Post on 29-Nov-2020
ANALISIS PENGGANTIAN RELE ANALOG GEC ALSTOM KE
RELE DIGITAL COMPACT PADA BUS 6 kV DI PT. PJB UP GRESIK
SKRIPSI
TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ENERGI ELEKTRIK
Ditujukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
EKA CITRA AGUSTINI
NIM. 135060301111036
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan
berdasarkan hasil penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan, dan masalah ilmiah yang diteliti
dan diulas di dalam naskah skripsi ini adalah asli dari pemikiran saya. Tidak terdapat karya
ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu
Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah Skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
jiplakan, saya bersedia skripsi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Malang, 10 Agustus 2017
Mahasiswa,
EKA CITRA AGUSTINI
NIM 135060301111036
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK Jl. Mayjend. Haryono no. 167, Malang, 65145, Indonesia
Telp. : +62-341-587710, 587711; Fax : +62-341-551430
http://teknik.ub.ac.id E-mail : teknik@ub.ac.id
Curriculum Vitae
Nama lengkap : Eka Citra Agustini Jurusan/ Prog. Studi/ Fakultas : Teknik Elektro/Fakultas Teknik Bidang Keahlian : Teknik Energi Elektrik Tahun Kelulusan : 2017 Alamat
Di Malang : Perum.GriyaShanta Eksekutif BlokP-581 Malang
Alamat Asal : Jl. Stadion 53A Kab. Pamekasan, Madura, Jawa Timur
No Telp Rumah : - No Telp HP : 081939326878
Teriring Ucapan Terima Kasih Kepada:
Ayahanda Moh. Masuni dan Ibunda Nanik Herawati Tercinta
i
RINGKASAN
Eka Citra Agustini, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya,
Agustus 2017, Analisis Penggantian Rele Analog GEC Alstom ke Rele Digital Compact
pada Bus 6 kV di PT. PJB UP Gresik, Dosen Pembimbing: Unggul Wibawa dan Wijono.
Salah satu komponen penting dalam sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang
dapat mengamankan dan meningkatkan keandalan sistem proteksi. Pada unit pembangkit
listrik tentunya sering terjadi gangguan dari dalam maupun luar sistem yang dapat merusak
peralatan-peralatan pembangkit. Oleh karena itu Unit Pembangkitan Gresik memiliki
beberapa teknologi dalam sistem proteksi yang dapat menunjang produksi listrik yang
terjamin. Salah satu permasalahan yang terjadi terletak pada unit PLTGU PT. Pembangkit
Jawa Bali Unit Pembangkitan Gresik, dimana beberapa rele yang terpasang pada bus 6 kV
beroperasi secara abnormal. Hal itu terjadi sebanyak 1-2 kali, namun ketika dilakukan uji
coba terhadap rele tersebut tidak ada bagian yang rusak.
Penelitian yang dilakukan di PT.PJB UP. Gresik bertujuan untuk mengganti rele yang
lama dan melakukan penyetelan ulang rele. Rele yang diganti yaitu rele arus lebih, rele
tegangan kurang dan rele sinkronisasi. Dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa setelan
rele yang baru berbeda dengan setelan rele yang lama. Pada analisis setelan rele yang baru
didapatkan setelan rele lebih sensitif terhadap gangguan yang terjadi yaitu arus setelan
sebesar 876,456 A dengan time dial 0,14 untuk OCR dan 100 A dengan delay 0,26 detik
untuk GFR. Sedangkan setelan rele tegangan kurang yang baru sama dengan setelan rele
yang lama dan untuk setelan rele sinkronisasi yang baru terjadi perbedaan pada setelan ΔV
yaitu nilai setelan yang baru sebesar 458,18 volt. Dari hasil analisis koordinasi rele setelan
baru dengan rele yang terpasang pada pembebanan bus menunjukkan koordinasi rele sudah
tepat dan urutan kerja rele sudah benar.
Kata kunci: rele arus lebih, rele tegangan kurang, rele sinkronisasi, setelan rele
ii
SUMMARY
Eka Citra Agustini, Department of Electrical Engineering, Faculty of Engineering
University of Brawijaya, August 2017, Analysis of Replacing GEC Alstom Analog Relay to
Compact Digital Relay at Bus 6 kV in PT. PJB UP. Gresik, Academic Supervisor: Unggul
Wibawa and Wijono.
One of important component in electrical power system is protection system that can
preserve and increase reability of system. In the power plant unit, often occurs interference
from inside and outside system that can damage the generating equipment. Therefore,
PT.PJB UP Gresik has some technology in protection system that can support the production
of electricity. The problems that happened in unit of PLTGU PT. PJB UP Gresik, there are
some existing relays on 6 kV bus operate abnormally. It happened 1 until 2 times, but when
tested on the relays there was not damaged parts.
The research done at PT. PJB UP. Gresik has two main purposes which are replacing
the old relays and resetting relays. Replacement of relays are include overcurrent relay,
undervoltage relay and synchronization relay. The results from this research show that new
setting relays are different with old setting relays. Also, after analysing new setting relays
more sensitive than old setting relays from short-circuit that was 876,456 A with time dial
0,14 for OCR and 100 A with delay 0,26 second for GFR. While the new setting undervoltage
relay is the same with the old setting and new setting synchronization relay there is different
setting for ΔV that was 458,18 volt. The results from new relays coordination analysis with
existing relays on bus 6 kV show that relays coordination and the sequence of working relays
are correct.
Keywords : overcurrent relay, undervoltage relay, synchronization relay, relay setting
iii
PENGANTAR
Pada lembar ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan sehingga penulisan skripsi
“Analisis Penggantian Rele Analog Gec Alstom ke Rele Digital Compact pada Bus 6 kV di
PT. PJB UP Gresik” dapat diselesaikan. Dengan rasa hormat, disampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Bapak M. Aziz Muslim, S.T., M.T., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro.
2. Bapak Hadi Suyono, S.T., M.T., Ph.D. selaku Sekretaris Jurusan Teknik Elektro.
3. Bapak Ali Mustofa, S.T., M.T. selaku Kepala Program Studi Jurusan Teknik
Elektro.
4. Ibu Rini Nur Hasanah, Dr., S.T., M.Sc. selaku KKDK Teknik Energi Elektrik.
5. Bapak Unggul Wibawa, Ir. M.Sc. dan Bapak Wijono, Ir. M.T., Ph.D. selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, saran, dan waktu untuk
memberikan pelajaran agar segera terselesaikannya skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen serta segenap staf dan karyawan Jurusan Teknik Elektro.
7. Bapak M. Nur Sidik, Bapak Heru Minto Raharjo dan Primanda Yuntyansyah selaku
pembimbing di unit PLTGU PT.PJB UP Gresik yang telah memberikan izin dan
kesempatan serta membantu dalam melakukan penelitian.
8. Kedua orang tua yaitu Bapak Moh.Masuni dan Ibunda Nanik Herawati, serta Nenek
Hosna dan Adik Nurhayati Rahmani yang selalu memberikan motivasi dan
semangat untuk segera menyelesaikan studi.
9. Keluarga besar grup Rian A Bunyamin, Dasar Elektrik dan Pengukuran periode
2016-2017, High Voltage 2013, Pengurus Inti Eksekutif Mahasiswa Elektro
periode 2016-2017, dan SPECTRUM’13.
10. Dan semua pihak yang telah membantu namun tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan sangat dibutuhkan agar
skripsi ini menjadi karya tulis yang lebih baik dan berguna bagi akademisi.
Malang, Agustus 2017
Penulis
iv
v
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................................................ i
SUMMARY .......................................................................................................................... ii
PENGANTAR ..................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.
Latar Belakang ...................................................... Error! Bookmark not defined.
Rumusan Masalah ................................................. Error! Bookmark not defined.
Batasan Masalah ................................................... Error! Bookmark not defined.
Tujuan ................................................................... Error! Bookmark not defined.
Manfaat ................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................... Error! Bookmark not defined.
Sistem Proteksi Tenaga Listrik ............................. Error! Bookmark not defined.
Rele Pengaman ..................................................... Error! Bookmark not defined.
Keandalan ...................................................... Error! Bookmark not defined.
Selektivitas .................................................... Error! Bookmark not defined.
Kecepatan Operasi ......................................... Error! Bookmark not defined.
Sederhana....................................................... Error! Bookmark not defined.
Ekonomis ....................................................... Error! Bookmark not defined.
Proteksi Arus lebih ................................................ Error! Bookmark not defined.
Rele Arus Lebih Seketika .............................. Error! Bookmark not defined.
Rele Arus Lebih Waktu Tertentu .................. Error! Bookmark not defined.
Rele Arus Lebih Waktu Terbalik .................. Error! Bookmark not defined.
Proteksi Gangguan Tanah ..................................... Error! Bookmark not defined.
Proteksi Tegangan Kurang .................................... Error! Bookmark not defined.
Proteksi Sinkronisasi ............................................. Error! Bookmark not defined.
Penyetelan Rele Arus Lebih ................................. Error! Bookmark not defined.
Sistem Per Unit (pu) ............................................. Error! Bookmark not defined.
Arus Gangguan Hubung Singkat .......................... Error! Bookmark not defined.
Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah ............. Error! Bookmark not defined.
vi
Hubung Singkat Antar Fasa ........................... Error! Bookmark not defined.
Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah .............. Error! Bookmark not defined.
Hubung Singkat Tiga Fasa ............................. Error! Bookmark not defined.
Komponen Simetris ............................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODE PENELITIAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
Pengambilan Data .................................................. Error! Bookmark not defined.
Data Sekunder ................................................ Error! Bookmark not defined.
Perhitungan ............................................................ Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Impedansi ................................... Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Nilai Impedansi Urutan .............. Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Arus Hubung Singkat ................. Error! Bookmark not defined.
Setelan Rele .................................................... Error! Bookmark not defined.
Pemodelan dan Simulasi ........................................ Error! Bookmark not defined.
Analisis dan Pembahasan ...................................... Error! Bookmark not defined.
Pengambilan Kesimpulan dan Saran ..................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................ Error! Bookmark not defined.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap PT.PJB UP Gresik .... Error! Bookmark
not defined.
Perhitungan Impedansi .......................................... Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Impedansi Sumber ..................... Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Impedansi Transformator ........... Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Impedansi Beban ........................ Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Impedansi Kabel ........................ Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Nilai Impedansi Urutan pada Titik Gangguan Error! Bookmark
not defined.
Arus Gangguan Hubung Singkat ........................... Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Arus Dasar ................................. Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa .... Error! Bookmark
not defined.
Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Antar Fasa .. Error! Bookmark
not defined.
Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah ....... Error!
Bookmark not defined.
Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah ....... Error!
Bookmark not defined.
Penyetelan Rele Arus Lebih .................................. Error! Bookmark not defined.
Perhitungan Arus Nominal ............................. Error! Bookmark not defined.
vii
Perhitungan Waktu Kerja Rele ...................... Error! Bookmark not defined.
Penyetelan Rele Tegangan Kurang ....................... Error! Bookmark not defined.
Penyetelan Rele Sinkronisasi ................................ Error! Bookmark not defined.
Koordinasi Rele Setelah Penyetelan Ulang .......... Error! Bookmark not defined.
BAB V PENUTUP ................................................................ Error! Bookmark not defined.
Kesimpulan ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Saran ..................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
ix
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 2.1 Konstanta-konstanta α dan β .............................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 2.2 Parameter Tipikal Sinkronisasi ........................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.1 Data Generator..................................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.2 Data Tranformator Step-Down ............................ Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.3 Data Trafo Arus dan Trafo Tegangan ................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.4 Data Pembebanan pada Bus 6 kV ....................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.5 Keterangan Instalasi Kabel .................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.6 Impedansi Beban Motor ...................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Impedansi Beban ................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.8 Impedansi Saluran .............................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.9 Impedansi Saluran dalam satuan per-unit (pu) .... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.10 Impedansi Kabel – Motor pada Pembebanan Bus 6 kV ... Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.11 Impedansi Gangguan pada Titik F .................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Arus Nominal Beban ........... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.13 Perbandingan Setelan Rele Arus Lebih ............. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.14 Perbandingan Setelan Rele Tegangan Kurang .. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.15 Perbandingan Setelan Rele Sinkronisasi ........... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.16 Setelan Rele pada Motor HPBFP (C) ............... Error! Bookmark not defined.
x
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 2.1 Karakteristik rele arus lebih seketika ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.2 Karakteristik rele arus lebih waktu tertentu ..... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.3 Karakteristik rele arus lebih waktu terbalik ..... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.4 Karakteristik Normal Inverse .......................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.5 Karakteristik Very Inverse ............................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.6 Karakteristik Extremely Inverse ..................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.7 Gelombang arus hubung singkat ..................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.8 Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah .. Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.9 Hubungan jala-jala urutan gangguan satu fasa ke tanahError! Bookmark not
defined.
Gambar 2.10 Gangguan hubung singkat antar fasa ............. Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.11 Hubungan jala-jala urutan gangguan antar fasaError! Bookmark not
defined.
Gambar 2.12 Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah . Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.13 Gangguan hubung singkat tiga fasa ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.14 Komponen simetris tiga fasa untuk tegangan Error! Bookmark not defined.
Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian ....................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.1 Diagram satu garis bus 6 kV unit PLTGU di PT. PJB UP. Gresik .......... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.2 Penyederhanaan diagram satu garis bus 6 kV unit PLTGU di PT. PJB UP.
Gresik ................................................................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.3 Rangkaian Impedansi Urutan Positif ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.4 Penyederhanaan Rangkaian Impedansi Urutan PositifError! Bookmark not
defined.
Gambar 4.5 Rangkaian Impedansi Urutan Negatif ............. Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.6 Rangkaian Impedansi Urutan Nol ................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.7 Penyederhanaan Rangkaian Impedansi Urutan NolError! Bookmark not
defined.
Gambar 4.8 Diagram satu garis salah satu pembebanan bus 6 kVError! Bookmark not
defined.
xii
Gambar 4.9 Kurva kerja koordinasi rele incoming dan outgoing bus 6 kV ................. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.10 Simulasi kerja koordinasi rele incoming dan outgoing bus 6 kV ........... Error!
Bookmark not defined.
xiii
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
Lampiran 1. Diagram Satu Garis Bus 6 kV unit PLTGU di PT.PJB UP Gresik ......... Error!
Bookmark not defined.
Lampiran 2. Diagram Satu Garis Bus 6 kV unit PLTGU di PT.PJB UP Gresik pada
Pemodelan ETAP ............................................ Error! Bookmark not defined.
Lampiran 3. Spesifikasi Trafo – Union ................................ Error! Bookmark not defined.
Lampiran 4. Data Sheet Kabel ............................................. Error! Bookmark not defined.
Lampiran 5. Dokumentasi .................................................... Error! Bookmark not defined.
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu sistem tenaga listrik pada dasarnya terdiri dari susunan pembangkit, transmisi dan
jaringan distribusi yang terhubung satu sama lain untuk membangkitkan, mentransmisikan, dan
mendistribusikan tenaga listrik tersebut hingga dapat dimanfaatkan oleh para pelanggan.
Karena manfaat dan fungsi suatu sistem tenaga listrik yang sangat vital dalam kehidupan
sehari-hari maka pengembangan sistem harus dilakukan melalui perancangan yang matang dan
pertimbangan semua aspek terkait secara menyeluruh dalam arti luas sehingga sistem yang
akan dibangun dapat dikelola secara optimum, handal, aman, dan ekonomis (Pandjaitan, B.,
2012: 1).
Salah satu komponen penting dalam sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi. Dengan
adanya pengaman, maka tenaga listrik yang dihasilkan memiliki keandalan yang tinggi
sehingga dapat ditransmisikan dan didistribusikan kepada konsumen. Dalam usaha
memproduksi energi listik yang handal kini dan mendatang, PT. Pembangkit Jawa Bali Unit
Pembangkitan Gresik merupakan salah satu perusahaan yang mengoperasikan mesin
pembangkit listrik dengan menggunakan mesin tenaga uap dan gas (PLTGU) dengan bahan
bakar utama berupa gas, minyak atau HSD (High Speed Diesel).
Pada unit pembangkit listrik tentunya sering terjadi gangguan dari dalam maupun luar
sistem yang dapat merusak peralatan-peralatan pembangkit. Karena itu Unit Pembangkitan
Gresik memiliki beberapa teknologi dalam sistem proteksi yang dapat menunjang produksi
listrik yang terjamin. Salah satu permasalahan yang terjadi terletak pada unit PLTGU PT.
Pembangkit Jawa Bali Unit Pembangkitan Gresik. Dimana beberapa rele yang terpasang pada
bus 6 kV beroperasi secara abnormal. Hal itu terjadi sebanyak 1-2 kali, namun ketika dilakukan
uji coba terhadap rele tersebut tidak ada bagian yang rusak.
Mengingat selama PT. Pembangkit Jawa Bali Unit Pembangkitan Gresik berdiri hingga
saat ini usianya sudah mencapai kurang lebih 20 tahun, dan tidak ada penggantian peralatan
proteksi pada bus 6 kV di unit PLTGU, sehingga faktor satu-satunya yang menyebabkan rele-
rele tersebut bekerja secara abnormal dikarenakan faktor umur rele. Oleh karena itu, maka perlu
dilakukan penyetelan ulang sekaligus penggantian rele analog ke digital. Dengan adanya
2
penyetelan ulang dan penggantian rele analog ke digital ini akan mempengaruhi kinerja rele-
rele yang terpasang pada bus 6 kV di PLTGU tersebut. Ada beberapa rele pada bus 6 kV yang
perlu diganti diantaranya: rele sinkronisasi, rele tegangan kurang, dan rele arus lebih.
Rele proteksi jenis digital lebih mendukung dan lebih memiliki fungsi-fungsi yang
dibutuhkan agar sistem lebih aman (Saputra, Friski Dwi, 2013: 3). Rele digital selain untuk
proteksi juga sebagai kontrol, monitor, metering, dan fungsi komunikasi. Karena fungsi-fungsi
tersebut dan stabilitas, keandalan, serta harganya yang murah maka rele ini banyak digunakan
pada saluran distribusi untuk menyelesaikan permasalahan pada sistem proteksi (Grabovickic
& Glynn, 2012 : 1).
Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengatur ulang rele sekaligus
melakukan penggantian rele dengan acuan setelan pada rele yang sudah ada (existing) dan
menganalisis parameter-parameter rele proteksi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini ditekankan pada:
1. Berapa besar arus gangguan hubung singkat pada bus 6 kV unit PLTGU di PT.PJB
UP Gresik.
2. Bagaimana setelan rele sinkronisasi, rele tegangan kurang, dan rele arus lebih yang
terpasang pada bus 6 kV unit PLTGU di PT.PJB UP Gresik.
3. Bagaimana koordinasi rele yang diganti dengan rele yang terpasang pada
pembebanan bus 6 kV unit PLTGU di PT.PJB UP Gresik.
Batasan Masalah
Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini mencapai sasaran yang diharapkan,
maka batasan masalah yang perlu diberikan dalam penelitian ini mencapai sasaran yang
diharapkan, maka batasan masalah yang perlu diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penggantian rele dilakukan pada incoming bus 6 kV unit PLTGU PT.PJB UP Gresik.
2. Tidak membahas karakteristik tentang rele analog dan digital.
3. Acuan standar rele yang digunakan tipe GEC ALSTOM dan IEEE.
4. Simulasi menggunakan software ETAP hanya untuk mendapatkan kurva kerja rele
dan mengetahui koordinasi rele setelah hasil analisis dan perhitungan setelan.
3
5. Untuk koordinasi rele maka hanya diambil koordinasi rele incoming bus dengan salah
satu beban motor pada pembebanan bus 6 kV.
Tujuan
Tujuan dari pembahasan dalam penelitian ini adalah mengetahui besar arus gangguan
hubung singkat, menghitung setelan ulang rele-rele yang diganti dan mengetahui koordinasi
rele yang diganti dengan rele yang terpasang pada bus 6 kV di PT.PJB UP Gresik.
Manfaat
Hasil yang diperoleh dari skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi Perusahaan
Dapat menjadi referensi bagi PT.PJB UP Gresik ketika melakukan perbaikan pada
proteksi sistem kelistrikannya, khususnya setelan rele pengaman.
2. Bagi Akademisi
Dapat menjadi referensi bagi orang lain yang hendak mempelajari masalah yang
serupa.
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Sistem proteksi adalah susunan perangkat proteksi secara lengkap yang terdiri dari
perangkat utama dan perangkat-perangkat lain yang dibutuhkan untuk melakukan fungsi
tertentu berdasarkan prinsip-prinsip proteksi sesuai dengan definisi yang terdapat pada standar
IEC 6255-20 (Pandjaitan, B., 2012: 4).
Proteksi terhadap tenaga listrik ialah sistem pengamanan yang dilakukan terhadap
peralatan-peralatan listrik, yang terpasang pada sistem tenaga listrik tersebut misalnya
generator, transformator, jaringan transmisi/distribusi dan lain-lain terhadap kondisi operasi
abnormal dari sistem itu sendiri. Yang dimaksud dengan kondisi abnormal tersebut antara lain
dapat berupa: hubung singkat tegangan lebih/kurang beban lebih frekuensi sistem turun/naik
dan lain-lain (Alawiy, M. Taqiyyuddin, 2006: 2).
Adapun fungsi dari sistem proteksi adalah sebagai berikut (Brown, Hewitson & Ramesh,
2004: 2):
1. Untuk menghindari atau mengurangi kerusakan peralatan listrik akibat adanya
gangguan (kondisi abnormal). Semakin cepat reaksi perangkat proteksi yang
digunakan, maka akan semakin sedikitlah pengaruh gangguan terhadap kemungkinan
kerusakan alat.
2. Untuk mempercepat melokaliser luas/zona daerah yang terganggu, sehingga daerah
yang terganggu menjadi sekecil mungkin.
3. Untuk dapat memberikan pelayanan Iistrik dengan keandalan yang tinggi kepada
konsumen, dan juga mutu listriknya baik.
4. Untuk mengamankan manusia (terutama) terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh
Iistrik.
Rele Pengaman
Rele pengaman adalah sebuah perangkat listrik yang dirancang untuk merespon kondisi
input dengan cara yang ditentukan dan setelah kondisi tertentu terpenuhi, maka akan
menyebabkan operasi kontak atau setara dengan perubahan mendadak dalam rangkaian listrik
6
tersebut. Dengan catatan input yang dimaksud tidak hanya berupa elektrik, tetapi juga mekanik,
suhu dan lainnya (Blackburn & Domin, 2007: 1).
Ada empat faktor utama yang mempengaruhi rele pengaman (Blackburn & Domin, 2007:
22):
1. Ekonomis
2. Personality dari rele serta karakteristik sistem daya
3. Lokasi dan ketersediaan disconnecting dan peralatan isolasi (pemutus, switch, dan
perangkat input berupa CTs dan VTs)
4. Tersedia indikator kesalahan (studi kesalahan dan semacamnya)
Untuk mengevaluasi kinerja rele pengaman tidak mudah, karena banyak rele yang
terletak dekat dengan daerah gangguan mungkin akan mulai beroperasi ketika mendapatkan
beberapa gangguan. Kinerja yang baik hanya terjadi ketika rele utama beroperasi untuk
mengisolasi daerah gangguan. Kinerja (operasi rele) dapat dikategorikan sebagai berikut
(Blackburn & Domin, 2007: 26):
1. Benar, umumnya 95% -99%
a. Seperti yang direncanakan
b. Tidak seperti yang direncanakan
2. Salah, baik kegagalan untuk trip atau salah kesalahan trip
a. Tidak seperti yang direncanakan
b. Diterima untuk situasi tertentu
3. Tidak ada kesimpulan.
Terdapat lima aspek dasar rele pengaman yaitu (Blackburn & Domin, 2007: 18):
1. Keandalan
2. Selektivitas
3. Kecepatan operasi
4. Sederhana
5. Ekonomis
Keandalan
Keandalan adalah kemampuan rele dapat bekerja dengan baik dan menghindari operasi
yang tidak diperlukan atau salah kerja. Berdasarkan IEEE C 37.2, keandalan memiliki dua
aspek yaitu: dependability dan security. Dependability didefinisikan sebagai tingkat kepastian
rele atau sistem rele akan beroperasi dengan benar. Sedangkan security berkaitan dengan
tingkat kepastian bahwa rele atau sistem rele tidak akan beroperasi secara tidak benar.
7
Keandalan rele dihitung dengan jumlah rele yang bekerja di daerahnya terhadap jumlah
gangguan yang terjadi. Keandalan rele dikatakan cukup baik bila mempunyai nilai sekitar 90-
99%.
Selektivitas
Selektivitas juga dikenal sebagai koordinasi rele. Pengaman harus dapat memisahkan
bagian sistem yang terganggu sekecil mungkin yaitu hanya sesi yang terganggu saja yang
menjadi pengaman yang selektif. Jadi rele harus dapat membedakan apakah gangguan terletak
di kawasan pengamanan utamanya dimana rele tersebut harus bekerja cepat atau dengan waktu
tunda atau harus tidak bekerja sama sekali karena gangguannya di luar daerah pengamannya
atau sama sekali tidak ada gangguan.
Kecepatan Operasi
Berdasarkan IEEE 100, sebuah rele dengan kecepatan operasi yang tinggi adalah salah
satu yang beroperasi dalam waktu kurang dari 50 msec (dalam tiga siklus dengan frekuensi 60
Hz). Istilah instantaneous didefinisikan untuk menunjukkan bahwa tidak ada (waktu) delay
yang terjadi pada operasi tersebut.
Mengingat suatu sistem tenaga mempunyai batas-batas stabilitas serta terkadang
gangguan sistem bersifat sementara, maka rele yang semestinya bereaksi dengan cepat
kerjanya perlu diperlambat (time delay), seperti yang ditunjukkan persamaan (Alawiy, M.
