Post on 14-Oct-2015
description
PERIKORONITIS
Perikoronitis adalah infeksi yang terkait dengan molar ketiga bawah yang
dapat mengharuskan pencabutan gigi tersebut. Gambaran klinis dari kondisi ini
dijelaskan dan perawatannya diuraikan, menekankan tindakan lokal. Sebuah kasus
perikoronitis pada pasien 52 tahun dibahas, yang menggambarkan risiko dan
manfaat pencabutan gigi kebijaksanaan, penghapusan dapat menyebabkan
kerusakan saraf, retensi dapat memicu serius, bahkan infeksi yang mengancam
jiwa.
Perikoronitis didefinisikan sebagai peradangan pada jaringan lunak sekitar
mahkota gigi erupsi sebagian. Ini umumnya tidak muncul dalam gigi yang
meletus normal, biasanya, hal ini terlihat pada gigi yang meletus sangat lambat
atau menjadi terpengaruh, dan paling sering mempengaruhi molar ketiga rahang
bawah.
A. Patogenesis
Setelah folikel gigi berkomunikasi dengan rongga mulut, diperkirakan
bahwa masuknya bakteri ke dalam ruang folikel memulai infeksi. Beberapa studi
telah menunjukkan bahwa mikroflora perikoronitis sebagian besar adalah
anaerobik. Hal ini umumnya sepakat bahwa proses ini potensial oleh sisa-sisa
makanan terakumulasi di sekitar operkulum dan trauma oklusal jaringan
pericoronal oleh gigi lawan. Secara klinis, perikoronitis dapat akut atau kronis.
Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan
bakteri di saku gusi perikoronal gigi yang sedang erupsi atau impaksi. Adanya
akumulasi dari plak dan sisa-sisa makanan di saku gusi perikoronal sulit diraih
saat membersihkan gigi.
Pada saku gusi perikoronal ini akan terjadi proses inflamasi akut dengan
gejalagejala inflamasi, sedangkan bila proses inflamasi kronis bisa timbul gejala
ataupun tanpa gejala. Apabila debris dan bakteri terperangkap jauh ke dalam saku
gusi perikoronal maka akan terbentuk abses. Inflamasi bisa juga terjadi karena
trauma yang dihasilkan dari erupsi gigi molar rahang atas.
Bentuk akut ditandai dengan nyeri yang parah, sering disebut daerah
sekitarnya, menyebabkan hilangnya tidur, pembengkakan jaringan pericoronal,
keluarnya nanah, trismus, limfadenopati regional, nyeri saat menelan, demam, dan
dalam beberapa kasus penyebaran infeksi ke ruang jaringan disebelahnya. Pasien
dengan perikoronitis kronis mengeluh nyeri tumpul atau ketidaknyamanan ringan
yang berlangsung satu atau dua hari, dengan remisi yang berlangsung berbulan-
bulan. Mereka mungkin juga mengeluhkan rasa tidak enak. Kehamilan dan
kelelahan berhubungan dengan peningkatan kejadian perikoronitis. Perikoronitis
bilateral langka dan sangat menunjukkan mendasari mononukleosis menular.
Dalam sebuah studi oleh Nitzan et al (1985) mengkaji aspek klinis perikoronitis,
dari sampel 245, insiden tertinggi perikoronitis ditemukan pada kelompok usia
20-29 tahun (81%) .1 Kondisi ini jarang terlihat sebelum 20 atau setelah 40.
Kesehatan umum pasien tidak ditemukan menjadi faktor predisposisi, selain
infeksi saluran pernapasan atas, yang mendahului terjadinya penyakit pada 43%
kasus. Emosional stres sebelum manifestasi dari perikoronitis dilaporkan pada
66% dari sampel.
Ada juga hubungan yang signifikan antara kebersihan mulut dan
keparahan kondisi. Bentuk akut cenderung muncul dalam kasus kebersihan mulut
sedang atau miskin, sedangkan tipe kronis dikaitkan dengan baik atau moderat
kebersihan. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua jenis kelamin.
Sebuah variasi musiman tercatat, insiden puncak terjadi pada bulan Juni dan
Desember. Dalam 67% kasus yang melibatkan gigi tergolong vertikal, di 12%
sebagai mesio-sudut, di 14% sebagai distoangular, dan berbagai posisi lainnya
mencapai 7%.
