Post on 05-Jul-2018
SYIAH ZAIDIYAH DAN SYIAH GHULATH
MAKALAH
Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Teologi Islam
Semester II Tahun Akademik 2014-2015 Jurusan Hukum Bisnis Syariah
Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Dosen
Dr.fadhil.SJ.M.Ag
Oleh
KELOMPOK VIII
Ali nahrowi : 13220214
Heri sutrisno : 13220212
Anita anestia : 13220089
Dina silvana R. Ummah : 13220092
Linda wahyu mey S : 13220086
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “aliran syiah zaidiyah dan syiah
ghulat” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah teologi
islam Bapak Dr.fadhil .
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang
penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan teologi islam,
serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan syiah zaidiyah
dan syiah ghulat, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada dosen
matakuliah teologi islam atas bimbingan dan arahan dalam penulisan
makalah ini. dan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung
sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita
mengenai teologi yang berhubungan dengan aliran syiah zaidiyah dan syiah
ghulath. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah
yang lebih baik.
Malang, 2 april 2014
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
A. SYI’AH ZAIDIYAH..............................................................................................3
1. Asal usul Penamaan Zaidiyah...................................................................3
2. Doktrin Imamah Menurut Syi’ah Zaidiyah................................................3
3. Doktrin-doktrin Syi’ah Zaidiyah Lainnya...................................................5
4. Konsep imamah dan ajaran lainnya.........................................................7
B. SYI’AH GHULAT................................................................................................9
1. Asal-usul Penamaan Syi’ah Ghulat...........................................................9
2. Doktrin-doktrin Syi’ah Ghulat.................................................................10
3. Konsep Imamah Syiah Ghulath...............................................................12
BAB III PENUTUP....................................................................................................14
A. Simpulan....................................................................................................14
B. Saran..........................................................................................................15
DAFTAR RUJUKAN..................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang
muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran
teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada
sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal
Rasulullah. Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa yang berhak
menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah adalah keluarga sedarah yang
dekat dengan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan harus dilanjutkan oleh
anaknya, Hasan dan Husen, serta keturunan-keturunannya. Syi’ah muncul
sebagai salah satu aliran politik dalam Islam baru dikenal sejak timbulnya
peristiwa tahkim (arbitrase). Sementara Syi’ah dikenal sebagai sebuah
aliran teologi dalam Islam, yaitu ketika mereka mencoba mengkaitkan iman
dan kafir dengan Imam, atau dengan kata lain ketaatan pada seorang Imam
merupakan tolok ukur beriman tidaknya seseorang, di samping paham
mereka bahwa Imam merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat
ketuhanan.
Dengan mengkaji Syi’ah dan ajarannya secara lebih mendalam
diharapkan dapat dilihat garis pemisah antara yang benar-benar Syi’ah dan
yang hanya mengaku sebagai Syi’ah. Karena dalam panggung sejarah,
Syi’ah sering dibicarakan dalam konotasi yang kurang baik perihal ajaran-
ajarannya. Namun sesungguhnya, citra dan kesucian Syi’ah tidak patut
dipandang rusak dan keluar dari jalur Islam secara keseluruhan, karena
masih ada sebagian dari mereka yang dalam ajaran, pemikiran dan
tindakannya dianggap moderat dan toleran.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian syiah zaidiyah dan syiah ghulath ?
2. Apa aliran-aliran yang terdapat dalam syiah ghulath ?
3. Bagaimana Konsep imamah dan ajaran-ajaran dalam syiah zaidiyah
dan syiah ghulath ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian syiah zaidiyah dan syiah ghulath .
2. Untuk mengeahui aliran-aliran yang terdapat dalam syiah ghulath.
3. Untuk mengetahui konsep imamah yang terdapat dalam syiah
zaidiyah dan syiah ghulath.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. SYI’AH ZAIDIYAH
1. Asal usul Penamaan Zaidiyah
Disebut Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai
imam kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Kelompok ini
berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang mengakui Muhammad Al-Baqir,
putra Zainal Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Dari nama Zaid bin Ali
inilah, nama Zaidiyah diambil. Syi’ah Zaidiyah merupakan sekte Syi’ah
yang moderat. Abu Zahra menyatakan bahwa kelommpok ini merupakan
sekte yang paling dekat dengan Sunni.1 Dalam hal ini mereka bisa menerima
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, walaupun mereka memprioritaskan
bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah anak keturunan Fatimah, yakni
la-hasan dan la-husain2.