Taqiyyuddin, 2006: 3):
𝑡𝑜𝑝 = 𝑡𝑝 + 𝑡𝑜 ................................................................................................... ( 2-1 )
dengan:
top = waktu total yang digunakan untuk memutuskan hubungan (s)
tp = waktu bereaksi dari rele unit (s)
to = waktu yang digunakan untuk pelepasan CB (s)
Pada umumnya untuk top sekitar 0,1 detik kerja peralatan proteksi sudah dianggap bekerja
cukup baik. Kemampuan sistem proteksi untuk memisahkan gangguan secepat mungkin dari
sistem akan mengurangi akibat yang ditimbulkan gangguan tersebut.
Sederhana
Sebuah rele pengaman harus sederhana dan mudah sehingga bisa untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Setiap unit atau komponen yang ditambahkan dapat meningkatkan
pengamanan, tetapi terkadang tidak memenuhi aspek dasar rele pengaman sehingga hal
tersebut harus sangat hati-hati. Selain menimbulkan potensi sumber masalah juga bisa
menambah biaya pemeliharaan. Seperti yang telah dijelaskan, operasi yang tidak benar atau
8
tidak terdapat rele pengaman maka dapat mengakibatkan masalah dalam sistem tenaga listrik.
Masalah tersebut dapat berpengaruh pada sistem secara umum, atau bahkan sistem yang
lainnya (Blackburn & Domin, 2007 : 21).
Ekonomis
Sistem pengaman peralatan juga perlu mempertimbangkan aspek ekonomis dari
pemasangan peralatan tersebut. Tidak semua peralatan dilengkapi dengan pengamanan yang
lengkap karena harus mempertimbangkan harga peralatan pengaman namun tidak
menghilangkan efektivitas penyaluran daya listrik. Sisi ekonomis dipertimbangkan setelah
aspek teknis telah terpenuhi untuk kelayakan operasi peralatan.
Proteksi Arus lebih
Proteksi arus lebih meliputi proteksi terhadap gangguan hubung singkat yang dapat
berupa gangguan hubung singkat fasa-fasa, satu fasa ke tanah serta hubung singkat antar fasa.
Proteksi terhadap hubung singkat antar fasa dikenal sebagai proteksi arus lebih dan relai yang
digunakan disebut relai arus lebih (overcurrent relay). Jika arus gangguan mengalir melalui
tanah, gangguan ini disebut gangguan hubung singkat ke tanah dan relai yang digunakan
disebut proteksi hubung tanah (ground fault relay). Proteksi arus lebih banyak dipakai pada
distribusi primer, dan sebagai pengaman gangguan tanah.
Rele arus lebih merupakan rele yang bekerjanya berdasarkan adanya kenaikan arus yang
melebihi suatu nilai pengaman tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Rele arus lebih
dikategorikan menjadi 3, yaitu (Pane, Zulkarnaen, 2014: 16) :
1. Rele arus lebih seketika (instantaneous over-current relay).
2. Rele arus lebih dengan karakteristik tundaan waktu yang tidak tergantung pada
besarnya arus gangguan (definite time over-current relay).
3. Rele arus lebih dengan karakteristik tundaan waktu terbalik (inverse time over-
current relay).
a. Rele berbanding terbalik biasa (normal inverse).
b. Rele sangat berbanding terbalik (very inverse).
c. Rele sangat berbanding terbalik sekali (extremely inverse).
Proteksi arus untuk busbiasanya menggunakan dua jenis tahap waktu operasi. Pertama,
untuk proteksi dengan performansi yang lama memiliki karakteristik operasi waktu yang pasti
(definite time) dan yang kedua memiliki karakteristik operasi tanpa waktu tunda (Ferhatbegovic
& Al-Tawil, 2005: 1).
9
Rele Arus Lebih Seketika
Rele arus lebih seketika adaIah jenis rele arus lebih yang paling sederhana dimana jangka
waktu kerja rele yaitu mulai saat rele mengalami pick-up sampai selesainya kerja rele sangat
singkat yakni sekitar 20-100 mili detik tanpa adanya penundaan waktu (Alawiy, M.
Taqiyyuddin, 2006: 20).
Gambar 2.1 Karakteristik rele arus lebih seketika
Sumber: Alawiy (2006,p.21).
Rele Arus Lebih Waktu Tertentu
Rele arus lebih waktu tertentu adalah jenis rele arus lebih dimana jangka waktu rele muIai
pick-up sampai selesainya kerja rele dapat diperpanjang dengan nilai tertentu dan tidak
tergantung dari besarnya arus yang mengerjakannya, tergantung dari besarnya setelan arus,
melebihi setelan arus maka waktu kerja rele ditentukan oleh waktu setelannya (Alawiy, M.
Taqiyyuddin, 2006: 22). Setelan rele ini dapat disesuaikan sedemikian rupa sehingga pemutus
yang paling dekat dengan sumber gangguan akan trip lebih cepat daripada yang lain, dan
pengaman sisanya akan trip jika setelah waktu tunda yang diberikan gangguan masih berlanjut.
Gambar 2.2 menunjukkan karakteristik dari rele arus lebih waktu tertentu.
Gambar 2.2 Karakteristik rele arus lebih waktu tertentu
Sumber: Alawiy (2006,p.22).
Rele Arus Lebih Waktu Terbalik
Waktu kerja (operating time) dari rele ini adalah berbanding terbalik dengan besarnya
arus masukan atau arus gangguan seperti yang terlihat pada gambar 2.3.
10
Gambar 2.3 Karakteristik rele arus lebih waktu terbalik
Sumber: Alawiy (2006,p.23).
Secara matematis hubungan antara tundaan waktu kerja rele dengan besarnya arus masukan
atau arus gangguan dinyatakan oleh persamaan (Pane, Zulkarnaen, 2014: 20) :
𝑡 =𝑘β
[𝐼𝑓
𝐼𝑠𝑒𝑡]
α
−1
detik ............................................................................................ ( 2-2 )
di mana :
t = tundaan waktu kerja rele (detik)
k = setelan skala pengali waktu (time multiplier setting)
If = arus masukan ke rele
Iset = nilai setelan arus lebih
Konstanta-konstanta α dan β menentukan tingkat atau derajat inversitas dari tundaan
waktu rele dan menurut standar di atas nilainya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Konstanta-konstanta α dan β
IEEE Curve Shape α β t10 (s)
Normal Inverse (N) 0,02 0,14 3,00
Very Inverse (V) 1,00 13,50 1,50
Extremely Inverse (E) 2,00 80,00 0,80
Sumber: Pane (2014,p.21).
Di mana t10 menyatakan tundaan waktu kerja rele untuk besarnya arus masukan sama dengan
10 kali nilai setelan arus rele (I>) dan dengan setelan skala pengali waktu k = 1.
11
Gambar 2.4 Karakteristik Normal Inverse
Sumber: Pane (2014,p.21).
12
Gambar 2.5 Karakteristik Very Inverse
Sumber: Pane (2014,p.22).
13
Gambar 2.6 Karakteristik Extremely Inverse
Sumber: Pane (2014,p.23).
Pada gambar 2.4, 2.5 dan 2.6 karakteristik waktu dan arus sesuai dengan BS 142: 1966 dan
IEC 255-4 diatas dijelaskan apabila arus masukan (energizing current) melebihi 22…23 kali
setelan I>, maka rele akan mengikuti karakteristik tundaan waktu independent.
Proteksi Gangguan Tanah
Fungsi relay ini adalah rele gangguan tanah (ground fault relay) adalah rele yang
14
mendeteksi adanya gangguan fasa ke tanah. Karena seringnya terjadi gangguan satu fasa ke
tanah dibandingkan antar fasa menjadikan rele ini penting untuk pengindraan dan melindungi
sistem dari gangguan yang terjadi. Arus gangguan satu fasa-tanah ada kemungkinan lebih kecil
dari arus beban, ini disebabkan karena salah satu atau dari kedua hal berikut:
1. Gangguan tanah ini melalui tahanan gangguan yang masih cukup tinggi.
2. Pentanahan netral sistemnya melalui impedansi/tahanan yang tinggi atau bahkan tidak
ditanahkan.
Setelan rele dari gangguan ke tanah jika menggunakan summing CT adalah 10% CT ≤
Iset GFR ≤ CT. Jika nilai Iset GFR kurang dari 15 A maka sebaiknya dipilih setelan 15 A (Institut
Teknologi Sepuluh November, 2017: 24). Selain diatur untuk bekerja dengan waktu tunda
standard inverse, GFR yang terpasang juga dikombinasikan untuk bekerja seketika atau tanpa
tunda waktu, Iset instantaneous = 7 Iset GFR.
Proteksi Tegangan Kurang
Timbulnya jatuh tegangan dapat disebabkan oleh:
1. Jaringan kelebihan beban.
2. Kesalahan operasi dari tap changer transformator.
3. Arus hubung singkat.
Rele undervoltage akan memberi perintah untuk trip agar sebelum motor atau peralatan
lain rusak. Rele jenis ini juga dapat digunakan (Prévé, Christophe, 2006: 297):
1. Untuk mengontrol pengoperasian regulator tegangan.
2. Untuk melepaskan beban pada jaringan konsumen ketika terjadi beban berlebih.
3. Untuk memantau tegangan sebelum sumber dialihkan.
Rele undervoltage bekerja bila salah satu tegangan lebih rendah dari Vset (setelan
tegangan). Dan terdapat waktu tunda ketika rele tersebut bekerja. Misalnya untuk pengaman
motor, setelan tegangannya yaitu:
𝑉𝑠𝑒𝑡 = 0,7 − 0,8 𝑉𝑛 ........................................................................................... ( 2-3 )
Pengaturan untuk waktu tunda akan dipertimbangkan berdasarkan:
1. Kemampuan motor.
2. Pelepasan beban.
3. Skema pengaman (memungkinkan diperlukan waktu tunda yang panjang).
Untuk setelan tegangan yang lebih rendah, Vset = 20-25% Vn dengan waktu tunda 0,1 detik.
15
Proteksi Sinkronisasi
Rele sinkronisasi adalah rele yang digunakan untuk proses sinkronisasi dua sumber daya
listrik yang berbeda secara otomatis. Rele ini berfungsi mengurangi kesalahan pada saat proses
sinkron. Dalam proses sinkron ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
1. Tegangan harus sama.
2. Frekuensi harus sama.
3. Sudut fasa harus sama.
4. Urutan fasa harus sama.
Untuk ketentuan setelan rele sinkronisasi harus mengacu pada standar pengoperasian
sistem tenaga listrik dan mempertimbangkan faktor kecepatan rele bekerja dan kecepatan
pemutus daya bekerja. Rele sinkronisasi (25) membandingkan perbedaan tegangan, frekuensi
slip, dan perbedaan fasa (slip) antara input generator dan bus. Parameter tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut (Ransom, Daniel L, 2014: 4212):
Tabel 2.2
Parameter Tipikal Sinkronisasi
Parameter Typical Value
Voltage Difference 4 – 8 V (secondary)
Phase (Slip) Angle 0º – 30º
Slip Frequency 0,1 Hz
Sumber: Ransom (2014,p.4212).
Beberapa rele menggunakan pengaturan perbedaan tegangan aktual dan beberapa rele
menggunakan pengaturan perbedaan tegangan dalam satuan persentase.
Penyetelan Rele Arus Lebih
Hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat, dipergunakan untuk menentukan nilai
setelan rele arus lebih terutama nilai setelan TMS (Time Multilpe Setting) dari rele arus lebih
jenis invers. Besarnya arus beban adalah (Alawiy, M. Taqiyyuddin, 2006: 28):
𝐼𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 = 𝑃
√3 𝑉𝐿−𝐿 [A] .................................................................................... ( 2-4 )
keterangan:
P = daya 3 fasa [VA]
VL-L = tegangan saluran [V]
Harus diperhatikan pula bahwa rele arus lebih tidak boleh bekerja pada saat terjadi beban
maksimum, sehingga:
𝐼𝑠 =𝑘𝑓𝑘
𝑘𝑑𝐼𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 ................................................................................................
( 2-5 )
16
keterangan:
Is = penyetelan arus
kfk = faktor keamanan
kd = faktor arus kembali
Ibeban = arus nominal yang mengalir pada beban
Nilai kfk berkisar 1,1-1,2 dan kd berkisar 0,7-1,0. Untuk definite relay, nilai kf = 1,1 dan kd =
0,8. Sedangkan untuk inverse relay, nilai kf = 1,2 dan kd =1,0. Nilai Is tersebut merupakan
setelan arus primer, sedangkan untuk mendapatkan nilai setelan arus sekunder yang diatur pada
rele arus lebih , maka harus dihitung dengan menggunakan data rasio transformator arus yang
terpasang, yaitu:
𝐼𝑠𝑒𝑡.𝑠𝑒𝑘 = 𝐼𝑠𝑒𝑡.𝑝𝑟𝑖 𝑥 ( 1 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐶𝑇⁄ ) ................................................................. ( 2-6 )
Berdasarkan IEC 60225, terdapat tiga karakteristik rele arus lebih dengan time dial yang
berbeda sebagai berikut (Alstom, 2016: 87):
1. Inverse
Memiliki kurva yang sangat terjal. Dapat beroperasi pada nilai arus gangguan yang
rendah, namun pada arus gangguan yang tinggi memiliki waktu pengoperasian yang
signifikan. Persamaan karakteristik inverse adalah sebagai berikut:
𝑡𝑜𝑝 = 𝑇0,14
(𝐼𝐼𝑠
)0,02
− 1
.............................................................................. ( 2-7 )
2. Very Inverse
Kurva terletak di antara kurva inverse dan extremely inverse. Persamaan karakteristik
very inverse adalah sebagai berikut:
𝑡𝑜𝑝 = 𝑇13,5
(𝐼𝐼𝑠
) − 1
....................................................................................... ( 2-8 )
3. Extremely Inverse
Memiliki kurva yang sangat dangkal. Tidak beroperasi pada nilai arus gangguan yang
sangat rendah, namun beroperasi dengan sangat cepat pada arus gangguan yang tinggi.