B. Etiologi perikoronitis
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan gigi mengalami impaksi. Karena
jaringan sekitarnya yang terlalu padat, adanya retensi gigi susu yang berlebihan,
tanggalnya gigi susu terlalu awal. Bisa juga karena tidak adanya tempat untuk
erupsi. Rahang sempit dikarenakan pertumbuhan tulang tulang yang kurang
sempurna.
Teori lain mengatakan pertumbuhan rahang dan gigi mempunyai tendensi
bergerak maju ke arah depan. Apabila pergerakan ini terhambat oleh sesuatu yang
merintangi, bisa terjadi impaksi gigi. Misalnya, karena infeksi, trauma, malposisi
gigi, atau gigi susu tanggal sebelum waktunya.
Menurut teori Mendel, pertumbuhan rahang dan gigi dipengaruhi oleh
faktor keturunan. Jika salah satu orang tua (ibu) mempunyai rahang kecil, dan
bapak bergigi besar-besar, ada kemungkinan salah seorang anaknya berahang
kecil dan bergigi besar-besar. Akibatnya, bisa terjadi kekurangan tempat erupsi
gigi molar ketiga dan terjadilah impaksi. Sempitnya ruang erupsi gigi molar ketiga
biasa terjadi karena pertumbuhan rahang yang kurang sempurna. Hal ini bisa
karena perubahan pola makan. Manusia sekarang cenderung menyantap makanan
lunak, sehingga kurang merangsang pertumbuhan tulang rahang. Makanan lunak
yang mudah ditelan menjadikan rahang tak aktif mengunyah. Sedangkan makanan
banyak serat perlu kekuatan rahang untuk mengunyah lebih lama. Proses
pengunyahan lebih lama justru menjadikan rahang berkembang lebih baik. Seperti
diketahui, sendi-sendi di ujung rahang merupakan titik tumbuh atau
berkembangnya rahang. Kalau proses mengunyah kurang, sendi-sendi itu pun
kurang aktif, sehingga rahang tidak berkembang dengan semestinya. Rahang yang
harusnya cukup untuk menampung 32 gigi menjadi sempit. Akibatnya gigi molar
ketiga yang erupsi terakhir tidak cukup tempat untuk tumbuh.
Beberapa literatur menghubungkan penyebab infeksi ini dari flora normal
mulut. Adanya keterlibatan Streptococcus viridans, Spirochaeta dan
Fussobacteria. Penelitian lain mengatakan adanya campuran infeksi Prevotella
intermedia, Peptostreptococcus micros, Fusobacterium nucleatum, Actinomycetes
comitans, Veilonella dan Capnosytopaga.
C. Gambaran klinis perikoronitis
Gejala pada tahap awal mungkin tidak berbeda dengan gejala pada proses
tumbuh gigi. Pertama kali individu menyadari tumbuhnya gigi atau area di sekitar
gigi kemudian timbul rasa sedikit tidak nyaman yang dirasakan semakin
bertambah parah karena area retromolar tergigit atau tertekan.
Tahap berikutnya timbul nyeri dan terbatasnya gerakan rahang. Hal ini
disebabkan oleh stimulasi reseptor syaraf nyeri, namun bisa juga karena stimulasi
otot terdekat yaitu otot temporalis. Oleh karena itu observasi menggunakan
elektromiograf diperlukan pada kondisi seperti ini.
Daerah yang terinfeksi terlihat ginggiva yang hiperemi, bengkak, dan
mengkilat daripada daerah gingiva yang lain. Kadang sudah timbul pus, disebut
perikoronal abses, pus dapat keluar melalui marginal. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan tanda-tanda keradangan yaitu:
1. rubor : permukaan kulit atau mukosa kemerahan akibat vasodilatasi dan
proliferasi pembuluh darah.
2. tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi pus atau keluarnya plasma ke
jaringan.
3. calor : teraba hangat saat palpasi karena terjadi peningkatan aliran darah ke area
infeksi
4. dolor : terasa sakit karena adanya stimulasi ujung syaraf oleh mediator
inflamasi
5. fungsiolasea : terdapat masalah dengan proses mastikasi, trismus, disfagia, dan
gangguan pernafasan.
