Post on 16-Mar-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam, yakni
lembaga yang digunakan untuk mempelajari agama Islam, sekaligus sebagai
pusat penyebarannnya. Sebagai pusat penyebaran agama Islam pesantren dituntut
untuk mengembangkan fungsi dan perannya, salah satu peran penting pesantren
yaitu mengupayakan tenaga-tenaga atau misi-misi agama, yang nantinya
diharapkan mampu membawa perubahan kondisi, situasi, dan tradisi masyarakat
yang lebih baik.
Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan islam tertua yang
berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat islam, pusat dakwah dan
pusat pengembangan masyarakat muslim di indonesia. Tujuan umum pesantren
adalah membimbing peserta didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian
Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi penyampai ajaran Islam
dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.1
Pesantren adalah pendidikan yang melakukan kegiatan sepanjang waktu.
Artinya murid atau santri tinggal di asrama dalam kawasan (pondok) bersama
guru, kyai dan para senior mereka. Maka dengan begitu hubungan yang di jalin
1 Fa‟uti Subhan, Membangun Sekolah Unggulan Dalam Sistem Pesantren (Surabaya: Alpha, 2006),
h. 8
1
2
diantara mereka dalam proses pendidikan akan berjalan lebih intensif dan tidak
sekedar hubungan guru dan murid dalam kelas. Ditengah himpitan berbagai
kemajuan iptek beserta kelembagaan lain dan perangkatnya, pesantren sebagai
lembaga pendidikan islam yang tertua di indonesia dengan segala kekhasan dan
keunikannya masih mampu eksis hingga sekarang.
Kitab kuning merupakan salah satu fenomena dalam pondok pesantren
dan menjadi tradisi yang selalu melekat pada pesantren. Kitab kuning pada
dasarnya merupakan istilah yang dimunculkan oleh kalangan luar pesantren
untuk meremehkan kadar keilmuaan pesantren. Bagi mereka kitab kuning
sebagai kitab yang memiliki kadar keilmuwan yang rendah dan menyebabkan
stagnasi intelektual.2 Istilah kitab kuning sebenarnya dilekatkan pada kitab
warisan abad pertengahan Islam yang masih digunakan pesantren hingga saat
ini.3
Salah satu kitab yang banyak diajarkan di pondok pesantren adalah kitab
Ta‟lim Al-Muta‟allim. Kitab karya az-Zarnuji ini adalah salah satu kitab klasik,
yang namanya dikenal dikalangan kyai dan santri di seluruh pesantren Indonesia.
Kitab yang banyak memberikan banyak konsep-konsep dan masalah pendidikan
dalam berbagai aspeknya ini banyak diajarkan bagi para penuntut pemula dalam
lingkungan pesantren. Hal ini sangatlah wajar, karena dalam kitab ini banyak
dijelaskan pedoman-pedoman yang harus dilakukan oleh para peserta didik
2 Amin Hoedari, dkk, Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan Modernitas Dan Tantangan
Kompleksitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004), h. 148. 3 Imam Bawani, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1990), h. 134.
3
(santri) dalam menuntut ilmu selama di pesantren, agar ilmu mereka bisa
barokah.
Dalam kitab tersebut sang muallif (pengarang) menerangkan tentang ilmu
dan keutamaannya, kewajiban dan niat belajar materi dan metode belajar dan
konsep lainnya. Kitab ini dimaksudkan sebagai buku petunjuk tentang metode
belajar bagi para santri. Pengarang mengelompokkan pembahasan pada tiga belas
bab. Pada bab pertama dijelaskan tentang keutamaaan ilmu, keutamaannya serta
kewajiban dalam menuntut ilmu. Dalam buku ini banyak dijelaskan tentang etika
antara murid dengan ilmu pengetahuan, murid dengan guru dan cara-cara
mendapatkan ilmu dengan baik.