Persamaan karakteristik dari extremely inverse sebagai berikut:
𝑡𝑜𝑝 = 𝑇80
(𝐼𝐼𝑠
)2
− 1
.................................................................................. ( 2-9 )
Untuk memperoleh koordinasi dan operasi yang diinginkan untuk setiap rele arus lebih yang
berdekatan, maka dilakukan pengaturan seperti berikut (Papaspiliotopoulos, Karalexis &
Korres, 2014: 3):
17
1. Rele arus lebih pada setiap fasa diatur untuk mendeteksi gangguan tiga fasa.
2. Rele pada urutan negatif disesuaikan untuk mendeteksi gangguan antar fasa.
3. Rele yang lain digunakan untuk gangguan fasa ke tanah.
Sistem Per Unit (pu)
Definisi nilai per unit untuk suatu kuantitas ialah perbandingan kuantitas tersebut
terhadap nilai dasamya yang dinyatakan dalam desimal. Perbandingan (ratio) dalam persen
adalah 100 kali nilai dalam perunit. Kedua metode perhitungan tersebut, baik dengan persen
maupun dengan per unit, lebih sederhana daripada menggunakan langsung nilai-nilai
ampere,ohm, dan volt yang sebenarnya. Metode per unit mempunyai sedikit kelebihan dari
metode persen, karena hasil perkalian dari dua kuantitas yang dinyatakan dalam per unit sudah
langsung diperoleh dalam per unit juga, sedangkan hasil perkalian dari dua kuantitas yang
dinyatakan dalam persen masih harus dibagi dengan 100 untuk mendapatkan hasil dalam
persen.
Tegangan, arus, kilovolt ampere dan impedansi mempunyai hubungan sedeimikian rupa
sehingga pemilihan nilai dasar untuk dua besaran diantaranya akan menentukan dua nilai dasar
untuk besaran-besaran yang lain. Jika nilai dasar dari arus dan tegangan sudah ditentukan maka,
nilai dasar dari impedansi dan kilovoltampere dapat ditentukan. Impedansi dasar adalah
impedansi yang akan menimbulkan jatuh tegangan (drop voltage) yang sama dengan tegangan
dasarnya apabila arus yang mengalir dalam impedansi itu sama dengan nilai arus dasarnya.
Kilovoltamper dasar pada sistem fasa tunggal adalah hasil perkalian dari tegangan dasar dalam
kilovolt dan arus dasar dalam ampere. Biasanya megavoltampere dasar dan tegangan dasar
dalam kilovolt merupakan besaran-besaran yang dipilih sebagai dasar atau referensi. Untuk
sistem fasa tunggal, atau sistem tiga fasa dimana istilah arus berhubungan dengan arus saluran,
dimana istilah tegangan berarti tegangan netral dan dimana istilah kilovoltampere berarti
kilovoltampere per fasa, rumus-rumus berikut memberikan hubungan-hubungan untuk
berbagai besaran (Grainger & Stevenson, 1994: 45):
Arus dasar, A = dasar kVA1∅
√3 x tegangan dasar, kVLN
................................................... ( 2-10 )
Impedansi dasar = Tegangan dasar, VLN
Arus dasar, A
.............................................. ( 2-11 )
Impedansi dasar = (Tegangan dasar, 𝑉𝐿𝑁)2𝑥1000
dasar, kVA1∅
.......................... ( 2-12 )
18
Impedansi dasar = (Tegangan dasar, 𝑘𝑉𝐿𝑁)2
dasar, MVA1∅
..................................... ( 2-13 )
Daya dasar, kW = dasar kVA
Daya dasar, MW = dasar MVA
Impedansi per unit (pu) = impedansi sebenarnya, Ω
impedansi dasar, Ω
............................. ( 2-14 )
Untuk mengubah dari impedansi per-unit menurut suatu dasar yang diberikan menjadi
impedansi per-unit menurut suatu dasar yang baru, dapat dipakai persamaan berikut (Grainger
& Stevenson, 1994: 49):
𝑍𝑏𝑎𝑟𝑢(pu) = Z𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛(pu) (kVdiberikan dasar
kVbaru dasar)
2
x (kVAbaru dasar
kVAdiberikan dasar)
.....
( 2-15 )
Arus Gangguan Hubung Singkat
Pada saat terjadi hubung singkat, maka akan mengalir arus dari sumber yang sangat besar
dengan tiba-tiba dari sumber ke titik gangguan. Besarnya arus yang mengalir ini dipengaruhi
oleh reaktansi masing-masing komponen yang dilewati arus tersebut, mulai dari komponen
sumber, trafo maupun kabel penghantar. Tujuan dari analisis hubung singkat adalah
menentukan arus dan tegangan maksimum dan minimum pada bagian-bagian atau titik-titik
tertentu dari suatu sistem tenaga lsitrik. Dari nilai-nilai maksimum dan minimum ini akan dapat
ditentukan pola pengaman rele dan pemutus (circuit breaker) untuk mengamankan dari
keadaan abnormal dalam waktu yang seminimal mungkin.
Gambar 2.7 Gelombang arus hubung singkat
Sumber: Suyono (2008,p.6).
Dalam hubung singkat nilai reaktansi dibagi menjadi tiga bagian, reaktansi selama cycle
pertama setelah terjadinya gangguan dalam waktu 0.05-0.1 detik disebut reaktansi sub-
peralihan (X”d) dan besarnya sangat kecil sehingga arus yang mengalir menjadi sangat besar.
19
Untuk cycle selanjutnya yang terjadi dalam waktu 0.2-2 detik disebut reaktansi peralihan (X’d)
dan arus cenderung menurun karena nilai reaktansi yang membesar. Setelah mencapai keadaan
steady state reaktansinya disebut reaktansi sinkron (Xd) untuk menentukan arus gangguan yang
terjadi.
Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
Untuk gangguan ini dianggap fasa a mengalami gangguan. Gangguan ini dapat dilihat
pada gambar 2.8 di bawah ini:
Gambar 2.8 Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah
Sumber: Grainger & Stevenson (1994,p.483).
Kondisi terminalnya sebagai berikut:
Dengan Ifb = 0 ; Ifc = 0 ; Va = 0
[
𝐼𝑓𝑎0
𝐼𝑓𝑎1
𝐼𝑓𝑎2
] = 1
3[1 1 11 𝑎 𝑎2
1 𝑎2 𝑎] [
𝐼𝑓𝑎
00
]
Diperoleh Ifa0 = Ifa1 = Ifa2 = 1/3 Ifa
Hubungan jala-jala urutan gangguan satu fasa ke tanah ditunjukkan oleh gambar 2.9:
20
Gambar 2.9 Hubungan jala-jala urutan gangguan satu fasa ke tanah
Sumber: Grainger & Stevenson (1994,p.484).
Dari gambar diatas maka dapat diperoleh arus hubung singkat satu fasa ke tanah:
Ihs = Ifa0 = Ifa1 = Ifa2 = 𝑉𝑓
𝑍1 + 𝑍2 + 𝑍0 + 3𝑍𝑓
......................................... ( 2-16 )
Ifa = 3𝐼𝑓𝑎0 = 3 𝑉𝑓
𝑍1 + 𝑍2 + 𝑍0 + 3𝑍𝑓
......................................................... ( 2-17 )
keterangan:
Ihs = arus hubung singkat (A)
Vf = tegangan sebelum gangguan (V)
Z1 = impedansi urutan positif (Ω)
Z2 = impedansi urutan negatif (Ω)
Z0 = impedansi urutan nol (Ω)
Zf = impedansi gangguan (Ω)
Hubung Singkat Antar Fasa
Gangguan terjadi pada fasa b dan c seperti terlihat pada gambar 2.10 di bawah ini:
21
Gambar 2.10 Gangguan hubung singkat antar fasa
Sumber: Grainger & Stevenson (1994,p.488).
Dengan Vb = Vc ; Ifc = -Ifb ; Ifa = 0
[𝑉𝑎0
𝑉𝑎1
𝑉𝑎2
] = 1
3[1 1 11 𝑎 𝑎2
1 𝑎2 𝑎] [
𝑉𝑎
𝑉𝑏
𝑉𝑐
]
Diperoleh Va1 = Va2, maka:
[
𝐼𝑓𝑎0
𝐼𝑓𝑎1
𝐼𝑓𝑎2
] = 1
3[1 1 11 𝑎 𝑎2
1 𝑎2 𝑎] [
𝐼𝑓𝑎
𝐼𝑓𝑏
−𝐼𝑓𝑏
]
Dari persamaan di atas, didapatkan bahwa:
𝐼𝑓𝑎0 = 0
Ifa1 =1
3 (𝑎 − 𝑎2) 𝐼𝑓𝑏
......................................................................................... ( 2-18 )
Ifa2 =1
3 (𝑎2 − 𝑎) 𝐼𝑓𝑏
......................................................................................... ( 2-19)
Sehingga:
Ifa1 = -Ifa2
Hubungan jala-jala urutan gangguan antar fasa ditunjukkan oleh gambar 2.11 dibawah ini:
22
Gambar 2.11 Hubungan jala-jala urutan gangguan antar fasa
Sumber: Grainger & Stevenson (1994,p.489).
Ifa1 =𝑉𝑓
𝑍1 + 𝑍2 + 𝑍𝑓
......................................................................................... ( 2-20 )
Ifb = −Ifc = 𝑎2𝐼𝑓𝑎1+ 𝑎𝐼𝑓𝑎2 + 𝐼𝑓𝑎0 .................................................................... ( 2-21 )
Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah
Berdasarkan gambar 2.12 diasumsikan bahwa fasa yang mengalami hubung singkat
adalah fasa b dan c, sehingga terdapat hubungan-hubungan berikut ini:
Vb = Vc = 0 ; Ifa = 0
Gambar 2.12 Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah
Sumber: Grainger & Stevenson (1994,p.494).
23
Sedangkan besar arus urutan postif, urutan negatif, dan urutan nol nya adalah sebagai
berikut (Grainger & Stevenson, 1994: 495):
Ifa1 =𝑉𝑓
𝑍1 +𝑍2𝑍0
𝑍2 + 𝑍0
......................................................................................... ( 2-22 )
Ifa2 = −𝐼𝑓𝑎1
𝑍0
𝑍2 + 𝑍0
......................................................................................... ( 2-23 )
Ifa0 = −𝐼𝑓𝑎1
𝑍2
𝑍2 + 𝑍0
......................................................................................... ( 2-24 )
Dan untuk arus pada masing-masing fasa yang terkena gangguan yaitu fasa b dan c adalah :
Ifb = Ifa0 + a2Ifa1+ aIfa2 ............................................................................... ( 2-25 )
Ifc = Ifa0 + aIfa1+ a2Ifa2 ............................................................................... ( 2-26 )
Hubung Singkat Tiga Fasa
Dengan memperhatikan gambar 2.13, maka dapat diketahui kondisi sebagai berikut:
Ifa + Ifb + Ifc = 0 ; Ifa = 0 ; E = Eb = Ec
Ifa0 = 0 ;
Ifa2 = 0 ;
Ifa1 =𝑉𝑓
𝑍1 + 𝑍𝑓
.................................................................................................. ( 2-27 )
Ifa = Ifa1 ; Ifb = 𝑎2Ifa1 ; Ifc = 𝑎Ifa1
Gambar 2.13 Gangguan hubung singkat tiga fasa
Sumber: Grainger & Stevenson (1994,p.478).
24
Arus hubung singkat tiga fasa:
Ihs =𝑉𝑓
𝑍1 + 𝑍𝑓
.................................................................................................. ( 2-28 )
Komponen Simetris
Menurut teorema Fortescue, tiga fasa tidak seimbang pada suatu sistem tiga fasa dapat
diturunkan menjadi tiga fasor yang seimbang yatiu (Grainger & Stevenson, 1994: 417):
a. Komponen-komponen urutan positif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan lainnya dalam fasa sebesar 120o dan mempunyai urutan fasa
yang sama seperti fasor aslinya.
b. Komponen-komponen urutan negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan lainnya dalam fasa sebesar 120o dan mempunyai urutan fasa
yang berlawanan dengan fasor aslinya.
c. Komponen-komponen urutan nol yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan
dengan pergeseran fasa nol antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam penyelesaian suatu persoalan dengan menggunakan komponen-komponen
simetris bahwa tiga fasa dalam sistem dinyatakan sebagai a, b, dan c sehingga urutan fasa arus
dan tegangan dalam sistem adalah abc. Maka urutan fasa dari komponen-komponen urutan
positif dari fasor-fasor tak seimbang itu adalah abc, sedangkan untuk komponen-komponen
urutan negatif adalah acb. Jika fasor aslinya adalah tegangan, tegangan tersebut dapat
dinyatakan dengan Va, Vb, Vc. Ketiga himpunan komponen-komponen simetris dinyatakan
dengan subskrip tambahan 1 untuk komponen-komponen urutan positif, 2 untuk komponen-
komponen urutan negatif, dan 0 untuk komponen-komponen urutan nol. Komponen-komponen
urutan positif dari Va, Vb, Vc adalah Va1, Vb1, Vc1. Demikian pula, komponen-komponen urutan
negatif adalah Va2, Vb2, Vc2, sedangkan komponen-komponen urutan nol adalah Va0, Vb0, Vc0.
