Post on 04-Aug-2015
STUDI KASUS PENERAPAN SATU UNSUR
PERENCANAAN KOTA
STUDI KASUS : UNSUR TRANSPORTASI
WORKING PAPER
Oleh :
Nama: Meliana
NIM : 100406023
Email : chrysantemild@ymail.com
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
ABSTRAK
Kota akan tetap terus berkembang dari masa ke masa hingga bias seperti sekarang ini.
Perkembangannya tentu bisa dilihat dan dirasakan, bisa melalui pola kehidupan
masyarakatnya, gaya hidupnya, bangunan-bangunan yang ada dari desain, material
serta metode pembangunannya, konstruksinya, bagaimana pola tata guna lahannya,
tingkat perekonomiannya, kelengkapan fasilitasnya, lingkungan di sekitarnya, bahkan
transportasinya.
Karya tulis ini akan difokuskan kepada salah satu unsur dari perencanaan kota, yaitu
transportasi, dimulai dari teori dari unsur tersebut, studi kasus penerapan studi tersebut
di beberapa kota, serta peta dan foto sebagai produk perencanaan kotanya.
Dari kajian ini ditemukan bahwa transportasi itu sangat berperan penting dalam tata
guna lahan. Transportasi memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, dan kekurangan
itu haruslah bisa dikurangi dengan merencanakan tata guna lahan yang baik dan diiringi
perkembangan teknologi sehingga bisa lebih baik.
Kata kunci : Perencanaan kota, Unsur, Transportasi, dan Penerapan.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan kota dari masa ke masa mempengaruhi perubahan tata guna
lahannya serta perencanaan kotanya. Salah satu unsur dari perencanaan kota
yaitu transportasi. Perencanaan transportasi berarti berhubungan dengan
perencanaan sirkulasi dari kota tersebut.
Bermacam-macam pola pengembangan lahan menghasilkan bermacam-macam
pola sirkulasi yang mempengaruhi kebutuhan akan transportasi. Hal ini seperti saat
mendesain pola dan tata ruang dalam sebuah bangunan yang tentunya harus
memikirkan bagaimana sirkulasinya dari ruang satu ke ruang lainnya.
Bentuk sistem sirkulasi mempengaruhi pola pengembangan lingkungan perkotaan
dan pola tata guna lahan.
1.2 PERMASALAHAN
Masalah yang akan dibahas dalam pengkajian ini berkaitan dengan pertanyaan-
pertanyaan lainnya yang membangun permasalahan utama. Adapun pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah :
• Bagaimana peranan unsur transportasi terhadap perencanaan suatu kota.
• Apa saja yang menjadi permasalahan dari unsur tersebut.
• Bagaimana penerapan unsur tersebut di kota-kota sekarang ini.
1.3 TUJUAN PENGKAJIAN
Tujuan dari pengkajian ini adalah bagaimana pengaruh dari unsur transportasi ini
terhadap perencanaan kota dan bagaimana penerapannya di kota-kota sekarang
ini.
1.4 BATASAN PENGKAJIAN
Unsur-unsur perencanaan kota terdiri dari transportasi, pedestrian, tata guna lahan,
perumahan, kawasan komersil, industri, utiitas kota, serta lingkungan. Namun,
dalam kajian ini hanya akan dibahas unsur transportasi (dan hanya transportasi
darat), bagaimana pengaruhnya terhadap perencanaan kota, serta bagaimana
penerapannya di kota-kota sekarang ini.
1.5 METODE PENGKAJIAN
Metode yang dilakukan dalam kajian ini adalah metode kualitatif. Dalam penelitian
kualitatif sampel penelitian mencakup dua aspek yaitu informan dan situasi sosial.
Informan merupakan subjek yang benar-benar mengetahui informasi yang
dibutuhkan, sementara situasi sosial merupakan subjek yang akan diamati, dalam
kasus ini berarti unsur transportasi tersebut, perencanaan kota, serta bagaimana
penerapannya.
Dalam karya tulis ini, aspek yang digunakan adalah situasi sosial, yaitu mengamati
subjek itu sendiri.
1.6 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data untuk pengkajian karya tulis ini hanya melalui data-data literatur
dan contoh-contoh gambar dari situs-situs internet.
1.7 SISTEMATIKA LAPORAN
Berikut ini akan diuraikan sistematika penulisan laporan tesis ini, dengan susunan
sebagai berikut:
Bab 1 : Mengupas latar belakang dari pengkajian, disertai dengan permasalahan,
tujuan, batasan pengkajian, metode yang dipakai dan teknik pengumpulan data.
Bab 2 : Menjelaskan tentang teori unsur transportasi
Bab 3 : Memaparkan dan menjelaskan studi kasus penerapan unsur transportasi
di beberapa kota
Bab 4 : Bagian ini merupakan kesimpulan dari hasil kajian
BAB 2
TEORI
Hubungan antara transportasi dan tata guna lahan sangatlah penting.
Bermacam-macam pola pengembangan lahan menghasilkan bermacam-macam
kebutuhan akan transportasi. Bentuk sistem sirkulasi mempengaruhi pola
pengembangan lingkungan perkotaan dan pola tata guna lahan.
Transportasi meliputi :
A. Transportasi Darat Transportasi darat meliputi jalan raya, jalan rel, sungai dan danau, serta
penyeberangan. Pelayanan transportasi mengarah pada integrasi antar/inter moda dengan tersedianya fasilitas terminal yang memadai.
• Transportasi Jalan
Terminal merupakan titik simpul dari perjalanan-perjalananyang ada dari suatu jaringan jalan. Sesuai dengan ketentuan, terminal diklasifikasikan atas tipe A, B, dan C dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. terminal tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota antar propinsi, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota, dan angkutan pedesaan,
b. terminal tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota, dan angkutan pedesaan,
c. terminal tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan. Disamping terminal penumpang terdapat terminal barang yang digunakan untuk angkutan barang dengan kendaraan umum yang tidak dibatasi wilayah pelayanannya.