Manifestasi klinis Perikoronitis
Biasanya terjadi secara unilateral. Perikoronitis terbagi dalam bentuk
manifestasi :
a. Perikoronitis Akut:
- Rasa sakit menusuk yang hilang timbul.
- Rasa sakit spontan berdenyut terlokalisasi di daerah radang
- Trismus dan disfagia.
- Operkulum gingiva di daerah infeksi bengkak, hiperemis, dan disertai
supurasi.
- Limfadenopati submandibular.
- Rasa sakit yang pada mulanya lebih terlokalisasi dan selanjutnya
menyebar ke bagian telinga, tenggorokan, serta dasar mulut.
- Sakit pada palpasi.
- Rasa tidak enak (foul taste)
- Nyeri tidak dipengaruhi oleh rangsangan suhu panas atau dingin
- Kelenjar limfe submandibular dapat diraba dan nyeri pada tekanan
b. Perikoronitis subakut:
- Peradangan dan supurasi di operkulum berkurang.
- Rasa sakit tumpul yang terus menerus.
- Gambaran sistemik seperti peningkatan suhu, nadi, frekuensi pernapasan,
dan sakit pada nodul submandibular.
c. Perikoronitis kronik:
- Rasa sakit tumpul yang kambuh secara periodik.
- Pemeriksaan radiologis menunjukkan gambaran kawah yang radiolusen.
- Pembentukkan kista paradental.
D. Gambaran radiologi
Radiograf dari daerah tersebut menggambarkan radiolusen di sekeliling
giginya, dengan batas kortikal pada sisi distal dari lusensi menghilang atau sangat
menebal karena deposisi tulang yang sangat reaktif.
Komplikasi
Perikoronitis dapat menyebabkan terjadinya abses perikoronal. Penjalaran
infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental,
abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar
kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea yang terletak di
aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan
membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat
meluas ke ruang parafaringal. Selain itu, juga ditemukan sebuah selulitis dari pipi
atau jaringan submandibular, dengan trismus kuat merupakan suatu gambaran
penyakit yang banyak ditemui.
SELULITIS
Istilah selulitis digunakan untuk suatu penyebaran oedematus dari
inflamasi akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus.Selulitis dapat
terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat
longgar, terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap
infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.
Terdapat beberapa klasifikasi selulitis, salah satunya adalah selulitis difus
akut (Ludwigs Angina, Selulitis yang berasal dari inframylohyoid, Selulitis
senators difus parapharingeal, Selulitis fasialis difus, serta fascitis necrotizing
dan gambaran atipikal lainnya), serta selulitis kronis. Selulitis fasial yang paling
sering dijumpai adalah Ludwigs Angina, selulitis bilateral yang mengenai 3
spasium, yaitu spasium submandibula, sublingual, dan submental. Gejala lokal
selulitis antara lain pembengkakan yang mengenai jaringan lunak/ikat longgar,
sakit, panas, kemerahan pada daerah pembengkakan, trismus, dan dasar mulut
serta lidah terangkat.Sedangkan gejala sistemiknya antara lain temperatur tinggi,
nadi cepat dan tidak teratur, malaise, lymphadenistis, peningkatan jumlah
leukosit, dll.
A. Etiologi selulitis
Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi
(pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral
dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang
rahang.Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi
infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena adanya perlekatan
otot atau jaringan lunak pada tulang rahang.Dalam hal ini, infeksi odontogenik
dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal kemudian
berkembang menjadi selulitis fasial.
Infeksi odontogenik biasanya disebabkan oleh Streptococcus sp serta
mikroorganisme anerob negatif lainya, namun pada dasarnya, infeksi odontogenik
merupakan infeksi campuran, baik dari bakteri anaerob, maupun bakteri aerob.
Pada 88,4% kasus selulitis fasialis, penyebabnya adalah infeksi odontogenik yang
berasal dari pulpa dan periodontal, yang berusaha untuk mencari jalan keluar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ini antara lain: mikroorganisme,
asal infeksi, toksisitas yang dihasilkan dan dikeluarkan mikroorganisme, keadaan
umum pasien, serta faktor lokal.