Gambar 2.14 Komponen simetris tiga fasa untuk tegangan
Sumber: Suyono (2008,p.8).
Karena setiap fasor yang tidak seimbang merupakan jumlah komponen-komponen, maka
fasor-fasor aslinya dapat dituliskan sebagai berikut (Grainger & Stevenson, 1994: 418):
25
𝑉𝑎 = 𝑉𝑎1 + 𝑉𝑎2 + 𝑉𝑎0 ....................................................................................... ( 2-29 )
𝑉𝑏 = 𝑉𝑏1 + 𝑉𝑏2 + 𝑉𝑏0 ....................................................................................... ( 2-30 )
𝑉𝑐 = 𝑉𝑐1 + 𝑉𝑐2 + 𝑉𝑐0 ....................................................................................... ( 2-31 )
26
27
BAB III
METODE PENELITIAN
Untuk menyelesaikan rumusan masalah dan merealisasikan tujuan penelitian maka
diperlukan metode untuk menyelesaikan masalah tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan
ditunjukkan pada diagram alir utama penelitian seperti pada gambar 3.1.
Mulai
Pengumpulan Data:
Trafo, Pembebanan,
Motor, Kabel, dan
Rele.
Menghitung arus
hubung singkat
Menghitung
penyetelan rele arus
lebih (50/51)
Setelan rele
aman ?
Standar Rele
Penyetelan rele
tegangan kurang
(27)
Pemodelan kerja
rele pada ETAP
Selesai
Y
T
Studi Literatur
Penarikan
kesimpulan
dan saran
1
Sudah
sesuai
setelan
Y
Mulai
Analisis dan
pembahasan
1
Y
T
Standar Rele
Penyetelan rele
sinkronisasi cek
(25)
Sudah
sesuai
setelan
Mulai
1
Y
T
Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian
28
Pengambilan Data
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di PT.UP PJB Gresik. Sesuai dengan laporan
kejadian bahwa perlunya penggantian rele analog ke rele digital pada bus 6 kV. Pengambilan
data berupa diagram satu garis, data generator, data transformator, data pembebanan bus 6 kV,
data instalasi kabel, data rele yang sudah terpasang, dan peralatan lain yang berhubungan
dengan penyetelan ulang rele arus lebih, rele tegangan kurang dan rele sinkronisasi.
Data Sekunder
Pada penelitian skripsi ini untuk melakukan perhitungan data yang digunakan data
sekunder. Data sekunder ini meliputi spesifikasi dari berupa data generator, data transformator,
data pembebanan bus 6 kV, data instalasi kabel, rele yang sudah terpasang dan jurnal
penelitian.
Perhitungan
Perhitungan Impedansi
Menghitung impedansi masing-masing komponen yaitu generator, tarnsformator, motor,
dan kabel dalam satuan per-unit (pu). Perhitungan satuan per-unit menggunakan persamaan (2-
15).
Perhitungan Nilai Impedansi Urutan
Perhitungan impedansi urutan berdasarkan diagram satu garis bus 6 kV PT.PJB UP
Gresik. Impedansi urutan yang dihitung adalah impedansi urutan positif, urutan negatif, dan
urutan nol. Perhitungan dilakukan dengan acuan titik gangguan yang sesuai dengan
penempatan rele yang akan diatur ulang yaitu pada bus 6 kV. Sehingga dari perhitungan nilai
impedansi urutan akan diperoleh nilai impedansi urutan subtransien dan transien.
Perhitungan Arus Hubung Singkat
Setelah mendapatkan nilai impedansi urutan maka dapat dihitung arus gangguan hubung
singkat. Arus hubung singkat yang akan dihitung yaitu arus gangguan hubung singkat tiga fasa,
antar fasa, dua fasa ke tanah, dan satu fasa ke tanah dengan menggunakan persamaan (2-17) –
(2-28).
Setelan Rele
Setelan rele arus lebih yang dianalisis adalah setting arus dan setting waktu. Setting arus
didapat dengan menghitung besaran arus yang terjadi pada saat gangguan hubung singkat tiga
fasa. Dan untuk setting waktu berdasarkan karakteristik waktu kerja rele dengan acuan standar
IEC 60255. Untuk rele tegangan kurang, dengan menggunakan persamaan (2-3) maka
29
diperoleh setelan untuk rele tegangan. Dan untuk rele sinkronisasi harus mengacu pada standar
pengoperasian sistem tenaga listrik dan mempertimbangkan faktor kecepatan rele bekerja dan
kecepatan pemutus daya bekerja.
Pemodelan dan Simulasi
Setelah mendapatkan data-data setelan rele maka dilakukan pemodelan dalam bentuk
simulasi menggunakan software ETAP 12.6. Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan sistem
kelistrikan bus 6 kV PT.PJB UP Gresik dalam bentuk single line diagram. Tujuan dari simulasi
ini adalah mengetahui grafik kerja rele pada saat terjadi gangguan.
Analisis dan Pembahasan
Setelah dilakukan perhitungan setelan yang dilakukan maka akan diperoleh setelan untuk
rele baru. Dari hasil setelan untuk rele baru ini maka dilakukan analisis mengacu pada setelan
rele yang lama dan juga berdasarkan pada dasar-dasar teori yang ada, sehingga bisa diketahui
rele setelan baru lebih baik atau tidak. Dan untuk melihat hasil kerja rele setelan baru, maka
dilakukan simulasi menggunakan software ETAP yang akan menunjukkan kerja rele yang
disetel dengan rele-rele yang lain (outgoing bus) yaitu bisa diambil dengan salah satu beban
motor pada pembebanan bus 6 kV.
Pengambilan Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan diambil berdasarkan perhitungan yang dianalisis dari perhitungan arus
gangguan hubung singkat dan pengaturan ulang pada sistem kelistrikan bus 6 kV PT.PJB UP
Gresik dengan harapan bahwa perhitungan ini dapat menjadi acuan untuk penyetelan ulang rele
dalam memperbaiki keandalan sistem proteksi di PT.PJB UP Gresik.
30
31
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap PT.PJB UP Gresik
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) atau yang biasa dikenal dengan
Combined Cycle Power Plant merupakan salah satu pembangkit yang dimiliki dan diandalkan
oleh Unit Pembangkit Gresik. Jumlah pembangkit listrik di PLTGU PT.PJB UP Gresik ada 3
blok, tiap blok terdiri dari 3 Gas Turbine, 3 HRSG dan 1 Steam Turbine. Energi listrik yang
dihasilkan adalah rata-rata 500 MW per blok.
Kapasitas daya yang terpasang (Installed Capacity) pada Blok I, II, dan III masing-
masing memiliki nilai yang sama yaitu 526,26 MW sehingga total kapasitas daya yang
terpasang adalah 1578,78 MW. Dalam hal penyaluran daya ke grid, di PLTGU PT. PJB UP
Gresik terbagi menjadi dua macam tegangan yaitu 150 kV (untuk wilayah dan sekitarnya) yang
dibangkitkan oleh PLTGU Blok I dan 500 kV (untuk sistem interkoneksi Jawa-Bali-Madura)
yang dibangkitkan oleh PLTGU Blok II dan Blok III.
Berdasarkan data PLTGU PT.PJB UP Gresik ketika overhaul awal tahun 2017 dilakukan
penggantian rele analog ke rele digital pada Blok III yaitu pada bus 6 kV Steam Turbine (ST-
1) yang mendistribusikan tegangan ke beban-beban berupa motor listrik yang berfungsi dalam
sistem operasi PLTGU tersebut. Adapun diagram satu garis bus 6 kV Steam Turbine (ST-1) di
PT. PJB UP Gresik ditunjukkan pada lampiran 1.
Tabel 4.1
Data Generator
Merk SIEMENS
Daya 250 MVA
Faktor Daya 80 %
Tegangan 15,75 kV
Sumber: PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik
Tabel 4.2
Data Tranformator Step-Down
Merk SIEMENS
Tipe TSUN 6844
Daya 7 MVA
32
Impedansi 7,5 %
Tegangan 15,75 / 6,3 kV
Frekuensi 50 Hz
Sumber: PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik
Tabel 4.3
Data Trafo Arus dan Trafo Tegangan
Trafo Arus 1000/5
Trafo Tegangan 6300/110
Sumber: PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik
Tabel 4.4
Data Pembebanan pada Bus 6 kV
No Beban Kapasitas
1 Motor Penggerak Sea Water Booster Pump (A) 240 kW
2 Motor Penggerak Sea Water Booster Pump (B) 240 kW
3 Motor Penggerak High Pressure Bolier Feed Pump (A) 900 kW
4 Motor Penggerak High Pressure Bolier Feed Pump (B) 900 kW
5 Motor Penggerak High Pressure Bolier Feed Pump (C) 900 kW
6 Motor Penggerak High Pressure Bolier Feed Pump (D) 900 kW
7 Motor Penggerak Condensate Extraction Pump (A) 400 kW
8 Motor Penggerak Condensate Extraction Pump (B) 400 kW
9 Motor Penggerak Closed Cylce Cooling Water Pump (A) 450 kW
10 Motor Penggerak Closed Cylce Cooling Water Pump (B) 450 kW
11 Sub Transformator 1000 kVA
Sumber: PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik
Tabel 4.5
Keterangan Instalasi Kabel
Lokasi Tipe Kabel Luas Penampang (mm2) Jarak (m)
Trafo 1 (sekunder)
– Input Feeder NA2XSEY 3 x 300 50
Output Bus–Motor NA2XSEY 3 x 150 200
Sumber: PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik
Perhitungan Impedansi
Untuk mengubah semua nilai impedansi komponen-komponen dalam satuan pu (per-
unit) harus ditentukan terlebih dahulu daya dasar (MVAdasar ), tegangan dasar (kVdasar).