• Transportasi Jalan Rel
Sesuai dengan sifatnya yang massal, kereta api merupakan moda transportasi yang efektif dan efisien. Khusus di Indonesia: Kereta api akan dikembangkan sebagai moda transportasi darat yang paling utama dikarenakan akan memberi dampak positif secara nasional antara lain mengurangi kepadatan jalan raya, penghematan konsumsi energi, pengurangan tingkat kecelakaan, pengurangan kemacetan, tingkat polusi yang rendah serta penghematan lahan.
• Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan
Prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan berupa dermaga atau pelabuhan penyeberangan.
Transportasi sungai dan danau hanya berkembang pada daerah-daerah tertentu karena keadaan fisik wilayah, sosio-ekonomi dan secara ekonomis memungkinkan.
Misalnya, di Indonesia, hingga tahun 1996, kondisi prasarana angkutan sungai danau dan penyeberangan sudah cukupmendukung pengembangan dan peningkatan pelayanan angkutan. Jumlah dermaga sungai/danau dan pelabuhan penyeberangan yang telah dan sedang dibangun pemerintah Indonesia sebanyak 138.
Transportasi penyeberangan bagian dari prasarana transportasi jalan atau rel yang berfungsi sebagai ruang lalu lintas (jembatan bergerak) yang dapat berupa alur pelayaran di laut, sungai dan danau.
Misalnya Lintas penyeberangan yangmenghubungan pelabuhan penyeberangan satu dengan pelabuhan penyeberangan lain atau yangmenghubungan beberapa pelabuhan penyeberangan dewasa ini terdapat 98 lintasan diseluruh Indonesia. Diantara lintasan tersebut terdapat 34 lintasan perintis dan 16 lintasan komersial.
B. Transportasi Laut Pertumbuhan angkutan laut melalui pelabuhan semakin meningkat dan sangat
besar peranannya dalam menunjang kegiatan ekonomi nasional, daerah, dan regional.
Misalnya, pelabuhan laut sebagai salah satu substitusi transportasi laut di Indonesia saat ini telah memberikan perannya yang terpenting sebagai pintu gerbang perekonomian daerah, simpul utama dan kegiatan antarmoda dan sebagai terminal dalam distribusi barang.
Pembangunan fasilitas pelabuhan laut bertujuan untukmenata struktur pelabuhan laut mulai dari pelabuhan peti kemas, pelabuhan semi peti kemas atau konvensional, pelabuhan khusus, pelabuhan rakyat dan pelabuhan perintis.Hal ini berkaitan dengan peningkatan fungsi pelabuhan pengumpul dan pengumpan agar tercapai efisiensi dan investasi maupun kegiatan operasional sehingga dapat mengurangi biaya transportasi.
C. Transportasi Udara
Transportasi udara sebagai bagian integral dari sistemtransportasi nasional, telah menunjukkan perkembangan yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan yang terus menerus pada jumlah penumpang, barang dan jasa yang diangkut.
Demikian juga peningkatan pelayanan antara lain melalui penambahan jumlah kapasitas yang disediakan serta peningkatan sarana dan prasarana penunjang lainnya yang sangat berpengaruh kepada pelayanan transportasi udara.Jaringan prasarana transportasi udara terdiri dari simpul yang berwujud bandar udara dan ruang lalu lintas udara.
• Bandar udara berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi Bandar udara pusat penyebaran primer, sekunder, tersier dan bukan pusat penyebaran. • Berdasarkan wilayah pelayanan penerbangannya dikelompokkan menjadi
bandar udara internasional dan bandar udara domestik. • Sedangkan berdasarkan penyelenggaraannya bandar udara dibedakan atas
bandar udara umum(UPT), bandar udara umumyang diselenggarakan oleh badan usaha kebandar udaraan dan bandar udara khusus yang dikelola oleh pengelola bandar udara khusus untuk keperluan sendiri.
Permasalahan transportasi saat ini adalah keselamatan dan kenyamanan
menggunakan transportasi dan fasilitas di jalan.
Permasalahan keselamatan berhubungan dengan tingkat kecelakaan lalu lintas
yang terus menerus terjadi di mana alat transportasi itu sendiri (baik pribadi maupun
umum) telah menjadi senjata pembunuh. Banyak dari kecelakaan yang terjadi itu
diakibatkan karena:
• Kelalaian dari si pengemudi atau pengguna jalan
Pengemudi mabuk yang kemudian beberapa pejalan kaki, jatuhnya
pesawat terbang, menyeberang sembarangan, dll
• Keterbatasan operasional keamanan di jalan
Rambu-rambu, polantas, cctv jalan, dll
• Cuaca dan iklim
Kabut yang menghalangi pandangan, hujan lebat sehingga jalan licin, dll
• Kerusakan teknis dari alat transportasi itu sendiri
Minimnya perkembangan teknologi sehingga memperbesar resiko
kerusakan dari alat tersebut, material dan teknis dalam pembuatan alat
transportasi tersebut, pemalsuan bahan bakar, dll
• Lemahnya aturan yang mengatur tentang itu
Helm dan seat belt untuk pengguna alat transportasi di jalan, pasal-pasal
untuk pengguna alat transportasi yang lalai, dll
Permasalahan kenyamanan berhubungan dengan fasilitas yang disediakan kota
tersebut bagi pengguna jalan sebagai sirkulasi dalam kota, yaitu :
• Tingkat kemacetan yang semakin tinggi
Terutama di kota-kota besar. Hal ini dikarenakan:
Ø Tingkat urbanisasi yang semakin tinggi sehingga menambah
jumlah penduduk yang akhirnya berpengaruh pada jumlah alat
transportasi
Ø Pengguna kendaraan pribadi masih lebih banyak dari kendaraan
umum, mis kota Jakarta meskipun sekarang sudah ada busway.
Ø Minimnya jalan-jalan alternatif
• Minimnya fasilitas yang disediakan
Fasilitas di sini maksudnya alat transportasi umum, seperti bus, angkot,
kereta api, kapal, dll.