Daya tarik kitab ini yang banyak menjelaskan tentang ilmu pengetahuan
menjadi nilai plus bagi para pendidik. Terutama di pondok-pondok pesantren,
baik pondok salaf (tradisional) maupun pondok yang mengaku sebagai pondok
modern.
Selain kitab Ta‟lim Al Muta‟allim ada juga kitab Washoya Al Aba‟ Lil
Abnaa‟ karya Syekh Muhammad Syakir, yang di dalamnya berisi pelajaran atau
tuntunan dasar tentang akhlak yang mulia. Kitab ini sengaja ditulis untuk para
pelajar ilmu agama (santri). Kitab ini mengandung berbagai persoalan akhlak
yang paling mendasar yang sangat diperlukan oleh setiap pelajar.
Dengan pengajaran kitab-kitab tersebut, tentunya pondok pesantren
berharap ada transfer ilmu pengetahuan juga berdampak pada perilaku santri
sehari-hari. Kitab Ta‟lim Al-Muta‟llim disebut sebagai kitab metode belajar,
4
tetapi tampaknya di kalangan pesantren ada kecenderungan untuk menyebutkan
bahwa etika santri, terutama kepada gurunya merupakan salah satu perangkat
untuk memperoleh ilmu. Dan yang menjadi sasaran dari pengajaran kitab ini
adalah perubahan akhlak santri menuju yang lebih baik.
Pendidikan akhlak penting artinya bagi setiap manusia dan setiap warga
negara. Dalam pendidikan islam tujuan pokok dan utama serta merupakan esensi
pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak manusia. Hal ini karena setiap
bangsa dan warga negara mengharap generasi penerusnya dapat lebih baik dari
generasi sebelumnya.
Pendidikan Islam bukan sekedar mengisi otak para pelajar atau santri
dengan fakta-fakta melainkan juga dengan memperbaiki dan mendidik mereka
dengan akhlak yang baik. Tujuan pendidikan Islam adalah mengarahkan manusia
agar berakhlak mulia sehingga ia tidak menyalahgunakan fungsi kelhalifahannya.
Dan membina serta mengarahkan potensi akal jiwa dan jasmaninya agar dapat
mencapai kebahagian di hidup dunia dan akhirat.4
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang
dapat melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa berfikir panjang,
merenung, atau memaksakan diri.5 Dengan demikian untuk meraih
kesempurnaan akhlak, seseorang harus melatih diri dan membiasakan diri
berfikir dan berkehendak, serta membiasakan mewujudkan pemikiran dan
4 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 54.
5 Thoyib Sah Saputra dan Wahyudin, Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas X (Semarang: PT
Karya Toha Putra, 2009), h. 55.
5
kehendaknya itu dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara demikian seseorang
akan meraih kesempurnaan akhlak, sebab akhlak seseorang bukanlah tindakan
yang direncanakan pada saat-saat tertentu saja, namun akhlak merupakan
keutuhan kehendak dan perbuatan yang melekat pada seseorang yang akan
tampak pada perilakunya sehari-hari.6
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang
tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan
akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikian pula Ahmad D.
Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah identik
dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu
hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama
Islam.7
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena akhlak
adalah instinct (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini
bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu
kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan
dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran.
Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya,
6 Ibid.
7 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1980), cet IV,
h. 48-49.
6
walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. Kelompok ini lebih lanjut menduga
bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan
lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batiin. Orang
yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan sendirinya meninggikan
dirinya. Demikian sebaliknya.
Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah
hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-
sungguh. Kelompok yang mendukung pendapat yang kedua ini umumnya datang
dari ulama-ulama Islam yang cenderung pada akhlak. Ibnu Maskawaih, Ibnu
Sina, al-Ghazali dan lain-lain termasuk kepada kelompok yang mengatakan
bahwa akhlak adalah hasil usaha (Muktasabah). Imam al-Ghazali misalnya
mengatakan “Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka
batallah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadis
nabi yang mengatakan “perbaikilah akhlak kamu sekalian”.
