Post on 15-Nov-2015
description
23
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai Desember 2013.
Tahapan pelaksanaan penelitian meliputi :
1. Pengambilan sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. dilakukan di
Kawasan Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Pantai Indah Kapuk,
Jakarta Utara.
2. Penelitian ekstraksi, uji fitokimia dan uji in vitro dilakukan di
Laboratorium Bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran.
3. Penelitian uji tantang (in vivo) dilakukan di Laboratorium Akuakultur
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel :
- Trash bag digunakan untuk membungkus daun Rhizophora mucronata
Lamk.
- Buku panduan identifikasi mangrove (Kitamura 2003) digunakan untuk
mengidentifikasi sampel Rhizophora mucronata Lamk.
2. Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi Rhizophora mucronata Lamk. :
- Koran bekas digunakan sebagai wadah penjemuran daun Rhizophora
mucronata Lamk.
- Pisau digunakan untuk memotong daun Rhizophora mucronata Lamk.
- Talenan digunakan sebagai wadah daun Rhizophora mucronata Lamk.
dipotong.
- Blender digunakan untuk menghaluskan sampel daun Rhizophora
mucronata Lamk.
24
- Timbangan analitik digunakan untuk menimbang berat daun Rhizophora
mucronata Lamk. serta hasil ekstrak.
- Erlenmeyer digunakan sebagai tempat merendam daun Rhizophora
mucronata Lamk. dengan pelarut metanol (maserasi).
- Corong kaca digunakan untuk membantu proses penyaringan.
- Kertas saring digunakan untuk menyaring filtrat hasil ekstraksi.
- Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume filtrat hasil maserasi.
- Rotary evaporator digunakan untuk menguapkan filtrat.
- Spatula digunakan untuk mengambil ekstrak pasta dari flask.
- Botol vial digunakan untuk menempatkan ekstrak pasta hasil penguapan.
- Kertas label digunakan untuk memberi penandaan di botol vial.
3. Peralatan yang digunakan untuk uji fitokimia Rhizophora mucronata Lamk. :
- Tabung reaksi digunakan untuk mereaksikan sampel ekstrak dengan
reagen indikator fitokimia.
- Pipet Pasteur digunakan untuk mengambil reagen indikator fitokimia.
4. Peralatan yang digunakan untuk uji in vitro :
- Timbangan analitik digunakan untuk menimbang bubuk media agar.
- Erlenmeyer digunakan sebagai wadah media agar.
- Hotplate digunakan untuk memanaskan media agar.
- Autoclave digunakan untuk mensterilkan alat dan media agar.
- Petridisk digunakan sebagai wadah media agar pada uji sensitivitas
antibakteri.
- Bunsen digunakan untuk aseptisasi lingkungan kerja.
- Laminar air flow digunakan sebagai tempat aseptisasi lingkungan kerja.
- Mikro pipet digunakan untuk mengambil larutan ekstrak Rhizophora
mucronata Lamk.
- Jarum ose digunakan untuk membantu inokulasi bakteri ke media agar
plate.
- L glass digunakan untuk meratakan larutan bakteri pada media agar.
- Pinset digunakan untuk meletakkan paper disk ke atas media agar.
- Inkubator digunakan untuk tempat inkubasi bakteri.
25
- Jangka sorong digunakan untuk mengukut diameter zona hambat yang
terbentuk.
5. Peralatan yang digunakan untuk uji in vivo :
- Akuarium digunakan untuk aklimasi larva udang windu.
- Keller digunakan untuk tempat uji LC50 udang windu PL 10.
- Akuarium digunakan untuk tempat uji in vivo udang windu PL 15.
- Heater digunakan untuk mempertahankan suhu air.
- Selang siphon digunakan untuk membersihkan kotoran pada toples uji.
- Aerator digunakan untuk memasok oksigen pada wadah uji.
- Plastik trashbag digunakan untuk menutup toples uji.
3.2.2. Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
- Sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. sebanyak 5 kg diambil dari
Kawasan Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk digunakan sebagai
sumber senyawa antibakteri.
- Isolat bakteri Vibrio harveyi digunakan sebagai bakteri patogen.
- Larva udang windu PL 10 dan PL 15 sebanyak 500 ekor dari PT. Gratema
Indramayu digunakan sebagai hewan uji in vivo.
- Etil asetat, n-heksan dan butanol digunakan sebagai pelarut fraksinasi.
- H2SO4 1% dan BaCl 1% digunakan sebagai pelarut MacFarland.