Infeksi Primer selulitis dapat berupa: perluasan infeksi/abses periapikal,
osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga
rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal,
penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah
(Sialodenitis), fraktur compound maksila/mandibula, laserasi mukosa lunak mulut
serta infeksi sekunder dari oral malignancy.
Perbedaan Abses dan Selulitis
KARAKTERISTIK SELULITIS ABSES
Durasi Akut Kronis
Sakit Berat dan merata Terlokalisi
Ukuran Besar Kecil
Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi
Lokasi Difus Berbatas Jelas
Kehadiran Pus Tidak ada Ada
Tingkat Keparahan Lebih berbahaya Tidak darurat
Bakteri Aerob (Streptococcus) Anaerob (Staphylococcus)
Enzim yang dihasilkan Streptokinase/
fibrinolisin
Hyaluronidase dan
Streptodornase
Coagulase
Sifat
Difus
Terlokalisir
Faktor yang Memperparah Perkembangan Selulitis
a. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami
infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan.
b. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya
infeksi.Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi
HIV.Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ)
juga mempermudah infeksi.
c. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem
immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi.Diabetes mengurangi sirkulasi
darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi
jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
d. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk
bakteri penginfeksi.
e. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
f. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan menambah resiko
bakteri penginfeksi masuk
g. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
h. Penyalahgunaan obat dan alcohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi
berkembang.
i. Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah
timbulnya penyakit ini.
B. Patofisiologi
Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis disebabkan infeksi odontogenik yang
berasal dari pulpa dan periodontal. Periodontitis apikalis akut atau kelanjutan dari
infeksi/abses periapikal, menyebar ke segala arah waktu mencari jalan
keluar.Ketika itu biasanya periosteum ruptur dan infeksi menyebar ke sekitar
jaringan lunak intra dan/atau extra oral, menyebabkan selulitis. Penyebab utama
selulitis adalah proses penyebaran infeksi melalui ruangan subkutaneus sellular /
jaringan ikat longgar yang biasanya disebabkan dari infeksi odontogenik.
Penyebaran ini dipengaruhi oleh struktur anatomi lokal yang bertindak sebagai
barrier pencegah penyebaran, hal tersebut dapat dijadikan acuan penyebaran
infeksi pada proses septik. Barrier tersebut dibentuk oleh tulang rahang dan otot-
otot yang berinsersi pada tulang tersebut (Berini, et al,1999).
Gambar. Perlekatan otot-otot pada tulang fasial (Topazian, 2004)
Jalur penyebaran infeksi odontogenik (Dimitroulis,1997):
a. Gigi-gigi Rahang Bawah
- M. Buccinator (bagian luar body mandibula)
o Di bawah perlekatan otot : ke daerah fasial
o Di atas perlekatan otot : ke intraoral
- M. Mylohyoid (sebelah dalam body mandibula)
o Di bawah perlekatan otot : ke daerah sublingual dalam
o Di atas perlekatan otot : ke daerah sublingual luar
o Anterior : ke daerah submental
- M. Masseter (sebelah luar ramus mandibula)
o Di antara m. Masseter : ke daerah submasseterik
o Lateral : ke daerah temporal
- M. Pterigoideus Medialis (sebelah dalam ramus mandibula)
o Lateral : ke daerah pterigomandibula
o Medial : ke daerah pharyngeal
o Posterior : ke retropharyngeal
b. Gigi-gigi Rahang Atas
- M. Buccinator (di lateral)
o Di atas perlekatan otot : ke daerah fasial
o Dibawah perlekatan otot : ke daerah intraoral
- Palatum durum (di medial)
- Sinus maksilaris ( di superior)
Menurut Dimitroulis (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran
dari infeksi adalah mikroorganisme (Virulensi mikroorganisme, jumlah
mikroorganisme, asal infeksi (pulpa, periodontal, luka jaringan) dan toksisitas
yang dihasilkan dan dikeluarkan dari mikroorganisme) dan host (keadaan Umum
(status kesehatan, sistem imun, umur) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas
sistem pertahanan)).
Peterson (2002) menguraikan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi dengan lebih jelas lagi, sebagai berikut: mekanisme pertahanan local
(barrier anatomi tubuh yang intak dan populasi bakteri normal dalam tubuh),
mekanisme pertahanan hurmoral (imunoglobulin dan komplemen) serta
mekanisme selular (fagosit, granulosit, monosit dan limfosit).