2. Doktrin Imamah Menurut Syi’ah Zaidiyah
Imamah, sebagaimana telah disebutkan, merupakan doktrin
fundamental dalam Syi’ah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamah
yang dikembangkan Syi’ah lain, Syi’ah Zaidiyah mengembangkan doktrin
imamah yang tipikal. Kaum Zaidiyah menolak pandangan yang menyatakan
bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi SAW. Telah
ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi, tetapi hanya ditentukan sifat-
sifatnya saja. Ini jelas berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang percaya bahwa
Nabi SAW telah menunujuk Ali sebagai orang yang pantas menjabat
sebagai imam setelah Nabi wafat karena Ali memiliki sifat-sfat yang tidak
dimiliki oleh orang lain, seperti keturunan Bani Hasyim, wara (saleh,
menjauhkan diri dari segala dosa), bertakwa, baik, dan membaur dengan
rakyat untuk mengajak mereka hingga mengakuinya sebagai imam.
1 Rosihon Anwar, Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Jakarta; Bandung: Pustaka Setia), 2007, hlm. 103 2 Ibrahim Madkour,aliran dan teori filsafat islam(Jakarta:Bumi Aksara)1995,Hlm.90
3
Selanjutnya, menurut Zaidiyah, seorang imam paling tidak harus memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:3
Pertama, ia merupakan keturunan ahl al-bait, baik melalui garis
Hasan maupun Husein. Hal ini mengimplikasikan penolakan mereka atas
sistem pewarisan dan nas kepemimpinan.
Kedua, memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya
mempertahankan diri atau menyerang. Atas dasar ini, mereka menolak
Mahdiisme yang merupakan salah satu ciri sekte Syi’ah lainnya, baik yang
gaib maupun yang masih dibawah umur. Bagi mereka, pemimpin yang
menegakkan kebenaran dan keadilan adalah Mahdi.
Ketiga, memiliki kecenderungan intelektualisme yang dapat
dibuktikan melalui ide dan karya dalam bidang keagamaan. Mereka
menolak kemaksuman iman, bahkan mengembangkan doktrin imamat al-
mafdul. Artinya, seseorang dapat dipilih menjadi imam meskipun ia mafdul
(bukan yang terbaik) dan pada saat yang sama ada yang afdal.
Dengan doktrin imamah seperti itu, tidak heran jika Syi’ah Zaidiyah
sering mengalami krisis dalam keimanan. Hal ini karena terbukanya
kesempatan bagi setiap keturunan ahl al-bait untuk menobatkan diriya
sebagai imam. Ini berbeda misalnya dengan Syi’ah Itsna Asyariyah yang
hanya mengakui keturunan Husein sebagai imam. Dalam sejarahnya, krisis
keimanan dalam Syi’ah Zaidiyah ini disebabkan oleh dua hal. Pertama,
terdapat beberapa pemimpin yang memproklamirkan diri sebagai imam.
Kedua, tidak seorang pun yang memproklamirkan diri atau pantas diangkat
sebagai imam. Dalam menghadapi krisis ini, Zaidiyah mengembangkan
mekanisme pemecahannya, di antaranya dengan membagi tugas imam
kepada dua individu, dalam bidang politik dan dalam bidang ilmu serta
keagamaan.4
Syi’ah Zaidiyah memang mencita-citakan keimanan aktif, bukan
keimanan pasif, seperti Mahdi yang gaib. Menurut mereka, imam bukan saja
3 Rosihon Anwar, Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Jakarta; Bandung: Pustaka Setia), 2007, hlm. 1044 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam (Jakarta; Gema Isnani Press), 2001, hlm. 64
4
memiliki kekuatan rohani yang diperlukan bagi seorang pemimpin
keagamaa, tetapi juga bersedia melakukan perlawanan demi cita-cita suci
sehingga dihormati oleh umatnya. Selain menolak berbagai dongeng tentang
kekuatan adikodrati para imam, mereka juga mengingkari sifat keilahian
para imam. Imam bagi mereka adalah pemimpin dan guru bagi kaum
muslim; aktif di tengah kehidupan; dan berjuang terang-terangan demi cita-
citanya. Dengan demikian, imam dapat berfungsi sebagai pemimpin politik
dan keagamaan yang secara kongret berjuang demi uamt, daripada sebagai
tokoh adikodrati yang suci tanpa dosa.