- Media Nutrien Agar (NA) digunakan sebagai media tumbuh bakteri uji.
- Kloroform digunakan untuk uji fitokimia.
- Aquades steril digunakan untuk sterilisasi.
- Alkohol 70% digunakan untuk sterilisasi.
- Air laut digunakan sebagai pelarut media agar dan medium tumbuh larva
udang windu.
- Paper disk digunakan sebagai tempat meletakkan ekstrak pada uji in vitro.
- Artemia digunakan sebagai pakan larva udang windu selama uji in vivo.
- Pereaksi Dragengorf, Meyer dan Bouchart digunakan sebagai reagen
indikator alkaloid.
26
- Larutan logam magnesium dan asam klorida digunakan sebagai reagen
indikator flavonoid.
- Pereaksi Lieberman digunakan sebagai reagen indikator steroid dan
triterpenoid.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental
laboratoris. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
pada uji in vivo. Uji in vivo dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 5 (lima) perlakuan dan 2 (dua) kali ulangan sebagai berikut:
A = tanpa direndam ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. (Kontrol)
B = direndam dengan ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. dengan
konsentrasi 25% dari nilai LC50
C = direndam dengan ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. dengan
konsentrasi 50% dari nilai LC50
D = direndam dengan ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. dengan
konsentrasi 75% dari nilai LC50
E = direndam dengan ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. dengan
konsentrasi 100% dari nilai LC50
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Pengambilan Sampel
Sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. diambil dari Kawasan Wisata
Alam Mangrove Angke Kapuk, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Jenis sampel
daun yang diambil merupakan daun tua. Sebanyak 5 kg sampel basah daun
Rhizophora mucronata Lamk. diambil kemudian sampel disimpan di dalam trash
bag untuk dibawa ke laboratorium.
Pengambilan sampel dilakukan melalui purposive random sampling di
mana sampel diambil dari lokasi dimana ditemukan adanya komoditas sampel
yang diinginkan. Titik koordinatnya dicatat dengan menggunakan GPS. Sampel
diambil dari tiga titik lokasi yang berbeda dengan tujuan untuk mewakili
27
Rhizophora mucronata Lamk. yang ada pada Kawasan Wisata Alam Angke
Kapuk. Pada saat pengambilan sampel dilakukan pengukuran meliputi salinitas,
suhu, DO dan pH perairan di Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk. Pengukuran
dilakukan untuk mengetahui kualitas air di perairan tersebut (Lampiran 1).
3.4.2. Pembuatan Serbuk Kering Daun Rhizophora mucronata Lamk.
Sebelum dilakukan proses ekstraksi, sampel daun Rhizophora mucronata
Lamk. segar yang baru diambil dari Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk
ditimbang beratnya sebagai berat sampel basah, kemudian sampel dicuci
menggunakan air bersih untuk menghilangkan garam serta epifit yang menempel
di tubuhnya. Sampel selanjutnya dikeringkan selama 1 bulan tanpa terkena cahaya
matahari secara langsung, kemudian ditimbang kembali beratnya setelah
pengeringan.
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan
dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan dapat terhambat
(Yulian 2011). Salah satu tujuan pengeringan ialah untuk memperoleh serbuk
yang tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam keadaan terawasi untuk
mencegah perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus dikeringkan
secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan aliran udara.
Setelah kering, sampel ini dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum
dianalisis (Harborne 1987 dalam Yulian 2011).
Dari tahap pengeringan sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. ini,
perbandingan berat sampel daun segar sebelum dilakukan proses pengeringan
dengan sampel kering yang telah dijadikan bubuk halus sebesar 5 : 1 (5 kg : 1 kg).
Berikut persentase perbandingan berat sampel segar dengan sampel hasil proses
pengeringan:
Dapat dilihat bahwa sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. yang
sudah dikering udarakan memiliki persentase kisaran berat sekitar 20% dari berat
sampel awal (kondisi segar sebelum proses pengeringan). Batas proses
28
pengeringan dilakukan sampai sampel dapat dihaluskan dengan blender kemudian
dijadikan serbuk halus dengan cara diayak dengan menggunakan saringan halus.
Serbuk kering inilah yang kemudian akan diekstrak untuk proses selanjutnya
(Lampiran 2).
3.4.3. Prosedur Uji Fitokimia Serbuk Daun Rhizophora mucronata Lamk.
Ekstrak daun Rhizophora mucronata Lamk. diuji kandungan fitokimianya
meliputi : alkaloid, flavonoid, fenolik, triterpenoid dan steroid, saponin, dan tanin.