• Ketepatan waktu berangkat (transportasi umum)
• Perkembangan sistem dan teknologi yang kurang pesat
Di beberapa kota (dalam penyediaan fasilitas transportasi umum) belum
mengalami perkembangan yang berarti. Contohnya di kota Medan yang
hanya angkot, becak, damri, kereta api, dan pesawat terbang. Sedangkan
di kota Tokyo, sudah ada bus (mengurangi jumlah kendaraan), kereta api
yang teknologinya lebih tinggi (kereta api yang sangat cepat bahkan
tercepat di dunia, yang tentunya operasionalnya lebih efektif daripada
kereta api biasa), dll.
Tahap-tahap perencanaan kota dengan unsur rencana transportasi :
1. Pengumpulan/pengolahan data
2. Analisis (secara komprehensif, termasuk : guna lahan dan transportasi)
3. Pembuatan rencana (rencana guna lahan, rencana jaringan jalan/transportasi,
dll)
4. Implementasi rencana
5. Pemantauan dan evaluasi
6. Tahap 4 dan 5 bersifat umpan balik terhadap tahap 1 dan 2
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem transportasi :
1. Jumlah penduduk
2. Ukuran kawasan
3. Jumlah dan distribusi spesial dari pusat-pusat aktivitas
4. Kebijaksanaan pengembangan sistem transportasinya sendiri
5. Pertumbuhan ekonomi
6. Perubahan jenis aktivitas
Misalnya dari daerah pertanian menjadi daerah industri manufaktur, jasa, dan
perdagangan. Perubahan ini berpengaruh terhadap kebutuhan jumlah perjalanan
mengingat jumlah lapangan kerja persatuan luas di daerah industri jauh lebih
besar daripada di daerah pertanian. Khususnya mengenai industri jasa dan
perdagangan, secara umum juga diketahui bahwa tingkat bangkitan lalu lintas
perlapangan - kerjanya lebih tinggi dari pada jenis tata guna lahan lainnya.
Perencanaan sistem transportasi terdiri dari :
• Generation model
• Traffic demand
• Distribution model
• Desire lines
• Assignment model
• Travel times and flows
• Karakteristik operasional
• Model implementasi
• Model evaluasi
Sistem transportasi perlu direncanakan untuk :
• Menjamin keterkaitan di antara sistem sirkulasi suatu kawasan dengan sistem
sirkulasi pada kawasan sekitarnya
• Meningkatkan hubungan fungsional di antara berbagai jenis peruntukkan di
dalam kawasan
• Rencana sistem transportasimencakup jalan raya dan jalan-jalan utama, rute
angkutan umum, jalan kereta api, bandar udara, dan jalan air
• Rencana tersebut mempolakan rute transportasi di seluruh kota dan sekitarnya
• Di dalam rencana ini, semua jalur kendaraan yang diintegrasikan untuk
memindahkan orang dan barang di dalam dan di sekitar daerah perkotaan
• Sejalan dengan perkembangan kota, maka rencana sirkulasi akanmenjadi suatu
acuan untuk membangun dan memperluas system sirkulasi
Dari berbagai permasalahan dalam unsur transportasi, tentu ada penyelesaiannya yang
sampai sekarang sudah dilakukan oleh kota-kota yang ada di dunia. Beberapa
penyelesaian yang sudah dilakukan yaitu :
• Mengembangkan teknologi dari segi alat transportasi
Contoh : kereta shinkansen di Tokyo, Jepang
• Meningkatkan keamanan dan mengetatkan pengawasan
Dengan menambah cctv di berbagai jalan dan di berbagai fasilitas
transportasi umum serta rambu-rambu jalan untuk meningkatkan
kewaspadaan pengguna transportasi
• Menegaskan aturan-aturan yang berlaku
Contoh : denda-denda yang berlaku di Singapura (sangat banyak) untuk
mengurangi tingkat kelalaian pengguna transportasi
• Membuat alur sirkulasi transportasi yang lebih teratur
• Menggunakan metode Transport Demand Management (TDM),dll
Beberapa kota di berbagai negara telah menerapkan TDM untuk membantu
mengatasi permasalahan transportasi yang muncul. Penerapan di negara-negara
industri telah dikenal sejak tahun 1950-an. Amerika Serikat secara formal telah
memasukkan konsep Transport System Management pada tahun 1975 dalam
Peraturan Perencanaan Perkotaan, sedangkan di Australia AUSTRAROADS telah
menerbitkan Road Demand Management pada tahun 1991.
Strategi Metode Teknik
Peningkatan pemanfaatan
aset
Penyebaran lalu lintas puncak Okupansi kenderaan
(kepemilikan)
Pentahapan jam kerja Jam kerja fleksible Perubahan hari kerja Pembedaan biaya parkir Pembedaan ketersediaan tempat parkir Kenderaan bersama Pool kenderaan (kelompok / gabungan) Jalur khusus kendaraan berpenumpang banyak Prioritas parkir Park and ride
Batasan fisik Pembatasan Area Pembatasan Ruas Pembatasan Parkir
Pemilihan area lalu lintas Ijin area (Area licences) Batasan akses Pengaturan lampu lalu lintas Pengurangan kapasitas Prioritas angkutan umum Batasan ruang parkir Control akses parker
Pengenaan biaya
Biaya jalan (Road Pricing) Pembatasan Ruas Pembatasan Parkir
Toll Biaya masuk area Biaya kemacetan Prioritas jangka pendek Biaya masuk tinggi Penerapan pajak bahan bakar Penerapan pajak parker
Perubahan sosial dan
aspek
Bentuk perkotaan
Kota yang lebih kompak Pengembangan kota yang efisien
Sikap sosial Perubahan teknis
Kesadaran dan informasi masyarakat Pendidikan masyarakat Subsitusi komunikasi Pengembangan system
transportasi
Pengaruh Penerapan TDM di Beberapa Kota Besar Di Dunia
Teknik Lokasi Deskripsi Umum Pengaruh
Biaya Parkir Ottawa Oxford
Penghapusan biaya parkir bagi Peg. Negeri Pengurangan 60% dari
area bebas biaya parkir
umum di pusat kota
Penggunaan mobil penumpang (mp) untuk kerja turun 23% Peralihan cukup besar ke Angkutan umum. 95% mp ke pusat kota menghindari tarif parkir Kenaikan 30 kali ruang parkir pribadi Peralihan dari mp ke bus dipusat kota Mp beralih pembatasan
tujuan ke luar pusat kota.
