat desa di Kecamatan Manyak Payed, dimana untuk tingkat
pengetahuan dijumpai 40% responden memiliki tingkat pengetahuan
kurang, 45% sedang, dan 15% baik. Hasil serupa juga dijumpai untuk
tingkat sikap dimana 42% responden memiliki sikap kurang, 38% sikap
sedang, dan 20% baik. Sedangkan untuk tindakan dijumpai persentase
responden yang memiliki tingkat tindakan yang baik, sebanyak 20%. Namun
secara keseluruhan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden
berada dalam kategori sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian Wati (2010)
dimana dijumpai tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden
banyak pada kategori sedang. Namun perlu diperhatikan bahwa persentase
tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan kurang cukup besar (40%, 42%,
dan 37%). Hal ini mungkin disebabkan akses masyarakat yang relatif sedikit
terhadap fasilitas kesehatan dikarenakan jarak yang jauh serta media
promosi kesehatan yang belum memadai.
Berdasarkan distribusi menurut desa, dijumpai secara umum hampir
setiap desa memiliki mayoritas responden dengan tingkat pengetahuan,
sikap, dan tindakan yang berada dalam kategori sedang. Namun terdapat
beberapa perkecualian, seperti Desa Gampong Mesjid yang memiliki
mayoritas responden dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan yang
berada dalam kategori kurang.Hal ini mungkin disebabkan jarak desa
Gampong Mesjid dengan Puskesmas Manyak Payed yang relatif jauh dan
keterbatasan tenaga kesehatan di daerah tersebut.
Pada penelitian ini didapati sebagian besar responden dari masing-
masing kategori tingkat pendidikan memiliki tingkat pengetahuan, sikap,
dan tindakan yang berbeda, dimana dijumpai responden dengan tingkat
pendidikan yang rendah memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan
yang rendah, sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan tinggi
memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan yang lebih baik. Menurut
Notoatmodjo (2003), secara umum seseorang yang berpendidikan lebih
37
tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Hasil penelitian ini
sejalan dengan teori yang dikemukan oleh Notoatmodjo.
Pada distribusi jawaban responden tentang pengetahuan tentang
penatalaksanaan demam anak dijumpai pertanyaan yang paling banyak
dijawab salah adalah pertanyaan nomor 2,1 dan 3, yaitu tentang demam
adalah reaksi tubuh terhadap keadaan luar, dan cara pengukuran suhu
tubuh dan nilai suhu tubuh normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
penggunaan termometer yang masih relatif jarang di masyarakat dan hanya
tersedia di fasilitas kesehatan, dan stigma masyarakat bahwa demam selalu
menunjukkan adanya infeksi dan tidak mungkin disebabkan oleh faktor lain
seperti dehidrasi. Sedangkan 61% responden sudah mengetahui bahwa
mengompres anak dengan air hangat, namun masih terdapat masyarakat
yang memilih mengompres dengan air dingin maupun alkohol. Hal ini tidak
sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Wati
(2010), dimana diketahui pengetahuan ibu mengenai metode kompres yang
benar masih rendah, yaitu hanya 33,8% yang menjawab menggunakan air
hangat sedangkan 36,3% menjawab dengan menggunakan air dingin.
Kekeliruan mengenai pengetahuan ini mungkin disebabkan oleh karena
menurut Soedarmo dkk (2010) penggunaan air dingin memang telah dikenal
sejak abad ke 4 sebelum Masehi namun merupakan suatu kontraindikasi
untuk penanganan demam sekarang. Hal yang serupa didapati mengenai
metode kompres dengan alkohol, dimana menurut Axelrod (2000) sebelum
tahun 1950 penggunaan alkohol memang kerap dilakukan namun setelah itu
diketahui bahwa metode tersebut dapat menyebabkan anak mengalami
hipoglikemia dan koma.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
38
6.1. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam
penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di empat
desa di wilayah kecamatan Manyak Payed yaiu tingkat pengetahuan kurang
sebanyak 40%, tingkat pengetahuan sedang sebanyak 45%, dan tingkat
pengetahuan baik sebanyak 15%.
2. Tingkat sikap tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di empat desa di
wilayah kecamatan Manyak Payed yaiu tingkat sikap kurang sebanyak 42%,
tingkat sikap sedang sebanyak 38%, dan tingkat sikap baik sebanyak 20%.