Pada kenyataan di lapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak melalui
berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus
dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan
pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi
Muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada
ibu bapak, sayang kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya.8 Keadaan
sebaliknya juga menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya,
8 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), cet I, h. 155.
7
atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan dan pendidikan, ternyata menjadi anak-
anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela
dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina. Keadaan
pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat di mana semakin
banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan bidang iptek.
Dengan uraian tersebut di atas kita dapat mengatakan bahwa akhlak
merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh
terhadap berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia. Jika
program pendidikan dan pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik, sistematik
dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan anak-anak
atau orang-orang yang baik akhlaknya. Di sinilah letak peran dan fungsi lembaga
pendidikan.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha
sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana
pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi
dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk di
dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan
intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.9
9 Ibid,. h. 156.
8
Pembentukan akhlak sangatlah penting dilakukan agar terbentuknya
pribadi-pribadi Muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
hormat kepada ibu bapak, sayang kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya.
Pembentukan akhlak ini dapat dibentuk melalui pendidikan, salah satunya dalam
pendidikan islam atau lebih dikenal dengan pesantren. Dalam pesantren ada
beberapa kegiatan, Kitab kuning merupakan salah satu fenomena dalam pondok
pesantren dan menjadi tradisi yang selalu melekat pada pesantren.
Pondok pesantren Miftahul Mubtadiin terletak di Krempyang
Tanjunganom Nganjuk, pondok ini termasuk pondok terbesar yang berada di
Nganjuk dan memiliki banyak santri yang datang dari berbagai daerah.di pondok
pesantren ini banyak sekali kitab-kitab yang dipelajari, mulai dari yang dasar
sampai yang paling atas tingkatannya. Terutama tentang kitab yang ada
kaitannya dengan Akhlak.
Maka dari itu di sini peneliti menganggap sangatlah pentingnya akhlak
bagi santri sebagai generasi masa depan yang menjadi Muslim yang bertakwa
kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Sehingga penulis mengadakan
penelitian tentang “Implementasi Kitab Ta’lim Al-Muta’allim dan Washoya
Al-Abaa’ Lil Abnaa’ Dalam Pembentukan Akhlak Santri (Studi Kasus Di
Pondok Pesantren Miftahul Mubtadiin Krempyang Tanjunganom
Nganjuk)”.
9
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka dikemukakan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana akhlak santri pondok pesantren Miftahul Mubtadi‟in Krempyang
Tanjunganom Nganjuk?
2. Bagaimana pembelajaran kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim dan Washoya al-aba‟ lil
abnaa‟ di pondok pesantren Miftahul Mubtadi‟in Krempyang Tanjunganom
Nganjuk?
3. Bagaimana implementasi kitab Ta‟lim al-Muta‟allim dan Washoya al-aba‟ lil
abnaa‟ Miftahul Mubtadi‟in dalam pembentukan akhlak santri di pondok
pesantren Miftahul Mubtadi‟in Krempyang Tanjunganom Nganjuk?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan yang
ingin dicapai dalam skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui akhlak santri pondok pesantren Miftahul Mubtadi‟in
Krempyang Tanjunganom Nganjuk.
2. Untuk mengetahui pembelajaran kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim dan Washoya al-
aba‟ lil abnaa‟ di pondok pesantren Miftahul Mubtadi‟in Krempyang
Tanjunganom Nganjuk.