Area licensing
Singapore
Tarif tinggi bagi mobil pribadi (mp) yang masuk ke pusat kota pada pagi hari.
19% mp dan 32% penumpang mp beralih ke bus naik 16%. Perubahan jam kerja berarti untuk menghindari pembatasan lalu lintas (disertai pentahapan jam kerja).
Pemilahan area
Besancon Gothenburg
Pusat kota didalam jalan lingkar dalam menjadi beberapa zona dengan jalan. Khusus pejalan kaki dan bus. Prioritas bus dan perbaikan pelayanan. Pusat kota didalam jalan
lingkar dalam menjadi
beberapa zona dengan
Proporsi penggunaan mp ke pusat kota turun dari 48% menjadi 41% Penggunaan bus naik 75% pada tahun pertama : 18% diantaranya adalah peralihan dari mp. Pertumbuhan 6% dalam penggunaan bus
Bologna
jalan. Khusus pejalan kaki
dan bus. Prioritas bus dan
perbaikan pelayanan
Pusat kota didalam jalan
lingkar dalam menjadi
beberapa zona dengan
jalan. Khusus pejalan kaki
dan bus. Prioritas bus dan
perbaikan pelayanan
Penggunaan bus naik 50% (sebagian karena perbaikan pelayanan) Kecepatan bus naik 70%
Pemilahan Area
Nagoya
Pusat kota didalam jalan lingkar dalam menjadi beberapa zona dengan jalan. Khusus pejalan kaki dan bus. Prioritas bus dan perbaikan pelayanan tetapi parkir dibatasi dan mahal
Pembatasan parkir efektif dalam mengalihkan 15% pengguna mp diantaranya pegawai negeri ke bus, dan 34% ke kereta api. Bus pada rute prioritas
memperoleh pemanfaatan
27% pada jam sibuk pagi, 3%
secara keseluruhan.
Bab 3
STUDI KASUS
A. Dalam Negeri
1. Jakarta
Transit Oriented Development
Transit Oriented Development, yaitu model pengembangan kawasan dan atau pembangunan properti yang berorientasi pada simpul-simpul transportasi. Transit Oriented Development, mengarahkan pengembangan kawasan pada simpul-simpul jalur angkutan umum massal yang memiliki aksesibilitas tinggi. Konsep ini bertujuan terutama untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Dalam Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030, dijelaskan Transit Oriented Development (TOD) atau Pembangunan Berorientasi Transit adalah kawasan terpadu dari berbagai kegiatan fungsional kota dengan fungsi penghubung lokal dan antar lokal. Dalam Raperda tersebut konsep TOD dijabarkan dalam pengaturan tentang Sistem Pusat Kegiatan. Dalam Pasal 16 terdapat beberapa kawasan di wilayah DKI Jakarta yang direncanakan pengembangannya menerapkan konsep TOD, dalam sistem pusat kegiatan primer dan sistem pusat kegiatan sekunder, yaitu kawasan Dukuh Atas, Manggarai, Harmoni, Senen, Blok M, dan Grogol. Kawasan-kawasan tersebut direncanakan sebagai stasiun terpadu dan titik perpindahan beberapa moda transportasi.
Dalam Pasal 19 disebutkan sistem prasarana Transit Oriented Development (TOD) dikembangkan pada terminal/stasiun antar moda pada pusat-pusat kegiatan, stasiun Angkutan Jalan Rel, shelter Angkutan Massal Jalan Raya dan terminal angkutan umum jalan raya yang terintegrasi dengan pengembangan lahan disekitarnya.
Komisi Hukum dan Humas memberikan beberapa rekomendasi terkait rencana pengembangan konsep TOD, sebagai berikut:
• TOD dibutuhkan untuk mengurangi jumlah dan jarak perjalanan. TOD diharapkan menjadi pilihan untuk mengubah paradigma menambah jumlah jalan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas.
• Penerapan TOD harus diikuti dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas, di mana pemanfaatan ruang harus konsiten dengan perencanaan (rencana tata ruang).
• TOD menjadi tidak efektif jika terjadi perubahan guna lahan yang tidak terkendali terutama fungsi lahan yang potensial menimbulkan bangkitan lalu lintas seperti
kegiatan perdagangan dan jasa. Dalam konteks Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara RI, maka visi, misi, dan strategi pembangunannya harus memprioritaskan kepada kepentingannya sebagai pusat pemerintahan negara.
Mass Rapid Transit
Penataan Ruang dan sistem transportasi memiliki integritas (keterkaitan) yang erat dalam pembentukan ruang. Upaya penyediaan sarana transportasi untuk perkembangan wilayah semestinya mengacu pada Rencana Tata Ruang. Seiring perkembangan sebuah wilayah baik secara ekonomi maupun demografis, maka aktivitas transportasi juga semakin meningkat. Jika hal tersebut tidak diantisipasi maka akan timbul permasalahan di bidang transportasi, khususnya kemacetan yang saat ini sering terjadi di kota-kota besar Indonesia.
Persoalan kemacetan merupakan masalah krusial transportasi yang sangat terkait dengan penataan ruang. Pertumbuhan wilayah yang menyimpang dari rencana tata ruang (beralih fungsinya suatu kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukan),
dari fungsi permukiman menjadi kawasan komersial akan menimbulkan dampak, salah satunya kemacetan. Agar lalu lintas di kawasan komersial tersebut dapat berjalan lancar, selain adanya jalan yang lebih luas dan penyediaan lahan untuk parkir, maka perlu tersedianya Mass Rapid Transit (Sistem Angkutan Massal).