3. Tingkat tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di empat desa
di wilayah kecamatan Manyak Payed yaiu tingkat tindakan kurang sebanyak
37%, tingkat tindakan sedang sebanyak 38%, dan tingkat tindakan baik
sebanyak 25%..
6.2. Saran
Beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berperan dalam penelitian ini adalah:
1. Diharapkan ini dapat menjadi masukan bagi instansi pemerintah, terutama
dalam bidang kesehatan, dalam membuat kebijakan mengenai penyuluhan
tentang demam dan penatalaksanaan demam yang tepat, terutama mengenai
penggunaan termometer dalam deteksi dan penanganan demam, indikasi
pemberian antipiretik berdasarkan suhu tubuh dan metode kompres pada anak
yang demam.
2. Diharapkan adanya sosialisasi kepada tenaga kesehatan betapa pentingnya
penyuluhan tentang penatalaksananaan demam pada anak kepada ibu yang
memadai dan merata ke setiap desa.
3. Diharapkan kepada para ibu agar bisa memanfaatkan hasil penelitian ini dan
menambah wawasan mengenai pengetahuan tentang demam dan
penatalaksanaan demam yang tepat.
39
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, A.M., 1999. Demam. Dalam: Wahab, S.A., ed. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Vol.2 Edisi 15. Jakarta EGC, 854-855.
40
Avner, J.R., 2009. Acute Fever. New York: Albert Einstein College of Medicine.
Available from: http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/30/1/5.
pdf . [Accessed: 10 April 2011].
Axelrod, Peter, 2000. External Cooling in the Management of Fever.
Philadelphia: Temple University School of Medicine. Available from:
http://cid.oxfordjournals.org/content/31/Supplement_5/S224.full.pdf+html
[Accessed: 15 November 2011]
Barret, K.M., Barman, S.M., Boitano, S., Brooks, H.L.,2010. Ganong's Review of
Medical Physiology 23rd ed. USA: McGraw-Hill.
Concise Oxford English Dictionary 10thed on CD-ROM Version 1.1. UK: Oxford
University Press.
Crocetti, M., Moghbeli, N., Serwint, J., 2001. Fever Phobia Revisited: Have
Parental Misconception About Fever Changed in 20 Years?. Baltimore :
Johns Hopkins Bayview Medical Center. Available from: http://pediatrics.
aappublications.org/ crg/reprint/107/6/1241.pdf. [Accessed: 10 April 2011].
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Manajemen Terpadu Balita
Sakit. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat PP dan
PL.
Doley, M.F., O’Leory,S.T., Simoes, E.A., Nyquist, A.C., 2007. Immunization. In:
Hay, W.W., Levin, M.J., Sondheimer, J.M., Deterding, R.R., ed. Current
Pediatric Diagnosis and Treatment 18th ed. USA: McGraw-Hill, 242.
El-Radhi, S.A., Carrol, J., Klein, N., 2009. Clinical Manual of Fever in Children.
Berlin: Springer.
41
Fauci, S.A., et al., 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th ed. USA:
McGraw-Hill.
Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology 11thed.
Pennsylvania: Elsevier Saunders, 889-895.
Haslam, R.H., 1999. Kejang-Kejang pada Masa Anak. Dalam: Wahab, S.A., ed.
Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.3 Edisi 15. Jakarta EGC, 2059-2060.
Hay, A.D., Heron, J., Ness, A., 2005. The prevalence of symptoms and
consultations in pre-school children in the Avon Longitudinal Study of
Parents and Children (ALSPAC): a prospective cohort study. UK: Oxford
University Press. Available from: http://fampra.oxfordjournals.org/content/
22/4/367.full. [Accessed: 26 April 2011].
Katzung, B.G., 2006. Basic and Clinical Pharmacology 10th ed.USA: McGraw-
Hill, 1062-1068.
Kayman, H., 2003. Management of Fever: Making Evidence-Based Decisions.
South Carolina: South Carolina Departemen of Health and Enviromental
Control. Available from: http://cpj.sagepub.com/content/42/5/383. [Accessed:
10 April 2011].
Kramer, M.S., Shapiro, E.D., 1997. Management of the Young Febrile Child: A
Commentary on Recent Practice Guidelines. Available from: http://peditrics.
aappublications .org/cgi/reprint/100/1/128.pdf. [Accessed: 17 April 2011].
Lau, A.S., Uba, A., Lehman, D., 2002. Infectious Disease. In: Rudolf, A.M.,
Kamei, R.K., Oberby, K.J., ed. Rudolph’s Fundamentals of Pediatrics 3rd ed.