3. Doktrin-doktrin Syi’ah Zaidiyah Lainnya
Bertolak dari doktrin tentang al-imamah al-mafdul, Syi’ah Zaidiyah
berpendapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khaththab
adalah sah dari sudut pandang Islam. Mereka tidak merampas kekuasaan
dari tangan Ali bin Abi Thalib. Dalam pandangan mereka, jika ahl al-hall
wa al-‘aqd telah memilih seorang imam dari kalangan kaum muslim,
meskipun ia tidak memenuhi sifat-sifat keimanan yan ditetapkan oleh
Zaidiyah dan telah dibaiat oleh mereka, keimanannya menjadi sah dan
rakyat wajib berbaiat kepadanya. Selain itu, mereka juga tidak mengafirkan
seorang pun sahabat. Mengenai hal ini Zaid sebagaimana dikutip Abu Zahra
mengatakan:
“Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang paling
utama. Kekhalifahannya diserahkan kepada Abu Bakar karena
mempertimbangkan kemaslahatan dan kaidah agama yang mereka
pelihara, yaitu untuk meredam timbulnya fitnah dan memenangkan rakyat.
Era peperangan yang terjadi pada masa kenabiaan baru saja berlalu.
Pedang Amir Al-Mukminin Ali belum lagi kering dari darah orang-orang
kafir. Begitu pula kedengkian suku tertentu untuk menuntut balas dendam
belumlah surut. Jangan lagi ada leher terputus karena masalah itu. inilah
yang dinamakan kemaslahatan bagi orang-orang yang mengenal dengan
kelemahlembutan dan kasih sayang, juga bagi orang yang lebih tua dan
lebih dahulu memeluk Islam, serta yang dekat dengan Rasulullah.”
5
Prinsip inilah, menurut Abu Zahra, yang menyebabkan banyak orang
keluar dari Syi’ah Zaidiyah. Salah satu implikasinya adalah berkurangnya
dukungan terhadap Zaid ketika ia berperang melawan pasukan Hisyam bin
Abdul Malik. Hal ini wajar mengingat salah satu doktrin Syi’ah yang cukup
mendasar adalah menolak kekhalifahan Abu Bakar dan Umar dan menuduh
mereka sebagai perampas hak kekhalifahan dari tangan Ali.
Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan
dosa besar akan kekal dalam neraka jika dia belum bertobat dengan
pertobatan yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah Zaidiyah memang
dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat Wasil bin
Atha, salah seorang pemimpin Mu’tazilah, mempunyai hubungan dengan
Za’id. Moojan momen bahkan mengatakan bahwa Zaid pernahbelajar
kepada Wasil bin Atha. Baik Abu Zahrah maupun Moojan Momen
mengatakan bahwa dalam teologi Syi’ah Zaidiyah hampir sepenuhnya
mengikuti Mu’tazilah. Selain itu, secara etis mereka boleh dikatakan anti-
Murjiah, dan berpendirian puritan dalam menyikapi tarekat. Organisasi
tarekat memang dilarang dalam pemerintahan Zaidiyah.
Berbeda dengan Syi’ah lain, Zaidiyah menolak nikah mut’ah
(temporer). Tampaknya ini merupakan implikasi dari pengakuan mereka
atas kekhalifahan Umar bin Khaththab. Seperi diketahui, nikah mut’ah
merupakan salah satu jenis pernikahan yang dihapuskan pada masa Nabi
SAW. Pada perkembangannya, jenis pernikahan ini dihapuskan oleh
Khalifah Umar bin Khaththab. Penghapusan ini jelas ditolak oleh sekte
Syi’ah selain Zaidiyah. Oleh karena itu hingga sekarang kecuali kalangan
Zaidiyah- kaum Syi’ah tetap mempraktekkan nikah mut’ah. Selanjutnya,
kaum Zaidiyah juga menolak doktrin taqiyah. Padahal menurut
Thabathaba’i, taqiyah merupakan salah satu doktrin yang penting dalam
Syi’ah.