Penyelenggaraan MRT di kota-kota besar wajib untuk dilaksanakan. Ditargetkan penyelesaian kegiatan tersebut akan terlaksana pada tahun 2016. Kendala yang umumnya dihadapi dalam penyelenggaraan MRT adalah tidak adanya budaya planning, biaya yang mahal, dan perlu konsistensi antar pemangku kepentingan terkait. Selain itu upaya public hearing (paparan kepada masyarakat) tentang Undang-undang Penataan Ruang harus terus dilakukan, agar masukan masyarakat terhadap perbaikan sarana transportasi dapat terfasilitasi.
Ada empat alternatif pilihan dalam pemecahan masalahan transportasi, yaitu:
1) penyediaan angkutan umum yang murah dan nyaman;
2) desentralisasi strategi berupa pemecahan konsentrasi kegiatan dari pusat kota ke wilayah pinggiran merupakan upaya pemerataan;
3) peralihan dari angkutan pribadi menuju angkutan massal, dan
4) pembatasan lalu lintas.
Upaya untuk mewujudkan kota yang nyaman dan aman ke depan, dapat dilaksanakan ‘development impact fee’ (keterkaitan antara tata ruang dengan transportasi), dimana pelaku yang ingin membangun kegiatan komersial dapat dikenakan retribusi lebih besar.
Transportasi di kawasan Jakarta – Bogor – Depok – Tangerang – Bekasi
(Jabodetabek), khususnya kemacetannya, telah menjadi problem pelik baik bagi
pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah mencoba mengatasinya melalui
perbaikan pengelolaan mobilitas di kawasan tersebut. Sasaran utama perbaikan adalah
penataan sistem angkutan umum dan pengaturan penggunaan kendaraan pribadi.
Keduanya kini tengah dilakukan secara terpadu dengan sekuen sesuai urutan prioritas
dan tahapannya.
Selanjutnya, sasaran utama perbaikan itu dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama penanganan transportasi di Jabodetabek, yaitu perbaikan:
(1) sarana dan prasarana transportasi,
(2) penataan ruang,
(3) regulasi dan tata-kelola, serta
(4) transportasi publik.
Dari empat kelompok utama penanganan tersebut kemudian dirinci menjadi sejumlah langkah penanganan. Penanganannya tentu membutuhkan koordinasi lintas-pemangku kepentingan: Pemda terkait (pemerintah Provinsi/Kota, Polda Metro Jaya, Dishub, Dispenda, Satpol PP), dan tentunya sejumlah elemen masyarakat. Kita semua teringat pada September 2010, Wakil Presiden Boediono menginstruksikan “17 Langkah Atasi Kemacetan Jakarta”. UKP4 ditunjuk sebagai koordinator dalam mengawasi pengimplementasiannya.
Ke - 17 instruksi Wakil Presiden itu adalah sebagai berikut:
1) Berlakukan electronic road pricing, yakni penggunaan jalan dengan sistem berbayar.
2) Sterilkan jalur busway. Terdapat empat koridor bus Transjakarta sebagai empat koridor utama dalam proyek sterilisasi. Dalam hal ini, sterilisasi adalah menertibkan jalur busway dari pengendara sepeda motor dan mobil yang memaksa masuk ke jalur busway.
3) Kaji parkir on-street disertai penegakan hukum. Melalui renaksi ini, warga diharapkan mulai tertib dan tidak memarkir kendaraan bermotornya di pinggir jalan, karena acap menjadi kontributor utama dari kemacetan.
4) Perbaiki sarana-prasarana jalan. Agenda ini akan dilaksanakan melalui penerbitan peraturan pelaksanaan kontrak tahun jamak berbasis kinerja, pembuatan dan perbaikan marka jalan, penyediaan ruang pedestrian, serta pengaturan arah jalan, rambu, dan lampu lalu-lintas.
5) Tambah jalur busway hingga mencapai 12 koridor.
6) Untuk angkutan transportasi, siapkan harga bahan bakar gas (BBG) khusus. Hal ini mendapatkan sorotan, mengingat, memang sudah seyogianya pemerintah menyuntikkan insentif terhadap angkutan umum agar beralih menggunakan BBG serta menambah titik-titik pengisian BBG.
7) Tertibkan angkutan umum liar, terutama bis kecil yang tak efisien. Instansi terkait harus mampu mendorong bus kecil beralih menggunakan armada bus yang lebih besar. Oleh karena itu, pemberian insentif bagi peremajaan transportasi umum perlu dikaji lebih-lanjut.
8) Optimalkan kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek dengan re-routing, yakni hanya akan single operation.
9) Tertibkan angkutan liar sekaligus tempat perhentiannya.
10) Bangun layanan mass rapid transit (MRT) jalur Lebak Bulus-Bundaran HI yang masa konstruksinya ditargetkan untuk dimulai pada 2011.
11) Bentuk Otoritas Transportasi Jakarta (OTJ). Gubernur DKI Jakarta akan memainkan peran selaku koordinator antarinstansi terkait.
12) Tambah jalan tol—rencananya akan dibangun enam ruas jalan tambahan.
13) Batasi kendaraan bermotor, mengingat, terutama di Jakarta, setiap tahunnya konsumsi dan angka penjualan kendaraan bermotor relatif tinggi. Dampaknya, itu menjadi sumber masalah baru, mulai dari kemacetan hingga polusi.
14) Siapkan lahan park and ride untuk mengurangi kendaraan serta untuk mendukung penggunaan KRL sebagai insentif yang sepadan untuk menarik lebih banyak masyarakat menggunakan KRL sebagai moda transportasi.
15) Bangun double-double track KRL Jabodetabek ruas Manggarai-Cikarang.
16) Percepat pembangunan lingkar-dalam KRL yang diintegrasikan dengan sistem MRT.
17) Percepat pembangunan KA Bandara.