C. Pemeriksaan Klinis
Pada penderita selulitis, terlihat macula eritematus (kemerahan) yang
biasanya meninggi, berbatas tidak jelas. Terdapat edema / pembengkakan, dan
jika di palpasi akan terasa hanget. Biasanya juga disertai limfadenitis dan
limfangitis. Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar limfe dimana akan
terdapat pembengkakakn dan teraba keras serta nyeri. Sedangkan limfangitis
adalah peradangan pada pembuluh limfatik dan saluran limfatik dimana akan
terlihat berupa goresan berwarna merah yang hangat, serta nyeri jika tersentuh.
Selain itu selulitis yang disebabkan oleh Haemophilus Influenza menyebabkan
terbentuknya lesi yang berwarna merah keabuan, merah kebiruan, dan merah
keunguang.Dimana lesi merah kebiruan dan keunguan ini ditemukan pula pada
penderita selulitis akibat Streptokokus pneumonia.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pada penyakit selulitis sebenarnya tidak diperlukan prosedur lebih lanjut
biladaerah penyebarannya belum luas, daerah yang terinfeksi tidak mengalami
rasa nyeri / sedikit nyeri, dan tidak ditemukan tanda sistemik seperti takikardi,
hipotensi, demam, dehidrasi dll.
Akan teteapi jika sudah mengalami gejala seperti tanda sistemik, dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, seperti
pemeriksaan darah. Pada pemeriksaan darah akan terlihat peningkatan jumlah
leukosit mencapai 15.000 40.000. kemudian dapat juga dilihat melalui
pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen) level, dan kreatinin level.
Cellulitis akut
Gambaran klinis
Peradangan pada jaringan ikat, apabila pertahanan baik, infeksi yang
masuk ke jaringan dapat terlokalisir.
Cellulitis akut pada daerah gigi biasanya luas. Jaringan menjadi
membesar, odematus pada palpasi terasa keras. Pada periode ini infeksi
tidak terlokalisir dan selama masa ini tidak supurasi
Temperatur tubuh meningkat
Sel darah putih meningkat
Denyut nadi cepat
Keseimbangan elektrolit berubah
Ludwigs angina
Gambaran klinis
Merupakan perluasan infeksi dari gigi molar mandibula ke dasar mulut
Ada indurasi, kecoklat-coklatan. Jaringan kelihatan membesar dan tidak
melekuk bila ditekan, tidak terdapat fluktuasi
Tiga spasia fasial terlibat secara bilateral yakni submandibular spasia,
submental dan sublingual spasia
Pasien memiliki pembukaan mulut yang khas. Dasar mulut terdorong,
lidah terjulur, sulit bernafas.
Merasa kedinginan
Demam
Bertambahnya ludah
Gerakan lidah yang sulit, tidak sanggup membuka mulut yang
menunjukkan terjadinya infeksi
Jaringan pada leher terlihat melebar
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan kultur
Foto rontgen panoramic untuk membantu identifikasi gigi yang terlibat
infeksi
CT scan diperlukan jika infeksi telah menyebar ruang fascia mata atau
leher
ABSES ODONTOGENIK
Abses odontogenik merupakan tahap infeksi dalam jaringan dimana sel-sel mengalami
inflamasi disertai leukosit yang nantinya akan mengalami fluktuasi.
A. Etiologi
Penyebab dari abses odontogenik antara lain adanya infeksi mikrobial, reaksi
hipersensitivitas, dan trauma fisik seperti kontak antara gigi molar belakang rahang atas
dengan operkulum yang terdapat pada gigi molar tiga rahang bawah. Selain itu, adanya
paparan dari bahan kimia yang iritan dan korosif juga dapat menyebabkan abses
odontogenik.