Meskipun demikian, dalam bidang ibadah, Zaidiyah tetap cenderung
menunjukkan simbol dan amalan Syi’ah pada umumnya. Dalam azan
misalnya, mereka memberi selingan ungkapan hayya ‘ala khair al-amal,
6
takbir sebanyak lima kali dalam shalat jenazah, menolak sahnya mengusap
kaus kaki (maskh al-Khuffaini), menolak imam shalat yang tidak saleh dan
menolak binatang sembelihan bikan muslim.
4. Konsep imamah dan ajaran lainnya
Imamah, sebagaimana telah disebutkan, merupakan doktrin
fundamental dalamsyiah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamah
yang dikembangkan syi’ah lain, syi’ah zaidiyah mengembangkan doktrin
imamah yang tipikal. Kaum zaidiyah menolak pandangan yang menyaakan
bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi SAW. Telah
ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi tetapi hsnys ditentukan sifat-
sifatnya saja. Ini jelas bebeda dengan sekte syiah yang lain yang percaya
bahwa Nabi SAW telah menunjuk Ali sebagai orang yang pantas menjabat
sebagai imam setelah Nabi wafat karena ali memiliki sifat-sifat yang tidak
dimiliki oleh orang lain, seperti keturunan bani Hasyim, Wara (saleh,
menjauhkan diri dari berbagai dosa), bertakwa, baik, dan membaur dengan
rakyat untuk mengajak mereka hingga mengakuinya sebagai imam. sesudah
Ali syarat itu harus dari keturunan Aisyah5.
Syi’ah Zaidiyah, memiliki pandangan tersendiri tentang imamah dan
ajaran lainnya. Pandangan-pandangan yang dipegang oleh Zaidiyah banyak
berbeda dengan paham-paham sekte Syi’ah lainnya :
a. Wishayah
Menurut mereka imamah itu tidak melaui nash dan wasiat dari
imam yang mangkat kepada imam yang datang sesudahnya (bukan jabatan
warisan). Hal ini, karena mereka menilai bahwa nabi Muhammad tidak
menunjuk Ali dengan menyebut namanya, tetapi hanya dengan
mendeskripsikannya. Dan Ali lah orang yang tepat dengan deskripsi
tersebut, karena itulah mereka mengatakan Ali lebih berhak menjadi
khalifah daripada sahabat yang lain. Mereka membolehkan adanya yang
mafdhul di samping adanya imam yang afdhal, yaitu Ali. Berdasarkan 5 Fadil su’ud ja’fari, islam syiah, malang: uin-maliki Press. 2010. Helm.49
7
konsep ini, mereka memandang Abu Bakar, Umar bin khatab, dan Usman
bin Affan adalah sah sebagai khalifah, yang memenuhi syarat menjadi imam
sepeninggal Nabi. sekalipun Ali lebih utama (Afdhal) menurut mereka.
b. Imamah
Dalam pandangan Syi’ah Zaidiyah, imamah tidak cukup hanya
dari keturunan fatimah saja, tetapi harus melalui dua jalan. Yang pertama,
imam harus memunculkan dan memproklamirkan dirinya, kedua ini harus
mendapat al-bai’at (persetujuan) dari ahl al-hal wa al-aqd.
Pandangan moderat lainnya tentang imamah adalah bahwa imam itu
tidak boleh kanak-kanak, dan tidak pula bersikap ghaib. Ia harus
mempunyai kemampuan dalam memimpin perang suci, mempertahankan
masyarakat, dan seorang mujtahid. Bagi Zaidiyah, imam mungkin saja lebih
dari satu pada satu waktu, namun pada tempat yang berbeda. Ketaatan
kepada imam hanya dalam kebaikan dan ketetapan pada Allah.
c. Ismah (Ma’sum)
Zaidiyah menolak prinsip tentang kesucian imam dari dosa yang
besar dan dosa kecil, bagi mereka imam itu hanya orang biasa yang
mungkin melakukan kesalahan. Namun sebagian kaum zaidiyah ada yang
mensucikan empat orang dari keluarga ahlul bait, yaitu Ali bin Abi Thalib,
Fatimah, Hasan dan Husain.
d. Raj’ah (kehadiran Imam)
Syi’ah zaidiyah menolak ketidakahadiran Imam, karena ahlul hal
wa al-aqd hanya dapat memilih imam kalau seandainya calon imam itu ada
di tengah mereka, atau menurut mereka kehadiran imam merupakan syarat
utama. Oleh karena itu Zaidiyah tidak mengakui tentang keberadaan imam
Mahdi yang akan keluar di akhir zaman nanti.
e. Iman dengan Qada dan Qadar
8
Mereka mempercayai qada dan qadar, namun manusia juga
mempunyai kebebasan dan pilihan untuk taat atau durhaka kepada Allah.