Sejauh ini, Strategi yang sudah dijalan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pengaturan jam operasi angkutan barang di tol dalam kota, penertiban angkutan liar, upaya sterilisasi jalur busway, pembangunan fasilitas park and ride, penambahan jalur busway, penghapusan perparkiran on street, dan penegakan hukum perparkiran di jalan utama. Langkah-langkah yang belum terselesaikan yaitu: regulasi untuk penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di jalan utama Jakarta dan pembentukan otoritas transportasi Jabodetabek
Terdapat 2 poin penting terkait dengan sasaran utama perbaikan pengelolaan mobilitas di Jabodetabek yaitu :
1) penataan sistem angkutan umum dan
2) pengaturan penggunaan kendaraan pribadi.
Kedua hal ini harus dilakukan secara terpadu dan disesuaikan dengan urutan prioritas dan tahapannya. Namun pada akhirnya semua itu tentunya terasa sia-sia belaka tanpa
adanya pendidikan terhadap masyarakat Jakarta tentang kemacetan dan disiplin berlalu lintas.
2. Yogyakarta
Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi Yogyakarta ada 3 yaitu :
Ø JANGKA PENDEK 1. Meningkatkan dan memperluas pelayanan angkutan umum dengan
system pembelian pelayanan oleh pemerintah (buy the service
system).
2. Penataan trayek dengan rute langsung sehingga memperpendek
waktu tempuh;
3. Penambahan trayek sehingga menjangkau:
• 80% populasi penduduk perkotaan dengan jarak berjalan ke trayek ≤400 meter
• 50% pendudukpedesaandenganjarakberjalan ke trayek≤600 m; dan menjangkau seluruh obyek wisata utama di perkotaan dan DIY
4. Penempatan tempat henti angkutan umum sehingga jarak berjalan ke pemberhentian di :
• daerah yang padat 200 m; • daerah sedang 300 m-400 m • daerah yang jarang 500 m; • daerah yang sangat jarang < 1000 m
5. Menerapkan konsep bus priority pada simpang atau ruas jalan yang padat dengan tetap memperhatikan kenyamanan dan keselamatan lalu lintas
6. Penambahan jumlah armada sehingga waktu tunggu penumpang • di dalam kota tidak lebih dari 10 menit • di daerah dengan kepadatan sedang 15 menit • di daerah dengan kepadatan rendah 20 menit
7. Peningkatan jumlah layanan Trans Jogja menjadi 120 bus termasuk cadangan (12 kendaraan/trayek) pada tahun 2010.
8. Kapasitas angkut Trans Jogja menjadi 51.000 penumpang/harI
Peningkatan Layanan Angkutan Perkotaan Dengan Sistem Buy The Service
Peningkatan Jumlah Layanan Trans Jogja Menjadi Sepuluh Trayek Untuk Menjangkau 80% Populasi
Ø JANGKA MENENGAH
1. Penambahan jumlah layanan angkutan umum berbasis by the service dengan memasukkan bus AKDP (hingga mencapai 50%) ke dalam sistem.
2. Penambahan jumlah kendaraan angkutan perkotaan untuk 15 trayek menjadi 270 bus termasuk cadangan (18 kendaraan/trayek), dengan kapasitas yang dapat diangkut (oleh perkotaan dan AKDP 50%) kurang lebih 113.000 penumpang/hari.
3. Pengoperasian kereta api komuter Prambanan -Wates –Kutoarjo dengan menambah stasiun/halte kereta api baru di antaranya
4. Mengintegrasikan jadual dan sistem tiket antar moda angkutan umum (bus, kereta dan pesawat) di perkotaan.
5. Seluruh pelayanan angkutan perkotaan sudah masuk dalam Trans Jogja (terbagi dalam 15 trayek) dengan sistem buy the service dan menggunakan halte sebagai tempat menaikkan dan menurunkan penumpang sehingga saling terintegrasi antar trayek angkutan umum
6. Seluruh pembayaran pada layanan bus perkotaan menggunakan mesin tiket yang diletakkan di halte untuk memperbaiki sistem penerimaan uang tiket.
Peningkatan Jumlah Layanan Trans Jogja Menjadi Lima Belas Trayek Untuk Menjangkau Seluruh Wilayah Perkotaan
Penambahan Empat Trayek AKDP Berbasis Buy the Service Tahun 2013 Kereta api commuter Wates-Yogya-Brambanan
Penambahan Trayek AKDP Berbasis Buy the Service Hingga Mencapai 50% Tahun 2015
Ø JANGKA PANJANG
1. Mengintegrasikan jadual dan sistem tiket antar moda angkutan umum di seluruh wilayah DIY.
2. Seluruh pelayanan AKDP sudah masuk dalam sistem buy the servicedan menggunakan halte di wilayah perkotaan sebagai tempat menaikkan dan menurunkan penumpang sehingga saling terintegrasi antar trayek angkutan umum.
3. Memperkenalkan penggunaan sistem angkutan umum massal (SAUM), yang dapat berupa monorail, aerobus atau trem listrik untuk menambah kapasitas penumpang
4. Mempertahankan jumlah kendaraan angkutan perkotaan untuk 15 trayek sebanyak 270 bus termasuk cadangan (18 kendaraan per trayek)
5. Kapasitas angkut seluruh sistem angkutan umum (termasuk sistem angkutan umum massal) kurang lebih 225.000 penumpang/hari
6. Pada akhir periode jangka panjang meningkatkan kapasitas angkutan umum massal dan mempertahankan jumlah kendaraan angkutan perkotaan dan AKDP, dengan kapasitas yang dapat diangkut (oleh perkotaan, AKDP 100%, SAUM) kurang lebih 330.000 penumpang/hari.