10
3. Untuk mengetahui implementasi kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim dan Washoya al-
aba‟ lil abnaa‟ Miftahul Mubtadi‟in dalam pembentukan akhlak santri di
pondok pesantren Miftahul Mubtadi‟in Krempyang Tanjunganom Nganjuk.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mendukung teori-teori yang sudah ada sebelumnya sehubungan
dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.
b. Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian berikutnya yang sejenis.
c. Untuk memperkaya khasanah keilmuan terutama pengetahuan tentang
implementasi kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim dan Washoya Al-Aba‟ Lil
Abnaa‟ dalam membentuk akhlak santri di pondok pesantren Miftakhul
Mubtadi‟in krempyang tanjunganom nganjuk.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan
atau sumbangan pemikiran mengenai implementasi kitab Ta‟lim Al-
Muta‟allim dan Washoya Al-Aba‟ Lil Abnaa‟ dalam membentuk akhlak
santri di pondok pesantren Miftakhul Mubtadi‟in krempyang
tanjunganom nganjuk.
11
b. Bagi peneliti, diharapkan dapat menumbuhkan pengetahuan dan
memperluas wawasan berdasarkan pengalaman dari apa yang ditemui di
lapangan tempat penelitian.
c. Bagi pesantren, sebagai gambaran untuk memperbaiki dan mendidik
santri agar dapat berakhlakul karimah.
d. Bagi santri, diharapkan bahwa implementasi kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim
dan Washoya Al-Aba‟ Lil Abnaa‟ sangat penting dalam pembentukan
akhlak santri.
e. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan informasi dan pengetahuan.
E. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu mengenai akhlak adalah Penelitian yang
dilakukan oleh Muhammad Burhan Muklishin Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah
UIN Sunan Ampel Surabaya (2003), dengan judul “Pembinaan Akhlak Remaja
Melalui Media Persaudaraan Setia Hati Terate Di Rayon Kurung Rejo Prambon
Nganjuk.” Di dalam skripsi ini mencoba mengangkat salah satu organisasi pencak
silat yang sedang berkembang pesat pada saat ini, yaitu persaudaraan Setia Hati
Ternate (PSHT) di Rayon Kurung Rejo Prambon Nganjuk, dalam hal ini
pemberian pembinaan akhlak remaja, khususnya yang dilakukan terhadap
siswanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Agus Gunawan jurusan Tarbiyah UIN
Sunan Ampel Surabaya (2010), dengan judul “Konsep Pembinaan Akhlak Pada
12
Anak (Studi Tentang Perspektif Syaikh Muhammad Syakir Dalam Kitab Washoya
Al-Abaa‟ Lil Abnaa‟)”.dalam skripsi ini menjelaskan tentang relevansi konsep
pembinaan akhlak pada kitab Washoya al-aba‟ lil abnaa‟ dengan konsep
pembinaan akhlak pada masa kini adalah saling melengkapi. Kenyataan tersebut
dapat dilihat bahwa, kondisi zaman pada era Syaikh Muhammad Syakir dengan
era sekarang mengalami perubahan serta perkembangan. Sehingga proses
pembinaan akhlak yang diterapkannya pun juga tidak sama persis, dan keduanya
memiliki kesesuaian akan tetapi kesesuaian tersebut tidak secara keseluruhan
sehingga perlu direvisi serta dikembangkan dengan konsepan yang lebih baru dan
sesuai dengan situasi dan kondisi zaman yang ada.
Penelitian yang dilakukan oleh Mochammad Zaenal Muttaqin jurusan
Tarbiyah UIN Sunan Ampel Surabaya (2014), dengan judul “Peranan
Ekstrakurikuler Pengajian Kitabnashaihul „Ibad Dalam Pembentukan Ari Akhlak
Peserta Didik di MA Hasyim Asy‟ari Bangsri Sukodono”.dalam skripsi ini hasil
penelitian yang penulis lakukan, bahwa ekstrakurikuler pengajian kitab Nashaihul
„Ibad di MA Hasyim Asy‟ari bangsri sukodono memiliki peranan yang besar
dalam proses pembentukan akhlak peserta didik karena dengan adanya kegiatan
ekstrakurikuler tersebut dapat tercipta peserta didik yang mempunyai akhlak yang
mulia seperti: sifat jujur, adanya budaya mengucapkan salam ketika bertemu
dengan guru, dan sholat dhuha.