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa Zaidiyah adalah kelompok
yang moderat dalam tubuh Syi’ah. Mereka sangat terpengaruh dengan
filsafat Mu’tazilah, terutama pemikiran Wasil bin ‘Atha yang terlihat jelas
pada penempatan rasio pada tempat yang tinggi dan memberi peran penting
pada rasio untuk memperoleh dalil. Pengaruh Mu’tazilah terlihat pada
keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat dan al-Qur’an itu
makhluk serta mereka tidak menerima taqdir dengan begitu saja. Dalam
pelaksanaan hukum Islam, Zaidiyah tidak membenarkan perkawinan
campuran dan tidak memakan sembelihan orang yang bukan Islam, serta
tidak mau shalat di belakang orang yang tidak diketahui kesalehannya.
Seperti halnya perpecahan yang umum terjadi dalam tubuh
Syi’ah, demikian juga yang terjadi dengan Syi’ah Zaidiyah, yang terpecah
ke berbagai kelompok. Al-Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa al-Nihal
menyebutkan tiga, yaitu : Jarudiyah, Sulaimaniyah, dan Butriyah.
Sementara Abu al-Hasan Isma’il al-As’ari dalam bukunya Maqalat al-
Islamiyah wa l-ikhtilaf al-Mushallin menyebutkan lima, yaitu : Jarudiyah,
Sulaimaniyah, Butriyah, Naimiyah, dan Yaqubiyah6.
B. SYI’AH GHULAT
1. Asal-usul Penamaan Syi’ah Ghulat
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw artinya
bertambah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan menjadi
ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah Ghulat adalah kelompok
pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrem
(exaggeration). Lebih jauh, Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah ekstrem
(ghulat) adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan,
6 Di akses pada 5 maret 2014 pukul 21:00. Lucky Sang Pencinta Rasulullah di 02.41 http://luckysetiania.blogspot.com/2012/01/syiah-zaidiyah-imamiyah-dan-ghulat.html
9
dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi
daripada Muhammad.
Gelar ekstrim (ghuluw) yang diberikan kepada kelompok ini
berkaitan dengan pendapatan yang janggal, yakni ada beberapa orang yang
secara khusus dianggap Tuhan dan juga ada beberapa orang yang dianggap
Rasul setelah Nabi Muhammad. Selain itu, mereka mengembangkan
doktrin-doktrin ekstrim lainnya, seperti tanasukh, hulul, tasbih, dan ibaha.
Mengenai jumlah sekte Syi’ah Ghulat, para mutakalimin berbeda
pendapat. Syahrastani membagi sekte Ghulat menjadi 11 sekte; Al-Ghurabi
membaginya menjadi 15 sekte. Sekte-sekte yang terkenal antara lain:
Sabahiyah, Kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah,
Kalaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiyah, dan Nasyisiyah wa Ishaqiyah.
Nama-nama sekte tersebut menggunakan nama tokoh yang
membawa atau memimpinya. Sekte-sekte ini pada awalnya hanya satu,
yakni faham(hal. 105) yang dibawa oleh Abdullah bin Saba’ yang
mengajarkan bahwa Ali adalah Tuhan. Kemudian karena perbedaan prinsip
dan ajaran, Syi’ah Ghulat terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun
demikian, seluruh sekte ini pada prinsipnya menyepakati tentang hulul dan
tanasukh. Faham ini dipengaruhi oleh sistem agama Babilonial Kuno yang
ada di Irak, seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam, Mazdakisme.
2. Doktrin-doktrin Syi’ah Ghulat
Menurut Syahrastani, ada empat doktrin yang membuat mereka
ekstrim, yaitu tanasukh, bada’, raj’ah dan tasbih. Moojan Momen
menambahkannya dengan hulul dan ghayba. Tanasukh adalah keluarnya roh
dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Faham ini
diambil dari falsafah Hindu. Penganut agama Hindu berkeyakinana bahwa
roh disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan
diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan kepada kehidupan
yang lebih tinggi. Syi’ah Ghulat menerapkan faham ini dalam konsep
imamahnya, sehingga ada yang mengatakan –seperti Abdullah bin
10
Mu’awiyah bin Abdullah bin Ja’far-bahwa roh Allah berpindah kepada
Adam seterusnya kepada imam-imam secara turun temurun7.
Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya
sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan suatu
perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya. Syahrastani
menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’, dalam pandangan Syi’ah Ghulat,
mempunyai beberapa arti. Bila berkaitan dengan ilmu, artinya
menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan yang diketahui Allah.
Bila berkaitan dengan kehendak, artinya memperlihatkan yang benar
dengan menyalahi yang dikehendaki dan hukum yang diterapkan-Nya. Bila
berkaitan dengan perintah, artinya memerintahkan hal lain yang
bertentangan dengan perintah sebelumnya. Faham ini dipilih oleh Al-
Mukhtar ketika mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal yang akan terjadi,
baik melalui wahyu yang diturunkan kepadanya atau melalui surat dari
imam. Jika ia menjanjikan kepada pengikutnya akan terjadi sesuatu, lalu hal
itu benar-benar terjadi seperti yang diucapkannya, maka itu dijustifikasi
sebagai bukti kebenaran ucapannya. Namun, jika terjadi sebaliknya, ia
mengatakan bahwa Tuhan menghendaki bada’.
Raj’ah ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat
mempercayai bahwa imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi.
Faham raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh Syi’ah. Namun,
mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali. Sebagian
menyatakan bahwa yang akan kembali itu adalah Ali, sedangkan sebagian
lainnya menyatakan Ja’far Ash-Shadiq, Muhammad bin Al-Hanafiyah,
bahkan ada yang mengatakan Mukhtar Ats-Tsaqafi.
Tasbih artinya menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat
menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau
7 Abdul Rozak dan rosikhon Anwar. Ilmu kalam. Bandung: pustaka setia. 2009.
Hlm. 106.
11
menyerupakan Tuhan dengan makhluk. Tasbih ini diambil dari faham
hululiyah dan tanasukh dengan khalik.
Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan
semua bahasa, dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah
Ghulat berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus
disembah.
Gyaba (occultation) artinya menghilangnya Imam Mahdi. Ghayba
merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri
ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konsep ghayba pertama kali
diperkenalkan oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi tahun 66 H/686 M di Kufa ketika
mempropagandakan Muhammad bin Hanafiyah sebagai Imam Mahdi8.
3. Konsep Imamah Syiah Ghulath
Konsep imamah kaum syiah ghulath tidak terlepas dari sikap
ekstrem mereka. Menuru syahratsani, ada empat sikap ekstrem mereka,
yaitu : tasyhbih, bada’, raj’ah dan tanasukh, bahkan moojan momen
menambahkan sikap eksrem mereka yakni doktrin hulul dan ghayuba9.
a. Tasybih
Menyerupakan makhluk dengan tuhannya atau
menyerupakan Tuhan dengan makhlknya. Dalam hal ini mereka
menyerupakan iam mereka sebagai Tuhan.
b. Bada’
keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya sejalan
dengan perubahan ilmuNya,serta dapat memeinahkan sesuatu
perbuatan kemudian memerintahkan sebaliknya. Arti bada’ dalam
ilmu adalah menerapkan suatu yang berentangan dengan yang
iketahui-Nya.
c. Raj’ah
8 Abdul Rozak dan rosikhon Anwar. Ilmu kalam. Bandung: pustaka setia. 2009. Hlm. 107.9 fadil su’ud ja’fari,Islam syiah. Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010, hlm. 42
12
Raj’ah ada hubungannya mahdiyyah, dimana orang syiah
ghulath mempercayai bahwa imam al-mahdi al-muntadzar akan
datang ke bumi. Paham ini merupakan paham seluruh kaum syiah.
d. Tanasukh
Adalah keluarnya rukh dari jasad dan mengambil tempat
pada jasad yang lain. Paham ini diambil dari falsafah Hindu,
dimana mereka berkeyakinan bahwa rukh disiksa dengan cara
berpindah keubuh hewan yang lebih rendah derajatnya.
e. Hulul
Adalah paham yang mengajarkan bahwa Tuhan berada pada
semua tempat, berbicara dengan semua bahasa dan ada pada setiap
indifidu manusia.
f. Ghayba
Adalah menghilangnya imam mahdi, ghayaba merupakan
kepercayaan syiah bahwa imam mahdi itu ada ddalam negeri ini
dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa10.
g.