33
Perhitungan Impedansi Sumber
Perhitungan impedansi sumber diperoleh dari data generator, karena sumber yang
digunakan adalah generator. Impedansi dasar untuk generator menggunakan kV(dasar) yaitu
15,75 kV dengan MVA(dasar) sebesar 7 MVA. Dari data generator yang terlihat pada tabel (4.1)
dengan menggunakan software ETAP 12.6 maka diperoleh impedansi generator dalam bentuk
persentase. Maka impedansi generator dengan menggunakan dasar baru dapat diperoleh
dengan menggunakan persamaan (2-15) sebagai berikut:
Z(pu) = (1,00 + j 19,00)% x (15,75
15,75)
2
x (7
250)
= 0,0003 + j 0,0053 pu
Perhitungan Impedansi Transformator
Data sekunder impedansi transformator yang terlihat pada tabel (4.2) diketahui masih
dalam bentuk persentase, yaitu sebesar 7,5%. Dengan tegangan 6,3 kV sebagai tegangan dasar
dan daya transformator 7 MVA sebagai daya dasar, maka impedansi transformator dengan
menggunakan dasar baru dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (2-15) sebagai
berikut:
Z1T (pu) = Z2T (pu) = (j 7,5)% x (6,3
6,3)
2
x (7
7)
= j 0,075 pu
Pada transformator menggunakan sistem pentanahan melalu resistor sebesar 5 Ω jika diubah
menjadi satuan per-unit maka resistor pentanahan transformator yaitu:
R (pu) = 5
6,32
7
= 0,882 pu
Sehingga nilai dari impedansi urutan nol transformator sebagai berikut:
Z0T (pu)= 0,882 + j 0,075 pu
Perhitungan Impedansi Beban
Dari data motor yang terlihat pada tabel (4.3) dengan menggunakan software ETAP 12.6
maka diperoleh impedansi motor dalam bentuk persentase seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Impedansi Beban Motor
No Beban Kapasitas Z (%)
1 Motor Penggerak Sea Water
Booster Pump (A) 276 kVA 1,0757 + j15,03
2 Motor Penggerak Sea Water
Booster Pump (B) 276 kVA 1,0757 + j15,03
34
3 Motor Penggerak High Pressure
Bolier Feed Pump (A) 1020 kVA 0,5876 + j15,215
4 Motor Penggerak High Pressure
Bolier Feed Pump (B) 1020 kVA 0,5876 + j15,215
5 Motor Penggerak High Pressure
Bolier Feed Pump (C) 1020 kVA 0,5876 + j15,215
6 Motor Penggerak High Pressure
Bolier Feed Pump (D) 1020 kVA 0,5876 + j15,215
7 Motor Penggerak Condensate
Extraction Pump (A) 457 kVA 0,7642 + j15,118
8 Motor Penggerak Condensate
Extraction Pump (B) 457 kVA 0,7642 + j15,118
9 Motor Penggerak Closed Cylce
Cooling Water Pump (A) 514 kVA 0,7392 + j15,135
10 Motor Penggerak Closed Cylce
Cooling Water Pump (B) 514 kVA 0,7392 + j15,135
11 Sub Transformator 1000 kVA 2,2811 + j15,22
Maka impedansi motor dengan menggunakan dasar baru dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan (2-15) sebagai berikut:
Z1M (pu) = Z2M (pu) = (1,0757 + j 15,03)% x (6
6,3)
2
x (7
0,276)
= 0,2475 + j 3,4576 pu
Z1M (pu) = Z2M (pu) = Z0M (pu) = 0,2475 + j 3,4576 pu
Sehingga impedansi motor dengan menggunakan dasar baru dapat diperoleh seperti pada tabel
berikut:
Tabel 4.7
Hasil Perhitungan Impedansi Beban
No Beban Z (%) Z (pu)
1 Motor Penggerak Sea Water
Booster Pump (A) 1,0757 + j15,03 0,2475 + j 3,4576
2 Motor Penggerak Sea Water
Booster Pump (B) 1,0757 + j15,03 0,2475 + j 3,4576
3
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed Pump
(A)
0,5876 + j15,215 0,0366 + j 0,9471
4
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed Pump
(B)
0,5876 + j15,215 0,0366 + j 0,9471
5
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed Pump
(C)
0,5876 + j15,215 0,0366 + j 0,9471
6
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed Pump
(D)
0,5876 + j15,215 0,0366 + j 0,9471
35
7 Motor Penggerak Condensate
Extraction Pump (A) 0,7642 + j15,118 0,1062 + j 2,1004
8 Motor Penggerak Condensate
Extraction Pump (B) 0,7642 + j15,118 0,1062 + j 2,1004
9
Motor Penggerak Closed
Cylce Cooling Water Pump
(A)
0,7392 + j15,135 0,0913 + j 1,8696
10
Motor Penggerak Closed
Cylce Cooling Water Pump
(B)
0,7392 + j15,135 0,0913 + j 1,8696
11 Sub Transformator 2,2811 + j15,22 0,1448 + j 0,9660
Perhitungan Impedansi Kabel
Sesuai dengan data pada tabel (4.4) perhitungan impedansi kabel sesuai dengan masing-
masing ukuran diameter kabel. Dengan memasukkan data tipe kabel, luas penampang dan jarak
kabel pada software ETAP 12.6 dengan Library yang ada pada software tersebut maka
diperoleh impedansi kabel urutan positif, negatif dan juga urutan nol sebagai berikut:
Tabel 4.8
Impedansi Saluran
Dari tabel diatas maka dengan menggunakan persamaan (2-14) maka bisa dihitung besar
impedansi saluran dalam satuan per-unit (pu) sebagai berikut:
Z1 (pu) = Z2 (pu) = 0,12888 + j 0,21666
6,32
7
= 0,02273 + j 0,03821 pu
Z0 (pu) = 0,13318 + j 1,16198
5,67
= 0,02348 + j 0,20493 pu
Sehingga impedansi saluran per-unit dengan menggunakan persamaan (2-14) dapat diperoleh
seperti pada tabel berikut:
Lokasi Tipe Kabel Z1 = Z2 (Ω) Z0 (Ω)
Trafo 1 (sekunder) –
Input Feeder NA2XSEY 0,12888 + j 0,21666 0,13318 + j 1,16198
Output Bus- Motor NA2XSEY 0,26443 + j 0,23845 0,28064 + j 1,43392
36
Tabel 4.9
Impedansi Saluran dalam satuan per-unit (pu)
Untuk masing-masing pembebanan pada bus 6 kV terpasang secara seri dengan kabel maka
nilai impedansi masing-masing beban diperoleh dari penjumlahan impedansi kabel dari
outgoing bus– motor dengan motor sebagai berikut:
Z1 (pu) = Z2 (pu) = ( 0,04949+ j 0,25289 ) + ( 0,2475 + j 3,4576 )
= 0,2941 + j 3,4996 pu
Z0 (pu) = ( 0,04949+ j 0,25289 ) + ( 0,2475 + j 3,4576 )
= 0,2970 + j 3,7105 pu
Sehingga impedansi masing-masing beban pada bus 6 kV dapat diperoleh seperti pada tabel
berikut:
Tabel 4.10
Impedansi Kabel – Motor pada Pembebanan Bus 6 kV
No Beban Impedansi Kabel-Motor
Z1 = Z2 (pu) Z0 (pu)
1 Motor Penggerak Sea Water
Booster Pump (A) 0,2941 + j 3,4996 0,2970 + j 3,7105
2 Motor Penggerak Sea Water
Booster Pump (B) 0,2941 + j 3,4996 0,2970 + j 3,7105
3
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed Pump
(A)
0,0826 + j 0,9891 0,0861 + j 1,2
4
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed Pump
(B)
0,0832 + j 0,9891 0,0861 + j 1,2
5
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed Pump
(C)
0,0832 + j 0,9891 0,0861 + j 1,2
6
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed Pump
(D)
0,0832 + j 0,9891 0,0861 + j 1,2
7 Motor Penggerak Condensate
Extraction Pump (A) 0,1528 + j 2,1424 0,1557 + j 2,3533
8 Motor Penggerak Condensate
Extraction Pump (B) 0,1528 + j 2,1424 0,1557 + j 2,3533
9
Motor Penggerak Closed
Cylce Cooling Water Pump
(A)
0,1379 + j 1,9116 0,1408 + j 2,1225
Lokasi Z1 = Z2 (pu) Z0 (pu)
Trafo 1 (sekunder)–Incoming bus 0,02273 + j 0,03821 0,02348 + j 0,20493
Outgoing bus– Motor 0,04663 + j 0,04205 0,04949+ j 0,25289
37
10
Motor Penggerak Closed
Cylce Cooling Water Pump
(B)
0,1379 + j 1,9116 0,1408 + j 2,1225
11 Sub Transformator 0,1915 + j 1,0081 0,1943 + j 1,2189
Pembebanan pada bus 6 kV terpasang secara paralel maka nilai impedansi beban total diperoleh
dari penjumlahan impedansi kabel dari outgoing bus – motor dengan motor yang diparalel
dengan beban motor yang lainnya. Maka jumlah impedansi beban total yang ada yaitu:
1
Zbeban =
1
Zmotor1 +
1
Zmotor2 +
1
Zmotor3 + … +
1
Zmotor−n
Z1 = Z2 = 0,0125 + j 0,1320 pu
Z0 = 0,0126 + j 0,1543 pu
Perhitungan Nilai Impedansi Urutan pada Titik Gangguan
Untuk perhitungan nilai impedansi urutan pada titik gangguan maka perlu
menyederhanakan diagram satu garis menjadi rangkain ekuivalen. Diagram satu garis bus 6 kV
unit PLTGU di PT. PJB UP. Gresik bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.1 Diagram satu garis bus 6 kV unit PLTGU di PT. PJB UP. Gresik
Pada diagram satu garis bus 6 kV unit PLTGU di PT. PJB UP. Gresik pembebanan pada bus 6
kV terpasang secara paralel, sehingga beban-beban tersebut diparalel sehingga diperoleh
diagram garis yang lebih sederhana seperti pada gambar berikut:
38
Gambar 4.2 Penyederhanaan diagram satu garis bus 6 kV unit PLTGU di PT. PJB UP. Gresik
Dari gambar diagram satu garis bus 6 kV unit PLTGU di PT. PJB UP. Gresik tersebut, maka
analisis titik gangguan yang dilakukan yaitu gangguan pada bus 6 kV yang akan disimbolkan
dengan huruf F.
4.2.5.1 Nilai Impedansi Urutan Positif pada Titik Gangguan
Setelah mendapatkan nilai impedansi urutan positif dari masing-masing komponennya,
dengan mengubah diagram garis sistem kelistrikan seperti pada gambar (4.1) maka dapat
dihitung nilai impedansi urutan positif pada titik gangguan tertentu.
Gambar 4.3 Rangkaian Impedansi Urutan Positif
39
Dari rangkaian diatas bisa menjadi rangkaian yang lebih sederhana dengan menjumlahkan
impedansi yang berada disisi kiri dari titik gangguan, yaitu impedansi generator, impedansi
kabel dan impedansi transformator. Rangkaian sederhana dari rangkaian diatas bisa dilihat
pada gambar (4.2) dibawah ini:
Gambar 4.4 Penyederhanaan Rangkaian Impedansi Urutan Positif
Dari gambar rangkaian diatas, maka untuk mendapatkan nilai impedansi ekivalennya dengan
cara paralel sehingga diperoleh nilai Z1 ekivalen sebagai berikut:
Z1 (pu) = (0.0245 + j 0,1185) x (0,0125+j10,1320)
(0.0245 + j 0,1185) + (0,0125+j10,1320) = 0,0096 + j 0,0626 pu
4.2.5.2 Nilai Impedansi Urutan Negatif pada Titik Gangguan
Setelah mendapatkan nilai impedansi urutan negatif dari masing-masing komponennya,
dengan mengubah diagram garis sistem kelistrikan seperti pada gambar (4.3) maka dapat
dihitung nilai impedansi urutan negatif pada titik gangguan tertentu.
Gambar 4.5 Rangkaian Impedansi Urutan Negatif
40
Dari rangkaian diatas nilai impedansi urutan negatif mempunyai nilai yang sama dengan
impedansi urutan negatif sehingga nilai dari impedansi urutan negatif sebagai berikut:
Z2 (pu) = Z1 (pu) = 0,0096 + j 0,0626 pu
4.2.5.3 Nilai Impedansi Urutan Nol pada Titik Gangguan
Setelah mendapatkan nilai impedansi urutan nol dari masing-masing komponennya,
dengan mengubah diagram garis sistem kelistrikan seperti pada gambar (4.4) maka dapat
dihitung nilai impedansi urutan nol pada titik gangguan tertentu.
Gambar 4.6 Rangkaian Impedansi Urutan Nol
Dari rangkaian diatas bisa menjadi rangkaian yang lebih sederhana dengan menjumlahkan
impedansi yang berada disisi kiri dari titik gangguan, yaitu impedansi generator, impedansi
kabel dan impedansi transformator. Rangkaian sederhana dari rangkaian diatas bisa dilihat
pada gambar (4.5) dibawah ini:
Gambar 4.7 Penyederhanaan Rangkaian Impedansi Urutan Nol
41
Dari gambar rangkaian diatas, maka untuk mendapatkan nilai impedansi ekivalennya dengan
cara paralel sehingga diperoleh nilai Z0 ekivalen sebagai berikut:
Z0 (pu) = (0,9055 + j 0,2852) x (0,0126+j10,1543)
(0,9055 + j 0,2852) + (0,0126+j10,1543) = 0,0319 + j 0,1408 pu
Perhitungan diatas merupakan perhitungan impedansi subtransien, dengan cara yang sama
maka bisa didapatkan nilai impedansi transien. Dari perhitungan nilai impedansi dengan titik
gangguan F diperoleh nilai Z1, Z2, dan Z0 seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.11
Impedansi Gangguan pada Titik F
Subtransien
Z1 (pu) 0,0096 + j 0,0626
Z2 (pu) 0,0096 + j 0,0626
Z0 (pu) 0,0319 + j 0,1408
Transien
Z1 (pu) 0,0141 + j 0,0369
Z2 (pu) 0,0141 + j 0,0369
Z0 (pu) 0,0319 + j 0,1408
Nilai impedansi subtransien digunakan untuk menghitung arus hubung singkat maksimum
karena merupakan impedansi selama cycle pertama setelah terjadinya gangguan dalam waktu
0.05-0.1 detik dan nilai impedansi sangat kecil sehingga arus yang mengalir menjadi sangat
besar. Dan untuk nilai impedansi transien digunakan untuk menghitung arus minimum karena
merupakan impedansi pada cycle selanjutnya yang terjadi dalam waktu 0.2-2 detik dan arus
cenderung menurun karena nilai impedansi yang semakin besar.
Arus Gangguan Hubung Singkat
Setelah mendapatkan nilai dari impedansi gangguan pada titik gangguan, selanjutnya
perhitungan arus gangguan hubung singkat dapat dihitung. Tegangan sebelum gangguan
adalah:
Vf = 6
6,3
= 0,95238 0o pu
Nilai tegangan sebelum gangguan diatas digunakan untuk menghitung nilai arus gangguan
hubung singkat.
42
Perhitungan Arus Dasar
Berdasarkan tabel (4.2), nilai daya dasar dalam satuan kilovoltampere sebesar 7000 kVA
sedangkan untuk tegangan dasar sebesar 6,3 kV. Dengan menggunakan persamaan (2-10)
didapat nilai arus dasar sebagai berikut:
Idasar = kVA
√3 x kV
= 7000
√3 x 6,3
= 641,5 A
Arus dasar digunakan untuk mendapatkan nilai arus gangguan hubung singkat yang
sebenarnya, karena perhitungan yang dilakukan menggunakan sistem per unit sehingga untuk
mendapatkan nilai arus gangguan yang sebenarnya perlu nilai arus dasar.
Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa
Untuk perhitungan arus hubung singkat tiga fasa impedansi yang digunakan adalah
impedansi subtransien. Arus gangguan hubung singkat tiga fasa pada titik F dapat dihitung
menggunakan persamaaan (2-28) sebagai berikut:
Ihs = Vf
Z1
= 0,95238
(0,0096 + j 0,0626)
= 15,0305 - 81,3193° pu
Untuk hubung singkat tiga fasa, arus tiap fasanya sama sehingga dari hasil perhitungan
arus hubung singkat tersebut dalam satuan per unit (pu) bisa didapatkan nilai sebenarnya
dengan perhitungan sebagai berikut:
3 hsI (A) = hsI (pu) x Idasar (A)
3 hsI (A) = (15,0305 - 81,3193° pu) x 641,5 A
= 9649,581 A
Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Antar Fasa
Untuk perhitungan arus hubung singkat antar fasa impedansi yang digunakan adalah
impedansi transien. Arus gangguan hubung antar fasa pada titik F dapat dihitung menggunakan
persamaaan (2-20) dan (2-21) sebagai berikut:
Ifa0 = 0
Ifa1 = -Ifa2
43
Ifa1 = 𝑉f
Z1+Z2
= 0,95238
(0,0130 + j 0,0635)+(0,0130 + j 0,0635)
= 7,3462 -78,43° pu
Ifa2 = -Ifa1 = -(7,3462 -78,43°) = 7,3462101,57° pu
Ifb = 𝑎2Ifa1 + 𝑎Ifa2 + Ifa0
= (1120°)2 (7,3462 -78,43°) + (1120°) (7,3462101,57) + 0
= 12,724 -168,43° pu
Ifc = -Ifb = -(12,724 -171,281°) = 12,724 -11,57° pu
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat tersebut dalam satuan per unit (pu) bisa didapatkan
nilai sebenarnya dengan perhitungan sebagai berikut:
If (A) = If (pu) x Idasar (A)
Ifb (A) = (12,724 -168,43°pu) x 641,5 A
= 8168,808 -168,43° A
Ifc (A) = (12,724 -11,57° pu) x 641,5 A
= 8168,808 -11,57° A
Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
Arus gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah pada titik F dapat dihitung
menggunakan persamaaan (2-17) sebagai berikut:
Ifb = 0
Ifc = 0 (diasumsikan bahwa fasa yang mengalami gangguan adalah fasa a)
Ifa = 3Ifa0 = 3 x 𝑉f
Z1 + Z2 + Z0
= 3 x 0,95238
(0,0130 + j 0,0635) + (0,0130 + j 0,0635) + (0,0319 + j 0,1408)
= 12,3539 -79,8247° pu
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat tersebut dalam satuan per unit (pu) bisa didapatkan
nilai sebenarnya dengan perhitungan sebagai berikut:
If (A) = If (pu) x Idasar (A)
Ifa (A) = (12,3539 -79,8247°pu) x 641,5 A
44
= 7931,2038 -79,8247° A
Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah
Arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah pada titik F dapat dihitung
menggunakan persamaan (2-22), (2-23) dan (2-24) sebagai berikut:
Ifa = 0
Ifa1 =Vf
𝑍1 +𝑍2𝑍0
𝑍2 + 𝑍0
= 0,95238
(0,0130 + j 0,0635)+(0,0130 + j 0,0635) (0,0319 + j 0,1408)
(0,0130 + j 0,0635)+ (0,0319 + j 0,1408)
= 9,1214 -78,8942° pu
Ifa2 = −𝐼𝑓𝑎1
𝑍0
𝑍2 + 𝑍0
= - (9,1214 -78,8942°) (0,0319 + j 0,1408)
(0,0130 + j 0,0635)+ (0,0319 + j 0,1408)
= 5,5728102,33° pu
Ifa0 = −𝐼𝑓𝑎1
𝑍2
𝑍2 + 𝑍0
= - (9,1214 -78,8942°) (0,0130 + j 0,0635)
(0,0130 + j 0,0635)+ (0,0319 + j 0,1408)
= 3,551899,245° pu
Dan untuk arus pada masing-masing fasa yang terkena gangguan yaitu fasa b dan c berdasarkan
persamaan (2-25) dan (2-26) adalah sebagai berikut:
Ifb = Ifa0 + a2Ifa1+ aIfa2
= (5,5728102,33°) + (1120°)2 (9,1214 -78,8942°) + (1120) (5,5728 102,33°)
= 13,592168,514° pu
Ifc = Ifa0 + aIfa1+ a2Ifa2
= (5,5728102,33°) + (1120°) (9,1214 -78,8942°) + (1120)2 (5,5728 102,33°)
= 13,995 33,926° pu
Dari hasil perhitungan arus hubung singkat tersebut dalam satuan per unit (pu) bisa didapatkan
nilai sebenarnya dengan perhitungan sebagai berikut:
If (A) = If (pu) x Idasar (A)
Ifb (A) = (13,592168,514° pu) x 641,5 A
45
= 8719,653168,514° A
Ifc (A) = (13,995 33,926° pu) x 641,5 A
= 8977,69733,926° A
Dari hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat menunjukkan bahwa nilai arus hubung
singkat dari yang paling besar sampai terkecil yaitu arus gangguan hubung singkat tiga fasa,
dua fasa ke tanah, antar fasa, dan satu fasa ke tanah. Setelah mendapatkan nilai arus gangguan
hubung singkat maka nilai tersebut bisa digunakan untuk setelan rele arus lebih.
Pada penyetelan rele arus lebih (OCR) maka arus hubung singkat yang bisa digunakan
yaitu arus gangguan hubung singkat tiga fasa dan antar fasa. Sedangkan untuk penyetelan rele
gangguan tanah (GFR) maka arus hubung singkat yang bisa digunakan yaitu arus gangguan
hubung singkat dua fasa ke tanah dan satu fasa ke tanah. Untuk penyetelan rele OCR maupun
GFR maka dipilih arus gangguan yang paling besar yaitu arus gangguan hubung singkat tiga
fasa untuk OCR dan arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah untuk GFR.
Penyetelan Rele Arus Lebih
Setelah mendapatkan hasil perhitungan untuk arus gangguan hubung singkat selanjutnya
perhitungan setelan rele arus lebih. Penyetelan rele arus lebih meliputi OCR dan GFR, dimana
OCR digunakan untuk mengamankan sistem dari gangguan fasa ke fasa sedangkan GFR
digunakan untuk mengamankan sistem dari gangguan fasa ke tanah.
Perhitungan Arus Nominal
Arus nominal beban pada titik F diperoleh dari penjumlahan dari masing-masing arus
nominal beban seperti berikut:
Imotor = kVA
√3 x kV
= 276/0,942
√3 x 6
= 28,0385 -23,2197° A
Setelah mendapatkan nilai arus nominal beban diatas maka dapat dihitung nilai impedansi
beban sebagai berikut:
Zbeban = Zm + Zkabel
= 6000
√3 x (28,0385 ∠ −23,2197°) + (0,04663 + j 0,04205)
= 286,7344 + j 123,3261 Ω
46
Untuk nilai arus nominal dan impedansi beban pada pembebanan bus6 kV bisa dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 4.12
Hasil Perhitungan Arus Nominal Beban
No Beban Imotor (A) Zbeban (Ω)
1 Motor Penggerak Sea
Water Booster Pump (A) 26,6366 -23,2197° 286,7344 + j 123,3261
2 Motor Penggerak Sea
Water Booster Pump (B) 26,6366 -23,2197° 286,7344 + j 123,3261
3
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed
Pump (A) 97,7278 -22,4069° 79,1034 + j 32,9431
4
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed
Pump (B) 97,7278 -22,4069° 79,1034 + j 32,9431
5
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed
Pump (C) 97,7278 -22,4069° 79,1034 + j 32,9431
6
Motor Penggerak High
Pressure Bolier Feed
Pump (D) 97,7278 -22,4069° 79,1034 + j 32,9431
7
Motor Penggerak
Condensate Extraction
Pump (A) 43,9795 -22,9126° 174,3223 + j 74,0009
8
Motor Penggerak
Condensate Extraction
Pump (B) 43,9795 -22,9126° 174,3223 + j 74,0009
9
Motor Penggerak Closed
Cylce Cooling Water
Pump (A) 49,4337 -22,8389° 155,2461 + j 65,7036
10
Motor Penggerak Closed
Cylce Cooling Water
Pump (B) 49,4337 -22,8389° 155,2461 + j 65,7036
11 Sub Transformator 91,4138 -31,7883° 77,7637 + j 48,3815
Maka jumlah impedansi beban total yang ada yaitu:
1
Zbeban =
1
Zbeban1 +
1
Zbeban2 +
1
Zbeban3 + … +
1
Zbeban−n
Zbeban = 4,2035 + j 1,8645 Ω
Setelah memperoleh nilai Zbeban untuk pembebanan pada bus6 kV maka didapatkan nilai dari
Ztotal sebagai berikut:
Ztotal = Zsumber + Zbeban = 4,3591+ j 2,40807
Sehingga bisa didapatkan nilai arus nominal yaitu:
In = V
√3 x Z =
6300
√3 x (4,3591 + j 2,40807) = 730,38 - 28,917° A
47
Nilai arus nominal pembebanan pada bus6 kV digunakan untuk menentukan nilai setelan rele
arus lebih.
Perhitungan Waktu Kerja Rele
4.4.2.1 Rele Arus Lebih (OCR)
Rele arus lebih yang digunakan memiliki karakteristik operasi waktu standar invers
maka nilai kf = 1,2 dan kd = 1,0. Dengan menggunakan persamaan (2-5) maka nilai arus setelan
dapat diperoleh sebagai berikut:
Is =kfk
kdIn
=1,2
1,0 x 730,38
Is = 876,456 A
Nilai Is tersebut merupakan setelan arus primer, sedangkan untuk mendapatkan nilai
setelan arus sekunder yang diatur pada rele arus lebih, maka menggunakan persamaan (268)
sebagai berikut:
Iset.sek = Iset.pri x ( 1 Ratio CT⁄ )
= 876,456 x ( 5 1000⁄ )
Iset.sek = 4,382 A
Selanjutnya untuk menentukan nilai time dial dengan menggunakan standar IEC 60225
pada persamaan (2-7) sebagai berikut:
If = 9649,581 A
top = 0,4 detik
T =(
IIs
)0,02
− 1
0,14x top
=(
9649,581876,456
)0,02
− 1
0,14x 0,4
= 0,1404
4.4.2.2 Rele Gangguan Tanah (GFR)
Setelan arus Iset GFR dipilih 10% InCT sehingga didapatkan nilai setelan arus GFR
sebagai berikut:
48
Iset = 10% CT primer
= 10% x 1000
= 100 A
Nilai Is tersebut merupakan setelan arus primer, sedangkan untuk mendapatkan nilai
setelan arus sekunder yang diatur pada rele gangguan tanah sebagai berikut:
Iset.sek = Iset.pri x ( 1 Ratio CT⁄ )
= 100 x ( 5 1000⁄ )
Iset.sek = 0,5 A
Selain diatur untuk bekerja dengan waktu tunda standard inverse, GFR yang terpasang
juga dikombinasikan untuk bekerja seketika atau tanpa tunda waktu. Adapun setelan arus
Instantaneous adalah sebagai berikut:
Iinstan = 7 x Iset.GFR
= 7 x 100
Iinstan = 700 A
Arus gangguan yang dipilih adalah arus gangguan terkecil yaitu arus gangguan hubung
singkat satu fasa ke tanah. Dengan nilai waktu operasi 0,4 detik sehingga bisa didapatkan nilai
dari time dial sebagai berikut:
If = 7931,2038 A
top = 0,4 detik
T =(
IIs
)0,02
− 1
0,14x top
=(
8977,697100 )
0,02
− 1
0,14x 0,4
= 0,2611
Sedangkan untuk waktu delay GFR Instantaneous yang bekerja seketika atau tanpa tunda
waktu, maka dipilih waktu yang paling singkat yaitu 0,02 detik. Perbandingan setelan rele arus
lebih yang sudah ada (existing) dengan perhitungan setelan rele arus lebih bisa dilihat pada
tabel dibawah ini:
49
Tabel 4.13
Perbandingan Setelan Rele Arus Lebih
Rele Setelan Lama Setelan Baru
OCR
Kurva Standard Inverse
Iset = 900 A Iset = 876,456 A
Pickup = 0,9 Pickup = 0,87
Time dial = 0,15 Time dial = 0,14
GFR
Kurva Standard Inverse
Iset = 200 A Iset = 100 A
Pickup = 0,2 Pickup = 0,1
Time dial = 0,5 Time dial = 0,26
Kurva Instantaneous
Iset = 2000 A Iset = 700 A
Delay = 0,02 detik Delay = 0,02 detik
Setelan lama dan setelan baru tidak jauh berbeda akan tetapi jika mengacu pada dasar teori dan
standar perhitungan untuk setelan rele arus lebih, maka setelan yang lama kurang sesuai. Untuk
setelan arus OCR maupun GFR yang baru lebih kecil daripada setelan yang lama. Ketika
terdeteksi adanya arus gangguan 885 A maka Ibaru < Ihs < Ilama, jika menggunakan setelan yang
lama rele tidak akan beroperasi karena nilai arus gangguan belum mencapai nilai arus setelan,
akan tetapi jika menggunakan setelan yang baru maka rele akan beroperasi karena nilai arus
terdeteksi sudah mencapai atau bahkan melebihi arus setelan yang baru sehingga peralatan dan
sistem akan aman. Untuk setelan waktu OCR maupun GFR yang baru juga lebih kecil daripada
setelan yang lama artinya setelan yang baru membutuhkan waktu yang singkat dari adanya
gangguan hingga rele beroperasi, karena mengingat besar arus gangguan sangat berbahaya
maka seharusnya diambil waktu yang paling singkat. Sehingga dilihat dari setelan arus dan
waktu maka setelan OCR dan GFR yang baru memiliki tingkat kepekaan (sensitifitas)
terhadapa gangguan yang lebih baik daripada setelan yang lama.