Perikoronitis juga dapat menyebabkan timbulnya abses odontogenik. Perikoronitis
disebabkan karena adanya gigi molar ketiga yang impaksi. Biasanya, gigi molar ketiga ini
mengalami partial errupted sehingga terdapat celah antara mahkota gigi molar ketiga
dengan gingiva di sekitarnya. Celah ini memberi celah bagi debris untuk berakumulasi di
dalamnya. Karena lokasi yang sulit dijangkau oleh sikat gigi, maka oral hygiene pada
daerah tersebut seringkali rendah. Oral hygiene yang buruk dan adanya tumpukan debris
pada celah tersebut menyebabkan adanya akumulasi bakteri pada daerah itu. Bakteri ini
akan menginfeksi gingiva di sekitarnya sehingga menimbulkan respon imun tubuh berupa
peradangan atau inflamasi. Adanya peradangan ini menyebabkan terbentuknya abses.
B. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari abses odontogenik antara lain gejala sakit yang kompleks. Selain
itu, adanya pembengkakan atau oedema dimana pembengkakan ini mengandung pus
didalamnya, sehingga nantinya akan terjadi supurasi. Di samping itu, abses odontogenik
tampak kemerahan, terasa sakit dan nyeri saat ditekan dimana rasa sakit dan nyeri ini
terlokalisir hanya pada daerah abses tersebut. Biasanya, penderita mengalami gangguan
pengecapan dan halitosis atau bau mulut.
ABSES PERIODONTAL
A. Etiologi
Abses periodontal merupakan suatu supurasi di sekitar jaringan periodonsium,
biasanya merupakan lanjutan daripada periodontitis kronis yang lama. Tipe infeksi ini
biasanya dimulai pada gingival cervice pada permukaan akar, sering dijumpai ke
permukaan apeks. Keadaan ini biasanya merupakan serangan yang tiba-tiba dengan sakit
yang amat sangat. Suatu abses periodontal dapat dihubungkan dengan gigi non vital atau
adanya trauma.
B. Pemeriksaan klinis
Abses periodontal dapat ditandai dengan pembengkakan yang besar dan
pergeseran papilla interdental yang jelas, atau mungkin akan menjadi abses periapikal
dengan penutupan atau kelainan vestibular
ABSES PERIAPIKAL
A. Etiologi
Abses periapikal merupakan infeksi akut yang terlokalisir, manifestasinya berupa
keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, atau kerusakan jaringan setempat.
Biasanya dimulai di region periapikal dari akar gigi dan sebagai akibat dari pulpa yang
non vital atau pulpa yang mengalami degenerasi. Dapat juga terjadi setelah adanya
trauma pada jaringan pulpa.
B. Pemeriksaan Klinis
Abes periapikal berukuran kecil, dari diameter di bawah 1 cm sampai cukup
besar sehingga dapat menutupi vestibulum. Mukosa di atasnya tampak mengkilat,
eritematus, tegang, dan kencang.
Pada awalnya, penderita akan merasakan sakit yang berdenyut-denyut di daerah yang
terdapat abses. Lalu gigi akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsang panas dan dingin
serta tekanan dan pengunyahan. Selanjutnya penderita akan mengalami demam, kelenjar
limfe di bagian rahang bawah akan terasa lebih menggumpal atau sedikit mengeras dan
terasa sakit jika diraba. Penderita juga merasa sakit pada daerah sinus. Jika pus
mendapatkan jalan keluar, maka akan menimbulkan bau busuk dan rasa sedikit asin
dalam rongga mulut.
C. Pemeriksaan penunjang
Pengambilan gambar radiografi pada abses ini akan tampak gambaran radiolusen
berbatas diffuse di periapikal
ABSES SUBMANDIBULA
Abses submandibula adalah abses yang terjadi di ruang submandibula atau di
salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Ruang
submandibula terdiri dari : ruang sublingual dan ruang sub maksila. Ruang sublingual
dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot mylohyoid. Ruang submaksila selanjutnya
dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus
anterior. Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke dalam
ruang submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang
submaksila saja.
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar
limfa submandibula. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan aerob. Abses
submandibula merupakan salah satu bagian dari abses leher dalam. Sebagian besar abses
leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob,
maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan adalah Stafilokokus,
Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella
catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses
leher dalam adalah kelompok batang
gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium Infeksi pada ruang
ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika apeksnya ditemukan di
bawah perlekatan dari musculus mylohyoid. infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang
submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid,
posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor
Pada pasien pendertita abses submandibula terdapat demam dan nyeri leher
disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin
berfluktuasi dan sering ditemukan adanya trismus.