Penelitian yang dilakukan oleh Inni Fardiana jurusan Tarbiyah UIN
Sunan Ampel Surabaya (2006), dengan judul “Efektifitas Kitab Ta‟lim Al-
13
Muta‟allim Dalam Pembentukan Akhlak Santri TMI Putri Al-Amien II Preduan
Sumenep Madura”. Hasil dari penelitian dalam skripsi ini antara kitab Ta‟lim Al-
Muta‟allim dan disiplin pondok saling melengkapi dan saling mendukung. Hal
inilah yang membuat kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim menjadi efektif dalam
membentuk akhlak santri.
Berdasarkan penelusuran penelitian terdahulu, yang menbedakan
penelitian terdahulu dengan penelitian kali ini adalah belum ada yang membahas
secara langsung tentang “Implementasi Kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim dan
Washoya Al-Aba‟ Lil Abnaa‟ Dalam Pembentukan Akhlak Santri”. Dengan
demikian, keaslian penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan.
F. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pengkajian tentang :
1. Penelitian ini hanya dilakukan di pondok pesantren Miftakhul Mubtadi‟in
krempyang tanjunganom nganjuk.
2. Penelitian ini hanya terbatas pada implementasi kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim
dan Washoya Al-Aba‟ Lil Abnaa‟ dalam pembentukan akhlak santri.
Hasil penelitian ini hanya berlaku pada subyek penelitian ini yaitu santri
di pondok pesantren Miftahul Mubtadi‟in Krempyang Tanjunganom Nganjuk.
14
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-variabel
yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses
pengukuran variabel-variabel tersebut. Definisi operasional memungkinkan
sebuah konsep yang bersifat abstrak dijadikan suatu yang operasional sehingga
memudahkan peneliti dalam melakukan pengukuran.10
Judul penelitian skripsi yang penulis buat adalah “Implementasi Kitab
Ta’lim Al-Muta’allim dan Washoya Al-Aba’ Lil Abnaa’ Dalam Pembentukan
Akhlak Santri (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Miftakhul Mubtadi’in
Krempyang Tanjunganom Nganjuk)”.
Dari judul ini didasari kiranya ada penjelasan kata-kata atau istilah agar
mudah difahami. Oleh karena itu dikemukakan batasan-batasan makna yang
terdapat dalam judul tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Implementasi
Implementasi menurut kamus lengkap bahasa indonesia adalah
penerapan atau pelaksanaan.11
Implementasi yaitu pelaksana.12
Implementasi juga berasal dari kata
dalam bahasa inggris implement yang berarti melaksanakan, jadi
10
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif ( Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006),
h. 27. 11
Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: AMANAH, 1997), h. 221. 12
WJS, Purwo Draminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 377.
15
implementation yang diindonesiakan menjadi implementasi berarti
pelaksanaan.13
2. Kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim
Kitab ta‟lim al-muta‟allim adalah kitab karangan Syeikh Al-Zarnuji
yang banyak memuat tentang pedoman-pedoman bagi santri dalam menuntut
ilmu baik ketika masih belajar, maupun ketika sudah menamatkan
pelajarannya. Di dalamnya beliau menyebutkan bermacam-macam bekal yang
harus dipersiapkan dan selalu dibawa dalam menempuh perjalanan mencari
ilmu agar para santri sampai pada tujuan mereka yaitu meraih ilmu manfaat
dan barakah.14
3. Kitab Washoya al-Aba‟ Lil Abnaa‟
Kitab washaya Al-Abaa‟ Lil Abnaa‟ karya seorang ulama terkenal
mesir Muhammah Syakir adalah kitab yang berisi bimbingan akhlak yang
harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yang besar manfaatnya untuk
seluruh umat manusia dalam mewujudkan bangsa yang berbudi luhur dan
bertaqwa kepada Allah Swt.15
4. Pembentukan
13
Jhon M Echols, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, t.t), h. 313. 14
Az Zarnuji, Ta‟limul Muta‟allim, Terjemah Abu Na‟im (Kediri: Mukjizat, 2015), h. x 15
M. Syakir, Washaya Al-Abaa‟ Lil Abnaa‟, terj M. Fadlil Said An-Nadwi, (Surabaya: Al-Hidayah,
t.t), h. 7.