10 fadil su’ud ja’fari,Islam syiah. Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010, hlm. 43
13
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Aliran Syi’ah merupakan aliran pertama yang muncul di kalangan
umat Islam. Aliran ini dilatarbelakangi oleh pendukung ahlul bait yang tetap
menginginkan pengganti Nabi adalah dari ahlul bait sendiri yaitu Ali bin
Abi Thalib. Mereka mempunyai doktrin sendiri dalam alirannya, salah
satunya tentang Imamah. Mereka berpendapat bahwa pengganti Nabi yang
pantas menjadi pemimpin adalah seseorang yang ma’shum(terhindar dari
dosa). Bahkan dalam sekte yang ekstrim yaitu Syi’ah Ghulat, mereka telah
menuhankan Ali. Mereka menganggap bahwa Ali lebih tinggi daripada Nabi
Muhammad SAW. Namun ada juga aliran syiah yang bersifat moderat yaitu
aliran syiah zaidiyah yang dalam pemahaman dan doktrinnya aliran ini lebih
dekat kepada pemahaman Ahlussunnah.
Dalam perkembangannya, Syi’ah dianggap aliran sesat. Banyak
yang menganggap bahwa Syi’ah adalah Islam. Hal ini sangat berbeda sekali,
karena antara Islam dan Syi’ah sangat jauh sekali tentang ajaran aqidahnya.
Dalam perjalanannya, Syi’ah sebagai sebuah aliran, banyak dimasuki
oleh paham-paham yang berasal dari luar Islam, yang sangat bertentangan
dengan ajaran Islam itu sendiri. Syi’ah terkadang dimasuki oleh orang-orang
yang ingin menghancurkan Islam dari dalam, seperti yang dilakukan oleh
Abdullah ibn Saba’. Faham Syi’ah juga dimasuki oleh paham-paham
Yahudi, Nasrani, dan Hindu, sehingga mucul dalam ajaran Syi’ah paham-
paham, seperti Imam yang digambarkan sebagai setengah Tuhan dan
setengah manusia, paham tanasukh (reinkarnasi), penjisiman Tuhan, serta
bertempatnya ruh Tuhan pada diri manusia, dll. Sesungguhnya mereka yang
memiliki keyakinan seperti ini dalam tubuh Syi’ah bukanlah Syi’ah
(pengikut Ali dan ahlul bait) yang sebenarnya.
14
B. Saran
Dari penyusunan makalah ini kami mengungkapkan penjelasan dan
ruang lingkup dari pemahaman sekte syiah terkhusus pada sekte syiah
zaidiyah dan syiah ghulath, yang dalam pemahamannya disini tentulah akan
sngat berbeda dengan pemahaman yang ada pada ahlusunnah.
Karna dalam sekte syiah ini tidak semua syiah beraliran ekstrem
namun ada juga yang beraliran moderat yang tentunya pemahaman itu akan
dijadikan sebagai ideologi mereka. Dalam perbedaan inilah penulis
menyarankan kepada diri penulis sendiri dan kepada pembaca unuk lebih
bisa memilah dan mempertimbangkan dari berbagai pemahaman pandangan
yang berbeda ini menjadi satu titik temu untuk memperoleh kebenaran yang
diyakin dengan penuh pemikiran dan pertimbangan. Teruama dalam masa
moderen saat ini yang aliran eksterm seperti aliran syiah ini akan sangat
mempengruhi cara berfikir dan cara berkeyakinan manusia nantinya.
15
DAFTAR RUJUKAN
Hasbulloh, Aziz. 2008. Aliran-aliran teologi islam. Lirboyo:purna
siswa aliyah 2008.
Madkour, Ibrahim. 1995. aliran dan teori filsafat islam. Jakarta:
Bumi Aksara.
Rais, Dhiauddin. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Isnani
Press.
Rozak, Abdul dan Anwar, rosikhon, 2009. Ilmu kalam. Bandung:
pustaka setia.
Ja’fari, fadil su’ud. 2010. Islam syiah. Malang: UIN-MALIKI
PRESS.
Di akses pada 5 maret 2014 pukul 21:00. Di posting oleh. Lucky
Sang Pencinta Rasulullah di 02.41
http://luckysetiania.blogspot.com/2012/01/syiah-zaidiyah-imamiyah-dan-
ghulat.html
16