Kereta Api Komuter Sebagai Angkutan Umum Massal Untuk Melayani Pergerakan Koridor Barat-Timur
Seluruh Pelayanan AKDP Sudah Masuk Dalam Sistem Buy the ServiceTahun 2020
Layanan Angkutan Umum Massal AeroBus/Tram Untuk Melayani Pergerakan Koridor Utara-Selatan
Layanan Angkutan Umum Massal AeroBus/Tram Untuk Melayani Pergerakan Koridor Utara-Selatan
Rencana Kapasitas dan Trayek Angkutan UmumDengan Sistem yang Lebih Baik (Buy the Service) Tahun Kapasitas Angkutan Perkotaan AKDP Angkutan
Massal 2010 51.000 120 (10 trayek) - - 2013 95.000 225 (15 trayek) 4 trayek - 2015 113.000 270 (15 trayek) 50% trayek - 2020 225.000 270 (15 trayek) Semua trayek Diperkenalkan 2025 330.000 270 (15 trayek) Semua trayek Dioperasikan
B. Luar Negeri
1. Singapore
Light Rail Transit (LRT)
LRT adalah salah satu jenis urban passenger transportation yang beroperasi di permukaan jalan baik memiliki jalur khusus maupun memakai jalur umum. LRT merupakan bagian dari Mass Rapid Transit (MRT) dengan cakupan wilayah yang lebih kecil dan bentuk armada yang lebih kompak dan ringan. LRT sudah banyak diterapkan di negara-negara di dunia, di Asia Tenggara sendiri terdapat di Filipina dan Singapura. LRT di Singapura termasuk dari bagian Singapore Mass Rapid Transit (SMRT) dan mencakup di beberapa wilayah Singapura.
Mass Rapid Transport (MRT)
Mass Rapid Transit atau MRT Singapura adalah sebuah sistem angkutan cepat yang membentuk tulang punggung dari sistem kereta api di Singapura dan membentang ke seluruh negara kota ini. Bagian pertama dari MRT ini, antara Stasiun Yio Chu Kang dan Stasiun Toa Payoh, dibuka tahun 1987 dan menjadi sistem angkutan cepat tertua kedua di Asia Tenggara, setelah Sistem LRT Manila. Jaringan ini telah berkembang cepat sebagai hasil dari tujuan Singapura untuk mengembangkan jaringan kereta yang lengkap sebagai tulang punggung utama dari sistem angkutan umum di Singapura dengan perjalanan penumpang harian rata-rata 1,952 juta jiwa tahun 2009, hampir 63% dari 3,085 juta penumpang jaringan bus pada waktu yang sama.
MRT memiliki 79 stasiun (1 di antaranya tidak beroperasi) dengan jalur sepanjang 129,7 kilometer dan beroperasi pada sepur standar. Jalur rel ini dibangun oleh Land Transport Authority, sebuah badan milik Pemerintah Singapura yang memberi konsesi operasi kepada perusahaan laba SMRT Corporation dan SBS Transit. Operator-operator ini juga mengelola layanan bus dan taksi, sehingga menjamin adanya integrasi penuh layanan angkutan umum. MRT ini dilengkapi oleh sistem Light Rail Transit (LRT) regional yang menghubungkan stasiun MRT dengan perumahan umum HDB. Layanan ini beroperasi mulai pukul 5:30 pagi dan berakhir sebelum pukul 1:00 pagi setiap hari dengan frekuensi tiga sampai delapan menit, dan layanan ini diperpanjang selama hari-hari libur Singapura.
Jalur dan stasiun yang sudah beroperasi ada 4 jalur, yaitu:
Ø Utara Selatan (NorthØ Timur Barat (EastØ Timur Laut (NorthØ Lingkar (Circle) (16 dari 31 stasiun yang direncanakan telah dibuka)
warna kuning
Diagram persebaran fisik jaringan MRT di seluruh pulau Singapura (termasuk
jalur yang sedang dibangun).
dan stasiun yang sudah beroperasi ada 4 jalur, yaitu:
North-South) (25 stasiun) : warna merah East-West) (32 stasiun) : warna hijau
North-East) (16 stasiun) : warna ungu ) (16 dari 31 stasiun yang direncanakan telah dibuka)
Diagram persebaran fisik jaringan MRT di seluruh pulau Singapura (termasuk
jalur yang sedang dibangun).
) (16 dari 31 stasiun yang direncanakan telah dibuka) :
Diagram persebaran fisik jaringan MRT di seluruh pulau Singapura (termasuk
Selain itu, ada beberapa jalur lainnya yang akan selesai dalam beberapa tahun mendatang:
• Downtown (33 stasiun, dibuka bertahap pada tahun 2013, 2015, dan 2016) • Thompson (dibuka tahun 2018)
MRT dioperasikan oleh dua perusahaan: SMRT Corporation dan SBS Transit.
Stasiun MRT
MRT
2. Bangkok
Sempat mendapatkan reputasi buruk pada tahun 1991 saat salah satu artikel di Newsweek, yang berjudul “Life in the Slow Lane : Bangkok’s Traffice Nightmare” mengungkap kemacetan di Bangkok, Pemerintah Thailand khususnya Bangkok secara bertahap membangun transportasi massal sejak pertengahan tahun 1990.
Pembangunan transportasi massal tersebut dilaksanakan oleh 3 (tiga) lembaga, yakni Mass Rapid Transit Authority of Thailand (MRTA) dan State Railway of Thailand yang berstatus sebagai BUMN di bawah pengawasan Kementerian Transportasi, dan Bangkok Metropolitan Administration (BMA) - lembaga yang dibentuk oleh pemerintah kota Bangkok.
Perlahan tapi pasti, walau kepadatan lalu lintas tetap tinggi, transportasi massal yang dibangun, seperti Sky Train dan Subway Train atau Metro mulai dapat mengurangi kepadatan lalu lintas dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Bangkok.
Dalam upaya pembangunan transportasi massal di Bangkok tersebut, terdapat beberapa hal yang disampaikan oleh MRTA dan BMA yang dapat dijadikan bekal dalam membangun transportasi massal di Jakarta.
Pertama, penerapan prinsip “what passengers want” di Bangkok, yakni berfokus kepada apa yang diinginkan oleh masyarakat (penumpang). Pertimbangannya, sebagai pengguna transportasi publik, pendapat masyarakat terhadap transportasi publik tersebut mencerminkan kualitas pelayanan di bidang transportasi yang dilakukan oleh pemerintah.
Sebagai contoh, untuk mengalihkan atau mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, fasilitas park & ride harus disediakan oleh pemerintah daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah peralihan moda transportasi dan memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Demikian pula halnya dengan, pengoperasian feeder (connection) antar moda transportasi.