Pengujian fitokimia ekstrak dilakukan menurut panduan yang dikembangkan oleh
Bachtiar et al., (2012) yaitu:
a. Uji Alkaloid
Sebanyak 1 gram sampel ditimbang, kemudian sampel tersebut dilarutkan
dalam 5 ml kloroform dan ditambah 3 tetes ammonia (NH4OH) 10% lalu dikocok.
Lapisan kloroform diambil kemudian dilarutkan dalam 1 ml H2SO4 2N lalu
dikocok sampai homogen. Setelah itu ditambahkan 1 tetes pereaksi Meyer
(KI+HgCl2). Hasil positif sampel mengandung alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan putih.
b. Uji Flavonoid
Sebanyak 1 gram sampel halus dididihkan dengan 25 ml metanol selama
10 menit kemudian disaring dalam keadaan panas dan pelarut diuapkan sampai
kering. Selanjutnya ditambahkan kloroform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml
kemudian dikocok dan dibiarkan sejenak hingga terbentuk dua lapisan kloroform
air (lapisan kloroform di bagian bawah dan lapisan air di bagian atas). Sebagian
dari lapisan air diambil dengan pipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian 0,1 gram
bubuk magnesium dan masing-masing 5 tetes asam klorida pekat dan amil
alkohol. Reagen kedua dengan menggunakan H2SO4 2 N sebanyak 2 tetes.
Reagen ketiga menggunakan NaOH 10% sebanyak 2 tetes. Hasil positif flavonoid
adalah terbentuk warna orange merah.
29
c. Uji Fenolik
Sebanyak 1 ml lapisan air hasil uji flavonoid dimasukkan ke dalam plat
tetes atau kaca arloji dan kemudian ditambahkan pereaksi FeCl3 1%. Adanya
kandungan senyawa fenolik ditandai dengan terbentuknya warna biru ungu.
d. Uji Triterpenoid dan Steroid
Sebanyak 3 tetes lapisan kloroform dari uji flavonoid diteteskan ke plat
tetes dan dibiarkan sampai kering. Kemudian ditambahkan 1 tetes asam asetat
anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (Pereaksi Liebermann Burchard). Pada uji
triterpenoid dan steroid, apabila terbentuknya warna merah artinya adalah positif
triterpenoid dan terbentuknya warna biru atau ungu merupakan tanda positif
steroid.
e. Uji Saponin
Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam beaker glass dan
ditambahkan 20 ml akuades kemudian dipanaskan selama 5 menit dan disaring
dalam keadaan panas kemudian filtrat tersebut diambil sebanyak 10 ml dan
dikocok dengan kuat secara vertikal selama 10 detik. Hasil positif saponin, akan
terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 1-10 cm dan tidak hilan pada
penambahan 1 tetes HCl 2 N.
f. Uji Tanin
Sebanyak 2 ml filtrat hasil penyaringan pada uji saponin dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi FeCl3 1%. Hasil positif
mengandung tanin terlihat dengan terjadinya warna biru tua atau hijau kehitaman.
30
3.4.4. Prosedur Ekstraksi Daun Rhizophora mucronata Lamk.
Ekstraksi bertingkat daun Rhizophora mucronata Lamk. dilakukan dengan
metode maserasi. Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan secara berturut-turut
dengan menggunakan tiga pelarut berbeda untuk memisahkan senyawa
berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu pelarut non-polar dengan menggunakan
pelarut n-heksan, pelarut semi polar menggunakan pelarut etil asetat dan pelarut
polar menggunakan butanol.
Serbuk sampel kering sebanyak 500 gram yang telah dihaluskan direndam
ke dalam larutan berdasarkan tingkat kepolarannya, yaitu dengan pelarut non
polar (n-heksan) terlebih dahulu sebanyak 2000 ml dalam maserator hingga
seluruh bagian sampel terendam (perbandingan 1:4). Maserasi dilakukan selama 1
x 24 jam dengan tiga kali pengulangan. Setelah tiga kali pengulangan, sampel
kemudian direndam dengan larutan kedua, yaitu pelarut semi polar (etil asetat),
dilakukan perendaman dengan perlakuan yang sama. Terakhir sampel dilakukan
perendaman dengan pelarut polar yaitu butanol dengan jumlah volume (1:4) serta
perlakuan yang sama (3 kali pengulangan).