USA: McGraw-Hill, 313.
42
Nairn, R., 2005. Imunologi. Dalam: Mudihardi, E.M., Kuntaman, Wasito, E.B.,
Mertaniasih, N.M., Harsono, S., Alimsardjono, L., ed. Jawetz, Melnick, &
Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran Buku 1. Jakarta: Salemba Medika, 167-
176.
National Institute of Health and Clinical Excellence, 2007. Feverish Illness in
Children: Assessment and initial management in children younger than 5
years. London: RCOG Press. Available from: www.nice.org.uk. [Accessed:
15 April 2011].
Ng,D.K., Lam, J.C., Chow, K.W., 2002. Childhood Fever Revisited. Hongkong:
Kwong Wah Hospital. Available from: http://www.hkmj.org/articlepdfs/ hkm
0202p39.pdf [Accessed: 10 April 2011].
Notoadmodjo, S., 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Price, D.L., Gwin, J.F., 2008. Pediatric Nursing: An Introductory Text 10thed.
Missouri: Saunders Elsevier, 34.
Pratomo, H., 1990. Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Purwoko, Djauhar I., dan Soetaryo, 2003. Demam pada Anak: Perabaan Kulit,
Pemahaman dan Tindakan Ibu. Diunduh dari: http://asic.lib.unair.
ac.id/journals/abstrak/Berkala%20Ilmu
%20Kedokteran 2035%202%202003%20%3B%20Purwoko%20%3B
%20Demam%202.pdf. [Diakses: 10 April 2011].
43
Schmitt, B.D., 2004. Pediatric Telephone Advice 3rded. Philadelphia: Lippincott
Wlliams & Wilkins, 315-326.
Sherwood, L., 2001. Keseimbangan Energi dan Pengaturan Suhu. Dalam:
Santoso, B.I., Editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi Keempat.
Jakarta: EGC, 596-598.
Sholihah, Siti, 2011. Gambaran Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang
Tindakan Pertama Demam Demam Pada Balita Di Puskesmas Sembayat
Gresik. Diunduh dari: http://share.stikesyarsis.ac.id/ elib/main/dok/00580/
GAMBARAN-TINGKAT-PENGETAHUAN-ORANG-TUA-TENTANG--
TINDAKAN-PERTAMA-DEMAM-DEMAM-PADA-BALITA--DI-
PUSKESMAS-SEMBAYAT-GRESIK. [Diakses: 15 November 2011].
Soedarmo, S.P., Garna, H., Hadinegoro, S.R., Satari, H.I., 2010. Buku Ajar Infeksi
& Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 21-46.
Sullivan, J.E., Farrar, H.C., 2011. Clinical Report-Fever and Antipyretic Use in
Children. American Academy of Pediatrics. Available from:
http://pediatrics.aappublications.org/cgi/reprint/peds.2010-3852v1.pdf.
[Accessed : 10 April 2011].
Survei Kesehatan Nasional, 2004. Status Kesehatan Masyarakat di Indonesia.
Diunduh dari: http://www.litbang.depkes.go.id/~surkesnas2/index.php?option
= comcontent & task=view&id=74&Itemid=35 . [Diakses: 31 Maret 2011].
Tafsir, A., 2006. Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja Roesdakarya.
Thomas, S., Vijaykumar, C., Moses, P.D., Antonisamy B., 2008. Comparative
Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic Drug Versus Only
Antipyretic Drug in the Management of Fever Among Children: A
44
Randomized Controlled Trial. Available from: http://medind.nic.in/ibv/
t09/i2/ibvt09i2p133.pdf. [Accessed: 26 April 2011].
Wahyuni, A.S., 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bambodoe Communication.
Ward, M.A., 2010. Patient Information: Fever in Children. Available from:
http://www.uptodate.com/contents/patient-information-fever-in-children.
[Accessed: 26 April 2011].
Wati, C., 2010. Gambaran Pengetahuan Ibu dalam Penatalaksanaan Demam
pada Anak Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pasar Merah
Timur Medan Tahun 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Widjaja, M.C., 2001. Mencegah dan Mengatasi Demam pada Balita. Jakarta:
Kawan Pustaka.
Wilmana, P.F., Gunawan, S.G., 2007. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-
Inflamasi Nonsteroid, dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gunawan,
S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth, ed. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta : Gaya Baru, 234-238.