Kedua, fasilitas transportasi publik, seperti park and ride atau interchange facility kiranya didukung pula dengan pembangunan pusat kegiatan bisnis di sekitarnya, sehingga akan mendorong tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru. Seorang pejabat MRT di Bangkok menyampaikan ilustrasi sebagai berikut, “Drive more less shopping, but more walking more shopping”. Artinya, apabila seseorang menggunakan kendaraan pribadi maka ia akan jarang tergoda untuk mampir ke pusat perbelanjaan. Akan tetapi, apabila ia menggunakan transportasi publik, orang tersebut dalam aksesnya ke dan dari transportasi publik selalu melewati pusat perbelanjaan. Akibatnya, ia akan mudah tergoda untuk membelanjakan uangnya di pusat perbelanjaan.
Namun yang perlu diingat, pembangunan pusat kegiatan bisnis tersebut harus dicantumkan dalam perencanaan dan diinformasikan kepada masyarakat.
Ketiga, pemerintah/pemerintah daerah melalui BUMN atau BUMD harus menguasai atau mengelola line/operasi pertama. Hal ini dimaksudkan agar Pemerintah/Pemerintah Daerah memahami nature of business dari transportasi dimaksud. Dan, apabila berdasarkan evaluasi memberikan line tersebut memberikan keuntungan, keterlibatan swasta dapat tidak diperlukan.
Keempat, sistem jaringan transportasi harus direncanakan dan disusun secara menyeluruh (tidak parsial). Perencanaan sistem jaringan transportasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kepadatan/kemacetan lalu lintas di suatu wilayah. Tingkat kepadatan lalu lintas yang sangat tinggi mencerminkan bahwa wilayah tersebut membutuhkan transportasi massal seperti MRT, dan harus diprioritaskan dalam perencanaan.
Kelima, kerjasama dan koordinasi antar daerah harus dikedepankan. Perpanjangan line Sky Train dari Bangkok ke daerah sekitar dilakukan melalui kerjasama antar daerah. Harus diingat bahwa transportasi merupakan suatu hal
yang borderless sehingga penyelesaiannya tidak hanya dapat dilakukan oleh suatu daerah.
Keenam, Masterplan transportasi harus dipersiapkan untuk jangka waktu panjang. Artinya, perencanaan sistem jaringan transportasi tidak hanya sebatas jangka menengah atau lima tahunan, melainkan untuk puluhan tahun.
MRTA Bangkok subway office
Bab 4
KESIMPULAN
Transportasi itu sangat berperan penting dalam tata guna lahan. Transportasi memiliki
banyak kelebihan dan kekurangan, dan kekurangan itu haruslah bisa dikurangi dengan
merencanakan tata guna lahan kota yang baik dan diiringi perkembangan teknologi
sehingga bisa lebih baik dan perbaikan sistem transportasi yang masih kurang.
Tahap-tahap perencanaan kota dengan unsur rencana transportasi :
1. Pengumpulan/pengolahan data
2. Analisis (secara komprehensif, termasuk : guna lahan dan transportasi)
3. Pembuatan rencana (rencana guna lahan, rencana jaringan jalan/transportasi,
dll)
4. Implementasi rencana
5. Pemantauan dan evaluasi
6. Tahap 4 dan 5 bersifat umpan balik terhadap tahap 1 dan 2
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem transportasi :
1. Jumlah penduduk
2. Ukuran kawasan
3. Jumlah dan distribusi spesial dari pusat-pusat aktivitas
4. Kebijaksanaan pengembangan sistem transportasinya sendiri
5. Pertumbuhan ekonomi
6. Perubahan jenis aktivitas
.
Contoh sistem transportasi yaitu, MRT dan TOD Jakarta, MRT Singapore, MRTA
Bangkok, dan sebagainya. Dimana, masing-masing stasiun dan alur jalannya tidak
dirancang asal-asalan tetapi benar-benar terintegrasi dan dalam perencanaannya
bersifat umpan balik.
Daftar Pustaka
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=teori%20unsur%20perencanaan%20kota&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CCgQFjAC&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F10580000035-perencanaan-kota%2Ftka_541_slide_unsur-unsur_perencanaan_kota.pdf&ei=f8mOUNSaMcjZrQfcsICQBA&usg=AFQjCNGyqiki1HRjTcPbPpcqAWy_INPrnQ
http://arch.its.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=431&Itemid=95&lang=en
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1389/1/sipil-filliyanti4.pdf
http://eprints.undip.ac.id/26060/1/ANALISA_ALUN_ALUN_PURWODADI.pdf
http://mpkd.ugm.ac.id/weblama/homepageadj/support/materi/mstt/b04-mstt-hub-pkota-n-ptransp.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Singapura
http://id.wikibooks.org/wiki/Pembenahan_Transportasi_Jakarta/Tata_Ruang
http://munawar.staff.ugm.ac.id/wp-content/rencana-pengembangan.pdf
http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2012/06/04/mengenal-light-rail-transit/
http://www.setkab.go.id/artikel-6004-.html
http://amillavtr.wordpress.com/2010/08/13/belajar-dari-singapura-membuat-sistem-transportasi-terintegrasi/
http://id.wikipedia.org/wiki/MRT_Singapura
http://madina.co.id/index.php/opini/10089-kecelakaan-lalu-lintas-dan-pembenahan-sistem-transportasi-massal
http://greenimpactindo.wordpress.com/tag/perencanaan/
http://atdr.tdmrc.org:8084/jspui/handle/123456789/3599
http://amillavtr.wordpress.com/2012/07/24/pentingnya-percepatan-pembangunan-moda-transportasi-massal-di-provinsi-dki-jakarta-by-amilla-agus/
http://io.ppijepang.org/v2/index.php?option=com_k2&view=item&id=261:sistem-transportasi-yang-berkesinambungan-di-dki-jakarta
http://img521.imageshack.us/img521/7545/ptmdki2020jalantoljq7.jpg