Setelah 1 x 24 jam maserasi, rendaman disaring dengan menggunakan
kertas saring, kemudian filtrat ditampung dalam erlenmeyer dan diukur
volumenya. Filtrat yang sudah dipisahkan kemudian diuapkan dengan rotary
evaporator pada suhu 40C hingga terbentuk ekstrak kasar dalam bentuk pasta di
dinding flask (Lampiran 3). Ekstrak kasar (pasta) yang didapat kemudian
ditimbang beratnya dan ditempatkan di dalam botol vial.
3.4.5. Uji Fitokimia Hasil Ekstraksi
Ketiga ekstrak kasar (pasta) hasil ekstraksi yang telah diuapkan dengan
rotary evaporator, kemudian dilakukan pengujian fitokimia kembali untuk
memastikan senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada masing-masing
ekstrak pasta hasil maserasi berdasarkan tingkat kepolarannya tersebut.
31
3.4.6. Kultur Isolat Bakteri Vibrio harveyi
Bakteri Vibrio harveyi diinokulasikan pada media Nutrien Agar (NA)
dalam cawan petri yang telah diberi label. Stok bakteri Vibrio harveyi awal
diambil dengan menggunakan ose (1-2 ose) dan dioleskan ke media NA dalam
cawan petri kemudian cawan petri diinkubasi selama 1-2 hari ke dalam inkubator
dengan temperatur 37 C sedangkan stok bakteri Vibrio harveyi dimasukkan ke
dalam lemari es. Pembiakan berhasil dapat dilihat dari permukaan media
berwarna putih. Pembiakan siap digunakan dan apabila belum dipakai masukkan
ke dalam lemari es. Semua dilakukan dalam ruang laminar dan menggunakan
bunsen agar perlakuan tetap aseptik (Yulian 2011).
Pembuatan larutan bakteri Vibrio harveyi kepadatan 107 CFU/ml bakteri
dilakukan dengan cara mengambil isolat bakteri uji dengan kepadatan 107 CFU/ml
bakteri yang telah dikultur dengan menggunakan jarum ose (2-3 ose) kemudian
dilarutkan ke dalam larutan NaCl fisiologis. Lalu dibandingkan dengan larutan
bakteri yang telah dilakukan dengan larutan McFarland (Yulian 2011).
Larutan McFarland 0,5 digunakan sebagai pembanding kekeruhan biakan
bakteri dalam medium cair dengan kepadatan antara antara 1 x 107 CFU/ml 1 x
108
CFU/ml. Urutan kerja pembuatan larutan McFarland 0,5 menurut Nurhayati
(2007) dalam Mufidah (2011) adalah sebagai berikut: sebanyak 0,05 ml BaCl2 1%
dalam akuades ditambahkan 9,95 H2SO4 1%. Kemudian disimpan di tempat yang
terhindar dari cahaya matahari langsung.
3.4.7. Prosedur Uji in vitro (Uji Sensitivitas Antibakteri)
Uji in vitro pada penelitian ini menggunakan metode Difusi Lempeng
Agar (Agar Disk-Diffusion Assay) yang mengacu pada prosedur yang dilakukan
oleh Laboratorium Hama dan Penyakit BBPBAP Jepara dalam Hidayat (2011)
dengan 5 (lima) variasi konsentrasi ekstrak uji yaitu 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm
dan 10.000 ppm untuk ekstrak daun Rhizophora mucronata Lamk. dan dengan uji
kontrol pelarut menggunakan antibiotik kloramfenikol. Adapun pengulangan
dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali. Prosedur uji sensitivitas antibakterinya yaitu
sebagai berikut :
32
1. Isolat bakteri uji dengan kepadatan 107 CFU/ml bakteri yang telah dikultur
dioleskan di permukaan media NA (Nutrien Agar) pada cawan petri
dengan menggunakan jarum ose.
2. Paper disk direndam pada masing-masing konsentrasi ekstrak, selanjutnya
paper disk yang telah mengandung ekstrak diletakkan pada permukaan
media inokulasi dengan menggunakan pinset.
3. Bakteri kemudian diinokulasi selama 24 jam pada suhu inkubator 37 C.
4. Diameter zona hambatan yang terbentuk diukur dengan menggunakan
jangka sorong.
5. Semua proses dilaksanakan secara aseptis.
3.4.8. Prosedur Uji LC50 Toleransi Udang Windu PL 10 terhadap Ekstrak
Butanol Daun Rhizophora mucronata Lamk.