Penyetelan Rele Tegangan Kurang
Tegangan yang dilihat adalah tegangan jaringan dimana tegangan pada jaringan
menunjukkan kebutuhan pada sisi beban. Kebutuhan pada sisi beban tentu saja berpengaruh
pada nilai dari tegangan transformator. Sebagai batas aman untuk transformator bekerja dan
terproteksi dari naik turunnya tegangan jaringan maka perlu ditentukan setting point rele
50
tegangan kurang. Sehingga untuk menghitung setting point rele atau Vpickup maka harus
diketahui nilai dari tegangan transformator.
Seperti pada persamaan (2-3) bahwa untuk nilai Vpickup = 0,7 − 0,8 Vnominal. Sedangkan
rele tegangan kurang yang digunakan di PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik menggunakan
setting untuk nilai Vpickup = 70% Vn maka nilai tegangan pickup-nya adalah:
Vpickup = 70% Vn
= 0,7 x Vn
= 0,7 x 6300 volt
= 4410 volt
Trip langsung tanpa time delay atau instan bisa saja diatur jika jatuh tegangan yang terjadi
sudah mencapai level tegangan 70% dari tegangan primer transformator, sehingga dapat diatur
nilai dari time delay rele tegangan kurang dipilih waktu yang paling singkat yaitu 0,002 detik.
Perbandingan setelan rele tegangan kurang yang sudah ada (existing) dengan perhitungan
setelan rele tegangan kurang bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.14
Perbandingan Setelan Rele Tegangan Kurang
Setelan Lama Setelan Baru
Vpickup = 4410 V Vpickup = 4410 V
Delay = 0,002 detik Delay = 0,002 detik
Setelah dilakukan perhitungan maka setelan baru sama dengan setelan yang lama, sehingga
membuktikan bahwa setelan yang lama sudah sesuai dengan perhitungan berdasarkan teori dan
standar yang ada.
Penyetelan Rele Sinkronisasi
Pengaturan rele sinkronisasi menggunakan standar pada tabel 2.2. Parameter yang diatur
yaitu perbedaan tegangan, frekuensi slip, dan perbedaan fasa (slip). Rele yang terpasang
menggunakan pengaturan perbedaan tegangan aktual, yaitu 4 – 8 volt pada sisi sekunder.
Perbedaan tegangan = 8 x Rasio VT
= 8 x (6300/110)
= 458,18 volt
Untuk cek sinkronisasi generator, motor dan cek sinkronisasi nilai bus-to-bus yang besar maka
pengaturan frekuensi dan sudut fasa sebagai berikut:
51
Frekuensi slip = 0,04 atau 4% = 2 Hz
Sudut fasa (slip) = 10º
Perbandingan setelan rele sinkronisasi yang sudah ada (existing) dengan perhitungan setelan
rele sinkronisasi bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.15
Perbandingan Setelan Rele Sinkronisasi
Setelan Lama Setelan Baru
ΔV = 661,5 V ΔV = 458,18 V
Δf = 2 Hz Δf = 2 Hz
Δϕ = 10º Δϕ = 10º
Dari hasil perhitungan berdasarkan dasar teori dan standar yang ada maka diperoleh setelan
yang baru yang berbeda dari setelan lama. Adanya perbedaan pada setelan tegangan dimana
setelan baru < setelan yang lama. Ketika diketahui beda tegangan 460 V jika menggunakan
setelan rele lama maka tidak aman untuk melakukan penggantian incomer, yaitu dari SST (sub-
station trafo) ke UAT (unit auxiliary trafo) karena nilai beda tegangan jauh dari nilai setelan
ΔV. Akan tetapi jika menggunakan setelan rele baru maka ketika diketahui beda tegangan 460
V maka masih aman untuk dilakukannya penggantian incomer. Dan untuk beda frekuensi
toleransi maksimumnya yaitu 5% dan di PT.PJB UP. Gresik beda frekuensi yang digunakan
yaitu 4% yaitu 2 Hz, karena dengan 4% sudah cukup melindungi sistem yang ada, dan jika
diambil toleransi yang maksimum yaitu 5% bisa sangat berbahaya dan bisa saja terjadi gagal
sinkron.
Koordinasi Rele Setelah Penyetelan Ulang
Dari data hasil perhitungan setelan arus dan waktu rele arus lebih yang baru pada sisi
incoming bus 6 kV maka selanjutnya dilakukan studi koordinasi antara rele incoming
busdengan outgoing busdengan penggambaran kurva TCC menggunakan software ETAP 12.6
menggunakan Star Protective Device Coordination. Untuk koordinasi rele diambil koordinasi
rele incoming bus dengan salah satu beban motor pada pembebanan bus 6 kV yaitu beban
Motor HPBFP (C) 900 KW. Untuk setelan rele pada beban bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.16
Setelan Rele pada Motor HPBFP (C)
OCR
Instantaneous
Pickup = 2,42
Delay = 0,02 detik
52
GFR
Instantaneous
Pickup = 0,1
Delay = 0,02 detik
Sumber : Sumber: PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik
Diagram satu garis pemodelan ETAP untuk simulasi koordinasi rele dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 4.8 Diagram satu garis salah satu pembebanan bus 6 kV
Dari pemodelan diagram satu garis tersebut maka dilakukan simulasi koordinasi dan kerja rele.
Kerja rele dan hasil kurva tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
53
Gambar 4.9 Kurva kerja koordinasi rele incoming dan outgoing bus 6 kV
Dari hasil kurva kerja koordinasi rele bisa menunjukkan bahwa kerja rele antar relay 6
(outgoing bus) dan relay 1 (incoming bus) sudah benar. Hal ini juga bisa dilihat dari selisih
waktu antar rele beroperasi yaitu 0,297 detik dimana sudah sesuai dengan standar yang ada,
yaitu untuk standar selisih waktu atau Δs = 0,2 – 0,3 detik.
54
Gambar 4.10 Simulasi kerja koordinasi rele incoming dan outgoing bus 6 kV
Pada gambar terlihat gangguan hubung singkat terjadi pada bus 4 yaitu pada Motor SWBP (A)
240 kW. Hasil dari simulasi bahwa urutan kerja rele sudah benar, yaitu relay 6 bekerja terlebih
dahulu dan berikutnya relay 1 akan bekerja, hal ini menunjukkan setelan dalam koordinasi
sudah tepat.
Adanya kerja rele yang abnormal bisa diakibatkan dari beberapa hal, sepeti kondisi dari
rele pengaman yang tidak baik dan catu daya pada rele masih dalam keadaan baik atau tidak.
Rele yang sudah lama digunakan maka perlu dilakukan pengecekan, karena kondisi komponen
dalam rele berpengarauh terhadap kerja rele. Jika kondisi komponen tidak baik atau dalam
keadaan rusak akan menyebabkan kerja rele tidak optimal. Dari hasil simulasi kerja dan
koordinasi bisa dilihat bahwa kerja rele sudah tepat sehingga dapat disimpulkan bahwa
penggantian rele baru dengan setelan yang baru pada incoming bus 6 kV bisa menunjukkan
kerja rele optimal.
55
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari simulasi dan analisis penelitian tentang penggantia
rele analog ke rele digital dapat disimpulkan beberapa hal:
1. Besar gangguan hubung singkat yang terjadi pada bus6 kV:
a. Gangguan hubung singkat tiga fasa sebesar 9649,581 A.
b. Gangguan hubung singkat antar ke tanah Ifb = Ifc sebesar 8168,808 A (diasumsikan
yang mengalami gangguan adalah fasa b dan c).
c. Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah Ifb sebesar 8719,653 A dan Ifc sebesar
8977,697 A (diasumsikan yang mengalami gangguan adalah fasa b dan c).
d. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah sebesar 7931,2038 A (diasumsikan yang
mengalami gangguan adalah fasa a).
Arus gangguan hubung singkat yang digunakan untuk penyetelan ulang rele yaitu arus
gangguan hubung singkat tiga fasa dan arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah.
2. Hasil setelan baru rele arus lebih:
a. OCR
Kurva Standard Inverse
Iset = 876,456 A
Pickup = 0,87
Time dial = 0,14
b. GFR
Kurva Standard Inverse
Iset = 100 A
Pickup = 0,1
Time dial = 0,26
Kurva Instantaneous
Iset = 700 A
Delay = 0,02 detik
Hasil setelan baru rele tegangan kurang:
56
Vpickup = 4410 volt
Time delay = 0,002 detik
Hasil setelan baru rele sinkronisasi:
ΔV = 458,18 volt
Δf = 2 Hz
Δφ = 10º
Setelah perhitungan, hasil setelan baru untuk rele-rele yang digunakan menunjukkan
kinerja yang optimal dan lebih sensitif terhadap gangguan daripada setelan rele yang
lama sehingga sesuai dengan tujuan adanya penggantian rele tersebut.
3. Koordinasi rele sudah tepat dan urutan kerja rele sudah benar sehingga penggantian rele
baru dengan setelan yang baru pada incoming bus 6 kV bisa menunjukkan kerja rele yang
optimal.
Saran
Untuk mendapatkan sistem koordinasi proteksi yang lebik baik lagi pada sistem proteksi
di PLTGU PT. Pembangkit Jawa Bali Unit Pembangkitan Gresik, sebaiknya dilakukan juga
analisis koordinasi antara rele yang terpasang pada bus 6 kV dengan rele yang terpasang pada
pembebanan sub-transformator. Dikarenakan pembebanan yang terlalu banyak sehingga pada
penelitian ini hanya dilakukan koordinasi dengan pembebanan bus 6 kV.
57
DAFTAR PUSTAKA
Alawiy, M. Taqiyyuddin. (2006). Diktat Kuliah Proteksi Sistem Tenaga Listrik. Malang:
Universitas Islam Malang.
Alstom. (2016). Technical Manual BusManagement IED. England: Alstom.
Blackburn, J.Lewis & Domin, Thomas J. (2007). Protective Relaying Principles and
Applications Third Edition. Boca Raton: CRC Press.
Brown, Mark., Hewitson, Les & Ramesh, Ben. (2004). Practical Power Systems Protection.
Oxford: IDC Technologies.
Ferhatbegovic, Seila Gruhonjic & Al-Tawil, Rinan. (2005). Application and Settings Inverse
Time Relay Characteristics for Feeders Overcurrent Protection. IEEE 18th International
Conference on Electricity Distribution, 1-5.
Grabovickic, Robert. & Glynn, Owen. (2012). Protection of Transformer-Ended Feeders Using
Multifunction Relays. IEEE PES T&D 2012, 1-10.
Grainger, John J. & Stevenson, Jr, William D. (1994). Power System Analysis. Singapore:
McGraw-Hill, Inc.
Institut Teknologi Sepuluh November. (2017). ETAP Protection Coordination Training
Module. Surabaya: Teknik Elektro ITS Surabaya.
Pandjaitan, Bonar. (2012). Praktik-praktik Proteksi Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta: Andi.
Pane, Zulkarnaen. (2014). Diktat Kuliah Proteksi Sistem Tenaga. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Papaspiliotopoulos, V A., Karalexis, D E & Korres, G N. (2014). Description, Setting and
Secondary Testing of A Digital Protective Relaying System. IEEE 12th IET International
Conference on Developments in Power System Protection (DPSDP 2014), 1-6.
Prévé, Christophe. (2006). Protection of Electrical Networks. London: ISTE Ltd.
Ransom, Daniel L. (2014). Get in Step with Synchronization. IEEE Transactions on Industry
Applications, 4210-4215.
Sutarti. (2010). Analisa Perhitungan Setting Arus dan Waktu pada Relai Arus Lebih (OCR)
Sebagai Proteksi Trafo Daya di Gardu Induk Cawang Lama Jakarta. Jurnal Sains Dan
Teknologi 9 (1), Maret 2010: 26-34.
Saputra, Friski Dwi. (2013). Peningkatan Keandalan Sistem Proteksi Jaringan Distribusi
Tegangan Menengah 20 kV dengan Penggantian Peralatan Analog ke Digital di Gardu
Induk Solobaru. Semarang: Universitas Diponegoro.
58
Suyono, Hadi. (2008). Diktat Kuliah Analisis Gangguan pada Sistem Daya Elektrik. Malang:
Universitas Brawijaya Malang.