16
Bentuk adalah wujud, rupa, gambaran.16
Pembentukan berarti proses
untuk membentuk.17
5. Akhlak
Secara bahasa akhlak mempunyai arti “budi pekerti, tabiat, watak”.18
Akhlak dapat juga diartikan perilaku.19
6. Santri
Santri adalah siswa yang tinggal di pesantren guna menyerahkan diri.20
7. Pondok Pesantren Miftakhul Mubtadiin
Pesantren miftakhul mubtadiin adalah pondok pesantren yang
didirikan oleh KH. M. Ghozali Manan pada tahun 1940. Pondok pesantren ini
terletak di Desa Krempyang Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk.
H. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian yang berjudul “Implementasi Kitab Ta‟lim Al-
Muta‟allim dan Washoya Al-Aba‟ Lil Abna‟ Dalam Pembentukan Akhlak Santri
(Studi Kasus Di Pondok Pesantren Miftakhul Mubtadi‟in Krempyang
Tanjunganom Nganjuk)”, menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan bab pendahuluanyang memaparkan pokok-
pokok persoalan yang akan dibahas dalam penelitian, yang meliputi: latar
16
Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Ibid.,h. 69. 17
Pius A. Purtanto, dkk, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: arloka, tth), h. 136. 18
Thoyib Sah Saputra dan Wahyudin, Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas X (Semarang: PT
Karya Toha Putra, 2009), h. 54. 19
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 20. 20
M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembangunan, (Jakarta: LP3ES, t.t), h. 49.
17
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
penelitian terdahulu, definisi operasional, ruang lingkup dan batasan masalah, dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua merupakan bab kajian teori yang terdiri dari empat sub pokok
bahasan. Pertama, pembahasan tinjauan tentang kitab ta‟lim al-muta‟allim.
Kedua, tinjauan tentang kitab washoya al-aba‟ lil abna‟. Ketiga tinjauan tentang
akhlak. Keempat tinjauan tentang pondok pesantren. Dan yang terakhir tentang
kitab ta‟lim al-muta‟allim dan washoya al-aba‟ lil abna sebagai sumber
pembentukan akhlak.
Bab ketiga merupakan bab metode penelitian yang berisikan tentang
pendekatan dan jenis penelitian, kehadirian peneliti, lokasi penelitian, metode
penelitian subjek, sumber data, prosedur penelitian data, analisis data, tahap-tahap
penelitian.
Bab keempat merupakan bab gambaran umum objek penelitian, yang
berisikan tentang pondok pesantren miftahul mubtadiin, eksistensi pondok
pesantren miftahul mubtadiin, pola pengembangan kurikulum di pondok
pesantren miftahul mubtadiin, pola pengembangan pondok pesantren miftahul
mubtadiin.
Bab kelima merupakan bab analisis dan hasil penelitian, yang berisikan
tentang gambaran perilaku/akhlak santri pondok pesantren miftahul mubtadiin,
pembelajaran kitab ta‟lim al-muta‟allim dan washoya al-aba‟ lil abna‟ di pondok
pesantren miftahul mubtadiin, implementasi kitab ta‟lim al-muta‟allim dan
18
washoya al-aba‟ lil abna‟ dalam pembentukan akhlak di pondok pesantren
miftahul mubtadiin, pembentukan akhlak kitab ta‟lim al-muta‟allim dan washoya
al-aba‟ lil abna‟.
Bab keenam merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari skripsi
dan saran-saran dari peneliti untuk perbaikan-perbaikan yang mungkin dapat
dilakukan oleh pihak yang terkait.