Metode uji LC50 mengacu pada prosedur yang dilakukan Meyer et al.
(1982) dalam Yulian (2011), yaitu sebagai berikut :
1. Penyiapan udang windu PL 10 yang dilakukan dengan aklimatisasi selama
5 hari.
2. Ke dalam keller yang telah diisi air laut, dimasukkan sebanyak 6 ekor
udang windu PL 10.
3. Ekstrak butanol daun Rhizophora mucronata Lamk. dengan variasi
konsentrasi masing-masing sebesar 0 ppm (kontrol), 10 ppm, 100 ppm,
1000 ppm dan 10.000 ppm dipaparkan.
4. Pengamatan mortalitas dilakukan selama 48 jam dengan selang
pengamatan 15 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 8 jam, 16 jam, 24
jam dan 48 jam.
5. Nilai LC50 dihitung dengan menggunakan program EPA Probit.
33
3.4.9. Prosedur Uji in vivo
Prosedur uji tantang udang windu PL 15 diawali dengan aklimatisasi
udang selama 5 (lima) hari. Aklimatisasi bertujuan untuk penyesuaian diri udang
windu dengan kondisi baru. Hewan uji yang digunakan adalah udang windu Post
Larva (PL) 15 yang berasal dari PT Gratema Indramayu. Udang windu Post Larva
(PL) 15 dipilih, karena pada umur tersebut udang windu rentan terhadap berbagai
penyakit (Yulian 2011). Selama proses aklimatisasi udang diberi pakan sebanyak
4 kali sekali dengan selang waktu 6 jam sekali dengan menggunakan artemia.
Penyiponan dilakukan setiap hari dengan pergantian air sebanyai 30-50%
(Maryani 2003).
Setelah udang teradaptasi dengan lingkungan uji, kemudian dilakukan
proses penginfeksian bakteri Vibrio harveyi terhadap udang windu PL 15 yang
dilakukan melalui perendaman dengan kepadatan bakteri 106
CFU/ml. Udang
windu yang telah diaklimatisasikan diambil dari wadah stok sebanyak 30
ekor/akuarium, untuk kemudian direndam dalam media larutan bakteri dengan
kepadatan 106
CFU/ml selama 15 menit kemudian dikembalikan ke akuarium
penampungan, tunggu selama 3 jam hingga tampak gejala klinis serangan
vibriosis, meliputi: tubuh udang tampak kusam dan kotor, nafsu makan menurun,
kerusakan pada kaki dan insang, atau insang berwarna kecoklatan, kondisi tubuh
lemah, berenang lambat, bagian kaki renang (pleopoda) dan kaki jalan
(pereiopoda) menunjukkan melanisasi. Dan udang yang sekarat sering berenang
ke permukaan atau pinggir akuarium.
Setelah muncul gejala klinis vibriosis, percobaan pencegahan terhadap
infeksi bakteri Vibrio harveyi pada udang windu dilakukan dengan perendaman
dalam media ekstrak butanol daun Rhizophora mucronata Lamk. pada masing-
masing keller ukuran 3 liter, dengan konsentrasi sebesar 0% (kontrol), 25%, 50%,
75% dan 100% dari nilai LC50 toleransi udang terhadap ekstrak. Setelah 15 menit
perendaman ekstrak butanol, udang windu dikembalikan ke akuarium
pemeliharaan dan dilakukan pengamatan nilai Kelangsungan Hidup/Survival Rate
(SR) udang windu PL 15 selama 7 hari.
34
3.5. Parameter yang Diamati
3.5.1. Hasil Uji Fitokimia
Pada uji fitokimia, kandungan metabolit sekunder yang diamati adalah
reaksi perubahan warna, timbulnya busa dan pengendapan yang dilakukan di
laboratorium (Tania 2011).
Tabel 1. Parameter Uji Fitokimia
Uji Fitokimia Parameter yang diamati
Uji Alkaloid + jika terbentuk endapan putih
kekuningan/cokelat
Uji Flavonoid + jika terbentuk warna orange/merah
Uji Fenolik + jika terbentuknya warna biru ungu
Uji Steroid/Triterpenoid + jika terbentuk warna merah/biru/ungu
Uji Saponin + jika terbentuk busa stabil 1-10 cm
Uji Tanin + jika terbentuk warna biru/hijau kehitaman
3.5.2. Rendemen Ekstrak
Pada ekstraksi daun Rhizophora mucronata Lamk. ini dilakukan perhitungan
nilai rendemen. Rendemen adalah perbandingan berat ekstrak yang terkandung
dalam suatu bahan simplisia dengan berat awalnya. Berikut perhitungan nilai
rendemen menurut (SNI-19-1705-2000 dalam Prabowo 2009):
3.5.3. Diameter Zona Hambat
Diameter zona hambatan didapatkan dari hasil uji in vitro (uji sensitivitas
bakteri) yang merupakan gambaran penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
aktivitas antibakteri yang terkandung dalam ekstrak Rhizophora mucronata Lamk.
Semakin besar zona hambatan yang terbentuk mengindikasikan semakin besar
kemampuan ekstrak Rhizophora mucronata Lamk. menghambat pertumbuhan
35
bakteri. Diameter zona hambatan dinyatakan dalam milimeter (mm). Menurut
Davis Stout (1971) dalam Hardiningtyas (2009):
- daerah hambatan dengan diameter >20 mm : potensi sangat kuat
- daerah hambatan dengan diameter 10-20 mm : potensi antibakteri kuat
- daerah hambatan dengan diameter 5-10 mm : potensi antibakteri sedang
- daerah hambatan dengan diameter < 5 mm : potensi antibakteri lemah
3.5.4. Pengamatan Visual Abnormalitas Hewan Uji
Pengamatan secara visual dilakukan untuk mengamati tingkah laku yang
terjadi pada larva udang uji. Pengamatan dilakukan setelah larva diinfeksi bakteri
melalui perendaman pada media pemeliharaan. Pengamatan yang dilakukan
meliputi perubahan warna tubuh, perpendaran (menyala) pada tubuh udang windu
PL 15 yang terinfeksi bakteri, nafsu makan, dan pergerakan udang. Hasil
pengamatan dilakukan untuk mengetahui gejala klinis udang windu yang
terinfeksi bakteri Vibri harveyi secara visual (Yulian 2011).
Pada pengamatan pemberian pakan dilihat dari sisa pakan yang tidak
dimakan dan diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Sangat responsif (++++) = tidak ada sisa pakan
2. Responsif (+++) = sisa pakan sebanyak 10%
3. Kurang responsif (++) = sisa pakan sebanyak 50%
4. Tidak responsif (+) = sisa pakan sebanyak 80-100%
Pada pengamatan pergerakan udang windu PL 15 pasca infeksi
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berenang normal (+++) = udang windu berenang di dinding kolom air
2. Berenang tanpa arah (++) = udang windu berenang tidak beraturan
3. Berenang lemah di dasar (+) = sebagian besar udang windu berenang di
dasar
36
3.5.5. Kelangsungan Hidup
Pengamatan kelangsungan hidup dilakukan setelah udang windu PL 15
diinfeksi Vibrio harveyi dengan cara menghitung jumlah udang windu PL 15 yang
mati setiap hari, kemudian menghitung tingkat kelangsungan hidupnya (SR)
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
SR = Nt 100% (Effendi 1979)
No
Keterangan :
SR = Survival Rate / Kelangsungan Hidup (KH) (%)
Nt = Jumlah udang windu PL 15 yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)
No = Jumlah udang windu PL 15 pada awal pengamatan (ekor)
Pengamatan kelangsungan hidup udang windu PL 15 yang diinfeksi
bakteri Vibrio harveyi klinis dilakukan setiap hari hingga akhir pengamatan yang
berlangsung selama 7 hari periode pemeliharaan.
3.5.6. Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati antara lain suhu, pH, dan DO yang
diukur pada saat awal, tengah dan akhir masa pemeliharaan.
a. Pengukuran suhu dengan menggunakan termometer dilakukan pada pagi
dan sore hari. Caranya yaitu memasukkan termometer ke dalam air dan
kemudian dicatat suhunya.
b. Derajat Keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter pada awal,
tengah dan akhir penelitian dengan mencelupkan pH meter ke dalam
media pemeliharaan larva udang windu.
c. Pengukuran kualitas air berupa oksigen terlarut (DO) dilakukan pada awal,
tengah dan akhir penelitian dengan menggunakan DO meter.
d. Pengukuran salinitas dilakukan setiap hari dengan menggunakan
refraktometer.
37
3.6. Analisis Data
Kandungan fitokimia, rendemen ekstrak, data zona hambatan
pertumbuhan bakteri pada uji in vitro, gejala klinis dan data kelangsungan hidup
(SR) larva udang windu pada uji in vivo yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
dalam bentuk tabel dan gambar.